1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Batasan lain mengenai usia dini pada anak berdasarkan psikologi perkembangan yaitu antara usia 0–8
tahun UUD SISDIKNAS, 2003: pasal 1 ayat 14. Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan pendidikan pra sekolah
yang mempersiapkan anak didik memasuki pendidikan sekolah dasar, bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap,
pengetahuan, ketrampilan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya PKBTK, 2004: 4. Di dalam UU No 27 Tahun 2003 tentang pendidikan prasekolah, Bab 1 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa
pendidikan pra sekolah taman kanak-kanak adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkenbangan jasmani dan rohani anak di luar
keluarganya PKBTK, 2004: 1. Anak usia Taman Kanak-kanak adalah sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Pada usia Taman Kanak-kanak dimana
2
mereka mengalami perubahan tata pergaulan sosial secara formal yang pertama, yaitu dari tata pergaulan lingkungan keluarga menuju tata pergaulan
lingkungan sekolah. Perkembangan anak usia Taman Kanak-kank merupakan proses perubahan perilaku dari tidak formal menjadi formal, dari tata
pergaulan sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi perkembangan manusia dari ketergantungan menuju mandiri yang diproyeksikan akan
menjadi orang dewasa.
Setiap individu pada setiap bangsa pasti menginginkan pendidikan. Dalam pendidikan formal yang biasanya memegang peranan utama ialah guru
yaitu mengontrol reaksi dan respons murid. Anak-anak biasanya belajar di bawah tekanan dan bila perlu dengan paksaan tertentu, kelakuannya dikuasai
dan diatur dengan berbagai aturan. Kurikulum juga ditentukan oleh petugas pendidikan, bukan oleh murid sendiri, sehingga tidak selalu bahan itu menarik
minat anak atau fungsional dalam kehidupan anak. Karena itu guru berusaha menarik minat anak, menggunakan paksaan atau macam-macam motivasi
ekstrinsik. Guru diharuskan mengganti metode dalam mengajar untuk mengatasi
kejenuhan ketika proses belajar mengajar akan berlangsung. Beberapa metode mengajar yang dapat dipilih oleh guru antara lain: metode ceramah, metode
diskusi, metode kerja kelompok, metode tanya jawab, metode karyawisata, metode sosio drama serta metode demonstrasi. Pemilihan metode ini harus
disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan, karena salah satu
3
penunjang keberhasilan pendidikan adalah penggunaan metode mengajar yang tepat.
Ahli pendidikan sependapat bahwa tidak ada satu metode mengajar pun yang dipandang paling baik, karena baik dan tidaknya metode mengajar
sangat tergantung kepada tujuan pengajaran, materi yang diajarkan, jumlah peserta didik, fasilitas penunjang, kesanggupan individual dan lain-lain.
Proses pembelajaran di TK hendaknya diselenggarakan secara menyenangkan, inspiratif, menantang, memotivasi anak untuk berpartisipasi aktif memberi
kesempatan untuk berkreasi dan kemandirian sesuai dengan tahap perkembangan fisik dan psikis anak. Oleh karena itu upaya untuk
meningkatkan interaksi sosial anak sangat penting. Pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi.
Belajar merupakan proses pribadi dan juga proses sosial ketika anak berhubungan dengan anak lainnya dalam membangun pengertian dan
pengetahuan bersama. Pengoptimalan ketrampilan anak Taman Kanak-kanak guru dapat
menggunakan metode-metode yang sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak. Guru tidak cukup hanya memberikan ceramah kepada
anak dan memberitahukannya secara lisan mengenai sesuatu, karena daya konsentrasi anak usia TK masih pendek. Selain itu kegiatan pembelajaran
yang hanya menggunakan metode ceramah tentu akan membosankan anak karena mereka masih sangat aktif bergerak.
4
Sebagai upaya mengembangkan ketrampilan sosial anak TK, guru dapat menggunakan metode bermain peran. Dengan metode bermain peran
diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan sosial anak tentunya dengan menggunakan strategi, materi dan media yang menarik sehingga mudah
diikuti oleh anak, karena dengan bermain peran anak akan memiliki kesempatan menjadi pribadi yang lain dari dirinya, maupun tokoh yang
diinginkan. Bermain peran mulai tampak sejalan dengan tumbuhnya kemampuan
anak untuk berpikir simbiolik. Dalam bermain peran bersama teman-teman sebaya akan menjadi tonggak penting dalam perkembangan sosial anak.
Melalui kegiatan bermain sosial diharapkan sifat egosentrisme anak akan semakin berkurang, dan anak secara bertahap berkembang menjadi mahkluk
sosial yang dapat bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kegiatan bermain peran ditandai dengan adanya interaksi dengan orang di
sekeliling anak, sehingga akhirnya anak mampu terlibat dalam kerjasama dalam bermain.
Seorang guru yang baik harus dapat menciptakan iklim belajar dan mengajar yang sehat dan menyenangkan dikelasnya sehingga bisa
memberikan dorongan kepada para anak didik agar mempunyai motivasi yang tinggi dan memberikan dorongan yang positif, karenanya guru harus
mengetahui metode pembelajaran yang tepat dalam perencanaan mengajarnya, agar supaya anak dapat memahami apa yang diberikan oleh gurunya secara
seksama.
5
Ketika anak berinteraksi dengan lingkungannya, ia lambat laun mendapat kesadaran akan dirinya sebagai pribadi. Ia belajar untuk
memandang dirinya sebagai obyek seperti orang lain memandang dirinya. Ia dapat membayangkan kelakuan apa yang diharapkan orang lain daripadanya.
Ia dapat mengatur kelakuannya seperti yang diharapkan orang lain daripadanya. Dengan menyadari dirinya sebagai pribadi ia dapat mencari
tempatnya dalam struktur sosial, dapat mengharapkan konsekuensi positif bila berkelakuan menurut norma-norma atau akibat negatif atas kelakuan yang
melanggar aturan. Demikianlah akhirnya ia lebih mengenal dirinya dalam lingkungan sosialnya, dapat menyesuaikan kelakuannya dengan harapan
masyarakat, dan menjadi anggota masyarakat melalui proses sosialisasi yang dilaluinya. Jadi dalam interaksi sosial itu memperoleh Self Concept atau
suatu konsep tentang dirinya. Meskipun sekolah hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab
atas pendidikan anak, namun memegang peranan yang penting dalam proses sosialisasi, salah satunya melalui metode karyawsisata. Anak mengalami
perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk sekolah. Di sekolah anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru yang
memperluas ketrampilan sosialnya. Ia juga berkenalan dengan anak yang berbagai ragam latar belakangnya dan belajar untuk menjalankan peranannya
dalam struktur sosial yang dihadapi di sekolah. Masalah yang dihadapi anak akan semakin beragam seiring meluasnya
sosialisasi yang mereka lakukan. Hal ini tentu akan menjadi sebuah
6
pengalaman baru, yang mungkin tidak mereka dapatkan ketika hanya berada dalam lingkungan keluarga. Dengan munculnya masalah-masalah tersebut
anak akan termotivasi untuk mencari jalan keluarnya. Mereka akan berfikir bagaimana cara menyelesaikan masalah yang dihadapi baik secara individu
maupun kelompok, yang mungkin saja akan berbeda dengan cara orang dewasa. Dari sinilah, pengalaman-pengalaman sosial anak hendaknya lebih
dikembangkan lagi agar kelak mereka tumbuh menjadi manusia yang berguna bagi dirinya maupun orang lain, mampu menempatkan diri dalam masyarakat,
serta manusia yang peduli sosial. Sebagai mana Tuhan Yang Maha Esa juga menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, disamping manusia sebagai
makhluk pribadi. Berkaitan dengan pemikiran di atas, penulis menganggap perlu untuk
dibahas lebih mendalam dalam bentuk skripsi yang berjudul: Upaya Meningkatkan Interaksi Sosial Melalui Metode Bermain Peran pada anak TK
Pertiwi, Kecamatan Matesih,Kabupaten Karanganyar Tahun 2012.
B. Identifikasi Masalah