Komunikasi Remaja Pelaku Seks Pranikah (Studi Kasus Pada Remaja Putri Pelaku Seks Pranikah Di Lingkungan XXII Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia)

(1)

KOMUNIKASI REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH

(

Studi Kasus pada Remaja Putri Pelaku Seks Pranikah di Lingkungan XXII Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

O l e h :

DWI PUTRI APRIYANTHI. M

090922010

Jurusan Ilmu Komunikasi – Ekstension

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Abstraksi

Judul penelitian ini yaitu Komunikasi remaja pelaku seks pra-nikah. Saat ini kasus mengenai perilaku seks pranikah pada remaja sangat mengkhawatirkan, padahal perilaku tersebut harus dihindari oleh setiap individu. Perilaku seksual pra-nikah adalah aspek psikis yang merupakan kesediaan untuk melakukan tindakan yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan nilai diri dari individu dimana individu melakukan hubungan atau aktivitas seksual tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut badan hukum dan norma agama serta keyakinan individu. Salah satu penyebab terjadinya perilaku seks pranikah di kalangan remaja adalah karena kurang komunikasi serta dukungan maupun perhatian dari orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komunikasi remaja pelaku seks pra-nikah serta alasan remaja dalam melakukan hubungan seks pra-nikah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah remaja putri pelaku seks pra-nikah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi berperan serta, dan wawancara mendalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komunikasi remaja pelaku seks pranikah yaitu tentang pola komunikasi remaja itu sendiri seperti beberapa tentang konteks komunikasi yaitu komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh para informan, bahwa komunikasi yang dijalin antara informan dengan teman-temannya sangat dekat dan terjalin dengan baik, dari enam informan terdapat empat informan yang lebih memilih berkomunikasi ataupun sharing dengan teman dibandingkan kepada orang tua. Bagaimana komunikasi intrapersonal daripada informan, ini tergolong dalam kategori baik, karena dari keenam informan terdapat empat informan yang cukup rajin melakukan kegiatan keagamaan di lingkungan rumah maupun sekolah. Serta komunikasi massa, dari enam informan hanya terdapat dua informan yang sering menonton,mengakses situs-situs pornografi melalui internet serta mengoleksi majalah-majalah dewasa. Sedangkan Alasan remaja melakukan hubungan seks pra-nikah yaitu kurangnya komunikasi, dukungan serta perhatian dari orang tua, pengaruh teman sebaya ataupun lingkungan sosialnya, media massa ( Menonton video pornografi, mengakses situs-situs pornografi melalui internet serta mengoleksi majalah-majalah dewasa, persepsi ataupun pemaknaan yang keliru bagi remaja terhadap makna pacaran itu sendiri.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia- Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skrispsi ini.

Secara khusus penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada Ibunda tersayang Dra. Timbul Sinaga, serta Ayahanda tersayang Robinson Manalu yang telah memberikan doa, dukungan, serta semangat yang luar biasa kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih banyak buat kakak tersayang Anlindra Chasana, S.Pd atas dukungan serta doanya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata-I pada Departement Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU. Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, nasehat, dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik USU Medan.

2. Bapak Zakaria, M.SP, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik USU Medan.

3. Ibu Dra. Fatma wardy Lubis, M.A, Selaku Ketua Departement Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan.

4. Ibu Dr. Nurbani, M.Si, Selaku Dosen Pengajar dan Pembimbing penulis


(4)

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dr Nurbani, M.Si yang telah sabar dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Ibu Dra. Dayana, M.Si , selaku Sekretaris Departement Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan.

6. Staf pengajar dan pegawai – pegawai ( Kak Maya, Kak Icut, Kak Ros dll )

dan pegawai lainnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan, yang telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian.

7. Ibu Samudera Eva selaku Kepala Lingkungan XXII yang telah membantu

penulis dalam proses penelitian.

8. Teman–teman seperjuangan, Hera Rebecca Silitonga, Tety Christine

Sinaga, Benget Simanjuntak, serta Lamhot alias Hose Eels Simbolon (tetap semangat ya teman-teman), dan seluruh teman-teman anak ILKOM Ext ’09 khususnya kelas B.

9. Frengky Harianto Sihombing, pacar tercinta, terima kasih atas doa,

dukungan serta semangat yang selama ini di berikan kepada penulis, sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.

Skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis mohon maaf bila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih banyak.

Medan, Juli 2011

Dwi Putri Apriyanthi. Manalu Nim.090922010


(5)

DAFTAR ISI

Abstraksi………. i

Kata Pengantar……….. ii

Daftar Isi………. iv

Daftar Tabel……… vi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Perumusan Masalah……….. 8

1.3 Pembatasan Masalah………. 9

1.4 Tujuan dan ManfaatPenelitian……….. 9

1.5 Kerangka Teori………. 10

1.6 Kerangka Konsep………. 18

1.7 Definisi Operasional……… 18

BAB II URAIAN TEORITIS……… 20

2.1 Teori Interaksi Simbolik……….. 20

2.2 Komunikasi……….. 23

2.2.1 Pengertian Komunikasi……….. 23

2.2.2 Unsur-unsur Komunikasi……… 26

2.2.3 Tujuan dan Fungsi Komunikasi………. 26

2.2.4 Tatanan Komunikasi……….. 27

2.2.5 Dampak Komunikasi……….. 27

2. 3 Komunikasi Antar Pribadi……… 28

2.3.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi……… 28

2.3.2 Ciri-ciri dan sifat Komunikasi Antar Pribadi………….. 30

2.3.3 Jenis-jenis Komunikasi Antar Pribadi……… 32

2.4 Teori Self Disclosure………. 32

2.5 Komunikasi Keluarga……… 35

2.5.1 Pengertian Komunikasi Keluarga……….. 35

2.5.2 Fungsi komunikasi Keluarga……… 36

2.6 Remaja………. 38

2.6.1 Pengertian Remaja……… 38

2.6.2 Ciri-ciri masa Remaja……… 39

2.6.3 Tahap Perkembangan Remaja……… 39

2.6.4 Perkembangan Fisik……… 40

2.6.5 Karakteristik Remaja……….. 42

2.7 Perilaku Seksual Remaja……… 44

2.7.1 Faktor-faktor yang memperngaruhi……… 44

2.7.2 Dampak Perilaku Seksual Pranikah Remaja………….. 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 47

3.1 Metode Penelitian………. 47

3.2 Waktu Penelitian……….. 47

3.3 Lokasi Penelitian………. 47

3.4 Subjek Penelitian………. 47


(6)

3.5.1 Penelitian Lapangan……….. 49

3.5.2 Studi Kepustakaan……… 50

3.6 Teknik Analisis Data……… 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 52

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………... 52

4.1.1 Letak Geografis………. 52

4.1.2 Keadaan Demografi……….. 52

4.2 Pelaksanaan Pengumpulan data di Lapangan……….. 56

4.3 Teknik Pengolahan Data………. 58

4.4 Hasil Pengamatan dan wawancara……… 58

4.5 Pembahasan……….. 75

BAB V PENUTUP………. 85

5.1 Kesimpulan………. 85

5.2 Saran……… 87 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur………. 53 Tabel 2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama………... 54 Tabel 3 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis……….. 54

Tabel 4 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan………….. 55

Tabel 5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan………. 56 Tabel 6 : Karakteristik Responden………. 58 Tabel 7 : Pola Komunikasi Remaja……… 75


(8)

Abstraksi

Judul penelitian ini yaitu Komunikasi remaja pelaku seks pra-nikah. Saat ini kasus mengenai perilaku seks pranikah pada remaja sangat mengkhawatirkan, padahal perilaku tersebut harus dihindari oleh setiap individu. Perilaku seksual pra-nikah adalah aspek psikis yang merupakan kesediaan untuk melakukan tindakan yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan nilai diri dari individu dimana individu melakukan hubungan atau aktivitas seksual tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut badan hukum dan norma agama serta keyakinan individu. Salah satu penyebab terjadinya perilaku seks pranikah di kalangan remaja adalah karena kurang komunikasi serta dukungan maupun perhatian dari orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komunikasi remaja pelaku seks pra-nikah serta alasan remaja dalam melakukan hubungan seks pra-nikah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah remaja putri pelaku seks pra-nikah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi berperan serta, dan wawancara mendalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komunikasi remaja pelaku seks pranikah yaitu tentang pola komunikasi remaja itu sendiri seperti beberapa tentang konteks komunikasi yaitu komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh para informan, bahwa komunikasi yang dijalin antara informan dengan teman-temannya sangat dekat dan terjalin dengan baik, dari enam informan terdapat empat informan yang lebih memilih berkomunikasi ataupun sharing dengan teman dibandingkan kepada orang tua. Bagaimana komunikasi intrapersonal daripada informan, ini tergolong dalam kategori baik, karena dari keenam informan terdapat empat informan yang cukup rajin melakukan kegiatan keagamaan di lingkungan rumah maupun sekolah. Serta komunikasi massa, dari enam informan hanya terdapat dua informan yang sering menonton,mengakses situs-situs pornografi melalui internet serta mengoleksi majalah-majalah dewasa. Sedangkan Alasan remaja melakukan hubungan seks pra-nikah yaitu kurangnya komunikasi, dukungan serta perhatian dari orang tua, pengaruh teman sebaya ataupun lingkungan sosialnya, media massa ( Menonton video pornografi, mengakses situs-situs pornografi melalui internet serta mengoleksi majalah-majalah dewasa, persepsi ataupun pemaknaan yang keliru bagi remaja terhadap makna pacaran itu sendiri.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari–hari. Komunikasi memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar melalui komunikasi. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan diri sendiri dan orang lain, bergaul, bersahabat, mencintai atau mengasihi orang lain dan sebagainya.

Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Tanpa komunikasi tidak ada hubungan dan kesepian dalam menjalankan aktivitas. Komunikasi yang kita lakukan dalam kehidupan sehari–hari terjadi dalam beberapa bentuk, seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa. Semua itu juga terkait dan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan dan lainnya. Komunikasi sangat berarti didalam berbagai kegiatan manusia, dan memberikan manfaat didalam kelangsungan hidup dan aktivitas manusia, yang sekaligus merupakan bagian dari kehidupan manusia terutama didalam melakukan interaksi dan berhubungan dengan manusia lainnya.

Bagi remaja komunikasi juga sangat penting. Komunikasi yang dilakukan oleh para remaja dapat dibagi dalam berbagai bentuk. Bentuk komunikasi yang di lakukan para remaja saat ini seperti:


(10)

1. Hubungan orang tua dan anak yg mulai tumbuh remaja dirumah berjalan baik, seperti antara orang tua dan anak selalu terbuka dalam memecahkan permasalahan remaja, orang tua tidak pernah meninggalkan anak remajanya bila anak - anak memerlukan informasi.

2. Komunikasi remaja sebagai murid atau pelajar disekolah

seperti komunikasi remaja dengan sesama teman disekolah, dengan para guru, dengan aktivitas disekolah.

3. Komunikasi remaja dengan lingkungan sekitarnya, seperti kegiatan di

RT/RW,atau organisasi

Inilah yang dinamakan komunikasi secara intensif, yaitu adanya kontak antara remaja sendiri dengan pihak lain dalam kegiatan mereka. Banyak remaja yang lebih merasa nyaman bercerita atau terbuka terhadap teman atau sahabat, dibandingkan kepada orang tua. Beberapa fakor yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya kurangnya informasi yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya, sehingga anak itu sendiri berusaha untuk mendapatkan informasi melalui media, ataupun dari orang lain. Ini yang seharusnya lebih diperhatikan oleh orang tua.1.

Masa remaja adalah masa-masa seseorang akan menemukan hal-hal yang menarik. Dimana masa-masa ini seseorang akan mulai mempelajari dunia kedewasaan dan pencarian jati diri. Namun demikian, saat masa-masa remaja inilah dimana seseorang dapat dengan mudahnya terjerumus dalam penyimpangan

sosial terutama penyimpangan perilaku seks bebas.

1


(11)

Masa remaja merupakan suatu masa dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak- kanak ke masa remaja atau usia belasan tahun. Masa remaja juga di artikan sebagai masa dimana seseorang menunjukkan tanda- tanda pubertas dan berlanjut hingga tercapainya kematangan seksual. Perubahan-perubahan tersebut terutama ditandai oleh perkembangan karakteristik seks primer dan seks sekunder.

Perilaku seks yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya bagi remaja yang belum menikah cenderung meningkat.

Perilaku seksual pada remaja dapat di wujudkan dalam tingkah laku yang bermacam- macam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju, memegang alat kelamin di balik baju, dan melakukan senggama ( Sarwono 47 : 2003 ).

Pertumbuhan budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Pemerintah menemukan indikator baru yakni makin sulitnya menemukan remaja putri yang masih memiliki keperawanan (virginity) dikota-kota besar.

Kehidupan remaja sepertinya tidak pernah terlepas dari persoalan perilaku seksual pranikah, terlebih remaja kota. Pengaruh informasi global (paparan audio visual) yang semakin mudah diakses diakui atau tidak telah memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman beralkohol, dan penyalahgunaan obat terlarang. Pada akhirnya secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantar mereka pada berperilaku seksual yang berisiko tinggi.

Berdasarkan survey Sumber Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) di tahun 2002-2003, remaja mempunyai teman yang pernah


(12)

berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%. SKRRI pun melanjutkan analisanya pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah. Menurut SKRRI, faktornya yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain: Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks pra nikah. Ketiga, punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pra nikah. Dan berdasarkan data dari survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja di kota medan yang sudah tidak perawan lagi. Dari hasil penelitian ini harusnya membuat para orang tua lebih maksimal dalam mengawasi ataupun berkomunikasi dengan anak terlebih masalah seksual. 2

2

Lebih mengejutkan lagi, perilaku seksual pranikah dikalangan remaja ini tidak hanya terjadi pada remaja yang tidak sekolah saja, akan tetapi fenomena seks pranikah ini juga terjadi pada remaja yang berstatus sebagai pelajar. Keterlibatan pelajar dalam perilaku seks pranikah ini juga sudah tidak menjadi rahasia lagi. Dikota kota besar seperti kota Medan kita dapat dengan mudah menyaksikan fenomena ini ditempat-tempat umum seperti cafe ataupun pondok yang dengan mudahnya mereka melakukan hubungan yang biasa di lakukan oleh suami istri itu, bahkan sampai ditempat-tempat shooping sekalipun kita dapat dengan mudah melihat perilaku para remaja yang sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial.


(13)

Seks dikalangan remaja kini sudah menjadi rahasia umum. Faktanya, 15% remaja Indonesia telah melakukan hubungan seks sebelum menikah (sumber lain

menyatakan lebih dari 63%!)3

Minimnya kualitas komunikasi orang tua dan anak dapat menyebabkan perilaku seksual pranikah pada remaja menurut Hurlock (dalam Amrillah, dkk, 2006). Selain itu, dari hasil penelitian penulis terhadap remaja yang telah melakukan seks pranikah dapat di ketahui bahwa, yang melatar belakangi hal itu

Kebanyakan dilakukan bersama pacar atau teman. Ada beragam alasan yang menjerumuskan remaja kedalam hubungan seks pranikah. Selain rasa penasaran atau suka sama suka, hal yang paling penting adalah kurangnya komunikasi orang tua dan anak. Para orang tua masih sulit untuk membicarakan masalah seksual terhadap anak- anaknya. Selain itu, lebih dari 80% remaja merasa lebih nyaman membicarakan masalah seksual dengan teman. Sehingga tidak menutup kemungkinan informasi yang mereka terima masih simpang siur. Masalah- masalah seperti ini sering terjadi di karenakan kurangnya efektivitas komunikasi yang di lakukan oleh para orang tua.

Menurut Green (2003), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Hasil penelitian Seotjiningsih (2006) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua - remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung

maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja.

3


(14)

terjadi di karenakan pengaruh lingkungan pergaulan dengan teman, dan kurangnya komunikasi orang tua di dalam keluarga. Anak memiliki kebebasan penuh dalam pergaulannya tanpa ada yang mengontrol. Orang tua cenderung sibuk dengan pekerjaannya, sehingga kurang memperhatikan kehidupan anaknya. Oleh karena itu kualitas komunikasi orang tua- anak tentang seksualitas di perlukan untuk menghindari anak dari perilaku seksual pranikah.

Kualitas komunikasi orang tua-anak mengenai masalah seksual, berarti dalam memberikan pendidikan seks kepada anak orang tua harus menghilangkan anggapan tabu terhadap seks, orang tua mampu mengarahkan anak untuk menghindarkan hal-hal yang merangsang seks dengan memberi informasi secara lengkap tentang pengetahuan seks dan cara penanggulangannya, kualitas komunikasi yang baik antara orang tua-anak akan menimbulkan pengertian, kepercayaan dan hubungan baik dengan anak. Dengan demikian orang tua mudah menyampaikan segala sesuatu hal dengan lebih mudah dan bisa diterima oleh anak ( Chilman dalam Wulandari, dkk, 2006).

Faktor lingkungan yang memang sangat berpengaruh terhadap perilaku seks remaja di antaranya adalah faktor keluarga. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan anak. Nilai-nilai moral, agama, dan norma-norma sosial dikenalkan kepada anak melalui interaksi di dalam keluarga. Di sinilah letak pentingnya efektivitas komunikasi keluarga tentang seksualitas antara orang tua dengan anaknya. Komunikasi yang efektif dilandasi adanya kepercayaan, keterbukaan, dan dukungan positif pada anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orang tua (Rakhmad & Sudirman dalam Magdalena, 2000). Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak memiliki peranan yang penting dalam membentuk karakter dan


(15)

perilaku seksual anak. Selain itu, dengan komunikasi yang baik akan memberikan gambaran atau pandangan mengenai pemaknaan seks yang benar sehingga anak dapat mengerti batasan mana yang seharusnya baik atau tidak baik bagi mereka. Melalui komunikasi yang baik pula, orang tua dapat membimbing serta memberikan pemahaman- pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada anak. Dengan komunikasi tersebut, orang tua dapat segera menyadari masalah-masalah yang terjadi pada diri anak remajanya, termasuk masalah seksualitas anak dan dapat membantu mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi.

Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003). Hubungan orang tua remaja, mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dengan perilaku seksual pranikah remaja. Hasil penelitian yang dilakukan Soetjiningsih (2006) menunjukkan, makin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya, makin rendah perilaku seksual pranikah remaja, begitu juga sebaliknya. Selain Faktor hubungan antara orang tua dan anak yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja adalah tekanan teman sebaya, dan eksposur media pornografi.

Pendidikan seks bagi remaja sangat di perlukan, sehingga informasi yang remaja dapatkan menjadi valid dan tidak menjerumuskan. Ini dimaksudkan agar remaja tidak salah persepsi dan tidak berperilaku asusila hingga merugikan diri sendiri dan orang lain. Selain itu, ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku positif remaja tentang masalah seks. Dengan mengetahui informasi yang benar dan


(16)

resiko-resikonya, diharapkan remaja bisa lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah fakor lingkungan seperti VCD, buku, dan film porno (Taufik, 2005). Menurut Rohmahwati (2008) paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

Penelitian di lakukan di Lingkungan XXII Desa Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia karena peneliti melihat ada beberapa remaja yang terlalu bebas dalam bergaul sehingga menyebabkan mereka terjerumus ke dalam perilaku seks pranikah.

Berdasarkan uraian yang telah di paparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Bagaimana Komunikasi Remaja pelaku seks pranikah di lingkungan XXII Desa Kelurahan Helvetia Tengah, Kecamatan Medan Helvetia.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana komunikasi remaja pelaku seks pranikah di Lingkungan XXII Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia.”


(17)

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Sesuai dengan masalah penelitian yang di rumuskan di atas, selanjutnya peneliti merumuskan pembatasan masalah penelitian. Adapun maksudnya agar permasalahan yang di teliti menjadi jelas, dan tidak terlalu luas sehingga dapat di hindari salah pengertian tentang masalah penelitian. Maka pembatasan masalah yang akan di teliti adalah :

1. Bagaimana komunikasi remaja pelaku seks pranikah

2. Faktor- faktor apa saja yang menjadi alasan remaja putri melakukan

hubungan seks pranikah

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan penelitian ini untuk:

1. Memperoleh gambaran komunikasi remaja pelaku seks pranikah

2. Mengungkapkan alasan seks pranikah di kalangan remaja.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU Medan

2. Secara praktis, hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan gambaran tentang faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja di lingkungan XXII Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia

1.5 KERANGKA TEORI

Dalam penelitian di perlukan teori-teori dan kerangka berpikir yang berguna sebagai landasan dalam memecahkan permasalahan secara jelas dan


(18)

sistematis. Mengingat masalah yang di kaji dalam penelitian ini adalah komunikasi antar pribadi orang tua tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja.

1.5.1 Teori Interaksi Simbolik

Interaksi Simbolik di lakukan dengan menggunakan bahasa sebagai salah satu symbol yang terpenting dan isyarat (Decoding). Akan tetapi symbol bukanlah merupakan faktor- faktor yang telah terjadi namun merupakan suatu proses yang berlanjut. Maksudnya, ia merupakan suatu proses penyampaian “makna”. Penyampaian makna dan symbol inilah yang menjadi subject matter dalam interaksi simbolik.

Interaksi simbolik juga di definisikan secara implisit melalui gerakan tubuh. Dalam gerakan tubuh ini akan terimplikasi ataupun terlihat seperti suara atau vocal, gerakan fisik, dan sebagainya yang mengandung makna. Hal- hal yang di contohkan itu adalah symbol yang significant dari interaksi simbolik.

Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu (Soeprapto. 2007). Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang


(19)

simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan

Semua interaksi antar individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Interaksionisme simbolik mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar individu, dan bagaimana hal ini bisa dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu.

oleh orang lain

1.5.2 Komunikasi

Istilah komunikasi atau communicataion berasal dari bahasa latin communication dan bersumber dari kata komunis yang berarti “sama “, yakni “ sama makna” ( lambang )

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam

pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia.

Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

Menurut Ruben ( Arni,1992 : 3), komunikasi adalah suatu proses melalui individu berhubungan dengan kelompok, organisasi, dan masyarakat, menciptakan,


(20)

menyampaikan, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasikan lingkungannya dan orang lain.

Sedangkan menurut Effendy ( 2005 :50 ), komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau mengubah sikap, pendapat, perilaku, baik langsung maupun tidak langsung melalui media.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain, dan akan berhasil bila terjadi saling pengertian di antara kedua belah pihak yang berkomunikasi.

1.5.3 Komunikasi Antar Pribadi

Secara umum komunikasi antar pribadi (KAP) dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. Dalam pengertian tersebut mengandung 3 aspek yaitu :

1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang

berlangsung terus menerus

2. KAP merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan

menerima pesan secara timbal balik.

3. Mengandung Makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses

tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.


(21)

Dari ketiga aspek tersebut maka KAP menurut Judy C. Pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. KAP di mulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi

yang menyangkut pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.

2. KAP bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang

berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar, menyampaikan dan menerima pesan.

3. KAP mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Artinya

isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang berkomunikasi.

4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak yang

berkomunikasi.

5. KAP melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu sama lainnya

dalam proses komunikasi

6. KAP tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan

sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan atau menghapus yang sudah dikatakan

Menurut Devito ( 1976 ) bahwa komunikasi antar pribadi merupakan penggunaan pesan- pesan dari seseorang, dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik berlangsung (Aloliliweri,1991 :12)

Umpan balik mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang di lancarkan komunikator. Dalam komnikasi antar pribadi, karena situasinya tatap muka, tanggapan kominikan dapat segera di ketahui. Dalam hal ini komunikator perlu bersikap tanggap terhadap tanggapan komunikan.

1.5.4 Teori Self Disclosure

Teori ini di perkenalkan oleh Joseph Luft ( 1969 ) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal ini dapat di kelompokkan kedalam empat macam bidang pengenalan yang di tunjukkan dalam suatu gambar yang di sebutnya dengan jendela Johari ( Johari Window)


(22)

Jendela Johari ( Johari Window )

Di ketahui Sendiri Tidak di ketahui sendiri

Diketahui Orang lain

Tidak diketahui orang lain

Gambar yang di sebut Johari Window tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seseorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili melalui keempat bidang ( Jendela ) itu.

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana seseorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga kedua belah pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua belah pihak hanya di ketahui orang lain namun tidak di ketahui dirinya sendiri.

Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni, masalah hubungan antara kedua belah pihak diketahui diri sendiri namun tidak di ketahui oleh orang lain.

Bidang 4, bidang tidak di kenal, dimana kedua belah pihak sama – sama tidak mengetahui masalah hubungan antar mereka.

Keadaan yang di kehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi adalah bidang 1, dimana antara komunikator dengan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama, meskipun kenyataan hubungan antar pribadi tidak seideal yang di harapkan, ini di sebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap orang mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang di hadapinya.

1. Terbuka 2. Buta


(23)

1.5.5 Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya ( Kurniadi,2001: 271 ). Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki – laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak – anak.

Menurut Rae Sedwig dalam Syaiful Bahri ( 2004 ), komunikasi keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata – kata, sikap tubuh ( gesture ), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian.

Hafied Cangara ( 2002 : 62 ) menjelaskan fungsi komunikasi dalam keluarga adalah meningkatkan hubungan insani ( Human relation ), menghindari dan mengatasi konflik – konflik pribadi dalam keluarga, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Komunikasi dalam keluarga merupakan salah satu bentuk komunikasi antar pribadi yang khas. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah–masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran dan keterbukaan ( Friendly : 2002 : 1). Dengan adanya


(24)

komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

1.5.6 Remaja

Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2004).

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan

periode sebelum dan sesudahnya. Gunarsa (2001) menyatakan ciri–ciri tertentu

yaitu:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

2. Masa remaja sebagai periode peralihan.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

4. Masa remaja sebagai periode bermasalah

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Gunarsa (2001) menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam


(25)

masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhi (Monks, et al. 2002).

1.5.7 Perilaku seksual remaja

Menurut Sarwono (2003), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002).

Perilaku seksual merupakan bagian perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Contohnya, antara lain mulai dari berdandan, merayu, menggoda, bersiul termasuk juga yang berkaitan dengan aktivitas dan hubungan seks. Perilaku seksual remaja di Indonesia melalui berbagai tahap mulai dari menunjukkan perhatian pada lawan jenis, berkencan, lips kissing, deep kissing, genetal stimulor petting dan intercourse (Hasmi, 2001).

1.6 KERANGKA KONSEP

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang di capai ( Nawawi, 1995:33).


(26)

Dalam penelitian ini, ada 2 kategori yang di teliti, yaitu :

1. Kategori berdasarkan komunikasi remaja

Dalam penelitian ini yang hendak di teliti adalah konteks komunikasi seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa.

2. Kategori berdasarkan seks pranikah

Dalam penelitian ini yang hendak di teliti adalah mengenai alasan remaja putri melakukan hubungan seks pranikah.

1.7 DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasioanal adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasioanal adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995 : 46)

1. Komunikasi remaja

a. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang terjadi di antara dua

individu, yang terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka, bisa melalui media.

b. Komunikasi kelompok, adalah komunikasi yang melibatkan lebih dari dua orang atau tiga orang, bisa berbentuk diskusi, rapat dan lain- lain yang satu sama lain saling mengenal. Misalnya komunikasi kelompok remaja, pengajian ibu- ibu, dan lain- lain.

c. Komunikasi Massa, adalah komunikasi ini melibatkan media, misalnya, televisi, surat kabar, majalah, dan lain- lain. Dalam hal ini apakah remaja itu sendiri sering membaca bacaan yang porno ataupun menonton VCD porno.


(27)

2. Perilaku seks pranikah

b. Pengaruh teman sebaya, dorongan yang di berikan oleh teman dalam hal

ini untuk melakukan hubungan seks pranikah

c. Minimnya komunikasi orang tua-anak, rendahnya kualitas komunikasi

yang di berikan oleh orang tua terhadap anak untuk memberikan informasi tentang masalah seksual.


(28)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Teori Interaksi simbolik

Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan

interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu 4)

Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain: (1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain, (2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam

(Soeprapto, 2007). Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis

melalui interaksinya dengan individu yang lain.

Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.

4)

Soeprapto, Riyadi. 2007. Teori Interaksi Simbolik. Averroes Community – Membangun Wacana Kritis Rakyat. Melalui http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simbolik .html [18/03/2011]


(29)

teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya, dan (3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses

pengambilan peran di tengah masyarakatnya. 5)

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia

Interaksi Simbolik di lakukan dengan menggunakan bahasa sebagai salah satu symbol yang terpenting dan isyarat (Decoding). Akan tetapi symbol bukanlah merupakan faktor- faktor yang telah terjadi namun merupakan suatu proses yang berlanjut. Maksudnya, ia merupakan suatu proses penyampaian “makna”. Penyampaian makna dan symbol inilah yang menjadi subject matter dalam interaksi simbolik.

Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:

2. Pentingnya konsep mengenai diri

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat

Tema pertama pada interaksi simbolik tertuju pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Hal ini sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer, dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:

5)

html


(30)

1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka,

2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia

3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif

Tema kedua pada interaksi simbolik tertuju pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain:

1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang

lain.

2. Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.

Konsep diri menurut George Herbert Mead dalam bukunya Symbolic Interactionism; Perspective, and Method,

Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya

” pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan "Siapa Aku". Konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung. Kesadaran diri merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan, dan individu itu melihat tindakan-tindakan pribadi atau yang bersifat potensial dari titik pandang orang lain dengan siapa individu ini berhubungan.


(31)

2.2 Komunikasi

2. 2. 1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa latin : Communication bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudya adalah sama makna. Menurut Carl. I. Hovland komunikasi adalah berkenaan dengan perilaku orang lain. Tujuan untuk mempelajari komunikasi adalah untuk mengetahui bagaimana efek komunikasi kepada seseorang. Seseorang akan dapat mengubah sikap, perilaku, pendapat orang lain apabila komunikasinya itu komunikatif.

Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang akan di percakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan perkataan lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang di bawakan bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat di katakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang di pergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang di percakapkan.

Akan tetapi pengertian komunikasi yang di paparkan diatas sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain- lain.


(32)

Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang di kehendaki komunikator, agar isi pesan yang di sampaikan dapat dimengerti, di yakini serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl Hovland ( dalam Effendy, 1995 : 10 ) “ Komunikasi adalah proses dimana seseorang komunikator menyampaikan perangsang untuk merubah tingkah laku orang lain”

Sedangkan menurut Edward Depari (dalam Widjaja, 2000:13) menyatakan bahwa “ Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang di sampaikan melalui lambing- lambing tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditunjukkan kepada penerima pesan dengan maksud mencapai kebersamaan ( Commons)

Dari beberapa definisi diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran pesan ( Stimulus, signal, simbol, atau informasi ) baik dalam bentuk verbal, maupun non-verbal dari pengirim kepada komunikan dengan tujuan adanya perubahan, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, dan behavioral.

Menurut Carl. I. Hovland ( dalam Effendy, 1995 ) komunikasi memiliki berbagai tingkatan, yaitu:

1. Komunikasi Intra personal

Komunikasi Intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi pada diri sendiri, atau proses berpikir pada diri sendiri, keyakinan, perasaan, dan berbicara pada diri sendiri, bisa juga terjadi pada saat melakukan ibadah misalnya, shalat, kita berkomunikasi kepada Tuhan YME, yaitu dengan memohon doa kepadaNya.


(33)

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang terjadi di antara dua individu, yang terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka, bisa melalui media. Komunikasi ini dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang.

3. Komunikasi Kelompok

Komunikasi Kelompok adalah komunikasi yang melibatkan lebih dari dua orang atau tiga orang, bisa berbentuk diskusi, rapat dan lain- lain yang satu sama lain saling mengenal. Misalnya komunikasi kelompok remaja, pengajian ibu- ibu, dan lain- lain.

4. Komunikasi Publik

Komunikasi publik adalah proses komunikasi yang terjadi di depan publik atau masyarakat, baik secara aktif maupun pasif dengan menggunakan media atau dengan tidak menggunakan media ( berbicara langsung )

5. Komunikasi Organisasi

Komunikasi yang terjadi di dalam organisasi yang bersifat formal maupun Informal

6. Komunikasi Massa

Komunikasi yang melibatkan jumlah komunikan yang banyak, tersebar dalam area geografis yang luas, heterogen, namun mempunyai perhatian dan minat terhadap suatu issu atau berita. Biasanya dalam komunikasi ini melibatkan media, misalnya, televisi, surat kabar, majalah, dan lain- lain.


(34)

2.2.2 Unsur- Unsur Komunikasi

Dari pengertian komunikasi sebagaimana di uraikan diatas, tampak adanya sejumlah komponen dan unsur yang di cakup dan merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam bahasa komunikasi komponen atau unsur- unsur komunikasi adalah sebagai berikut ( Widjaja 2002 :11-20) :

a. Sumber ( Source)

Sumber adalah dasar yang di gunakan dalam penyampaian pesan, yang di gunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku, dan sejenisnya. Apabila kita salah mengambil sumber maka kemungkinan komunikasi yang kita lakukan akan berakibat lain dari yang kita harapkan.

b. Komunikator ( Communicator )

Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara, menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi seperti surat kabar, televisi dan sebagainya. Dalam komunikator menyampaikan pesan kadang - kadang komunikator dapat menjadi komunikan sebaliknya, komunikan dapat menjadi komunikator.

c. Pesan ( Message )

Pesan adalah keseluruhan dari apa yang di sampaikan oleh komunikator. Pesan seharusnya mempunyai inti pesan, ( tema) sebagai pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap, dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat di sampaikan secara panjang lebar, namun yang perlu diperhatikan dan di arahkan kepada tujuan akhir komunikasi.

d. Saluran ( channel )

Saluran komunikasi selalu menyampikan pesan yang dapat di terima melalui panca indera atau menggunakan media. Pada dasarnya komunikasi sering di lakukan melalui dua saluran yaitu saluran formal ( resmi ) yang berupa desas - desus, kabar angin ataupun kabar burung.

e. Efek (Effect )

Efek merupakan hasil akhir dari komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Jika sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai, maka berarti komunikasi berhasil, begitu juga sebaliknya.

2. 2. 3 Tujuan dan Fungsi Komunikasi

Tujuan Komunikasi ( Effendy, 2005 : 55 ) yaitu :


(35)

b. Mengubah opini / pendapat/ pandangan ( to change the opinion )

c. Mengubah perilaku ( to change the behavior )

d. Mengubah masyarakat ( to change the society )

Sedangkan fungsi komunikasi ( Effendy , 2005 :55) yaitu :

a. Menginformasikan ( to inform )

b. Mendidik ( to educate )

c. Menghibur ( to entertain )

d. Mempengaruhi ( to influence )

2.2.4 Tatanan Komunikasi

Tatanan komunikasi adalah proses komunikasi ditinjau dari segi jumlah komunikan, berdasarkan situasi komunikan seperti itu, maka dapat diklasifikasikan menjadi bentuk sebagai berikut ( Effendy, 2003 : 57 ) :

a. Komunikasi pribadi (personal communication) yang terdiri dari

komunikasi intra pribadi dan komunikasi antar pribadi seperti anjang sana, tukar pikiran dan lain sebagainya.

b. Komunikasi kelompok (group communication) yang terdiri dari

komunikasi kelompok kecil (ceramah, simposium, diskusi panel, seminar, dan lain- lain) dan komunikan kelompok besar.

c. Komunikasi massa (mass communication) yang terdiri dari komunikasi

media cetak/ pers seperti surat kabar dan majalah dan komunikasi media massa elektronik seperti radio, televisi, film, dan lain- lainnya.

2.2.5 Dampak Komunikasi

Bagian terpenting dalam berkomunikasi adalah bagaimana caranya agar sesuatu pesan yang di sampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek


(36)

tertentu pada komunikan. Dampak yang timbul dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

a. Dampak kognitif adalah yang timbul dalam komunikan yang menyebabkan

komunikan menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya.

b. Dampak Afektif adalah yang timbul dalam diri komunikan bukan hanya

sekedar tahu tetapi tergerak hatinya yang menimbulkan suatu perasaan tertentu.

c. Dampak Behavioural adalah yang timbul pada diri komunikan dalam

bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.

2. 3 Komunikasi Antar Pribadi

2.3.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi sering disebut “dyadic communication”, yakni komunikasi antar dua orang dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi sejenis ini berlangsung secara tatap muka ( face to face ), bisa juga melalui media arah atau timbal balik ( two way traffic communication ). Menurut De Vito ( 1976 ) bahwa komunikasi antar pribadi menggunakan penggunaan pesan- pesan dari seseorang, dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik berlangsung. Effendy ( 1986 ) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Dimana komunikasi ini dianggap paling efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Arus baliknya bersifat langsung. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasi itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Dean C. Barnlund ( 1968 ) mengemukakan


(37)

bahwa komunikasi antar pribadi biasanya di hubungkan dengan pertemuan dua orang, atau tga orang, atau bahkan empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. ( Aloliliweri, 1991 : 12)

Umpan balik mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan komunikator. Dalam komunikasi antar pribadi, karena situasinya tatap muka, tanggapan komunikan dapat segera di ketahui. Dalam hal ini komunikator perlu bersikap tanggap terhadap tanggapan komunikan.

Tekanan ulasan komunikasi antar pribadi terletak pada unsur- unsur, ciri- ciri, situasi terjadinya komunikasi, jumlah orang yang terlibat dalm proses komunikasi, jarak fisik dalam suatu percakapan, kekuatan umpan balik suatu pesan dari penerima kepada pengirimnya. Banyak ahli juga berpendapat bahwa semua yang menjadi tekanan dalam komunikasi antar pribadi akhirnya bermuara pada perspektif situasi. Perspektif situasi merupakan suatu perspektif yang menekankan bahwa sukses tidaknya komunikasi antar pribadi sangat tergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan tatap muka antara dua orang atau sebagian kecil orang dengan mengandalkan suatu kekuatan yang segera saling mendekati satu dengan yang lain pada saat itu juga daripada memperhatikan umpan balik yang tertunda ( misalnya dalam hal komunikasi antar manusia bermedia seperti surat- menyurat, percakapan, telepon, faximile)

Komunikasi antar pribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu karena, setiap pihak mengetahui secara baik tentang lika- liku hidup pihak lain, pikiran dan pengetahuannya, perasaannya, maupun menanggapi tingkah laku seseorang yang sudah saling mengenal secara mendalam lebih baik ketimbang


(38)

yang belum mengenal. Jika hendak menciptakan suatu komunikasi antar pribadi yang lebih bermutu, maka harus didahului dengan keakraban, ( Aloliliweri, 1991 :30 )

2.3.2 Ciri- Ciri dan Sifat Komunikasi Antar Pribadi Ciri- ciri komunikasi antar pribadi yaitu :

1. Komunikasi antar pribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil lalu.

2. Komunikasi antar pribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu.

3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang

tidak mempunyai identitas yang jelas.

4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang sengaja maupun yang

tidak sengaja.

5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas- balasan.

6. Komunikasi antar pribadi menghendaki paling sedikit melibatkan dua

orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan.

7. Komunikasi antar pribadi dikatakan tidak sukses jika tidak membuahkan

hasil.

8. Komunikasi antar pribadi menggunakan lambang- lambang bermakna. (

Aloliliweri, 1991 :14 -29)

Ciri- ciri Komunikasi antar pribadi menurut De Vito dalam Liliweri (1991 :13), yaitu :

a. Keterbukaan ( openess ), yakni komunikator dan komunikan saling

mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas ( tidak ditutupi ) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu.

b. Empati ( emphaty ), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan

dirinya kepada peranan orang lain.

c. Dukungan ( suppotiveness ), yakni setiap pendapat, ide, atau gagasan yang

disampaikan mendapat dukungan darri pihak –pihak yang berkomunikasi. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang di dambakan.


(39)

d. Rasa positif ( positiveness ), adalah setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, rasa positif menghindarkan pihak–pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka, sehingga menggangu jalinan interaksi.

e. Kesamaan ( equality ), yakni suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan

antar pribadi lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, usia, ideology, dan sebagainya.

Sifat-sifat komunikasi antar pribadi secara ringkas yaitu :

1. Komunikasi antar pribadi melibatkan didalamnya perilaku verbal maupun

non – verbal

2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted

(perilaku didasarkan pada factor kebiasaan ) dan contrived ( perilaku didasarkan pada beberapa pertimbangan kognitif )

3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang.

4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai

interaksi dan koherensi.

5. Komunikasi anta pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat

intrinsik ( standard perilaku yang di kembangkan oleh seseorang sebagi pandu bagaimana mereka melakukan komunikasi) dan ekstrinsik (standard perilaku yang timbul karena adanya pengaruh dari pihak ketiga sehingga komunikasi harus di perbaiki atau bahkan di hentikan).

6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan.

7. Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia (Aloliliweri,

1997 : 31 – 43 )

Hubungan interaksi antar manusia yang di pelajari dalam sosiologi mempersyaratkan didahului oleh banyak kontak maupun komunikasi. Hubungan– hubungan yang telah di bentuk tidak selamanya terus di pertahankan atau bahkan harus di hentikan.


(40)

2.3.3 Jenis – Jenis Komunikasi Antar Pribadi

Seperti komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi pun mempunyai jenis-jenisnya yang berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain. Menurut Onong Uchjana Effendy bahwa “Secara teoritis komunikasi antar pribadi diklasifikasikan

menjadi dua jenis menurut sifatnya, yakni:

1. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antar dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi yang menerima pesan. Oleh karena pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens, komunikator memusatkan perhatiannya hanya pada diri komunikan itu.

2. Komunikasi Triadik (Triadic Communication) adalah komunikasi

antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, Karena komunikator memusatkan perhatiaanya hanya pada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan, sepenuhnya juga umpan balik yang berlangsung, merupakan kedua factor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi. (1993:62)

2.4 Teori Self Disclosure

Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami


(41)

tanggapan kita di masa kini. Tanggapan terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu melibatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian- kejadian yang baru saja kita saksikan ( Johnson, 1981 dalam supraktiknya, 1995 : 14 )

Salah satu teori pengembangan hubungan dalam komunikasi antar pribadi, salah satunya Teori Self Disclosure. Teori ini menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal seperti itu dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan ke dalam suatu gambar yang disebut dengan Jendela Johari ( Johari Window )

Diketahui diri sendiri Tidak diketahui diri sendiri

Diketahui orang lain.

Tidak diketahui orang lain.

Gambar tersebut Jendela Johari, melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seseorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili melalui suasana di keempat bidang jendela itu.

Bidang satu, melukiskan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang dua, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya di ketahui orang lain, namun tidak di ketahui diri sendiri.

1. Terbuka 2. Buta


(42)

Bidang tiga, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak di ketahui diri sendiri namun tidak di ketahui orang lain.

Bidang empat, bidang tidak dikenal, dimana kedua pihak sama – sama tidak mengetahui masalah hubungan di antara mereka.

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu hubungan adalah bidang satu, dimana komunikator dan komunikan sama- sama mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun pada kenyataanya hubungan antar pribadi tidak seideal yang di harapkan, karena dalam berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap orang mempunyai kesempatan untuk menyembunyikan masalah yang dihadapinya. ( Aloliliweri, 1991 : 54 )

Menurut Johnson ( Supratiknya 1995 : 15 ), beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut :

- Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua

orang.

- Semakin kita terbuka kepada orang lain, semakin orang lain tersebut akan

menyukai diri kita, akibatnya ia akan semakin membuka diri kepada kita.

- Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung

memiliki sifat – sifat sebagai berikut : kompeten, terbuka, fleksibel, adaptif, dan intelegent, yakni sebagian dari ciri – ciri orang bahagia.

- Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang

memungkinkan komunikasi intim, baik dengan diri kia sendiri maupun dengan orang lain.

- Membuka diri berarti bersikap realistik, maka pembukaan diri haruslah


(43)

2.5 Komunikasi Keluarga

2.5.1 Pengertian Komunikasi Keluarga

Seligmann, dalam Mulyana ( 2005 : 215 ) mengatakan keluarga adalah didefinisikan sebagai “ jaringan orang – orang yang berbagi kehidupan mereka dalam jangka waktu yang lama ; yang terikat oleh perkawinan, darah, atau komitmen, legal atau tidak ; yang menganggap diri mereka sebagai keluarga; dan yang berbau pengharapan – pengharapan masa depan mengenai hubungan yang berkaitan

Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan kepribadian anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan keluarga merupakan faktor yang sangat penting dan berguna untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

Keluarga adalah sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan perkawinan. Didalamnya hidup bersama pasangan suami-istri secara sah karena pernikahan. Mereka hidup bersama sehidup semati, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan damai dengan suatu tekad dan cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera lahir batin. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan yang di ikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun di antara mereka tidak terdapat hubungan darah.


(44)

Menurut Rae Sedwig dalam Syaiful Bahri (2004), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian (Dikutip dari Achdiat, 1997: 30)

Keharmonisan keluarga menimbulkan dampak besar terhadap perkembangan kepribadian anak. Kenyamanan dan kehangatan yang dirasakan anak di tengah-tengah keluarganya akan membentuk sikap-sikap positif pada diri anak. Begitu pula cinta tulus dan kasih sayang yang ditunjukkan orangtua dan anggota keluarga lain akan meyakinkan anak bahwa ia dianggap penting dan akan memotivasinya untuk berbuat yang terbaik bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.Menurut Stinnet & DeFrain, seperti dikutip Savitri Ramadhani dalam bukunya Building Positive Communication, bahwa keluarga harmonis mempunyai karakteristik tertentu, yaitu kehidupan beragama yang baik di dalam keluarga, mempunyai waktu bersama antara sesama anggota keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antara sesama anggota keluarga, masing-masing anggota keluarga merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai suatu ikatan kelompok dan ikatan kelompok ini bersifat erat dan kohesif, bila terjadi permasalahan dalam keluarga, maka masalah tersebut dapat diselesaikan secara positif dan konstruktif. (2006:23)

2.5.2 Fungsi Komunikasi Keluarga

Secara umum, komunikasi dalam keluarga ini biasanya berbentuk komunikasi antar personal (face to face communication ) yang pada intinya merupakan komunikasi langsung dimana masing-masing peserta komunikasi dapat beralih fungsi, baik sebagai komunikator dan komunikan. Selain itu, yang


(45)

lebih penting lagi adalah bahwa reaksi yang diberikan masing-masing peserta komunikasi dapat diperoleh langsung. Karena itulah, keluarga dapat dikategorikan sebagai satuan sosial terkecil dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

Komunikasi individual atau komunikasi inter personal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam sebuah interaksi antar pribadi; antara suami dan istri, antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, dan antara anak dan anak. Komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dipengaruhi oleh pola hubungan antar peran di dalam keluarga. Hal ini disebabkan masing masing peran yang ada dalam keluarga dilaksanakan melalui komunikasi.

Komunikasi dalam keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak jauh berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Paling tidak ada dua fungsi komunikasi dalam keluarga, yaitu :

1. Fungsi Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, untuk menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan. Misalnya, via komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan baik dengan orang lain. Selain itu, melalui komunikasi seseorang dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat terlebih dalam keluarga untuk mencapai tujuan bersama.

2. Fungsi Komunikasi kultural

Para sosiolog berpendapat bahwa komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian dari komunikasi. Peranan


(46)

komunikasi di sini adalah turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mengkomunikasikan norma-norma buidaya masyarakat, baik secara horizontal (dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya) ataupun secara vertikal (dari suatu generasi kepada generasi berikutnya). Pada sisi lain, budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk suatu kelompok tertentu.

Selain itu fungsi Komunikasi dalam keluarga adalah

1. Memberikan pengertian yang lebih dalam tentang siapa kita sebagai pribadi

kepada anggota keluarga lainnya.

2. Meningkatkan kasih, kepercayaan, dan rasa hormat dalam keluarga

3. Sebagai alat untuk mendapat tujuan, dan membereskan hal–hal yang

menghalangi pencapaian tujuan.

2. 6. Remaja

2.6.1 Pengertian Remaja

Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2004).


(47)

2.6.2 Ciri – Ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Gunarsa (2001) menyatakan ciri-ciri tertentu yaitu:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan.

d. Masa remaja sebagai periode bermasalah.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Gunarsa ( 2001 ) menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhi (Monks, et al. 2002).

2.6.3 Tahap Perkembangan Remaja

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

a. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain:

1. Lebih dekat dengan teman sebaya

2. Ingin bebas

3. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir


(48)

b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain :

1. Mencari identitas diri

2. Timbulnya keinginan untuk kencan

3. Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

5. Berkhayal tentang aktifitas seks

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain :

1. Pengungkapan identitas diri

2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

3. Mempunyai citra jasmani dirinya

4. Dapat mewujudkan rasa cinta.

5. Mampu berpikir abstrak

2.6.4 Perkembangan Fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut.

a. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja ( DepKes 2002 ) disebutkan bahwa ciri –ciri seks primer adalah :

1. Remaja laki–laki

Remaja laki–laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki – laki usia antara 10 – 15 tahun


(49)

2. Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche ( mensturasi ), mensturasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

b. Ciri – ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2003), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1. Remaja laki – laki

a. Bahu melebar, pinggul menyempit

b. Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan dan kaki.

c. Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d. Produksi keringat menjadi lebih banyak

2. Remaja perempuan

a. Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol,

serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

b. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori – pori

bertambah besar,kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.

c. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan dan tungkai.


(50)

2.6.5 Karakteristik Remaja

Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek:

a. Fisik, laju perkembangan secara umum berkembang dengan pesat,

proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang, dan munculnya ciri – ciri sekunder.

b. Psikomotor, gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan

serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan

c. Bahasa, berkembangnya pengguanaan bahasa sandi dan mulai tertarik

mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.

d. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi

bersifat temporer, serta adanya ketergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.

e. Perilaku kognitif

1. Proses berpikir sudah mampu mengoperasikan kaidah- kaidah logika

formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.

2. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang

terpesat.

3. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan kecenderungan –


(51)

f. Moralitas

1. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh

orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

2. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah –

kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari – hari oleh para pendukungnya.

3. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan

tipe idolanya.

g. Perilaku keagamaan

1. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai

dipertanyakan secara kritis dan skeptis.

2. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

3. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas

pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.

h. Konatif, emosi, afektif, dan kepribadian

1. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri

dan aktualisasi diri ) menunjukkan arah kecenderungannya.

2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum

terkendali seperti pernyataan marah , gembira, atau kesedihannya masih dapat berubah – ubah dan silih berganti.

3. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya

yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannya.


(52)

4. Kecenderungan kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak ( teoritis,

ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius) meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba – coba.

2. 7 Perilaku seksual remaja

Menurut Sarwono (2003), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002).

Menurut Irawati (2002) remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

2.7.1. Faktor – Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah Remaja

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2003-2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, (1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri,


(53)

aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu), (Suryoputro, et al. 2006).

Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin, 2008). Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Saifuddin dan Hidayana dalam Syafrudin).

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2003).

II.7.2 Dampak Perilaku Seksual Pranikah Remaja

Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :

a. Dampak Psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresei, rendah diri, bersalah dan berdosa.

b. Dampak fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.


(54)

c. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain, di kucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu, belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. ( Sarwono,2003 )

d. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja,dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual ( PMS ) yang tertinggi antara 15 – 24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapa menyebabkan kemandulan, dan rasa sakit kronis, serta meningkatkan resiko terkena PMS dan HIV/AIDS


(1)

Kedua, Alasan remaja untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah

adalah,

- Kurangnya perhatian, komunikasi serta dukungan dari orang tua kepada remaja dalam menyelesaikan masalah- masalah yang dihadapi oleh remaja. Tidak adanya dukungan, komunikasi serta perhatian mendorong para remaja menentukan langkah-langkah penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapinya menurut pemahamannya sendiri yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat.

- Pengaruh teman sebaya ataupun lingkungan sosialnya. Ketidakpedulian orang tua terhadap masalah yang dihadapi oleh remaja tidak jarang mengantarkan remaja untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapinya kepada teman–teman sebayanya, dan tidak jarang pula para remaja justru mengadopsi cara-cara penyelesaian yang negatif dan tidak dibenarkan secara sosial.

- Media massa. Adanya media sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja dalam melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Televisi, majalah, video porno serta mudahnya mengakses situs-situs pornografi melalui internet membuat remaja tidak dapat mengontrol diri.

- Persepsi ataupun pemaknaan yang keliru bagi remaja terhadap makna pacaran itu sendiri dan kesalahan remaja dalam memaknai pentingnya kesehatan reproduksi.


(2)

95 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, peneliti mengemukakan saran–saran sebagai berikut :

5.2.1 Bagi remaja

1. Remaja hendaknya harus lebih terbuka terhadap orang tua khususnya ibu agar lebih mengetahui tentang masalah seksual lebih dini.

2. Remaja hendaknya harus mampu mengendalikan diri didalam bergaul untuk tidak terjerumus kedalam perilaku seks pra-nikah

3. Remaja hendaknya tidak mudah untuk dipengaruhi oleh teman-teman dalam melakukan tindakan apapun khususnya untuk melakukan hubungan seksual.

5.2.2 Bagi Orang tua

1. Orang tua hendaknya dapat memahami keberadaan remaja yang secara psikologis masih sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh perkembangan teknologi, informasi dan globalisasi sehingga mereka sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang tua dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapinya, mengingat masa remaja adalah masa pencarian jati diri, masa remaja adalah masa yang sulit, karena secara psikologis remaja sangat disibukkan dengan perkembangan fisik yang terjadi pada dirinya. Dalam kondisi demikian jika tanpa adanya perhatian dan dukungan dari orang tua remaja akan memberi pencitraan pada dirinya yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai sosial.


(3)

2. Orang tua harus mengupayakan sebuah komunikasi yang hangat bagi para remaja. Suasana rumah yang membuat remaja betah tinggal dirumah dan tidak merasa takut menceritakan persoalan-persoalan yang dihadapinya terlebih yang berkaitan dengan hubungan pada lawan jenis. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik diharapkan remaja akan memperoleh informasi yang benar dalam memenui dorongan-dorongan seksualnya yang secara psikologis memang mengalami peningkatan pada fase ini

3. Pendidikan seks juga perlu diberikan oleh para orang tua agar para remaja dapat memahami akan pentingnya kesehatan reproduksi bagi mereka, dan yang tidak kalah penting hendaknya para orang tua memberi pendidikan agama kepada para remaja sebagai bekal dalam menghadapi pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan sosialnya.


(4)

97

DAFTAR PUSTAKA

Alsa., A. 2003. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam

Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Birowo, Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta : Gitanyali Bogdan. R. & Taylor, S. 1993. Kualitatif (Dasar-dasar Penelitian) (terjemahan),

Surabaya: Usaha Nasional

Cangara, Hafied. 2003. Pengantar ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang tua & Anak dalam

Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Imu, Teori, Dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

2005. ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Evelyn Suleeman. 1990. ”Komunikasi dalam Keluarga” Tapi Omas Ihromi (Ed),

Para Ibu Yang Berperan Tunggal Dan Yang Berperan Ganda. Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Furchan, Arief. 1992. Pengantar metoda penelitian kualitaif, Surabaya : Usaha Nasional

Green L.W,Kreuter M.W. 2000. Health Promotion Planning An educational adn

Environmental Approach. Maylield Publishing Company.

Gunarsa Y.S.D. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : Gunung Mulia.

Hurlock, E. B. 2004. Adolescent Development, Fourth Edition. Tokyo: Mc Graw- Hill.

Idayanti N. 2002. Hubungan antara Religiusitas dengan Perilaku Seksual Remaja

yang Sedang Pacaran.

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s1-


(5)

Irawati dan Prihyugiarto, I. 2002. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Terhadap Perilaku Seksual Pria Nikah Pada Remaja Di Indonesia:

BKKBN.

Kinnaird. 2003. Keluarga Makin Baik Hubungan Orangtua-Remaja Makin

Rendah Perilaku Seksual Pranikah

Diakses padaTanggal 7 Februari 2011

Krisyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti Magdalena, C. 2000. Perilaku Seksual Wabal Ditinjau Dari Efektivitas

Komunikasi Orang Tua-Anak Dan Locus Of Control. Kognisi Vol 4, No

1. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Moleong, L.J. 2007 Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. XXIV Bandung:PT. Remaja Rosda Karya

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosda Karya

Monks F.J, Knoers A.M.P., Haditono S.R. 2002. Psikologi Perkembangan

Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Edisi Keempat Belas.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mu’tadin Z. 2002. Pendidikan Seksual Pada Remaja. Available at

http//:www.epsikologi.com. di akses pada tanggal 28 Januari 2011

Nasution, 1996. Metode Penelitian naturalistic- Kualitatif. Bandung : Tarsito Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : UGM Press

Nawawi, H.H & Martini, H.M., Penelitian Terapan, (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 1994)

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya Rohmahwati D.A, Lutfiati, A., Sri M. 2008. Pengaruh Pergaulan Bebas Dan

Vcd Porno Terhadap Perilaku Remaja Di Masyarakat.

http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2569 Diakses Tanggal 10 maret 2011

Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga. Alih bahasa oleh : Shinto B. A. dan S. Saragih.


(6)

99

Siahaan, Hotman. 2002. Metode penelitian Kualitatif. Surabaya : Insan Cendikia Soeprapto, Riyadi. 2007. Teori Interaksi Simbolik. Averroes Community –

Membangun Wacana Kritis Rakyat. Melalui http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simbolik .html [18/03/2011]

Soetjiningsih dkk. 2004. Buku Ajar: Tumbuh Kembang Remaja dan

Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto.

Stuart G.W. and Sundeen S.J. 1999. Principles and Practice of Psychiatric

Nursing. New York : Mosby Year Book, Inc.

Suryoputro A, Nicholas J.F., Zahroh S., 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Perilaku Seksual Remaja Di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan Dan Layanan Kesehatan Seksual Dan Reproduksi. Makara

Kesehatan. vol.10. no.1 juni 2006: 29-40.

Syafrudin. 2008. Remaja Dan Hubungan Seksual Pranikah

Syaiful Bahri Djamarah. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak

DalamKeluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam) Jakarta: Rineka Cipta

Taufik. 2005. Perilaku seks di surakarta.

http://elfarid.multiply.com/journal/item/306 Diakses 11 februari 2011

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3. Terjemahan. Maria Natali

Widjaja, H.A.W. 1987. Ilmu Komunikasi. Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta. Sumber lain :

27 Januari 2011