Hubungan Antara Kondisi Perairan Dan Hasil Tangkapan Ikan Di Muara - Muara Sungai Di Teluk Banten.

HUBUNGAN ANTARA KONDISI PERAIRAN DAN HASIL
TANGKAPAN IKAN DI MUARA - MUARA SUNGAI DI
TELUK BANTEN

SUGIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Antara
Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Muara - muara Sungai di Teluk
Banten, adalah benar karya saya dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2015

Sugiarti
NIM. C 251110281

RINGKASAN
SUGIARTI. Hubungan Antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di
Muara - muara Sungai di Teluk Banten. Di bawah bimbingan SIGID HARIYADI
DAN SYAHROMA HUSNI NASUTION.
Kondisi perairan di muara sungai di Teluk Banten yang dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, aktivitas kegiatan industri dan aktivitas manusia lainnya
kemungkinan akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan di muara sungai
tersebut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji keterkaitan
antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara - muara sungai di Teluk
Banten. Pengambilan contoh air, plankton dan ikan dilakukan pada bulan Mei,
Juli dan Oktober 2013 di empat stasiun yaitu di Muara Sungai Wadas, Muara
Sungai Cibanten, Muara Sungai Cengkok, dan Muara Sungai Pamong. Beberapa
parameter fisika dan kimia dianalisis pada contoh air permukaan, kedalaman sechi
dan dasar perairan. Pengambilan contoh plankton dilakukan pada lapisan

permukaan perairan, lalu diidentifikasi dan dihitung jumlahnya. Pengambilan
contoh ikan mengikuti operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan,
dengan alat tangkap yang digunakan nelayan setempat di masing – masing stasiun
pengamatan dan selanjutnya ikan dihitung jumlahnya dan diidentifikasi jenisnya.
Contoh ikan yang mewakili setiap stasiun pengambilan contoh diperiksa isi
lambungnya. Kualitas air dianalisis dengan metode Indeks Pencemaran. Tingkat
kesuburan perairan ditetapkan dengan metode TRIX. Hasil tangkapan ikan
dianalisis indeks keanekaragaman, indeks dominansi dan kelimpahan relatifnya.
Keterkaitan antara kondisi perairan dengan hasil tangkapan ikan di perairan muara
sungai Teluk Banten dilakukan menggunakan analisis CCA (Canoconical
Correspondence Analysis) lalu dibuat matriksnya untuk setiap waktu pengamatan.
Kualitas air di empat muara sungai di Teluk Banten yaitu Wadas,
Cibanten, Cengkok dan Pamong, berdasarkan Indeks Pencemaran tergolong
tercemar ringan, dengan parameter penyebab pencemaran yaitu TSS dan fosfat
yang melebihi baku mutu kualitas air untuk biota laut. Tingkat kesuburan perairan
di keempat muara tersebut berkisar dari eutrofik sampai hipertrofik. Hasil
tangkapan ikan Oktober 2013 umumnya tinggi dengan jenis ikan yang tertangkap
dengan alat tangkap bagan lebih banyak dari alat tangkap jaring dan pukat.
Berdasarkan analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis), parameter
arus, suhu air, salinitas, amonia, dan kelimpahan plankton berkorelasi dengan

keberadaan ikan-ikan di perairan muara Wadas, Cibanten dan Cengkok,
sedangkan keberadaan ikan belanak (Mugil cephalus) di Muara Sungai Pamong
lebih berkorelasi dengan kondisi parameter daya hantar listrik, TSS, dan pH.
Berdasarkan matriks hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan perairan,
kelimpahan plankton dan hasil tangkapan ikan, dapat disimpulkan bahwa kualitas
air yang tercemar ringan dengan tingkat kesuburan yang tinggi dan kelimpahan
plankton yang cukup, membuat hasil tangkapan di muara – muara sungai Wadas,
Cibanten, Cengkok dan Pamong di Teluk Banten tergolong masih cukup tinggi.
Kata kunci : Kondisi perairan, hasil tangkapan ikan, muara-muara sungai, Teluk
Banten

SUMMARY
SUGIARTI. Relationship Between Water Quality and Trophic Status with Fish
Catched in Estuaries in Banten Bay. Supervised by SIGID HARIYADI and
SYAHROMA HUSNI NASUTION.
Water condition in estuarines in Banten Bay which is affected with
environmental condition, industrial activity and human activity may affect the
number of fish catched in that estuarines. The aim of this research was to revealed
the correlation between water condition and fish cathed in four estuarines in
Banten Bay. Water, plankton and fish were sampled in May, July and October

2013 in estuarine at Wadas, Cibanten, Cengkok and Pamong area in Banten Bay.
Several water quality parameters were analyzed on water samples from surface,
sechi depth and bottom of water coloumn. Plankton were sampled in surface
water then identified and quantified. Fishes were catched using fishing gear which
used by fisherman in each sampling station and identified, then fish stomach of
representative fish samples from each sampling stations was analyzed. Water
quality was analyzed with Pollution Index methods. Trophic status was analyzed
using TRIX methods. Correllation between water quality and trophic status on
fish cathed was analyzed with CCA (Canoconical Corespondence Analysis), then
the matrix between water condition and fish cathed was made every sampling
time.
Water quality in four estuarine in Teluk Banten according to Pollution
Index ia slighly polluted with TSS and fosfat were higher than stnadard of water
quality for marine biota. Trophic status in four estuarines was range from
eutrophic until hipertrophic. Fish catched in Oktober 2013 was highest than May
and June 2013. According to CCA, there are some physical, chemical and
biological factor that affected occurence of some fish species in four
estuarines.Water temperature, current, salinity, ammonium and plankton
abundande were affected the occurene of fishes in Wadas, Cibanten and Cengkok.
Belanak fish in Pamong Estuarine was affected with conductivity, TSS and pH.

According to the matrix between water condition, plankton abundance and fish
catched in four estuarines in Banten Bay, showed that aquatic condition in four
estuarines in Banten Bay still could support life of fishes in that estuarines,
because of its trophic status that made fishes cathced in that estuarines were still
high.
Key words : Water condition, fish catched, estuarines, Banten Bay

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

HUBUNGAN ANTARA KONDISI PERAIRAN DAN HASIL
TANGKAPAN IKAN DI MUARA - MUARA SUNGAI DI
TELUK BANTEN


SUGIARTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi pada ujian Tesis : Dr. rer.nat. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc.

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul “Hubungan
Antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Muara - muara Sungai di
Teluk Banten”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains pada program studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu
dalam penyusunan tesis ini yaitu:
1. Komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc dan Ibu Dr. Ir.
Syahroma Husni Nasution, M.Si, yang telah banyak memberikan saran,
bimbingan, arahan serta motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan
baik.
2. Kepala LIPI, Sekretaris Utama LIPI, Kepala BOK LIPI dan Kepala Pusat
Penelitian Limnologi LIPI Bapak Dr. Ir. Tri Widiyanto, MSi, yang telah
memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang S2 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur karyasiswa LIPI tahun
2011.
3. Staf pegawai Pusat Penelitian Limnologi LIPI yang banyak membantu penulis
dalam melakukan penelitian.
4. Kepala Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu Kabupaten
Serang Provinsi Banten beserta staf yang telah memberi fasilitas akomodasi
dan bantuan selama penulis melakukan penelitian di Teluk Banten.
5. Orangtuaku, saudara-saudaraku, suami dan anak-anakku tercinta, Zahra Rajni
Danica dan Faqih Haidar Amri yang memberi semangat kepada penulis dalam

melaksanakan pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Sanjaya dan Bapak Jack sekeluarga yang telah memberi bantuan selama
penulis melaksanakan penelitian di Teluk Banten.
7. Teman – teman seangkatan di SDP 2011 yang memberi kenangan tidak
terlupakan selama menjalani pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor.
8. Sahabat- sahabatku terhebat, Dian, Umi, Fifi, Irna, Bu Is, Disti, Yuni, Neri,
Tutik, Adek yang telah memberi semangat yang luar biasa kepada penulis
selama penulis menjalani pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor,

Agustus 2015
Sugiarti

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………...........
DAFTAR TABEL………………………………………….……………..
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

PENDAHULUAN……………………………………....................…….
Latar Belakang………………………………………….................
Perumusan Masalah…........…………………..................................
Tujuan Dan Manfaat…………………............................................
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………............
Kualitas Perairan Muara Sungai.......................................................
Tingkat Kesuburan Perairan.............................................................
Perikanan Perairan Muara Sungai...................................................
METODE...................................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian…………………………….............
Pengambilan dan Analisis Contoh…………………………….......
Pengambilan dan Analisis Contoh Air……………...............
Pengambilan dan Analisis Contoh Plankton………………
Pengambilan Data Hasil Tangkapan Ikan……..........…….......
Analisis Kebiasaan Makan Ikan ………………….................
Analisis Data……………………………………………………
Penetapan Kualitas Perairan .....................................................
Perhitungan Tingkat Kesuburan Perairan ................................
Analisis Data Plankton dan Ikan.............................................
Analisis Hubungan Antara Kondisi Perairan dan Hasil

Tangkapan Ikan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten.......
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................
Kualitas Perairan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten................
Tingkat Kesuburan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten............
Kelimpahan Phytoplankton di Empat Muara Sungai di Teluk
Banten.................................................................................................
Hasil Tangkapan Ikan Muara – muara Sungai di Teluk Banten........
Hasil Analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis) antara
Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Empat Muara Sungai
di Teluk Banten............................................. ....................................
SIMPULAN DAN SARAN..........................................................................
Simpulan.............................................................................................
Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
LAMPIRAN...................................................................................................
RIWAYAT HIDUP........................................................................................

i
ii
ii

iii
1
1
2
4
5
5
6
8
10
10
11
11
12
13
13
14
14
14
15
16
18
18
24
25
27

31
38
38
38
39
44
65
i

DAFTAR TABEL
1. Deskripsi stasiun pengambilan contoh di perairan Teluk
Banten...........................................................................................
2. Parameter
dan
metode
analisis
fisika
dan
kimia
air.....................................................................................................
3. Alat, cara dan waktu operasi penangkapan ikan di masing-masing
stasiun pengamatan di muara sungai Teluk Banten......................
4. Status kualitas air perairan muara sungai di Teluk Banten
berdasarkan metode Indek Pencemaran (IP)...................................
5. Jumlah genus fitopankton di empat muara sungai di Teluk Banten.
6. Indek keanekaragaman phytoplankton di empat muara sungai di
Teluk Banten....................................................................................
7. Indeks keanekaragaman ikan, indek dominansi ikan dan ikan yang
dominan tertangkap di masing - masing stasiun pengamatan dan
waktu pengamatan di empat muara sungai di Teluk Banten...........
8. Komposisi isi lambung ikan hasil tangkapan nelayan di empat
muara sungai di Teluk Banten.........................................................
9. Matrik hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan,kelimpahan
plankton, dan hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk
Banten pada bulan Mei 2013......................................................
10. Matrik hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan,
kelimpahan plankton, dan hasil tangkapan ikan di empat muara
sungai di Teluk Banten pada bulan Juli 2013..................................
11. Matrik hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan,
kelimpahan plankton, dan hasil tangkapan ikan di empat muara
sungai di Teluk Banten pada bulan Oktober 2013............................

11
12
13
23
26
26

32
32

35

36

36

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir kerangka pemikiran...................................................
2. Lokasi penelitian di Teluk Banten................................................
3. Suhu air di empat muara sungai di Teluk Banten.........................
4. Nilai daya hantar listrik di keempat muara sungai di Teluk
Banten...........................................................................................
5. Nilai arus di empat muara sungai di Teluk Banten.......................
6. Nilai kecerahan di empat muara sungai di Teluk Banten.............
7. Nilai intensitas cahaya di empat muara sungai di Teluk Banten....
8. Konsentrasi TSS di empat muara sungai di Teluk Banten.............
9. Nilai salinitas di empat muara sungai di Teluk Banten.................
10. Nilai pH di empat muara sungai di Teluk Banten.........................
11. Konsentrasi oksigen terlarut di empat muara sungai di Teluk
Banten............................................................................................
12. Konsentrasi nitrit di empat muara sungai di Teluk Banten...........
13. Konsentrasi nitrat di empat muara sungai di Teluk Banten............
14. Konsentrasi ammonia di empat muara sungai di Teluk Banten....

3
10
18
18
19
19
20
20
20
21
21
22
22
22
ii

15. Tingkat kesuburan perairan muara sungai di setiap stasiun
pengamatan di Teluk Banten berdasarkan indeks TRIX
(Trophical Index)............................................................................
16. Konsentrasi posfat di empat muara sungai di Teluk Banten...........
17. Konsentrasi klorofil-a di empat muara sungai di Teluk Banten.....
18. Kelimpahan relatif (%) jenis ikan hasil tangkapan nelayan di
Muara Sungai Wadas ( dari atas ke bawah: bulan Mei, Juli dan
Oktober 2013)..............................................................................
19. Kelimpahan relatif (%) jenis ikan hasil tangkapan nelayan di
Muara Sungai Cibanten ( dari atas ke bawah: bulan Mei, Juli dan
Oktober 2013).................................................................................
20. Kelimpahan relatif (%) jenis ikan hasil tangkapan nelayan di
Muara Sungai Cengkok ( dari atas ke bawah: bulan Mei, Juli dan
Oktober 2013)...............................................................................
21. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)
antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara
Sungai Wadas di Teluk Banten......................................................
22. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)
antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di Muara
Sungai Cibanten di Teluk Banten.................................................
23. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)
antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di Muara
Sungai Wadas di Teluk Banten.....................................................
24. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)
antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di Muara
Sungai Pamong di Teluk Banten...................................................

24
25
25

28

29

30

33

33

34

34

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kondisi umum stasiun pengamatan di muara sungai di Teluk
Banten..............................................................................................
2. Alat tangkap perikanan yang digunakan nelayan untuk menangkap
ikan di stasiun 1, 2, 3 dan 4..............................................................
3. Hasil analisis kualitas air di empat muara sungai di Teluk Banten...
4. Hasil identifikasi phtytoplankton di empat muara sungai di Teluk
Banten..............................................................................................
5. Hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk Banten........
6. Hasil analisis isi lambung ikan dari hasil tangkapan nelayan di
empat muara sungai di Teluk Banten...............................................
7. Hasil Analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)
antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di empat muara
sungai di Teluk Banten ...................................................................

44
46
48
49
51
53

56

iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan muara atau estuarin merupakan bentang lahan yang menjadi
tempat pertemuan antara air sungai dan air laut. Kawasan muara juga merupakan
wilayah yang banyak dipengaruhi oleh interaksi antara proses daratan, sungai dan
lautan. Daerah ini secara ekologis merupakan ekoton antara dua ekosistem dimana
terjadi pertukaran materi, energi dan biota antara kedua ekosistem yang
berdekatan tersebut. Perairan muara dapat digolongkan sebagai salah satu tipe
perairan daratan selain sungai, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang
berada di daratan (Hartoto et al. 2008).
Kekayaan jenis ikan di suatu perairan muara tergantung pada kombinasi
faktor hidrologis (dominansi air tawar atau air laut) dan biogeografi (Baran 2000).
Perairan muara sudah lama dikenal sebagai tempat pemijahan, tempat mencari
makan, tempat asuhan dan tempat berlindung biota bahari yang ekonomis penting
seperti ikan dan udang baik pada tingkat dewasa atau larva ( Bergan et al. 2002).
Perairan muara dari sungai air hitam atau sungai – sungai yang bukan berair hitam
merupakan sumber karbon organik terlarut yang penting bagi ekosistem pantai di
sekitarnya ( Alkhatib et al. 2007).
Perairan muara di iklim tropis merupakan salah satu ekosistem yang
paling kompleks, dimana peningkatan aktivitas manusia, industrialisasi dan
urbanisasi memberi banyak tekanan terhadap ekosistem ini. Aktivitas tersebut
pada dasarnya akan mempunyai dampak langsung pada kualitas air, kuantitas dan
kualitas fitoplankton dan komunitas biologis lainnya (Akoma, 2008). Kondisi
wilayah pesisir dan muara di negara berkembang seperti Indonesia mengalami
banyak tekanan akibat kompetisi pemanfaatan ruang dan sumber daya. Kondisi ini
pada tahap selanjutnya dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan dan
nilai sumber daya perairan muara.
Perairan Teluk Banten terletak di Kabupaten Serang Provinsi Banten
pada posisi geografis 05o49’45”–06o02’00” LS dan 106o03’00”–106o16’00” BT,
dibatasi oleh Tanjung Piatu di sebelah barat dan Tanjung Pontang di sebelah
timur. Teluk ini berada pada 60 km sebelah barat kota Jakarta dengan panjang
pantai 22 km dan luasnya kira-kira 150 km2. Teluk Banten memiliki kekayaan
sumber daya perikanan yang sangat beragam baik dari komoditi ikan maupun
komoditi perikanan lainnya seperti kerang-kerangan dan rumput laut Sumberdaya
ikan di teluk ini sangat bervariasi, baik ikan demersal, pelagik dan ikan karang
(Sari 2012). Berdasarkan BPS (2013), terdapat beberapa sungai yang bermuara di
Teluk Banten yaitu sungai Ciujung, Cibanten, Kalimati, Ciruas, Cibeureun dan
Cisaat.
Aktivitas di bagian pesisir Teluk Banten sangat padat. Di sebelah barat
Teluk Banten yang berbatasan dengan Kecamatan Kepuh dan Bojonegara
merupakan kawasan industri dan pelabuhan Bojonegara. Di sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Kasemen dan Karangantu yang dimanfaatkan
untuk berbagai peruntukan seperti kawasan industri, perumahan nelayan,
pertambakan dan Pelabuhan Perikanan Karangantu yang berdampingan dengan
pelabuhan niaga kayu, sedangkan di sebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan
Tirtayasa dan Pontang untuk kawasan pertambakan dan sebagian dari kawasan

2
lindung Cagar Alam Pulau Dua (Gumilar, 2012). Aktivitas di dalam Teluk Banten
terdiri dari, lalu lintas kapal perikanan, lalu lintas kapal penumpang, persinggahan
kapal-kapal besar (sebelah Barat), penangkapan ikan, penambangan pasir,
budidaya rumput laut, budidaya kerang hijau, wisata bahari (memancing) dan
sedang dikembangkan wisata bahari.
Berdasarkan penelusuran penulis, muara - muara sungai di Teluk
Banten merupakan daerah penangkapan ikan, diantaranya adalah muara sungai
Wadas, Terate, Cibanten, Cengkok dan Pamong. Hasil tangkapan ikan di muara –
muara sungai tersebut menjadi sumber penghasilan bagi nelayan – nelayan
terutama yang bermukim di tepi muara sungai Cibanten dan Cengkok, tetapi
dengan bertambahnya aktivitas manusia di sekitar muara - muara sungai di Teluk
Banten menjadi kekhawatiran bagi nelayan terkait hasil tangkapan ikan yang akan
diperolehnya.
Beberapa riset tentang hubungan antara kondisi perairan dan kelimpahan
ikan telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Pombo et al. (2005) di Ria de
Aveiro di Portugal dan peneliti Hossain et al. (2012) di muara sungai Meghna di
Bangladesh. Hossain et al. (2012) menemukan fakta bahwa distribusi ikan di
muara sungai Meghna di Bangladesh dipengaruhi oleh suhu air dan curah hujan.
Berdasarkan kondisi di muara – muara sungai di Teluk Banten, riset
mengenai kajian hubungan antara kualitas perairan dan hasil tangkapan ikan di
muara sungai di Teluk Banten menjadi penting dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kondisi perairan di muara – muara sungai di Teluk Banten, hasil
tangkapan ikan di muara – muara sungai di Teluk Banten dan hubungan antara
keduanya.
Perumusan Masalah
Muara - muara sungai di Teluk Banten memiliki sumber daya perikanan
yang menjadi tumpuan hidup terutama masyarakat nelayan yang tinggal di sekitar
muara - muara sungai tersebut. Aktivitas manusia yang padat baik di sekitar
muara - muara sungai di Teluk Banten maupun di dalam perairan Teluk Banten
dapat mengancam kondisi perairan muara - muara sungai di Teluk Banten dan
mempengaruhi hasil tangkapan ikan sehingga kajian kondisi perairan dan hasil
tangkapan ikan penting dilakukan untuk mengetahui kondisi perikanan di muara muara sungai di Teluk Banten. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Aspek kajian habitat muara - muara sungai di Teluk Banten meliputi
kualitas perairan dan tingkat kesuburan lingkungan yang dipengaruhi oleh
karakteristik fisik, kimia dan biologi sedangkan aspek sumber daya perikanan
yaitu data hasil tangkapan ikan di muara - muara sungai di Teluk Banten.
Karakteristik fisik lingkungan perairan meliputi suhu, total padatan tersuspensi
(Total Suspended Solids/ TSS), intensitas cahaya, kecerahan dan kuat arus
perairan, karakteristik kimia meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, nitrit, nitrat,
amonia, posfat dan klorofil – a, serta karakteristik biologi meliputi kelimpahan
plankton dan analisis lambung ikan.
Informasi mengenai hubungan antara kondisi perairan dan hasil
tangkapan ikan berdasarkan status kualitas air dan tingkat kesuburan perairan

3

Aktivitas
pesisir Teluk
Banten
(pertanian,
industri,
pertambakan,
wi-sata dan
lain-lain)

Habitat

suhu air, kuat
arus,
intensitas
cahaya,
kecerahan,
daya hantar
listrik, TSS,
salinitas,
oksigen
terlarut, nitrit,
nitrat,
ammonia,
posfat,
klorofil-a,
kelimpahan
plankton dan
analisis
lambung ikan

Lingkungan
perairan

Tingkat
kesuburan
Mengancam
kondisi
perairan di
muara –
muara

Mempengaruhi hasil
tangkapan
ikan

input
n

Ikan

Pengumpulan
data hasil
tangkapan
ikan

Status
kualitas air,
tingkat
kesuburan
dan informasi
mengenai
hubungan
antara kondisi
perairan dan
hasil
tangkapan
ikan

Pengelolaan
sumber daya
perikanan
muara
sungai di
Teluk
Banten

Jumlah
tangkapan
ikan

proses

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian

output

4
serta data hasil tangkapan ikan dapat menjadi data dasar bagi pengelolaan
sumberdaya perikanan muara -muara sungai di Teluk Banten.

Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kondisi perairan muara - muara sungai Teluk Banten.
2. Menganalisis hasil tangkapan ikan di muara - muara sungai Teluk Banten.
3. Mengkaji hubungan antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muaramuara sungai di Teluk Banten.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi
pengelolaan sumber daya perikanan muara sungai Teluk Banten.

TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas Perairan Muara Sungai
Kualitas air secara luas dapat diartikan sebagai faktor fisik, kimia dan
biologi yang mempengaruhi kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Mukhtasor (2007), secara fisik, kondisi perairan muara, pesisir
dan laut lepas dipengaruhi oleh siklus hidrologi, hidrodinamika, tofografi wilayah,
tata ruang (zonasi), dan intensitas kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, serta
teknologi yang dipakai dalam kegiatan tersebut.
Menurut Albaret et al. (2004), fluktuasi faktor – faktor kimia – fisika di
perairan muara seperti suhu, salinitas dan kekeruhan serta saat oksigen terlarut
tidak berperan sebagai faktor pembatas, maka perairan muara tropika mampu
mendukung kehidupan komuntas ikan yang cukup kaya. Menurut Bortone (2005),
muara sungai secara alami adalah habitat dengan fluktuasi salinitas yang tinggi
akibat perubahan - perubahan aliran dari perairan darat dan lautan yang
mengakibatkan kondisi perairan yang berbeda setiap waktunya. Dinamika kondisi
perairan muara tersebut mendukung keragaman jenis makhluk hidup dan
produktifitasnya. Aliran air dari perairan darat secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi komposisi dan kelimpahan spesies ikan, yang berasal
dari faktor – faktor seperti ketersediaan makanan, predasi dan kompetisi,
produktivitas primer dan biomassa zooplanktonnya. Menurut Hartoto et al.
(2006), salinitas, unsur hara dan suhu merupakan karakteristik fisik yang
keberadaannya di perairan muara dipengaruhi oleh pasang surut air. Kondisi fisik
lingkungan yang bervariasi akibat pasang surut dan gelombang diperiaran muara
menyebabkan perairan ini kaya akan nutrisi dan biota. Vegetasi dan fauna yang
ada di perairan muara memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi akibat akibat pasang surut air, sehingga interaksi yang terjadi dalam
ekosistem muara menjadi kompleks.
Perairan Teluk Banten dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim barat
yang merupakan musim hujan dan musim timur yang merupakan musim kemarau
(Gumilar 2012). Pasang surut perairan Teluk Banten dipengaruhi oleh kondisi
perairan Laut Jawa dan Selat Sunda dengan tinggi air pasangnya mencapai 90 cm,
suhu rata – rata perairan sekitar 29oC dan kecerahan antara 2 – 10 meter (Sari
2012). Berdasarkan penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan, kualitas air di
perairan Teluk Banten mempunyai nilai rata – rata yang sesuai dengan nilai baku
Kementrian Lingkungan Hidup untuk perikanan tangkap, kecuali konsentrasi total
padatan tersuspensinya yang berkisar antara 48 – 156 mg/L, cenderung lebih besar
dari baku mutu antara 20 – 80 mg/L (Purbani et al. 2010). Konsentrasi total
padatan tersuspensi dipengaruhi oleh endapan alluvial Teluk Banten berupa pasir,
lempung dan kerikil. Menurut Hartoto et al. (2006), dasar perairan muara
umumnya didominasi oleh tanah bertekstur lembut. Sifat dari tanah di perairan
muara juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti arus, pasang surut dan vegetasi,
selain itu juga faktor geologi dan aktivitas manusia. Penyebaran beberapa jenis
ikan tertentu dipengaruhi oleh jenis tanah dan ukuran butiran tanah.

6

Tingkat Kesuburan Perairan
Tingkat kesuburan perairan adalah deskripsi kualitatif yang menyatakan
konsentrasi hara yang terdapat dalam suatu badan air. Ada beberapa macam
penggolongan tingkat kesuburan berdasarkan seri oligotrofik-eutrofik. Beberapa
parameter yang biasa dipakai untuk membuat pengelompokkan status trofik badan
air, diantaranya adalah kandungan klorofil, kecerahan air, kadar oksigen,
kandungan hara seperti unsur N dan P, konsentrasi silika, densitas alga dan
spesies indikator, atau gabungan dari parameter-parameter tersebut (Sellers dan
Markland 1986).
Salah satu indikator kesuburan perairan adalah oksigen terlarut. Kadar
oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah
organik di perairan. Hal ini disebabkan oksigen yang ada dibutuhkan oleh bakteri
untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik. Oksigen terlarut
merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di laut. Sumber utama oksigen
dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan dari proses fotosintesis
fitoplankton. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk
respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme (Simanjuntak
2007). Kandungan oksigen terlarut sangat penting bagi biota perairan untuk
melangsungkan metabolisme tubuhnya (Effendi 2003).
Klorofil adalah molekul hijau yang terdapat pada sel tumbuhan yang
berguna didalam fiksasi energi pada saat fotosintesis. Klorofil merupakan
estimator yang paling sering digunakan untuk menghitung biomasa alga di
perairan, berdasarkan beberapa pertimbangan seperti adanya pengukuran biomasa
alga yang relatif tidak terpengaruh oleh substansi non alga, adanya pengukuran
yang relatif akurat terhadap berat dan volume alga serta klorofil berlaku sebagai
penghubung empirik antara konsentrasi nutrien dengan kondisi biologi di
perairan.
Klorofil sendiri bukanlah molekul tunggal, melainkan terdiri atas
beberapa molekul yang berkaitan yaitu klorofil a, klorofil b, klorofil c dan klorofil
d. Klorofil a merupakan molekul yang terdapat pada semua sel tumbuhan
sehingga konsentrasi klorofil a digunakan sebagai ukuran konsentrasi klorofil
pada umumnya. Klorofil d hanya ditemukan pada marine red algae, tetapi klorofil
b dan c banyak ditemui di perairan tawar. Struktur molekul dari klorofil a dan
klorofil b terdiri atas struktur berbentuk cincin yang disebut porphyrin dan ekor
long organic phytol dimana pada pusat porphyrin terdapat molekul magnesium
(APHA 2012).
Tingkat kecerahan adalah suatu angka yang menunjukkan jarak penetrasi
cahaya matahari ke dalam kolom air laut yang masih bisa dilihat oleh mata
manusia yang berada di atas permukaan air laut (Wibisono 2005). Kecerahan air
bergantung kepada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi
disk. Secchi disk dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad 19. Nilai
kecerahan dinyatakan dalam satuan meter dan sangat dipengaruhi oleh keadaan
cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian
orang yang melakukan pengukuran (Effendi 2003).
Zat hara adalah suatu zat yang mempunyai peranan dalam melestarikan
kehidupan, karena dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam peningkatan

7
pertumbuhan yang mendukung produktivitas primer. Fosfat dan nitrat merupakan
zat hara yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton yang
merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan
(Simanjuntak dan Kamlasi 2012).
Nitrogen dalam perairan berasal dari beberapa sumber, antara lain hasil
difusi dari atmosfir melalui permukaan perairan, hasil fiksasi, hasil degradasi
bahan organik (sumber autochthonous dan allochthonous) dan buangan limbah
organik dari aktivitas manusia, terutama yang masuk melalui aliran sungai.
Distribusi N dalam air laut dipengaruhi oleh proses fotosintesis, gerakan massa air
(adveksi-difusi) dan gerakan gravitasi residu organisme air. Proses fiksasi N2
bersifat endotermik yang dilakukan oleh blue green algae Trichodesmium spp.
dan Calotrhrix scopulorum maupun bakteri Clostridium dan Azotobacter.
Nitrogen dalam laut terdapat dalam bentuk senyawa atau spesiasi N2 (gas),
NO3-N, NO2-N, NH3-N, N-organik dan partikulat N (Sanusi 2006). Komponen
nitrit (NO2-N) sebenarnya jarang ditemukan karena mudah teroksidasi menjadi
nitrat (NO3-N) (Wibisono 2005).
Spesiasi N yang tergolong dalam kelompok nutrien adalah NO3-N dan
NH4-N. Senyawa N03-N dan NH4-N terlarut dalam air akan dimanfaatkan untuk
membentuk biomassa fitoplankton melalui proses fotosintesis. N akan membentuk
NO3-N dalam suasana aerobik, melalui proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrocystis
oceanus (nitrobacter), sedangkan dalam suasana anaerobik akan terbentuk
senyawa NH3-N melalui proses denitrifikasi oleh bakteri Pseudomonas spp, yang
selanjutnya senyawa NH3-N ini akan mengalami ionisasi membentuk NH4-N
(Sanusi 2006).
Unsur fosfor di perairan menurut Effendi (2003) tidak ditemukan dalam
bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang
terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat.
Bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus di perairan, akibat proses
dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang
dilakukan oleh mikroba. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan
mineral, selain itu fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber
antrofogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang
berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk
juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor. Menurut
Sanusi (2006), limbah deterjen yang masuk ke laut atau perairan estuari akan
memberikan sumbangan fosfat dalam bentuk polifosfat, seperti Sodium
hexametaphosphate (NA3(PO3)6); Sodium tripolyyphosphate (Na5P3O10); Tetra
sodium pyrophosphate (Na2P2O7).
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis
membentuk ortofosfat terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaaatkan sebagai
sumber fosfor. Fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat
setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton. Di sisi lain,
keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen
dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae
yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang
selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga
kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan (Effendi 2003). Menurut Sanusi

8

(2006), berkurangnya oksigen terlarut mengakibatkan kematian organisme akuatik
(asphyxiation) selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh
fitoplankton, seperti dari genus Dinoflagelata.
Proses penguraian senyawa organik terjadi melalui aktivitas bakteri dan
organisme pengurai lainnya, kemudian mengalami dekomposisi menjadi senyawa
anorganik dan dimanfaatkan oleh organisme autotrof. Kandungan nutrien (fosfat,
nitrat dan silikat) yang diperoleh dari proses penguraian tersebut memacu
pertumbuhan fitoplankton, dan meningkatkan konsentrasi klorofil a. Konsentrasi
zat hara yang tinggi dalam limbah – limbah dan melebihi nilai ambang batas maka
akan terjadi eutrofikasi, yaitu kondisi perairan yang mengalami pengayaan zat
hara yang ditandai dengan terjadinya blooming fitoplankton. Fenomena ini
membahayakan kehidupan di perairan karena racun yang diproduksi akibat
terjadinya blooming fitoplankton menyebabkan kematian berbagai jenis biota dan
mengancam jiwa manusia (Simanjuntak dan Kamlasi 2012).

Perikanan Perairan Muara Sungai

1.
2.
3.
4.

Pengaruh antrofogenik baik kualitas maupun kuantitasnya yang masuk ke
muara melalui sungai, akan mempengaruhi komposisi spesies ikan yang ada di
muara (Bortone 2005). Vegetasi dan fauna yang ada di perairan muara lebih unik
dan beragam dibandingkan dengan perairan tawar seperti sungai karena beberapa
faktor fisik yang mempengaruhinya, seperti pergerakan air dan salinitas (Hartoto
et al. 2006).
Berdasarkan jenis makanannya, ikan – ikan muara dapat dibedakan
menjadi ikan herbivora, contohnya Cyprinodon variegatus; ikan pemakan detritus,
contohnya Mugil spp.; ikan pemakan plankton, seperti Anchoa spp. serta ikan
karnivora seperti dari famili Sciaenidae (Bortone 2005). Berdasarkan fungsi
perairan muara sebagai tempat memijah, Hartoto et al. (2006), membagi fauna
ikan menjadi 4 jenis yaitu:
Jenis- jenis ikan yang seluruh siklus hidupnya di perairan muara.
Jenis-jenis ikan pendatang dari laut.
Jenis-jenis ikan yang bermigrasi dari perairan tawar untuk bereproduksi.
Jenis-jenis ikan air tawar yang migrasi ke perairan muara yang lebih hilir yang
kadang-kadang untuk memijah.
Pillary dan Rosa (1963) membagi ke dalam beberapa tipe alat dan
metode penangkapan, antara lain clap net, gill net, fixed bag net, lift net, cast net
dan trap.
Menurut Hartoto et al. (2006), sumber daya ikan di perairan muara
memiliki nilai ekonomis penting dan dengan mudah dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sekitarnya. Perikanan perairan muara di
negara-negara berkembang daerah tropis seperti Indonesia, merupakan sumber
pangan dan pendapatan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Wilayah pesisir
ini atau zona pantai khususnya di daerah tropis diketahui merupakan wilayah yang
penduduknya sangat padat dan umunya menempati wilayah sekitar muara. Nilai
ekonomi ekosistem muara dinilai sangat tinggi meskipun wilayah muara areanya
relatif kecil.

9
Menurut Blaber (2000), tipe perikanan dapat dibagi menjadi tiga sektor
utama yakni tipe perikanan dimana nelayan mengkonsumsi seluruh hasil
tangkapananya dan tidak menjualnya (perikanan subsistence), selanjutnya tipe
perikanan dimana nelayan menjual dan mengkonsumsi sebagian hasil
tangkapannya (perikanan artisanal) dan yang terakhir adalah nelayan menjual
seluruh hasil tangkapannya (perikanan komersial).
Tipe perikanan dapat diartikan sebagai metode yang digunakan untuk
penangkapan ikan dan jenis ikan yang ditangkap. Perikanan muara dan pantai
umumnya multi spesies yang menggunakan beberapa metode penangkapan yang
dilakukan oleh nelayan dari sektor subsistence, artisanal dan komersial.
Berkaitan dengan keanekaragaman ikan di muara dengan kondisi
habitatnya, populasi ikan di muara bervariasi baik secara temporal maupun
spasial. Selain perbedaan lingkungan tahunan, perubahan dalam jangka waktu
yang pendek seperti siklus siang/malam, mempengaruhi distribusi dan kelimpahan
dari komunitas ikan mempengaruhi distribusi dan kelimpahan dari komunitas ikan
(Noakes 1992, Helfman 1993, Axenrot et al. 2004).
Muara merupakan area transisi fisika dan biologi antara daratan, perairan
tawar dan laut (Chowdhury et al. 2009). Diantara variabel lingkungan, salinitas,
suhu, kekeruhan, oksigen terlarut dan fluktuasinya adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi ekologi ikan muara (Whitefield 1999, Blaber 2000). Menurut
Cyrus dan McLean (1996), komunitas ikan sangat dipengaruhi oleh suhu air
muara, sedangkan menurut Maes et al. (2004), oksigen terlarut merupakan faktor
penting bagi distribusi dan kelimpahan ikan.

METODE
Penelitian ini meliputi pengamatan kualitas air, plankton dan ikan di
empat muara sungai di Teluk Banten. Pengamatan kualitas air untuk mengetahui
kualitas air dan tingkat kesuburan di empat muara sungai di Teluk Banten. Data
kelimpahan plankton untuk mengkaji status tingkat kesuburan yang berkaitan
dengan plankton. Data hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk
Banten untuk mengetahui produksi perikanan yang berkaitan dengan tingkat
kesuburan dan kualitas perairan. Lambung ikan juga dianalisis untuk mengetahui
hubungan antara tingkat kesuburan perairan di empat muara sungai di Teluk
Banten dengan produksi perikanannya.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Muara Sungai Wadas, Muara Sungai
Cibanten, Muara Sungai Cengkok, dan Muara Sungai Pamong di Teluk Banten,
Kabupaten Serang Provinsi Banten. Survey ke lokasi penelitian telah dilakukan
pada bulan Mei dan Desember 2012 untuk mengetahui kondisi umum daerah
penelitian serta penentuan stasiun pengambilan contoh air, plankton, dan ikan.
Pengambilan contoh dilakukan sebanyak tiga kali yaitu bulan Mei, Juli dan
Oktober 2013. Analisis contoh air dilakukan di Laboratorium Pengendalian
Pencemaran di Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong, Bogor. Analisis contoh plankton dan ikan dilakukan di
Laboratorium Biomikro 1 di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK)
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Empat stasiun pengambilan contoh yang diambil, mewakili lokasi daerah
penangkapan ikan di muara - muara sungai di Teluk Banten dengan karakteristik
kondisi lingkungan di sekitar muara sungai yang berbeda-beda. Peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan deskripsi kondisi stasiun pengambilan
contoh dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2. Lokasi penelitian di muara-muara sungai di Teluk Banten

11
Tabel 1. Deskripsi stasiun pengambilan contoh di muara – muara sungai di Teluk
Banten
Stasiun
1

Posisi Geografis
05o 59.010’ LS
106o 06.555’ BT

2

06o 01.334’ LS
106o 09.984’ BT

3

06o 01.433’ LS
106o 10.514’ BT

4

06o 00.051’ LS
106o 13.625’ BT

Keterangan
Muara Sungai Wadas, di sekitar muara ada industri
pengolahan besi dan industri gula. Di luar muara
merupakan daerah pemukiman penduduk dan industri
lainnya. Warna perairan yaitu hijau kecoklatan dengan
dasar perairan lumpur berpasir serta tanaman vegetasi
yaitu api – api (Avicennia spp.)
Muara Sungai Cibanten, di sekitar muara terdapat
Pelabuhan Perikanan Karangantu, perumahan nelayan dan
pelabuhan niaga kayu. Di luar muara merupakan daerah
pemukiman di sebelah selatan Kabupaten Serang. Warna
perairan adalah coklat dengan dasar perairan adalah
lumpur serta tanaman vegetasi yang didominasi tanaman
bakau ( Rhozophora mucronata ) dan api –api (Avicennia
spp.).
Muara Sungai Cengkok, di sekitar muara merupakan
daerah pertambakan dan perumahan nelayan. Di luar
muara merupakan daerah pemukiman di sebelah timur
Kabupaten Serang. Warna perairan coklat dengan dasar
perairan lumpur berpasir serta tanaman vegetasi di pinggir
muara adalah api – api (Avicennia spp.).
Muara Sungai Pamong, di sekitar muara merupakan
daerah pertambakan dan pertanian. Di luar muara
merupakan daerah pemukiman di sebelah timur
Kabupaten Serang. Warna perairan adalah hijau
kecoklatan dengan dasar perairan adalah lumpur berpasir
serta tanaman vegetasi berupa pohon bakau ( Rhozophora
mucronata ).

Pengambilan dan Analisis Contoh
Pengambilan dan Analisis Contoh Air
Contoh air diambil pada permukaan badan air, kedalaman secchi dan
dekat dasar perairan menggunakan alat Van Dorn Water Sampler. Analisis fisika
dan kimia contoh air yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2. Pengukuran
kedalaman secchi dilakukan dengan alat secchi disk. Alat diturunkan ke dalam air
dan dicatat kedalaman air dimana keping secchi mulai tidak dapat dilihat dan
kedalaman dimana keping secchi mulai dapat dilihat kembali oleh mata.
Kedalaman secchi dihitung dari rata – rata kedalaman air dimana keping secchi
mulai tidak dapat dilihat ditambah dengan kedalaman dimana keping secchi mulai
dapat dilihat kembali oleh mata (APHA 2012).
Beberapa parameter fisika dan kimia dalam pengamatan kualitas air
dilakukan secara in situ. Pengukuran pH, suhu air, oksigen terlarut, daya hantar
listrik, dan salinitas dilakukan menggunakan alat Water Quality Checker (WQC)
merk YSI yang telah terkalibrasi. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan
menggunakan alat lux meter. Pengukuran kecepatan arus dilakukan menggunakan
alat Current meter.
Contoh air untuk analisis klorofil-a diambil dengan cara air sebanyak 500
mL disaring menggunakan kertas saring GF/F lalu diawetkan dengan larutan
MgCO3 jenuh. Contoh air untuk analisis TSS (Total Suspended Solid) diambil

12
dengan cara contoh air sebanyak 500 mL disaring dengan menggunakan kertas
saring GF/A. Contoh air untuk analisis N-NO2, N-NO3, N-NH4, dan P-PO4
diawetkan dengan cara disimpan pada suhu 4oC. Analisis parameter TSS, klorofil,
N-NO2, N-NO3, N-NH4 dan P-PO4 dilakukan berdasarkan APHA (2012).
Tabel 2. Parameter dan metode analisis fisika dan kimia air
No.

Parameter

Satuan

Metode

Ketelitian

1.

Suhu air

o

Elektrometri (WQC)

0,1 oC

2.

Kecerahan

meter

Secchi disk

0,1 meter

3.

Daya hantar listrik

µS/cm

Elektrometri (WQC)

0,01 µS/cm

4.

Arus

m/detik

Elektrometri

0,01 m/detik

5.

Intensitas cahaya

lux

Elektrometri

0,1 lux

6.

TSS

mg/L

Gravimetri

0,1 mg/L

7.

Salinitas

promil

Elektrometri (WQC)

0,1 promil

8.

pH

Elektrometri (WQC)

0,01

9.

Oksigen terlarut

mg/L

Elektrometri (WQC)

0,01 mg/L

10.

N-NO2

mg/L

0,001 mg/L

11.

N-NO3

mg/L

Spektrofotometri
(Sulfanilamide – NEDD
Spektrofotometri (Brucine)

12.

N-NH4

mg/L

Spektrofotometri (Phenat)

0,001 mg/L

13.

P-PO4

mg/L

Spektrofotometri (Asam askorbat)

0,001 mg/L

Ekstraksi (Aseton)

0,001 mg/ m3

14.

Klorofil-a

C

3

mg/m

0,001 mg/L

Pengambilan dan Analisis Contoh Plankton
Contoh plankton diambil dengan cara contoh air permukaan disaring
dengan menggunakan plankton net no. 25. Contoh dalam botol plankton lalu
diawetkan dengan larutan lugol sebanyak 1% untuk selanjutnya diidentifikasi dan
dihitung kelimpahannya di laboratorium.
Identifikasi plankton mengacu pada Davis (1955) dan Smith (1977).
Perhitungan jumlah plankton per liter dilakukan dengan menggunakan formulasi
APHA (2012) sebagai berikut:

Acg (mm 2 )
Vt (ml )
1
N (ind / L)  n(ind ) X
X
X
2
Vcg (ml ) Aa (mm ) Vd ( L)
Keterangan:
N
Acg
Aa
n
P
Vt
Vcg
Vd

= Jumlah plankton per liter
= Luas gelas penutup (mm2)
= Luas lapang pandang (mm2)
= Jumlah plankton tercacah
= Jumlah lapang pandang yang diamati
= Volume contoh plankton yang tersaring (mL)
= Volume plankton di bawah gelas penutup (mL)
= Volume contoh plankton yang disaring (Liter)

13

Pengambilan Data Hasil Tangkapan Ikan
Data hasil tangkapan ikan didapatkan dengan cara mengikuti satu jadwal
operasi penangkapan nelayan di setiap harinya, dengan alat tangkap dan alat
transportasi sesuai dengan yang biasa digunakan nelayan di masing-masing
stasiun pengamatan. Alat tangkap, cara dan waktu pengoperasian di masing masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Ikan hasil tangkapan
untuk setiap jenis ikan diukur rata-rata berat dan panjangnya kemudian untuk
setiap jenis ikan yang ditangkap, diambil contohnya minimal lima ekor untuk
selanjutnya diawetkan dengan formalin 10% dan diidentifikasi di laboratorium
dengan acuan referensi Saanin (1984) dan Weber & De Beaufort (1916).
Tabel 3. Alat, cara dan waktu operasi penangkapan ikan di masing – masing
stasiun pengamatan di muara sungai Teluk Banten
Stasiun

Alat tangkap

1
(Muara
Sungai
Wadas)

Jaring bondet
(sejenis pukat)
dengan panjang 100
meter dan ukuran
mata jaring ¾ inchi)
2
Bagan dengan luas
(Muara
12 m2 dan tinggi 9
Sungai
meter, memakai
Cibanten) jaring waring
(sejenis jaring
insang) panjang 180
meter dan ukuran
mata jaring ¾ inchi)
Jaring bondet
3
(sejenis pukat)
(Muara
dengan panjang 100
Sungai
meter dan ukuran
Cengkok)
mata jaring ¾ inchi)
4
Jaring belanak
(Muara
(sejenis jaring
Sungai
insang tetap) dengan
Pamong ) ukuran mata jaring
¾ inchi

Cara pengoperasian

Waktu operasi
penangkapan
Melingkari gerombolan Pukul 07.00 –
ikan dan menariknya ke 11.00 WIB ( 4
kapal
yang
sedang jam)
berhenti
Menurunkan
jaring
sampai
kedalaman
tertentu dengan waktu
tertentu pula, kemudian
jaring diangkat apabila
ikan terkumpul cukup
banyak

Pukul 19.00
WIB sore
sampai pukul
05.00 WIB pagi
(10 jam)

Melingkari gerombolan Pukul 07.00–
ikan dan menariknya ke 11.00 WIB
kapal
yang
sedang ( 4 jam)
berhenti
Dipasang menetap di Pukul 07.00 –
perairan dengan jangka 11.00 WIB
waktu tertentu dengan ( 4 jam)
menggunakan
jangkar
atau pemberat

Analisis Kebiasaan Makan Ikan
Kebiasaan makan ikan dilakukan berdasarkan Effendie (2002). Setiap
jenis ikan yang berhasil ditangkap di semua stasiun pengamatan dibedah dan
diambil isi lambungnya lalu dimasukkan kedalam botol film yang telah diberi
label dan larutan formalin 4% sebagai pengawet. Jumlah ikan yang dianalisis
adalah lima ekor ikan untuk setiap jenis ikan untuk setiap stasiun dan waktu
pengamatan.

14
Isi lambung kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades
sebanyak 2 mL, diaduk sampai isi lambung tidak menggumpal/padat, dan
selanjutnya dimasukk