Model Politik Birokrasi Kerangka Pemikiran

18 Dalam hal ini dapat digambarkan dalam skema 1.1 berikut ini:

1.5.2.1.2 Model Politik Birokrasi

Dalam pengambilan keputusan terdapat beberapa model yang relevan menurut Graham T. Allison, salah satunya yaitu model politik birokrasi. Model ini menekankan pada peranan yang dilakukan banyak birokrat yang terlibat dalam proses politik luar negeri ,dan tidak Pasal 11 UUD 1945 Mulai berlaku Mulai berlaku Mulai berlaku pada saat penandatanganan Pendepositan Piagam Pengesahan Pertukaran NOTA Pertukar an Piagam Pengesa han Rapat antar Dept. Penjajagan Perundingan Pemarafan Penandatanganan Pengesahan dengan UUPersetuj uan DPR Multilateral Bilateral Perjanjian Piagam Pengesahan Tanda Prosedur pengesahan Pengesahan dengan Keppres Multilateral Bilateral Persetujuan Pertukaran Piagam Pengesahan Penge sahan Pendepositan Piagam Pengesahan 19 memfokuskan perhatiannya hanya pada pembuat keputusan politik luar negeri suatu Negara. Dengan demikian para birokrat mempunyai banyak pengaruh dalam merumuskan politik luar negeri 13 . Penulis menggunakan model ini sebagai cara pengambilan keputusannya dilihat dari adanya proses perundingan-perundingan yang ada yang terjadi antara pemerintahan khususnya Kemenakertrans, KemHukHam, KemenLu, dan DPR serta LSM-LSM yang bersangkutan. Hal tersebul sesuai dengan model politik birokrasi dimana pada model ini pemerintah dianggap terdiri dari sekian banyak individu dan organisasi. Konsekuensi yang muncul adalah keputusan tidaklah dipandang sebagai produk rasionalitas melainkan produk dari proses interaksi dan penyesuaian dari berbagai individu dan organisasi. Dengan kata lain, politik luar negeri merupakan proses politik yang meliputi perundingan-perundingan, kompromi, dan penyesuaian-penyesuaian 14 . 13 Ibid Hal 66. 14 Peter A. Toma dan Robert F. Gorman. 1991, International Relations : Understanding Global Issues. Pasific Grove, California : Brooks Cole Publishing Company, Hal 135-136 dalam Anak Agung Banyu Perwita. 20 Skema 1.2 Model Politik Birokrasi: 1.5.2.2 Hukum Internasional yaitu Konvensi Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Pada umumnya hukum Internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta Birokrasi Eksternal Internal LSM-LSM Eksekutif Legislatif KemLu KemNaKerTrans KemHukHAM Komisi IX Ratifikasi 21 mengatur antera Negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat Internasional. 15 Dalam hal ini hukum Internasional bukan saja mengatur hubungan antara Negara tetapi juga subjek-subjek hukum lainnya seperti organisasi- organisasi Internasional, kelompok supranasional, dan gerakan-gerakan pembebasan nasional. Bahkan dalam hal tertentu hukum Internasional juga diberlakukan terhadap individu-individu dalam dalam hubungannya dengan Negara-negara. 16 Walaupun hukum Internasional tidak hanya berlaku pada pihak antar Negara saja, namun dalam konteks Internasional tetap saja Negara yang memainkan ritme peranan utama. Kedudukan individu dalam hukum Internasional adalah sebagai subjek dari hukum Internasional, secara prinsip merupakan tugas Negara agar melindungi individu-individu karena setiap individu mempunyai hak asasi yang harus dihormati oleh Negara, masalah perlindungan Internasional HAM ini sudah diatur dan diuraikan secara baik dalam hukum Internasional HAM, dimana secara jelas hukum Internasional HAM mengatur dan melindungi mengenai kekerasan individu-individu maupun kelompok. 17 Salah satu hukum Internasional yang turut mengatur dan melindungi HAM adalah Konvensi Hak Buruh Migran 1990. Upaya pemerintah dan DPR RI dalam melindungi para buruh migran adalah dengan meratifikasi Konvensi Hak Buruh Migran tersebut pada tahun 15 Mauna Boer. 2003. Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam era dinamika Global. Bandung:Alumni 16 Ibid Hal 1. 17 Ibid hal 591 22 2012. Ratifikasi konvensi tersebut merupakan komitmen pemerintah terhadap perlindungan buruh migran beserta keluarganya. Selain itu, posisi tawar pemerintah Indonesia juga akan lebih besar dengan negara-negara pengguna tenaga kerja Indonesia. 18 Dalam menganalisis permasalahan banyaknya tindak kekerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia yang berada di Malaysia penulis menggunakan konsep Konvensi PBB yaitu Konvensi Hak Buruh Migran, yang menyatakan bahwa tidak seorang pun Buruh Migran atau anggota keluarganya boleh dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Konsep ini dapat menjadi acuan bagaimana Indonesia membuat berbagai kebijakan sebagai suatu upaya memaksimalkan fungsi hukum untuk melindungi dan menjamin keselamatan Warga Negaranya yang memiliki status buruh migran di Malaysia agar tidak mengalami tindak kekerasan dan sebagainya yang merugikan para TKI. Selain itu, buruh migran di Indonesia juga memiliki hak hukum yang berasal dari Konstitusi, undang-undang, peraturan dan perjanjian komersial pribadi dengan agen tenaga kerja dan majikan serta di bawah hukum Internasional. Hak hukum termasuk hak khusus untuk bekerja di luar negeri, diperlakukan setara dengan calon Buruh lainnya, dibayar dengan upah sesuai standar yang berlaku, menerima salinan kontrak kerja, dan tidak dianiaya atau dieksploitasi. Buruh migran juga memiliki 18 http:nasional.news.viva.co.idnewsread367195-ratifikasi-konvensi--bukti- komitmen-pemerintah-pada-buruh 23 hak untuk memperoleh pelatihan dan informasi yang sesuai dengan jenis Buruhan yang akan mereka lakukan. Hukum nasional Indonesia berkenaan dengan perlindungan TKI di luar negeri tidak akan mungkin dapat dipaksakan keberlakuannya di wilayah negara lain, sehingga sarana yang paling mungkin untuk mewujudkannya adalah dengan membuat kerjasama dan perjanjian bilateral maupun multilateral antarnegara untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap warga negaranya. 19 Dalam hal ini bisa menekan Negara lain dengan memonitoring konvensi ini ke mahkamah Internasional sehingga Negara penerima lamban laun juga segera meretifikasi ataupun dapat dengan perjanjian bilateral kedua negara. Semua konsepsi sudah tertera jelas dalam konvensi ini agar mampu memberikan pemenuhan perlindungan hukum dan hak asasi manusia yang baik bagi buruh migran Indonesia di Malaysia, pemerintah Indonesia seharusnya mengadopsi seluruh ketentuan Konvensi Hak Buruh Migran dalam perumusan MoU serta memperkuat diplomasi dengan Malaysia sehingga pemerintah memiliki bargaining power yang tinggi.

1.6 Metodologi Penelitian