❏ Marini Nova Siska Naibaho ❏ Dardanila
Analisis Penggunaan Polisemi pada Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007
sumber informasi yang penting, surat kabar memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam
perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan haruslah bahasa lugas yang dapat
dipahami dengan baik sehingga informasi yang disampaikan kepada pembaca sesuai dengan apa
yang diharapkan penulis. Informasi yang jelas dan akurat akan diperoleh dari pemilihan kata dan
kalimat yang tepat
2. TEORI
2.1 Semantik Chaer 1995: 2 menyatakan bahwa kata semantik
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani “ Sema “ kata benda yang berarti “ tanda
“ atau “ lambang “. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “ menandai “ atau “ melambangkan “.
Yang dimaksud dengan tanda atau lambang sebagai padanan kata “ sema ” adalah tanda
linguistik. Kata semantik yakni sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang
mempelajari hubungan antara tanda – tanda linguistik dengan hal – hal yang ditandainya atau
bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Semantik juga dapat
diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti. Oleh karena itu, makna merupakan objek
semantik.
Pengertian makna berbeda dengan arti di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada
diantara unsur – unsur bahasa itu sendiri terutama kata–kata. Lyons 1977: 204 menyebutkan
bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang
berkenaan dengan hubungan – hubungan makna yang dibuat kata tersebut berbeda dari kata – kata
lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata itu sendiri yang cenderung
terdapat di dalam kamus sebagai leksem.
Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pengguna
bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Untuk menyusun kalimat yang dapat
dimengerti, sebagian pengguna bahasa dituntut agar menaati kaidah gramatikal dan tunduk pada
kaidah pilihan kata menurut leksikal yang berlaku di dalam suatu bahasa.
Makna sebuah kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal dan leksikal
saja tetapi bergantung pada kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan
susunan gramatikalnya sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan
kalimat lain dalam sebuah wacana. Contoh: “ terima kasih “ bermakna “ tidak mau “
dalam situasi jamuan makan atau minum, bila kita ditawari sesuatu pada jamuan
itu. Kata laki – laki secara leksikal memiliki
makna sama dengan pria. Maknanya akan berbeda bila dilihat hubungannya dengan unsur lain secara
gramatikal. 4 Laki – laki itu suaminya.
5 Ih, dasar laki – laki
Pada ekspresi 4 bermakna kebapaan, sedangkan kata laki – laki pada ekspresi 5
memiliki makna tamak, rakus, tidak sesuai dengan kodrat kebapaan makna konotatif.
Semantik juga bermanfaat bagi kita. Manfaat semantik itu tergantung dari bidang apa
yang kita geluti dalam tugas sehari – hari. 1. Bagi seorang wartawan, seorang reporter, atau
orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka
akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan
semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan
makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
2. Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, pengetahuan semantik akan
banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-
bahasa yang sedang dipelajarinya. Pengetahuan teori harus dapat dipahami dan
dimiliki secara memadai. Tanpa pengetahuan teori, tidak akan dapat dengan tepat
menjelaskan perbedaan dan persamaan semantis antara dua bentuk kata serta
bagaimana menggunakan kedua bentuk kata yang mirip itu dengan benar.
3. Bagi orang awam pada umumnya pengetahuan yang luas tentang teori semantik tidaklah
diperlukan. Tetapi penggunaan dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk
dapat memahami dunia di sekelilingnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas
kebahasaan.
2.2 Polisemi Djajasudarma 1993 : 43 menyatakan bahwa
polisemi merupakan suatu kata memiliki lebih dari satu makna. Misalnya, kata jalan yang berarti
“tempat berjalan” dan “kegiatan berjalan“. Makna tersebut dapat dilihat dari kalimat berikut:
6 Jalan ke rumah si Tuti rusak 7 Jalan dulu, saya menyusul
Kata jalan pada kedua contoh tersebut dikatakan polisemi karena memiliki makna ganda.
Pada kalimat 6 kata jalan bermakna “tempat berjalan” sedangkan kalimat 7 kata jalan
bermakna “kegiatan berjalan”. Chaer 1995: 101
❏ Marini Nova Siska Naibaho ❏ Dardanila
Analisis Penggunaan Polisemi pada Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007
menyatakan bahwa polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa terutama kata, bisa juga
frase yang memiliki makna lebih dari satu. Misalnya, kata mata dalam bahasa Indonesia yang
memiliki makna yang banyak. 1. Mata manusia yang bermakna bagian organ
tubuh untuk melihat. 2. Mata air yang bermakna sumber keluarnya air.
3. Mata pencaharian yang bermakna pekerjaan yang menghasilkan.
4. Mata angin yang bermakna arah letaknya angin.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam bahasa kata mata setidaknya mengacu
kepada 4 buah makna. Contoh lain pada kata tangan yang
memiliki komponen makna, antara lain: 8 Anggota tubuh manusia, seperti tangan Lulu
terkilir. 9 Kegiatan mencuci tangan setelah bekerja atau
makan, seperti cuci tanganmu setelah makan supaya tidak kotor.
10 Berfungsi untuk memberi dan menerima sesuatu, seperti pada frase tangan kanan.
Komponen makna 8 adalah makna asal yang sesuai dengan referen, atau juga makna
leksikal dari kata itu. Komponen makna 9 berkembang menjadi makna tersendiri untuk
menyatakan kegiatan mencuci tangan. Komponen makna 10 juga berkembang menjadi makna
sendiri untuk menyatakan bagian dari segala sesuatu yang berfungsi untuk memberi dan
menerima.
Jika kita perhatikan kata mata dan kata tangan yang memiliki berbagai macam makna,
dapat dinyatakan bahwa makna - makna yang banyak dari sebuah kata yang berbentuk polisemi
masih ada sangkut pautnya dengan makna asal karena dijabarkan dari komponen makna yang ada
pada makna asal kata tersebut.
Di dalam meneliti penggunaan polisemi, peneliti harus memiliki kosakata yang besar
jumlahnya karena pengertian yang akan digunakan berbeda-beda satu dengan yang lain. Namun, hal
itu bukan persyaratan mutlak. Pada perkembangan pemikiran manusia, secara bergelombang makna
dasar suatu kata berkembang, bertambah atau berubah akibat pola pikir pengguna bahasa yang
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Hal ini dapat juga menggambarkan perkembangan
bentuk polisemi dalam bahasa.
Makna ganda dapat membuat pendengar atau pembaca ragu – ragu dalam menafsirkan
makna atau kalimat yang didengar atau dibaca. Misalnya, jika kita mendengarkan orang
mengatakan pukul kita menjadi ragu – ragu. Apakah yang dimaksud adalah 1 jam pukul
delapan mereka berangkat, dan 2 kegiatan memukul pukul saja kalau memang berani.
Kesalahpahaman sering terjadi jika kita tidak melihat konteks kalimat lebih dahulu.
Selain pendapat Chaer dan Djajasudarma mengenai polisemi, ada beberapa pandangan
mengenai polisemi sebagai berikut: 1. Gorys 2006: 36 mendefinisikan bahwa
polisemi ialah satu bentuk mempunyai beberapa makna.
2. Parera 2004: 81 mendefinisikan bahwa polisemi ialah satu ujaran dalam bentuk kata
yang mempunyai makna berbeda – beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-
makna yang berlainan tersebut.
3. Usman dalam Bandana 2002: 42 mengatakan bahwa polisemi berarti suatu bentuk yang
memiliki makna lebih dari satu. Dari pendapat para ahli di atas,
disimpulkan bahwa polisemi adalah makna ganda yang saling berhubungan, berkaitan baik berupa
denotasi maupun konotasi, seperti contoh di bawah ini:
11 Tidak ada rezeki kita memancing hari ini. 12 Sudah 3 tahun berumah tangga mereka belum
mendapat rezeki. Kata rezeki pada 11 mempunyai arti
yang sebenarnya yaitu mempunyai rezeki, tetapi pada 12 maknanya adalah makna kiasan yaitu
mempunyai anak karena anak merupakan rezeki dari Tuhan, seperti juga harta, jabatan, dan lain-
lain.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, penelitian ini menggunakan pendapat Chaer dan
Djajasudarma mengenai polisemi. Menurut Ullman dalam Aminuddin,
terdapat beberapa unsur penyebab polisemi. Unsur-unsur tersebut meliputi:
1. Spesifikasi dalam ilmu pengetahuan. Misalnya:
kata bentuk dalam bidang
kebahasaan, arsitektur, maupun seni rupa memiliki maknanya sendiri-sendiri.
2. Spesialisasi penggunaan dalam kehidupan sosial – masyarakat yang beraneka ragam,
sehingga kata jalan oleh para sopir diartikan “bekerja“, oleh para pedagang diartikan
“berlangsung“.
3. Penggunaan dalam gaya bahasa. Misalnya: puisi, sehingga kata darah dan beku
dalam baris puisi Chairil, Nanti darahku jadi beku, telah mengalami penambahan maupun
perpindahan makna; dan
❏ Marini Nova Siska Naibaho ❏ Dardanila
Analisis Penggunaan Polisemi pada Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007
4. Dalam tuturan lisan maupun tulisan yang salah, bentuk seperti kelapangan dapat
mengandung makna “sesuatu yang lapang“ dan “pergi ke lapangan“.
Polisemi, selain dapat berakibat negatif juga merupakan unsur positif. Disebut berakibat
negatif karena dapat menimbulkan kesalahan penerimaan informasi. Disebut positif karena
memperkaya kandungan makna suatu bentuk kebahasaan sehingga lebih jelas digunakan dalam
berbagai konteks yang berbeda. Oleh karena itu, pengguna bahasa harus menghapal, mengingat,
dan menguasai banyak kata. Untuk memudahkan beban ingatan pengguna bahasa, kata– kata
seharusnya: 1. Ditambah unsurnya, baik ditambah di sebelah
kiri atau ditambah di sebelah kanan, misalnya kata kemeja. Jika. ditambah di sebelah kiri
terdapat urutan kata tangan kemeja yang maknanya berbeda dengan makna kemeja.
Jika ditambah di sebelah kanan terdapat urutan kata kemeja biru yang maknanya
berbeda dengan makna kata kemeja.
2. Leksem diberi imbuhan, misalnya leksem datang menjadi berdatangan, didatangi,
mendatangi yang tentu saja maknanya tidak sama lagi dengan makna datang.
3. Penggunaannya diperluas, misalnya kata mengudara dapat digunakan di lingkungan
penerbangan dan di lingkungan siaran radio.
2.3 Jenis Kata Kata merupakan masalah yang sering dihadapi