Perancangan Film Dokumenter Kampung Adat Cikondang

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada awalnya Kampung Adat adalah kumpulan beberapa desa yang menggunakan adat sebagai pilar kehidupan bermasyarakat. Adat tersebut dijaga dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari hingga saat ini. Kampung Adat biasanya terletak di tempat terpencil dan asing pada teknologi dan kehidupan modern.

Seiring berjalannya waktu dan melihat pada kepentingan umum, pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan keberadaan Kampung Adat dan mencanangkan program pelestarian berdasarkan pendidikan dan penelitian pada Kampung-Kampung Adat tersebut. Kampung-Kampung Adat secara resmi adalah Kampung-Kampung Adat yang diakui dan dilindungi oleh negara. Salah satu Kampung Adat di Provinsi Jawa Barat adalah Kampung Adat Cikondang yang terletak di Desa Lamajang, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung.

Adat yang ada di Kampung Adat Cikondang berdasarkan pada Budaya Sunda dengan pengaruh agama Islam. Keberadaan Kampung Adat membawa perubahan pada lingkungan dan masyarakat dalam Kampung Adat itu sendiri dan masyarakat umum. Ditemukannya Informasi adat yang menyimpang mengenai adat pada Kampung Adat Cikondang yaitu informasi yang dibuat-buat untuk mengangkat adat budaya Kampung Adat Cikondang dan informasi yang telah dimodifikasi (informasi yang ditambahkan ataupun dikurangi dari fakta Adat yang ada). Untuk menangani hal tersebut maka perlu dilakukan sebuah penelitian yang bersifat empiris yang didasarkan pada pengalaman Penulis dalam kehidupan adat Kampung Adat Cikondang


(2)

2 sehingga tercipta sebuah perancangan sistem informasi melalui media audio visual agar informasi dapat menjangkau khalayak ramai.

1.2. Identifikasi Masalah

 Beredarnya informasi yang berbeda-beda mengenai Adat Kampung Adat Cikondang di masyarakat luas.

 Kurang efektifnya peran sumber informasi utama dalam memberikan informasi tentang Kampung Adat Cikondang kepada masyarakat luas.

 Kurangnya fasilitas pendukung yang dapat memberikan informasi tentang Kampung Adat Cikondang kepada masyarakat luas.

 Kurangnya sosialisasi program pemerintah tentang pencanangan Kampung Adat dan pelestarian budaya kepada pihak adat dan masyarakat umum.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimana target audiens dapat mengetahui informasi yang aktual dan faktual tentang Kampung Adat Cikondang”. 1.4. Batasan Masalah

Masalah dibatasi pada ruang lingkup wilayah Kampung Adat Cikondang yang terletak di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dan pada ruang lingkup variabel yaitu aspek adat pada Kampung Adat Cikondang.


(3)

3 1.5. Tujuan Perancangan

Untuk memberikan informasi yang aktual dan faktual tentang Kampung Adat Cikondang kepada target audiens.


(4)

4 BAB II

KAMPUNG ADAT CIKONDANG

2.1. Kebudayaan Sunda

2.1.1. Kebudayaan

Manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan karena masyarakat adalah orang yang hidup bersama dalam kurun waktu yang cukup lama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya.

Secara etimologi kebudayaan berasal dari kata Sansakerta

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal (Koentjaraningrat, 2009 : 146).

Kebudayaan itu tumbuh atau ada karena adanya masyarakat, kebudayaan dan masyarakat adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Dayakisni Tri (2008:9) yang menyatakan bahwa :

“Masyarakat adalah sebuah institusi sosial yang memiliki karakteristik struktur sosial yang jelas, tersusun atas anggota– anggota, diorganisir oleh administrator (pemerintah), dan diatur oleh sekelompok peraturan atau sistem tertentu. Dalam suatu masyarakat, mereka menampilkan suatu gaya hidup tertentu yang kemudian dipahami sebagai budaya. Oleh karena itu,


(5)

5 Menurut ilmu Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia yang belajar (Koentjaraningrat, 2009 : 144)

Seorang Antropolog E. B. Tylor dalam Soekanto (2007 : 150) menyebutkan bahwa :

“Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak.

Koentjaraningrat (2007) mengemukakan konsep kebudayaan dapat diartikan sebagai “Keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan karyanya itu”.

Hal tersebut mengartikan bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa refleksi dan beberapa tindakan akibat proses fisiologi. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan


(6)

6 kemampuan naluri yang terbawa dalam gen bersama kelahirannya (seperti makan, minum, atau berjalan dengan kedua kakinya) juga dirombak olehnya menjadi tindakan dalam suatu kebudayaan.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta manusia. Karya menghasilkan teknologi dan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabaikan untuk keperluan masyarakat.

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang diperlukan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir manusia yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.

2.1.2. Kebudayaan Suku Sunda

Suku Sunda adalah salah satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedi. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.(Soelaiman, 1998, 21)

Suku Sunda tidak seperti kebanyakan suku yang lain, dimana suku Sunda tidak mempunyai mitos tentang penciptaan atau catatan mitos-mitos lain yang menjelaskan asal mula suku ini. Tidak seorang pun tahu dari mana mereka datang, juga


(7)

7 bagaimana mereka menetap di Jawa Barat. Agaknya pada abad-abad pertama Masehi, sekelompok kecil suku Sunda menjelajahi hutan-hutan pegunungan dan melakukan budaya tebas bakar untuk membuka hutan. Semua mitos paling awal mengatakan bahwa orang Sunda lebih sebagai pekerja-pekerja di ladang daripada petani padi.

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, Kebudayaan Sunda termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. Kejayaan kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya Pada masa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda. Dalam perkembangannya kebudayaan Sunda kini seperti sedang kehilangan ruhnya, kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi. Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam merespon berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar.

Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Praktek-praktek sinkretisme dan mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan


(8)

8 orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam semesta.

Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong-royong). Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, adalah lakon pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diri-Nya ke dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan babar baik kepada mereka.

2.2. Kampung Adat

2.2.1. Pengertian Kampung Adat

Menurut Kamus Bahasa Indonesia pengertian kampung adalah desa, dusun atau kelompok rumah-rumah yang merupakan bagian kota dan biasanya rumah-rumahnya kurang bagus.

Kampung dalam pengertian kampung adat, mengacu kepada kelompok tradisional dengan dasar ikatan adat istiadat. Kampung Adat merupakan suatu komunitas tradisional dengan fokus fungsi dalam bidang adat dan tradisi, dan merupakan satu kesatuan wilayah dimana para anggotanya secara bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan tradisi yang ditata oleh suatu sistem budaya. (Surpha dalam Pitana 1994: 139). Selanjutnya, dengan mengacu kepada berbagai batasan yang diberikan terhadap Kampung Adat, disimpulkan ciri-ciri desa adat sebagai berikut (Pitana, 1994:145) :


(9)

9 1. Mempunyai batas - batas tertentu yang jelas. Umumnya

berupa batas alam seperti sungai, hutan, jurang, bukit atau pantai.

2. Mempunyai anggota dengan persyaratan tertentu.

3. Mempunyai rumah adat yang mempunyai fungsi dan peranan.

4. Mempunyai otonomi, baik ke luar maupun ke dalam.

5. Mempunyai suatu pemerintahan adat, dengan kepengurusan (prajuru adat) sendiri.

Selain sebagai identitas, keberadaan Kampung Adat adalah sebuah kekayaan ilmiah yang merupakan sumber untuk terus dipelajari guna peningkatan pengetahuan. Banyak hal yang dapat dipelajari. Apalagi semakin lama, perkembangan semua aspek kehidupan semakin cepat. Oleh karena itu, perlu melestarikan kebudayaan bangsa dengan kreatifitas serta mengembangkannya mengikuti kemajuan. Dengan ini kebudayaan bangsa berkembang dan berkelanjutan tanpa kehilangan akarnya (Mantra, 1996:3).

2.2.2. Kampung Adat Cikondang.

Kampung Adat Cikondang merupakan salah satu dari beberapa Kampung Adat yang ada di Jawa Barat. Kampung ini merupakan Kampung Sunda tradisional yang berbaur dengan Islam.

Berikut dipaparkan beberapa Kampung Adat yang ada di Jawa Barat dalam tabel analisis SWOT untuk memberikan informasi pembanding mengenai Kampung Adat Cikondang dengan


(10)

10 kampung-kampung adat lainnya di Jawa Barat.

Tabel analisis SWOT N

o.

Nama Strength Weakness Opportunity Threath

1. Kampung Adat Cikondang Islam Sunda Salah satu Kampung Adat tertua Rumah tradisional Sunda hanya ada satu Rumah adat terbuat dari kayu, bambu, batu fondasi (tatapakan) dan ijuk. Adanya misinformas i mengenai adat budaya Cikondang Memiliki potensi edukasi Keberadaan cagar budaya Tercemarny a budaya adat dengan Modernisme Sampah dari pengunjung

2. Kampung Adat Kuta Islam Sunda Rumah adat terbuat dari kayu, bambu, batu dan ijuk. Memiliki potensi wisata Tercemarny a budaya adat dengan Modernisme Sampah dari pengunjung 3. Kampung

Adat Mahmud Islam Sunda Rumah adat terbuat dari kayu, Memiliki potensi wisata Tercemarny a budaya adat dengan


(11)

11 bambu, batu dan ijuk. Modernisme Sampah dari pengunjung 4. Kampung

Adat Ciptagelar Islam Sunda Rumah adat terbuat dari kayu, bambu, batu dan ijuk. Memiliki potensi wisata Tercemarny a budaya adat dengan Modernisme Sampah dari pengunjung 5. Kampung

Adat Dukuh Islam Sunda Rumah adat terbuat dari kayu, bambu, batu dan ijuk. Memiliki potensi wisata Tercemarny a budaya adat dengan Modernisme Sampah dari pengunjung 6. Kampung

Adat Naga Islam Sunda Di tutup untuk umum Rumah adat terbuat dari kayu, bambu, batu dan ijuk. Memiliki potensi wisata Sampah dari pengunjung Tercemarny a budaya adat dengan modernisme


(12)

12 7. Kampung

Adat Pulo Islam Sunda Rumah adat terbuat dari kayu, bambu, batu dan ijuk. Memiliki potensi wisata Tercemarny a budaya adat dengan Modernisme Sampah dari pengunjung

8. Kampung Adat Urug Islam Sunda Rumah adat terbuat dari kayu, bambu, batu dan ijuk. Memiliki potensi wisata Tercemarny a budaya adat dengan Modernisme Sampah dari pengunjung

2.2.2.1. Arsitektur Bumi Adat

Istilah Bumi Adat terlontar dari Anom Rumya (2001) yang menjadi kuncen atau ketua adat ketiga di kampung Cikondang. Nama lain dari Bumi Adat adalah Bumi Keramat karena tempat ini dipercayai sebagai tempat yang harus dikeramatkan sampai kapanpun. Adapun aparat desa dan penilik kebudayaan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung menyebutnya Rumah Antik.


(13)

13 Anom Rumya (2001) juga menerangkan beberapa informasi mengenai Bumi Adat, diantaranya yaitu kawasan Bumi Adat yang terdiri dari area rumah adat, tanah awisan dan area pemakaman. Area rumah adat terdiri dari bangunan rumah adat, pendopo, leuit

(lumbung padi), hawu (dapur), apotek hidup, dapur hidup dan halaman. Tanah Awisan terdiri dari sawah, hutan dan ladang. Tanah Awisan atau Cawisan berarti tanah turunan (tanah leluhur). Tanah Awisan ini dipergunakan untuk upacara-upacara adat dan untuk membayar orang-orang yang mengurus Bumi Adat. Sedangkan area pemakaman terbagi dua yaitu area pemakaman dalam dan area pemakaman luar.

Gambar III. 1. Gerbang Masuk Bumi Adat

Arsitektur Bumi Adat adalah sebagai berikut: bangunan merupakan panggung dengan atap terbuat dari ijuk dan daun alang-alang (Eurih). Daun alang-alang di bagian dasar (bawah) kemudian ditutupi dengan ijuk. Bagian atap yang mendatar (Talahab) terbuat dari bambu yang dibelah dua kemudian disusun bertumpang tindih saling menutupi. Bangunan ini memiliki jendela tanpa kaca, hal ini


(14)

14 disebabkan karena benda tersebut dianggap tabu untuk Bumi Adat termasuk di dalamnya tidak dilengkapi dengan aliran listrik dan alat-alat elektronik seperti televisi, dan radio.

Gambar III. 2. Arsitektur Bumi Adat

Tiang bangunan terbuat dari kayu sedangkan dinding (bilik) terbuat dari bambu, begitu pun alas lantai terbuat dari bambu yang disebut Palupuh. Dulunya dinding rumah harus dibuat dari palupuh, namun karena faktor kesulitan akhirnya dibuat bilik, begitu juga bahan penguat tiang sekarang menggunakan paku, dulunya menggunakan Paseuk (seperti paku yang terbuat dari bambu atau kayu).


(15)

15 Bentuk dan arsitektur bangunan harus serba alami (Nature). Semua bahan-bahan bangunan dari hutan keramat tidak boleh dari luar. Jika harus memakai barang-barang dari luar maka harus terlebih dahulu meminta permohonan atau izin kepada leluhurnya.

Gambar III. 4. Material bambu dan kayu pada Bumi Adat

Adapun tata ruang Bumi Adat adalah sebagai berikut. Jumlah ruangan ada tiga, yaitu:

1. Kamar penyimpanan beras (Goah). 2. Kamar tidur Kuncen.

3. Ruang tengah biasa digunakan sebagai tempat penyelenggaraan upacara. Di tempat itu pula terdapat dapur yang hanya terdiri atas perapian (Hawu) dan Parako.


(16)

16 Gambar III. 6. Dapur Tradisional Bumi Adat

Peralatan rumah tangga pun harus tradisional, seperti

Entik (gelas dari tempurung kelapa), Aseupan (untuk menanak nasi), Boboko (tempat menyimpan nasi) dan

Langseng (tempat menanak nasi) begitupun perabotan lainnya terbuat dari bahan seng yaitu cangkir, piring, sendok, dan rantang.

Di mulut pintu terdapat bangunan terbuka yang disebut bale-bale. Tempat ini digunakan untuk perempuan yang sedang haid ketika hendak bertamu atau membantu memasak, sedangkan pada acara Musiman, Bale-bale ini berfungsi untuk membagikan atau mengatur pembagian tumpeng.

Bentuk rumah adat panggung ukuran 8 X 12 meter yang memiliki bale-bale depan rumah beratap, alang-alang tertutup injuk dan Talahab Tadah tutup dari bambu Gombong yang penuh sejarah dan arsitektur yang antik. Bahan lainnya menggunakan kayu dinding dari anyaman bambu menghadap ke utara, pintu keluar masuk hanya satu dengan lima jendela yang tentu memiliki makna Ilmiah dan keteladanan sosial. Di bawah talahab berfungsi sebagai dapur perapian yang menjadi satu dengan ruangan dalam rumah,


(17)

17 kamar tidur, satu kamar ruangan goah dan tempat padaringan teras.

2.2.2.2. Kesenian Sunda Beluk.

Menurut Kaman (2010) Keberadaan Seni Beluk sebenarnya sudah ada sejak dahulu, yaitu sejak masa penjajahan Belanda. Beluk pada hakekatnya merupakan kesenian tembang buhun (kuno) yang lebih mengutamakan tinggi rendahnya suara. Syair yang dilantunkan adalah jenis Wawacan (Carita Babad) yang dibawakan seperti kita jumpai dalam berbagai pupuh mulai dari pembukaan sampai pada penutupan seperti: Pupuh Kinanti, Asmarandana, Pucung, Dangdanggula, Balabak, Magatru, Mijil, Ladrang, dan sebagainya.

Gambar III. 7. Wawacan

Jenis wawacan yang dilantunkan juru Beluk tergantung apa yang dikuasainya. Seperti Wawacan Ogin, Rengganis, Babar Nabi, Barjah, Amungsari, Jayalalana, Natasukma, Mahabarata, Mundinglaya, Lutung Kasarung, Ciung Wanara dan sebagainya.

Bidang kesenian di kampung Cikondang cukup memasyarakat terutama kesenian Beluk yakni sejenis kesenian tradisional yang memanfaatkan unsur suara


(18)

18 dan pemainnya hanya membacakan wawacan seperti wawacan Ogin, Samaun, Ahmad Muhammad, dan Barjah.

Gambar III. 8. Kaman, Seniman Beluk

2.2.2.3. Tempat Wisata

Tempat Wisata yang terdapat di Kampung Adat Cikondang terbagi menjadi dua jenis wisata. Yang pertama adalah wisata cagar alam. Area yang termasuk dalam wisata cagar alam di Kampung Adat Cikondang adalah Curug Ciruntah dan Cadas Gantung. Jenis wisata yang kedua adalah wisata budaya. Yang termasuk wisata budaya diantaranya, Bumi Adat, Lisung Lulugu, dan Upacara-upacara Adat yang dilangsungkan pada waktu-waktu tertentu.


(19)

19 2.2.2.4. Hutan Keramat

Menurut Kuncen Anom Djuhana (2010) Hutan keramat disebut juga dengan hutan tutupan. Masyarakat di sana menyebut hutan keramat dengan

awisan. Letak hutan keramat di sebelah timur Bumi Adat, di tempat ini disediakan pula tanah lapang yang terpelihara baik diperuntukan para tamu sekaligus untuk Muja smedi (bertapa). Dan hampir semua bahan bangunan dan keperluan Bumi Adat terdapat di hutan.

Hutan Awisan Kampung Cikondang merupakan bagian dari Cagar Alam Gunung Tilu yang luasnya 8.000 hektar. Kawasan cagar alam itu meliputi Kecamatan Pangalengan, Pasir Jambu, dan Ciwidey. Daerahnya merupakan rangkaian gunung-gunung yang memanjang di bagian selatan Pulau Jawa.

Kompleks hutan Gunung Tilu ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi hutan lindung berdasarkan Governement Besluit Nomor 27 tanggal 7 Juli 1927 yang kemudian ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 7 Februari 1978. Cagar Alam Gunung Tilu merupakan tipe hutan tropis di Jawa Barat yang berfungsi sebagai kawasan lindung jenis flora dan ekosistem yang berada di antara Gunung Malabar, Wayang, Kancana, Tambak ruyung, dan Gunung Masigit.


(20)

20 Gambar III. 10. Hutan keramat

Dengan topografi wilayahnya yang berbukit-bukit dan permukaan bervariasi dari landai sampai terjal, cagar alam ini memiliki tujuh puncak, antara lain Gunung Patuha (2.434 meter), Tilu (2.040 meter), Lemo (1.829 meter), Careuh (2.015 meter), Kawah Ciwidey (1.929 meter), dan Pancur (1.938 meter). Puncak Gunung Dewata (1.830 meter) terletak di bagian selatan bersama dengan puncak Gunung Waringin (2.140 meter).

Di sekeliling cagar alam tersebut terdapat perkampungan penduduk. Karena kondisi alamnya yang berada di daerah berketinggian lebih dari 1.000 meter. Sebagian besar wilayah lainnya yang termasuk Kecamatan Ciwidey dan Pasir Jambu merupakan areal perkebunan teh yang dibangun pada masa kolonial Hindia Belanda. Salah satunya adalah Perkebunan Teh Dewata. Akan halnya Cikondang


(21)

21 merupakan salah satu perkampungan di sisi utara Cagar Alam Gunung Tilu.

Kampung kecil itu dihuni oleh beberapa puluh keluarga yang sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani. Wilayahnya termasuk dalam Desa Lamajang merupakan salah satu tempat yang sering disebut-sebut dalam riwayat pembangunan kelistrikan di Kota Bandung. Di desa ini, pemerintah kolonial Hindia Belanda membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Lamajang pada tahun 1920-an. Sampai kini, PLTA itu masih berfungsi. Dengan letak geografis dari kecamatan ke rumah adat Cikondang kurang lebih 9 km. dan dari desa ke rumah adat Cikondang kurang lebih 2 km. Monografi desa jumlah kramat di Desa Lamajang antara lain adalah Kramat Mbah Dalem Lamajang luas lahan 0,25 hektar (miniatur hutan gunung tilu), Kramat Talon luas lahan 0,15 hektar, Kramat Bojong luas 0,10 hektar, Kramat Jaman dingan luas lahan 0,25 hektar, Kramat Eyang Balung Tunggal 0,25 hektar dipakai lokasi Kolam Tando Cikalong PLTA sektor Saguling, Kramat Ciguriang 0,10 hektar di Rantaya dan Kramat Cikondang seluas 2 hektar lahan sawah dan palawija 1 hektar (Yuzar Purnama, 1996).


(22)

22 2.2.2.5. Makam Keramat

Gambar III. 12. Sign Makam Keramat

Menurut Kuncen Anom Djuhana (2010) di hutan keramat terdapat satu tempat yang dinamakan Makam Keramat. Area pemakaman terbagi atas dua yaitu area pemakaman dalam dan area pemakaman luar. Di dalam area pemakaman dalam terdapat dua gubuk. Gubuk pertama terdapat makam Uyut Pemeget dan Uyut Istri. Gubuk kedua terdapat makam Mama Akung. Di sekitar gubuk terdapat makam para Kuncen terdahulu. Di area pemakaman luar terdapat makam bagi keturunan masyarakat Kampung Adat Cikondang. Makam keramat ini sering didatangi oleh para peziarah yang datang dari berbagai daerah baik dari wilayah Bandung, Indonesia dan mancanegara seperti Belanda, Amerika Serikat, Perancis dan Belgia.

Berziarah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menginap atau tanpa menginap. Waktu untuk berziarah harus pada hari Rabu dan Kamis malam.


(23)

23 Peziarah diminta menyediakan aneka macam persyaratan sebagai berikut : sebutir telur ayam kampung, sebuah kelapa muda (Dawegan), pisang emas atau pisang kapas masing-masing sebuah, cerutu, sebungkus rokok, dan rujakeun (rujak yang bahannya terdiri atas tujuh macam) yaitu mangga, bengkoang, ubi, jambu air, kedondong, nenas, dan delima. Setelah persyaratan dipenuhi, Kuncen mengantar peziarah ke makam. Selanjutnya Kuncen terlebih dahulu meminta izin kepada Karuhun

(Leluhur) bahwa ada orang yang ingin berziarah. Setelah itu Kuncen meninggalkan peziarah sendirian di makam. Peziarah membaca ayat-ayat suci Al-Quran khususnya ayat-ayat yang dihapalnya misalnya Al Fatihah, Kulhu (Al Ikhlas), An-nas, dan Al Falaq. Selanjutnya peziarah wiridan (dzikir). Selama membaca Alquran dan wiridan peziarah harus benar-benar konsentrasi pada maksud tujuannya, agar apa yang diinginkannya dikabulkan Tuhan.

2.2.2.6. Upacara Adat Wuku Taun

Menurut Kuncen Anom Djuhana (2010), Wuku Taun adalah sebuah hajatan Masyarakat Adat Kampung Cikondang yang dilaksanakan setiap tanggal 15 Muharam di Kampung Adat Cikondang atau di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Peringatan ini dilaksanakan secara terbuka dan dihadiri oleh kalangan masyarakat adat, masyarakat sekitar, pejabat pemerintah hingga para


(24)

24 peneliti yang ingin mengetahui konsep kehidupan masyarakat Sunda. Peringatan ini dimulai dengan prosesi sejak tanggal satu Muharam yaitu dengan menumbuk padi, ketan dan huma untuk dipersiapkan dan diolah menjadi dua belas jenis makanan olahan yang nantinya disertakan dalam tumpeng yang dimasak pada hari terakhir. Pada tanggal lima belas Muharam, beras akan dibagikan kepada masyarakat sekitar untuk dimasak menjadi nasi tumpeng dan dikembalikan ke Rumah Adat Cikondang untuk dipisah-pisah dan dikemas ke dalam Konca yang selanjutnya akan diberikan kembali kepada masyarakat sekitar.

Jumlah tumpeng yang dibuat tergantung pada masyarakat yang ikut berpartisipasi. Tiga tumpeng dimasak di rumah adat. Tumpeng pertama terbuat dari padi biasa, tumpeng kedua terbuat dari beras huma dan tumpeng ketiga terbuat dari beras ketan. Di dalam tumpeng diisi dengan satu ayam utuh. Ayam yang berwarna putih diisikan pada tumpeng padi, ayam berwarna hawuk (abu-abu) diisikan pada tumpeng beras huma dan ayam berwarna hitam diisikan pada tumpeng beras ketan. Tiga tumpeng ini merupakan simbolisasi dari ideologi masyarakat Kampung Adat Cikondang yaitu Ucap (ucapan), Tekad (niat atau tujuan) dan Lampah (sikap).

Bagi Masyarakat Adat Cikondang, upacara Adat Wuku Taun diperingati sebagai bentuk peringatan menyambut tahun baru Islam yang merupakan tradisi


(25)

25 yang diturunkan dari leluhur. Tidak terlaksananya upacara adat ini merupakan hal yang pamali. Wuku Taun merupakan simbol syukur dan rasa terima kasih. Syukur dipanjatkan kepada Allah S.W.T atas karunia dan rezeki pada tahun yang telah terlewati dan berharap hasil panen lebih baik pada tahun sekarang, serta menjadi ajang evaluasi diri dan ajang untuk mempererat tali silahturahmi antar masyarakat. Biasanya perayaan Wuku Taun memakan waktu lima belas hari. Mulai dari tanggal satu hingga lima belas Muharam. Wuku Taun merupakan hajat masyarakat adat Cikondang maka seluruh anggota masyarakat kampung adat terlibat di dalamnya. Tak hanya itu, ketua adat pun sering mengundang masyarakat di luar kampung adat untuk bersama-sama mensyukuri nikmat dari Allah S.W.T. Satu per satu warga mendatangi bumi adat dengan membawa dua liter beras dalam Boboko (bakul nasi). Di bumi adat, beras dari warga itu kemudian didoakan lalu dibersihkan menggunakan air dari Gunung Tilu yang sebelumnya telah dibersihkan oleh ketua adat.

Beras dalam bakul itu kemudian diberi bumbu tumpeng beserta lauk-pauknya. Setelah doa dan dibersihkan oleh ketua adat, beras tersebut kemudian diserahkan kembali kepada warga untuk kemudian dimasak menjadi nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya. Tidak kurang dari 200 tumpeng yang dibuat oleh warga dengan 100 ayam yang dipotong sebagai lauk-pauknya.


(26)

26 2.2.3. Masyarakat Kampung Adat Cikondang

Masyarakat Kampung Adat Cikondang merupakan masyarakat Sunda yang ada di Jawa Barat. Masyarakat ini merupakan Masyarakat Sunda Islam yang memiliki tradisi leluhur.

2.2.3.1. Sejarah Kampung Adat Cikondang

Masyarakat meyakini bahwa karuhun mereka adalah salah seorang wali yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Tetapi tidak ada seorangpun yang mengetahui siapa nama dari wali itu sehingga mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat

Ngauban (melindungi) anak cucunya.

Menurut penuturan Anom Rumya, kedua Uyut ini

Tilem, Tilem adalah istilah untuk meninggal dengan tidak diketahui tempat dan waktunya serta menghilangnya jasad atau mayat. Biasanya tilem

digunakan kepada para pendahulu baik raja maupun bangsawan yang beragama Hindu. Para raja Hindu yang telah tua akan melepaskan jabatannya dan pergi ke suatu tempat (hutan) untuk bertapa (muja smedi) dengan tidak ada yang mengetahui kemana perginya. Sehingga tidak ada yang tahu kapan meninggal dan dimana tempatnya. Masyarakat di sana hanya mempercayai bahwa Makam Uyut berada di

Leuweung keramat (hutan keramat), mungkin kedua Uyut itu mengakhiri masa hidupnya dengan bertapa di kawasan hutan keramat ini.


(27)

27 Merujuk pada kapan tepatnya Kampung Adat Cikondang didirikan, dapat dilihat dari usia Bumi Adat yang pada tahun ini, 2010 diperkirakan telah berusia 209 tahun. Maka pada tahun 2010 jika dikurangi 209 menjadi 1801. Sehingga Uyut Pameget dan Uyut Istri diperkirakan mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang lebih pada awal abad ke-lXX atau sekitar tahun 1801.

Pada awalnya bangunan di Cikondang Desa Lamajang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Namun pada tahun 1942 terdapat kurang lebih enam puluh rumah. Pada tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Kebakaran besar ini disebabkan oleh kelalaian seorang warga. Pada saat itu seorang warga sedang membakar sampah di dekat rumahnya. Entah bagaimana tiba-tiba api pada bakaran sampah itu membesar sampai membakar habis seluruh pemukiman warga di Kampung Cikondang.

Masyarakat di sana ingin membangun kembali rumahnya namun karena bahan-bahan untuk membuat rumah seperti arsitektur Bumi Adat membutuhkan bahan yang cukup banyak sementara bahan yang tersedia di hutan keramat tidak memadai. Akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumahnya dengan arsitektur yang umum yang sesuai dengan kemajuan kondisi saat itu. Keinginan ini


(28)

28 disampaikan oleh Anom (Kuncen) kepada karuhun di makam keramat. Pada saat itu yang menjadi kuncen adalah Anom Idil.

Permohonan mereka dikabulkan dan diizinkan untuk mendirikan rumah dengan arsitektur umum kecuali Bumi Adat yang harus tetap dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Hingga sekarang Bumi Adat masih tetap utuh seperti arsitekturnya dahulu.

Penghuni Bumi Adat terdiri atas satu kuren (suami istri) yang memperoleh wangsit untuk menjaga Bumi Adat. Istri harus tidak haid (menopause) lagi. Sang suami lazim dipanggil Kuncen atau Juru Kunci. Ia selalu mengenakan iket dan pakaian khas Sunda (baju kampret dan celana komprang).

Sampai saat ini, sudah tujuh kuncen yang memelihara dan menjaga Bumi Adat yaitu :

1. Ma Empuh. 2. Ma Akung.

3. Ua Idil (Anom Idil). 4. Anom Rumya.

5. Aki Emen (Kuncen Sementara) 6. Anom Samsa

7. Anom Djuhana (Kuncen Sementara)

Jabatan kuncen di Bumi Adat atau ketua adat kampung Cikondang memiliki pola pengangkatan yang khas. Ada beberapa syarat untuk menjadi kuncen Bumi Adat, yaitu harus memiliki ikatan darah


(29)

29 atau masih keturunan leluhur Bumi Adat. la harus laki-laki, dipilih berdasarkan wangsit dan musyawarah para tetua adat. Anak seorang kuncen yang meninggal tidak secara otomatis diangkat untuk menggantikan ayahnya. Dia Iayak dan patut diangkat menjadi kuncen jika telah menerima wangsit dan memenuhi syarat yang diberikan. Persyaratan untuk bisa menjadi kuncen diantaranya adalah:

 Harus keturunan langsung dari leluhur Cikondang. Yang bisa menjadi kuncen Kampung Adat Cikondang adalah keturunan dari Ma Empuh. Ma Empuh adalah kuncen pertama yang ada di Kampung Adat Cikondang. Jika orang luar atau bukan keturunan yang menjadi kuncen, maka dipastikan orang itu akan salah dalam menjalankan adat yang ada di Kampung Adat Cikondang.

 Harus bersih hati dan pikiran. Menjadi kuncen harus sudah bisa meninggalkan keinginan duniawi. Sudah bisa melepaskan nafsu kepada wanita termasuk istrinya sendiri.

 Harus jujur.

 Harus tahu dan mengerti tentang peraturan adat di Kampung Adat Cikondang.

Biasanya nominasi sang anak untuk menjadi kuncen akan sirna jika pola pikirnya tidak sesuai dengan hukum adat Ieluhurnya atau melanggar peraturan adat yang telah ditentukan.


(30)

30 Pergantian kuncen biasanya diawali dengan menghilangnya Cincin Wulung milik kuncen. Selanjutnya orang yang menemukannya dapat dipastikan menjadi ahli waris pengganti kuncen. Cincin Wulung dapat dikatakan sebagai mahkota bagi para kuncen di Bumi Adat Kampung Cikondang.

Kuncen yang telah terpilih, dalam kehidupan sehari-hari diharuskan mengenakan pakaian adat Sunda, Iengkap dengan iket (ikat kepala). Jabatan kuncen Bumi Adat mencakup pemangku adat, sesepuh masyarakat, dan pengantar bagi para peziarah.

2.2.3.2. Geografi

Lokasi Bumi Adat dan Hutan Karamat terdapat di kampung Cikondang tepatnya di dalam wilayah administrasi Rukun Tetangga (RT) 3 Rukun Warga (RW) 3. Menurut pendataan rumah yang dilakukan oleh Desa dan RW setempat, di RW 3 terdapat 110 umpi dengan jumlah 389 jiwa yang masing-masing jumlah laki-laki 200 jiwa dan perempuan 189 jiwa.

Kampung Cikondang secara administratif terletak di dalam wilayah Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kampung Cikondang ini berbatasan dengan Desa Cikalong dan Desa Cipinang (Kecamatan Cimaung) di sebelah Utara, dengan Desa Pulosari di sebelah Selatan, dengan Desa Tribakti Mulya di sebelah Timur, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukamaju.


(31)

31 Jarak dari Kota Bandung ke Kampung Adat Cikondang ini sekitar 38 Kilometer, sedangkan dari pusat Kecamatan Pangalengan sekitar 11 Kilometer. Dari Kota Bandung ke arah Selatan melewati Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Cimaung. Jarak dari ruas jalan Bandung - Pangalengan yang berada di wilayah Kampung Cibiana ke Kampung Cikondang satu kilometer sedangkan dari jalan komplek perkantoran PLTA Cikalong, melewati bendungan dengan tangga betonnya selanjutnya melalui Kantor Desa Lamajang sekitar satu setengah kilometer.

2.2.3.3. Demografi

Penduduk kampung Cikondang 100% beragama Islam karena tidak satu pun dari mereka yang menganut agama lain. Dari jumlah penduduk yang mencapai 389 jiwa ini terdapat dua buah masjid yakni Masjid Al-Jihad dan Masjid Al-Iman. Dari kedua masjid inilah kehidupan beragama masyarakat dibina mulai dari pengajian harian, khotbah Jumat, sampai pada pengajian-pengajian dalam rangka memperingati hari besar Islam seperti Rajaban dan Muludan. Kehidupan masyarakat di sana sangat religius hal itu dapat dilihat dari sebagian pakaian para wanitanya yang mengenakan busana muslimah cukup tertib dan rapih juga kehidupan masyarakatnya yang jauh dari ucapan dan perbuatan tercela seperti miras, narkotik, dan penggunaan obat-obat terlarang lainnya.


(32)

32 Komposisi penduduk di kampung Cikondang adalah sebagai berikut: usia produktif (antara 13-49 tahun) lebih besar jumlahnya mencapai 211 orang dibandingkan dengan usia non-produktif (12 tahun kebawah dan 50 tahun keatas) berjumlah 154 orang berarti daerah ini adalah daerah relatif produktif. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil di lapangan bahwa di sana hamper semua warga mempunyai pekerjaan. Selain sebagai pedagang, petani, buruh tani, di antaranya banyak remaja yang bekerja sebagai penarik ojek.

Dilihat dari jenjang pendidikan yang pernah diikuti oleh penduduk setempat ternyata persentasi orang yang berpendidikan lebih besar daripada yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Buktinya di RT 1 dari jumlah 127 jiwa yang berpendidikan mencapai 83 jiwa, berarti lebih dari 75% penduduk adalah berpendidikan. Hal ini tentunya akan meningkatkan sumber daya manusia yang berakibat pada cara pandang, cara berpikir, dan cara orientasi mereka dalam bekerja untuk membangun daerahnya.

Mobilisasi penduduk dari daerah tersebut ke daerah lain atau menuju ke kota khususnya kota Bandung berjalan lancar. Hal itu dikarenakan adanya keperluan yang mengikat seperti pekerjaan, dagang maupun dengan sanak keluarga. Lokasi tempat tinggal mereka yang berdekatan dengan ibu kota provinsi menyebabkan tata cara hidup masyarakatnya tidak terisolasi. Cara berpakaian, perabotan rumah tangga,


(33)

33 arsitektur rumah dan cara mereka memandang masa depan tidak jauh berbeda dengan masyarakat kota khususnya masyarakat kota Bandung.

2.2.3.4. Sosial

Menurut Rosyid E. Abby (2010), bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda dengan dialek Priangan. Dialek bahasa ini banyak digunakan oleh masyarakat Bandung. Dalam kehidupan sehari-hari terutama jika berbincang dengan para tamu akan menggunakan bahasa Sunda halus sehingga tampak keramahan dan kehalusan budi pekerti.

Menurut Kaman Suyitno (2010), bidang kesenian di Kampung Cikondang cukup memasyarakat terutama kesenian Beluk yakni sejenis kesenian tradisional yang memanfaatkan unsur suara saja, dan pemainnya hanya membacakan wawacan seperti wawacan Ogin, Samaun, Ahmad Muhammad, dan Barjah.

Menurut Rosyid E. Abby (2010) Konsep gotong- royong yang dinilai tinggi merupakan suatu konsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat sebagai petani dalam masyarakat agraris. Pengertian gotong-royong dalam masyarakat Jawa adalah suatu sistem pengerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam di sawah (Koentjaraningrat, 1984:57). Namun dalam perjalanan waktu ternyata


(34)

34 sistem gotong royong ini merebak ke segala aspek kehidupan, misalnya tolong menolong antara tetangga yang tinggal berdekatan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kecil di sekitar rumah dan pekarangan seperti menggali sumur dan membersihkan.

Jiwa gotong royong ini muncul karena adanya kesadaran diri bahwa manusia tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dikelilingi oleh komunitasnya, masyarakat, dan alam semesta. Dalam segala aspek kehidupannya, manusia tergantung kepada sesamanya. Manusia akan berusaha berbuat sebaik mungkin kepada sesamanya, berusaha untuk bersifat konform, berbuat sama dan bersama dengan sesamanya dalam komunitas.

Jiwa gotong royong di kampung Cikondang dapat dilihat pada pelaksanaan upacara-upacara adat seperti Seleh Taun Mapag Taun (Musiman) tampak kehidupan tolong menolong dan gotong royong warga berlangsung spontan. Seolah tersurat dalam perilaku mereka bahwa upacara ini tidak akan berlangsung tanpa peran serta warganya. Apa yang dapat mereka perbuat untuk upacara ini akan dilakukan, hal ini diaktualisasikan dalam bentuk sumbangan misalnya tenaga, biaya, dan bahan-bahan perlengkapan upacara seperti ayam dan kayu bakar. Jumlah ayam kampung yang diperlukan pada upacara tahun ini sebanyak 100 ekor, ayam tersebut berhasil terkumpul


(35)

35 dan semuanya merupakan partisipasi masyarakat setempat.

Mereka mengerjakan semua itu dengan kesadaran sendiri, yang disebutkan dalam bahasa Sunda dengan

hideng sorangan dan tentunya tanpa pamrih. Kepercayaan yang menganggap bahwa salah satu tujuan upacara adat adalah untuk keselamatan mereka dan masyarakat di sekitarnya. Hal lain adalah adanya rasa cinta dan hormat mereka kepada leluhur yang telah memberikan jalan hidup dengan dibukanya kampung tersebut menjadi suatu pemukiman.

Mengingat dampak dari kepercayaan dan adat istiadat masyarakat Kampung Cikondang memiliki nilai kondusif yakni dapat memupuk kecintaan kepada orang tua dan memicu semangat bergotong royong maka perlu kiranya pelestarian dan pengembangan kepercayaan di kampung Cikondang tetap terjaga dan terpelihara.

2.2.4. Informasi Adat Kampung Adat Cikondang

2.2.4.1. Filosofi Hidup Masyarakat Kampung Adat Cikondang

Menurut Kuncen Anom Djuhana, filosofi Masyarakat Kampung Adat Cikondang mengikuti filosofi masyarakat Sunda pada umumnya yaitu Ucap, Tekad, dan Lampah. Yang dimaksud dengan Ucap, Tekad, Lampah ini adalah keselarasan antara niat atau tujuan, dengan ucapan yang direalisasikan dengan


(36)

36 perbuatan atau tindakan. Filosofi ini mengacu pada kehidupan masyarakat yang senantiasa hidup dengan benar dan baik.

Filosofi hidup yang masih dijaga oleh masyarakat Kampung Adat Cikondang adalah untuk mengingatkan masyarakatnya agar senantiasa memiliki niat atau tujuan yang selaras dengan ucapan dan dibuktikan dengan perbuatan yang mengacu kepada kebenaran dan kejujuran.

Para Leluhur telah mewariskan Filosofi hidup ini secara lisan dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Hingga sekarang masyarakat Cikondang sendiri masih memegang teguh filosofi ini sebagai salah satu pilar dalam menjalankan kehidupan yang baik. Masyarakat Cikondang sendiri mempercayai jika mereka melanggar atau meninggalkan filosofi ini, maka akan menjadi pamali atau akan terjadi sesuatu hal yang buruk kepada mereka.

Penerapan filosofi Ucap, Tekad dan Lampah

tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, pelaksanaan upacara-upacara adat serta diterapkan pula dalam aturan adat yang berlaku di kampung adat Cikondang.

Sebagai salah satu contoh aplikasi dari filosofi hidup masyarakat Kampung Adat Cikondang dalam kehidupan bermasyarakat lebih mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong. Hal ini


(37)

37 dimaksudkan sebagai cara untuk tetap menjaga kerukunan antar warga masyarakat yang diwujudkan dengan tindakan dan perbuatan yang baik dan sesuai untuk menjaga nilai-nilai tersebut.

Selain itu, dalam pelaksanaan upacara-upacara adat seperti upacara adat wuku taun masyarakat Cikondang menjaga nilai-nilai filosofi tersebut. Mereka berniat atau bertekad untuk terus menjaga dan melestarikan upacara adat tersebut bukan karena paksaan, tapi lebih karena kepercayaan mereka akan nilai nilai yang terkandung di dalamnya. Sehingga mereka tetap melaksanakan upacara adat tersebut sampai saat ini.

Dalam aturan adat pun mereka masih mengikut sertakan filosofi hidup tersebut sebagai dasar dari aturan-aturan adat yang berlaku. Contohnya, dalam persyaratan untuk menjadi seorang kuncen. Dimana syarat untuk menjadi seorang kuncen adalah harus memiliki sifat jujur, bertanggung jawab, memiliki budi pekerti yang baik.

Dampak positif dari implementasi filosofi hidup dalam kehidupan masyarakat Kampung Adat Cikondang adalah terjaganya keharmonisan dalam hubungan sosial, beragama dan adat dalam masyarakat serta terjaganya nilai-nilai budaya yang ada di kampung tersebut.


(38)

38 2.2.4.2. Adat Istiadat dalam Upacara Adat dan Nilainya

Menurut Kuncen Anom Djuhana (2010), pantangan atau tabu yang berlaku di masyarakat kampung Cikondang, khususnya tabu saat pelaksanaan upacara adat Musiman adalah sebagai berikut :

 Melangkahi nasi tumpeng terutama untuk kegiatan upacara. Begitu juga konca, susudi, dan takir.

 Menendang duwegan, terutama duwegan untuk keperluan sajian (sajen) yang melanggar akan mendapatkan musibah.

 Kelompok yang mencari daun pisang Manggala ke hutan untuk keperluan upacara adat tidak boleh memisahkan diri dari rombongan, jika dilakukan pencarian tersasar walaupun sebelumnya telah mengetahui dan menguasai situasi dan kondisi hutan di daerahnya.

 Pergi ke hutan pada hari Kamis.

 Berselonjor kaki arah utara ke Selatan.

 Kencing tidak boleh mengarah ke selatan, harus ke utara. Ke arah barat dan timur kurang baik.

 Menginjak parako, wadah atau alas hawu (perapian) sekaligus pemisah dengan bagian luar.

 Menginjak bangbarung (bagian alas pintu).

 Melakukan kegiatan di hari Jumat dan Sabtu, kecuali hari Sabtu untuk penetapan hari H upacara.

 Acara menumbuk padi lulugu tidak boleh jatuh pada hari Selasa dan Jumat. Menumbuk padi lulugu harus dilakukan pada tanggal 13 Muharam, jika tanggal ini jatuh pada had tersebut, maka


(39)

39 harus digeser pada hari berikutnya. Artinya jika jatuh pada hari Selasa maka kegiatan dialihkan pada had Rabu, begitu juga jika jatuh pada hari Jumat maka kegiatan dilakukan pada hari Sabtunya.

2.2.4.3. Adat Istiadat Sehari-hari dan Nilainya

 Rumah penduduk tidak boleh menghadap ke arah Bumi Adat, kecuali perumahan di seberang jalan desa.

 Jarah atau berjiarah tidak boleh dilakukan pada hari Jumat dan Sabtu.

 Wanita datang bulan (haid) dan yang sedang nifas tidak boleh masuk Bumi Adat. Jika ada keperluan yang berkaitan dengan Bumi Adat atau ingin menanyakan sesuatu kepada kuncen disediakan bale-bale di bagian depan Bumi Adat.

 Di Bumi Adat dilarang ada barang pecah belah dan barang-barang elektronik (modern) seperti radio, listrik, dan televisi.

 Bumi Adat tidak boleh memakai kaca, dan menambah dengan bangunan lain.

 Makanan yang dimasak untuk keperluan upacara tidak boleh dicicipi terlebih dahulu. Bagi mereka ada anggapan bahwa makanan yang dicicipi sebelum upacara selesai, sama dengan menyediakan makanan basi.

 Menginjak kayu bakar yang akan digunakan untuk bahan bakar hawu dalam pembuatan tumpeng lulugu.


(40)

40  Daun pisang Manggala yang dipetik dari hutan

keramat tidak boleh jatuh ke tanah.

 Mengambil bahan makanan yang tercecer dan dimasukkan kembali ke tempatnya.

 Berkata kasar atau sompral.

 Menyembelih ayam, selain ayam kampung.

 Atap rumah tidak boleh menggunakan genting dan rumah harus menghadap ke utara. Maknanya, jangan lupa akan asal muasal kejadian bahwa manusia dari tanah dan mati akan menjadi tanah. Maksudnya jangan sampai menjadi manusia yang angkuh, sombong dan takabur.

 Jika ibadah haji harus menjadi haji yang mabrur yaitu haji yang mempunyai kemampuan baik lahir maupun batin.

 Tidak boleh menjadi orang kaya. Maknanya, sebab menjadi orang kaya khawatir tidak mau bersyukur atas nikmat dari Tuhannya.

 Tidak boleh menjadi pejabat di pemerintahan. Maknanya, takut menjadi pejabat yang tidak dapat mengayomi semua pihak.

2.2.4.4. Adat Istiadat Rumah Adat dan Nilainya

Untuk menjaga dan memelihara keberadaan Bumi Adat diberlakukan beberapa larangan atau pantangan-pantangan yaitu sebagai berikut:

 Penggunaan perabot moderen, mengecat, memasang listrik. Selama ini penerangan di malam hari menggunakan cempor (lampu tempel


(41)

41 yang bahan bakarnya terbuat dari minyak tanah) ditempel pada dinding tiang rumah.

 Wanita haid.

 Menggunakan peralatan dari bahan pecah belah.  Menginjak Parako (bagian pinggiran perapian).  menginjak bangbarung (alas pintu masuk).  Buang air.

 Melonjorkan kaki ke arah Bumi Adat.  Memakai kaca misalnya pada jendela dan

 Anak yang berusia sebelum 100 hari tidak diperkenankan masuk.

2.2.4.5. Perbedaan Informasi

Ada beberapa informasi tentang Kampung Adat Cikondang yang berbeda dari informasi yang sebenarnya. Hal ini ditemukan dari hasil pengamatan terhadap pemahaman masyarakat umum maupun media-media lain seperti Artikel, Blog, Surat Kabar, Video Dokumentasi, dan Dokumen hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya tentang Kampung Adat Cikondang. Adapun informasi yang berbeda diantaranya:

 Pada tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Kebakaran ini disebabkan oleh pihak Belanda yang ingin membumi hanguskan Kampung Adat Cikondang untuk menyisir para gerombolan. Berdasarkan wawancara dengan pihak adat (kuncen dan tokoh adat) ditemukan fakta bahwa kebaran yang terjadi dikarenakan kelalaian salah


(42)

42 seorang warga yang membakar sampah sampai terjadi kebakaran besar yang menghanguskan seluruh rumah warga kecuali salah satu rumah yang saat ini disebut sebagai Bumi Adat Cikondang.

 Setiap bulan purnama, masyarakat Kampung Adat Cikondang masih melaksanakan adat tatabeuhan

di Lisung Lulugu. Sedangkan berdasarkan fakta yang ditemukan dari hasil wawancara dengan pihak adat, saat ini masyarakat Cikondang tidak lagi melaksanakan tatabeuhan melainkan mengumandangkan takbir di masjid pada saat Bulan Purnama.

 Dari video dokumentasi yang beredar di masyarakat luas, orang yang memimpin jalannya upacara adat di Kampung Adat Cikondang adalah tokoh adat (bukan kuncen). Sedangkan berdasarkan fakta yang didapat dari hasil wawancara dan dokumentasi, yang seharusnya memimpin jalannya upacara adat adalah Kuncen.

2.3. Film Dokumenter

2.3.1. Pengertian Film Dokumenter

Film dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari kejadian yang nyata atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi “dokumenter” sendiri selalu berubah sejalan dengan perkembangan film dokumenter dari masa ke masa.


(43)

43 2.3.2. Sejarah Dokumenter

Para analis Box Office telah mencatat bahwa genre film ini telah menjadi semakin sukses di bioskop-bioskop melalui film-film seperti Super Size Me, March of the Penguins dan An Inconvenient Truth. Bila dibandingkan dengan film-film naratif dokumenter, dokumenter biasanya dibuat dengan anggaran yang jauh lebih murah. Hal ini cukup menarik bagi perusahaan-perusahaan film sebab hanya dengan rilis bioskop yang terbatas dapat menghasilkan laba yang cukup besar.

2.3.3. Unsur dalam Film Dokumenter

2.3.3.1. Unsur Visual

 Observasionalisme reaktif; pembuatan film dokumenter dengan bahan yang sebisa mungkin diambil langsung dari subjek yang difilmkan. Hal ini berhubungan dengan ketepatan pengamatan oleh pengarah kamera atau sutradara.

 Observasionalisme proaktif; pembuatan film dokumenter dengan memilih materi film secara khusus sehubungan dengan pengamatan sebelumnya oleh pengarah kamera atau sutradara.

 Mode ilustratif; pendekatan terhadap dokumenter yang berusaha menggambarkan secara langsung


(44)

44 tentang apa yang dikatakan oleh dokumenter (yang direkam suaranya sebagai voice over).

 Mode asosiatif; pendekatan dalam film dokumenter yang berusaha menggunakan potongan-potongan gambar dengan berbagai cara. Dengan demikian, diharapkan arti metafora dan simbolis yang ada pada informasi harafiah dalam film itu, dapat terwakili.

2.3.3.2. Unsur Verbal

Overheard exchange yaitu rekaman pembicaraan antara dua sumber atau lebih yang terkesan direkam secara tidak sengaja dan secara langsung.

 Kesaksian yaitu rekaman pengamatan, pendapat atau informasi, yang diungkapkan secara jujur oleh saksi mata, pakar, dan sumber lain yang berhubungan dengan subyek dokumenter. Hal ini merupakan tujuan utama dari wawancara.

 Eksposisi yaitu penggunaan voice over atau orang yang langsung berhadapan dengan kamera, secara khusus mengarahkan penonton yang menerima informasi dan dokumenter-argumen.


(45)

45 2.4. Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran dari film dokumenter ini adalah pelajar dan mahasiswa yang berusia 15 – 25 tahun. Pemilihan kelompok sasaran ini dikarenakan perlunya pengetahuan dan merupakan salah satu wujud pelestarian budaya pada generasi selanjutnya sehingga kelompok sasaran dapat mengetahui dan mempelajari salah satu budaya yang dimiliki.

2.4.1. Geografi

Lokasi terletak di Kota Bandung, Jawa Barat. Secara geografi, pelajar dan mahasiswa berpusat di Kota Bandung karena Kota Bandung merupakan salah satu kota pendidikan di Indonesia.

2.4.2. Demografi

Jumlah penduduk 389 jiwa dengan pria berjumlah 200 orang dan wanita berjumlah 189 orang. Pekerjaan utama adalah bertani dan berkebun dengan beberapa orang yang berprofesi sebagai pegawai. Agama penduduk Kampung Adat Cikondang adalah Islam. Pendidikan minimal SD dengan beberapa lulusan S1.

2.4.3. Psikografi

Masyarakat Kampung Adat Cikondang merupakan masyarakat desa yang selalu bergotong royong dan memiliki kehidupan yang sederhana. Sebuah keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan kekerabatan antara tetangga terjalin dengan darah maupun besan.


(46)

46 2.5. Pemecahan Masalah

Setelah melalui penelitian maka pemecahan masalah untuk Kampung Adat Cikondang adalah dengan pembuatan sistem informasi melalui media audio visual film non fiksi yang bergaya dokumenter.


(47)

47 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3.1. Strategi Perancangan

Pra Produksi dalam pembuatan perancangan media informasi melalui Audio Visual Film Dokumenter memerlukan persiapan yang matang oleh karenanya Strategi Perancangan merupakan fondasi atau dasar dari produksi yang maksimal dan efektif.

3.1.1. Strategi Komunikasi

Strategi Komunikasi diperuntukkan agar dalam suatu perencanaan dan perancangan dapat berhasil secara maksimal melalui persiapan strategi atau siasat dalam lingkup wilayah Komunikasi.

3.1.1.1. Tujuan Komunikasi

Memberikan informasi pada target audiens sehingga target audiens dapat mengetahui dan mengerti informasi Adat di Kampung Adat Cikondang.

3.1.1.2. Pesan Utama Komunikasi

Menyampaikan informasi yang sebenarnya mengenai adat di Kampung Adat Cikondang.


(48)

48 3.1.1.3. Materi Pesan

Isi dari karya adalah penjabaran mengenai filosofi kehidupan masyarakat Suku Sunda di Kampung Adat Cikondang melalui adat dan maknanya.

3.1.2. Strategi Kreatif

Strategi Kreatif diperuntukkan agar dalam suatu perencanaan dan perancangan dapat berhasil secara maksimal melalui persiapan strategi atau siasat dalam lingkup wilayah Kreatif.

3.1.2.1. Penyampaian Pesan

Pesan disampaikan secara komunikatif dan informatif sehingga informasi dapat diketahui dan dipahami.

3.1.2.2. Rasionalisasi Visual

Visualisasi dari karya ini didominasi oleh wawancara narasumber dan footage kehidupan sehari-hari dalam menjalankan adat di Kampung Adat Cikondang.

3.1.3. Strategi Media

Strategi Media diperuntukkan agar dalam suatu perencanaan dan perancangan dapat berhasil secara maksimal melalui persiapan strategi atau siasat dalam lingkup wilayah Media.


(49)

49 3.1.3.1. Alasan Pemilihan Media

Media Film Dokumenter memaparkan fakta-fakta yang ada saat ini. Media ini dipilih dikarenakan dapat meningkatkan kepercayaan akan kebenaran dari informasi mengenai adat di Kampung Adat Cikondang. Pentingnya kepercayaan tersebut dapat menghilangkan kecurigaan dan memberitahukan informasi atau data yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya mengenai Adat di Kampung Adat Cikondang. Film Dokumenter juga bias menyajikan fakta.

3.1.3.2. Pertimbangan Dasar

Film merupakan media komunikasi yang mudah dipahami oleh masyarakat dari berbagai klasifikasi dikarenakan fasilitas yang diberikan melalui visualisasi (gambar tayang) dan audio (pendengaran). Dokumenter merupakan gaya film yang sesuai dengan tema dikarenakan non fiksi dan penjabarannya akan data secara langsung dan apa adanya tanpa rekayasa.

3.1.3.3. Jadwal Penyebaran Media

Media disebarkan pada hari-hari sekolah yaitu dari Senin - Jumat pada awal tahun ajaran baru.


(50)

50

3.1.4. Strategi Distribusi

Strategi distribusi diperuntukkan agar dalam suatu perencanaan dan perancangan dapat berhasil secara maksimal melalui persiapan strategi atau siasat dalam lingkup wilayah distribusi. Strategi yang digunakan memakai distribusi penyiaran melalui televisi Lokal dan Nasional dengan bentuk program televisi non fiksi.

3.2. Konsep Gagasan Visual

3.2.1. Format Desain

Format desain adalah jpeg sehingga memudahkan untuk visualisasi.

3.2.2. Komposisi

Justified untuk mendapatkan keseimbangan gambar dan teks pada media lay out baik untuk penempatan vertikal maupun horizontal.

3.2.3. Tipografi

Typeface (desain dari 1 set karakter huruf) yang dipilih adalah jenis-jenis font yang sederhana disesuaikan dengan karakter dari objek/premise dan penggunaan san serif font type untuk memberikan kesan kokoh dalam pelaksanaan adat di Kampung Adat Cikondang dan serif font type yang memudahkan keterbacaan dan melembutkan karakter dari visualiasasi.

3.2.4. Ilustrasi/ Fotografi

Ilustrasi melalui fotografi dengan menggunakan sebuah gambar yang diambil dari bagian dalam rumah adat yang


(51)

51 menggambarkan sebuah ruang dengan jendela. Terinspirasi oleh Rumah Adat Cikondang sebagai representasi dari kesederhanaan dan spiritualisme adat yang dimiliki oleh Masyarakat Adat Cikondang. Visualisasinya melalui pemilihan foto bagian dalam Rumah Adat Cikondang yang memiliki elemen dinding dari anyaman bambu (bilik), jendela dari susunan kayu yang dipasang berjejer, lantai palupuh yang terbuat dari bambu, dan sejadah.

Representasi dari Bilik dan Palupuh menyimbolkan kesederhanaan. representasi Sejadah menyimbolkan spiritualisme. Representasi jendela menyimbolkan cara hidup atau cara pandang Masyarakat Adat Cikondang.

3.2.5. Warna

Dominasi hitam dipilih untuk memberikan kesan mistis dan meguatkan elemen kesederhanaan dalam gagasan visual. Warna putih dipilih sebagai simbol kemurnian adat Kampung Adat Cikondang. Warna coklat adalah simbol dari tradisional.


(52)

52 BAB IV

MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI

4.1. Teknis Produksi

Teknis Produksi adalah laporan proses dalam pembuatan karya audio visual yang didalamnya mencakup proses pra produksi, produksi dan pasca produksi karya. Laporan ini diperuntukkan sebagai bukti bahwa dalam sebuah karya terdapat proses penciptaan, persiapan dan pembuatan karya.

4.1.1. Pra Produksi

Pra produksi adalah masa perencanaan dan perancangan sebuah karya audio visual yang didalamnya mencakup proses pencarian ide dan proses pembangunan konsep dari garis besar karya audio visual tersebut.

4.1.1.1. Ide

Pemaparan filosofi adat di Kampung Adat Cikondang melalui media film dengan gaya Sinematografi Dokumenter.

4.1.1.2. Sinopsis

Kampung adat merupakan fenomena budaya lokal yang berhasil menampilkan kehidupan modern. Cikondang sebagai salah satu kampung adat tertua dijaga oleh kuncen (juru kunci) Ki Juhana yang memimpin upacara adat dan melayani kehidupan adat


(53)

53 yang bernafaskan Islam. Masyarakat adat Kampung Cikondang percaya bahwa Ucap (Ucapan/Perkataan), Tekad dan Lampah (Sikap) merupakan fondasi kehidupan yang diwariskan oleh Karuhun (Leluhur).

Kelestarian dalam masyarakat adat mejadikan kampung adat Cikondang sebagai salah satu objek penelitian yang dimana akurasi data sangatlah penting. Disinilah tradisi dibuka dan dipaparkan dengan jujur.

4.1.1.3. Treatment

Terlampir

4.1.1.4. Narasi

Opening

VO: Cikondang, sebuah kampung yang berada diantara kemajuan zaman, tempat bernaung masyarakat yang sudah tinggal selama ratusan tahun.

VO: Dan masih banyak rahasia yang terpendam di dalamnya

VO: Ada sebuah filosofi yang dijaga sampai saat ini

VO: Budaya luar dan Adat leluhur berjalan berdampingan


(54)

54

VO: Apa rahasia di balik kampung ini, bagaimana masyarakat cikondang menjalankan adat leluhurnya, Apa warisan Leluhur Kampung Adat Cikondang.

Isi

VO: Seruan subuh menyegerakan masyarakat Cikondang untuk berbondong-bondong menuju masjid dan menunaikan sholat pertama sebelum memulai hari.

VO: Kampung Cikondang, sebuah kampung yang letaknya tidak jauh dari pusat kota Bandung. Berada di kaki Gunung Tilu, di sebuah bukit, tepatnya di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan.

VO: Seperti halnya Kampung – kampung Adat yang ada di negeri ini, Kampung Adat Cikondang pun mempunyai sejarahnya tersendiri.

VO: Kampung ini, tidak berbeda dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Namun, keunikan apa yang dimiliki oleh Kampung Adat Cikondang.

VO: Keunikan yang dimiliki oleh Kampung Adat Cikondang dalam beberapa tahun kebelakang mulai dilirik oleh orang-orang yang peduli ataupun yang hanya tertarik untuk melihatnya. Termasuk pihak pemerintah.

VO: Salah satu keunikan yang ada dikampung Adat Cikondang adalah Rumah adat. Rumah Adat


(55)

55

Cikondang tidak jauh berbeda dengan rumah adat lainnya.

VO: Salah satu keunikan yang dimiliki oleh Kampung Adat Cikondang adalah masih adanya 1 Rumah tradisional yang sudah berusia 350 tahun. Rumah ini digunakan sebagai tempat tinggal kuncen dan pusat kegiatan adat Kampung Cikondang.Dikarenakan keaslian bentuk dan arsitektur rumah ini yang selanjutnya rumah ini disebut rumah adat.

VO: Selain tempat tinggal kuncen, Rumah Adat ini dijadikan juga sebagai pusat kegiatan adat Kampung Adat Cikondang.

VO: Seorang Kuncen tidak diangkat oleh masyarakat adat, tetapi melalui ritual khusus yang dilakukan oleh para tetua atau sesepuh adat. Menjadi seorang kuncen, berarti harus sudah siap untuk melaksanakan kewajiban seorang kuncen dan mematuhi peraturan adat.

VO: Kuncen merupakan komponen penting dalam

pelaksanaan adat. Beliau bertugas “menjaga”

keberadaan adat dan sebagai juru kunci.

VO: Ritual adat pada kampung adat cikondang terdiri dari beberapa upacara. Salah satunya adalah wuku taun atau perayaan tahun baru Islam.

VO: Proses persiapan Wuku Taun dari awal hingga puncak Wuku Taun berlangsung selama lima belas


(56)

56

hari pada awal bulan Muharram. Tumpeng sudah terkumpul, para sesepuh dan tamu undanganpun sudah duduk siap di dalam rumah adat.Inilah saatnya kuncen memulai acara syukuran sebagai puncak dari upacara wuku taun.

VO: Seni Beluk adalah salah satu seni yang masih dipelihara dan dilakukan di Kampung Adat Cikondang.

VO: keterampilan dalam mengolah dan bermain vokal didukung dengan kekompakan dalam menyambung cerita merupakan keindahan dari pelaku beluk.

VO: Kaman mengadakan tradisi beluk untuk menyambut 40 harinya kelahiran bayi. Wawacan dilantunkan secara bersahutan oleh beberapa orang juru beluk.

VO: Beluk merupakan hasil karya bersama dari para pelaku beluk yang saling mengisi dan bekerjasama dalam membangun wawacan Beluk.

VO: Beluk membawakan berbagai macam cerita yang terdiri dari berbagai kesusastraan.

VO: dan memiliki amanah-amanah yang ditujukan kepada semua lapisan masyarakat.

VO: Beluk adalah ciri khas Kampung Adat Cikondang yang dibawakan oleh masyarakat adat Kampung Adat Cikondang


(57)

57

VO: Keharmonisan antar warga di Kampung Adat Cikondang tak lepas dari ketaatan mereka terhadap agama dan masih memegang teguh filosofi hidup yang telah diwariskan secara tutun temurun dari para leluhur. Filosofi itu yakni Ucap Lampah dan Paripolah.

VO: Dibalik kehidupan masyarakat Kampung Adat Cikondang yang tidak berbeda dengan kampung- kampung disekitarnya, ternyata mereka masih menjalankan dan memegang teguh aturan adat yang telah diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun.

Ending

VO: Tradisi adat yang masih ada dan dijaga oleh masyarakat Kampung Adat Cikondang merupakan bagian dari keanekaragaman budaya yang menjadi sumber kekayaan yang sangat berharga dalam memperkaya kebudayaan nasional.

4.1.2. Produksi

Produksi adalah masa pelaksanaan eksekusi sebuah karya audio visual yang didalamnya mencakup proses persiapan peralatan, survey lokasi, survey narasumber, penggunaan keuangan, pembuatan jadwal dan pelaksanaan perekaman karya audio visual tersebut.


(58)

58 4.1.2.1. Jadwal Shooting

4.1.2.2. Peralatan dan Perlengkapan

1. Tradisi Ziarah Kubur Idul Fitri - Waktu dan Tempat

Waktu : 12 September 2010

Tempat : Makam Keramat Kampung Adat Cikondang

Syuting Sept Okt Nov Des Jan Footage

-Rumah Adat

-Masy arakat

-Lingkung an

Upacara -Ziarah Kubur

-Wuku Taun

Interview -Kepala Desa

-Kaman -Djuhana -Rosyid


(59)

59 - Peralatan

1. Kamera PD 1000/XL 1/ MD10000 1 buah 2. Kamera DSLR Canon 1 buah 3. Tripod Kamera Video 1 buah

4. Flash Light 1 buah

5. Kaset Mini DV 2 buah

6. Baterai Flash Light (AA) 4 buah

- Kru Produksi

Cameraman : 2 Orang Photographer : 2 Orang

2. Syuting Tempat Wisata (Kampung Cikondang, Cadas Gantung, Curug, Bumi Adat, Hutan Keramat, Sawah Keramat, Makam Keramat, Lisung Lulugu dan PLTA)

- Waktu dan Tempat

Waktu : 13 – 14 Januari 2011 Tempat : Kampung Cikondang

Cadas Gantung Curug Ciruntah Bumi Adat Hutan Keramat Sawah Keramat Makam Keramat PLTA

- Peralatan

1. Kamera Sony HDV 10000 1 buah 2. Kamera DSLR Canon 1 buah


(60)

60 3. Tripod Kamera Video 1 buah

4. Monopod 1 buah

5. Flash Light 1 buah

6. Kaset Mini DV 5 buah

7. Baterai Flash Light (AA) 4 buah

- Kru Produksi

Cameraman : 2 Orang Photographer : 2 Orang Guide : 1 Orang

3. Syuting Kesenian - Waktu dan Tempat

Waktu : 1 – 2 Oktober 2010

Tempat : Kampung Adat Cikondang

- Peralatan

1. Kamera Sony HDV10000 1 buah 2. Kamera DSLR Canon 1 buah 3. Tripod Kamera Video 1 buah

4. Monopod 1 buah

5. Flash Light 1 buah

6. Kaset Mini DV 5 buah

7. Baterai Flash Light (AA) 4 buah 8. Lighting 1000/500 watt 2 buah 9. Blue Screen +/- 5m 1 buah 10. Tiang Blue Screen 1 Pasang

11. Laptop 1 buah


(61)

61 - Kru Produksi

Cameraman : 2 Orang Photographer : 2 Orang Guide : 1 Orang

4. Syuting Hasil Karya Masyarakat Cikondang - Waktu dan Tempat

Waktu : 9 Oktober 2010

Tempat : Kampung Adat Cikondang

- Peralatan

1. Kamera Sony HDV10000 1 buah 2. Kamera DSLR Canon 1 buah 3. Tripod Kamera Video 1 buah

4. Monopod 1 buah

5. Flash Light 1 buah

6. Kaset Mini DV 5 buah

7. Baterai Flash Light (AA) 4 buah 8. Lighting 500 watt 1 buah

- Kru Produksi

Cameraman : 2 Orang Photographer : 2 Orang

5. Wuku Taun

- Waktu dan Tempat Waktu :

Tempat : Kampung adat Cikondang & Bumi Adat.

- Peralatan


(62)

62

2. Kaset Mini DV 4 buah

- Kru Produksi

Cameraman : 2 Orang Photographer : 2 Orang e

6. Stockshoot

- Waktu dan Tempat Waktu :

Tempat : Kampung adat Cikondang & Bumi Adat

- Peralatan

1. Kamera Sony HDV10000 1 buah 2. Kamera DSLR Canon 1 buah 3. Tripod Kamera Video 1 buah

4. Monopod 1 buah

5. Flash Light 1 buah

6. Kaset Mini DV 5 buah

7. Baterai Flash Light (AA) 4 buah 8. Lighting 500 watt 1 buah

- Kru Produksi

Cameraman : 2 Orang Photographer : 2 Orang Guide : 1 Orang


(63)

63

4.1.3. Pasca Produksi

Pasca produksi adalah pengeditan sebuah karya audio visual dengan menggunakan software tertentu pada computer yang didalamnya mencakup proses capturing, pemotongan scene, pemilihan scene baik dan tidak baik, penggabungan scene, pemberian transisi, proses color correction, pemberian efek dan proses rendering dari karya audio visual tersebut.

Metode editing yang digunakan adalah Dynamic Cutting, yaitu penyambungan dua buah adegan yang tidak memiliki kesinambungan. Sedangkan untuk teknik editing digunakan Pararel Cutting yaitu perangkaian adegan yang memilki persamaan waktu biasanya pada footage dan Cross Cutting

yaitu perangkaian adegan yang tidak bersamaan waktu biasanya pada testimoni.

Tahapan editing film dokumenter baru bisa dibentuk di proses editing. Sutradara dan Penulis harus melihat semua hasil shooting baru bisa membentuk film. Sementara kita melakukan ini, proses capture / digitize bisa dilakukan setelah itu pencatatan dan pemilihan gambar berdasarkan time code yang ada pada masing-masing kaset. Setelah itu masuk pada tahapan fine cut yang dimana susunan gambar telah ada dan mengikuti treatment yang kemudian ditambahkan Visual Graphic seperti teks dan Sound Mixing meliputi dialog, backsound dan efek suara. Tahapan terakhir adalah married print ketika penggabungan suara dan gambar yang ada telah membentuk cerita dan menjadi satu kesatuan sehingga dapat di-render dan menjadi master film.


(64)

64 4.2. Media

4.2.1. Film Dokumenter

Ukuran/Jenis : DVD file Material : Digital Teknik Produksi : Burn

Alasan : Film non fiksi yang dapat memaparkan fakta mengenai Kampung Adat Cikondang

4.2.2. Trailer

Ukuran/Jenis : DVD file Material : Digital Teknik Produksi : Burn

Alasan : mempromosikan film

4.2.3. Teaser

Ukuran/Jenis : DVD file Material : Digital Teknik Produksi : Burn


(65)

65 4.2.4. Poster

Ukuran/Jenis : A2

Material : Art Paper Teknik Produksi : Offset

Alasan : menginformasikan film Penempatan : Outdoor dan Indoor

4.2.5. Billboard

Ukuran/Jenis : 2 x 3 meter Material : Frontlite Teknik Produksi : Offset


(66)

66 Penempatan : Outdoor

Lokasi : Jalan-jalan utama Format : Vertikal

4.2.6. DVD Booklet

Ukuran/Jenis : A5

Material : Art Paper 260 gr Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : menginformasikan film Penempatan : didalam DVD Case Format : Vertikal

4.2.7. DVD Case

Ukuran/Jenis : A5 untuk kemasan Material : Art Paper

Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : menginformasikan film Format : Vertikal


(67)

67 4.2.8. DVD Sticker

Ukuran/Jenis : Diameter 12 cm untuk DVD Sticker Material : Kertas Sticker manila

Teknik Produksi : Digital Printing Alasan : cover dari DVD

4.2.9. Kemasan DVD Case

Ukuran/Jenis : A3

Material : Art Paper laminasi Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : pelindung DVD Case

4.2.10. Spanduk

Ukuran/Jenis : 4 x 1,5 meter Material : Frontlite


(68)

68 Teknik Produksi : Offset

Alasan : menginformasikan film Penempatan : Outdoor

Lokasi : Jalan-jalan utama Format : Horizontal

4.2.11. Miniatur Rumah Adat

Ukuran/Jenis : Miniatur

Material : Kayu, bambu, ijuk, Karton dan Pulp. Teknik Produksi : Handcraft

Alasan : visualisasi replika rumah adat

4.2.12. Pin

Material : Inkjet Paper Teknik Produksi : offset


(69)

69 4.2.13. T-Shirt

Ukuran/Jenis : All Size Material : Katun Teknik Produksi : Sablon Alasan : asesories

4.2.14. Sticker


(70)

70 Material : Clear sticker paper

Teknik Produksi : offset

Alasan : dapat ditempelkan dimana saja


(71)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN FILM DOKUMENTER

KAMPUNG ADAT CIKONDANG

DK 38315 Tugas Akhir Semester I 2010/211

Disusun oleh: Andi Ruswandi NIM:

51907802

Program Studi

Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(72)

71 DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Buddhiracana. (1997). Jurnal Ilmiah Sejarah dan Budaya, Volume I Nomor 3. Bandung: BKSNT Bandung.

Dayakisni, Tri. (2008). Psikologi Lintas Budaya. Malang : UMM Press.

Heuken, A. (1988). Ensiklopedi Populer Pembangunan Pancasila. Jakarta: Sarana Sajati.

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Mantra, I.B. (1996). Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar: Yayasan Dharma Sastra.

Mustapa, Hasan. (1999). Adat Istiadat Sunda. Bandung.

Pitana, I Gede, (1994). Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali, Denpasar: Bali Post

Purnama, Yuzar, dkk.(1999). Seleh Taun Mapag Taun: Tinjauan Nilai Budaya. Bandung: Depdikbud.


(73)

72 Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soelaiman, M. Munandar.(1998). Dinamika Masyarakat Transisi. Cetakan-1.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suganda, Akip P. (1982). Upacara Adat di Pasundan. Bandung: Sumur Bandung.

Suyono, Ariyono. (1985). Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Makalah:

Wibisana, Wahyu. 1991. Peranan Keluarga dalam Penanaman Kesadaran Nilai Budaya. Bandung.

Dokumen:

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasaa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Internet:

Badan Perpustakaan Arsip dan Pengembangan Sistem Informasi Bandung.

(22 Februari 2010). Rumah Adat Cikondang.

http://arsip.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i d=103:rumahadatcikondang&catid=47:penelusuran-arsip&Itemid=85. Akses 11 Mei 2010.


(74)

73 Barus, Frino B. (27 April 2007). Merekam Kota. http://beritaseni.com/2007/04/merekam-kota/. Akses 11 Mei 2010.

Kadarisman Diana. (18 Juni 2010). Situs Lintasan Sejarah Kebudayaan. .http://bataviase.co.id/detailberita-10478915.html. Akses 21 Juni 2010.

Kurnia, Kiki. (8 Februari 2009). Kesetiaan pada Adat di Kampung Cikondang. http://klikgalamedia.com/indexnews.php?wartakode=20090118151927&idkol om=nyukcrukgalur. Akses 11 Mei 2010.

Suganda, Her. (19 Juni 2010). Para Penjaga Hutan Lindung dari Cikondang. http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/05/05391940/para.penjaga.hutan. lindung.dari.cikondang. Akses 21 Juni 2010.

Website Resmi Kabupaten Bandung. (14 Maret 2008). Pesona di Balik Kemistisan Bandung.

http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id= 1201&Itemid=22. Akses 11 Mei 2010.

Wiyana Dwi. (13 September 2008). Julang Ngapak Terakhir di Cikondang. (.http://www.korantempo.com/korantempo/cetak/2008/09/13/Suplemen/krn.2 0080913.142257.id.html. Akses 11 Mei 2010.


(75)

(76)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Andi Ruswandi lahir di Bandung 13 Maret 1983 dari pasangan Wawan Gunawan dan Nurjanah. Merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Telah menyelesaikan studi tingkat dasar di SDN Lamajang 3 Pangalengan, SMP Pasundan 1 Bandung, SMA Pasundan 3 Bandung dan menempuh pendidikan terakhir pada program studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Desain UNIKOM Bandung.

Sebelum menyelesaikan studi akhir di UNIKOM Bandung, penulis pernah mengenyam pendidikan di ARS International University program studi yang sama yaitu Desain Komunikasi Vusual Fakultas Seni dan Desain. Tapi, karena ketertarikan akan aktifitas seni dan desain serta budaya di luar aktifitas akademis membuat penulis memutuskan untuk berhenti sementara dari dunia akademis sampai akhirnya kembali melanjutkan pendidikannya di UNIKOM Bandung.

Ketertarikannya dalam dunia seni mengantarkan penulis untuk terus berkarya dan berperan aktif dalam dunia seni dan desain. Hal ini terbukti selama menempuh studi penulis pernah menjadi Juara 1 Lomba Lukis 9 Pilar di Pizet Mall, finalis lomba mural di Ciwalk Bandung juga telah merampungkan beberapa film indi, diantaranya yang berjudul Lolly Pop, Serangan Umum 1 Maret,Mesin Jahit Vs Rock ‘n Roll. Selain itu penulis juga pernah terlibat dalam pembuatan video clip dari The Panas Dalam band yang berjudul Rintihan Kuntilanak. Seorang pemuda asli Bandung yang mempunyai hoby outbond, jajan, nonton film dan main game pc, juga pernah aktif dalam kegiatan seni teater, diantaranya menjadi pelatih di teater Djejak


(77)

ARS International University, Stage ART dan dokumentasi di teater Senapati Bandung. Dalam bidang Broadcast penulis juga pernah terlibat dalam acara Konser Penyanyi Jalanan (KPJ) Bandung.

Saat ini penulis berprofesi sebagai Graphic Designer, Camera Person dan Video Editor untuk salah satu perusahaan broadcast di Bandung. Obsesinya untuk menjadi seorang expert dalam bidang Motion Graphic membuat dia terus belajar sampai saat ini. Bagi yang ingin berbagi ilmu dengan penulis silahkan e-mail ke a.ruswandi@rocketmail.com, www.facebook.com/undhee, someonesaysan.blogspot.com atau follow @undhee.


(78)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sampai saat ini serta terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini sebagai mana telah ditugaskan pada penulis sebgai pelengkap dari Mata Kuliah Tugas Akhir.

Pengalaman yang penulis dapatkan selama melakukan penelitian member tantangan baru dan pengalaman yang tidak terkira. Banyak suka duka yang penulis alami. Perancangan yang penulis buat selama kurang lebih enam bulan mengikuti tata cara pelaksanaan penelitian dan menggunakan strategi perancangan yang diarahkan kepada hasil akhir sistem informasi dalam membuat karya Film Dokumenter Kampung Adat Cikondang dan secara berkala dibimbing oleh Dosen Pembimbing dan konsultasi kepada Konsultan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada Dosen Pembimbing, Koordinator Tugas Akhir dan pihak lain yang membaca laporan ini harap memaklumi apabila banyak kekurangan dan kesalahan. Semoga ada manfaatnya yang dapat penulis sumbangkan.

Bandung, 11 Februari 2011


(79)

(1)

73 Barus, Frino B. (27 April 2007). Merekam Kota. http://beritaseni.com/2007/04/merekam-kota/. Akses 11 Mei 2010.

Kadarisman Diana. (18 Juni 2010). Situs Lintasan Sejarah Kebudayaan. .http://bataviase.co.id/detailberita-10478915.html. Akses 21 Juni 2010.

Kurnia, Kiki. (8 Februari 2009). Kesetiaan pada Adat di Kampung Cikondang. http://klikgalamedia.com/indexnews.php?wartakode=20090118151927&idkol om=nyukcrukgalur. Akses 11 Mei 2010.

Suganda, Her. (19 Juni 2010). Para Penjaga Hutan Lindung dari Cikondang. http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/05/05391940/para.penjaga.hutan. lindung.dari.cikondang. Akses 21 Juni 2010.

Website Resmi Kabupaten Bandung. (14 Maret 2008). Pesona di Balik Kemistisan Bandung.

http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id= 1201&Itemid=22. Akses 11 Mei 2010.

Wiyana Dwi. (13 September 2008). Julang Ngapak Terakhir di Cikondang. (.http://www.korantempo.com/korantempo/cetak/2008/09/13/Suplemen/krn.2 0080913.142257.id.html. Akses 11 Mei 2010.


(2)

(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Andi Ruswandi lahir di Bandung 13 Maret 1983 dari pasangan Wawan Gunawan dan Nurjanah. Merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Telah menyelesaikan studi tingkat dasar di SDN Lamajang 3 Pangalengan, SMP Pasundan 1 Bandung, SMA Pasundan 3 Bandung dan menempuh pendidikan terakhir pada program studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Desain UNIKOM Bandung.

Sebelum menyelesaikan studi akhir di UNIKOM Bandung, penulis pernah mengenyam pendidikan di ARS International University program studi yang sama yaitu Desain Komunikasi Vusual Fakultas Seni dan Desain. Tapi, karena ketertarikan akan aktifitas seni dan desain serta budaya di luar aktifitas akademis membuat penulis memutuskan untuk berhenti sementara dari dunia akademis sampai akhirnya kembali melanjutkan pendidikannya di UNIKOM Bandung.

Ketertarikannya dalam dunia seni mengantarkan penulis untuk terus berkarya dan berperan aktif dalam dunia seni dan desain. Hal ini terbukti selama menempuh studi penulis pernah menjadi Juara 1 Lomba Lukis 9 Pilar di Pizet Mall, finalis lomba mural di Ciwalk Bandung juga telah merampungkan beberapa film indi, diantaranya yang berjudul Lolly Pop, Serangan Umum 1 Maret,Mesin Jahit Vs Rock ‘n Roll. Selain itu penulis juga pernah terlibat dalam pembuatan video clip dari The Panas Dalam band yang berjudul Rintihan Kuntilanak. Seorang pemuda asli Bandung yang mempunyai hoby outbond, jajan, nonton film dan main game pc, juga pernah aktif dalam kegiatan seni teater, diantaranya menjadi pelatih di teater Djejak


(4)

ARS International University, Stage ART dan dokumentasi di teater Senapati Bandung. Dalam bidang Broadcast penulis juga pernah terlibat dalam acara Konser Penyanyi Jalanan (KPJ) Bandung.

Saat ini penulis berprofesi sebagai Graphic Designer, Camera Person dan Video Editor untuk salah satu perusahaan broadcast di Bandung. Obsesinya untuk menjadi seorang expert dalam bidang Motion Graphic membuat dia terus belajar sampai saat ini. Bagi yang ingin berbagi ilmu dengan penulis silahkan e-mail ke a.ruswandi@rocketmail.com, www.facebook.com/undhee, someonesaysan.blogspot.com atau follow @undhee.


(5)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sampai saat ini serta terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini sebagai mana telah ditugaskan pada penulis sebgai pelengkap dari Mata Kuliah Tugas Akhir.

Pengalaman yang penulis dapatkan selama melakukan penelitian member tantangan baru dan pengalaman yang tidak terkira. Banyak suka duka yang penulis alami. Perancangan yang penulis buat selama kurang lebih enam bulan mengikuti tata cara pelaksanaan penelitian dan menggunakan strategi perancangan yang diarahkan kepada hasil akhir sistem informasi dalam membuat karya Film Dokumenter Kampung Adat Cikondang dan secara berkala dibimbing oleh Dosen Pembimbing dan konsultasi kepada Konsultan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada Dosen Pembimbing, Koordinator Tugas Akhir dan pihak lain yang membaca laporan ini harap memaklumi apabila banyak kekurangan dan kesalahan. Semoga ada manfaatnya yang dapat penulis sumbangkan.

Bandung, 11 Februari 2011


(6)