Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Politik

4 itu tak lebih dari wajah penuh make up, gincu, kosmetik, dan topeng-topeng politik, yang menutupi wajah sebenarnya Tinarbuko, 2009 : ix. Dengan melakukan analisis semiotika pada iklan banner calon legislatif DPR RI Dapil Jatim V Malang Raya peneliti ingin mengetahui makna apa yang sesungguhnya ingin dibangun calon anggota legislatif pada iklan politiknya. Terkait dengan pemaknaan, studi yang biasa digunakan adalah studi semiotika yang menghubungkan antara tanda, objek dan makna. Maka, penelitian ini akan menggunakan kajian semiotika untuk menganalisis “makna narsisime dibalik iklan banner calon legislatif pada pemilu tahun 2014 ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa makna narsisme dibalik iklan banner calon legislatif pada pemilu tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui makna narsisme dibalik iklan banner calon legislatif pada pemilu tahun 2014. 5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : D.1. Manfaat Akademis 1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber pengetahuan mengenai makna narsisme pada iklan politik, khususnya iklan banner. 2. Sebagai referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti masalah serupa. D.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat sebagai referensi untuk mengetahui calon legislatif mana yang layak untuk dipilih. 6 E. TINJAUAN PUSTAKA E.1. Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah bidang dalam ilmu komunikasi yang berkenaan dengan politik. Dalam hal ini, aktivitas komunikasi mempengaruhi kegiatan politik begitupun pula sebaliknya. Sebagai turunan dari ilmu politik dan ilmu komunikasi, bidang komunikasi politik berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan, penerimaan, dan dampak-dampak informasi berkonteks politik, baik melalui interaksi media maupun antar manusia Menurut Ahira dikutip dari http:www.anneahira.comdefinisi-komunikasi- politik.htm. E.1.1. Definisi Komunikasi Politik Berorientasi dari beberapa pandangan ilmuwan tentang komunikasi politik dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan tidak mudah untuk mendefinisikan komunikasi politik yang disebabkan karena perbedaan sudut pandang, maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan politik. Brian McNair memberikan gambaran singkat mengenai definisi komunikasi politik. Menurut McNair, definisi komunikasi politik adalah aktivitas komunikasi tentang politik yang sarat tujuan. Aktivitas yang dimaksud tidak hanya komunikasi verbal dan tertulis, tetapi juga melibatkan simbol nonverbal seperti pakaian, rias wajah, gaya rambut, desain logo dan sebagainya. 7 Dengan kata lain, identitas atau citra politik turut berperan dalam komunikasi politik. Studi komunikasi politik adalah multidisipliner, karena menyinggung aspek-aspek dalam banyak ilmu pengetahuan di antaranya ilmu sosial, jurnalisme dan psikologi Menurut Ahira dikutip dari http:www.anneahira.comdefinisi- komunikasi-politik.htm. E.1.2. Unsur Komunikasi Politik Sebagai suatu bentuk kajian yang berhubungan dengan kegiatan berkomunikasi, beberapa ahli juga menjelaskan beberapa unsur-unsur komunikasi politik melalui beberapa sudut pandang yang berbeda-beda. Cangara dalam bukunya menyebutkan unsur komunikasi politik meliputi Cangara, 2009: 37: 1. Komunikator Politik Semua pihak yang ikut terlibat dalam proses penyampaian pesan. Pihak-pihak ini dapat berbentuk individu, kelompok, organisasi, lembaga ataupun pemerintah. 2. Pesan Publik Pesan politik merupakan pernyataan yang disampaikan baik itu tertulis maupun tidak, dalam bentuk simbol atau verbal yang mengandung unsur politik, misal : pidato politik, UU, dll. 3. Saluran atau Media Publik Dalam perkembangan sekarang ini, media massa dianggap sebagai saluran yang paling tepat untuk melakukan komunikasi politik. 4. Penerima Pesan Politik 8 Semua lapisan masyarakat yang diharapkan memberikan respon terhadap pesan komunikasi politik. Misalnya dengan memberikan suara dalam pemilihan umum. 5. Efek atau Pengaruh Efek merupakan pengukur seberapa jauh pesan politik dapat diterima dan dipahami. E.2. Tanda dan Makna E.2.1. Tanda Dalam komunikasi sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari gejala penandaan. Gudykunts dan Kim memberikan suatu asumsi bahwa manusia dalam kehidupan komunikasinya dalam budaya tertentu tidak bisa lepas dari simbol-simbol atau tanda-tanda Seto, 2013: 144. Hjemslev seorang ahli liguistik mendefinisikan tanda sebagai sesuatu yang mewakili atau berdiri atas sesuatu yang lain dalam benak seseorang, tanda terdiri dari ekspresi seperti kata-kata, suara atau pun simbol dan isi dari tanda itu sendiri. Jadi, tanda merupakan suatu media untuk mengemas maksud atau pesan dalam setiap peristiwa komunikasi dimana manusia saling melempar tanda-tanda tertentu dan dari tanda-tanda itu terstrukturlah suatu makna tertentu yang berhubungan dengan eksistensi masing- masing individu Seto, 2013: 145. 9 E.2.2. Makna Makna menurut Shrimp adalah tanggapan internal yang dimiliki atau diacu seseorang terhadap rangsangan dari luar. Makna hadir akibat adanya suatu rangsang dari luar diri manusia. Pesan dalam komunikasi merupakan suatu rangsangan luar. Pesan-pesan tersebut terdiri dari seperangkat tanda-tanda dan tanda-tanda ini kemudian ditanggapi di dalam diri manusia dan menghasilkan suatu pemaknaan Seto, 2013: 145. Wendell Johnsons memberikan suatu asumsi tentang pemaknaan dalam komunikasi antar manusia Seto, 2013: 146-147, yaitu: 1. Makna ada dalam diri manusia Makna tidak terletak pada kata-kata tetapi dalam diri manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan. 2. Makna terus berubah Banyak kata yang maknanya terus berubah tergantung segala pengalaman dan kejadian yang bergilir seiring dengan waktu. 3. Makna butuh acuan Komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. 4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna 10 Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata. 5. Makna tidak terbatas jumlahnya Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalm suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Satu kata bisa memiliki ribuan makna. 6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, hanya sebagian saja dari makna-makna tersebut yang benar-benar dapat dijelaskan. Asumsi tentang pemaknaan yang dikemukakan oleh Johnson menitikberatkan bahwa makna pada dasarnya ada dalam diri seseorang, berubah-ubah dan bermacam-macam dan sangat bergantung pada kepentingan yang diacunya baik budaya, ekonomi, politik dan lain-lain. Ada beberapa macam corak makna. BrodBeck membagi makna ke dalam tiga corak Seto, 2013: 147, yaitu : 1. Makna inferensial, yakni makna satu kata lambang adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. 2. Makna significance suatu istilah dihubungkan dengan konsep- konsep lain. Atau merupakan arti dari istilah tersebut. 3. Makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna yang menekankan maksud pembicara. 11 E.3. Narsisme E.3.1. Definisi Narsisme Narsisme kata sifat: narsistis dapat dimengerti sebagai cinta diri. Istilah ini dibentuk berdasarkan nama Narcisscus, tokoh mitologi yunani, yang mati tenggelam karena terpukau pada pantulan wajahnya sendiri dalam air Bertens, 2006: 28. Narsisme tidak hanya diartikan sebagai kecenderungan pencarian kepuasaan seksual melalui tubuh sendiri Freud, tetapi juga segala bentuk penyanjugan diri self admiration, pemuasan diri self satisfaction, atau pemujaan diri self glorification Erich Fromm, atau segala kecenderungan melihat dunia sebagai cermin atau proyeksi dari ketakutan dan hasrat seseorang Tinarbuko, 2009: viii. E.3.2. Narsisme Politik Narsisme politik adalah kecenderungan pemujaan diri berlebihan para elit politik, yang membangun citra diri, meskipun itu bukan realitas diri yang sebenarnya Tinarbuko, 2009: viii. Narsisme politik adalah cermin artifisialisme politik melalui konstruksi citra diri yang sebaik, secerdas, seintelek, sesempurna dan seideal mungkin, tanpa menghiraukan pandangan umum terhadap realitas diri yang sebenarnya. Melalui politik pertandaan, berbagai tanda palsu tentang tokoh, figur, dan partai diciptakan untuk mengelabui persepsi dan pandangan publik. Narsisme politik adalah bentuk keseketikaan politik yang merayakan citra instan dan efek yang segera, tetapi tak menghargai 12 proses politik. Aneka citra politik: jujur, cerdas, bersih, atau nasionalis adalah citra yang mestinya dibangun secara alamiah melalui akumulasi karya, pemikiran, tindakan, dan prestasi politik. Akan tetapi, mentalitas menerabas telah mendorong tokoh miskin prestasi untuk mengambil jalan pintas dengan memanipulasi citra secara instan. Narsisme politik adalah cermin politik seduksi, yaitu aneka trik bujuk rayu, persuasi, dan retorika komunikasi politik, yang tujuannya meyakinkan setiap orang, bahwa citra yang ditampilkan adalah kebenaran. Padahal, citra-citra itu tak lebih dari wajah penuh make up, gincu, kosmetik, dan topeng-topeng politik, yang menutupi wajah sebenarnya Tinarbuko, 2009: ix. E.4. Pemilu 2014 Pemilu adalah pemilihan umum dimana rakyat memilih wakilnya di parlemen serta presiden dan wakil presiden secara langsung Setiyono, 2008: 66. Pemilu 2014 merupakan pemilihan langsung ketiga setelah pemilu tahun 2004 dan tahun 2009. Pemilu 2014 akan dilakanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif dan Pemilu Presiden pada tanggal 9 juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden Dikutip dalam website http:www.pemilu.comjadwal-pemilu-2014. Pada pemilu tahun 2014, partai politik yang ikut serta berjumlah 15 partai, 12 partai umum dan 3 partai daerah NAD. 13 E.5. Calon Legislatif DPR RI E.5.1. Definisi Dewan Perwakilan Rakyat DPR Dewan Perwakilan Rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Gunawan, 2008: 72. Anggota DPR adalah wakil rakyat yang telah bersumpah atau berjanji sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dalam melaksanakan tugasnya sungguh memperhatikan kepentingan rakyat. Anggota DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum dengan masa kenggotaan selama lima tahun dan berakhir bersama-sama pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpahjanji Gunawan, 2008 : 80. E.5.2. Syarat Menjadi Calon Legislatif Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon legislatif yaitu: 1. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 dua puluh satu tahun atau lebih; 2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 14 4. Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia; 5. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas SMA, Madrasah Aliyah MA, Sekolah Menengah Kejuruan SMK, Madrasah Aliyah Kejuruan MAK, atau bentuk lain yang sederajat; 6. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; 7. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih; 8. Sehat jasmani dan rohani; 9. Terdaftar sebagai pemilih; 10. Bersedia bekerja penuh waktu; 11. Mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara danatau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali; 12. Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokatpengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah PPAT, dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang 15 berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota sesuai peraturan perundang-undangan; 13. Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; 14. Menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu; 15. Dicalonkan hanya di 1 satu lembaga perwakilan; dan 16. Dicalonkan hanya di 1 satu daerah pemilihan. E.5.3. Kewajiban Anggota DPR 1. Mengamalkan Pancasila. 2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan. 3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. 4. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. 6. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. 7. Mendahulukan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. 16 8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral yang politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya. 9. Mentaati kode etik dan peraturan tata tertib DPR. 10. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. E.6. Iklan E.6.1. Definisi Iklan Iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapat perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu Menurut Ahira dikutip dari http:www.anneahira.compolitik-periklanan.htm. Strategi pemasaran yang dibuat oleh para pemilik komoditas di maksudkan agar para konsumen menerima produk mereka dan kemudian mengkonsumsinya. Untuk itu iklan sebagai bentuk komunikasi pemasaran harus bisa menyampaikan pada khalayaknya tujuan-tujuan pemasaran tersebut dengan menonjolkan hal-hal baik dan nilai guna yang dimiliki produk dan sebaliknya sebisa mungkin iklan menutupi keburukan produk tersebut. Pesan iklan yang dekat dengan konsumen tentu akan lebih diterima oleh konsumen. Iklan dalam konstruksi pesannya berusaha menghadirkan figur-figur tertentu yang dekat dengan konsumen. Lebih tepatnya iklan berusaha menggambarkan konstruksi pasar yang dibidik olehnya. Suharko mengatakan bahwa melalui iklan, citra mengenai 17 kelompok-kelompok masyarakat tersebut dibentuk, didiktekan, dan dikonstruksikan ke dalam bangunan kesadaran yang bermuara pada bujukan untuk mengkonsumsi suatu komoditas Seto, 2013: 154. E.6.2. Iklan Politik Iklan politik adalah iklan yang menawarkan sesuatu berkaitan dengan politik. Iklan politik merupakan salah satu alat komunikasi politik untuk menyampaikan pesan tentang individu atau partai politik. Keberadaannya disosialisasikan menggunakan media komunikasi visual. Perwujudannya dikemas dengan menggunakan pendekatan Desain Komunikasi Visual DKV. Untuk itu, media komunikasi visual dan desain komuniasi visual dibutuhkan sebagai alat komunikasi antara kandidat dengan calon pemilih. Kepentingannya, agar para kandidat dapat melakukan sosialisasi terkait visi, misi, ide, program kerja dan pandangan ideologis partai maupun individunya untuk menarik minat calon pemilih. Iklan politik dengan penyampaian pesan yang kreatif dan persuasif menjadi pilihan yang sangat efektif untuk membangun perhatian dan minat serta membentuk sikap target audiens secara masal melalui media. Selain itu, iklan politik dibutuhkan untuk meningkatkan awareness pemilih kepada calon legislatif yang berlaga dalam perhelatan Pemilu 2014 Tinarbuko, 2009: 58. Secara umum, peran Desain Komunikasi Visual pada kampanye Pemilu adalah bertugas menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan atraktif kepada simpatisan dan calon pemilih. 18 Bentuk penyampaian pesan verbal dan pesan visual yang dikemas secara komunikatif dan persuasif, dalam ranah kampanye pemilu, dikenal dengan sebutan iklan politik Tinarbuko, 2009: 58-59. Tujuan dari iklan adalah untuk memotivasi dan memengaruhi calon konsumen agar berpikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan. Selain itu, iklan juga banyak digunakan untuk membangun citra jangka pendek maupun jangka panjang sebagai produk. Dari penjabaran definisi dan tujuan itu, kita bisa menarik kesimpulan bahwa iklan politik bisa jadi salah satu jenis iklan yang sedang “menawarkan” produk berupa kemampuan individu yang sedang diiklankan. Misal, ketika kampanye, banyak sekali iklan politik yang ditemukan. Semuanya menawarkan kemampuan sosok yang diiklankan, dalam hal ini adalah calon pejabat Menurut Ahira dikutip dari http:www.anneahira.compolitik-periklanan.htm. E.7. Analisis Semiotik Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa- peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Eco, 1979. Sedangkan menurut Van Zoest mengatakan semiotik adalah ilmu tanda sign dan segala 19 yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungan dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya Sobur, 2002: 95. Batasan lebih jelas mengenai definisi semiotik dikemukakan oleh Preminger 2001:89, yang mengatakan : Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosialmasyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda itu mempunyai arti. Sobur, 2002 : 96 . E.7.1. Semiotik Model Charles Sanders Pierce Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal Sobur, 2002: 97. Semiotika menurut Pierce adalah suatu hubungan antara tanda, objek dan makna. Analisis semiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce. Permikiran Pierce ini bisa dijelaskan melalui bagan segitiga makna pada gambar berikut Seto, 2013: 168-169: 20 Segitiga Elemen Makna Pierce Sign Interpretan Object Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, Second Edition, Methuen co. LTD, London, 1990, hal 42, dikutip dari Seto, 2013: 169. Menurut Pierce, tanda dibentuk oleh hubungan segitiga yaitu representament yang oleh Pierce disebut juga tanda sign berhubungan dengan object yang dirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretan. Tanda atau representament adalah bagian tanda yang merujuk pada sesuatu menurut cara atau berdasarkan kapasitas tertentu. Pierce mengistilahkan representament sebagai benda atau objek yang berfungsi sebagai tanda. Objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Biasanya objek merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan tanda bisa jadi merupakan entitas yang sama Seto, 2013: 169. Upaya klasifikasi yang dilakukan oleh Pierce terhadap tanda memiliki kekhasan meski tidak bisa dibilang sederhana. Pierce membedakan tipe tanda menjadi : Ikon icon, Indeks index, dan Simbol symbol yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya Seto 2013: 18. 1 Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa sehingga tanda itu mudah dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya, sebagian besar rambu lalu lintas 21 merupakan tanda yang ikonik karena menggambarkan bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya. 2 Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di antara representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dan objeknya bersifat kongkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Contoh jejak telapak kaki di atas permukaan tanah, misalnya, merupakan indeks dari seseorang atau binatang yang telah lewat disana, ketukan pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang tamu dirumah kita. 3 Simbol, merupakan jenis tanda yang bersifat arbiter dan konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol. Tabel 1.1 Jenis Tanda dan Cara Kerjanya Jenis tanda Ditandai dengan Contoh Proses kerja Ikon - Persamaaan kesamaaan - Kemiripan Gambar.foto,dan patung - dilihat Indeks - Hubungan sebab akibat - Kerkaitan - asap---api - gejala---penyakit - diperkirakan Simbol - Konvensi atau - Kesepakatan sosial - Kata-kata - Isyarat - dipelajari Sumber: Seto Wahyu Wibowo, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, hal 19. Tabel 1.1 Jenis Tanda dan Cara Kerjanya E.7.2. Semiotik Model Ferdinand De Saussure Selain Charles S Pierce, pendekatan semiotika terus berkembang hingga saat ini amat berhutang budi pada peletak dasar semiotika lainnya yakni Ferdinand de Saussure yang lebih berfokus pada semiotika linguistik Seto, 2013: 19. 22 Saussure memang terkenal dan banyak dibicarakan orang karena teorinya tentang tanda. Meski tak pernah mencetak buah pikirannya dalam sebuah buku, para muridnya mengumpulkan catatan- catatannya menjadi sebuah outline. Pandangannya tentang tanda sangat berbeda dengan pandangan para ahli linguistik di jamannya. Saussure justru menyerang pemahaman historis terhadap bahasa yang dikembangkan pada abad ke-19. Saat itu, studi bahasa hanya berfokus kepada perilaku linguistik yang nyata. Studi tersebut menelusuri perkembangan kata-kata dan ekspresi sepanjang sejarah, mencari faktor-faktor yang berpengaruh seperti geografi, perpindahan penduduk dan faktor lain yang mempengaruhi perilaku linguistik manusia. Saussure justru menggunakan pendekatan anti historis yang melihat bahasa sebagai sebuah sistem yang utuh dan harmonis secara internal atau dalam istilah Saussure disebut langue. Dia mengusulkan teori bahasa yang disebut sebagai strukturalisme untuk menggantikan pendekatan historis dari para pendahulunya. Bahasa di mata Saussure tak ubahnya sebuah karya musik simfoni dan bila kita ingin memahaminya kita harus memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan dan bukan kepada permainan individual dari setiap pemain musik Seto, 2013: 20. Sedikitnya ada lima pandangan Saussure yang terkenal yaitu soal: 1. Signifier penanda dan Signified petanda 23 2. Form bentuk dan Content isi 3. Langue bahasa dan Parole tuturanujaran 4. Synchronic sinkronik dan Diachronic 5. Syntagmatic dan Associative atau Paradigmatik E.7.3. Semiotik Model Roland Barthes Kancah penelitian semiotika tak begitu saja melepaskan nama Roland Barthes 1915-1980 ahli semiotika yang mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental strukturalisme kepada semiotika teks. Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat membahas model glossematic sign tanda-tanda glossematic. Mengabaikan dimensi bentuk dan substansi, Barthes mendefinisikan sebuah tanda sign sebagai sebuah sistem yang terdiri dari E sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya R dengan content atau signified C : ERC. Sebuah sistem tanda primer primary sign system dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula. Barthes menulis: Such sign system can become an element of a more comprehensive sign system. If the extension is one of content, the primary sign E 1 R 1 C 1 becomes the expression of a secondary sign system : E 2 = E 1 R 1 C 1 R 2 C 2 24 Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model Roland Barthes. Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier ekspresi dan signified content di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda sign. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya Seto, 2013: 21. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi terjadinya salah baca atau salah dalam mengartikan makna suatu tanda. 25 Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos myth. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminimitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan Seto, 2013: 22. Langue Myth Sumber: Seto Wahyu Wibowo, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, hal 22. E.7.4. Semiotik Model Umberto Eco Umberto Eco lahir pada 5 Januari 1932 di Alessandria, wilayah Pedmont Italia. Awalnya ia belajar hukum, kemudian mempelajari filsafat dan sastra sebelum akhirnya menjadi ahli semiotika. Dia-sebagaimana dikutip Yasraf Amir Piliang dalam buku “Hipersemiotika” Tafsir Cultural Studies Atas matinya Makna, 2003 – menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Eco mengatakan bahwa : pada prinsipnya semiotika adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta. Definisi ini meskipun agak aneh secara eksplisit menjelaskan betapa 1 signifier 2 signified 3 sign II SIGNIFIED I SIGNIFIER II SIGN 26 sentralnya konsep dusta di dalam wacana semotika, sehingga dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika Seto, 2013: 24. Menurut Eco, semiotikus terkenal Italia itu, tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus juga untuk menyatakan suatu kebohongan. Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan demikian semiotika pada prinsipnya adalah suatu disiplin yang mempelajari apa pun yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu itu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan kebohongan, sebaliknya tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran Seto, 2013: 25. E.8. Teori PersuasiInformasi Dalam teori informasi, komunikasi massa terdiri atas serangkaian sistem yang menyampaikan informasi dengan cara bersambung dan berurutan 1 dari sebuah sumber, 2 melalui penyandi yang menerjemahkan unsur- unsur pesan ke dalam serangkaian tanda kata, gambar, dsb. ke dalam impuls elektronik, 3 melalui sebuah saluran, 4 melalui penyandi balik, dan 5 kepada penerima. Teori ini menetapkan informasi menurut kemampuannya mengurangi ketakpastian atau keteraturan situasi pada ujung penerima 27 Nimmo, 1989: 173. Teori informasi mengatakan bahwa orang mengikuti komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu untuk bertukar informasi dan mengurangi ketidakpastian Nimmo, 1989: 174. E.9. Fokus Penelitian Berdasarkan dari latar belakang, rumusan masalah, dan kemudian tujuan dari penelitian. Fokus dari penelitian ini adalah iklan banner calon legislative DPR RI Dapil Jatim V Malang Raya, dengan menggunakan analisis semiotik model Charles Sanders Pierce peneliti bisa mendeskripsikan makna narsisme dibalik iklan politik calon legislatif pada pemilu tahun 2014. 28 F. METODE PENELITIAN F.1. Metode dan Pendekatan Penelitian