KONSEP SELF LEADERSHIP DALAM MENJALANKAN USAHA (Studi Kasus: Pelaku UMKM Mitra Binaan CIKAL Universitas Sumatera Utara, Medan)
KONSEP SELF LEADERSHIP DALAM MENJALANKAN USAHA
(Studi Kasus: Pelaku UMKM Mitra Binaan CIKAL Universitas
Sumatera Utara, Medan)
Yasmin Chairunisa Muchtar* dan Inneke Qamariah**
Dosen FE USU
Abstract: The purpose of this research is to know the concept of self leadership on the SME partner of CIKAL USU and to analyze the relationship between business longevity, omzet and self leadership on the SME partner of CIKAL USU. The Sample of this research is 30 the SME partners of CIKAL USU. The method of this research used Descriptive and Statistical Analysis.The results showed that there are 96,7% of total respondents at self leadership concept. In addition, result also showed that business longevity does not have any correlation with self leadership. Finally, omzet does not have any correlation with self leadership as well.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep ‘self
leadership’ pada pelaku UMKM Mitra Binaan CIKAL USU dan untuk mengetahui hubungan antara lama usaha, omzet usaha dengan self leadership pada pelaku UMKM Mitra Binaan CIKAL USU. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang pelaku UMKM Mitra Binaan CIKAL USU. Metode penelitian ini menggunakan uji deskriptif dan statistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Terdapat 96,7% dari total responden pelaku UMKM telah memiliki kemampuan self leadership. Selain itu tidak terdapat hubungan antara variabel lama usaha dengan variabel self leadership dan tidak Terdapat hubungan antara variabel omzet usaha dengan variabel self leadership.
Keywords: Self Leadership, SME, Business Longevity, Omzet
PENDAHULUAN
Dalam menghadapi situasi
perekonomian Indonesia baik bisnis yang berskala kecil maupun berskala besar diharapkan dapat menghadapi tantangan
dan hambatan yang terus terjadi.
Kemampuan setiap pelaku UMKM dalam mengubah tantangan menjadi peluang merupakan hal yang penting dilakukan agar
kinerja usahanya tetap tumbuh dan
mempunyai peran optimal dalam
perekonomian nasional. Salah satu
tantangan dan hambatan tersebut adalah meningkatnya persaingan di antara produk-produk UMKM. Untuk itu UMKM perlu menjaga dan meningkatkan daya saing sebagai industri kreatif dan inovatif, meningkatkan standar, desain dan kualitas produk. Tantangan dan hambatan tersebut bisa dihadapi jika pelaku UMKM tersebut mempunyai faktor internal dan faktor eksternal di dalam diri pelaku UMKM.
Faktor internal tersebut meliputi
karakteristik yang dimiliki setiap pelaku
UMKM. Dengan karakteristik yang
dimiliki tersebut diharapkan pelaku UMKM dapat menunjang Keberhasilan usaha yang merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam berwirausaha.
Kriteria UKM mengacu pada BPS dan UU No. 20 Tahun 2008 yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19 orang.
Untuk mendukung kebrhasilan dan keberlangsungan usaha, pelaku UMKM harus mempunyai jiwa kewirausahaan tetapi juga harus mempunyai strategi dalam menjalankan dan mengembangkan usaha mereka. Untuk memenangkan persaingan pasar dalam globalisasi dunia usaha diperlukan pemikiran yang menekankan
(2)
pentingnya inovasi dan kreatifitas secara terus menerus.
Temtime dan Pansiri (2004)
melakukan penelitian pada 203 UKM di
Bostwana. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pengembangan
sumber daya manusia, pengembangan organisasi, latar belakang manajer/pemilik, kepemimpinan manajemen, dan strategi bersaing merupakan komponen penting yang mempengaruhi kinerja UKM.
Inovasi dan Kreatifitas yang
dimiliki oleh seorang pelaku UMKM tidak terlepas dari kemampuan yang ada pada diri sendiri. Meliputi antara lain sifat prestatif, sifat kerja keras, sifat keyakinan diri, sifat pengambilan resiko, sifat Swa-Kendali.
Sifat prestatif sebagai karakteristik
wirausaha dalam berbagai situasi selalu
tampil lebih baik, lebih efektif
dibandingkan dengan hasil yang dicapai sebelumnya. Sifat kerja keras sebagai karakteristik wirausaha yang menunjukkan seorang wirausaha selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Sifat Keyakinan diri sebagai karakteristik wirausaha yang menunjukkan bahwa seorang wirausaha selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu dalam bertindak dan memiliki kecendrungan untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi. Sifat Pengambilan resiko sebagai karakteristik wirausaha yang menunjukkan seoarng
wirausaha selalu memperhitungkan
keberhasilan dan kegagalan dalam
melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan berusaha. Sifat Swa-Kendali sebagai karakteristik wirausaha dalam menghadapi berbagai situasi selalu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi, batas-batas kemampuadn dalam berusaha.
Pengendalian diri dalam melakukan kegiatan lebih terarah dalam pencapaian tujuan, pribadi seoarnag wirausaha harus memutuskan kapan harus bekerja lebih keras, kapan harus berhenti meminta bantuan dari orang lain, kapan harus mengubah strategi apabila menghadapi hambatan (Rambat, 2007:7).
Untuk mengasah kemampuan dan karakteristik wirausaha tersebut, maka pelaku UMKM agar bisa bersaing dan memperoleh keberhasilan harus mempunyai
konsep self leadership yang dapat
mengarahkan diri sendiri sehingga bisa mempengaruhi lingkungan sekitar dari bisnis yang dijalankan nya tersebut.
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah para pelaku UMKM Mitra
Binaan CIKAL USU memiliki
konsep ‘self leadership’?
2. Bagaimana hubungan lama usaha
dengan self leadership pada pelaku UMKM Mitra Binaan Cikal USU?
3. Bagaimana hubungan omzet usaha
dengan self leadership pada pelaku UMKM Mitra Binaan Cikal USU?
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep ‘self
leadership’ pada pelaku UMKM
Mitra Binaan CIKAL USU.
2. Untuk mengetahui hubungan antara
lama usaha, omzet usaha dengan self leadership pada pelaku UMKM Mitra Binaan CIKAL USU.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Self Leadership
Konsep self leadership meliputi seperangkat perilaku yang berdasarkan teori pembelajaran social dan teori penetapan tujuan. (Mc Shane & Von Glinow, 2003).
Self leadership mendeskripsikan proses mempengaruhi diri sendiri ( self-influence) melalui suatu tindakan yang mampu untuk dilakukan orang tersebut dan mencapai suatu arah diri (self direction) serta motivasi diri (self motivation) yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan (Manz, 1986, Manz and Neck, 2004,
D’Intino et al, 2007).
Self leadership meliputi perilaku spesifik dan rancangan strategi kognitif untuk mempengaruhi pribadi secara efektif. Strategi ini secara umum dikelompokkan kedalam tiga kategori pokok yaitu strategi yang berpusat pada perilaku (behavior-focus strategy), natural reward strategies, dan strategi pola berpikir konstruktiff (constructive thought pattern strategies). (Manz and Neck, 2004; Manz dan Sims, 2001; Prussia, Anderson dan Manza, 1998)
Sedangkan menurut Von Glinow,
self leadership meliputi latihan mental
(3)
rewards, monitor diri (self monitoring), self reinforcement dan self cueing.
Strategi yang berpusat pada
perilaku (behavior focused strategies) untuk membantu individu dalam meningkatkan rasa kesadaran diri (self awareness) dengan tujuan untuk memudahkan pengelolaan tingkah-laku, khususnya suatu perilaku yang diperlukan untuk tugas tertentu, walaupun merupakan tugas atau pekerjaan yang tidak menyenangkan (Manz dan Neck, 2004). Salah satu bagian dari behavior focused strategies adlah self cueing. Self Cueing adalah mempraktekkan perilaku yang diinginkan sebelum kinerja aktual, yang dapat membantu untuk mencegah kerugian (Houghton & Neck, 2002). Daftar-daftar, catatan atau poster adalah beberapa contoh dari tanda atau isyarat eksternal
yang dapat membantu untuk tetap
memperhatikan dan berfokus pada
pencapaian tujuan. (D’Intino et all, 2007).
Langkah pertama dalam self
leadership adalah menyusun cita-cita untuk pekerjaan anda (personal goal setting). Langkah ini meliputi mengidentifikasi cita-cita khusus yang ingin dicapai, cita-cita-cita-cita yang relevan dan menantang. Hal yang membuat ini berbeda adalah cita-cita ini disusun sendiri, bukan merupakan hasil diskusi bersama dengan atasan atau rekan. (Mc Shane & Von glinow, 2003 )
Langkah selanjutnya adalah pola berfikir yang konstruktif (constructive thought patterns). Sebelum memulai suatu tugas dan ketika kita melaksanakannya, karyawan sebaiknya memilki pemikiran yang postif mengenai pekerjaan dan begitu
juga dengan penyelesaian pekerjaan.
Karyawan akan lebih termotivasi dan siap untuk menyelesaikan pekerjaannya setelah
mereka melakukan ‘positive self talk’ dan
‘mental imagery’ (Mc Shane & Von Glinow, 2003)
Pada positive self talk, kita merujuk kepada suatu situasi ketika kita berbicara kepada diri kita mengenai pemikiran-pemikiran atau tindakan-tindakan kita. Beberapa dari komunikasi internal yang kita lakukan akan membantu proses pengambilan keputusan, seperti menimbang keuntungan suatu pilihan tertentu. (Mc Shane & Von glinow, 2003)
Masalah yang paling sering adalah adanya negative self talk, dimana kita lebih
banyak mengkritik daripada mendorong ataupun mengapresiasi diri kita sendiri.
Negative self talk bisa menurunkan efikasi diri yang pada akhirnya akan menurunkan performa kerja. Sebaliknya positive self talk
akan menciptakan rasa percaya diri (percaya bahwa kita mampu) yang pada akhirnya akan meningkatkan motivasi. (Mc Shane & Von glinow, 2003)
Sebelum melaksanakan suatu
perkejaan disarankan untuk melatih tugas atau perkerjaan tersebut secara mental dan membayangkan pencapaian kesuksesan atas
pekerjaan tersebut. Berdasarkan
defenisinya, mental imagery terbagi 2 yaitu: 1. Meliputi pelatihan tugas secara mental , mengantisipasi hambatan-hambatan dalam mencapai suatu tujuan, mencari solusi terhadap hambatan sebelum terjadi. Jadi dengan melakukan tahap 1 kita akan melihat masalah sebelum terjadi sehingga kita bisa merespon dengan tepat.
2. Meliputi visualizing successful
(membayangkan kesuksesan). Kita
membayangkan bagaimana suatu
penyelesaian tugas yang diikuti dengan hasil yang positif. Misalnya dengan membayangkan dipromosikan menjadi bos, mendapat penghargaan, liburan. Hal ini biasanya akan meningkatkan komitmen dalam pencapaian tujuan. (Mc Shane & Von Glinow, 2003)
Natural reward strategies bertujuan untuk menciptakan beberapa situasi yang
membuat orang tersebut menjadi
termotivasi atau merasa dihargai dengan adanya aspek-aspek yang menyenangkan yang terkandung didalam tugas tersebut (Manz & Neck, 2004; Manz & Sims, 2001). Terdapat 2 hal pokok pada natural rewards strategies yaitu:
1. Meliputi hal-hal yang dapat menbangun
gambaran yang menyenangkan dan
menggembirakan kedalam suatu pekerjaan sehingga secara alami pekerjaan tersebutlah yang menjadi reward
2. Mencakup pembentukan persepsi dengan cara menhgindari hal-hal yang tidak
menyenangkan dari suatu pekerjaan,
sebaliknya dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan yang tterkandung pada pekerjaan tersebut. (Manz & Neck, 2004; Manz & Sims, 2001).
Kedua strategi tersebut
(4)
terhadapa kemampuan diri, ketetapan diri / tekad (self determination), yang merupakan dua mekanisme utama dari motivasi intinsik. (Deci & Ryan, 1985).
Pada dasarnya natural rewards
strategies didisain untuk menolong
menciptakan rasa kompeten dan self determination yang akan meningkatkan kinerja dan mendorong perilaku yang
beroreintasi pada penyelesaian tuga.
(D’Intino, Goldsby et all, 2007)
Tahapan selanjutnya pada self leadership adalah self monitoring. Self monitoring adalah proses agar diri kita dapat memantau kemajuan dari suatu
pekerjaan. Self monitoring meliputi
pengawasan secara regular, perencanaan serta umpan balik. Orang yang membuat umpan balik terhadap tugasnya lebih baik daripada umpan balik yang dibuat oleh orang lain (Mc Shane & Von Glinow, 2003).
Setelah self monitoring, selanjutnya
adalah self reinforcement. Self
reinforcement terjadi ketika seorang pekerja memilki kuasa atas faktor penguat akan tetapi tidak menggunakannya sehingga
tercapainya tujuan pekrja tersebut.
Misalnya dengan mengambil waktu
istirahat setelah mencapai target yang telah ditetapkan. Rehat kerja tersebut merupakan suatu bentuk dorongan diri dari penguatan positif. Self reinforcement juga terjadi ketika memutuskan untuk melakukan hal yang menyenangkan setelah menyelesaikan
pekerjaan yang tidak anda senangi.
Misalnya setelah menyelesaikan laoporan yang sulit,, anda mungkin memutuskan
untuk melakukan hal yang lebih
menyenangkan.( Mc Shane & Von Glinow, 2003).
2. Pelaksanaan ‘Self Leadership’
Terlalu dini untuk mengatkan bahawa tiap komponen self leadership bermanfaat, tapi bukti menunjukkan bahwa
pelaksanaan ‘self leadership’ secara umum meningkatkan efikasi diri, motivasi dan
kinerja. Penelitan pada “psikologi sport” mengindikasikan bahwa “self-set goals”
dan “constructive thought process”
meningkatkan kinerja individu. Salah satu contohnya adalah seorang ice skater belia
yang mendapatkan pelatihan “self talk”
mengalami peningkatan prestasi setahun
kemudian. Pada kenyataannya, suatu studi menunjukkan bahwa hampir semua atlet
olimpiade bergantung kepada latihan
mental dan positive self talk untuk mencapai performa yang diinginkannya. (Bauman, 2000; Thiese & Huddleston, 1999Defransesco & Burje, 1997; Ming & Martin, 1996 in Mc Shane & Von Glinow, 2003).
Salah satu dari beberapa studi pada susunan organisasi melaporkan bahwa pekerja yang melakukan self set goals dan
self reinforcement memiliki motivasi
internal yang lebih tinggi. Penelitian lainnya menemukan bahwa karyawan perusahaan penerbangan yang menerima
pelatihan ‘pola pemikiran yang konstruktif
(constructive thought pattern) memilki performa mental yang lebih baik, antusias
dan kepuasan kerja jika disbanding
koleganya yang tidak mendapatkan
pelatihan. (Saks & Ashforth, 1996; Manz & Neck; in Mc Shane and Von Glinow, 2003).
Bagaimanapun juga salah salah satu keuntungan self leadership, bahwa self leadership dapat dipelajari. Program pelatihan dapat membantu pekerja untuk meningkatkan kemampuan self leadership
mereka. Organisasi dapat juga
meningkatkan self leadership dengan
memberikan otonomi yang cukup dan imbalan yang dapat mendorong perilaku
self leadership. (Kazan, 2000; Ross, 2000; Castaneda et all, 1999; Steward et all, 1996). Secara keseluruhan, self leadership
akan menjadi konsep dan praktek penting untuk peningkatan motivasi dan kinerja pekerja.
3. Karakteristik/sifat wirausaha
Beberapa sifat dasar dan
kemampuan yang ada pada diri seorang wirausaha, menurut Sukardi dalam Rambat (2007) menemukan sembilan karakteristik tingkah laku kewirausahaan yang paling sering ditemukan antara lain:
a. Sifat Instrumental
Sifat instrumental sebagai karakteristik wirausaha menunjukkan bahwa wirausaha dalam berbagai situasi selalu memanfaatkan segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk mencapai tujuan pribadi dalam berusha. Wirausaha selalu mencari segala
(5)
sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kinerjanya.
b. Sifat Prestatif
Sifat Prestatif sebagai akrakteristik
wirausaha menunukkan bahwa wirausaha dalam berbagai situasi selalu tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan hasil yang dicapai sebelumnya. Wirausaha selalu berbuat lebih baik, tidak eprnah puas dengan hasil yang dicapainya sekarang, dan selalu membuat target yang lebih baik dan lebih tinggi dari sebelumnya.
c. Sifat Keluwesan Bergaul.
Sifat keluwesan bergaul sebagai
karakteristik wirausaha menunjukkan
wirausaha selalu ebrusaha untuk cepat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi
hubungan manusia. Wirausaha selalu
menampilkan wajah ramah, akomodatif terhadap berbagai ajakn untuk berdialog. Secara halus dapat menjadikan dirinya pusat perhatian dan merangsang orang lain untuk berdialog.
d. Sifat Kerja Keras
Sifat kerja keras sebagai karakteristik wirausaha menunjukkan ia selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah meyerah sebelum pekerjaan selesai. Wirausaha mengutamakan kerja dan mengisi waktu yang ada dengan perbuatan yang nyata untuk mencapai tujuan.
e. Sifat keyakinan Diri
Sifat keyakinan diri sebagai karakteristik wirausaha menunuukkan ia selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu
dalam bertindak bahkan memiliki
kecendrungan untuk melibatkan diri secara
langsung dalam berbagai situasi.
Optimisme menunjukkan adanya keyakinan
bahwa tindakannya akan membawa
keberhasilan. Bersemangat tinggi dalam bekerja, dan berusaha secara mandiri menemukan alternatif jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi.
f. Sifat pengambilan Resiko
Sifat pengambilan resiko sebagai
karakteristik wirausaha menunjukkan
bahwa wirausaha selalu memperhitungkan
keebrhasilan dan kegagalan dalam
melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan berusaha. Seorang wirausaha tidak takut dalam menghadapi situasi yang tidak
menentu dimana tidak ada jaminan
keberhasilan. Segala tindakannya
diperhitungkand dengan cermat, selalu
membuat antisipasi adanya
hambatan-hambatan yang dapat meninggalkan
usahanya.
g. Sifat Swa-Kendali
Sifat Swa-Kendali sebagai karakteristik wirausaha menunjukkan bahwa dalam
menghadapi berbagai situasi selalu
mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi, batas-batas kemampuan dalam berusaha. Wirausaha selalu menyadari benar bahwa melalui pengendalian diri maka kegiatan-kegiatannnya dapat lebih terarah pada pencapaian tujuan.
h. Sifat Inovatif.
Sifat inovatif sebagai karakteristik
wirausaha yang menunjukkan seorang
wirausaha selalu mendekati berbagai
masalah dalam berusaha dengan cara-cara baru yang lebih ebrmanfaat. Terbuka untuk gagasan, pandangan, dan penemuan baru
yang dapat dimanfaatkan untuk
emningkatkan kinerjanya. Selalu
berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara baru atau memperbaiki cara-cara-cara-cara yang
biasa dilakukan orang lain untuk
peningkatan kinerjanya. Cenderung untuk melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari hasil pemikirannya.
i. Sifat Kemadirian
Sifat kemandirian sebagai karakteristik wirausaha yang menunjukkan bahawa seorang wirausaha selalu mengembalikan perbuatannya sebagai tanggung jawab
pribadi. Keberhasilan dan kegagalan
merupakan konsekuensi pribadi wirausaha.
Lebih mementingkan otonomi dalam
bertindak, pengambilan keputusan dan
pemilihan berbagai kegiatan dalam
mencapai tujuan.
4. Kesuksesan Usaha
Kesuksesan sebuah bisnis ditentukan oleh karakteristik individual. Karakteristik individu dapat berubah karena adanya situasi tertentu atau pengalaman tertentu (Taormina dan Lao, 2007).
5. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan antara variabel
lama usaha dan variabel self leadership.
2. Terdapat hubungan antara omzet
(6)
METODE
1. Objek Penelitian
Dalam hal ini yang akan diteliti adalah para pelaku UMKM Mitra Binaan CIKAL Universitas Sumatera Utara. Cikal merupakan inkubator bisnis di Sumatera Utara yang mempunyai binaan para pelaku UMKM yang dapat melengkapi dan
menyempurnakan usaha-usaha industri
kecil yang telah pernah dilakukan untuk mengembangkan usaha UMKM.
2. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dengan menggunakan
metode sensus dimana melibatkan secara keseluruhan data yang dijadikan objek penelitian. Pelaku UMKM Mitra Binaan Cikal USU mempunyai 30 pelaku UMKM yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yaitu data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk menjawab masalah dalam penelitian. Sedangkan metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuisioner yang
diadopsi dari C.C. Manz (1992) (Mastering Self Leadership: Empower Yourself for Personal Excellence), ditujukan kepada pelaku UMKM mitra binaan CIKAL Universitas Sumatera Utara, dengan cara
mengajukan daftar pertanyaan untuk
dijawab dengan memberikan angket. Isinya berupa identitas responden, dan butir butir pertanyaan variabel penelitian. Dan jenis data yang digunakan adalah data berskala interval yaitu data yang diperoleh dengan cara pengukuran dimana jarak dua titik pada skala sudah diketahui (Situmorang dan Muslich, 20011).
4. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan melihat frekuensi
dan frekuensi relative dari jawaban
responden . Metode analisis mengacu pada panduan yang diadopsi dari C.C. Manz (Mastering Self Leadership: Empower Yourself for Personal Excellence). Jawaban yang dipilih responden dikelompokkan sebagai berikut:
Tabel Dimensi Self Leadership
No Dimensi Self Leadership
Penghitungan Penilaian
1 Personal goal setting Pertanyaan 3+Pertanyaan9+Pertanyaan15 Cenderung kuat jika skor ≥ 10
2 Mental Practice Pertanyaan 6+Pertanyaan12+Pertanyaan18 Cenderung kuat jika skor ≥ 10
3 Designing natural rewards
Pertanyaan 5+Pertanyaan11+Pertanyaan17 Cenderung kuat jika skor ≥ 10
4 Self monitoring Pertanyaan 1+Pertanyaan7+Pertanyaan13 Cenderung kuat jika skor ≥ 10
5 Self reinforcement Pertanyaan 4+Pertanyaan10+Pertanyaan16 Cenderung kuat jika skor ≥ 10
6 Cueing strategies Pertanyaan 2+Pertanyaan8+Pertanyaan14 Cenderung kuat jika skor ≥ 10
Total self leadership Total seluruh pertanyaan Cenderung kuat jika skor ≥ 60
Sumber: Manz.C.C., 1992
HASIL
1. Karakteristik Responden
Tabel 1.1.Berdasarkan Lama Usaha (Tahun)
No Lama Usaha (tahun) Frekuensi
1. < 3 tahun 3
2. 3 – 5 tahun 8
3. 6 – 8 tahun 12
4. >8 tahun 7
(7)
Dari tabel diatas diperoleh responden yang telah menjalani usaha selama < 3 tahun sebanyak 3 pelaku UMKM. Responden yang menjalani usaha 3-5 tahun sebanyak 8 pelaku UMKM. Responden yang menjalani usaha 6-8 tahun sebanyak 12 pelaku UMKM. Responden yang menjalani usaha > 8 tahun sebanyak 7 pelaku UMKM.
Tabel 1.2.Berdasarkan Omzet usaha per bulan
No. Omzet (Rp) Frekuensi
1. < 3.000.000 5
2.
3.000.000-6.000.000
12
3.
6.000.001-9.000.000
10
4. >9.000.000 3
Sumber : Data Diolah (2012)
Dari tabel diatas diperoleh
responden yang memperoleh omzet per bulan < 3.000.000 sebanyak 5 pelaku UMKM. Responden yang memperoleh omzet per bulan 3.000.000-6.000.000 sebanyak 12 pelaku UMKM. Responden
yang memperoleh omzet per bulan
6.000.001-9.000.000 sebanyak 10 pelaku UMKM. Responden yang memperoleh
omzet per bulan > 9.000.000 sebanyak 3 pelaku UMKM.
Tabel 1.3.Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja (orang)
No. Jumlah Tenaga Kerja (orang)
Frekuensi
1. <3 15
2. 4-7 11
3. 8-11 3
4. >12 1
Sumber : Data diolah (2012)
Dari tabel diatas diperoleh
responden yang mempunyai tenaga kerja < 3 orang 15 pelaku UMKM. Responden yang mempunyai tenaga kerja 4-7 orang sebanyak 11 pelaku UMKM. Responden yang mempunyai tenaga kerja 8-11orang sebanyak 3 pelaku UMKM. Responden yang mempunyai tenaga kerja >12 orang sebanyak 1 pelaku UMKM.
2. Dimensi Self Leadership
Berdasarkan jawaban responden
yang telah dikelompokkan dengan
menggunakan panduan dari Manz,
selanjutnya data diolah secara deskriptif untuk melihat frekuensi dan frekuensi relative, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel. Ferekuensi Jawaban Responden Skor Personal
Goal Setting
Mental Practice
Designing natural rewards
Self
Monitoring Self
Reinforcement
Cueing Strategies F % F % F % F % F % F %
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 1 3,3 1 3,3 0 0 1
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3,3 0 0
7 2 6,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 1 3,3 1 3,3 0 0 1 3,3 1 3,3 0 0
9 3 10 3 10 2 6,7 1 3,3 2 6,7 0 0
10 1 3,3 3 10 3 10 1 3,3 3 10 1 3,3
11 3 10 2 6,7 6 20 1 3,3 2 6,7 4 13,3
12 7 23,3 4 13,3 4 13,3 5 16,7 6 20 4 13,3
13 4 13,3 6 20 4 13,3 8 26,7 6 20 6 20
14 5 16,7 1 3,3 2 6,7 7 23,3 7 23,3 6 20
15 4 13,3 10 33,3 8 26,7 6 20 2 6,7 7 23,3
30 100 30 100 30 100 30 100 30 100 30 100
(8)
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa terdapat 24 orang (80%) yang
memiliki skor ‘personal goal setting’ diatas
10. Skor diatas 10 menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kecendrungan yang kuat untuk menetapkan targetnya sendiri yang berorientasi pada tujuan. Dari tabel, juga terdapat 26 orang responden ( 86,8%)
yang memikliki nilai ‘mental practice’
diatas skor 10. Nilai diatas 10 menunjukkan
bahwa responden tersebut memiliki
pemikiran yang positif (konstruktif) terhadap pekerjaan yang akan mereka selesaikan. Hasil yang diperoleh unuk
dimensi designing natural rewards adalah, 27 responden (90%) memiliki designing natural rewards dengan skor 10 dan diatas
10. Sedangkan untuk dimensi self
monitoring, terdapat 27 responden (90%) dari total responden yang memilki skor 10
dan diatas 10. Untuk nilai self
reinforcement, terdapat sebanyak 24 orang (80%) dari total responden yang memiliki skor 10 dan diatas 10. Dimensi terakhir
adalah Cueing strategies, terdapat
sebanyak 28 orang (93,3%) dari total responden memiliki nilai 10 dan diatas 10.
Total Self Leadership
Sumber : Data Diolah (2012)
Berdasarkan tabel diatas diperoleh 29 orang (96,7%) dari total responden memiliki kemampuan self leadership dengan skor diatas 60.
1. Tabulasi Silang
Tabel 1.4.Lama Usaha* Self Leadership
Lama Usaha (tahun)
Total Score Self Leadership
30-39 Frek (%)
40-49
Frek (%)
50-59
Frek (%)
60-69
Frek (%)
70-79
Frek (%)
80-89
Frek (%)
90-99
Frek (%)
Total
< 3 - - - 1 3,3 2 6,7 - - - - 3
3-5 1 3,3 - - - - 3 10 2 6,7 1 3,3 1 3,3 8
6-8 - - - 1 3,3 7 2,3 3 10 1 3,3 12
>8 - - - 1 3,3 4 4 2 6,7 - - 7
Sumber : Data diolah (2012)
Tabel Frekuensi Total Self Leadership
Skor Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 34.00 1 3.3 3.3 3.3
62.00 2 6.7 6.7 10.0
65.00 1 3.3 3.3 13.3
67.00 1 3.3 3.3 16.7
68.00 1 3.3 3.3 20.0
69.00 1 3.3 3.3 23.3
71.00 2 6.7 6.7 30.0
72.00 2 6.7 6.7 36.7
74.00 4 13.3 13.3 50.0
75.00 2 6.7 6.7 56.7
76.00 1 3.3 3.3 60.0
77.00 1 3.3 3.3 63.3
78.00 2 6.7 6.7 70.0
79.00 1 3.3 3.3 73.3
80.00 1 3.3 3.3 76.7
81.00 1 3.3 3.3 80.0
84.00 2 6.7 6.7 86.7
87.00 1 3.3 3.3 90.0
88.00 1 3.3 3.3 93.3
90.00 2 6.7 6.7 100.0
(9)
Tabel 1.5. Omzet Usaha* Self Leadership
)mzet Usaha (juta Rp)
Total Score Self Leadership
30-39 Frek (%)
40-49
Frek (%)
50-59
Frek (%)
60-69
Frek (%)
70-79
Frek (%)
80-89
Frek (%)
90-99
Frek (%)
Total
>3.000.000 - - - 2 6,7 3 10 - - - - 5
3.000.000-6.000.000
- - - 3 10 6 20 3 10 - - 12
6.000.001-9.000.000
1 3,3 - - - - 1 3,3 3 10 3 10 2 6,7 10
>9.000.000 - - - 1 3,3 2 6,7 - - 3
Sumber : Data diolah (2012)
Dari tabel diatas 1.4 terdapat 1 pelaku UMKM yang memiliki score self leadership tertinggi dengan lama usaha 3-5 tahun. Selain itu ditemukan juga 1 pelaku UMKM dengan lama usaha 6-8 tahun yang memiliki score self leadership dengan nilai 90. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM tersebut telah memiliki konsep self leadership. Dari hasil penelitian ini diperoleh pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan lama usaha.
Sedangkan tabel 1.5 menjelaskan bahwa pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan omzet usaha. Tetapi pelaku UMKM yang memiliki skor self leadership tertinggi adalah pada pelaku usaha dengan omzet Rp 6.000.001- Rp 9.000.000.
Chi-Square
Variabel Lama Usaha dan Self Leadership
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson
Chi-Square
65.04 5a
57 .217
Likelihood Ratio 55.14 8
57 .545
Linear-by-Linear Association
1.429 1 .232
N of Valid Cases 30
a. 80 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.
Pada tabel Chi-Square test
diperoleh bahwa nilai signifikansi P-Value Sebesar 0,217, karena nilai signifikansi 0,217 > 0,05 maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada hubungan antara variabel lama usaha dengan variabel self leadership.
Variabel Omzet Usaha dan Self Leadership
a. 80 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.
Pada tabel Chi-Square test
diperoleh bahwa nilai signifikansi P-Value Sebesar 0,203, karena nilai signifikansi 0,203 > 0,05 maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada hubungan antara variabel omzet usaha dengan variabel self leadership.
PEMBAHASAN
1. Konsep Self Leadership
Berdasarkan hasil yang diperoleh
pada dimensi ‘personal goal setting, bahwa
terdapat 24 orang (80%) yang memiliki
skor ‘personal goal setting’ diatas 10. Skor
diatas 10 menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kecendrungan yang kuat untuk menetapkan targetnya sendiri, yaitu target yang berorientasi pada tujuan. Seperti yang disampaikan oleh Mc Shane dan Von Glinow bahwa personal goal setting meliputi mengidentifikasi cita-cita khusus yang ingin dicapai, cita-cita yang relevan dan menantang. Sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa proses penentuan cita-cita yang spesifik dan menantang secara signifikan akan meningkatkan performa individu.
(Locke&Latham,1990). Personal goal
setting sangat sesuai dengan karakteristik tingkah laku yang dimiliki oleh sorang
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson
Chi-Square
65.625a 57 .203
Likelihood Ratio 56.288 57 .502
Linear-by-Linear Association
.387 1 .534
(10)
wirausaha, yaitu adanya sifat kemandirian dan selalu berambisi dan berani mengambil resiko, dengan maksud untuk terus menerus meningkatkan kinerja diri.
Dari hasil penelitian, juga diperoleh 26 orang responden ( 86,8%) yang memiliki
nilai ‘mental practice’ diatas skor 10. Nilai diatas 10 menunjukkan bahwa responden tersebut memiliki pemikiran yang positif (konstruktif) terhadap pekerjaan yang akan mereka selesaikan. Responden mampu
mendorong dirinya untuk dapat
menyelesaikan tugasnya. Responden juga mampu membayangkan pelaksaan tugas yang akan dilakukan untuk mencapai kinerja bagi masing-masing responden agar
tercapai kesuksesan. Hasil ini juga
menunjukkan bahwa responden sudah membayangkan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pencapaian tujuan, sehingga dapat mengantisipasinya serta mencari solusi terhadap hambatan tersebut sebelum
terjadi. Sehingga responden tersebut
mampu membuat alternatiff-alternatif untuk menghadapi masalah dalam pengambilan keputusan. Mc Shane dan Von Glinow menyatakan bahwa sebelum memulai suatu tugas dan ketika kita melaksanakannya, pekerja sebaiknya memilki pemikiran yang postif mengenai pekerjaan dan begitu juga dengan penyelesaian pekerjaan. Pekerja akan lebih termotivasi dan siap untuk
menyelesaikan pekerjaannya setelah
mereka melakukan ‘positive self talk’ dan
‘mental imagery’ . Pada prakteknya
positive self talk diyakini bisa
meningkatkan rasa percaya akan
kemampuan diri. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki optimisme bahwa bahwa tindakannya membawa keberhasilan,
bersemangat dan berusaha untuk
menemukan alternative jalan keluar dari masalah yang dihadapi. (Lupiyoadi, 2007).
Terdapat 27 responden (90%) memiliki designing natural rewards dengan skor 10 dan diatas 10. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa adanya kecendrungan yang kuat untuk mengatur pekerjaan dengan imbalan yang sesuai dengan keinginan diri sendiri. Responden mampu
menikmati hal-hal yang ada dalam
pekerjaannya, menggunakan cara-cara yang disukai dalam menyelesaikan pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pada dasarnya natural rewards strategies
didisain untuk menolong menciptakan rasa kompeten dan self determination yang akan meningkatkan kinerja dan mendorong
perilaku yang beroreintasi pada
penyelesaian tuga. (D’Intino, Goldsby et
all, 2007) yang merupakan dua mekanisme utama dari motivasi intinsik. (Deci & Ryan, 1985).
Sedangkan untuk dimensi self monitoring, terdapat 27 responden (90%) dari total responden yang memilki skor 10 dan diatas 10.
Untuk nilai self reinforcement, terdapat sebanyak 24 orang (80%) dari total responden yang memiliki skor 10 dan diatas 10. Dimensi terakhir adalah Cueing strategies, terdapat sebanyak 28 orang (93,3%) dari total responden memiliki nilai 10 dan diatas 10.
Self monitoring adalah suatu proses agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh diri sendiri. Self monitoring harus dilakukan secara teratur meliputi perencanaan. Setelah perencanaan dilaksanakan harus dilakukan umpan balik oleh diri sendiri berupa evaluasi pekerjaan yang dilakukan dengan inisiatiff sendiri.
Cueing Strategies mencakup
kecendrungan yang kuat untuk menciptakan suatu symbol atau indikator yang dapat mengingatkan responden terhadap tugas tesebut atau membuat responden tetap focus terhadap tugas tersebut.
2. Hubungan Lama Usaha dengan Self Leadership
Dari tabel 1.1 terdapat 1 pelaku UMKM yang memiliki score self leadership tertinggi dengan lama usaha 3-5 tahun. Selain itu ditemukan juga 1 pelaku UMKM dengan lama usaha 6-8 tahun yang memiliki score self leadership dengan nilai 90. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM tersebut telah memiliki konsep self leadership. Dari hasil penelitian ini diperoleh pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan lama usaha.
Ada suatu asumsi bahwa semakin lama seseorang menjalankan usaha, maka semakin berpengalaman orang tersebut. Artinya para pelaku UMKM mempunyai pengetahuan dan pengelolaan usaha serta
(11)
mengetahui cara-cara dalam penyelesaian masalah yang dihadapi usaha (Putri, 2011). Menurut Woodworth dan Marquis dalam Putri (2011) dalam hal pengalaman kerja ternyata tidak hanya mencakup jumlah masa kerja, tetapi juga perlu diperhitungkan dan jenis pekerjaan yang dihadapi. Sejalan dengan bertambahnya
pengalaman, maka bertambah pula
pengetahuan dan ketrampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, karena penguasaan situasi dan kondisi dalam
menghadapi calon pelanggan yang
bervariasi semakin baik. Hal ini juga didukung oleh teori menurut Staw dalam
Putri (2011) berpendapat bahwa
pengalaman menjalankan usaha merupakan prioritas utama dalam menjalankan usaha. Akan tetapi hal ini tidak didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
variabel lama usaha tidak memiliki
hubungan dengan variabel self leadership. Bahwa pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan lama usaha, jadi konsep self leadership itu sendiri telah dipraktekkan oleh semua tingkatan lama usaha pelaku UMKM.
3. Hubungan Variabel Omzet Usaha dengan Self Leadership
Dari tabel 1.2 diperoleh pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan omzet
usaha. Tetapi pelaku UMKM yang
memiliki skor self leadership tertinggi adalah pada pelaku usaha dengan omzet Rp 6.000.001- Rp 9.000.000. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh tidak ada hubungan antara variabel omzet usaha dengan self leadership.Hal ini dikarenakan pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan omzet usaha, jadi konsep self leadership itu sendiri telah dipraktekkan oleh semua tingkatan omzet usaha pelaku UMKM.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diperoleh:
a. Terdapat 96,7% dari total
responden pelaku UMKM telah
memiliki kemampuan self
leadership.
b. Tidak terdapat hubungan antara
variabel lama usaha dengan
variabel self leadership
c. Tidak Terdapat hubungan antara
variabel omzet usaha dengan
variabel self leadership.
SARAN
a. Cikal USU dapat memberikan
refreshing training bagi pelaku
UMKM mengenai self leadership
dengan tujuan agar pelaku UMKM
dapat mempertahankan serta
meningkatkan konsep self
leadership yang sudah dimiliki. b. Bagi peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian dengan
menambahkan variabel
keberhasilan usaha yang belum diteliti pada penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
BPS, 2008, Berita Resmi Statistik No. 26/03/Th VII. Jakarta
D’Intino, R., Goldsby, M., Houghton, J and
Neck , C., 2007, Self leadership: A Process of Entrepreneurial Success, Journal of Leadership and Organizational Studies, Vol.13,No.4. Deci, E.L., and Ryan, R.M, 1985, Intrinsic Motivation and self Determination in Human Behaviour, New York : Plenum.
Houghton J.D, & Neck, C,P, 2002. The Revised Self Leadership questionnaire. The Journal of Managerial Pscychology, 17(8), 672-691.
Lupiyoadi, Rambat, 2004, From Mindset to Strategy, Jakarta, Salemba
Manz, C.C, 1992, Mastering Self
Leadership:Empowering your self for personal excellence. Prentice-Hall, Englewood Cliffs:NJ.
Manz, C.C., &Neck, C.P.,2004, Mastering Self Leadership: Empowering your self for personal excellence (2nd edition).Prentice-Hall, Upper Saddle River:NJ.
Manz, C.C., &Sims, H.P., Jr, 2001, The new super leadership:Leading others to lead themselves. Berrett-Koehler, San Fransisco:CA.
Prussia, G.E., Anderson, J.S., &
Manz,C.C,1998, Self-leadership and performance outcomes: The mediating influence of self-efficacy.
(12)
Journal of Organizational Behaviour, 19(5), 523-538.
Putri, C.S., 2011, Studi tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Jasa Kecantikan di Kota Surabaya,
Skripsi Universitas Sebelas Maret. Situmorang, S.H dan Muslich Lufti, 2011,
Analisis Data untuk Riset Manajemen dan Bisnis, USU Press, Medan.
Steven L. Mc Shane & mary Ann Van
Glinow, 2003, Organizational
Behavior, New York : Mc Graw-Hill Irwin.
Taormina, R.J dan Lao, S.K, 2007,
Measuring Chinese Entrepreneurial Motivation : Personality and Environmental Influences, International Journal of entrepreneurial Behaviour and Research, 13: 200-221.
Temtime, Zelealem T, and J Pansiri, 2004,
Small Business Critical Success/Failure Factors in Developing Economies ; Some Evidence From Bostwana, American Journal of Applied Sciences 1, 18-25.
(1)
Dari tabel diatas diperoleh responden yang telah menjalani usaha selama < 3 tahun sebanyak 3 pelaku UMKM. Responden yang menjalani usaha 3-5 tahun sebanyak 8 pelaku UMKM. Responden yang menjalani usaha 6-8 tahun sebanyak 12 pelaku UMKM. Responden yang menjalani usaha > 8 tahun sebanyak 7 pelaku UMKM.
Tabel 1.2.Berdasarkan Omzet usaha per bulan
No. Omzet (Rp) Frekuensi
1. < 3.000.000 5
2.
3.000.000-6.000.000
12
3.
6.000.001-9.000.000
10
4. >9.000.000 3
Sumber : Data Diolah (2012)
Dari tabel diatas diperoleh
responden yang memperoleh omzet per bulan < 3.000.000 sebanyak 5 pelaku UMKM. Responden yang memperoleh omzet per bulan 3.000.000-6.000.000 sebanyak 12 pelaku UMKM. Responden
yang memperoleh omzet per bulan
6.000.001-9.000.000 sebanyak 10 pelaku UMKM. Responden yang memperoleh
omzet per bulan > 9.000.000 sebanyak 3 pelaku UMKM.
Tabel 1.3.Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja (orang)
No. Jumlah Tenaga Kerja (orang)
Frekuensi
1. <3 15
2. 4-7 11
3. 8-11 3
4. >12 1
Sumber : Data diolah (2012)
Dari tabel diatas diperoleh
responden yang mempunyai tenaga kerja < 3 orang 15 pelaku UMKM. Responden yang mempunyai tenaga kerja 4-7 orang sebanyak 11 pelaku UMKM. Responden yang mempunyai tenaga kerja 8-11orang sebanyak 3 pelaku UMKM. Responden yang mempunyai tenaga kerja >12 orang sebanyak 1 pelaku UMKM.
2. Dimensi Self Leadership
Berdasarkan jawaban responden
yang telah dikelompokkan dengan
menggunakan panduan dari Manz,
selanjutnya data diolah secara deskriptif untuk melihat frekuensi dan frekuensi relative, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel. Ferekuensi Jawaban Responden Skor Personal
Goal Setting
Mental Practice
Designing natural rewards
Self
Monitoring Self
Reinforcement
Cueing Strategies
F % F % F % F % F % F %
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 1 3,3 1 3,3 0 0 1
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3,3 0 0
7 2 6,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 1 3,3 1 3,3 0 0 1 3,3 1 3,3 0 0
9 3 10 3 10 2 6,7 1 3,3 2 6,7 0 0
10 1 3,3 3 10 3 10 1 3,3 3 10 1 3,3
11 3 10 2 6,7 6 20 1 3,3 2 6,7 4 13,3
12 7 23,3 4 13,3 4 13,3 5 16,7 6 20 4 13,3
13 4 13,3 6 20 4 13,3 8 26,7 6 20 6 20
14 5 16,7 1 3,3 2 6,7 7 23,3 7 23,3 6 20
15 4 13,3 10 33,3 8 26,7 6 20 2 6,7 7 23,3
30 100 30 100 30 100 30 100 30 100 30 100
(2)
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa terdapat 24 orang (80%) yang
memiliki skor ‘personal goal setting’ diatas
10. Skor diatas 10 menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kecendrungan yang kuat untuk menetapkan targetnya sendiri yang berorientasi pada tujuan. Dari tabel, juga terdapat 26 orang responden ( 86,8%)
yang memikliki nilai ‘mental practice’
diatas skor 10. Nilai diatas 10 menunjukkan
bahwa responden tersebut memiliki
pemikiran yang positif (konstruktif) terhadap pekerjaan yang akan mereka selesaikan. Hasil yang diperoleh unuk
dimensi designing natural rewards adalah, 27 responden (90%) memiliki designing natural rewards dengan skor 10 dan diatas
10. Sedangkan untuk dimensi self
monitoring, terdapat 27 responden (90%) dari total responden yang memilki skor 10
dan diatas 10. Untuk nilai self
reinforcement, terdapat sebanyak 24 orang (80%) dari total responden yang memiliki skor 10 dan diatas 10. Dimensi terakhir
adalah Cueing strategies, terdapat
sebanyak 28 orang (93,3%) dari total responden memiliki nilai 10 dan diatas 10.
Total Self Leadership
Sumber : Data Diolah (2012)
Berdasarkan tabel diatas diperoleh 29 orang (96,7%) dari total responden memiliki kemampuan self leadership dengan skor diatas 60.
1. Tabulasi Silang
Tabel 1.4.Lama Usaha* Self Leadership Lama
Usaha (tahun)
Total Score Self Leadership
30-39 Frek (%)
40-49
Frek (%)
50-59
Frek (%)
60-69
Frek (%)
70-79
Frek (%)
80-89
Frek (%)
90-99
Frek (%)
Total
< 3 - - - 1 3,3 2 6,7 - - - - 3
3-5 1 3,3 - - - - 3 10 2 6,7 1 3,3 1 3,3 8
6-8 - - - 1 3,3 7 2,3 3 10 1 3,3 12
>8 - - - 1 3,3 4 4 2 6,7 - - 7
Sumber : Data diolah (2012)
Tabel Frekuensi Total Self Leadership
Skor Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 34.00 1 3.3 3.3 3.3
62.00 2 6.7 6.7 10.0
65.00 1 3.3 3.3 13.3
67.00 1 3.3 3.3 16.7
68.00 1 3.3 3.3 20.0
69.00 1 3.3 3.3 23.3
71.00 2 6.7 6.7 30.0
72.00 2 6.7 6.7 36.7
74.00 4 13.3 13.3 50.0
75.00 2 6.7 6.7 56.7
76.00 1 3.3 3.3 60.0
77.00 1 3.3 3.3 63.3
78.00 2 6.7 6.7 70.0
79.00 1 3.3 3.3 73.3
80.00 1 3.3 3.3 76.7
81.00 1 3.3 3.3 80.0
84.00 2 6.7 6.7 86.7
87.00 1 3.3 3.3 90.0
88.00 1 3.3 3.3 93.3
90.00 2 6.7 6.7 100.0
(3)
Tabel 1.5. Omzet Usaha* Self Leadership )mzet Usaha
(juta Rp)
Total Score Self Leadership
30-39 Frek (%)
40-49
Frek (%)
50-59
Frek (%)
60-69
Frek (%)
70-79
Frek (%)
80-89
Frek (%)
90-99
Frek (%)
Total
>3.000.000 - - - 2 6,7 3 10 - - - - 5
3.000.000-6.000.000
- - - 3 10 6 20 3 10 - - 12
6.000.001-9.000.000
1 3,3 - - - - 1 3,3 3 10 3 10 2 6,7 10
>9.000.000 - - - 1 3,3 2 6,7 - - 3
Sumber : Data diolah (2012)
Dari tabel diatas 1.4 terdapat 1 pelaku UMKM yang memiliki score self leadership tertinggi dengan lama usaha 3-5 tahun. Selain itu ditemukan juga 1 pelaku UMKM dengan lama usaha 6-8 tahun yang memiliki score self leadership dengan nilai 90. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM tersebut telah memiliki konsep self leadership. Dari hasil penelitian ini diperoleh pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan lama usaha.
Sedangkan tabel 1.5 menjelaskan bahwa pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan omzet usaha. Tetapi pelaku UMKM yang memiliki skor self leadership tertinggi adalah pada pelaku usaha dengan omzet Rp 6.000.001- Rp 9.000.000.
Chi-Square
Variabel Lama Usaha dan Self Leadership
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
65.04 5a
57 .217 Likelihood Ratio 55.14
8
57 .545
Linear-by-Linear Association
1.429 1 .232
N of Valid Cases 30
a. 80 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.
Pada tabel Chi-Square test
diperoleh bahwa nilai signifikansi P-Value Sebesar 0,217, karena nilai signifikansi 0,217 > 0,05 maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada hubungan antara variabel lama usaha dengan variabel self leadership.
Variabel Omzet Usaha dan Self Leadership
a. 80 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.
Pada tabel Chi-Square test
diperoleh bahwa nilai signifikansi P-Value Sebesar 0,203, karena nilai signifikansi 0,203 > 0,05 maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada hubungan antara variabel omzet usaha dengan variabel self leadership.
PEMBAHASAN
1. Konsep Self Leadership
Berdasarkan hasil yang diperoleh
pada dimensi ‘personal goal setting, bahwa
terdapat 24 orang (80%) yang memiliki
skor ‘personal goal setting’ diatas 10. Skor
diatas 10 menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kecendrungan yang kuat untuk menetapkan targetnya sendiri, yaitu target yang berorientasi pada tujuan. Seperti yang disampaikan oleh Mc Shane dan Von Glinow bahwa personal goal setting meliputi mengidentifikasi cita-cita khusus yang ingin dicapai, cita-cita yang relevan dan menantang. Sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa proses penentuan cita-cita yang spesifik dan menantang secara signifikan akan meningkatkan performa individu.
(Locke&Latham,1990). Personal goal
setting sangat sesuai dengan karakteristik tingkah laku yang dimiliki oleh sorang
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
65.625a 57 .203
Likelihood Ratio 56.288 57 .502
Linear-by-Linear Association
.387 1 .534
(4)
wirausaha, yaitu adanya sifat kemandirian dan selalu berambisi dan berani mengambil resiko, dengan maksud untuk terus menerus meningkatkan kinerja diri.
Dari hasil penelitian, juga diperoleh 26 orang responden ( 86,8%) yang memiliki
nilai ‘mental practice’ diatas skor 10. Nilai diatas 10 menunjukkan bahwa responden tersebut memiliki pemikiran yang positif (konstruktif) terhadap pekerjaan yang akan mereka selesaikan. Responden mampu
mendorong dirinya untuk dapat
menyelesaikan tugasnya. Responden juga mampu membayangkan pelaksaan tugas yang akan dilakukan untuk mencapai kinerja bagi masing-masing responden agar
tercapai kesuksesan. Hasil ini juga
menunjukkan bahwa responden sudah membayangkan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pencapaian tujuan, sehingga dapat mengantisipasinya serta mencari solusi terhadap hambatan tersebut sebelum
terjadi. Sehingga responden tersebut
mampu membuat alternatiff-alternatif untuk menghadapi masalah dalam pengambilan keputusan. Mc Shane dan Von Glinow menyatakan bahwa sebelum memulai suatu tugas dan ketika kita melaksanakannya, pekerja sebaiknya memilki pemikiran yang postif mengenai pekerjaan dan begitu juga dengan penyelesaian pekerjaan. Pekerja akan lebih termotivasi dan siap untuk
menyelesaikan pekerjaannya setelah
mereka melakukan ‘positive self talk’ dan
‘mental imagery’ . Pada prakteknya
positive self talk diyakini bisa
meningkatkan rasa percaya akan
kemampuan diri. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki optimisme bahwa bahwa tindakannya membawa keberhasilan,
bersemangat dan berusaha untuk
menemukan alternative jalan keluar dari masalah yang dihadapi. (Lupiyoadi, 2007).
Terdapat 27 responden (90%) memiliki designing natural rewards dengan skor 10 dan diatas 10. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa adanya kecendrungan yang kuat untuk mengatur pekerjaan dengan imbalan yang sesuai dengan keinginan diri sendiri. Responden mampu
menikmati hal-hal yang ada dalam
pekerjaannya, menggunakan cara-cara yang disukai dalam menyelesaikan pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pada dasarnya natural rewards strategies
didisain untuk menolong menciptakan rasa kompeten dan self determination yang akan meningkatkan kinerja dan mendorong
perilaku yang beroreintasi pada
penyelesaian tuga. (D’Intino, Goldsby et
all, 2007) yang merupakan dua mekanisme utama dari motivasi intinsik. (Deci & Ryan, 1985).
Sedangkan untuk dimensi self monitoring, terdapat 27 responden (90%) dari total responden yang memilki skor 10 dan diatas 10.
Untuk nilai self reinforcement, terdapat sebanyak 24 orang (80%) dari total responden yang memiliki skor 10 dan diatas 10. Dimensi terakhir adalah Cueing strategies, terdapat sebanyak 28 orang (93,3%) dari total responden memiliki nilai 10 dan diatas 10.
Self monitoring adalah suatu proses agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh diri sendiri. Self monitoring harus dilakukan secara teratur meliputi perencanaan. Setelah perencanaan dilaksanakan harus dilakukan umpan balik oleh diri sendiri berupa evaluasi pekerjaan yang dilakukan dengan inisiatiff sendiri.
Cueing Strategies mencakup
kecendrungan yang kuat untuk menciptakan suatu symbol atau indikator yang dapat mengingatkan responden terhadap tugas tesebut atau membuat responden tetap focus terhadap tugas tersebut.
2. Hubungan Lama Usaha dengan Self Leadership
Dari tabel 1.1 terdapat 1 pelaku UMKM yang memiliki score self leadership tertinggi dengan lama usaha 3-5 tahun. Selain itu ditemukan juga 1 pelaku UMKM dengan lama usaha 6-8 tahun yang memiliki score self leadership dengan nilai 90. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM tersebut telah memiliki konsep self leadership. Dari hasil penelitian ini diperoleh pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan lama usaha.
Ada suatu asumsi bahwa semakin lama seseorang menjalankan usaha, maka semakin berpengalaman orang tersebut. Artinya para pelaku UMKM mempunyai pengetahuan dan pengelolaan usaha serta
(5)
mengetahui cara-cara dalam penyelesaian masalah yang dihadapi usaha (Putri, 2011). Menurut Woodworth dan Marquis dalam Putri (2011) dalam hal pengalaman kerja ternyata tidak hanya mencakup jumlah masa kerja, tetapi juga perlu diperhitungkan dan jenis pekerjaan yang dihadapi. Sejalan dengan bertambahnya
pengalaman, maka bertambah pula
pengetahuan dan ketrampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, karena penguasaan situasi dan kondisi dalam
menghadapi calon pelanggan yang
bervariasi semakin baik. Hal ini juga didukung oleh teori menurut Staw dalam
Putri (2011) berpendapat bahwa
pengalaman menjalankan usaha merupakan prioritas utama dalam menjalankan usaha. Akan tetapi hal ini tidak didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
variabel lama usaha tidak memiliki
hubungan dengan variabel self leadership. Bahwa pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan lama usaha, jadi konsep self leadership itu sendiri telah dipraktekkan oleh semua tingkatan lama usaha pelaku UMKM.
3. Hubungan Variabel Omzet Usaha dengan Self Leadership
Dari tabel 1.2 diperoleh pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan omzet
usaha. Tetapi pelaku UMKM yang
memiliki skor self leadership tertinggi adalah pada pelaku usaha dengan omzet Rp 6.000.001- Rp 9.000.000. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh tidak ada hubungan antara variabel omzet usaha dengan self leadership.Hal ini dikarenakan pelaku UMKM yang memiliki self leadership terdistribusi di setiap tingkatan omzet usaha, jadi konsep self leadership itu sendiri telah dipraktekkan oleh semua tingkatan omzet usaha pelaku UMKM.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diperoleh:
a. Terdapat 96,7% dari total
responden pelaku UMKM telah
memiliki kemampuan self
leadership.
b. Tidak terdapat hubungan antara
variabel lama usaha dengan
variabel self leadership
c. Tidak Terdapat hubungan antara
variabel omzet usaha dengan
variabel self leadership.
SARAN
a. Cikal USU dapat memberikan
refreshing training bagi pelaku
UMKM mengenai self leadership
dengan tujuan agar pelaku UMKM
dapat mempertahankan serta
meningkatkan konsep self
leadership yang sudah dimiliki. b. Bagi peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian dengan
menambahkan variabel
keberhasilan usaha yang belum diteliti pada penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
BPS, 2008, Berita Resmi Statistik No. 26/03/Th VII. Jakarta
D’Intino, R., Goldsby, M., Houghton, J and
Neck , C., 2007, Self leadership: A Process of Entrepreneurial Success, Journal of Leadership and Organizational Studies, Vol.13,No.4. Deci, E.L., and Ryan, R.M, 1985, Intrinsic Motivation and self Determination in Human Behaviour, New York : Plenum.
Houghton J.D, & Neck, C,P, 2002. The Revised Self Leadership questionnaire. The Journal of Managerial Pscychology, 17(8), 672-691.
Lupiyoadi, Rambat, 2004, From Mindset to Strategy, Jakarta, Salemba
Manz, C.C, 1992, Mastering Self
Leadership:Empowering your self for personal excellence. Prentice-Hall, Englewood Cliffs:NJ.
Manz, C.C., &Neck, C.P.,2004, Mastering Self Leadership: Empowering your self for personal excellence (2nd edition).Prentice-Hall, Upper Saddle River:NJ.
Manz, C.C., &Sims, H.P., Jr, 2001, The new super leadership:Leading others to lead themselves. Berrett-Koehler, San Fransisco:CA.
Prussia, G.E., Anderson, J.S., &
Manz,C.C,1998, Self-leadership and performance outcomes: The mediating influence of self-efficacy.
(6)
Journal of Organizational Behaviour, 19(5), 523-538.
Putri, C.S., 2011, Studi tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Jasa Kecantikan di Kota Surabaya,
Skripsi Universitas Sebelas Maret. Situmorang, S.H dan Muslich Lufti, 2011,
Analisis Data untuk Riset Manajemen dan Bisnis, USU Press, Medan.
Steven L. Mc Shane & mary Ann Van
Glinow, 2003, Organizational
Behavior, New York : Mc Graw-Hill Irwin.
Taormina, R.J dan Lao, S.K, 2007,
Measuring Chinese Entrepreneurial Motivation : Personality and Environmental Influences, International Journal of entrepreneurial Behaviour and Research, 13: 200-221.
Temtime, Zelealem T, and J Pansiri, 2004,
Small Business Critical Success/Failure Factors in Developing Economies ; Some Evidence From Bostwana, American Journal of Applied Sciences 1, 18-25.