Penyesuaian diri santri di Pondok Pesantren terhadap kegiatan pesantren : studi kasus di Pondok Pesantren Darunnajah

PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK
PESANTREN TERHADAP KEGIATAN
PESANTREN
Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah

Oleh
RAHMAT IRFANI
NIM : 9919016078
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1425 H / 2004 M

l?'ENYESUAIAN

nuu SANTJU DI PONDOK PESANTREN TERHADAP
KEGIATAN l'ESANTREN


Studi Knstrn di Pomlok Pcsantren Danmnajah

Skripsi :
Diajuk:rn Kepaiia Falwltas l'silw!ogi Untuk Mcmenuhi Syarat-Syarat Mencapai

Ge!ar Sarjana l'sikologt

Oleh:

nahmat Irfani

9919016078

Di bawah bimbiugan :

i'embimbing

r,
p・ュィゥ「ョエセ@


H,

t;\bdul Mujib JH. Ag
NIP. 150 283 344

NH'. 150 238 773

FAKlJLTAS PSlKOLOGI
UIN SYARlF H1HAYATULLAH JAKARTA
1425 HI 2004 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "PENYESUAIAN DIR! SANTRI DI PONDOK
PESANTREN TERHADAP KEGIATAN PESANTREN: Studi Kasus di
Pondok Pesantren Darunnajah " telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Psikologi UJN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 juni 2004.
skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 7 Juni 2004

Sidang Munaqasyah

i

I

gkap Anggota,

Sekretaris

h M. Psi.

Anggota
Pembimbif19 II

Ab ul Mujib M. Ag
NIP. 150 283 344

Penguji I


Ors. Ch . luddin. AS. MA

e guji II

. M.si

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan
rahamat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak Jupa
shalawat s,erta salam kita sampaikan kepada junjungan kita yang telah
membawa kita dari kegelapan, Nabi Besar Muhammad SAW.

Penulis menyadari banyak sekali mengalami kesulitan, hambatan serta
halangan yang dihadapi dalam rangka meyelesaikan studi dan juga skripsi
ini. Karena itulah penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu penulis menyelesaika studi dan skripsi ini.
lzinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi, lbu Dra. Hj. Netty Hartaty
2. Jbu Dra. Hj. Zahrotun Nihayah selaku Pudek Fakultas psikologi dan
juga pembimbing 1 skripsi, terima kasih atas waktu dan bimbingannya.
3. Abdul Mujib M.Ag selaku dosen pembimbing 2 yang sangat sabar dan

selalu menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh keluarga, apa, ibu atas kesabarannya serta perjuangan serta
kerja kerasnya demi tercapai cita-cita ini.
5.

saudara-saudaraku Aa Hilman Te Fitri, Te amah, ka dadang, te
eneng, ka wildan, aka, ajid, obi, eva, yang selalu memberi keceriaan

dan kegembiraan. Juga pada ponakanku yang Lucu Aa Jan dan Aa
Gib cepet gede ya sayang.
6. Bapak Abdul Rahman selaku pembimbing akademik yang siap
mendengarkan keluh kesah dari penulis.
7. Bu Tya makasih atas saran dan diskusinya sehinggga telah
membuka cakrawala pemikiran penulis.
8. Dosen-dosen fakultas Psikologi serta para staff.
9. Untuk "my tweety" terimakasih untuk kebersamaannya, kesabaran
dan dorongan yang diberikan kepada penulis. Now I wan to say that
yu're the best for me. Ft forever.
1O. untuk ustadz Rasyud Syakir terima kasih atas do'a dan dukungannya.
11. untuk adik-adik kelasku di DN, terima kasih atas tumpangan dan

datanya moga sukses aja ya ... ma anak IKPDN karim buyung hafidz

uu., aYouk , Pay ros (di tunggu undangnannya)
12. Lilis & Edho, (q'ta tunggu undangannya yah), moef ma reni kapan
konser lagi, wat risa & eva (manajer). Dewi makasih ya.... Hari
makasih beseknya, lyunk, Husni.S, Pipih, Anne, lta, LD M, Yani
makasih juga ya ... Daniel, Hudan makasih instalannya, ma Kembaran
gw moga bahagia ma Aa-nya. semua angkatan 99 terima kasih untuk
kebersamaan yang indah.

13. Buat anak kos usman (Aldi, Kodir, Awan, deni, dani) makasih atas
kebersamaannya.
14.Akhirnya terima kasih untuk semua teman -teman di fakultas psikologi
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana
layaknya, baik dari segi bahasa maupun materi yang tertuang di dalamnnya.
Besar harapan penulis laporan ini dapat berguna untuk menambah
wawasan baru dan membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca
sekalian. Amien


Jakarta september 2003

Penulis

ABSTRAK
Rahmat lrfani, Penyesuaian diri santri di pondok pesantren terhadap kegiatan
pesantren'. studi kasus di pondok pesantren Darunnajah Jakarta, Fakultas
Psikologi, Juni 2004.
Latar belakang : Penelitian ini berawal dari banyaknya santri baru yang
kurang dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan pesantren. penyesuaian
diri ini terkait dengan kegiatan, peraturan, rutinitas dan sosialisasi dengan
teman-teman di pondok pesantren. Hal yang paling utama dalam
penyesuaian diri anak adalah penerimaan dari teman teman sebaya.

Tujuan ; Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara santri
baru dalam menyesuaiakan diri dengan kegiatan pesantren yang harus
dijalaninya selama bermukim di pondok pesantren.

Subyek penelitian : subyek penelitian ini adalah santri pondok pesantren

dengan usia 11-14 tahun, menetap di pondok pesantren, baru menetap di
pondok pesantren maksimal 1 tahun, dan santri yang memiliki prestasi
belajar di kelas dengan kriteria tinggi sedang dan rendah dengan rujukan dari
raport sekolah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan
menggunakan studi kasus. Wawancara merupakan instrumen utama dalam
pengumpulan data. Sedangkan metode penunjangnya adalah observasi dan
skala penilaian berbentuk check list.
Hasil : Dalam proses penyesuaian diri santri membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kegiatan pesantren itu
terbukti pada awal masuk kepesantren banyak santri yang melanggar
peraturan pesantren, namun pasa akhirnya hal tersebut berkurang dengan
sendirinya seiring dengan proses belajar yang mereka lakukan.
Bahan bacaan 23 ( 1968-2002)

DAFTAR ISi
KATA PENGANTAR

iv


ABSTRAK

v

DAFTAR ISi

viii

DAFTAR TABEL
BABI

1-9

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

1

1.2. ldentifikasi Masalah


7

1.2.1. Pembatasan Masalah

7

1.2.2. Perumusan Masalah

7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian

8

1.3.2. Manfaat Penelitian

8


1.4. Sistematika Penulisan

BAB II

8

9

KAJIAN TEORI

10-41

2.1. Penyesuaian Diri.

10-32

2. 1. 1. Pengertian Penyesuaian Diri
2.1.2.

m。」ュMセA[ャ@

Penyesuaian Diri

2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian

10
14
18

2.1.4. Pendekatan Aliran Psikologi terhadap
Penyesuaian
2.2. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren

BAB Ill

32-41

2.2.1. Pengertian

32

2.2.2. Kegiatan di Pondok Pesantren

37

2.3. Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren.

38

METODOLOGI PENELITIAN

42-50

3.1. Desain Penelitian

42-43

3.1.1. Pendekatan
3.2. Tehnik Pengumpulan Data

BABIV

20

42
43-48

3.2.1. Metode Pengumpulan Data

43

3.2.2. Prosedur Pengumpulan Data

47

3.2.3. Tehnik Analisa Data

48

3.3. Subjek Penelitian

48

3.4. Etika Penelitian

49

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Subyek
4.2. Riwayat dan Anailis Kasus

51-75

51
52-74

4.2. 1. ldentifikasi dan Latar Belakang
Subjek Masuk Pondok Pesantren

52

BABV

4.2.2. Kesimpulan

71

4.3. Analisis Antar Kasus

74

PENUTUP

76-80

5.1. Kesimpulan

76-78

5.1.1. Gambaran Penyesuaian Diri
T erhadap Kegiatan Pesantren

76

5.1.2. Faktor yang Mempengaruhi
Penyesuaian Diri Santri
5.2. Diskusi

79

5.3. Rekomendasi

80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPI RAN

78
:''l(.:

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1
52
2. Tabel 4.2

74

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak. Meskipun
keluarga bukan sebuah lembaga pendidikan formal namun pelajaran yang
didapatkan oleh anak dari keluarga pasti akan membentuk watak dan
kepribadian anak . Hal ini terjadi karena dari keluarga anak akan belajar
mengenai hal-hal yang mendasar seperti sopan santun, agama dan
bagaimana bersikap dengan lingkungan sekitar. Nilai-nilai yang ditanamkan
oleh keluarga itu akan terpola dan tertanam di dalam diri anak dan menjadi
suatu kebiasaan. Penanaman nilai-nilai atau pelajaran dari orang tua
biasanya lebih banyak terjadi melalui proses modeling di mana anak akan
mengikuti tingkah laku atau sikap orang tuanya.

Proses modelling yang terjadi terkadang tidak disadari orang tua sehingga
anak akan meniru hal tersebut tanpa tahu apakah hal itu baik atau buruk. Hal
ini membutuhkan perhatian orang tua agar perilaku anak tidak melenceng
dari norma-norma agama dan sosial. Seiring berkembangnya usia anak
semakin bertambah pula kebutuhan anak baik secara fisik maupun psikis.
Mereka akan lebih kritis dalam menanggapi suatu hal, mereka juga akan

2

lebih memaksa jika menginginkan sesuatu. Ada orang tua yang akan tidak
langsung menuruti keinginan anaknya, dan ada juga yang langsung
memberikan segala keinginan anaknya tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
Hal ini akan membuat anak menjadi bergantung pada orang tua dan terbiasa
untuk dipenuhi segala keinginannya yang akan menjadikan anak jadi manja
,

dan tidak mandiri. Sehingga pada masa perkembangan awal anak tidak akan
mudah untuk tinggal berjauhan dengan orang tuanya.

Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak, kebutuhan anak pun
semakin meningkat. Salah satunya adalah kebutuhan akan pendidikan. Hal
ini pun akan menjadi pertimbangan orang tua, orang tua harus jeli dalam
memberikan pendidikan yang tepat bagi anaknya agar anak mampu dan siap
untuk mengikuti pelajaran yang diterimanya. Pendidikan yang diberikan pada
anak bisa melalui otodidak ataupun melalui pendidikan formal di sekolah baik
itu di TK, SD dan SL TP dan seterusnya.

Pada awal masa pembelajaran di sekolah anak akan sulit berinteraksi namun
apabila orang tua dan guru dapat mengarahkan hal tersebut terasa mudah
bagi anak. Di sekolah anak akan lebih banyak berinteraksi dengan guru dan
teman-teman hal ini yang menjadikan anak dapat bersosialisasi dengan
lingkungannya.

3

Masa-masa sulit bagi anak dalam berinteraksi sosial adalah ketika
perpindahan dari sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah tingkat pertama
(SLTP). Menurut Ellias, Tobias dan Friedlander (1999) dalam bukunya cara
efektif mengasuh anak dengan EQ, "beranjak dari SD ke SMP membawa
perubahan kalau di SL TP biasanya sekolahnya lebih besar, ada anak
disekeliling mereka yang lebih besar-sebagian jauh lebih besar- jumlah
gurunya lebih banyak, mata. pelajarannya pun banyak sehingga tugas yang
diembannya pun lebih banyak dibanding sewaktu di SD" (Ellias, Tobias dan
Friedlander, 1999 ).

Hal inilah menjadikan anak harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru, teman baru baik yang sebaya maupun yang lebih dewasa. Untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman yang baru dibutuhkan
keterampilan anak dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah
dari tugas y13ng harus ia selesaikan.

Jika orang tua memasukan anaknya ke sekolah menengah umum atau yang
sederajat kegiatannya yang dilakukan oleh anak biasanya hanya terbatas
pada kegiatan sekolah ataupun kegiatan yang berkaitan dengan pelajarannya
di sekolah. Sedangkan kegiatan yang ia lakukan di rumah adalah pekerjaan
sekolah yang dibawa pulang kerumah. Sedangkan kegiatan rumah tangga
seperti mencuci, menyetrika, merapikan rumah dan sebagainya biasanya

4

sudah dilakukan oleh ibunya ataupun orang lain yang membantu di rumah
tersebut. Dan bagi sebagian anak ada juga yang melakukannya sendiri
namun masih dalam bimbingan orang tua. Bahkan ada juga yang tidak
melakukannya sama sekali sehingga untuk merapikan kamar tidurnyapun
masih membutuhkan orang lain untuk melakukannya.

Alternatif lain bagi orang tua dalam memilih pendidikan yang tepat bagi
anaknya adalah pendidikan dalam pondok pesantren, baik itu pesantren salaf
maupun pesantren modern. Pendidikan dalam pondok pesantren pada
dasarnya adalah sama dengan pendidikan di madrasah atau di sekolah
umum lainnya, namun yang membedakan adalah pelajaran yang didapat
oleh sisiwanya lebih banyak pada ajaran agama dan kebanyakan para
sisiwanyapun menetap di asrama yang telah disediakan oleh pesantren.

Dalam pondok pesantren salaf, pendidikan yang ditawarkan adalah
pendidikan agama seperti membaca Al-Quran, tafsir, hadits, fiqh, bahasa
Arab dan lain sebagainya. Biasanya metode yang digunakan adalah metode
ceramah secara klasikal atau yang di kenal dengan sorogan.

Sedangkan dalam pondok pesantren modern pendidikan yang ditawarkan
lebih beragam, karena biasanya dalam pesantren modern memakai tiga

5

kurikulum yaitu kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) ,
kurikulum Departemen Agama (DEPAG) dan kurikulum pesantren salaf.
Hal tersebut di alas merupakan salah satu aspek yang membedakan antara
pesantren modern dan pesantren salaf, dan hal tersebut jugalah yang
memungkinkan orang tua dalam memilih pondok pesantren sebagai sarana
untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan bagi anaknya, karena di dalam
pondok pesantren anak akan mendapatkan pelajaran umum -yang didapat
juga pada sekolah lain- selain itu anak juga mendapat pelajaran agama dan
langsung dipraktikan sehingga anak akan terbiasa melakukan ibadah yang
harus dilakukannya sehari-hari.

Kegiatan yang dilakukan dalam pondok pesantren juga sangat beragam,
mulai kegiatan kurikuler seperti sekolah dan ekstrakurikuler seperti organisasi
intrasekolah , pramuka, dan kegiatan lainnya, sampai pada kegiatan umum
yang biasa dilakukan sehari-hari di rumah seperti shalat, mengaji, mencuci
pakaian dan lain-lain. Sementara di rumah biasanya anak membutuhkan
perhatian dan bantuan orang tuanya dalam hal pengerjaan kegiatan rumah
seperti mencuci, menyetrika atau menyiapkan pakaian sekolah sampai
menyiapkan buku-buku pelajaran dan alat-alat tulisnya. Namun di pondok
pesantren hal tersebut harus dilakukannya sendiri tanpa ada perhatian dan
bantuan dari orang tuanya, sehingga anak di tuntut untuk mandiri.

6

Dalam mencapai suatu tingkat kemandirian dalam pondok pesantren seorang
anak harus dapat menyesuaiakan diri dengan kehidupan pesantren terlebih
dahulu, baik itu secara fisik maupun secara psikis.

Menurut Murai yang dikutip oleh Budi Harjo dalam anima Vol VII des 91 agar
anak memiliki kemampuan yang baik dalam hat penyesuaian diri, diperlukan
suatu pola relasi antara anak dan orang tua yang tidak menghambat
pemenuhan kebutuhan anak, dan terhambatnya pemenuhan kebutuhan anak
menimbulkan frustasi. Dan frustasi memungkinkan timbulnya indelequency,
inferior, ataupun insecurity yang mengarah pada timbulnya tingkahlaku yang
agresif, rasa bermusuhan dan menarik diri dari lingkungan.

Dalam hat penyesuaian diri yang dilakukan anak yang berasal dari rumah
dan hanya mendapat pelajaran umum sewaktu di sekolah dasar kemudian
harus belajar ke pesantren yang mempelajari pelajaran agama yang
memakai bahasa yang berbeda, dan memiliki aturan yang berbeda, dengan
orang-orang yang berbeda, dan harus berinteraksi dengan orang orang yang
relatif lebih dewasa dan lebih besar, juga membutuhkan kemandirian yang
tinggi dalam hal manajemen diri tentunya membutuhkan suatu penyesuaian
yang relatif lama dan sulit. Dan hat ini yang menarik peneliti untuk melakukan
penelitian ini. Dengan judul "PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK

7

PESANTREN TERHADAP KEGIATAN PESANTREN: STUDI KASUS DI
PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH"

1.2. ldentifikasi Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul permasalahan yang menarik
bagi peneliti, dan agar memudahkan penelitian ini maka kiranya perlu ada
pembatasan masalah sebagai berikut:
Penyesuian diri santri baru di pondok pesantren ini meliputi penyesuaian diri
terhadap kegiatan, tata tertib, rutinitas, dan teman teman di lingkungan
pesantren. Penelitian ini di fokuskan pada anak kelas satu madrasah
Tsanawiyah usia 11-14 tahun.

1.2.2. Perumusan Masalah
Masalah yang akan kami teliti dalam pene"litian ini adalah:
Bagaimana cara santri baru dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan di
pondok pesantren. Faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri
3nak di pondok pesantren.

8

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara santri baru dalam
menyesuaiakan diri dengan kegiatan pesantren yang harus dijalaninya
selama bermukim di pondok pesantren.

1.4.2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis penulis berharap agar penelitian ini dapat menambah
khasanah keilmuan bagi bidang psikologi pendidikan khususnya di pondok
pesantren. Dan berguna bagi penelitian selanjutnya.

Secara praktis penulis berharap agar penelitianan ini dapat membantu
pembimbing di pondok pesantren dalam mengidentifikasi anak dan
mengatahui masalah-masalah yang terjadi dalam diri anak khususnya
penyesuaian diri . Membantu orang tua dalam hal penyesuaian diri anak di
pondok pesantren.

1.5. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka penulis membagi skripsi
kedalam lima bab :

9

Bab I

Pendahuluan yang meliputi penulisan latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II

Kajian teori yang meliputi definisi penyesuaian diri, pengertian
penyesuaian diri, macam-macam penyesuaian diri, faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri, pendekatan aliran
psikologi terhadap penyesuaian, pengertian pondok pesantren,
macam-macam pondok pesantren, kegiatan dalam pondok
pesantren, penyesuian diri dalam pondok pesantren.

Bab Ill

Metodologi penelitian yang meliputi

、セ。ゥョ@

penelitian, tehnik

pengumpulan, metode pengumpulan data prosedur
pengumpulan data dan tehnik analisis data, subjek penelitian,
serta etika penelitian.
Bab IV

Hasil penelitian gambaran umum subjek , riwayat dan analisis
kasus, analisis antar kasus.

Bab V

Penutup yang meliputi kesimpulan, diskusi dan rekomendasi.

BAB2
KAJIAN TEORI
Dalam bab dua ini di sajikan beberapa kajian teori mengenai penyesuaian
diri, macam-macamnya, penyesuaian menurut mazhab-mazhab psikologi,
serta beberapa definisi tentang pondok pesantren, macam macam dan
kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan di pesantren.

2.1. Penyesuaian Diri
2.1.1. Pengertian Penyesuian Diri
Menurut poerwadaminta (1976) Ada dua kata dalam bahasa asing yang
kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama yaitu
penyesuaian diri, kata tersebut adalah adjustment dan adaptation.

Pandangan yang berbeda dikemukakan oleh Lazarus (1969) dalam bukunya

patterns of adjustment, tentang kedua istilah tersebut Lazarus mengartikan
istilah adaptation sebagai suatu konsep biologis yaitu suatu struktur dan
proses biologis yang memudahkan individu untuk bertahan di lingkungannya.
Namun konsep adaptation ini kemudian mulai dikembangkan oleh para
psikolog dan akhirnya muncul istilah baru yaitu adjustment dan meciurut
Lazarus adjustment adalah :

11

"Adjustment consist of psychological proses by means of which the individual
manages or copes with various demand on pressures"

セl。コイオウL@

1969 h. 18)

Penyesuaian diri adalah proses psikologi yang merupaJan alat bagi individu
untuk mengatur atau mengatasi tekanan dan tuntutan.

Sedangkan menurut Prof. Dr. Musthafa Fahrni dalam bukunya At-Takawuf
An-nafsiy yang diterjemahkan oleh prof. Dr. Zakiah Daradjat (1982) dalam
,

bukunya yang berjudul penyesuaian diri pengertian dan peranannya dalam
kesehatan mental, proses penyesuaian diri adalah dinamika yang berlujuan
untuk mengubah kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara
dirinya dan lingkungannya (Muthafa Fahrni; ZakiahDaradjat, 1981 h. 14).

Sedangkan menurut Schneiders (1964) seperti yang dikutip oleh tanara
(1991) dalam anima vol VII penyesuaian diri organisasi, penyesuaian diri
adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, yaitu
individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustasi karena
terhambat kebutuhan da/am dirinya dan tuntutan luar dirinya atau
lingkungannya (Schneider 1964; Tanara, 1991 h. 23)

Menurut Haber dan Ruyon (1984) seperti yang dikutip oleh Nita Pandriani
Nainggolan (2000) dalam skripsinya penyesuaian diri dan dukungan pada
orang tua yang mempunyai anak autisma: studi kualitatif pada em pat orang
tua anak , "adjusment is an angoing proses that will continue throughout the

12

life"(Haber dan Ruyon, 1984; Nita, 2000 h. 10) penyesuaian diri adalah suatu
proses yang berkelanjutan sepanjang hidup.

Sedangkan menurut Grasha dan Kirschenbaum {1980) dalam bukunya
psychology of adjustment and competence: an applied approach, "adjusment
is our ability to cope with the problem and demands of our
environment".(grasha dan kirschenbaum, 1980 h. 12), penyesuaian diri
adalah kemampuan kita untuk mengatasi masalah yang kita hadapi dan
tuntutan lingkungan.

Dan menu rut Atwater (1983) dalam bukunya psychology of adjustment ,
seperti yang dikutip Tanara (1991) dalam anima vol VII penyesuaian diri
organisasi menyebutkan bahwa penyesuaian diri terdiri dari perubahan dalam
diri dan lingkungan di sekitar kita yang kesemuanya ini diperlukan untuk
memuaskan hubungan dengan lingkungan sekitar kita dan orang lain.
Menurut Atwater perubahan semacam ini berkaitan dengan dua hal yang
timbal balik yang pertama perubahan dalam diri kita agar sesuai dengan
lingkungan dan yang kedua perubahan lingkungan agar sesuai dengan cara
kita dalam memenuhi kebutuhan kita (Atwater 1983; Tanara 1991 h. 24)

Sedangkan menurut Watson dan Tharp (1972) dalam bukunya self-direction
behavior; self modification for personal adjustment, "to arrange, compose,
harmonize; to come to terms; to arrange the parts suitably to themselves and

13

to something else; and to do this according to the laws which govern this
harmony". (Watson and tharp, 1972 h. 10) Definisi penyesuaian diri adalah
menata , mengubah dan menyeimbangkan sehingga mencapai persetujuan;
menata kembali bagian bagian sehingga sesuai dengan dirinya dan orang
lain. Dan menyesuaikan tingkah laku dengan peraturan yang telah
ditetapkan.

Menurut Lazarus (1969) ada dua tuntutan yang membutuhkan penyesuaian
diri yaitu tuntutan eksternal dan tuntutan internal. Tuntutan eksternal antara
lain tuntutan fisik yang datang dari lingkungan seperti sakit, bahaya dan lainlain; dan tuntutan sosial seperti tuntutan orang lain agar seseorang secara
nyata atau tidak melakukan, memikirkan dan merasakan sesuatu. Dan
tuntutan yang kedua yaitu tuntutan internal yaitu tuntutan kebutuhan jaringan
tubuh seperti makan,minum dan lain-lain serta tuntutan motif sosial seperti
menyayangi dan disayangi, dihormati dan lain-lain. Dan ketika tuntutan
aksternal dan internal tersebut melewati batas kemampuannya maka akan
imbul dengan apa yang dinamakan stress (Lazarus, 1969 h. 161-166)

)ari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian
liri adalah suatu proses psikologis, merupakan kemampuan kita untuk
nengatasi masalah dan tekanan yang berasal dari lingkungan, merupakan
emenuhan kebutuhan dari dirinya dan lingkungannya. Dan merupakan
roses yang berkelanjutan sepanjang hidup kita.

14

2.1.2. Macam-Macam Penyesuaian Diri
Penyesuaian yang baik (good adjusment)
Menurut Abe Arkoff ( 1968) dalam bukunya adjustment and mental health, "a
person who has made good adjusment or one who is called mental healthy
demonstratesa patterns of behavior or person characteristics wich are valued
or considered considerable" (Arkoff, 1968 h. 206). Seseorang yang
mempunyai pola penyesuaian diri yang baik atau orang yang disebut sebagai
orang yang sehat mentalnya menunjukan pola tingkah laku atau karakteristik
yang sesuai dengan yang diinginkannya.

Menurut Haber dan Ruyon (1984) seperti yang dikutip oleh Nita Pandriani
Nainggolan (2000) dalam skripsinya penyesuaian diri dan dukungan pada
orang tua yang mempunyai anak autisma: studi kualitatif pada empat orang
tua anak , mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan mempunyai pola
penyesuaian diri yang baik apabila memiliki beberapa kriteria dibawah ini

Yang pertama yaitu mempunyai persepsi yang akurat terhadap realitas.
Persepsi yang akurat terhadap kenyataan ini merupakan syarat munculnya
penyesuaian diri yang baik , persepsi ini biasanya diwarnai dengan keinginan
dan motivasi. Untuk mencapai hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari
individl! pada kenyataannya harus memodifikasi tujuan yang ingin dicapainya
sehingga ia dapat mencapai tujuan tersebut.sehubungan dengan itu aspek

15

yang terpenting bagi individu adalah kemampuan individu untuk mengenali
konsekuensi dari tindakannya dan kemampuan mengarahkan tingkah
lakunya sehingga sesuai dengan norma yang ada dalam lingkungannya.

Yang kedua yaitu kemampuan mengatasi stress dan kecemasan. Dalam
,

kehidupan sehari-hari biasanya setiap individu akan menghadapi suatu
masalah. Masalah yang dihadapi tersebut ada yang dapat terselesaikan
dengan mudah dan ada yang tidak dapat diselesaikan dengan mudah, dan
ketika masalah yang dihadapinya sulit untuk terselesaikan maka biasanya
akan menimbulkan stress, dan apabila individu tersebut tidak dapat
mengatasi stress yang datang maka ia dapat disebut dengan individu yang
kurang dapat menyesuaikan diri.

Kriteria yang ketiga yaitu memiliki citra diri positif. Citra diri merupakan salah
satu indikator dari penyesuaian diri, dan persepsi merupakan salah satu
indikator dari citra diri, ketika persepsi tidak disetujui dan individu tidak
mampu mengharmonisasikan persepsi tersebut maka ia akan menjadi
maladjustment tetapi apabila individu tersebut dapat mengharmonisasikan
persepsi tersebut maka ia dapat dikatakan sebagai orang yang mampu
menyesuaikan diri.

Yang keempat yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan. Dalam
mengekspresikan perasaannya biasanya individu yang mempunyai pola

16

penyesuaian diri yang baik mampu mengontrol emosi atau perasaannya
sehingga apabila ia bergembira iapun tidak terlalu larut dalam kegembiraan
dan begitu juga sebaliknya apabila ia bersedih iapun tidak terlalu larut dalam
kesedihannya. Biasanya orang seperti ini mempunyai kontrol diri yang baik,
yang tidak mengontrol secara berlebihan dan tidak juga membiarkan dirinya
tanpa kontrol sama sekali.

Yang kelima yaitu mempunyai hubungan interpersonal yang baik. orang
yang mempunyai pola penyesuaian diri yang baik akan mampu mencapai
keakraban yang mudah dalam hubungannya dengan kelompok sosial. Dan
biasanya ia mampu membuat orang lain merasa nyaman ketika berinteraksi
dengannya dan dia pun akan merasa nyaman bila berinteraksi dengan
individu atau kelompok sosial yang lainnya. (Haber dan Ruyon 1984; Nita
Pandriani Nainggolan, 2000 h. 26-28)

,

Maladjusment
Menurut Buss seperti yang dikutip Adam E. Henry (1972) dalam bukunya
psychology of adjusment, ada beberapa kriteria dalam menetukan
penyesuaian yang buruk yaitu discomfort, bizarrenes, dan inefficiency.

Discomfort atau ketidaknyamanan dapat di sebabkan oleh beberapa faktor
antara lain indisposition, worry, depresion dan lain sebagainya. Kurang enak
badan atau indisposition dapat di sebabkan oleh rasa lelah, sakit, mual dan

17

rasa muak yang di sebabkan oleh faktor biologis atau faktor lainnya.
Kecemasan atau worry dapat di sebabkan oleh rasa takut yang tidak
realistis, khawatir akan masa depan yang tidak pasti dan gelisah. Depresi
atau depresion dapat di sebabkan oleh berbagai sebab antara lain gaga!
dalam ujian, kekacauan dalam menangani pekerjaan atau bisa juga
disebabkan oleh kehilangan seseorang yang dicintai.

Bi=arrenes are Unusual deviation from sosial norm or reality, prilaku yang ganjil
adalah tingkah laku yang menyimpang dari norma sosial dan kenyataan.
Beberapa penyakit yang menyimpang atau yang termasuk dalam bizarrenes
antara lain adalah delusi, halusinasi, amnesia, phobia serta kompulsif.
Termasuk juga diantaranya kenakalan remaja yang kronis atau chronic
delinquency dan penyimpangan seksual

lneficiency atau ketidak berdayaan, banyak cara bagi individu untuk
menyelesaikan masalahnya, dan banyak pula pola respon yang tercipta
dalam mengerjakan masalahnya. Terkadang pola respon tertentu kurang
praktis sehingga masalah tidak dapat terselesaikan. Ketidak berdayaan
dalam menyelesaikan masalah secara ekstrim dianggap abnormal oleh
lingkungan sosial. Ada dua cara dalam mengukur ketidak berdayaan
seseorang yaitu membandingkan potensi individu dengan kemampuannya
dan membandingkan kemampuannya dengan tugas yang diembannya
(Adam E. Henry, 1972. h 11 ).

18

Yang dimaksud maladjustment di sini bukan berarti individu tersebut tidak
dapat menyesuaikan diri sama sekali, sebenarnya dia dapat menyesuaikan
diri namun tidak seperti kebiasaan orang normal sehingga orang lain
mengangap dia mempunyai pola penyesuaian diri yang buruk.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1993) dalam bukunya kesehatan mental,
faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah:

frustrasi
Frustrasi adalah proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya
hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan kebutuhan atau menyangka
bahwa akan terjadinya sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
Frustrasi ini terkait dengan stress, stress sendiri terbagi dua stress yang
positif atau austress dan stress yang negatif atau distress. Apabila orang
tersebut mampu mengatasi stress maka sebut dengan austress dan orang
yang demikian dapat dikatakan orang yang mempunyai penyesuaian diri
yang baik dan apabila orang tersebut tidak mampu mengatasi stress yang
datang maka ia disebut dengan distress dan orang yang demikian itu dapat
dikatakan dengan orang yang tidak mampu menyesuaikan diri.

konflik

19

konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan
atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain.
Menurut Zakiahkonflik itu terbagi tiga yang pertama yaitu konflik terhadap dua
hal yang diingini, yang tidak mungkin di ambil keduanya, misalnya seorang
gadis yang dilamar oleh dua orang pemuda yang sama-sama di cintainya,
jika ia memilih A maka ia akan kehilangan yang B begitu juga sebaliknya.
Yang kedua yaitu konflik terhadap dua hal yang bertentangan, contohnya
adalah seorang anak yang ingin naik gunung tetapi oleh sang ibu dilarang, di
satu sisi sang ibu tidak ingin kalau anaknya tidak mempunyai pengalaman
yang menarik di saat Ii bu ran, tetapi di sisi yang lain ibu tersebut juga takut
kalau anaknya mengalami kecelakaan di jalan. Yang ketiga yaitu konflik
terhadap dua hal yang tidak diingini contohnya adalah seorang militer yang
turun ke medan perang ia tidak ingin membunuh lawannya tetapi kalau ia
tidak membunuh maka ia akan dibunuh oleh lawannya.

kecemasan
ォ・」ュ。ウセ@

adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur

baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan
(frustasi) dan pertentangan batin (konflik).

Kecemasan itu mempunyai segi yang di sadari seperti rasa takut, terkejut,
tidak berdaya, rasa berdosa, juga ada segi-segi yang terjadi di luar
kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.

20

Kecemasan pun menurut Zakiahdapat di sebabkan oleh beberapa hal yang
pertama yaitu rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada
bahaya yang mengancamnya. Contohnya adalah seorang pejalan kaki yang
melihat moibil berkecepatan tinggi datang menuju kearahnya seakan-akan
ingin menabraknya tentunya ia akan merasa takut dan mencoba untuk
menyelamatkan diri. Yang kedua rasa cemas berupa penyakit dan terlihat
dalam beberapa bentuk yaitu takut terhadap hal yang tidak jelas, tidak tentu,
dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu mempengaruhi
kepribadian seseorang. Bentuk yang lainnya adalah kecemasan yang
ditimbulkan oleh benda-benda yang ada kaitan dengan dirinya.' Yang ketiga
kecemasan yang disebabkan oleh rasa berdosa atau bersalah karena
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Cemas ini
juga dapat diikuti denngan beberapa gejala baik itu fisik seperti jantung
berdebar-debar, ujung jari berkeringat, dan lain-lain; dan gejala psikis seperti
tidak nyaman, rasa takut yang berlebihan, gelisah, tidak percaya diri, merasa
rendah diri dan lain-lain. (ZakiahDaradjat, 1993 h. 24-28)

2.1.4 Pendekatan Aliran Psikologi Terhadap Penyesuaian
Di bawah ini merupakan pendekatan dari aliran psikologi terhadap
penyesuaian yang dikutip dari Calhoun dan Acocella (1990) dalam bukunya
psychology of adjustment and human relationship yang diterjemahkan oleh
R.S Satmoko (1995) psikologi tentang penyesuaian dan hubungan
kemanusiaan

21

Psikoanalisa
Tidak dapat dipungkiri bahwa Freud merupakan tokoh psikoanalis yang
sangat berpengaruh pada pemikiran tentang psikologi bagi para psikolog
sesudahnya, oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas pemikirannya
tentang penyesuaian.

Menurut Freud (1920) proses penyesuaian pada orang dewasa itu dapat
terjadi tergantung dari terpuaskan atau tidaknya naluri pada fase
perkembangan awal manusia, apabila pada masa-masa awal tersebut terjadi
pengalaman yang tidak menyenangkan di waktu menyusui atau diwaktu
berlatih bersih-bersih (toilet training), atau terjadi pemanjaan, keadaan
tertekan dan kekurang konsistenan orang tua dalam menerapkan pelatihan
yang sesuai bagi anak, biasanya anak akan mengalami konflik yang berat
dan hal ini dapat melemahkan ego, menghambat kedewasaan anak dan anak
akan mengalami fiksasi dan regresi. Dalam proses yang disebut fiksasi anak
akan mengalami kemunduran pada fase sebelumnya, sehingga ego untuk
menyenangkan id kembali jatuh pada ukuran infantil dan tidak menemukan
kedewasaan. Contohnya adalah individu yang mengalami fiksasi atau
kembali dari fase sebelumnya dari fase anal ke fase oral biasanya individu
tersebut terlihat sering memainkan bibir atau Iidahnya, bertingkah laku biasa
tergantung dan terlihat seperti kelaparan. Akibat lain dari kemunduran
perkembangan adalah regresi yaitu kembalinya perkembangan rnanusia

22

kepada fase-fase manapun sesudahnya. Contohnya adalah orang dewasa
yang selalu jengkel apabila ada orang yang menghalangi keinginannya
walaupun orang yang menghalangi tersebut bermaksud baik.

Sebaliknya penyesuaian yang baik dapat terjadi, bila terdapat keseimbangan
yang rasional, pada waktu anak-anak dari pemuasan dan dorongan yang
datang. Contoh apabila orang tersebut mencapai keselarasan antara id, ego
dan superego biasanya apabila ia diajak berkelahi, maka ia akan menolak
ajakan itu, karena dorongan yang digunakan orang tersebut untuk
menyerang biasanya terbentur oleh superego yang melarang untuk berbuat
kejahatan. Sebaliknya ia akan menjadi hakim atau atlit beladiri untuk
dijadikan pemuas dorongan tersebut sehingga lebih bernilai dan lebih diakui.
Kesimpulannya bahwa orang yang menyesuaikan diri pada dasarnya terkait
oleh id akan tetapi dengan bantuan ego yang sehat individu mampu
mengatasi konflik tersebut. (J.F. Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S.
Satmoko, 1995 h. 19-21)

Neo-psikoanalis
Frued memiliki sejumlah pengikut yang brilian yang memisahkan diri dari
Frued karena menurut mereka ada beberapa kekeliruan dari pemikiran Frued
diantaranya adalah Freud memandang id sebagai motivator dasar di dalam
tingkah laku manusia, ego mengatur id tetapi hal tersebut tidak mampu

23

menggantikan tiap dorongan itu sendiri. Oleh karena itu sekalipun fungsinya
mungkin rumit, ego tidak mampu menjelaskan kepribadian manusia yang
sebenarnya dan inilah hak istimewa dari id. Pandangan yang bertentangan
dengan itu, penganut neo-fruedian memberi argumentasi tentang fungsi egopersepsi, memori, problem solving, kreativitas- sama pentingnya dengan id,
karena menurut mereka ego mempunyai kekuatan sendiri untuk mengatur.

Pertentangan yang lainnya adalah pertentangan mengenai penyesuaian
sosial menurut Freud penyesuaian diri terjadi apabila anak mampu menjalani
lima tahap perkembangan manusia dengan baik . Sedangkan para neopsikosnslis memandang bahwa penyesuaian diri adalah suatu kemampuan
dan maladjustment adalah suatu ketidak mampuan, membentuk kasih
sayang dan keakraban dengan orang lain. Untuk menggambarkan kedua
pertentangan tersebut, kita akan tinjau pemikiran dari Erich Fromm dan Erik
Erikson.

Fromm (1947) menekankan pentingnya masyarakat bagi penyesuaian
manusia. dalam pandangan Freud kepribadian manusia dewasa dibentuk
oleh pemuasan biologis tidak terlalu banyak dibentuk oleh watak masyarakat,
sedangkan menurut Fromm, pribadi yang pasif dan tergantung merupakan
pembentukan dari masyarakat yang otoriter, masyarakat kapitalis membentuk
manusia menjadi pribadi seperti robot yang tidak tahu mawas-diri ataupun
orang lain dan memandang segala sesuatunya sebagai komoditi yang

24

diperjual-belikan, sedangkan pribadi yang produktif hanya dapat diciptakan
oleh masyarakat yang idealistis, pribadi yang produktif adalah pribadi yang
'

mampu menyayangi dan mengerahkan diri sehingga dapat meningkatkan
kemampuannya, pribadi yang produktif inilah menurut Fromm yang
mempunyai penyesuaian yang bagus. Karena menurut Fromm tidak hanya
masyarakat yang menciptakan kepribadian tetapi melalui kepribadian kita kita
juga dapat membina masyarakat.

Sedangkan menurut Erikson (1963) penyesuaian dapat terjadi berdasarkan
kemelut yang mengikuti hubungan individual dengan orang lain. Pada tahun
pertama perkembangan manusia misalnya keharmonisan dan
ketidakharmonisan hubungan orang tua dan anak menghasilkan
kepercayaan dan ketidak percayaan terhadap orang lain. Pada tahun kedua
masa perkembangan anak bila latihan bersih-bersih dan belajar berjalan
yang dilakukan anak berlangsung dengan baik maka anak akan mampu
otonomi dan mempunyai kepercayaan diri yang baik, dengan begitu dapat
dipastikan anak akan mampu melakukan penyesuaian dengan baik.

Menurut Erikson (1963) setiap fase perkembangan manusia mempunyai
kemelut yang dapat diselesaikan oleh individu secara konstruktif ataupun
destruktif. Penyelesaian dari kemelut yang tidak baik pada fase tertentu dari
perkembangan manusia akan melemahkan ego, sehingga individu tersebut

25

kurang mampu menyesuaikan diri, tetapi manusia tersebut tetap melakukan
penyesuaian, kadang berjalan lumayan sukses.

Teori ini berbeda dengan teori Freud dalam beberapa hal yang pertama,
dalam sistem Erikson, ego berfungsi lebih sulit dari pada id yang hanya
dijadikan pemuas nafsu seperti yang dikemukakan Freud. Karena ego
menurut Erikson mempunyai kekuatan untuk berdiri sendiri yang bertugas
untuk menyelesaikan masalah. Kedua, dalam sistem Erikson kemelut dan
jalan keluarnya dinyatakan secara umum dengan istilah sosial. Pada Freud
fase-fase tersebut dinyatakan dengan fase psikoseksual namun pada Erikson
dinyatakan dengan fase psikososial. Jadi senada dengan Fromm, Erikson
pun mengungkapkan penyesuaian merupakan kapasitas untuk membentuk
hubungan yang hangat dan dapat dipercaya dengan orang lain (J.F. Calhoun
dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h.21-24).

Teori Behavioral
Psikologi behavioral dikembangkan sebagai reaksi terhadap teori psikoanalis,
'

para behaviorisme merasa tidak puas terhadap teori psokoanalis yang
cenderung subjektif, menurut psikologi behavioris kepribadian manusia tidak
bisa diterangkan hanya dengan hal yang tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur {id, ego, dan super ego). Untuk memperbaiki situasi ini, mereka
mengajukan bahwa psikologi ini harus dipelajari berdasarkan rumusan yang

26

khusus, tingkah laku yang dapat diukur-benda yang dapat dilihat, dan
sebab-sebab yang dapat dilihat dari tingkah laku tersebut.

Berdasarkan behaviorisme klasik, orang yang terlibat dengan tingkah laku
tertentu mereka akan mempelajarinya melalui pengalaman-pengalaman
tedahulu, dan menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah.
Seperti pada kejadian orang yang menghentikan tingkah laku tertentu akibat
tidak mendapatkan hadiah dari lingkungannya.

Namun, seiring dengan meluasnya teori behavioris, maka pemikiran tentang
teori ini pun semakin beragam, sehingga banyak ahli psikologi sekarang
merasa bahwa tingkah laku manusia tidak hanya dapat dijelaskan dengan
hadiah dan hukuman eksternal saja, pikiran dan perasaan atau kejadian
internal lainnya harus diperhitungkan juga.

Behaviorisme Kognitif
Menurut behaviorisme kognitif penyesuaian yang baik merupakan
kemampuan untuk mengartikan kejadian-kejadian secara nyata dengan aka!
yang positif, sehingga menghasilkan yang dapat lebih menyempumakan
penyesuaian diri pada menghancurkan dirinya sendiri.

Menurut Walter Mischel (1973) tingkah laku merupakan hasil sating
berhubungan antara karakteristik pribadi dengan lingkungan. Menurut

27

Mischel bagaimanapun individu sama pentingnya dengan situasi disatu sisi
ada variabel situasional contohnya dengan siapa anda bicara, di mana anda
bicara, dan bagaimana kondisi udara disekitar anda. Dan variable personal
seperti kemampuan-kemampuan anda, harapan- harapan, nilai-nilai dan
kebiasaan anda berpikir. Saling berkaitan dalam hal penyesuaian diri.
Teori Mischel ini memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain,
kekurangannya kaum behavioris di satu pihak memperhatikan proses mental
yang tidak dapat diamati, dan membuang peraturan-peraturan yang sangat di
junjung tinggi oleh behavioris klasik. Dan kelebihannya adalah karena kaum
behavioris kognitif nampaknya menyajikan penjelasan tentang kegiatan
tingkah laku manusia yang lebih lengkap dan karena itu juga kaum behavioris
kognitif ini lebih realistis dalam memandang tingkah laku manusia (J.F.
Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h. 24-25).

Teori Humanistik
Kaum humanistik berpendapat bahwa penyesuaian yang ideal merupakan
lebih dari sekedar penyelesaian secara sederhana, atau juga penyelesaian
yang berhasil dengan keadaan yang nyata yang terdapat dalam kehidupan
anda. Untuk dapat mengetahui teori humanistik kita perlu melihat pada
humanistis yang sangat berpengaruh yaitu Abraham Maslow dan Carl Roger.
Sumbangan yang sangat berpengaruh dari Abraham maslow adalah teori
hierarki kebutuhan. Menurut maslow (1954) penyesuaian yang diajarkan oleh
teori psikologi sebelumnya yaitu psikodinamika dan behavioris- pemenuhan

28

kebutuhan biologis, mendapatkan teman, belajar menghargai diri sendirisebenarnya hanyalah persiapan untuk menghadapi tantangan yang lebih
tinggi yaitu aktualisasi-diri sebagai pemenuhan secara sempuma potensi unik
seseorang.

Maslow mengurutkan kebutuhan manusia atas 5 tahap,
Pertama yaitu kebutuhan fisik seperti lapar, haus dan dorongan seksual.

Kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman seperti bebas dari bahaya dan
merasa tentram.

Ketiga yaitu kebutuhan akan rasa cinta seperti dapat mencintai dan dicintai,
mempunyai anggota keluarga, dapat berhubungan dengan orang lain, dan
menjadi anggota suatu kelompok.

Keempat yaitu kebutuhan akan kepercayaan diri, merasa mampu, mendapat
kepercayaan dan pengakuan.

Kelima yaitu aktualisasi diri atau kebutuhan untuk mencapai kemampuan unik
seseorang. Menurut maslow (1954) setiap tipe kebutuhan harus terpenuhi
terlebih dahulu sebelum kebutuhan berikutnya diupayakan.

29

Menurut ma slow ( 1954) penyesuaian yang optimal baru terjadi apabila orang
tersebut telah memenuhi keempat kategori kebutuhannya terdahulu
secukupnya, untuk selanjutnya mengarah pada aktualisasi diri: suatu
ekspresi yang bebas dan sempurna dari kemampuan dasar serta
kemampuan-kemampuan selanjutnya yang telah dimiliki.

Rogers, sama halnya dengan maslow yang memberi batasan tentang
penyesuian diri dengan aktualisasi diri, menurut Rogers (1951) kunci dari
aktualisasi diri adalah konsep diri, yang merupakan sebagian besar
pengalaman kita pada waktu kecil, khususnya dengan orang tua kita sendiri.
Sumbangan khusus dari teori konsep diri ini adalah telah dapat menjelaskan
mengapa sebagian orang berhasil dalam mencapai aktualisasi diri dan
mengapa sebagian lagi tidak berhasil.

Semua anak secara alamiah mendambakan kehangatan dan penerimaan
dari orang tuanya, namun banyak dari orang tua hanya mau menerima
anaknya dengan kondisi suatu tingkahlaku tertentu seperti yang mereka
harapkan. Dan kondisi ini yang menurut rogers akan menjadi penyebab
terjadinya konsep diri anak tidak lumrah dan terbatasi.

Bila orang tua menuntut anaknya menjadi baik maka anak akan
menggambarkan dirinya agar menjadi baik, baik di sini adalah baik menurut
orang tuanya, sehingga dia akan menghapus dari kesadarannya setiap

30

pengalaman yang bertentangan dengan kebaikan dirinya. Kerugian yang di
dapat adal"!h bahwa kekuatan orang tersebut disia-siakan bagi pertahanan
konsep-diri yang tidak realistis yang seharusnya dapat digunakan untuk
mengekspresikan secara sempurna sesuatu ysebenarnya merupakan
pengalaman yang sangat bermacam macam bagi dirinya di dunia. Bagi
Rogers pra syarat yang terpenting untuk tercapainya aktualisasi-diri adalah
konsep-diri yang luas dan fleksibel, sehingga kita dapat menyerap semua
pengalaman dan mengekspresikan diri kita secara penuh (J.F. Calhoun dan
J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h26-29).

Teori eksistensial
Seperti halnya kaum Humanis teori eksistensial pun mempelajari suatu
kepribadian yang dinamis dalam memandang manusia. Namun yang
membedakannya dari kaum humanis adalah prosesnya. Pada teori humanis
manusia akan mencapai aktualisasi diri setelah semua kebutuhan yang di
bawahnya terpenuhi tetapi pada eksistensialis manusia akan mencapai
kebermaknaan hidup dengan cara pengembangan diri pribadi yang sesuai
dengan cita-cita orang tersebut.

Para eksistensialis sependapat dengan para humanis yang memandang
tingkah laku sebagai hasil dari pilihan yang bebas. Mereka juga sependapat
dengan para humanis bahwa persepsi dan kesanggupan kemampuan tiap
orang adalah sama sekali unik dan bahwa penyesuaian yang baik berarti

31

suatu realisasi penuh tentang kesanggupan seseorang. Namun yang
membedakan antara para humanis dan para eksisitensialis adalah dalam hal
bagaimana mereka mencapainya. Bagi para humanis, aktualisasi-diri
merupakan suatu hal yang agak otomatis seperti halnya bunga, manusia
akan mencapai perkembangan penuh apabila telah mencapai tahap
perkembangan di bawahnya. Sedangkan bagi para eksistensialis,
perkembangan penuh potensi seseorang merupakan proses yang lebih
sukar, membutuhkan perjuangan yang menyakitkan, dalam kesepian dan
ketakutan.

Menurut Frankl (1962) kekuatan motivasi yang utama dari kehidupan
manusia bukanlah keinginan untuk bersenang-senang atau keinginan untuk
berkuasa, melainkan keinginan untuk bermakna. Satu-satunya jalan untuk
mencapai kebermaknaan hidup adalah dengan jalan mengikuti nilai-nilainya,
apa yang kita lakukan beberapa untuk mencapai tujuan, memperhatikan
orang lain, dan mencoba meruml,lskannya dengan kesulitan.

Frankl (1962) berpendapat bahwa psikologi tradisional akan menghasilkan
gambaran yang rancu dari keadaan manusia apabila meninggalkan
kehidupan rohani. Menurut-nya pernyataan spiritual tersebut merupakan
kebutuhan mutlak untuk kesehatan psikis. (Calhoun dan Acocella, 1990; R.S.
Satmoko, 1995 h. 29-30)

32

2.2. Kegiatan santri di Pondok Pesantren
2.2.1. Pengertian
Pondok Pesantren
Menurut Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Bidang Pendidikan
Keagamaan dan Pondok Pesantren, Departemen Agama Republik Indonesia
(2002) dalam Pedoman pondok pesantren, definisi pondok pesantren pada
umumnya tergambar pada beberapa ciri khas yang biasa ada dalam pondok
pesantren yaitu adanya pengasuh pondok pesantren (kyai/ ajengan/ tuan
guru/ tengku/ ustadzl buya), adanya masjid sebagai pusat kegiatan ibadah
dan tempat belajar, adanya santri yang belajar, serta adanya asrama sebagai
tempat tinggal santri. Disamping empat komponen tersebut hampir setiap
pesantren juga menggunakan kitab kuning (kitab klasik tentang ilmu-ilmu
keislaman yang menggunakan bahasa Arab yang disusun pada abad
pertengahan sebagai sumber kajian.

Selain itu dalam pedoman yang ditulis oleh Departemen Agama RI membagi
pondok pesantren dalam dua macam yang pertama pondok pesantren
Khalafiyah atau 'Ashriyah yaitu pondok pesantren yang mengadopsi sistem
madrasah atau sistem sekolah, kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum
pemerintah, dalam hal ini departemen pendidikan nasional dan departemen
agama, melalui penyelenggaraan SD, SL TP, dan SMU, atau Ml, MTS, dan
MA bahkan ada juga yang sampai perguruan tinggi. Dan pondok pesantren

33

Salafiyah yaitu pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem
pendidikan khas pondok pesantren, baik kurikulum maupun metode
pendidikannya, bahan pelajarannyapun meliputi ilmu-ilmu agama islam,
dengan mempergunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab, sesuai dengan
tingkat kemampuan masing-masing santri. Pembelajaran dengan sistem
badongan dan sorogan masih tetap dipertahankan, tetapi sudah banyak yang
menggunakan sistem klasikal. (Depag RI, 2000 h. 6-7)

Menurut Marwan Saridjo (1983) dalam bukunya sejarah pondok pesantren di
indosesia secara singkatnya yang dimaksud dengan pesantren adalah
lembaga pendidikan islam yang sekurang-kurangnya mempunyai tiga unsur
yaitu kyai yang mendidik dan mengajar , santri yang belajar dan rnasjid
tempat mengaji.

Lebih lanjut lagi menurut Marwan Saridjo (1983} yang dimaksud dengan
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam
yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan
cara non-klasikal (sistem badongan dan sorogan) di mana seorang Kyai
mengajar santri-santrinya berdasarkan kitab yang ditulis dalam bahasa Arab
oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri
biasanya tinggal di dalam asrama yang disediakan oleh pesantren. Dan yang
dimaksud dengan pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran

34

agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut
di atas tetapi para santrinya tidak disediakan asrama sehingga para santrinya
tinggal rumah dan pemukiman warga sekitar pesantren. Di mana cara dan
metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem
wetonan yaitu para santri datang kepada gurunya pada waktu-waktu tertentu.
(Marwan Saridjo, 1983 h. 9-10)

Santri
Seorang alim hanya akan dapat disebut kyai apabila mempunyai pesantren
dan santri yang tinggal di dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab
kuning. Oleh karena itu santri merupakan elemen penting bagi terciptanya
sebuah pondok pesantren.

Menurut Zamakhsyari Dhofier (1982) dalam bukunya tr