Universitas Kristen Maranatha
competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose. Bonnie
Benard, 2004 Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk dapat beradaptasi
dengan baik dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan dan banyak halangan dan rintangan. Keterampilan memecahkan masalah adalah
kemampuan guru untuk memiliki pelbagai cara yang dilakukan guna mencari jalan ke luar dari masalah yang dihadapinya. Kemandirian adalah seberapa besar
kemampuan guru untuk bertindak atas inisiatifnya sendiri tanpa bergantung pada orang lain dan merasa memiliki kemampuan untuk mengendalikan pelbagai
keadaan di sekitarnya. Tujuan ke arah masa depan yang lebih baik adalah kemampuan guru untuk mengarahkan pikiran dan tindakannya ke arah tujuan
yang ingin diraih dengan mengembangkan sikap-sikap optimistik dan kreatif bahwasanya hidupnya memiliki makna.
Guru honorer yang telah melewati periode waktu bertahun-tahun menjalani profesinya namun tidak kunjung memeroleh kepastian tentang saat
pengangkatannya sebagai guru berstatus PNS, mengindikasikan individu yang resilien. Oleh karenanya penulis berkeinginan melakukan penelitian empirik
tentang bagaimanakah gambaran resiliensi para guru honorer yang bernaung dalam asosiasi di Asosiasi Guru Honorer Indonesia AGHI Kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Pada penelitian ini ingin diketahui bagaimanakah gambaran derajat resiliensi pada Guru Honorer di Asosiasi Guru Honorer Indonesia di Kota
Bandung.
Universitas Kristen Maranatha
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud melakukan pengukuran terhadap resiliensi Guru Honorer di AGHI Kota Bandung, dengan tujuan untuk memeroleh
gambaran tentang derajat resiliensi berikut kekuatan aspek-aspeknya: kompetensi sosial, keterampilan memecahkan masalah, kemandirian, dan
tujuan masa depan yang lebih baik.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis a
Menerapkan konsep resiliensi pada guru honorer guna memeroleh pemahaman tentang fenomena ini pada Asosiasi Guru honorer Indonesia.
b Memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin mengetahui atau
meneliti lebih lanjut tentang resiliensi pada guru honorer. 1.4.2 Kegunaan Praktis
a Memberi informasi kepada pimpinan AGHI Kota Bandung mengenai
gambaran resiliensi pada guru honorer . b
Bagi para guru-guru honorer, hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang resiliensi pada dirinya, untuk ditindaklanjuti bagi
pengembangan diri.
Universitas Kristen Maranatha
1.5 Kerangka Pemikiran
Kehidupan manusia akan mengalami tahapan-tahapan perkembangan. Di setiap tahap perkembangan manusia akan memiliki tugas tersendiri. Tahap
perkembangan dimulai dari masa konsepsi, kemudian kelahiran, anak-anak, remaja, dewasa hingga akhir hayatnya. Kajian yang akan diteliti kali ini adalah
mengenai tahap perkembangan dewasa awal, yang memiliki rentang usia antara 20-40 tahun Santrock, 2002. Salah satu tugas perkembangan seseorang yang
telah memasuki masa dewasa adalah memasuki dunia kerja dan karir. Seseorang mulai mengeksplorasi kemungkinan karir yang ada dan harus siap untuk
menentukan karir yang tepat bagi dirinya. Setelah menemukan karir yang tepat, seseorang berusaha dan bekerja keras untuk membangun dan bergerak menaiki
tangga karir. Demikian pula seorang guru menentukan pilihan untuk bekerja sebagai guru karena profesi guru merupakan profesi yang terbilang mulia diantara
pekerjaan lainnya, karena di tangan gurulah masa depan generasi penerus bangsa ini ditentukan. Maju mundurnya pendidikan juga ditentukan oleh guru .Namun di
balik tugas mulia terdapat kondisi nyata bahwa sebagian besar guru di Indonesia masih berstatus guru honorer.
Guru honorer adalah guru tidak tetap yang belum berstatus minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, dan memeroleh honor yang jauh dari layak.
Guru honorer rela mengabdi sebagai tenaga sukarela demi diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil melalui jalur honorer, atau menunggu peluang untuk
lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil formasi umum. Situasi demikian juga dialami oleh guru-guru honorer yang tergabung dalam AGHI Kota Bandung.
Universitas Kristen Maranatha
Selama bertahun-tahun bekerja sebagai guru honorer, para guru anggota AGHI Kota Bandung merasa bangga karena pekerjaannya masih dipandang
positif, terhormat, dan mulia oleh sebagian anggota masyarakat. Profesi guru merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat melalui jalur pendidikan, yang
oleh karenanya guru memeroleh predikat sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Akan tetapi di sisi lain, para guru honorer mengalami kendala yang cukup besar di
dalam melaksanakan tugas mulia tersebut. Kendala ini terutama bermula dari keberadaan statusnya yang tidak
kunjung berubah, yaitu juga mengalami pengangkatan menjadi guru PNS padahal telah menjalankan beban tugas dan tanggung jawab yang setara dengan guru PNS.
Bahkan tidak jarang, guru honorer harus mengerjakan tugas di luar tanggung jawabnya sebagai guru. Selain itu status sebagai guru honorer tidak memberikan
kepuasan secara moril maupun materil. Padahal sebagai manusia pada umumnya, guru honorer didesak oleh pelbagai kebutuhan hidup yang sedikit banyak dapat
diatasi bila status kepegawaiannya menjadi jelas,misalnya berhasil diangkat sebagai PNS setelah sekian lama mengabdikan dirinya sebagai guru honorer.
Ketidakjelasan status sebagai guru honorer ini dianggap memberikan ancaman terhadap kehidupannya, termasuk masalah kesejahteraan, persoalan yang
terkait dengan kepastian masa depan karir, dan masa depan keluarganya. Oleh karena itu ketidakjelasan status ini dapat dihayati sebagai keadaan tidak
menyenangkan, ketidaknyamanan, dan ketidakberuntungan yang kesemuanya dapat dikategorikan sebagai situasi adversity. Individu yang berada dalam situasi
kurang menguntungkan atau kurang nyaman, atau kurang menyenangkan ini akan
Universitas Kristen Maranatha
berupaya untuk beradaptasi. Kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap situasi yang menekan atau tidak menyenangkan dalam kehidupannya merupakan
manifestasi dari resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan universal yang dimiliki oleh semua
orang Bonnie Benard, 2004. Kemampuan untuk resilien ini dapat dilihat dari
empat kategori yang ada dalam “Personal Strength” atau manifestasi dari resiliensi, yakni kompetensi Sosial, keterampilan memecahkan masalah,
kemandirian , dan tujuan dan masa depan yang lebih baik Bonnie Benard, 2004.
Jika kekuatan resiliensi ini diterapkan pada guru honorer maka dapat digunakan untuk melihat berbagai kemungkinan dari pengembangan yang ingin dicapai oleh
guru honorer, yang berkaitan dengan kebijakan, dukungan, dan peluang yang tersedia.
Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan dan banyak
halangan dan rintangan. Dalam kompetensi sosial terdapat empat sub aspek yaitu responsiveness, communication, empathy and caring, compassion, altruism, and
forgiveness. Responsiveness adalah kemampuan guru honorer mendapatkan respon dari orang lain dan beradaptasi dengan lingkungannya. Communication
adalah kemampuan guru honorer membangun hubungan interpersonal dalam membangun relationship. Empathy and caring adalah kemampuan guru honorer
mengetahui apa yang dirasakan orang lain , memahami prespektif orang lain, dan memperhatikan orang disekitarnya. Compassion, altruism, dan forgiveness adalah
kemampuan guru honorer bertanggung jawab, memiliki solusi dalam menghadapi
Universitas Kristen Maranatha
konflik, dan keinginan atau kemauan untuk memperhatikan dan menolong orang yang membutuhkan bantuan.
Keterampilan memecahkan masalah merujuk pada pelbagai cara yang
dilakukan guru honorer guna mencari jalan ke luar dari masalah yang dihadapinya. Keterampilan memecahkan masalah ini memiliki empat subaspek, yaitu Planning,
Flexibility, Resourcefulness, dan critical thinking insight. Planning adalah kemampuan guru honorer untuk menetapkan atau menyusun langkah-langkah
bagi masa depannya. Flexibility adalah kemampuan guru honorer untuk dapat melihat pilihan-pilhan penyelesaian yang tersedia atas masalah yang tengah
dihadapi dan mengupayakan pilihan terbaik. Resourcefulness adalah kemampuan guru honorer mengenali sumber daya eksternal dan sumber-sumber dukungan atas
masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Critical thinking insight adalah kemampuan berpikir, kebiasaan analitik, dan pendapat tetang pemahaman suatu
konteks. Critical thinking and insight adalah bagian dari keterampilan memecahkan masalah yang muncul apabila seseorang dihadapkan pada situasi
nyata sehingga pernyataan-pernyataan yang ditampilkan dalam bentuk item tidak bisa mengukur keterampilan ini secara nyata.
Kemandirian merujuk pada seberapa besar kemampuan responden bertindak atas inisiatifnya sendiri tanpa bergantung pada orang lain dan merasa
memiliki kemampuan untuk mengendalikan pelbagai keadaan di sekitarnya. Kemandirian ini memiliki enam sub aspek, yaitu Positive Identity, Internal Locus
of Control and Initiative, Self-Efficacy and Mastery, Adaptive distancing resistence, Self awareness mindfulness, dan humor. Positive Identity adalah
Universitas Kristen Maranatha
kemampuan guru honorer memberikan penilaian atas diri dan kapasitasnya secara menyeluruh. Internal Locus of Control and Initiative adalah kemampuan guru
honorer menilai seberapa besar kemampuannya untuk mengendalikan kejadian dalam kehidupannya berdasarkan kekuatan yang dimilikinya sendiri dan
berinisiatif atas dasar kekuatan internalnya. Self-Efficacy and Mastery adalah keyakinan guru honorer akan kemampuannya dan merasa berkompeten dalam
mengendalikan kehidupannya. Adaptive distancing resistence adalah kemampuan secara emosional untuk melepaskan diri dari orangtua dan sekolah. Adaptive
distancing resistence bisa digali jika penulis memilih data tentang latar belakang keluarga responden, khususnya apabila responden tumbuh dan berkembang dalam
keluarga bermasalah. Akan tetapi mengingat data yang dimaksud tidak dimiliki maka penulis tidak menggali data ini. Self awareness mindfulness adalah
kemampuan mengamati apa yang dipikirkan orang lain, memerhatikan suasana hati, dan kebutuhan seseorang yang tampak tanpa melibatkan emosi. Self
awareness mindfulness merupakan bagian dari kecerdasan emosional, sehingga untuk melakukan pengukuran terhadap sub aspek ini perlu memerhitungkan
banyak kualitas yang tercakup di dalam kecerdasan emosional. Banyaknya kualitas yang harus diperhitungkan mengakibatkan item harus diturunkan menjadi
tidak sederhana, sehingga penulis memutuskan untuk tidak mengukurnya. Humor membantu mengubah kemarahan dan kesedihan menjadi kegembiraan. Humor
menghendaki situasi yang konkrit, humor tidak muncul dalam situasi yang disajikan melalui pernyataan. Itu pula sebabnya sub aspek humor tidak diukur
dalam penelitian ini.
Universitas Kristen Maranatha
Tujuan dan masa depan yang lebih baik merujuk pada kemampuan guru honorer menghayati memiliki kekuatan internal untuk mengarahkan pikiran dan
tindakannya ke arah tujuan yang ingin diraih. Tujuan dan masa depan yang lebih baik ini memiliki empat sub aspek, yaitu Goal Direction, Achievement Motivation,
and Educational Aspirations, Optimism and Hope, Special, interest, creativity, and imagination, dan Faith spirituality sense of meaning. Goal Direction,
Achievement Motivation, and Educational Aspirations adalah kemampuan guru honorer merencanakan dan menyelesaikan sebuah masalah dengan suatu motivasi
untuk menyikapi situasi dan isu yang ada, yang diarahkan untuk mencapai kesuksesan dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru. Optimism and
Hope adalah kemampuan guru honorer mengembangkan sikap-sikap optimistik untuk mencapai tujuan masa depan yang ingin diraih. Special interest,
creativity,and imagination adalah ketertarikan individu secara khusus terhadap sesuatu, kreativitas adalah kemampuan berpikir orisinal dan berbeda, dan
imajinasi adalah kemampuan membayangkan sesuatu yang abstrak. Bertolak dari pengertian ketiganya, memberikan pemahaman kepada penulis bahwa ketiganya
tidak memungkinkan untuk diukur hanya melalui item melainkan memerlukan pengukuran tersendiri. Oleh karenanya, penulis memutuskan untuk tidak
melakukan pengukurannya pada kesempatan ini. Faith, spirituality,and sense of meaning adalah menggambarkan kekuatan individu yang berasal dari agama,
individu yang lain mendapat manfaat dari kerohanian atau iman secara umum, dan mencapai suatu stabilitas jawaban pribadi. Faith, spirituality, and sense of
meaning merupakan kekuatan pribadi yang merepresentasikan kualitas
Universitas Kristen Maranatha
transfornasional tentang keyakinan akan satu kekuatan di luar dirinya, yang besar, dan tidak terbantahkan. Keadaan ini tidak cukup dapat diatasi melalui pernyataan
dari item yang mengukur ketiga sub aspek ini, melainkan di tengah situasi yang tidak menentukan responden harus berbuat nyata untuk mengatasi keadaaanya.
Guru honorer dihadapkan pada keadaan adversity berupa ketidakjelasan tentang bilakah status kepegawaiannya akan terselesaikan. Status kepegawaian
yang tidak jelas ini berbanding lurus dengan perolehan penghasilan yang sangat kecil dan belum tentu secara rutin dapat diterima setiap bulan. Disisi lain, guru
honorer berada dalam keadaan terancam setiap saat diputus hubungan kerjanya oleh pihak kepala sekolah dengan pelbagai alasan, atau bisa saja terjadi posisinya
digantikan oleh guru lain. Kemampuan guru honorer untuk beradaptasi terhadap situasi yang tidak
menyenangkan ini akan tercermin melalui ke empat kategori atau aspek yang ada di dalam resiliensi. Guru honorer yang resilien berarti mampu memerlihatkan
kompetensi sosial , yang diekpresikan melalui kemampuan untuk saling menjaga hubungan antar sesama profesi guru ditunjang dengan aspek kemandirian dirinya
berupa pengetahuan dan kompetensi yang membuat guru honorer yakin terhadap profesi pilihannya , meskipun dihadapkan dengan berbagai adversity yang ada.
Kenyataan itu tidak menghalanginya untuk tetap memiliki kontrol sehingga guru honorer dapat terus berpikiran positif dan optimistis terhadap
kemampuannya. Melalui kemandirian yang dimilikinya guru honorer seutuhnya dapat melaksanakan pelbagai hal yang ingin dilakukannya berkaitan dengan tugas
Universitas Kristen Maranatha
dan tanggung jawabnya karena memiliki ketertarikan dan komitmen atas keberadaannya sebagai guru honorer.
Berlandaskan kemandirian tersebut guru honorer akan membangun tujuan masa depan yang lebih baik yang merupakan kekuatan untuk mengarahkan
goal secara optimis dan kreatif yang berkaitan dengan penyusunan rencana- rencana untuk mencapai tujuannya menjadi PNS dan keterampilan memecahkan
masalah untuk menghadapi adversity yang dialami guru honorer seperti memberi kontribusi positif untuk sekolah, mengikuti tes-tes CPNS, memerbaharui ilmu
pengetahuannya, dan memupuk rasa optimis bahwa tujuannya pasti akan tercapai. Ini dapat berjalan baik bila ditunjang oleh kompetensi sosial guru honorer.
Ditunjang kompetensi sosial, guru honorer dapat memanfaatkan lingkungan sekitar yang dirasa dapat mendukung pemecahan masalahnya dan
dapat beradaptasi secara positif. Misalnya dengan membangun komunikasi yang baik antar sesama guru dan antar guru dengan siswa , maka dapat terjadi
pemerbaharuan ilmu pengetahuan serta memperkuat kompetensi guru honorer sehingga guru honorer dapat mendidik siswanya supaya lebih berkembang, guru
honorer juga mendapat pertukaran informasi seputar proses pengangkatan CPNS, berbagi pengalaman hidup seputar nasib menjadi guru honorer sehingga bisa lebih
termotivasi memerjuangkan statusnya untuk menjadi PNS, lebih mensyukuri keadaan dirinya dan mengubah adversity yang dialaminya menjadi bentuk ibadah
serta pengabdian sebagai pahlawan tanda jasa. Paparan ini mencerminkan guru honorer yang memiliki resiliensi tinggi.
Universitas Kristen Maranatha
Keadaan berkebalikan dari kondisi di atas merupakan gambaran dari resiliensi yang rendah. Guru honorer dengan resiliensi rendah akan sulit untuk
mengembangkan kompetensi sosial ke lingkungan, kurang dapat mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, demikian pula kemandiriannya tidak dapat
berkembang sehingga kian menyulitkannya untuk menumbuhkan orientasi positif dengan tujuan-tujuan positif bagai pengembangan karirnya di masa depan.
Kemampuan resiliensi pada guru honorer tidak lepas dari factor protektif yang mempengaruhinya yaitu caring relationship, high expectations, dan
opportunities for participation and contribution yang diberikan melalui keluarga sekolah dan lingkungan Bernad,2004. Disisi lain, teori resiliensi juga
memerhitungkan faktor risiko. Faktor risiko merujuk pada pelbagai keadaan yang ada dalam kehidupan seseorang, yang dapat meningkatkan peluangnya untuk
merasakan tekanan akibat situasi adversity. Dalam hal ini, faktor risiko pada guru honorer adalah keluarga dan sekolah tempat guru honorer mengabdikan dirinya
sebagai guru. Dalam penelitian ini, penulis tidak meneliti faktor risiko, mengingat faktor
risiko sebenarnya telah menyatu dengan guru honorer sehubungan dengan tidak diperolehnya kesempatan untuk diangkat sebagai guru PNS. Sebagai kelengkapan
data penelitian, penulis menggali data sosio-demografik. Data sosiodemografik tidak diturunkan melalui landasan konseptual, melainkan besumber dari segala
sesuatu yang berkaitan dengan guru honorer sebagai pribadi. Data sosiodemografik juga tidak diposisikan sebagai factor yang memengaruhi,
melainkan sebagai data untuk mendapatkan gambaran komprenhensif tentang
Universitas Kristen Maranatha
responden yang diteliti. Adapun data sosiodemografi yang dijaring adalah jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, status perkawinan, pekerjaan pasangan,
lamanya menjadi guru honorer. Secara skematis, kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut :
1.6 Asumsi