Karakterisasi Dna Barcode Pada Lima Jenis Pohon Langka Di Pt. Restorasi Ekosistem Indonesia (Jambi)

KARAKTERISASI DNA BARCODE PADA LIMA JENIS
POHON LANGKA DI PT. RESTORASI EKOSISTEM
INDONESIA (JAMBI)

LILY NOVIANTY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakterisasi DNA
Barcode pada Lima Jenis Pohon Langka di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia
(Jambi)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Lily Novianty
NIM. E451124081

RINGKASAN
LILY NOVIANTY. Karakterisasi DNA Barcode pada Lima Jenis Pohon Langka
di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (Jambi). Dibimbing oleh ISKANDAR Z.
SIREGAR dan SRI RAHAYU.
Deforestasi dan degradasi hutan telah mengakibatkan berkurangnya
populasi tumbuhan dan hewan yang mengarah ke status terancam punah dari
beberapa spesies penting. Restorasi ekosistem hutan merupakan salah satu strategi
yang dipilih untuk meningkatkan ukuran populasi dengan cara re-introduksi
spesies penting. Re-introduksi spesies masih menghadapi tantangan dalam hal
identifikasi spesies yang benar, pengadaan bibit berkualitas. Pengembangan alat
baru untuk melengkapi identifikasi tradisional yaitu menggunakan barcode DNA.
Identifikasi spesies masih sangat bergantung pada pengetahuan dan pengalaman
pengenal pohon yang terlatih atau para-ahli taksonomi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji aplikasi barcode DNA untuk identifikasi lima jenis pohon
yang terancam punah dengan membandingkan pemeriksaan langsung di lapangan,

verifikasi herbarium, database kesamaan barcode DNA. ITS2, matK dan rbcL
digunakan sebagai calon barcode menunjukkan amplifikasi dan urutan hasil yang
baik.
Hasil perbandingan metode identifikasi spesies menegaskan bahwa akurasi
tinggi ditemukan pada tingkat genus, sementara pada tingkat spesies masih
menunjukkan akurasi yang sangat rendah karena pada kelima jenis belum tersedia
data sekuen secara lengkap pada pangkalan data GenBank maupun pada BOLD
System sebagai referensi. Nilai rata-rata jarak interspesifik lebih besar daripada
jarak intraspesifik pada kelima jenis berdasarkan model K2P. Rekonstruksi pohon
filogeni dengan menggunakan metode Neighbor Joining (NJ) bootstrap 100X
menunjukkan penanda yang akurat dalam mendeskriminasi spesies adalah matK
dan rbcL. ITS2 belum menunjukkan penanda yang akurat dalam mendiskriminasi
spesies karena spesies yang berbeda masih dikelompokkan dalam satu clade.
Kata kunci: barcode DNA, ITS2, jenis terancam punah, matK, rbcL

SUMMARY
LILY NOVIANTY. Characterization of DNA Barcodes on Five Endangered
Tree Species in Harapan Rainforest (Jambi) Supervised by ISKANDAR Z.
SIREGAR and SRI RAHAYU.
Deforestation and forest degradation have resulted in reduced population

size of plants and animals leading to endangered status of several important
species. Restoration of forest ecosystem is one of the strategy chosen to increase
population size by means of re-introduction of species of interests. Reintroduction of the species still faces challenges in terms of correct species
identification, planting stock production etc. New tool has been developed to
complementary support traditional identification using DNA barcode. Species
identification is still heavily relied on the knowledge and experiences of field
workers or para-taxonomist. The objective of the research was to test applicability
of DNA barcode for species indentification of five endangered tree species by
comparing with direct field examination, herbaria verification, similarity
databases of DNA barcodes. ITS2, matK and rbcL were used as candidate
barcodes showing good amplification and sequence results.
Results of comparison of the above species identification methods
confirmed that high accuracy was found at the genus level, while at the species
level still showed very low accuracy because the complete sequence data of five
species have not provided in GenBank database as well as the BOLD System that
can be used as reference. In average, the interspecific divergence was higher than
that of intraspesific one. Phylogeny tree reconstruction using the Neighbor
Joining (NJ) bootstrap 1000x showed the most accurate marker in discriminating
species is matK and rbcL. ITS2 region do not show the most accurate marker in
discriminating species because different species are still grouped into one clade.

Keywords: DNA Barcode, endangered species, ITS2, matK , rbcL

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI DNA BARCODE PADA LIMA JENIS
POHON LANGKA DI PT. RESTORASI EKOSISTEM
INDONESIA (JAMBI)

LILY NOVIANTY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr

Judul Tesis
Nama
NIM

: Karakterisasi DNA Barcode pada Lima Jenis Pohon Langka di
PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (Jambi)
: Lily Novianty
: E451124081


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc
Ketua

Dr Ir Sri Rahayu, M Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Silvikultur Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 09 Februari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmatNya hingga tesis yang berjudul
“Karakterisasi DNA Barcode pada Lima Jenis Pohon Langka di PT. Restorasi
Ekosistem Indonesia (Jambi)” dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
kepada Prof Dr Ir Iskandar Z.Siregar, MForSc dan Dr Ir Sri Rahayu, M Si selaku
komisi pembimbing, atas arahan dan bimbingannya.Ucapan terimakasih dan
penghargaan juga kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) yang telah memberikan Dana kegiatan Penelitian Kerjasama Luar Negeri
dan Publikasi Internasional kepada penulis untuk tahun anggaran 2013-2014
sesuai MAK 2013.109.521213.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Laswi Irmayanti, S.Hut. M.Si. dan
Fifi Gus Dwiyanti,S. Hut, M.Agr, Ph.D yang telah memberikan ide dan
masukan-masukan dalam penelitian. Kepada sahabat dan rekan-rekan di
Laboratorium Genetik, Departemen Silvikultur (Asep Mulyadiana, S.Hut, M.Si.;

Jeprianto Manurung, S.Hut, M.Si; Arniana Anwar, S.Hut, M.Si; Rajjitha
Handayani, SP; Faujiyah S.Hut; Ahmad Baiquni Rangkuti S.Hut; Ir Zainal
Muttaqin, MP; Arina Nur Faidah S.Hut; Tri yanto S.Hut; dan Laura Florensia
S.Hut) terimakasih atas bantuan dan dukungannya. Terimakasih kepada Hutami
Indah Pertiwi, SP; Yossi Liturmas, S.Hut; Lathif Al Anshari, S.Hut dan Inggar
Damayanti, S. Hut serta rekan-rekan di Universitas Nahdathul Ulama Sumatera
Utara atas motivasi yang diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada bapak, ibu, adik-adik serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama perencanaan,
pelaksanaan, sampai tesis ini dapat diselesaikan. Semoga Allah memberi balasan
yang berlipat. Amiin.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun
penulis selalu berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan para pembaca.

Bogor, Februari 2016
Lily Novianty


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TEBEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Morfologi Daun
Identifikasi jenis menggunakan penanda molekuler
Hasil amplifikasi dan sequencing
Analisis DNA dan komposisi basa nukleotida
Barcoding gap

Analisis filogenetik
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
vii
vii
1
1
2
2
2
2
3
4
9
9

9
11
11
11
12
16
21
21
27
39

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Daftar sampel yang digunakan untuk identifikasi jenis

Daftar alat dan bahan penelitian
Urutan nukleotida primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Empat komponen bahan yang digunakan dalam reaksi PCR
Panjang sekuen basa (bp) pada ketiga penanda genetik
Nilai rata-rata jarak intraspesifik dan interspesifik dihitung
menggunakan model K2P
Akurasi identifikasi tiga penanda menggunakan BLAST

3
4
8
8
11
12
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Peta lokasi pengambilan sampel penelitian PT. REKI di Provinsi Jambi
3
Pengukuran karakteristik morfologi daun
5
Bentuk ujung daun dan bentuk pangkal daun (Ellis et al. 2009)
5
Kandidat gen yang disarankan untuk identifikasi tanaman (Chen et al. 2010) 7
Region ITS (Mansfield & Kang 2008)
7
Deskripsi morfologi daun karakter dimensi dan variabel yang diamati
9
Deskripsi morfologi daun variabel yang dihitung dan dikalkulasikan
10
Distribusi intra dan interspesifik K2P pada lokus matK
13
Distribusi intra dan interspesifik K2P pada lokus rbcL
14
Distribusi intra dan interspesifik K2P pada lokus ITS2
15
Pohon filogeni lokus rbcL pada kelima genus
17
Pohon filogeni lokus matK pada kelima genus
18
Pohon filogeni lokus ITS2 pada kelima genus
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Dokumentasi morfologi daun
Dokumentasi pengukuran morfologi daun
Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada lokus rbcL
Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada lokus matK
Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada lokus ITS2
Data hasil analisis morfologi
Tabel data Informasi nomor accession GenBank sampel yang digunakan

27
28
29
35
36
37
38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Deforestasi dan degradasi hutan mengakibatkan laju penurunan populasi
yang mempercepat proses kelangkaan jenis. IUCN (2009) melaporkan jumlah
jenis terancam punah yang ada di Indonesia adalah sebanyak 386 spesies dengan
komposisi sebagai berikut: 204 spesies yang termasuk dalam kategori rentan
(Vulnerable), 69 dalam kategori genting (Endangered) dan 113 kritis (Critically
Endangered). Konservasi sumber daya genetik dari jenis-jenis tersebut perlu
segera dilakukan. Pemahaman yang baik diperlukan untuk mendukung program
konservasi genetik pohon dan pemanfaatannya. Aspek taksonomi serta informasi
mengenai karakteristik biologis merupakan salah satu dasar penting dari aktivitas
konservasi atau restorasi jenis (Schmeller et al. 2008). Kesalahan identifikasi
jenis cukup sering terjadi yang berakibat kurang baik jika dikaitkan dengan
kegiatan pemuliaan pohon dan pengadaan bibit berkualitas dalam rangka program
restorasi (Soberon & Medellin 2007).
Proses pengambilan sampel tanaman hutan pada fase anakan di lapangan
umumnya mengalami kesulitan dalam proses pengenalan jenis. Identifikasi jenis
umumnya mengandalkan pengenal pohon yang terlatih dimana sering juga
menghadapi kesulitan dalam hal pengenalan secara tepat (Lahaye et al. 2008).
Karakter morfologi yang telah lama digunakan dalam penelitian filogenetik sangat
mudah dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan data bersifat subjektif. Sisi lain
karakter DNA diketahui konsisten dibandingkan karakter morfologi.
Penanda molekuler merupakan fragmen sekuen DNA yang berhubungan
dengan bagian genom pembawa gen yang bertanggung jawab terhadap suatu
karakter tertentu (Bagali et al. 2010). Penggunaan DNA menjadi pilihan dan telah
diaplikasikan pada berbagai jenis tumbuhan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, mulai diaplikasikan DNA barcoding sebagai penanda untuk identifikasi
yang cepat dan akurat (Gomes et al. 2002). DNA barcoding adalah penggunaan
region DNA standar berukuran pendek sebagai penanda untuk identifikasi spesies
yang cepat dan akurat (Valentini 2009). Keunggulan teknik DNA barcoding yaitu
dapat digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi berbagai spesies yang tidak
dapat dibedakan secara morfologi (Tudge 2000). Data dan informasi DNA
barcode masih belum tersedia cukup baik pada pangkalan data GenBank
(http://ww.ncbi.nlm.nih.gov) maupun BOLD System (http://boldsystems.org/).
DNA barcode memiliki fungsi-fungsi aplikatif misalnya untuk survei
ekologi (Dick & Kress 2009), identifikasi takson kriptik dan konfirmasi sampel
tanaman obat (Xue & Li 2011). Penggunaan penanda morfologi dan genetik
secara komplementer untuk proses identifikasi jenis yang lebih akurat masih
jarang dijumpai pada tanaman kehutanan khususnya jika dikaitkan dengan
kepastian jenis untuk usaha konservasi, restorasi dan sebagai alat untuk membantu
verifikasi prosedur lacak balak. Studi barcode lokus tanaman umumnya
menggunakan region rbcL (ribulase-1, 5-biphosphate carboxylase) dan matK
(maturase K) karena tingkat keberhasilan amplifikasi yang tinggi untuk banyak
jenis dan mudah disekuensing (Hollingsworth et al. 2011). Gen kloroplas dan
mitokondria pada tanaman mempunyai laju evolusi yang sangat rendah. Kress et
al. (2005) melaporkan bahwa para ahli botani mulai menggunakan gen inti seperti

2
ITS (internal transcribed spacer) pada tumbuhan karena sekuennya berpotensi
untuk penanda filogenetik dikaitkan dengan tingkat evolusi yang lebih tinggi,
memiliki salinan yang banyak di dalam genom inti dan berukuran pendek.
Berkaitan dengan permasalahan di atas, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terkait potensi marka rbcL, matK dan ITS yang digunakan pada tumbuh
an langka di Indonesia sebagai kandidat DNA barcode. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji daya aplikasi DNA barcode dalam identifikasi lima jenis pohon
langka yang telah diidentifikasi oleh PT. REKI maupun hasil identifikasi di
herbarium referensi dengan membandingkan hasil pengenalan di lapangan.

Perumusan Masalah
Identifikasi tumbuhan terancam kepunahan dapat dilakukan dengan bantuan
metode identifikasi molekuler berdasarkan potongan DNA pendek yang disebut
“barcode DNA” untuk melengkapi keahlian taksonomi tradisional dalam upaya
konservasi tumbuhan di Indonesia (Herbert et al. 2008). Penelitian ini
dilaksanakan dalam rangka menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah region rbcL, matK dan ITS dapat digunakan untuk identifikasi jenis.
2. Bagaimana variasi morfologi daun beberapa jenis non Dipterocarpaceae yang
terancam kepunahan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
Menguji daya aplikasi DNA barcode dalam identifikasi lima jenis pohon langka
yang telah diidentifikasi oleh PT. REKI maupun hasil identifikasi di herbarium
referensi dengan membandingkan hasil pengenalan di lapangan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 hingga Maret 2015.
Pengambilan sampel penelitian untuk aplikasi DNA barcode pada jenis-jenis
terpilih dilaksanakan di kawasan PT. REKI (Hutan Harapan Rainforest)
(http://harapanrainforest.org) Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, seperti
disajikan pada Gambar 1. Herbarium Puslitbang Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dan di Kebun Raya Bogor (KRB)
sebagai data referensi koleksi jenis. Kegiatan analisis molekuler dilaksanakan di
Laboratorium Genetika Hutan dan Kehutanan Molekuler, Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan IPB. Kegiatan sekuensing dilakukan di Institute of Forest
Genetics and Tree Breeding University of Goettingen (http://www.uni-

3
goettingen.de),
PT.
Genetika
Science
Indonesia
di
Singapura
(http://www.ptgenetika.com) dan Macrogen Co, Korea(http://dna.macrogen.com).

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel penelitian PT. REKI di Provinsi Jambi

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas peralatan
dan bahan yang umum digunakan untuk: 1) pengambilan daun, 2) pembuatan
herbarium, 3) pengukuran variabel daun, 4) ekstraksi DNA, 5) uji kualitas DNA,
dan 6) PCR (Polymerase Chain Reaction). Bahan yang digunakan pada penelitian
ini berupa daun fase semai dari 5 jenis langka, seperti disajikan pada Tabel
1. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Sampel yang digunakan untuk identifikasi jenis
No

1

2

3

4

5

Genus

Aquilaria

Canarium

Diospyros

Gonystylus

Palaquium

Family

Thymelaeaceae

Burseraceae

Ebenaceae

Thymelaeaceae

Sapotaceae

Total

Status Konservasi

Status
Perdagangan

Vulnerable

Apendiks II

(IUCN 2009)

(CITES 2014)

Vulnerable

Apendiks II

(IUCN 2009)

(CITES 2014)

Vulnerable

Apendiks II

(IUCN 2009)

(CITES 2014)

Vulnerable

Apendiks II

(IUCN 2009)

(CITES 2014)

Vulnerable

Apendiks II

(IUCN 2009)

(CITES 2014)

Σ Sampel

Σ Sampel DNA

Morfologi Daun barcode pada 3
(lembar)

lokus (individu)

52

11

102

14

44

25

80

7

119

12

397

69

4
Tabel 2 Daftar alat dan bahan penelitian
No
1

2

3

Jenis
Kegiatan
Pengambilan
sampel daun

Alat

Pembuatan
herbarium
dan
pengukuran
morfologi
Ekstraksi
DNA

Kertas koran, penggaris,
gunting,
busur, alat tulis, perangkat komputer
(microsoft office 2007) dan oven
Memmert UNB400.

4

Elektroforesis

5

PCR
(Polymerase
Chain
Reaction)

tube ukuran 1.5 ml, mortar, pestel,
mikropipet,
tips,
rak
tube, vortex, mesin sentrifugasi,
waterbath, desikator.
Cetakan gel agarose, erlenmeyer, UV
transilluminator, cetakan gel.
tube ukuran 0,2 ml, mesin PCR
AB Applied Biosystem VeritiTMThermal
Cycler

Bahan
Tea bag, plastic clip berlabel,
trash bag, silica gel, phi band,
kamera (Nikon D3000), galah dan
GPS (Garmin GPS map 76).
Daun , alkohol 70%

daun, kit DNA, buffer ekstrak,
PVP 2%, chloroform, isopropanol,
NaCl, etanol 95%, buffer TE.
Agarose, polyakrilamide, buffer
TBE 10x, buffer TAE 1x, blue
juice 10x, EtBr.
DNA, primer-primer barcode
(Forward dan reverse), green go
taq master mix, nukleas free
water.

Prosedur
Sub Penelitian 1. Karakteristik Morfologi Daun
Pembuatan Herbarium
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam
praktek pembuatan herbarium. Koleksi objek perlu diperhatikan kelengkapan
organ tubuhnya, pengawetan dan penyimpanannya. Koleksi objek harus
memperhatikan pula kelestarian objek tersebut. Pembatasan pengambilan objek
(Aththorick dan Siregar 2006). Prosedur pembuatannya merujuk pada
Tjirosoepomo (1993) dan Suyitno (2004). Langkah utama yang digunakan dalam
pembuatan herbarium yaitu, pengumpulan spesimen, pengeringan dan
penempelan herbarium. Pengumpulan spesimen dilakukan di lapangan, sedangkan
dua langkah lainnya yaitu proses pengeringan spesimen dan penempelan
dilakukan di laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.
Pengukuran Variabel Morfologi Daun
Metode pengambilan sampel daun mengacu pada Kremer et al. (2001)
dengan beberapa modifikasi. Pengumpulan sampel daun anakan yang dianggap
mewakili dari kelima jenis yaitu sebanyak 79 tangkai dari 79 individu. Sampel
daun diukur sebanyak 5 helai daun yang memiliki fenotipe baik (Lampiran 1),
sehingga total helai daun keseluruhan adalah sebanyak 395 helai. Identifikasi jenis
dilakukan oleh pakar botani di LIPI dengan mencocokkan daun dengan koleksi
herbarium. Kemudian dilakukan metode penilaian morfologi daun lanjutan
dengan mengacu pada Kremer et al. (2001) dan Anwar (2015). Adapun variabel
daun yang diukur dan diamati (Lampiran 2) yaitu:

5
1) Variabel yang dihitung yaitu jumlah tulang daun sekunder (JT)
2) Karakter dimensi yang diukur meliputi daun panjang lamina (PL),
panjang tangkai daun (PT), lebar daun terlebar (LD) dan panjang lebar daun
terlebar ke pangkal daun (LP). Karakter dimensi dan variabel yang dihitung
secara lengkap ditampilkan pada Gambar 2.
a
A

b
A

c
A

d
A

e
A

f
A
PL

LD
LP

PT
Gambar 2

Pengukuran karakteristik morfologi daun (a): Gonystylus macrophyllus, (b):
Canarium ovatum, (c): Aquilaria microcarpa., (d): Palaquium gutta dan (e):
Diospyros borneensis. (f) karakter yang diukur.

3) Variabel yang diamati: Bentuk ujung daun (AS) dan bentuk pangkal daun (BS),
diamati dengan penilaian (1 - 8) berdasarkan Gambar 3.
a

b

Gambar 3 (a) Bentuk ujung daun dan (b) bentuk pangkal daun (Ellis et al.2009)

6
4) Variabel yang dikalkulasi:
Luas daun (LS) dihitung menggunakan rumus luas elips:
½ × (3.14) × (LD × PL)
Keliling daun (KL) dihitung menggunakan rumus keliling elips:
½ × (3.14) × (LD + PL)
Aspect ratio (AR) adalah rasio dari panjang dan lebar daun. Digunakan
untuk memperkirakan bentuk helai daun. Jika bernilai kurang dari 1,
bentuk helai daun tersebut melebar. Jika nilainya lebih dari 1, bentuk helai
tersebut memanjang. Aspect ratio dihitung dengan rumus:

Form factor (FF) mendeskripsikan bentuk dari daun dan mengetahui
seberapa bundar bentuk helai daun tersebut. Form factor dihitung dengan
rumus:

Perimeter ratio of diameter (PR) adalah ciri untuk mengukur seberapa
lonjong daun tersebut. Perimeter ratio of diameter dihitung dengan rumus:

Sub Penelitian 2. Identifikasi Jenis menggunakan Primer ITS, matK dan rbcL
Ekstraksi DNA
Analisis molekular dilakukan menggunakan sampel daun anakan kelima
genus (Tabel 2.1) dengan total daun sebanyak 69 daun dari 69 individu. Ekstraksi
DNA dari daun dilakukan dengan dengan metode CTAB (Cetyl Trimethyl
Ammonium Bromide) (Weising et al. 2005 dan Aritonang et al. 2007) yang telah
dimodifikasi dan metode kit (DNA Plant Mini Kit) dari Qiagen
(http://www.qiagen.com) dengan nomor katalog 6235. Langkah pertama dari
metode CTAB adalah sampel daun dipotong dengan ukuran 2 cm x 2 cm,
kemudian digerus dalam pestel yang bersih dengan penambahan 500 µl buffer
ekstrak dan 100 µl PVP 1%. Campuran dimasukkan dalam tube berukuran 1.5 mL.
Langkah selanjutnya dilakukan proses inkubasi dalam waterbath selama 1
jam pada suhu 65 oC. Selama inkubasi setiap 15 menit tube diangkat dan dikocok.
Jika proses inkubasi telah selesai maka tube diangkat dan didinginkan ± 15 menit.
DNA dimurnikan dengan menambahkan kloroform 500 µl, selanjutnya campuran
tersebut dikocok agar menjadi homogen dan disentrifugasi pada kecepatan 10.000
rpm selama 10 menit. Proses sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan bahanbahan kimia atau fase organik dari fase air berupa supernatan. Supernatan
merupakan cairan yang mengandung DNA. Langkah selanjutnya fase air
dipisahkan dari fase organik dengan menggunakan mikropipet, kemudian fase air
dipindahkan ke dalam tube baru (Suharsono et al. 2012).
Langkah selanjutnya adalah penambahan isopropanol dingin 500 µl dan
NaCl 300 µl, lalu disimpan dalam freezer selama 1 jam. Hasil pengendapan

7
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit dan cairan dalam tube
dibuang. Kemudian dilakukan proses pencucian DNA dengan penambahan etanol
95% sebanyak 300 µl, lalu disentrifugasi dan cairan dalam tube dibuang. Proses
tersebut dilakukan 2 kali. Pelet DNA yang ada di tube dikeringkan dengan cara
disimpan dalam desikator selama 15 menit dengan posisi tube terbalik agar silica
gel dalam desikator dapat menyerap cairan yang ada dalam tube.
Uji Kualitas DNA
Pengujian kualitas DNA dilakukan dengan menyiapkan gel agarose 1%
(0.33 g agarose dalam 33 ml buffer TAE). Proses elektroforesis, ditambahkan
buffer TE 50 μl pada pellet DNA lalu disentrifugasi, dan diambil 3 μl DNA
ditambahkan 2 μl BJ (Blue Juice) dan dielektroforesis selama 45 menit. Hasil
elektroforesis direndam dalam larutan EtBr (Etidium Bromida) selama 15 menit
dan difoto pada UV transiluminator model TFX-20.LM (Aritonang et al. 2007).
Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan ITS, matK dan rbcL
ITS berasal dari DNA ribosom (rDNA). yang disebut rDNA dan memiliki 3
jenis yang berukuran besar, yaitu 26S, 18S, dan 5.8S yang disandi oleh satu unit
transkripsi tunggal (Gambar 4). Sekuen yang menyandi ketiga rDNA tersebut
dipisahkan dalam unit-unit transkripsi ITS, ITS-1 terletak di antara 18S gen dan
5,8S gen dan ITS-2 terletak di antara 5,8S dan 28S gen (Gambar 5) (Soltis et al.
1998). Region ini banyak digunakan untuk menyimpulkan suatu filogenetik dan
berukuran kecil yaitu kurang lebih 420 bp (Chen et al. 2010).

Gambar 4 Kandidat gen yang disarankan untuk identifikasi tanaman (Chen et al. 2010)

Gambar 5 Region ITS (Mansfield & Kang 2008)

8
Gen matK dan rbcL dibuat berdasarkan DNA kloroplas (cpDNA) cocok
untuk mempelajari evolusi dan filogenetik suatu tumbuhan, dikarenakan cpDNA
merupakan komponen yang cukup melimpah pada keseluruhan DNA pada
tumbuhan sehingga sangat mendukung dalam ekstraksi DNA beserta analisisnya.
(Soltis et al. 1998). Gen matK banyak digunakan dalam DNA barcode karna
memiliki keunggulan yaitu mudah diamplifikasi, mudah disekuensing dan efektif
dalam membedakan antar spesies (Hollingsworth et al. 2009). Region rbcL
memiliki tingkat keberhasilan amplifikasi yang tinggi untuk banyak spesies serta
mudah untuk disekuensing (Hollingsworth et al. 2011). Primer yang digunakan
untuk amplifikasi DNA. Urutan nukleotida untuk masing-masing primer yang
digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Urutan nukleotida primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA
No Region Primer
Sequence(5’-3’)
1
ITS1 AB101
ACGAATTCATGGTCCGGTGAAGTGTTCG
AB102

rbcL

R

Sun et al. (1994)

ATGCGATACTTGGTGTGAAT

F

Chen et al. (2010)

TCCTCCGCTTATTGATATGC

R

Chen et al. (2010)

rbcLaF

ATGTCACCACAAACAGAGACTAAA

F

(Kress & Erickson 2007)

GTAAAATCAAGTCCACCRCG

R

(Kress & Erickson 2007)

F

(Hollingsworth et al. 2009)

R

(Hollingsworth et al. 2009)

rbcLaR
3

TAGAATTCCCCGGTTCGCTCGC GTTAC

ITS4

ITS2 ITS-S2F
2

Arah
Sumber
F
Sun et al. (1994)

matK matK-3F CGTACAGTACTTTTGTGTTTACGAG
matK-1R ACCCAGTCCATCTGGAAATCTTGGTTC

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi menggunakan mesin PCR AB Applied
Biosystem Veriti TM Thermal Cycler (http://appliedbiosystem.com). PCR diawali
dengan pengenceran DNA dan primer. DNA hasil ekstraksi diencerkan 100 kali
menggunakan aquabides. Perbandingan antara DNA dan aquabides yaitu 99 μl
aquabides dan 1 μl DNA. Pengenceran primer dilakukan dengan cara mengambil
primer pekat sebanayak 10 μl, kemudian ditambahkan nuclease free water
sebanyak 90 μl. Komposisi bahan untuk reaksi PCR disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Empat komponen bahan yang digunakan dalam reaksi PCR
No.
1
2
3
4

Nama Bahan
H2O
Green Go Taq Master Mix
Primer F dan R
DNA encer

Sampel Reaksi
2.5 μl
7.5 μl
1.5 μl
2 μl

Perunutan (sequencing)
Sekuensing DNA adalah metode untuk menentukan urutan basa nukleotida
dalam DNA (Randi dan Lucchini 1998). DNA hasil amplifikasi bersama primer
yang telah digunakan dalam proses amplifikasi dilanjutkan ke proses sekuensing.
Pengumpulan data tambahan berupa sekuen DNA barcode masing-masing jenis
dilakukan pada region ITS, matK dan rbcL. Data ini diambil dari database
GenBank dalam situs NCBI (National Center for Biotechnology Information) dan
BOLD System.

9
Analisis Data
Hasil perunutan nukleotida yang diedit secara manual berdasarkan
kromatogram, sequence alignment, selanjutnya dilakukan analisis BLAST pada
database NCBI. BLAST (Basic Local Alignment Search Tools) dengan
memasukkan data sekuens setiap spesies ke dalam kolom yang terdapat pada
laman web BLAST yang kemudian akan terverifikasi persen kekerabatan suatu
spesies. Sekuen tersebut dianalisis panjang basa (bp) dan barcoding gap (Nei dan
Kumar 2000).
Konstruksi pohon filogeni dan jarak genetik menggunakan program MEGA
6 (Tamura et al. 2013). Program MEGA memiliki tools yang mampu bekerja
dalam pembacaan urutan DNA, analisis statistik DNA baik urutan basa nukleotida
maupun protein, dan penjajaran urutan satu sampel dengan sampel lainnya
menggunakan ClustalW (Kumar et al. 2008). Analisis morfologi daun dengan
statistik sederhana disajikan berupa boxplot menggunakan software Minitab 15
(Minitab Inc 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Morfologi Daun
Karakter morfologi sangat penting untuk mengenal identitas spesies.
Karakteristik ini dapat diamati pada organ vegetatif tumbuhan, seperti daun,
batang, dan cabang, serta pada organ generatif tumbuhan, seperti bunga dan buah.
Kedua organ tumbuhan ini memiliki perbedaan waktu observasi. Organ generatif
tumbuhan hanya dapat diamati pada waktu tertentu, sedangkan organ vegetatif
tumbuhan cenderung tersedia sebagai sumber pengamatan sepanjang waktu.
Sebaran dari sepuluh variabel pada kelima jenis disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6

a

b

c

d

Deskripsi morfologi daun karakter dimensi dan variabel yang diamati pada
kelima jenis,(a) panjang lamina, (b) lebar daun terlebar, (c) panjang tangkai
daun, (d) panjang lebar daun terlebar ke pangkal daun. Keterangan : (CO): C.
ovatum, (GM): G. macrophyllus, (DB): D. borneensis, (PG): P. gutta dan
(AMI): A. microcarpa.

10
Karakter awal yang digunakan untuk pengelompokan sampel daun
dilakukan dengan dengan karakter jumlah tulang daun, pangkal daun, ujung daun,
panjang daun, lebar daun, lebar daun terlebar, luas daun dan keliling daun (Zein &
Prawiradilaga 2013). Karakterisasi morfologi dapat digunakan untuk identifikasi
pendugaan keragaman genetik (Rimoldi et al. 2010).
Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan variabel yang diukur dari
masing-masing daun kelima jenis secara nyata belum mampu mengklasifikasikan
kelima jenis berdasarkan perbedaan. Variabel perimeter ratioof diameter
pada
jenis G. macrophyllus memiliki sebaran data yang luas yang dikategorikan
keragaman tinggi. Pengukuran karakter dimensi yaitu variabel lebar daun terlebar
menunjukkan bahwa D. borneensis memiliki sebaran data yang luas. Sebaran dari
variabel yang diamati dan dihitung pada kelima jenis disajikan pada Gambar 7.
a

c

e

Gambar 7

b

d

f

Deskripsi morfologi daun karakter dimensi dan variabel yang diamati pada
kelima jenis, (a) jumlah tulang daun, (b) luas daun, (c) aspect ratio, (d)
perimeter ratio of diameter, (e) form factor, (f) keliling daun. Keterangan :
(CO): C. ovatum, (GM): G. macrophyllus, (DB): D. borneensis, (PG): P.
gutta dan (AMI): A. microcarpa.

Hasil pengukuran jumlah tulang daun menunjukkan sebaran data A.
microcarpa yang luas. P. gutta dan C. ovatum juga memiliki sebaran data yang
luas berturut–turut pada variabel form factor dan panjang tangkai daun. Semakin
kecil sebaran data akan memudahkan para pengenal pohon dalam
mengidentifikasi jenis pada fase anakan. Karakterisasi sifat morfologi merupakan
cara determinasi yang sering digunakan untuk klasifikasi taksonomi tanaman (Li
et al. 2009). Identifikasi secara morfologi memiliki keterbatasan yaitu hanya dapat
mengidentifikasi ketika spesimen dalam bentuk lengkap (daun, bunga, buah dan

11
akar) (Godfray 2002). Hartati et al. (2007) menyatakan bahwa proses evolusi dan
adaptasi suatu populasi pada lingkungan spesifik yang merupakan habitatnya akan
menyebabkan masing-masing populasi mengembangkan karakter dan ciri spesifik
secara morfologis dan genetik yang berbeda dengan populasi lainnya.
Identifikasi Jenis menggunakan Penanda Molekular
Hasil Amplifikasi dan Sequencing
Gen ITS2, rbcL dan matK berhasil diamplifikasi dengan kualitas yang baik.
Pada beberapa sampel baik dari REKI maupun dari KRB sebagai referensi
dilakukan optimasi suhu. Suhu optimum annealing yang disarankan Stoeckle et al.
(2011) untuk rbcL, matK dan ITS adalah 56 oC, 52 oC dan 55 oC. Hasil terbaik
dari optimasi suhu berturut-turut adalah 55 oC, 52 oC dan 56 oC menunjukkan pita
yang jelas sehingga dapat dilanjutkan untuk proses sequencing. Primer ITS1
menunjukkan bahwa DNA yang dihasilkan kurang baik karena tidak adanya pita.
Ketidakmunculan pita amplifikasi pada beberapa sampel diduga karena urutan
basa nukleotida dari primer tersebut bukan merupakan komplemen dari basa
nukleotida pada cetakan DNA (Chen et al. 2010).
Analisis DNA dan Komposisi Basa Nukleotida
Teknik DNA barcoding dapat digunakan untuk identifikasi suatu
organisme walaupun DNA dari organisme tersebut tidak dalam bentuk murni atau
utuh, bahkan DNA yang sudah mengalami degradasi dan proses pengolahan pun
dapat digunakan untuk analisis DNA barcoding (Hajibabaei 2006). Hasil sequence
alignment pada penelitian ini digunakan untuk melihat evolusi dari nenek moyang
yang sama (common ancestor) dari lima jenis yang diteliti (Brinkman & Leipe
2001). Ukuran wilayah (region) rbcL, matK dan ITS2 berturut-turut adalah
berkisar 879 bp, 709 bp dan 400 bp (Tabel 5). Secara detail, data sekuen masingmasing penanda disajikan pada Lampiran 3, 4 dan 5.
Tabel 5 Panjang sekuen basa (bp) pada ketiga penanda genetik
No

Jenis

1

Aquilaria
microcarpa

2

Canarium
ovatum

3

Diospyros
borneensis

4

Gonystylus
macrophyllus

5

Palaquium
gutta

Status
perdagangan
Apendiks II
(CITES
2014)
Apendiks II
(CITES
2014)
Apendiks II
(CITES
2014)
Apendiks II
(CITES
2014)
Apendiks II
(CITES
2014)

n = jumlah sekuen
bp = base pair atau jumlah pasang basa

Status
konservasi
Vulnerable
(IUCN
2009)
Vulnerable
(IUCN
2009)
Vulnerable
(IUCN
2009)
Vulnerable
(IUCN
2009)
Vulnerable
(IUCN
2009)

n

matK
bp

n

rbcL
bp

n

ITS2
bp

1

753

1

729

2

405.5

1

791

1

730

2

400.5

2

746

2

798

2

375

3

684.7

3

690.3

3

398

2

760.5

2

808.5

4

475

12
Tabel 5 diketahui bahwa penanda ITS2 memiliki rata-rata panjang sekuen
lebih kecil dibanding kedua penanda lainnya. Penanda rbcL memiliki panjang
sekuen basa paling besar diantara penanda lainnya. Analisis yang dilakukan
setelah penyejajaran sekuen adalah perhitungan perbedaan basa antara keempat
anggota genus. Perbedaan panjang sekuen bermanfaat sebagai identifikasi awal
perbedaan spesies (Dick & Kress 2009).
Barcoding Gap
Idealnya adanya gap adalah celah barcode (yaitu divergensi interspesifik
yang jelas lebih besar dari variasi intraspesifik) akan muncul. Tabel 6
menunjukkan bahwa nilai rata-rata jarak interspesifik lebih besar dari intraspesifik
(Kress et al. 2005). Lokus ITS2 memiliki nilai rata-rata jarak intra maupun
interspesifik lebih besar dari kedua lokus lainnya (Tabel 6). Hal ini dimungkinkan
data sekuen yang didapatkan sedikit, sehingga tidak dapat membedakan secara
signifikan.
Pada total sekuen penelitian ini terdapat gap berupa garis putus-putus yang
dapat disebabkan variasi karena adanya insersi atau delesi. Perbedaan sekuen
harus diperkirakan dengan model evolusi yang sesuai pada level variasi itu (K2P :
Kimura Two Parameter). Jarak genetik lebih efektif untuk barcoding
menggunakan model Kimura-2-parameter (K2P) karena mempertimbangkan
tingkat substitusi transisi dan transversi. Variasi intra dan interspesifik harus
dibandingkan tergantung pada lokus gen barcode yang dipilih (Tamura et al.
2011).
Tabel 6 Nilai rata-rata jarak intraspesifik dan interspesifik dihitung menggunakan model
K2P
Rata-rata jarak intraspesifik (SD)

Rata-rata jarak interspesifik (SD)

Genus
matK

rbcL

ITS2

matK

rbcL

ITS2

Aquilaria

0.001± 0.001

0.031 ±0.020 0.011±0.007

0.119±0.112

Canarium

0.001±0.0008 0.000 ± 0.000 0.010 ± 0.041 0.583 ± 0.551 0.008±0.004

0.153±0.069

Diospyros

0.000 ± 0.000 0.000 ± 0.000 0.091± 0.045

0.410 ±0.116

Gonystylus

0.028 ± 0.025 0.006 ± 0.005 0.014 ± 0.010 0.165 ±0.233 0.018 ± 0.005 0.307 ± 0.144

Palaquium

0.003± 0.002

0.000 ± 0.000 0.000 ±0.000

0.579 ±0.520 0.017 ±0.016

0.000 ± 0.000 0.019 ± 0.027 0.058 ± 0.045 0.002 ± 0.455 0.128 ±0.066

Hasil analisis dengan menghitung jarak intra maupun inter, terlihat gap
pada beberapa sampel dengan menggunakan ketiga lokus gen barcode (Gambar 8,
9 dan 10). Hasil barcode matK menunjukkan adanya gap yaitu pada genus
Gonystylus, Diospyros dan Aquilaria (Gambar 8). Barcode pada rbcL terlihat
adanya gap yaitu pada genus Aquilaria, Canarium, Diospyros dan Palaquium
(Gambar 9). Analisis dengan menggunakan region ITS2 menunjukkan adanya
gap yaitu pada Aquilaria, Gonystylus dan Diospyros (Gambar 10).

13
a

b

c

d

e

Gambar 8 Distribusi
intra dan interspesifik kimura 2-parameter (K2P) pada lokus
matK (a) Aquilaria; (b) Canarium; (c) Diospyros; (d) Gonystylus dan (e)
Palaquium.

14

a

b

c

d

e

Gambar 9 Distribusi intra dan interspesifik kimura 2-parameter (K2P) pada lokus
rbcL (a) Aquilaria; (b) Canarium; (c) Diospyros; (d) Gonystylus dan (e)
Palaquium.

15
a

b

c

d

e

Gambar 10

Distribusi
intra dan
interspesifik kimura 2-parameter (K2P) pada
lokus ITS2 (a) Aquilaria; (b) Canarium; (c) Diospyros; (d) Gonystylus
dan (e) Palaquium.

16
Hasil analisis barcoding gap diketahui bahwa variasi interspesifik barcode
rbcL dan matK memiliki kemampuan pembeda yang lebih baik untuk identifikasi
sampel dalam penelitian ini dapat terlihat dari adanya gap. Semakin banyak
terjadi tumpang tindih antara interspesifik dengan intraspesifik maka lokus
barcode yang dipilih kurang efektif menjadi calon barcode (Liu et al. 2011).
Karena syarat gen dapat menjadi barcode yaitu DNA harus memiliki variasi
intraspesies yang lebih kecil dari variasi interspesies. DNA harus standar sehingga
dengan daerah DNA yang sama dan dapat digunakan sebanyak mungkin untuk
taksa yang berbeda. Daerah DNA target mempunyai informasi filogeni sehingga
memudahkan taksa tersebut dalam pengelompokannya. Kemudian gen tersebut
sebaiknya mempunyai tingkat amplifikasi yang tinggi serta ukurannya pendek
sehingga dapat digunakan untuk menguji DNA yang sudah terpotong atau rusak
(Herbert et al. 2003; Meyer dan Paulay 2005).
Analisis Filogenetik
Tingkat kesamaan (homologi) yang diperoleh dari analisis BLAST
memiliki hasil yang bervariasi untuk masing-masing jenis (70-90%). Kelima jenis
(nama latin sudah accepted pada daftar Plant List (http://www.theplantlist.org))
belum tersedia data sekuen secara lengkap pada pangkalan data GenBank
maupun pada BOLD System, terutama di daerah tropika dimana masih sedikit
penelitian DNA barcode sebagai referensi. Berdasarkan hasil analisis barcode
ditemukan adanya perbedaan dengan hasil identifikasi karakteristik morfologi
pada beberapa sampel (Tabel 7). Hasil identifikasi jenis oleh pakar botani di LIPI
dengan mencocokkan daun dengan koleksi herbarium disajikan pada Lampiran 6.
Secara detail, data informasi nomor acession GenBank disajikan pada Lampiran
7. Filogenetik dari masing-masing genus seperti disajikan pada Gambar 11, 12
dan 13.
Tabel 7 Akurasi identifikasi tiga penanda menggunakan BLAST
Identifikasi
lapangan

Identifikasi
herbarium
(LIPI)

Analisis BLAST

Aquilaria
microcarpa

Aquilaria
microcarpa

matK
Aquilaria
sinensis

rbcL
Aquilaria
sinensis

ITS2
Aquilaria
malaccensis

Canarium
ovatum

Santiria
laevigata

Canarium
album

Canarium
ovatum

Santiria
griffithii

Diospyros
borneensis

Gonystylus
macrophyllus

Palaquium
gutta

Diospyros
sp.

Gonystylus
forbesii

Palaquium
gutta

Diospyros
ehretioides

Gonystylus
macrophyllus

Palaquium.
formosanum

Diospyros
borneensis

Gonystylus
macrophyllus

Palaquium.
formosanum

Carissa
carandas

Thymelaea
microphylla

Palaquium
formosanum

Tingka
tan
taksa

Ketepatan identifikasi
(%)
matK rbcL
ITS2

Spesies

-

-

-

Genus

98

99

90

Spesies

-

99

-

Genus
Family

99
-

-

90

99

-

-

88

Spesies
Genus
Family

99
-

Spesies

99

-

-

Genus
Family

-

99
-

80

-

-

100

95

Spesies
Genus

80

17
a

b

c

d

e

Gambar 11 Pohon filogeni lokus rbcL pada Genus (a) Aquilaria; (b) Canarium; (c)
Diospyros; (d) Gonystylus
dan (e) Palaquium berdasarkan metoda
Neighbor-Joining (NJ) tree. JAMBI: sampel lapangan yang digunakan dari
REKI, KRB: sampel koleksi jenis dari Kebun Raya Bogor, GB: GenBank
dan OG: Out group.

18
a

b

c

d

e

Gambar 12 Pohon filogeni lokus matK pada Genus (a) Aquilaria; (b) Canarium; (c)
Diospyros; (d) Gonystylus dan (e) Palaquium berdasarkan metoda
Neighbor-Joining (NJ) tree. JAMBI: sampel lapangan yang digunakan dari
REKI, KRB: sampel koleksi jenis dari Kebun Raya Bogor, GB: GenBank
dan OG: Out group.

19
a

b

c

d

e

Gambar 13

Contoh pohon filogeni lokus ITS2 pada Genus (a) Aquilaria; (b) Canarium;
(c) Diospyros; (d) Gonystylus dan (e) Palaquium berdasarkan metoda
Neighbor-Joining (NJ) tree. JAMBI: sampel lapangan yang digunakan dari
REKI, KRB: sampel koleksi jenis dari Kebun Raya Bogor, GB: GenBank
dan OG: Out group.

20
Sampel anakan yang sebelumnya diduga jenis G. macrophyllus
berdasarkan penanda ITS2 ternyata memiliki nilai homologi 80% dengan
Thymelaea microphylla setelah dilakukan analisis barcode. Sama halnya dengan
anakan yang sebelumnya diduga C. ovatum memiliki homologi sebesar 82%
dengan Santiria griffithii. D. borneensis memiliki hubungan kekerabatan yang
dekat dengan Carissa carandas setelah dilakukan analisis BLAST dengan
penanda ITS2. Hal ini dimungkinkan menjadi salah satu sebab kekeliruan
identifikasi morfologi terutama pada fase anakan karena kedua spesies termasuk
dalam famili yang sama (Godfray 2002).
Kehandalan teknik DNA barcoding untuk mendeskriminasi jenis dapat
juga dilihat dengan analisis filogenetik bersama sekuen dari satu family yang
berkerabat dekat dan diperlukan sekuen out group sebagai pembanding dalam
menentukan spesies (Herbert et al. 2003). Spesies out group diperoleh dari gene
bank dengan memilih taksa yang paling jauh dengan jenis yang dieteliti.
Gambar 11, 12 dan 13 menunjukkan bahwa kelompok antar genus dengan
nilai bootstrap melebihi 40 hingga 100 terhadap tingkat kesamaan jenis yang
tinggi dengan database yang ada. Jarak genetik terkecil pada penanda matK
adalah 0,000 yang dapat membedakan A. microcarpa dan G. macrophyllus. Pada
lokus barcode rbcL jarak genetik terkecil adalah 0,00 terlihat dari filogenetik yang
dapat membedakan A.microcarpa dan C. ovatum. Dari hasil yang didapat tersebut
mengindikasikan bahwa penanda matK dan rbcL efektif untuk membedakan jenis
dengan baik karena nilai jarak genetik yang kurang dari 0,05 banyak ditemukan.
Penanda ITS2 nilai jarak genetik bervariasi dan banyak ditemukan nilai jarak
genetik lebih dari 0,05. Perbedaan nukleotida dan jarak genetik antar spesies
membuktikan bahwa spesies yang semula diidentifikasi berdasarkan morfologi
saja masih mungkin terdapat kesalahan (Campbell et al. 2003).
Akurasi hasil morfologi dengan hasil barcode menggunakan lokus rbcL dan
matK dapat membedakan sampel pada tingkat spesies dan genus. Lemahnya
kemampuan diskriminasi barcode rbcL telah ditunjukkan oleh beberapa publikasi
sebelumnya (Hollingsworth et al. 2009). Namun, barcode rbcL memiliki tingkat
keberhasilan amplifikasi yang tinggi untuk banyak spesies dan mudah
disekuensing. Kelemahan matK adalah sulit diamplifikasi tetapi akurasi dalam
membedakan spesies tinggi (Koch et al. 2008).
Taksonomi atau identifikasi serta informasi mengenai karakteristik biologis
merupakan salah satu dasar penting dari aktifitas konservasi atau restorasi spesies.
Pelaksanaan konservasi bertujuan agar biodiversitas tidak mengalami kerusakan
yang mengakibatkan rusaknya suatu ekosistem ataupun punahnaya suatu spesies.
Studi lanjutan menggunakan marka molekuler ITS perlu dilakukan untuk
memperkuat kesimpulan dari hasil penelitian ini dan juga dapat dilakukan
penggabungan analisis dari hasil marka molekuler matK dan rbcL seperti yang
dilakukan Kress et al. (2005) agar menghasilkan perkiraan kekerabatan yang lebih
akurat. Marka molekuler lain yang lebih spesifik pun sebaiknya diekspolorasi
untuk studi lanjutan dari penelitian ini.

21
SIMPULAN
Hasil barcoding gap menunjukkan bahwa pada tiga lokus nilai rata-rata
jarak interspesifik lebih besar dari intraspesifik. Lokus gen barcode matK dan
rbcL bisa menjadi calon barcode yang baik dalam membedakan jenis pada
penelitian ini. Aplikasi barcode rbcL dan matK mampu membedakan kelima
jenis yaitu pada tingkat spesies dan genus. Penanda ITS2 pada kelima jenis
tanaman langka menghasilkan akurasi pada tingkatan genus dan family. Oleh
karena itu, diharapkan hasil penelitian ini mampu mengisi kekosongan daftar
sekuen pada NCBI dan dapat dijadikan database dasar dalam usaha konservasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar A. 2015. Variasi morfologi daun dan sekuens ITS2 pada Jelutung Darat
(Dyera costulata (Miq.)Hook.f) dan Jelutung Rawa (Dyera polyphylla
(Miq.) Steenis) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Aritonang KV, Siregar IZ, Yunanto T. 2007. Manual Analisis Genetik Tanaman
Hutan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Aththorick,
T.A, Siregar E.S. 2006. Taksonomi Tumbuhan. Medan (ID):
Departemen Biologi FMIPA USU.
Bagali PG, Prabhu PDAH, Raghaedra K, Hittalmani S, Vadivelu JS. 2010.
Application of Molecular Markers in Plant Tissue Culture. Asia-Pacific
Journal of Molecular Biology and Biotechnology 18 (1): 85-87.
Brinkman F, Leipe D. 2001. Phylogenetic Analysis. In : Baxevanis AD, Oulette
BFF. (eds). A Practical Guide to the Analysis of Gene and Protein.
Bioinformatics. P: 323-358.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi Jilid 2 Edisi 5. Jakarta (ID):
Erlangga.
Chen S, Yao H, Han J, Liu C, Song J, Shi L, Zhu Y, Ma X, Gao T, Pang X, et al.
2010. Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying
medicinal plant species. J Plos One. 5(1):1-8. doi:10.1371/journal.pone.
0008613.
Dick C W, Kress WJ. 2009. Dissecting tropical plant diversity with forest plots
and a molecular toolkit. Bioscience. 59:745-755.
Ellis B, Douglas CD, Leo JH, Kirk RJ, John DM, Peter W, Scott LW. 2009.
Manual of Leaf Architecture. United States of Amerika (US): Cornell
University.
Godfray J. 2002. Challenges for taxonomy. Nature. 417:17-18.
Gomes EA, Kasaya MC, deBarros EG, Borgs AC, Araujo EF. 2002.
Polymorphism in the internal transcribed spacer (ITS) of the ribosomal
DNA of 26 isolates of ectomycorrhizal fungi. Genet Mol Biol. 25(4): 477483.
Hajibabaei M. 2006. A minimalist barcode can identify a specimen whose DNA is
degraded. J Compilation Blackwell Publishing. 6: 959-964.

22
Hartati D, Rimbawanto A, Taryono, Sulistyaningsih, Widyatmoko. 2007.
Pendugaan keragaman genetic di dalam dan antar provenan Pulai (Alstonia
scholaris (L.) R. Br.) menggunakan penanda RAPD. Jurnal Pemuliaan
Tanaman Hutan 2 : 89-98
Herbert PDN, Cywinska A, Ball SL. 2003. Biological identifications through
DNA barcodes. SoCL and B Bio. 270: 313-321.
Hollingsworth PM, Forrest LL, Spouge JL, Hajibabaei M, Ratnasingham R. 2009.
A DNA barcode for land plants. Proc Natl Acad Sci. 106: 12794-12797.
Hollingsworth PM, Graham SW, Little DP. 2011. Choosing and using a plant
DNA barcode. Plos One. 5 (6): e19254.
IUCN. 2009. IUCN Red List of Threatened Species: Version 2009 (2) [Int
ernet].[diunduh 2014 Juni 02]. Tersedia pada: http:www.iucnredlist.org.
Kumar S, Nei M, Dudley J, Tamura K. 2008. MEGA: a biologistcentric software
for evolutionary analysis of DNA and protein sequences. Brief Bioinform.
9:299–306.
Koch MA, Calonje M, Gong W. 2008. Non-Coding Nuclear DNA Markers In
Phylogenetics Reconstrucion. Plant Syst Evol. 282:257-280.
Kremer A, Dupouey JL, Deans JD, Cottrell J, Csaikl U, Finkeldey R, Espinel S,
Jensen J, Kleinschmit J, Dam BV et al. 2001. Leaf morphological
differentiation between Quercus robur and Quercus petraeais stable across
western European mixed oak stands. J For Sci. 59:777–787.
Kress WJ, Wurdack KJ, Zimmer EA. 2005. Use of DNA barcodes to identify
flowering plants. Proc Natl Acad Sci. 102: 8369–8374.
Kress WJ, Erickson DL. 2007. A two-locus global DNA barcode for land plants:
the coding rbcL gene complements the non-coding trnH-psbA spacer region.
PLos One 2:e508. doi: 10.1371/journal.pone.0000508.
Lahaye R, Van der Bank M, Bogarin D, Warner J, Pupulin F, Gigot G, Maurin O,
Duthoit S, Barraclough TG, Savolainen V. 2008. DNA barcoding the floras
of biodiversity hotspots. Proc Nat Acad Sci. 105(8): 2923-2928.
Liu J, Moller M, Gao LM, Zhang DQ, Li DJ. 2011. DNA barcoding for the
discrimination of Eurisian yews (Taxus L. Taxaceae) and discovery of
cryptic species. Molecular Biology Resources. doi: 10.1111/j.17550998.2010.02907.
Li P, Yunwen P, Sun X, Han J. 2009. Using microsatellite (SSR) and
morphological markers to assess the genetic diversity of 12 falcata
(Medicago sativa spp. falcata) population from Eurasia. J Biotechnol. 8(10):
2102-2108.
Mansfield MA, Kang S. 2008. Molecular Identification of Phytophthora Isolates
Using a DNA Sequence Based Approach. USA: Penn State University.
Meyer CP, Paulay G. 2005. DNA barcoding: error rate based on comprehensive
sampling. PLoS Biol 3:2229 –2238.
Minitab Inc. 2007. Meet Minitab 15 for Windows. USA (US): Minitab Inc
Nei M, Kumar S. 2000. Molecular evolution and phylogenetics. New York:
Oxford Univ Pr.
Rimoldi F, Filho PD, Kvitschal MV, Gonzalvesvidigal MC. 2010. Genetic
divergence in sweet cassava cultivars using morphological agronomic traits
and RAPD molecular markers. Biol Technol. 53(6): 1447-1487.

23
Schmeller S, Bauch B, Gruber B, Juskaitis R, Budrys E, Babij V, Lanno K,
Sammul M, Varga Z, Henle K. 2008. Determination of conservation
priorities in region with multiple political jurisdictions. Biodiversity
Conservation. 17: 3623- 3630.
Suharsono, Utut W. 2012. Penuntun Praktikum Pelatihan Teknik Dasar
Pengklonan Gen. Bogor (ID): Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Sun Y, Skinner DZ, Liang GH, Hulbert SH. 1994. Phylogenetic analysis of
sorghum and related taxa using Internal Transcribed Spacers of nuclear
ribosomal DNA. Theor Appl Gen. 89:26-32.
Soltis PS, Soltis DE, Doyle JJ. 1998. Molecular Systematics of Plants.
New York: International Thomson Puslishing.
Stoeckle MY, Gamble CC, Kirpekar R, Young G, Ahmed S, Little DP. 2011.
Commercial teas highlight plant DNA barcode identification successes and
obstacles. Sci Rep. 1(42): 1-7.
Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Specimen Awetan Objek Biologi. Yokyakarta(ID):
Jurusan Biologi FMIPA UNY.
Soberon J, Medellin RA. 2007. Categorization System of Threatened Species,
Conservation Biology. 21(5): 1366-1367.
Randi E, Lucchini V. 1998. Organization and evolution of