Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik MEDAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Disusun Oleh:
M. Nasril Syah, S.Farm. NIM 103202092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT
di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik MEDAN
Laporan Ini Disusun untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
M. Nasril Syah, S.Farm. NIM 103202092
Medan, Januari 2012 Pembimbing,
Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Dra. Elly Zahara, MARS., Apt.
NIP 198005202005012006 NIP 195603121987032001
Staf Pengajar Fakultas Farmasi Staf IFRS RSUP H. Adam Malik
USU Medan Medan
Medan, Januari 2012 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat ALLAH SWT karena atas Berkah, Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker di RSUP. H. Adam Malik.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Hohd. Nazir Adam dan Ibunda Hj. Tjut Usmawati atas doa, dukungan dan cinta kasihnya kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Mariane, S.Si.,M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Elly Zahara, MARS., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama praktik kerja profesi hingga selesainya penulisan laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Azwan Hakmi Lubis, Sp.A., M.Kes., selaku Direktur Utama RSUP
H. Adam Malik Medan.
2. Bapak Dr. Lukmanul Hakim NST, Sp.KK., selaku Direktur Medik dan
Keperawatan RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Bapak Dr. M. Nur Rasyid Lubis, Sp.B.FINA.CS., selaku Direktur SDM dan
Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Bapak Drs. H. Bastian, M.M., selaku Direktur Keuangan RSUP H. Adam
Malik Medan.
5. Ibu Drg. Tinon Resphati, M.Kes., selaku Direktur Umum dan Operasional
(4)
6. Ibu Dra. Rosmawaty, Apt., selaku kepala diklat Instalasi RSUP H. Adam Malik Medan.
7. Ibu Dra. Hj. Isma Sani Pane, M.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan.
8. Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt., selaku Kepala Pokja Farmasi Klinis RSUP H. Adam Malik Medan.
9. Ibu Dra. Ratna Panggabean, Apt., selaku Kepala Instalasi Gas Medis RSUP H. Adam Malik Medan.
10.Bapak Dra. Helena Gultom, Apt., selaku Kepala CSSD RSUP H. Adam Malik
Medan.
11. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan.
12.Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Koordinator Program Studi
Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU.
13.Seluruh apoteker, asisten apoteker, dokter dan perawat yang bekerja di RSUP H. Adam Malik serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dan khususnya demi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Farmasi.
Medan, Januari 2012
Penulis,
(5)
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) farmasi rumah sakit di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan. Praktek kerja profesi ini bertujuan untuk memberikan bekal, keterampilan dan keahlian kepada calon apoteker dalam mengelola manajemen farmasi produk dan farmasi klinis serta melihat secara langsung peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kegiatan PKP di rumah sakit ini meliputi : (1) melihat fungsi rumah sakit dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara umum dan melihat peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit; (2) melihat peran apoteker dalam melakukan: a) manajemen farmasi produk yang meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan evaluasi perbekalan farmasi; dan b) pelayanan farmasi klinis yang meliputi Pelayanan Informasi Obat (PIO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), penyuluhan, konseling, evaluasi penggunaan obat, Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan pencampuran obat kemoterapi (handling cytotoxic); (3) melakukan kunjungan ke gudang, depo-depo farmasi, apotek, instalasi CSSD (Central Steril Supply Department) dan instalasi gas medis; (4) melakukan konseling dan pemantauan terapi obat melalui visite, dan (5) melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien rawat jalan maupun rawat inap.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RINGKASAN ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN RUMAH SAKIT ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ... 3
2.1 Defenisi Rumah Sakit ... 3
2.1.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 3
2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit ... 4
2.1.2.1Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelanggan dan Pengelolaannya ... 4
2.1.2.2Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan Rumah Sakit ... 4
2.1.3Visi dan Misi Rumah Sakit ... 5
2.1.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ... 5
2.1.5Formularium Rumah Sakit ... 7
(7)
2.1.6.1Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 9
2.1.6.2Pelayanan Farmasi Klinis ... 13
2.1.7Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 20
2.1.8 Instalasi Gas Medis ... 21
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK ... 23
3.1Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik ... 23
3.1.1Fungsi RSUP H. Adam Malik ... 23
3.1.2Tujuan RSUP H. Adam Malik ... 24
3.1.3Visi RSUP H. Adam Malik ... 24
3.1.4Misi RSUP H. Adam Malik ... 24
3.1.5Falsafah RSUP H. Adam Malik ... 25
3.1.6Motto RSUP H. Adam Malik ... 25
3.1.7Susunan organisasi RSUP H. Adam Malik ... 25
3.2 Instalasi Farmasi RSUP. H. Adam Malik ... 26
3.2.1 Struktur dan Fungsi ... 26
3.2.1.1Kepala Instalasi Farmasi ... 26
3.2.1.2Kepala Tata Usaha ... 26
3.2.1.3Kelompok Kerja (Pokja) ... 26
3.2.2 Sarana Prasarana ... 29
3.2.3 Pelaksanaan ... 29
3.3 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 30
3.3.1 Struktur ... 30
3.3.2 Sarana Prasarana ... 30
(8)
3.4 Instalasi Gas Medis ... 32
3.4.1 Struktur ... 32
3.4.2 Sarana Prasarana ... 33
3.3.3 Pelaksanaan ... 34
3.5 Pokja Perencanaan dan Evaluasi ... 35
3.6Pokja Perbekalan ... 36
3.6.1 Sarana Prasarana ... 37
3.6.2 Pelayanan ... 37
3.7Pokja Farmasi Klinis ... 40
3.7.1 Sumber Daya Manusia ... 40
3.7.2 Sarana Prasarana ... 40
3.7.3Pelayanan ... 40
3.8 Pokja Apotek I ... 44
3.8.1 Sumber Daya Manusia ... 44
3.8.2Sarana Prasarana ... 44
3.8.3 Pelayanan ... 44
3.9Pokja Apotek II ... 45
3.9.1 Sumber Daya Manusia ... 45
3.9.2 Sarana Prasarana ... 45
3.9.3 Pelayanan ... 46
3.10 Depo farmasi ... 47
3.10.1 Depo Farmasi Rindu A ... 47
3.10.1.1 Sarana Prasarana ... 47
(9)
3.10.2 Depo Farmasi Rindu B ... 25
3.10.2.1 Sarana prasarana ... 48
3.10.2.2 Pelayanan ... 48
3.10.3 Depo Farmasi COT (IBP) ... 49
3.10.3.1 Sumber Daya Manusia ... 49
3.10.3.2 Sarana Prasarana ... 49
3.10.3.3 Pelayanan ... 50
3.10.4 Depo farmasi ICU (IPI) ... 50
3.10.4.1 Sumber Daya Manusia ... 50
3.10.4.2 Sarana Prasarana ... 51
3.10.4.3 Pelayanan ... 51
3.10.5 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ... 52
3.10.5.1 Sumber Daya Manusia ... 52
3.10.5.2 Sarana Prasarana ... 52
3.10.5.3 Pelayanan ... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55
4.1Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 55
4.2Pelayananan Instalasi Farmasi ... 56
4.2.1 Pokja Perencanaan dan Evaluasi (P2E) ... 56
4.2.2 Pokja Perbekalan ... 57
4.2.3 Pokja Farmasi Klinis ... 57
4.2.4 Pokja Apotek ... 63
4.2.4.1 Apotek I ... 63
(10)
4.2.5 Depo Farmasi ... 64
4.2.5.1 Depo Farmasi Rindu A ... 64
4.2.5.2 Depo Farmasi Rindu B ... 65
4.2.5.3 Depo Farmasi CMU Lantai III ... 65
4.2.5.4 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ... 66
4.3 Gas Medis ... 67
4.4 Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD) ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1 Kesimpulan ... 68
5.2 Saran ... 69
DAFTAR SINGKATAN ... 70
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H. Adam
Malik ... 27 Gambar 3.2 Struktur organisasi central sterile supply departement
(CSSD) RSUP H. Adam Malik ... 30 Gambar 3.3 Struktur organisasi instalasi gas medis RSUP H. Adam
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
(13)
DAFTAR SINGKATAN
AC = Air Conditioner
AKHP = Alat Kesehatan Habis Pakai
APD = Alat Pelindung Diri
BUMN = Badan Usaha Milik Negara CMU = Central Medical Unit
COT = Central Operatio Teraphy
CSSD = Central Sterilized Supply Department CVCU = Cardio Vascular Care Unit
Depkes = Departemen Kesehatan
DM = Diabetes Mellitus
DOEN = Daftar Obat Esensial Nasional
ESO = Efek Samping Obat
FEFO = First Expired First Out FIFO = First In First Out
HCU = High Care Unit
IBP = Instalasi Bedah Pusat
ICU = Instalasi Central Unit
IDT = Instalasi Diagnostik Terpadu
IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit
IGD = Instalasi Gawat Darurat
IHD = Instalasi Hemodialisa
IPA = Instalasi Patologi Anatomi
IPI = Instalasi Perwatan Intensif
IPK = Instalasi Patologi Klinik
KA = Kepala
KFT = Komite Farmasi dan Terapi
KOP = Kartu Obat Pasien
KSO = Kerja Sama Operasional
LOX = Liquid Oxygen
MCA = Medical Compress Air Menkes = Menteri Kesehatan
MESO = Monitoring Efek Samping Obat
ODD = One Day Dose
P2E = Pokja Perencanaan dan Evaluasi
P3K = pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
PBJ = Pasien Berobat Jalan
PFT = Panitia Farmasi Terapi
PIO = Pelayanan Informasi Obat
PKMRS= Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit PKOD = Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah
PKP = Praktek Kerja Profesi
POKJA = Kelompok Kerja
PTO = Pemantauan Terapi Obat
ROTD = Reaksi Obat Tidak Diinginkan
RR = Recovery Room
(14)
SIDA = Sindrom Imunitas Difensiasi Acquired
SIRS = System Informasi Rumah Sakit
SK = Surat Keputusan
SMA = Sekolah Menengah Atas
SP = Surat Pesanan
SPI = Satuan Pengawas Intern
TB = Tuberculosis
TDM = Terapy Drugs Monitoring
THT = Telinga Hidung Tenggorokan
UDD = Unit Day Dose
UT = Udara Tekan
UU = Undang-Undang
UV = Ultra Violet
VIP = Very Important Personal
Wa. Ka = Wakil Kepala
(15)
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) farmasi rumah sakit di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan. Praktek kerja profesi ini bertujuan untuk memberikan bekal, keterampilan dan keahlian kepada calon apoteker dalam mengelola manajemen farmasi produk dan farmasi klinis serta melihat secara langsung peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kegiatan PKP di rumah sakit ini meliputi : (1) melihat fungsi rumah sakit dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara umum dan melihat peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit; (2) melihat peran apoteker dalam melakukan: a) manajemen farmasi produk yang meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan evaluasi perbekalan farmasi; dan b) pelayanan farmasi klinis yang meliputi Pelayanan Informasi Obat (PIO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), penyuluhan, konseling, evaluasi penggunaan obat, Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan pencampuran obat kemoterapi (handling cytotoxic); (3) melakukan kunjungan ke gudang, depo-depo farmasi, apotek, instalasi CSSD (Central Steril Supply Department) dan instalasi gas medis; (4) melakukan konseling dan pemantauan terapi obat melalui visite, dan (5) melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien rawat jalan maupun rawat inap.
(16)
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Menurut UU RI No. 44 tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/ MENKES/ SK/2004, bahwasanya Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki dasar pendidikan dan keterampilan di bidang farmasi serta diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Seiring perkembangan zaman, profesionalisme Apoteker semakin diperlukan, karena pekerjaan kefarmasian tidak lagi berorientasi pada produk semata (product oriented), tetapi cenderung berorientasi pada pasien (patient oriented). Perubahan orientasi pekerjaan tersebut menuntut apoteker untuk memiliki pengetahuan yang luas dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, baik pengelolaan perbekalan farmasi maupun pelayanan farmasi klinik.
(17)
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi (PKP) bagi mahasiswa Program Pendidikan Profesi Apoteker, yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik. Melalui kegiatan ini diharapkan calon apoteker memiliki bekal mengenai pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sehingga dapat mengabdikan diri sebagai apoteker yang professional di rumah sakit.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktik kerja profesi di rumah sakit adalah untuk memahami peran apoteker di rumah sakit secara umum dan di instalasi farmasi rumah sakit secara khusus dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat (pasien) di rumah sakit.
(18)
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 1.3 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
1.3.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi, yaitu:
Tugas: Memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Fungsi: penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
(19)
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Depkes RI, 2009).
1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit
1.3.2.1Klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan jenis pelanggan dan pengelolaannya
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya:
1. berdasarkan pengelolaan
(a) Rumah Sakit Publik, terdiri dari: rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit Pemerintah Daerah, rumah sakit Militer, dan rumah sakit BUMN
(b) Rumah Sakit Privat, merupakan rumah sakit swasta yang dikelola oleh
masyarakat, sering disebut rumah sakit sukarela, terdiri dari: rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba
2. berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas: rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
3. berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas 2 jenis, yaitu: rumah sakit pendidikan, dan rumah sakit non pendidikan.
1.3.2.2Klasifikasi Rumah Sakit Umum Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan Rumah Sakit
(20)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit:
a. Rumah Sakit umum kelas A, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang, 12 spesialis lain dan 13 sub spesialis.
b. Rumah Sakit umum kelas B, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain dan 2 sub spesialis dasar.
c. Rumah Sakit umum kelas C, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 4 spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang.
d. Rumah Sakit umum kelas D, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 2 spesialis dasar (Depkes RI, 2009). 1.3.3 Visi dan Misi Rumah Sakit
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi maksud tersebut (Siregar dan Amalia, 2004).
1.3.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi
(21)
yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Depkes RI, 2004).
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi yaitu :
1) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat serta evaluasinya.
2) Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan.
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
1. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para
dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF.
2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus.
3. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
5. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
(22)
6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
7. Membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004).
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar, peran apoteker harus mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi dan farmako ekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit (Depkes RI, 2004).
1.3.5 Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan (Depkes RI, 2004).
Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik di suatu rumah sakit yang disusun oleh panitia farmasi dan terapi yang bertujuan untuk mengevaluasi, menilai dan memilih produk obat yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Obat yang ditetapkan dalam formularium harus tersedia di instalasi farmasi rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).
Formularium dievaluasi oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
(23)
mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Selama formularium di evaluasi, formularium tersebut masih dapat digunakan oleh staf medis di rumah sakit (Depkes RI, 2004).
Kegunaan formularium di rumah sakit adalah :
1. Membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
3. Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal
(Siregar dan Amalia, 2004) 1.3.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian di rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara professional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004).
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, fasilitas dan peralatan harus tersedia untuk mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, profesional dan etis, terdiri atas :
(24)
1. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan peraturan.
2. Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar. 3. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat.
4. Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi. 5. Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu.
1.3.6.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatannya mencakup perencanaa, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
a. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
(25)
antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Depkes RI, 2004).
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan perencanaan pengembangan (Depkes RI, 2004). b. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang
Farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar
farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah (Depkes RI, 2004). c. Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi adalah : sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah, sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali, sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika, sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru.
(26)
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan.
e. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan adalah: memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO), dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dan pemakai agar tercapai efisiensi.
Tempat penyimpanan harus memenuhi persyaratan seperti yang telah ditetapkan dalam Permenkes No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Narkotika adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Harus terbuat dari kayu dan bahan lain yang kuat.
(27)
c. Tempat tersebut terbagi menjadi dua bagian yang satu dipakai untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garam lain-nya sedangkan yang lain nya untuk menyimpan persediaan narkotik sehari-hari
d. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk selain narkotik
e. Anak kunci harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai yang
dikuasakan.
f. Lemari khusus tersebut ditempatkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum. f. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah.
Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi dilingkungannya. Adapun metode yang dimaksud antara lain : resep perorangan, sistem distribusi persediaan lengkap di ruangan, dan sistem distribusi unit dosis. Sistem distribusi dosis unit dapat dioperasikan dengan metode sentralisasi, desentralisasi, dan kombinasi.
Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit:
a. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja
b. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS
(28)
d. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
e. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang
lebih efisien
f. Mengurangi resiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi
g. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien yang lebih baik.
h. Peningkatan pengendalian dan pemantauan penggunaan perbekalan farmasi
menyeluruh
i. Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi. Beberapa kelemahan sistem distribusi dosis unit :
a. Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi
b. Meningkatnya biaya operasional.
(Depkes, 2008) 1.3.6.2 Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat. Pelayanan farmasi klinis meliputi:
a. pengkajian pelayanan dan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
(29)
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi: nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien, nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter, tanggal resep, ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi: nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas, aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi: ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat, kontraindikasi, interaksi obat.
b. pelayanan lnformasi obat (PIO)
Pelayanan informasi obat adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
Tujuan pelayanan informasi obat (PIO) meliputi: menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi, terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi, menunjang penggunaan obat yang rasional.
(30)
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi: menjawah pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter, menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit, bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, melakukan penelitian. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: sumber daya manusia, tempat, perlengkapan
c. konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Konseling bertujuan memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi: membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien, mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions, menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat, memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat, melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien, dokumentasi.
(31)
Faktor yang perlu diperhatikan:
(a) kriteria pasien, yaitu : pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal, ibu hamil dan menyusui), pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dll), pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off), pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin), pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi), pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah
(a) sarana dan prasarana, yaitu : ruangan atau tempat konseling dan alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)
d. visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
(32)
e. pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko efek samping obat.
Kegiatan yang dilakukan meliputi: pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan pemantauan terapi obat yaitu: pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan, tindak lanjut. Faktor yang harus diperhatikan: kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan terpercaya kerahasiaan informasi dan kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
f. monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Tujuan monitoring efek samping obat meliputi: menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan, mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat,
(33)
meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki, mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO) meliputi: mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat, mengevaluasi laporan efek samping obat, mengisi laporan efek samping obat, melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional. Faktor yang perlu diperhatikan: kerjasama dengan komite farmasi dan terapi dan ruang rawat dan ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.
g. pengkajian penggunaan obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah untuk : mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan, membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat, dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Kegiatan pengkajian penggunaan obat adalah mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan meliputi indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas.
h. dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah untuk menjamin sterilitas dan
(34)
stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik.
Faktor yang perlu diperhatikan: tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi, sarana dan prasarana, ruangan khusus, lemari pencampuran biological safety cabinet dan kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
Penanganan obat sitotoksik (kanker) secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
i. melakukan perhitungan dosis secara akurat
ii. melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
iii. mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan iv. mengemas dalam pengemas tertentu
v. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai, lemari pencampuran biological
safety cabinet, HEPA filter, alat pelindung diri, sumber daya manusia yang terlatih, dan
(35)
i. pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) meliputi: mengetahui kadar obat dalam darah, memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
Kegiatan yang dilakukan meliputi: memisahkan serum dan plasma darah, memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat TDM, membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah: alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat dan reagen sesuai obat yang diperiksa.
1.3.7 Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan dan sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril (Depkes RI, 2001).
Tugas CSSD di rumah sakit adalah menurut Depkes RIa (2009) adalah
melakukan proses sterilisasi alat/bahan, mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu, melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosokomial, memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi dan mengevaluasi hasil sterilisasi.
(36)
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih, maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5 bagian (Depkes RIa
a. ruang dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan
dekontaminasi dan pembersihan.
, 2009):
b. ruang pengemasan alat: untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan
alat/barang bersih.
c. ruang produksi dan prossesing d. ruang sterilisasi
e. ruang penyimpanan barang steril 1.3.8 Instalasi Gas Medis
Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002.
Instalasi gas medis adalah salah satu instalasi penunjang di rumah sakit yang memiliki seperangkat sentral gas medis. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan. Instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk penyaluran gas medis ke titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medis. Outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding.
Sesuai dengan SK MenKes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan antara lain Gas Oksigen (tabung 1m3, 2m3, 6m3), Oksigen cair (tangki), Gas N2O (tabung 25 kg), Gas
(37)
CO2, Udara Tekan (UT), Siklopropana (C3H6), Helium, Vaccum (suction), dan
Mixture gas yang terdiri dari O2 + N2 ; O2 + CO2 ;He + O2 ; N2O + O2 + N
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002, distribusi gas medis dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah sebagai berikut : Distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troly yang biasanya ditempatkan dekat dengan pasien, pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator, regulator harus dites dan dikalibrasi,
Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung
untuk 1 orang, tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi (Depkes RI, 2002).
2
(38)
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 1.4 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
1.4.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi, yaitu:
Tugas: Memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Fungsi: penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Depkes RI, 2009).
(39)
1.4.2.1Klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan jenis pelanggan dan pengelolaannya
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya:
2. berdasarkan pengelolaan
(c) Rumah Sakit Publik, terdiri dari: rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit Pemerintah Daerah, rumah sakit Militer, dan rumah sakit BUMN
(d) Rumah Sakit Privat, merupakan rumah sakit swasta yang dikelola oleh
masyarakat, sering disebut rumah sakit sukarela, terdiri dari: rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba
4. berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas: rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
5. berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas 2 jenis, yaitu: rumah sakit pendidikan, dan rumah sakit non pendidikan.
1.4.2.2Klasifikasi Rumah Sakit Umum Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit:
(40)
e. Rumah Sakit umum kelas A, mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang, 12 spesialis lain dan 13 sub spesialis.
f. Rumah Sakit umum kelas B, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain dan 2 sub spesialis dasar.
g. Rumah Sakit umum kelas C, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 4 spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang.
h. Rumah Sakit umum kelas D, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 2 spesialis dasar (Depkes RI, 2009). 1.4.3 Visi dan Misi Rumah Sakit
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi maksud tersebut (Siregar dan Amalia, 2004).
1.4.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Depkes RI, 2004).
(41)
3) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya.
4) Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan.
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
8. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para
dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF.
9. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus.
10. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
11. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
12. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat.
13. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
(42)
rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
14. Membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004).
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar, peran apoteker harus mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi dan farmako ekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit (Depkes RI, 2004).
1.4.5 Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan (Depkes RI, 2004).
Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik di suatu rumah sakit yang disusun oleh panitia farmasi dan terapi yang bertujuan untuk mengevaluasi, menilai dan memilih produk obat yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Obat yang ditetapkan dalam formularium harus tersedia di instalasi farmasi rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).
Formularium dievaluasi oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Selama formularium di evaluasi,
(43)
formularium tersebut masih dapat digunakan oleh staf medis di rumah sakit (Depkes RI, 2004).
Kegunaan formularium di rumah sakit adalah :
1. Membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
3. Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal
(Siregar dan Amalia, 2004) 1.4.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian di rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara professional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004).
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, fasilitas dan peralatan harus tersedia untuk mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, profesional dan etis, terdiri atas :
(44)
1. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan peraturan.
2. Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar. 3. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat.
4. Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi. 5. Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu.
1.4.6.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatannya mencakup perencanaa, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
a. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
(45)
antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Depkes RI, 2004).
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan perencanaan pengembangan (Depkes RI, 2004). b. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang
Farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar
farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah (Depkes RI, 2004). c. Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi adalah : sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah, sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali, sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika, sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru.
(46)
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan.
e. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan adalah: memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO), dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dan pemakai agar tercapai efisiensi.
Tempat penyimpanan harus memenuhi persyaratan seperti yang telah ditetapkan dalam Permenkes No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Narkotika adalah sebagai berikut, yaitu:
g. Harus terbuat dari kayu dan bahan lain yang kuat.
(47)
i. Tempat tersebut terbagi menjadi dua bagian yang satu dipakai untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garam lain-nya sedangkan yang lain nya untuk menyimpan persediaan narkotik sehari-hari
j. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk selain narkotik
k. Anak kunci harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai yang
dikuasakan.
l. Lemari khusus tersebut ditempatkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum. f. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah.
Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi dilingkungannya. Adapun metode yang dimaksud antara lain : resep perorangan, sistem distribusi persediaan lengkap di ruangan, dan sistem distribusi unit dosis. Sistem distribusi dosis unit dapat dioperasikan dengan metode sentralisasi, desentralisasi, dan kombinasi.
Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit:
a. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja
b. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS
(48)
d. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
e. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang
lebih efisien
f. Mengurangi resiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi
g. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien yang lebih baik.
h. Peningkatan pengendalian dan pemantauan penggunaan perbekalan farmasi
menyeluruh
i. Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi. Beberapa kelemahan sistem distribusi dosis unit :
c. Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi
d. Meningkatnya biaya operasional.
(Depkes, 2008) 1.4.6.2 Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat. Pelayanan farmasi klinis meliputi:
j. pengkajian pelayanan dan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
(49)
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi: nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien, nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter, tanggal resep, ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi: nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas, aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi: ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat, kontraindikasi, interaksi obat.
k. pelayanan lnformasi obat (PIO)
Pelayanan informasi obat adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
Tujuan pelayanan informasi obat (PIO) meliputi: menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi, terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi, menunjang penggunaan obat yang rasional.
(50)
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi: menjawah pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter, menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit, bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, melakukan penelitian. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: sumber daya manusia, tempat, perlengkapan
l. konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Konseling bertujuan memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi: membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien, mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions, menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat, memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat, melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien, dokumentasi.
(51)
Faktor yang perlu diperhatikan:
(b) kriteria pasien, yaitu : pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal, ibu hamil dan menyusui), pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dll), pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off), pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin), pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi), pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah
(b) sarana dan prasarana, yaitu : ruangan atau tempat konseling dan alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)
m. visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
(52)
n. pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko efek samping obat.
Kegiatan yang dilakukan meliputi: pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan pemantauan terapi obat yaitu: pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan, tindak lanjut. Faktor yang harus diperhatikan: kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan terpercaya kerahasiaan informasi dan kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
o. monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Tujuan monitoring efek samping obat meliputi: menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan, mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat,
(53)
meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki, mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO) meliputi: mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat, mengevaluasi laporan efek samping obat, mengisi laporan efek samping obat, melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional. Faktor yang perlu diperhatikan: kerjasama dengan komite farmasi dan terapi dan ruang rawat dan ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.
p. pengkajian penggunaan obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah untuk : mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan, membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat, dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Kegiatan pengkajian penggunaan obat adalah mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan meliputi indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas.
q. dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah untuk menjamin sterilitas dan
(54)
stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik.
Faktor yang perlu diperhatikan: tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi, sarana dan prasarana, ruangan khusus, lemari pencampuran biological safety cabinet dan kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
Penanganan obat sitotoksik (kanker) secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
vi. melakukan perhitungan dosis secara akurat
vii. melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
viii. mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan ix. mengemas dalam pengemas tertentu
x. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai, lemari pencampuran biological
safety cabinet, HEPA filter, alat pelindung diri, sumber daya manusia yang terlatih, dan
(55)
r. pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) meliputi: mengetahui kadar obat dalam darah, memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
Kegiatan yang dilakukan meliputi: memisahkan serum dan plasma darah, memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat TDM, membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah: alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat dan reagen sesuai obat yang diperiksa.
1.4.7 Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan dan sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril (Depkes RI, 2001).
Tugas CSSD di rumah sakit adalah menurut Depkes RIa (2009) adalah
melakukan proses sterilisasi alat/bahan, mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu, melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosokomial, memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi dan mengevaluasi hasil sterilisasi.
(56)
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih, maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5 bagian (Depkes RIa
f. ruang dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan
dekontaminasi dan pembersihan.
, 2009):
g. ruang pengemasan alat: untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan
alat/barang bersih.
h. ruang produksi dan prossesing i. ruang sterilisasi
j. ruang penyimpanan barang steril 1.4.8 Instalasi Gas Medis
Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002.
Instalasi gas medis adalah salah satu instalasi penunjang di rumah sakit yang memiliki seperangkat sentral gas medis. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan. Instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk penyaluran gas medis ke titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medis. Outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding.
Sesuai dengan SK MenKes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan antara lain Gas Oksigen (tabung 1m3, 2m3, 6m3), Oksigen cair (tangki), Gas N2O (tabung 25 kg), Gas
(57)
CO2, Udara Tekan (UT), Siklopropana (C3H6), Helium, Vaccum (suction), dan
Mixture gas yang terdiri dari O2 + N2 ; O2 + CO2 ;He + O2 ; N2O + O2 + N
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002, distribusi gas medis dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah sebagai berikut : Distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troly yang biasanya ditempatkan dekat dengan pasien, pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator, regulator harus dites dan dikalibrasi,
Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung
untuk 1 orang, tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi (Depkes RI, 2002).
2
(58)
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu. Pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, Instalasi telah menjalankan tugas dan fungsinya di dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Menurut Kepmenkes No. 1197 tahun 2009, fasilitas yang harus dimiliki untuk mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional dan profesional adalah : tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi, fasilitas produksi obat, fasilitas untuk pendistribusian obat, fasilitas pemberian informasi dan edukasi, dan fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
Untuk mendukung kelancaran pelayanan, Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP. H. Adam Malik sudah memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar pelayanan farmasi di rumah sakit yaitu : gudang farmasi, ruang produksi dan pencucian wadah, depo farmasi dan apotek sebagai perpanjangan tangan dari instalasi farmasi untuk mendistribusikan perbekalan farmasi ke pasien (Depo Farmasi Ruang Inap Terpadu (Rindu) A, Depo Farmasi Ruang Inap Terpadu (Rindu) B, Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat, Depo Farmasi Instalasi Bedah Pusat (IBP), Depo Farmasi Instalasi Perawatan Intensif (IPI), Apotek I, dan
(59)
Apotek II), ruang Pelayanan Informasi Obat, ruang konseling, ruang penyelenggara administrasi, ruang pertemuan.
4.2 Pelayananan Instalasi Farmasi
4.2.1 Pokja Perencanaan dan Evaluasi (P2E)
Pokja perencanaan dan evaluasi di Instalasi Farmasi RSUP. H. Adam Malik mempunyai tugas melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan rumah sakit, melakukan evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian, serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan.
Pokja perencanaan dan evaluasi melakukan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP. H. Adam Malik dengan menggunakan metode kombinasi yaitu gabungan antara metode konsumtif dan epidemiologi. Data konsumtif yang diperlukan untuk perencanaan diperoleh dari laporan bulanan depo-depo farmasi, laporan bulanan pokja perbekalan serta rencana tahunan dari masing-masing depo farmasi, kemudian data tersebut akan dibandingkan dengan data sebenarnya yang diperoleh dari SIRS. Lalu data konsumtif dikaji kembali dan dikombinasi dengan data epidemiologi atau data jenis penyakit berdasarkan laporan tahunan RSUP H. Adam Malik.
Pokja perencanaan dan evaluasi juga melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan. Evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian dan pelaksanakan administrasi pokja P2E sudah dilakukan melalui SIRS.
(60)
4.2.2 Pokja Perbekalan
Pokja perbekalan mempunyai tugas menerima, menyimpan,
mendistribusikan perbekalan farmasi (alat kesehatan habis pakai (AKHP), instrumen dasar, reagensia, radio farmasi, obat, dan cairan), memproduksi obat-obatan sesuai dengan kebutuhan rumah sakit serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perbekalan.
Penyimpanan perbekalan farmasi telah disimpan di dalam gudang dengan tertata rapi di atas rak atau palet. Perbekalan farmasi disusun berdasarkan bentuk sediaan, disusun secara alfabetis dan menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Perbekalan farmasi yang termolabil telah disimpan di dalam kulkas yang dilengkapi dengan pengatur suhu, namun suhu di kulkas kurang dipantau sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan suhu yang ditetapkan, yaitu 2-8°C.
Gudang farmasi terletak di lantai II, sehingga hal ini menyulitkan aktivitas penerimaan barang. Ada baiknya dibangun lift untuk mempermudah penerimaan barang dari lantai I.
4.2.3 Pokja Farmasi Klinis
a. Pengkajian pelayanan resep
Pengkajian pelayanan resep bertujuan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Pengkajian resep yang dilakukan harus sesuai dengan persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan (Depkes RI, 2004).
(61)
Pengkajian pelayanan resep pasien telah dilakukan di depo farmasi dan apotek.
b. Pelayanan lnformasi obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat dan terkini kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Depkes RI, 2004).
Kegiatan PIO meliputi : menjawah pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet,
poster, newsletter, menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit, melakukan kegiatan penyuluhan bersama dengan PKMRS, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, dan melakukan penelitian.
Kegiatan PIO di RSUP. H. Adam Malik sudah terstruktur dan sudah dilaksanakan dengan baik. Metode pelaksanaan PIO terbagi dua, yaitu PIO aktif dan PIO pasif. Pada PIO aktif, Apoteker mendatangi pasien atau keluarga pasien untuk memberikan PIO seperti pada kegiatan visite, sedangkan pada PIO pasif, Apoteker akan ditanyai informasi seputar obat, baik secara langsung maupun melalui media komunikasi seperti telepon. PIO terstruktur dilakukan bagi semua masyarakat rumah sakit, termasuk pasien rawat jalan dan rawat inap. Bagi pasien rawat jalan, ruangan PIO tersedia berupa ruangan konseling. Bagi pasien rawat inap, ruangan PIO tersedia di ruangan Ka. Depo Farmasi. Selain itu, RSUP H.
Adam Malik juga memiliki ruangan PIO sentral di IFRS dengan luas 40m2 yang
sudah dilengkapi dengan komputer, koneksi internet, buku literatur, telepon. Sarana dan prasarana ruangan PIO di RSUP. H. Adam Malik telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Kepmenkes No. 1197 tahun 2004.
(1)
Sistem penyimpanan obat di depo farmasi Rindu A belum memadai karena masih kurangnya rak atau palet untuk peletakan cairan dan obat-obatan, ukuran ruangan yang sempit, sehingga obat-obat tidak tertata rapi. Obat- obat termolabil disimpan pada suhu tertentu (2°C-8°C) di kulkas yang dilengkapi dengan alat pengatur suhu. Narkotika sudah disimpan di lemari khusus.
4.2.5.2Depo Farmasi Rindu B
Depo farmasi Rindu B melayani pasien rawat inap di instalasi Rindu B yang terdiri dari obgyn, onkologi, digestive, urologi, bedah ortopedi, bedah plastik, bedah ortopedi untuk pasien Jamkesmas, bedah untuk pasien Askes, ruang rawat jantung, CVCU (Cardio Vascular Care Unit) dan VIP.
Depo farmasi Rindu B berfungsi untuk melayani pasien rawat inap di instalasi Rindu B. Distribusi obat di Depo farmasi Rindu B menggunakan sistem
one day dose dispensing untuk obat injeksi dan oral. Sistem unit dose dispensing
belum dapat diterapkan karena keterbatasan tenaga.
Sistem penyimpanan obat di depo farmasi Rindu B belum sesuai dengan standar yang ditentukan karena masih kurangnya rak atau palet untuk peletakan cairan dan obat-obatan, kulkas untuk menyimpan sediaan obat termolabil sedang tidak berfungsi sehingga obat-obatan termolabil disimpan pada suhu kamar (28°C-30°C), dimana hal ini dapat mempengaruhi kualitas obat. Narkotika sudah disimpan di lemari khusus sesuai dengan Permenkes No. 28 tahun 1978 tentang Narkotika.
4.2.5.3Depo Farmasi CMU Lantai III
Depo Farmasi CMU lantai III terdiri dari depo farmasi COT dan depo farmasi ICU. Depo farmasi COT Lantai III melayani permintaan perbekalan
(2)
farmasi dari user kamar operasi berdasarkan jadwal operasi dan depo farmasi ICU Lantai III melayani permintaan perbekalan farmasi dari user ICU.
Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien operasi dari instalasi bedah pusat dilakukan dengan sistem paket sehingga pendistribusian menjadi lebih mudah. Metode pendistribusian ini sudah tepat karena kamar operasi hanya membutuhkan perbekalan farmasi sekali pakai sehingga metode paket dapat mempermudah penyiapan, pengembalian sisa perbekalan farmasi dan pemantauan penggunaan perbekalan farmasi. Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien di ruangan ICU dilakukan dengan sistem one day dose dispensing. Pemberian obat oleh perawat dilakukan setiap waktu pemberian.
Sistem penyimpanan obat di depo farmasi CMU belum memadai karena masih kurangnya rak atau palet untuk peletakan cairan dan obat-obatan, ukuran ruangan yang sempit, sehingga obat-obat tidak tertata rapi. Obat- obat termolabil disimpan pada suhu tertentu (2°C-8°C) di kulkas yang dilengkapi dengan alat pengatur suhu. Narkotika sudah disimpan di lemari khusus.
4.2.5.4Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Depo farmasi IGD 24 jam berfungsi untuk melayani kebutuhan obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai (AKHP) untuk pasien yang ada di IGD. Sarana dan prasarana di depo farmasi IGD belum memadai, seperti: ruangan yang sempit, sehingga penyimpanan obat-obat belum tertata dengan baik, belum adanya gudang arsip, sehingga dokumen-dokumen disimpan di dalam kotak-kotak dan diletakkan di atas lemari penyimpanan obat dan tidak ada lemari khusus untuk menyimpan narkotika. Narkotika disimpan di dalam filling cabinet. Hal ini tidak
(3)
sesuai dengan persyaratan penyimpanan narkotika berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 1978 tentang Narkotika.
4.3 Instalasi Gas Medis
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh informasi bahwa sejak adanya penanganan khusus untuk gas medis yaitu dengan berdirinya instalasi gas medis maka pendistribusian gas medis ke unit-unit yang membutuhkan telah terlaksana dengan baik. Penyimpanan tabung gas juga sudah mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan.
4.4 Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD)
Berdasarkan pengamatan, CSSD telah melaksanakan kegiatan: pencucian, pengeringan, pengemasan/paket, pemberian label, pemberian indikator, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian ke unit-unit yang membutuhkan perlengkapan steril. CSSD juga melakukan sterilisasi ruangan dengan cara pengasapan (fogging) dan penyinaran dengan sinar UV dan sterilisasi dengan etilen oksida dan formalin untuk alat yang tidak tahan panas. CSSD melayani permintaan sterilisasi dari Instalasi Bedah Pusat, IGD dan ruangan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. RSUP H. Adam Malik telah memiliki fasilitas yang telah mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional dan professional sesuai dengan Kepmenkes No. 1197 Tahun 2009.
b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP. H. Adam Malik sudah memiliki sarana dan prasarana untuk pelayanan farmasi di rumah sakit yaitu : gudang farmasi, ruang produksi dan Depo Farmasi dan Apotek (Depo Farmasi Rindu A, Rindu B, IGD, IBP, IPI, Apotek I, dan Apotek II), ruang Pelayanan Informasi Obat, ruang konseling, ruang penyelenggara administrasi, ruang pertemuan.
c. Pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik dimulai dari pemilihan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
d. Ruangan depo farmasi rindu A, rindu B, CMU, IGD, apotek dan gudang terlalu sempit. Ruangan kepala depo farmasi rindu A belum tersedia. Penyimpanan perbekalan farmasi yang termolabil belum sepenuhnya memenuhi persyaratan. Penyimpanan narkotika dan psikotropika juga belum memenuhi persyaratan.
e. Pelayanan famasi klinis yang sudah terstruktur dan dilaksanakan dengan baik antara lain pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi obat, penelusuran riwayat penggunaan obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring pefek samping obat, dan dispensing sediaan khusus. Evaluasi penggunaan obat belum
(5)
dilakukan secara berkesinambungan. Penetapan kadar obat dalam darah belum dilakukan secara kontiniu.
f. Pengaturan suhu di gudang untuk obat-obat termolabil masih kurang dipantau Sarana dan prasarana di ruang pencampuran kemoterapi belum belum sesuai dengan standar yang ditentukan.
g. Sistem distribusi obat ke pasien oleh depo farmasi Rindu A, Rindu B dan ICU adalah one day dose dispensing.
5.2 Saran
a. Sebaiknya ruang untuk Depo Farmasi Rindu A, Depo Farmasi Rindu B, Depo Farmasi CMU, dan Depo Farmasi IGD memiliki ruangan yang cukup luas serta memiliki tempat penyimpanan narkotik dan psikotropik yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
b. Sebaikanya evaluasi penggunaan obat dilakukan secara berkesinambungan. c. Sebaiknya suhu untuk penyimpanan obat-obat termolabil lebih sering
dipantau untuk menjaga stabilitas obat.
d. Sebaiknya sistem distribusi obat ke pasien oleh depo farmasi Rindu A, Rindu B dan ICU adalah Unit dose dispensing agar lebih terpantau.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2007). http://heryant.web.ugm.ac.id. Indikator-Indikator Pelayanan
Rumah Sakit.
Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 1439/MENKES/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan.
Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Depkes RI. (2008). Peraturan Menkes RI No. 244/MENKES/PER/III/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Depkes RIa
Depkes RI
. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply
Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
b
Depkes RI
. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tentang
Kesehatan.
c
ISFI. (2007). Medisina. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tentang Rumah
Sakit.
Siregar, C.J.P dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 7, 13-15 dan 17-19. Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01. 11. 249
tentang Perubahan Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUP H.
Adam Malik Medan.
Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01. 11. 7934 tentang Penetapan Falsafah dan Tujuan Pelayanan farmasi Instalasi
Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan.
Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 214/KMK.05/2009 tentang Penetapan
RSUP HAM Medan pada Depkes sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.