Studi Kasus Endometritis Pada Kuda Berdasarkan Gambaran Ultrasound.

STUDI KASUS ENDOMETRITIS PADA KUDA
BERDASARKAN GAMBARAN ULTRASOUND

IGA MAHARDI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus
Endometritis pada Kuda Berdasarkan Gambaran Ultrasound adalah karya Saya
dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015
Iga Mahardi
B04110014

ABSTRAK
IGA MAHARDI. Studi Kasus Endometritis pada Kuda berdasarkan Gambaran
Ultrasound. Dibimbing oleh AMROZI dan LIGAYA ITA TUMBELAKA.
Endometritis merupakan peradangan yang terjadi pada endometrium dan
menjadi masalah paling umum yang menyebabkan turunnya kesuburan pada kuda
betina. Studi kasus ini dilakukan untuk menentukan prevalensi endometritis pada
kuda berdasarkan gambaran ultrasound. Kajian dilakukan terhadap data sekunder
dari Unit Rehabilitasi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor yang dikumpulkan dari beberapa peternakan kuda di Pulau Jawa dan
Madura pada tahun 2009-2014. Kuda yang menderita endometritis menunjukkan
adanya garis-garis hypoechoic-hyperechoic dan/atau terdapat cairan yang bersifat
hypoechoic-hyperechoic pada lumen uterus. Tahun 2009-2014 tercatat 2510 ekor
kuda yang diperiksa dengan kasus endometritis sebanyak 220 ekor. Prevalensi
rata-rata kuda yang mengalami endometritis adalah 8.76 %.
Kata kunci: endometritis, gambaran ultrasonografi, kuda, prevalensi


ABSTRACT
IGA MAHARDI. Case Study of Endometritis in the Mares by Ultrasound
Imaging. Supervised by AMROZI and LIGAYA ITA TUMBELAKA.

Endometritis is an inflammation of endometrial which known as one of the
major causes for infertility in mares. The objective of this study is to obtain the
prevalence of endometritis in the mare using ultrasonography. This analysis of
this study using the secondary data from Unit of Rehabilitation Reproduction,
Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University which collected
from several stables on Java and Madura Island during 2009-2014. Based on
ultrasound examination, mare with hipoechoic-hyperechoic line in the uterine
and/or acumulation hypoechoic fluid in uterine cavity, defined as endometritis.
During 2009-2014, 2510 mares were examined with 220 cases of endometritis.
The prevalence of mares affected with endometritis was about 8.76%.
Keywords: endometritis, prevalence rate , mares, ultrasonound imaging

STUDI KASUS ENDOMETRITIS PADA KUDA
BERDASARKAN GAMBARAN ULTRASOUND

IGA MAHARDI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena izin-Nya
skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat beserta salam penulis kirimkan untuk
Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul Studi Kasus Endometritis pada
Kuda Berdasarkan Gambaran Ultrasound merupakan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Drh Amrozi, PhD dan Dr
Drh Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc sebagai dosen pembimbing yang
sepenuhnya memberikan bimbingan dan dukungan hingga selesainya skripsi ini

dengan sangat baik. Ucapan terima kasih juga Penulis khususkan untuk orang tua
dan semua anggota keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bidikmisi IPB, Dr Drh Muhammad
Agil, MSc Agr, Drh Aulia Miftahul Rahman, Drh Ade Ocktaviani, Drh Krido,
teman sepenelitian, Kak Faris, Kak Riska, Anna Aesha F, teman-teman Sorcherry
Riding Club dan teman-teman Ganglion.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk perkembangan
ilmu pengetahuan di Indonesia dan dapat menjadi referensi untuk penelitian
berikutnya.
Bogor, Oktober 2015
Iga Mahardi
NIM B04110014

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Studi Kasus

2

Manfaat Studi Kasus

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Kuda

2

Endometritis

3

Ultrasonografi

4

METODE

4

Waktu dan Tempat


4

Materi dan Metode Pelaksanaan

5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

5
10

Simpulan

10


Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR GAMBAR
1 Gambaran ultrasound uterus yang mengalami endometritis
2 Perkembangan folikel pada ovarium kuda yang mengalami endometritis
3 Gambaran uterus yang mengalami endometritis dengan akumulasi
cairan
4 Prosedur Caslick

6

7
8
9

DAFTAR TABEL
1 Jumlah dan prevalensi endometritis tahun 2009-2014

7

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kuda merupakan salah satu jenis hewan yang saat ini banyak digemari oleh
masyarakat menjadi hewan peliharaan. Peranan kuda sebagai alat transportasi
pada zaman dahulu, berhasil menghubungkan masyarakat pedalaman dengan
masyarakat luar. Seiring dengan berkembangnya zaman, fungsi kuda sebagai alat
transportasi berubah alih sebagai hewan olahraga. Bahkan di Indonesia, cabang
olahraga berkuda seperti pacuan, show jumping, dan dressage berkembang cukup
pesat dan menjadi cabang olahraga yang digemari.
Industri ternak kuda di Indonesia sangat berkembang dengan munculnya
kuda persilangan kuda thoroughbred dengan kuda lokal Indonesia yang

digunakan sebagai kuda pacu (Rahman 2012). Pulau Jawa merupakan salah satu
wilayah di Indonesia yang memiliki banyak peternakan kuda (breeding farm).
Umumnya kuda dimanfaatkan sebagai kuda pacu hingga umur 5 tahun. Masa aktif
yang pendek mengakibatkan kuda pacu harus terus diternakkan untuk memenuhi
kebutuhan kuda-kuda pacu dalam kelas pacuan yang berbeda pada tahun-tahun
selanjutnya (Yulianto 2011).
Masalah umum yang dihadapi oleh suatu peternakan adalah masalah yang
berhubungan dengan reproduksi. Fertilitas akan menurun apabila terjadi gangguan
pada saluran reproduksi. Menurut Hamouda et al. (2012), kuda akan menunjukkan
performa reproduksi yang rendah yang disebabkan oleh kelainan anatomi, kondisi
fisiologi, infeksi, dan faktor manajemen. Apabila terdapat gangguan pada sistem
reproduksi akan mengakibatkan turunnya tingkat kebuntingan. Gangguan
reproduksi tersebut diantaranya disfungsi ovari, kista ovari, granulosa theca cell
tumor, endometritis, piometra, abortus, dan kematian embrio dini (Arthur 1969).
Gangguan reproduksi yang paling sering terjadi salah satunya adalah
endometritis. Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium atau
mukosa uterus. Endometritis merupakan perpanjangan inflamasi yang terjadi
setelah perkawinan atau melahirkan (Christoffersen et al. 2012) dengan faktor
predisposisi adanya akumulasi cairan di dalam uterus (Bucca et al. 2008).
Salah satu teknik yang sering digunakan untuk mengetahui kondisi ovarium

dan uterus kuda saat ini adalah pemeriksaan menggunakan ultrasonografi (USG).
Prinsip-prinsip ultrasonografi didasarkan pada kemampuan dari berbagai jaringan
dan cairan yang mampu mencerminkan atau menyebarkan gelombang suara
frekuensi tinggi. Pengamatan alat-alat reproduksi sangat penting dilakukan
sehingga apabila terdapat kelainan dapat dideteksi lebih dini dan dapat dilakukan
pengobatan yang lebih cepat dan tepat. Teknik ultrasonografi dapat memberikan
gambaran yang jelas mengenai kondisi uterus yang mengalami gangguan
reproduksi. Pemeriksaan ultrasonografi akan memberikan gambaran cairan
abnormal yang terdapat pada uterus. Harapannya akan dapat mendiagnosis dengan
cepat dan tepat sehingga dapat meningkatkan performa reproduksi kuda.

2
Tujuan Studi Kasus
Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi endometritis pada
kuda berdasarkan gambaran ultrasound.

Manfaat Studi Kasus
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
kejadian endometritis pada kuda.

TINJAUAN PUSTAKA
Kuda
Kuda (Equus caballus) telah mengalami proses evolusi yang sangat panjang
sehingga terlihat seperti saat ini. Proses evolusi terjadi sejak 60 juta tahun yang
lalu dengan ditemukannya bukti-bukti fosil. Klasifikasi zoologis ternak kuda
adalah kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas
Mamalia (menyusui), ordo Perissodactyla (berteracak tidak memamahbiak),
famili Equidae, genus Equus, dan spesies Equus caballus (Ensminger 1962).
Kuda diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan, tipe berat, dan kuda poni
berdasarkan ukuran, bentuk tubuh dan kegunaan (Ensminger 1962). Menurut
Edwards (1994), kuda dibedakan menjadi kuda coldblood, hotblood, dan
warmblood. Kuda hotblood identik dengan kuda tipe ringan yang agresif seperti
kuda arab, sedangkan kuda coldblood indentik dengan kuda tipe berat yang sering
digunakan untuk menarik beban. Kuda hotblood sering digunakan sebagai kuda
pacu karena kecepatan dan ketahanannya. Salah satu yang paling terkenal adalah
kuda arab. Kuda arab dikenal sebagai fountainhead (sumber) semua ras kuda di
dunia disebabkan kemurnian potensial genetiknya untuk dikembangkan. Kuda
arab menjadi standar kuda ringan seperti ras kuda thoroughbred (Bowling dan
Ruvinsky 2000). Kuda coldblood berasal dari daerah-daerah yang beriklim dingin
seperti di Eropa. Kuda ini cirinya berbadan besar, jalan lambat, punya tenaga kuat,
dan cocok sebagai kuda pekerja.
Kuda warmblood merupakan kuda hasil persilangan dari kuda arab
(hotblood) dengan kuda-kuda di Eropa (coldblood). Kuda warmblood dikenal
sebagai kuda tunggang. Kuda ini banyak dipakai untuk equestrian karena sifatnya
yang cenderung tenang, namun memiliki tenaga yang besar serta ketahanan tubuh
yang bagus. Sifat yang tenang sangat cocok untuk dressage atau tunggang serasi.
Tenaga yang besar sangat dibutuhkan untuk kemampuan melompat tinggi pada
show jumping dan ketahanan fisik pada eventing.
Kuda thoroughbreed (THB) merupakan kuda yang sering digunakan
sebagai race horse dan jumping horse. Kuda thoroughbreed berasal dari Inggris
yang memiliki darah keturunan dari kuda arab. Ciri-ciri kuda thoroughbred
menurut Edward (1994) mempunyai tinggi badan 1.57 m, bentuk kepala serta
rahang yang bagus, perpaduan antara kepala dan leher terlihat bagus dan simetris

3
dengan pundaknya, mempunyai proporsi badan yang panjang. Kaki belakang yang
panjang dan anggun dengan persendian yang baik memberikan daya dorong yang
maksimum, bagian kaki depan bagus dengan bentuk panjang, berotot dan besar,
serta persendian rata.
Peternakan kuda di Indonesia telah ada sebelum bangsa Eropa masuk ke
Indonesia. Indonesia memiliki 13 jenis kuda lokal yaitu, kuda makassar, kuda
gorontalo dan minahasa, kuda sumba, kuda sumbawa, kuda bima, kuda flores,
kuda savoe, kuda roti, kuda timor, kuda sumatera (terdiri dari 4 jenis yaitu kuda
padang, kuda batak, kuda agam, dan kuda gayo), kuda bali, dan kuda lombok serta
kuda kuningan. Pemuliaan kuda di Indonesia dimulai sejak tahun 1800 dengan
mendatangkan beberapa ekor kuda yaitu kuda arab, kuda australia, dan kuda eropa
(Soehardjono 1990). Kegiatan tersebut bertujuan untuk membentuk kuda pacu
Indonesia yang lebih baik.
Kuda pacu Indonesia merupakan kuda Indonesia hasil grading up dari kuda
betina Indonesia dengan pejantan thoroughbred mulai dari generasi pertama (G1),
G2, G3 dan G4 atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating). Kuda tersebut
harus memiliki sertifikat kuda pacu Indonesia dan terdaftar pada biro registrasi
kuda yang ditetapkan pemerintah atau kuda Indonesia yang mempunyai garis
keturunan induk kuda Indonesia dan garis keturunan pejantan/pemacek
thoroughbred impor yang sudah diregistrasi pada pusat registrasi kuda yang
ditetapkan oleh pemerintah (Pordasi 2000).

Endometritis
Endometrium merupakan lapisan uterus paling dalam. Endometrium
menjadi tempat yang memfasilitasi terjadinya konseptus dan implantasi embrio
(Morel 2003). Endometrium juga dilengkapi dengan sistem pertahan, sehingga
apabila terdapat benda asing maka akan muncul reaksi penolakan yang bisa terjadi
secara akut dan kronis. Inflamasi yang terjadi pada endometrium merupakan
proses peradangan yang biasa terjadi pada setelah proses perkawinan.
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium atau mukosa
uterus. Endometritis merupakan perpanjangan proses inflamasi yang terjadi pada
uterus. Apabila terjadi kontaminasi bakteri akan menyebabkan endometritis
semakin parah.
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Pada kasus parah,
kuda yang endometritis dapat mengalami toksemia dan endotoksemia. Gejala
klinis yang timbul seperti penurunan berat badan, depresi, demam, takikardia,
takipnea, injected mucose membrana, ileus, vulvovaginal discharge dan meningkatnya digital pulse. Diferensial sel darah putih menunjukkan neutrophillia atau
neutronpenia. Pemeriksaan lengkap harus dilakukan meliputi pemeriksaan visual
dan digital dari perineum, vagina, serviks, uterus, broad ligaments dan ovari
menggunakan kombinasi vaginoskopi, palpasi transrektal, dan ultrasonografi
(Youngquist dan Threlfall 2007).
Endometritis dapat disebabkan oleh sperma atau kontaminasi bakteri.
Bakteri yang dapat menyebabkan endometritis selama periode setelah melahirkan
meliputi Streptococcus equi zooepidemicus, Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Crossiella equi

4
(Nocardioform actinomycete), Leptospira ssp, Brucella abortus, Salmonella
abortus equi, dan Listeria monocytogenes (Albihn et al. 2003; Youngquist dan
Threlfall 2007; Frontoso et al. 2008).
Kultur bakteri dan sitologi dari biopsi endometrium menunjukkan hasil
terbaik mengenai sensitifitas dan prediksi nilai positif (Nielsen 2005). Diagnosa
yang cepat diperlukan untuk strategi pengobatan yang tepat. Hal pertama yang
harus dilakukan adalah menghilangkan faktor predisposisi (Smith 2015).
Pengobatan untuk endometritis ringan adalah menggunakan terapi antimikroba
sistemik dengan kombinasi oksitosin untuk mendorong terjadinya involusi uteri.
Pada kasus yang lebih parah, kuda diberikan terapi cairan, non steroid anti
inflamatory drugs (NSAIDs), dan antibiotik sistemik (Youngquist dan Threlfall
2007; Moris dan Eden 2008; Bucca et al. 2008; Woodward et al. 2012).

Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan suatu alat yang digunakan untuk mendiagnosa
gambaran organ yang memanfaatkan interaksi antar gelombang suara berfrekuensi
tinggi dengan suatu organ. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosa masalah
reproduksi dan memahami aktifitas reproduksi dengan tingkat akurasi yang lebih
tinggi. Frekuensi gelombang suara yang sering digunakan adalah 1-10 Mhz.
Pemilihan frekuensi ini berdasarkan tingkat penetrasi yang diharapkan untuk
menembus jaringan target dan resolusi dari tampilan di layar monitor yang
dibutuhkan. Pada frekuensi rendah akan didapatkan tampilan detail yang kurang
baik tetapi penetrasi jaringan yang lebih baik, sedangkan pada frekuensi yang
tinggi akan didapatkan tampilan detail yang baik tetapi kedalaman penetrasi
jaringan yang kurang baik (Lavin 2007).
Ihnatsenka and Boezaart (2010) menyatakan bahwa berdasarkan
ekogenisitasnya, gambaran ultrasound akan tampil dalam tiga jenis visualisasi
yakni hyperechoic, hypoechoic, dan anechoic. Hyperechoic (echogenic) merupakan citra berwarna putih pada sonogram yang dapat dijumpai pada struktur seperti
tulang, udara, kolagen dan lemak yang disebabkan pemantulan gelombang secara
sempurna dari struktur target. Hypoechoic (echopoor) merupakan citra berwarna
abu-abu pada sonogram yang dapat dijumpai pada struktur seperti jaringan lunak,
disebabkan tingkat echo yang rendah dari struktur target. Anechoic (echolucent
/nonechogenic) merupakan citra berwarna hitam pada sonogram yang dapat
dijumpai pada struktur seperti cairan kantung kemih yang disebabkan tidak terjadi
pemantulan gelombang dari struktur target.

METODE
Tempat dan Waktu
Kajian dilakukan terhadap data yang dikumpulkan dari beberapa peternakan
kuda di Pulau Jawa dan Madura pada tahun 2009-2014. Pengolahan data

5
dilakukan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Maret-Juli 2015.

Materi dan Metode Pelaksanaan
Kuda yang diamati adalah kuda G (generasi) atau KPI (kuda pacu
Indonesia), kuda warmblood, kuda arab dan kuda thoroughbred. Umur kuda
induk bervariasai antara 3˗ 23 tahun, dara atau sudah pernah beranak. Perkawinan
kuda dilakukan secara alami. Kuda berada di peternakan yang ter-sebar di Pulau
Jawa dan Madura. Data yang digunakan merupakan data sekunder hasil
rekapitulasi data pasien kuda Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pemeriksaan organ reproduksi dilakukan dengan ultrasonografi (Sonoscape
Vet A6) yang dilengkapi dengan linear probe 5˗ 8 MHz, dan direkam dengan
printer (SONY, UP-895 MD, Video Graphic Printer, Japan). Kuda ditempatkan
dalam kandang jepit dan alat ultrasonografi pada tempat yang aman dan mudah
dioperasikan oleh operator. Selanjutnya feses dikeluarkan dari rektum kuda.
Permukaan probe dilumuri dengan gel dan ditutup dengan plastik tipis agar
mendapatkan gambaran ultrasonografi yang baik. Kemudian transduser dimasukkan ke rektum kuda dan diarahkan ke kranial menyusuri organ reproduksi kuda.

Analisis Data
Data sekunder dari rekam medik pasien kuda diolah dan dianalisis secara
deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Endometritis merupakan proses inflamasi yang terjadi pada endometrium
atau mukosa uterus. Inflamasi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa sperma,
seminal plasma, kontaminan, serta zat-zat lain yang dianggap asing oleh uterus.
Endometritis terjadi sebagai suatu hasil dari infeksi bakteri patogen yang
mengontaminasi uterus. Kuda yang rentan terhadap endometritis mengalami
perpanjangan respon inflamasi (Christoffersen et al. 2012) dan mengakibatkan
turunnya conception rate (Causey 2006). Endometritis menjadi salah satu
penyebab paling umum yang menyebabkan turunnya kesuburan pada kuda.
Gambaran ultrasound uterus yang mengalami endometritis adalah terlihat
adanya massa berbentuk garis-garis tipis hypoechoic-hyperechoic pada lumen
uterus (Gambar 1). Pada kuda yang mengalami endometritis juga terdapat
akumulasi cairan pada uterus. Cairan tersebut bersifat abnormal karena terdapatnya
sisa produk inflamasi seperti terdapat massa putih yang melayang dalam cairan,

6
sehingga menghasilkan gambaran yang terlihat berwarna hypoechoic-hyperechoic
(abu-abu hingga putih). Hasil gambaran ultrasound kemudian dihubungkan
dengan sejarah reproduksi kuda. Misalnya kuda yang sudah beberapa kali dikawinkan tetapi tidak dapat bunting. Apabila gambaran ultrasound menunjuk-kan
uterus yang kotor dan terdapat cairan yang berwarna hypoechoic-hyperechoic
maka kuda tersebut dapat dinyatakan mengalami endometritis.

Gambar 1

Gambaran ultrasonografi uterus yang mengalami endometritis:
a. massa berbentuk garis-garis tipis hypoechoic-hyperechoic pada
lumen uterus (
) b. akumulasi cairan pada uterus yang bersifat
hypoechoic-hyperechoic seperti terdapat massa putih yang melayang
di dalam cairan (
) c. uterus normal (
)

Cairan yang terdapat pada uterus kuda yang mengalami endometritis
berbeda dengan cairan yang terdapat ketika estrus (lendir estrus). Lendir estrus
berwarna bening atau tanpa disertai massa putih. Sebaliknya cairan endometritis
bersifat abnormal yaitu berwarna keputihan. Hal ini juga dinyatakan oleh Bucca et
al. (2008) dan Hamouda et al. (2012), yang menyebutkan bahwa berdasarkan
gambaran ultrasound adanya cairan intrauterus (diameter cairan ≥ 2 cm) menjadi
indikator untuk endometritis (Gambar 3). Cairan tersebut berhubungan dengan
meningkatnya jumlah neutrofil akan tetapi tidak selalu berhubungan dengan adanya bakteri (Bucca et al. 2008). Gambaran ultrasound tersebut didukung dengan
pemeriksaan sitologi dan histologi yang menunjukkan adanya endometritis (Liu
dan Troedsson 2008).
Tahun 2009-2014 tercatat 2510 ekor kuda yang diperiksa. Prevalensi
endometritis pada 2009-2014 berturut-turut adalah 17.8 %, 12.44 %, 6.4 %, 5.3 %,
6.7 %, dan 4.9 %. Setiap tahunnya terjadi penurunan kasus endometritis akan
tetapi pada tahun 2013 terjadi kenaikan kasus sebesar 1.4 % dari tahun sebelumnya. Pada tahun terakhir kembali mengalami penurunan menjadi 4.9 %. Prevalensi
rata-rata endometritis tahun 2009-2014 adalah 8.76 %.
Kejadian endometritis menyebabkan dampak ekonomi yang besar pada
industri peternakan kuda (Watson 2000). Endometritis dianggap sebagai masalah
penting yang menyebabkan turunnya fertilitas pada kuda betina (Watson 2000;
Liu dan Troedsson 2008; Morel et al. 2013; Rasmussen et al. 2015). Menurut
Card (2005) endometritis dinilai sebagai kondisi gynaecological kuda yang sangat

7
penting dan masalah paling umum, dan menyebabkan terjadinya kematian embrio
dini sebelum hari 35 (LeBlanc 2008).
Tabel 1 Jumlah dan prevalensi endometritis tahun 2009-2014
Populasi Kuda
(ekor)
371
394
408
506
608
223
2510
418

Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Total
Rata-rata

Jumlah Endometritis
(ekor)
66
49
26
27
41
11
220
37

Prevalensi
(%)
17,8
12,44
6,4
5,3
6,7
4,9
8,76

Kuda yang mengalami endometritis masih menunjukkan siklus estrus yaitu
terlihat adanya aktivitas ovari yang menghasilkan folikel (Gambar 2). Folikel
masih dapat berkembang hingga menjadi folikel dominan dan menunjukkan
adanya gejala estrus. Kuda yang mengalami endometritis apabila dikawinkan
masih dapat bunting, akan tetapi memiliki resiko yang besar mengalami kematian
embrio dini (LeBlanc 2008).

a

b

Gambar 2 a. gambaran uterus kuda yang mengalami endometritis b. perkembangan
folikel padaaovarium kuda yang mengalami
endometritis
b
Endometritis dapat terjadi pada berbagai jenis kondisi kuda. Endometritis
yang terjadi setelah kawin terjadi karena perpanjangan proses inflamasi sehingga
melewati batas waktu normal. Respon inflamasi tersebut harus berakhir dalam
waktu lima hari sebelum terjadi implantasi embrio pada uterus (Fumoso et al.
2003). Pada kuda dengan sistem reproduksi normal, inflamasi akan berakhir
setelah 48 jam. Liu dan Troedsson (2008) mengatakan bahwa jika kuda tidak bisa
mengeliminasi infeksi secara spontan dalam waktu dua hari, maka akan
mengakibatkan endometritis persisten.
Endometritis sering dikaitkan dengan turunnya kemampuan uterus untuk
mengeliminasi cairan atau debris (sisa produk inflamasi, runtuhan sel epitel,

8
kontaminan) setelah kawin atau pun melahirkan. Endometritis terjadi karena
tersisanya produk-produk inflamasi di dalam uterus. Salah satu penyebabnya
adalah lemahnya kontraktilitas atau aktivitas miometrial uterus. Hal tersebut
mengakibatkan adanya akumulasi cairan dan produk inflamasi di dalam uterus,
serta akan memperpanjang proses inflamasi. Akumulasi cairan di dalam lumen
uterus (Gambar 3) mempengaruhi fertilitas dengan menurunkan motilitas dan
viabilitas sperma atau menyebabkan kegagalan implantasi embrio jika
endometritis berlangsung pada hari ke-5 dan ke-6 setelah ovulasi (saat embrio
berpindah dari oviduk ke lumen uterus) (Rohrbach et al. 2007).

Gambar 3 Gambaran uterus yang mengalami endometritis dengan akumulasi
cairan (Bucca et al. 2008)
Faktor predisposisi endometritis diantaranya umur, jumlah kelahiran,
gangguan saat partus, kelainan pada sistem reproduksi, meningkatnya kontaminasi
bakteri, dan lemahnya kontraksi uterus (Youngquist dan Threlfall 2007).
Woodward (2014) menyebutkan walaupun endometritis dapat menyerang semua
kuda, tetapi kuda tua lebih rentan dengan kondisi organ reproduksi seperti
turunnya imunitas, tertundanya pembersihan uterus, lemahnya ligamen uterus, dan
ketidakseimbangan respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi (Fumoso et al. 2003,
2007; Katepalli et al. 2008). Selama endometritis subakut dan endometritis akut,
produksi mukus oleh sel epitel endometrium meningkat. Saat inflamasi sudah
menjadi kronis, lapisan epitel dan mukus berkurang dan meningkatkan peluang
untuk penempelan bakteri (Causey et al. 2000; Causey 2007; LeBlanc et al. 2007).
Kelainan konformasi perineal juga disebut sebagai faktor predisposisi
terjadinya endometritis. Hemberg et al. (2005) mengatakan konformasi internal
dan eksternal saluran reproduksi sangat berhubungan dengan kerentanan
endometritis menjadi endometritis persisten. Hal ini menyebabkan masuknya
udara, kotoran ataupun bakteri dari luar. Kelainan konformasi dapat disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya kuda yang aktif berolahraga, kecelakaan saat
kawin, dan kerobekan saat melahirkan. Kuda yang aktif akan kehilangan lemak
yang terdapat di sekitar perineal sehingga dapat merubah konformasi saluran
reproduksi. Anus akan tertarik ke anterior sehingga kemiringan rektum dan vulva
akan berubah. Keadaan tersebut akan mempermudah aspirasi udara ke dalam
vagina dan masuknya kotoran yang berasal dari rektum. Kondisi tersebut akan
menyebabkan terjadinya pneumovagina yang bisa mempermudah terjadinya
endometritis (Hurtgen 2006).
Kuda yang mengalami laserasi pada vulva (komisura dorsalis), baik karena
kecelakaan pada saat kawin alami ataupun akibat distokia sangat rentan

9
mengalami endometritis. Resiko tersebut dipengaruhi oleh kondisi serviks,
vulvovaginalis dan vulva yang relaksasi, sehingga mudahnya terjadi kontaminasi
dari kotoran. Kotoran akan mudah masuk ke dalam vagina dan mendukung
pertumbuhan bakteri. Salah satu hal yang disarankan untuk dilakukan sebelum
pemberian pengobatan adalah melakukan prosedur vulvoplasty atau Caslick
procedur (Gambar 4) yang dikenalkan oleh Caslick (1937). Hal pertama yang
harus dilakukan adalah menghilangkan faktor predisposisi (Smith 2015). Sebelum
memilih strategi pengobatan, sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan pada
gangguan atau kelainan konformasi saluran reproduksi.

a

b

c

f
e
d
Gambar 4 Prosedur Caslick : a. Kerobekan pada komisura dorsalis, b. pembalutan
pada ekor dan pembersihan daerah perineal, c. Pemberian anastesi lokal,
d. Pembuatan perlukaan pada bagian yang akan dijahit kembali,
e. Penjahitan bagian vulva yang sobek, f. Pemberian salep luka pada
bagian yang dijahit.
Bakteri yang dapat menyebabkan endometritis meliputi Streptococcus equi
zooepidemicus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Crossiella abortus (Nocardioform actinomycete),
Leptospira ssp, Brucella abortus, Salmonella abortus equi, dan Listeria
monocytogenes (Albihn et al. 2003; Youngquist dan Threlfall 2007; Frontoso et al.
2008). Bakteri yang memiliki prevalensi tinggi pada kejadian endometritis adalah
β-hemolytic, Streptococci dan E. coli (Riddle et al. 2007; Frontoso et al. 2008).
Menurut Hamouda (2012) bakteri yang umum menginfeksi uterus adalah
Streptococcus zooepidemicus, diikuti oleh Eschericia coli. Infeksi bakteri pada
uterus berkisar antara 25 %-60 % (Riddle et al. 2007; Frontoso et al. 2008;
Nielsen et al. 2010).

10
Bagian paling kritis untuk pencegahan endometritis adalah bagaimana
caranya agar pembersihan uterus terjadi secara cepat setelah kawin dan
melahirkan (LeBlanc 2010). Semua hal tersebut akan terganggu ketika turunnya
kontraksi uterus. Pemilihan pengobatan selalu didasarkan pada bagaimana caranya
untuk mendukung pembersihan uterus. Terapi yang diberikan adalah pemberian
antibiotik intrauterin yaitu gentamisin (Genta-ject®) 10 % dengan dosis 2×103mg
/2×102 ml salin atau penisillin-streptomisin (pen-duo-sterp®) dengan dosis 2×105
IU/25 kg BB dan 2.5×105IU/25 kg BB, dengan oksitosin (Rheintocin®) dengan
dosis 10mg/ml dan diencerkan dengan 15 ml NaCl 0.9% yang diberikan secara
berkala. Pemberian antibiotik bertujuan untuk menghilangkan bakteri gram positif
dan negatif. Pemberian oksitosin bertujuan untuk meningkatkan kontraksi uterus
sehingga dapat mengeluarkan cairan yang ada di dalam uterus.
Rahman (2012) menyatakan terapi yang diberikan adalah dengan antibiotik
kombinasi gentamisin dan flumequin, hormon PGF2α atau oksitosin, dan multivitamin yang memberikan tingkat keberhasilan 20 dari 42 ekor dapat bunting
kembali. Pemberian PGF2α atau oksitosin berguna untuk membantu meningkatkan tonus uterus sehingga discharge yang tertimbun dapat dikeluarkan (Hurtgen
2006). Pencegahan terjadinya endometritis setelah kawin dapat dilakukan dengan
pemberian oksitosin 10-25 IU secara intravena atau intramuskular setelah kawin
(Knutti et al. 2000).
Terapi lain yang dilakukan adalah dengan pemberian mucolytic agents
(LeBlanc 2010). Pemberian mucolytic agents berfungsi untuk menurunkan viskositas cairan sehingga lebih mudah dikeluarkan dari uterus. Respon inflamasi yang
berlebihan dapat dihambat dengan pemberian kortikosteroid seperti prednisolon
asetat (Moris dan Eden 2008) atau deksametason (Bucca et al. 2008). Pemberian
deksametason dosis tunggal (50 mg, intravena) dapat mengurangi kekentalan
cairan uterus dan mengurangi udema uterus. Pemberian deksametason tidak memberikan hasil yang signifikan pada tingkat kebuntingan (Bucca et al. 2008).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gambaran ultrasound kuda yang mengalami endometritis adalah
terdapatnya garis-garis hypoechoic-hyperechoic dan/atau terdapat cairan yang
bersifat hypoechoic-hyperechoic pada lumen uterus. Prevalensi rata-rata kuda
yang mengalami endometritis di Pulau Jawa dan Madura pada tahun 2009-2014
adalah sebesar 8.76 %.
Saran
Pemeriksaan endometritis dengan metode lain seperti pemeriksaan sitologi,
histologi, dan kultur bakteri perlu dilakukan untuk menentukan penyebab dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan dan
literatur.

11

DAFTAR PUSTAKA
Albihn A, Baverud V, Magnusson U. 2003. Uterine microbiology and
antimicrobial susceptibility in isolated bacteria from mares with fertility
problems. Acta Vet Scand. 44(3-4):121-129.
Arthur GH. 1969. The ovary of the mare in health and disease. Equine Vet J.
1(4):153–156. doi: 10.1111/j.2042-3306.1969.tb03361.x
Bowling AT, Ruvinsky A. 2000. The Genetics of the Horse. Inggris (GB): CABI.
Bucca S, Carli A, Buckley T, Dolci G, Fogarty U. 2008. The use of
dexamethasone administred to mares at breeding time in the modulation of
persistent mating induce endometritis. Theriogenology. 70(7):1093-1100.
doi: 10.1016/j.theriogenology.2008.06.029.
Card C. 2005. Post-breeding inflammation and endometrial cytology in mares.
Theriogenology. 64(3):580-588.
Caslick EA. 1937. The vulvo-vaginal orifice and its relation to genital health in
the TB mare. Cornell Vet. 27:87-178.
Causey RC, Ginn P, Katz B, Hall B, Anderson KJ, LeBlanc MM. 2000. Mucus
production by endometrium of reproductively healthy mares and mares with
delayed uterine clearance. J Reprod Fertil Suppl. 5:333–339.
Causey RC. 2006. Making sense of equine uterine infections: the many faces of
physical clearence. Vet J. 172(3):21-405. doi:10.1016/j.tvjl.2005.08.005.
Causey RC. 2007: Mucus and the mare: how little we know. Theriogenology.
68(3):386–394. doi: 10.1016/j.theriogenology.2007.04.011.
Christoffersen M, Woodward E, Bojesen AM, Jacobsen S, Petersen MR,
Troedsson MHT, Lehn-Jensen H. 2012. Inflammatory responses to induced
infectious endometritis in mares resistant or susceptible to persistent
endometritis. BMC Vet Res. 8:41. doi:10.1186/1746-6148-8-41.
Edwards EH. 1994. The Encyclopedia of Horse. Inggris (GB): CABI.
Ensminger ME. 1962. Animal Science Animal Agriculture Series. 5th Ed. Illinois
(US): Danville Printers & Publisher, Inc.
Frontoso R, De Carlo E, Pasolini MP, Meulen KVD, Pagnini U, Iovane G. 2008.
Retrospective study of bacterial isolates and their antimicrobial
susceptibilities in equine uteri during fertility problems. Res Vet Sci.
84(1):1-6. doi:10.1016/j.rvsc.2007.02.008.
Fumuso E, Giguere S, Wade J, Rogan D, Videla-Dorna I, Bowden RA. 2003.
Endometrial IL-1beta, IL-6 and TNF-alpha, mRNA expression in mares
resistant or susceptible to post-breeding endometritis. Effects of estrous
cycle, artificial insemination and immunomodulation. Vet Immunol
Immunop. 96(1-2):31-41.
Fumuso E, Aguilar J, Giguere S, Rivulgo M, Wade J, Rogan D. 2007. Immune
parameters in mares resistant and susceptible to persistent post-breeding
endometritis: effects of immunomodulation. Vet Immunol Immunop. 118(12):30-39.

12
Hamouda MA, Al-Hizab FA, Ghoneim IM, Al-Dughaym AM , Al-Hashim HJ.
2012. Asssessment of endometritis in arabian mare. Anim Prod. 14(2):99103.
Hemberg E, Lundeheim N, Einarsson S. 2005. Retrospective study on vulvar
conformation in relation to endometrial cytology and fertility in
thoroughbred mares. Vet Med A Physiol Pathol Clin Med. 52(9):474-477.
Hurtgen JP. 2006. Pathogenesis and treatment of endometritis in the mare: a
review. Theriogenology. 66(3):560–566.
Ihnatsenka B dan Boezaart AP. 2010. Ultrasound: basic understanding and
learning the language. International Shoulder Journal 4(3): 55-62. doi:
10.4103/0973-6042.76960.
Katepalli MP, Adams AA, Lear TL, Horohov DW. 2008. The effect of age and
telomere length on immune function in the horse. Develop Comp Immunol.
32(12):1409-1415. doi:10.1016/j.dci.2008.06.007.
Knutti B, Pycock JF, van der Weijden GC, Kupper U. 2000. The influence of
early postbreeding uterine lavage on pregnancy rate in mares with
intrauterine fluid accumulations after breeding. Equine Vet Educ. 5:346–349.
Lavin LM. 2007. Radiography in Veterinary Technology. 4th ed. (US): Saunders
Elsevier.
LeBlanc MM, Magsig J, Stromberg AJ. 2007: Use of a low volume uterine flush
for diagnosing endometritis in chronically infertile mares. Theriogenology.
68(3):403–412. doi:10.1016/j.theriogenology.2007.04.038.
LeBlanc MM. 2008. The chronically infertile mare. In: 54th Annual Convention
of the American Association of Equine Practitoners 391-407.
LeBlanc MM. 2010. Advances in the diagnosis and treatment of chronic
infectious and post–mating-induced endometritis in the mare. Reprod Dom
Anim. 45(2):21–27. doi: 10.1111/j.1439-0531.2010.01634.x.
Liu IKM dan Troedsson MHT. 2008. The diagnosis and treatment of endometritis
in the mare: Yesterday and today. Theriogenology. 70:415–420. doi:
10.1016/j.theriogenology.2008.05.040.
McKinnon AO dan Voss JV. 1993. Equine Reproduction. Philadelphia (US): Lea
& Fibiger.
Morel MCGD. 2003. Equine Reproductive Physiology, Breeding and Stud
Management. 2nd ed. Amerika (US): CABI Publishing.
Morel MCGD, Lawlor O, Nash DM. 2013. Equine endometrial cytology and
bacteriology: Effectiveness for predicting live foaling rates. The Vet
J.198(1):206–211. doi: 10.1016/j.tvjl.2013.08.002.
Moris L, Eden C. 2008. The Use corticosteroid at the Time of Mating to Prevent
Post Breeding Endometritis. Austral. College Vet. Scient. 88-89.
Nielsen JM. 2005. Endometritis in the mare: A diagnostic study comparing
cultures from swab and biopsy. Theriogenology. 64(3): 510–518.
Nielsen JM, Troedsson MH, Petersen MR, Bojesen AM, Lehn- Jensen H, Zent
WW. 2010. Diagnosis of endometritis in the mare based on bacteriological
and cytological examinations of the endometrium: comparison of results
obtained by swabs and biopsies. J Equine Vet Sci. 30(1):27–30.
doi:10.1016/j.jevs.2009.11.006.
PORDASI. 2000. Peraturan Pacuan & Petunjuk Pelaksanaan Kejuaraan Nasional.

13
Rahman AM. 2012. Performa reproduksi kuda pacu Indonesia [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rasmussen CD, Petersen MR, Bojesen AM. 2015. Equine infectious endometritis
clinical and subclinical cases. J Equine Vet Sci. 35(2): 95–104.
doi:10.1016/j.jevs.2014.12.002.
Riddle WT, LeBlanc MM, Stromberg AJ. 2007. Relationships between uterine
culture, cytology and pregnancy rates in a thoroughbred practice.
Theriogenology. 68(3): 395–402.
Rohrbach BW, Sheerin PC, Cantrell CK, Matthews PM, Steiner JV, Dodds LE.
2007. Effect of adjunctive treatment with intravenously administered
propionibacterium acnes on reproductive performance in mares with
persistent endometritis. J Am Vet Med Assoc. 231(1):107-113.
Smith BP. 2015. Large Animal internal Medicine. 4th ed. Amerika(US): Elsevier
Saunders.
Soehardjono O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang, Jakarta.
Watson ED. 2000. Post-breeding endometritis in the mare. Anim Reprod Sci. 60–
61: 221–232. doi:10.1016/S0378-4320(00)00110-X.
Woodward EM, Christoffersen M, Compos J, Squires EL, Troedsson MHT. 2012.
Susceptibility to persistent breeding-induce endometritis in the mare:
relationship to endometrial biopsy score and age, and variation between
season.
Theriogenology.
78(3):495-501.
doi:
10.1016/j.
Theriogenology.2012.02.028.
Woodward EM and Troedsson MHT. 2014. Endometritis in old mares.
Pferdeheilkunde 30:53-56.
Youngquist RS And Threlfall WR. 2007. Current Therapy In Large Animal 2nd
ed. Amerika(US): Elsevier Saunders.
Yulianto MDE. 2011. Dinamika ovarium pada kuda hasil persilangan pejantan
Thoroughbred dengan induk lokal Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Iga Mahardi yang dilahirkan di Pasir Pangaraian pada
tanggal 26 Januari 1993, anak dari Ibu Dasmaharni dan Bapak Edi M Zein.
Penulis anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di
SDN 01 Muaro Paiti tahun 2002, SMPN 1 Kapur IX tahun 2008 dan SMAN 1
Kapur IX tahun 2011 dan masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 20011
melalui jalur USMI, serta mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
Selama kuliah Penulis aktif pada organisasi mahasiswa daerah IKMP dan
IPMM, UKM Equestrian Club IPB, ketua cluster herbivora Himpunan Minat dan
Profesi Satwa Liar tahun 2013-2014, ketua divisi danus dan konsumsi seminar
nasional Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar 2013-2014 Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut pertanian Bogor, serta kepanitiaan lain pada acara-acara kampus.