Persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem di areal harapan Rainforest PT Reki, provinsi Jambi dan provinsi Sumatera Selatan

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN

RESTORASI EKOSISTEM DI AREAL HARAPAN

RAINFOREST PT REKI, PROVINSI JAMBI DAN

PROVINSI SUMATERA SELATAN

AJENG KARTINI RAHMANIA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN

RESTORASI EKOSISTEM DI AREAL HARAPAN

RAINFOREST PT REKI, PROVINSI JAMBI DAN

PROVINSI SUMATERA SELATAN

AJENG KARTINI RAHMANIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

RINGKASAN

AJENG KARTINI RAHMANIA. E.34052677. Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh HARYANTO R. PUTRO

dan DIDIK SUHARJITO.

Harapan Rainforest merupakan areal hutan produksi seluas ± 101.355 ha yang ditunjuk sebagai areal restorasi ekosistem melalui Kepmenhut SK. No. 83/Menhut-II/2005. Areal restorasi ini dikelola oleh PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia). Di dalam dan sekitar areal Harapan Rainforest terdapat beberapa desa yang keberadaannya sudah sejak lama sebelum kawasan hutan ditetapkan sebagai areal restorasi ekosistem. Dalam rangka menerapkan pola pengelolaan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup masyarakat setempat, maka diperlukan persepsi dari masyarakat tersebut terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang merupakan kegiatan utama dari pihak PT REKI. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi di areal Harapan Rainforest dan rekomendasi bagi pengelola terkait dengan pengelolaan Harapan Rainforest.

Penelitian dilakukan terhadap masyarakat Batin Sembilan, Sako Suban dan Tanjung Sari. Jumlah responden yang mewakili masyarakat Batin Sembilan yaitu 30 orang, masyarakat Sako Suban 45 orang dan masyarakat Tanjung Sari 14 orang. Data yang dikumpulkan berupa data pokok dan data penunjang. Data pokok meliputi data karakteristik masyarakat (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan data persepsi. Data penunjang meliputi kondisi umum areal Harapan Rainforest dan desa di dalam dan sekitar areal Harapan Rainforest.

Masyarakat memberikan persepsi positif terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pihak PT REKI. Masyarakat setuju dengan adanya kegiatan restorasi ekosistem dan bersedia apabila dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengetahuan masyarakat dan pengalaman masyarakat. Persepsi masyarakat Batin Sembilan tidak dipengaruhi oleh pendidikan dan pendapatan, tetapi persepsi dipengaruhi oleh pekerjaan, pengetahuan lokal, pengalaman berinteraksi dengan pihak PT REKI dan tingkat ketergantungan terhadap SDH. Persepsi masyarakat Sako Suban dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman berinteraksi dengan pihak PT REKI. Persepsi masyarakat Tanjung Sari dipengaruhi oleh tingkat pendapatan responden dan pengalaman berinteraksi dengan pihak PT REKI. Kata kunci : Harapan Rainforest (PT REKI), restorasi ekosistem, persepsi,


(4)

SUMMARY

AJENG KARTINI RAHMANIA. E.34052677. The Perception of Local

Communities on Restoration Ecosystem Projects (PT. REKI) at Harapan Rainforest Area, Province of Jambi and South Sumatera. Supervised by

HARYANTO R. PUTRO and DIDIK SUHARJITO.

Harapan Rainforest is a production forest with an area 101.355 ha which has been established by the Minister of Forestry decree No. 83/Menhut-II/2005. This area is managed by PT. REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia). There are several villages inside and surround this area that has been settled long time ago, before forest area set as restoration ecosystem area. In order to implement the management model that can support the sustainable of local community, the perception of local communities on ecosystem restoration projects which done by PT. REKI is needed. The aim of this study was to know the perception of local communities on ecosystem restoration projects in Harapan Rainforest area and the factors that influence it. The result of this study hopefully can provide information and recommendations regarding the restoration projects for Harapan Rainforest management.

The study was carried out to local community of Batin Sembilan, Sako Suban, and Tanjung Sari which totaled 30 respondents, 45 respondents, and 14 respondents, respectively. Data collected from primary data and secondary data. Primary data consist of characteristics of local community (sex, age, education, occupation, and income) and perceptions. Secondary data is general condition of Harapan Rainforest area and total villages inside and surround Harapan Rainforest region.

Local communities gave a positive response on ecosystem restoration projects and agreed with those projects. They also ready to be involved on those projects. Local community perceptions were affected by some factors such as knowledge and experience of the communities. Batin Sembilan perceptions were affected by education and income level, but it was affected by occupation, local knowledge, interaction experienced with PT. REKI and dependable value to the forest resources. Sako Suban perceptions were affected by education and interaction experienced with PT. REKI. Perceptions of Tanjung Sari were affected by income level respondents and interaction experienced with PT. REKI.

Keyword: Harapan Rainforest (PT REKI), ecosystem restoration, perception, local communities.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan” adalah benar-benar hasil karya Saya sendiri dengan bimbingan dosen Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. Skripsi ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Ajeng Kartini Rahmania NRP E34052677


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ir. Haryanto R. Putro, MS Dr.Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19600928 198503 1 004 NIP. 19630401 199403 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP : 19580915 198403 1 003

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.

Nama : Ajeng Kartini Rahmania NIM : E.34052677


(7)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2010 berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.

Skripsi ini ditulis berdasarkan data pokok, data penunjang dan survey lapangan yang menggambarkan kondisi desa dan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini. Restorasi ekosistem ini merupakan sistem pengelolaan yang baru dalam pengelolaan hutan alam, sehingga persepsi masyarakat dipandang penting untuk diketahui, khususnya dalam rangka menerapkan pengelolaan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup masyarakat setempat. Dalam skripsi ini diuraikan persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dikelompokkan berdasarkan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan responden.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Juni 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ajeng Kartini Rahmania dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 21 April 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan R. Abu Zamroh dan Siti Rahmah Iriani.

Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menjadi mahasiswa Mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dengan Minor Arsitektur Lanskap.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Profesi Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH). Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris umum dalam Himpunan Mahasiswa Kehutanan Seluruh Indonesia (Sylva Indonesia) cabang IPB. Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Uni Konservasi Fauna (UKF) sebagai anggota Divisi Karnivora.

Selama menjadi mahasiswa, penulis melakukan berbagai kegiatan lapang dan praktikum lapang yang meliputi puncak rangkaian kegiatan Metamorfosa UKF di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS), Ekspedisi Global UKF di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), observasi lapang UKF di Leuweung Sancang, Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) dengan jalur Indramayu-Linggarjati (2007), Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di PUSPIPTEK dan penangkaran reptil MEGACITRINDO (2008) dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Merapi (2009). Kegiatan lain yang diikuti penulis, yaitu rapat kerja nasional (RAKERNAS) Sylva Indonesia di Universitas Negeri Lampung (UNILA) dan Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS IV) PCSI IPB sebagai koordinator acara.

Dalam rangka menyelesaikan studi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan” di bawah bimbingan dosen Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibuku tersayang (Siti Rahmah Iriani), adikku (Fajar Ginanjar), Mamih Dewi, Wa Agus serta seluruh keluarga besar O.Z. Abidin atas doa, kasih sayang, dukungan dan kesabarannya selama ini.

2. Dosen pembimbing Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS yang telah memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan ilmu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr. Ir. Bahruni, MS, Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS dan Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F.Trop sebagai dosen penguji.

4. Direktur Unit Manajemen Harapan Rainforest Pak Yusup Cahyadin yang telah memberikan izin penelitian dan bimbingan, Kepala divisi Community Development tahun 2009 Pak Umar atas bimbingan dan arahannya, Kepala divisi Community Development tahun 2010 sampai sekarangPak Yulius dan Direktur Perencanaan Kawasan Pak Urip Wiharjo.

5. Tim community development Pak Sonhaji dan Pak Firdaus atas informasi dan bantuannya selama proses penggalian data ke masyarakat, Kepala lapangan tim riset Pak Jeri Imansyah, bagian manajemen Pak Paul Hultera dan Pak Yafid Gunawan, serta seluruh staf Harapan Rainforest Pak Abdul Kholik, Pak Sadat (tim riset) dan tim patroli Pak Rusman, Mas Onoy, Pak Doni, Pak Reka, Pak Thamrin, Pak Sugito beserta keluarga, Pak Muhammad dan staf lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. 6. Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, seluruh dosen pengajar, Staf KPAP, rekan-rekan mahasiswa KSHE, serta mamang dan bibi yang selalu membantu selama ini.

7. Baso Arsadi yang selalu ada dengan kasih sayang, semangat dan doanya. 8. Seluruh teman TARSIUS 42 yang sudah menjadi keluarga yang sangat


(10)

9. Seluruh rekan Sylva Indonesia PC IPB atas dukungan dan doanya.

10. Wisma Maharlika (belakang bawah): Zhe, Wulan, Difa, Icha, Ine, Titi, Reni, Uphie, Sina, Nonetz, Lia, Mba Wilis, Mba Iyus, Mba Uci, Mba Poe, Mba Imas, Roma, Cikal, Deasy, Dara atas kebersamaan serta motivasinya selama penulis menjalani masa perkuliahan hingga penelitian dan lulus.

11. Pihak lain yang telah membantu dan bekerja sama dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga semua bantuan, doa, semangat, motivasi dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Amin.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ... 3

2.3 Restorasi ... 5

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 6

3.2 Definisi Operasional ... 7

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 7

3.4 Alat ... 8

3.5 Metode Penelitian ... 8

3.5.1 Responden ... 8

3.5.2 Metode Pengumpulan Data ... 8

3.5.3 Jenis Data ... 9

3.5.4 Analisis Data ... 9

IV. KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1 Sejarah dan Dasar Hukum ... 11

4.2 Letak dan Luas Kawasan ... 12

4.3 Topografi ... 13

4.4 Tanah ... 14

4.5 Geologi ... 15

4.6 Lahan ... 16

4.7 Iklim ... 17

4.8 Hidrologi ... 18

4.9 Potensi Tumbuhan dan Satwa Liar ... 19


(12)

4.9.2 Satwa Liar ... 20

4.10 Aksesbilitas ... 21

4.11 Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat ... 22

4.11.1 Desa Bungku ... 22

4.11.2 Desa Sako Suban ... 24

4.11.3 Desa Tanjung Sari ... 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Restorasi ekosistem di Areal Harapan Rainforest ... 30

5.2 Persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem ... 32

5.2.1 Persepsi masyarakat berdasarkan pendidikan ... 32

5.2.2 Persepsi masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan ... 41

5.2.3 Persepsi masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan... 55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 61

6.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Data yang Dikumpulkan ... 9

2. Tingkat Persepsi menurut Skala Likert ... 10

3. Penyebaran Kelas Lereng di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi ... 14

4. Luas Jenis Tanah di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi ... 14

5. Penyebaran Formasi Geologi di Areal Restorasi Ekosistem di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi. ... 16

6. Sistem Lahan dan Kesesuaian Lahan untuk Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan di Areal Lokasi Restorasi Ekosistem, Provinsi Jambi ... 17

7. Luas Pembagian Sub-DAS Areal Kerja PT REKI ... 19

8. Jumlah Penduduk Desa Tanjung Sari Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 29

9. Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pendidikan ... 32

10. Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 47

11. Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 56

12. Data Pengetahuan Masyarakat ... 69


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pemikian Penelitian ... 7

2. a) Peta Lokasi Harapan Rainforest dan b) Peta Kerja Harapan Rainforest . 13 3. Masyarakat Batin Sembilan yang berada di dalam hutan ... 24

4. Keterikatan masyarakata Sako Suban dengan sungai: (a) Letak Desa Sako Suban di sepanjang Sungai Kapas, (b) Sungai sebagai media transportasi, dan (c) Sungai untuk aktivitas rutin sehari-hari (seperti mandi, mencuci, dll) ... 25

5. Desa Tanjung Sari (a) Mesjid dan (b) Pasar ... 29

6. Rangkaian Kegiatan Penanaman Bersama Anak-Anak Sekolah ... 31

7. Sekolah keliling bagi anak-anak Batin Sembilan ... 33

8. Bangunan Sekolah Dasar di Desa Sako Suban ... 36

9. (a) Jelutung (Dyera sp.) dan (b) Karet (Hevea braciliensis) ... 42

10. Beberapa contoh jenis burung yang biasa diburu oleh responden Batin Sembilan ... 43

11. (a) Jalan tanah sebagai batas antara kawasan Harapan Rainforest dengan PT Asiatic Persada dan (b) seorang buruh tandan sawit ... 44

12. Kayu hasil tebangan secara liar ... 45


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuesioner ... 65 2. Data Pengetahuan Masyarakat ... 69 3. Data Pengalaman Masyarakat ... 70


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Harapan Rainforest merupakan areal hutan produksi seluas ± 101.355 ha yang ditunjuk sebagai areal restorasi ekosistem melalui Kepmenhut SK. No. 83/Menhut-II/2005. Areal restorasi ini dikelola oleh PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia). Areal ini memiliki luas wilayah yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian Provinsi Jambi dengan luas ± 49.185 ha dan bagian Provinsi Sumatera Selatan dengan luas ± 52.170 ha (REKI, 2009). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61/Menhut-II/2008 Bab I Ketentuan Umum pada pasal 1 bahwa restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah dan air) pada suatu kawasan dengan jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Hutan dataran rendah Sumatera ini dipilih untuk di restorasi dengan dasar pertimbangan bahwa selama ini areal inilah yang paling mudah dimanfaatkan untuk pemukiman, industri, perkebunan, hutan tanaman dan pertanian masyarakat yang sangat merusak hutan.

Di dalam dan sekitar areal Harapan Rainforest terdapat beberapa desa. Tiga diantaranya yaitu Desa Bungku dan Desa Tanjung Sari yang berada di Provinsi Jambi serta Desa Sako Suban yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Keberadaan masyarakat tersebut sudah sejak lama ada sebelum kawasan hutan ditetapkan sebagai areal restorasi ekosistem. Dalam rangka menerapkan pola pengelolaan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup masyarakat setempat, maka diperlukan persepsi dari masyarakat tersebut terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang merupakan kegiatan utama dari pihak PT REKI. Persepsi masyarakat diperlukan karena menurut Surata (1993) dalam Widawari (1994), persepsi sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Seseorang yang mempunyai persepsi yang benar terhadap lingkungan, kemungkinan besar orang tersebut akan berperilaku positif terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan.


(17)

Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat yang berada di dalam maupun di sekitar areal Harapan Rainforest, yaitu masyarakat Batin Sembilan, Sako Suban dan Tanjung Sari. Masyarakat tersebut terpilih sebagai objek penelitian karena desa yang merupakan tempat tinggal masyarakat tersebut direncanakan sebagai pusat pembibitan oleh pihak PT REKI.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan :

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang merupakan sistem baru dalam pengelolaan hutan produksi?

2. Apakah dengan adanya perbedaan pengetahuan dan pengalaman maka terdapat pula perbedaan persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem?

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dan rekomendasi bagi pengelola terkait dengan pengelolaan Harapan Rainforest.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

Persepsi adalah pandangan seseorang atau banyak orang terhadap hal atau peristiwa yang didapatkan atau diterima. Persepsi juga diartikan sebagai proses diletakkannya suatu hal oleh seseorang melalui panca indera yang dimilikinya (Salim dan Salim 1991, diacu dalam Gunawan 1999), sedangkan Kartini (1984) dalam Mauludin (1994) mengatakan bahwa persepsi merupakan pandangan, pengamatan, pengertian, dan interpretasi seseorang terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan kepadanya sehingga dapat menentukan tindakannya.

Mar’at (1981) dalam Zulfarina (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuannya. Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (1999) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut, yaitu penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Adapun alat untuk memahaminya yaitu kesadaran kognisi.

Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi ini. Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) menyatakan bahwa pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting. Pengalaman diasumsikan dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa. Gandadiputera (1983) dalam Illahi (2000) mengatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, budaya, dan pendidikan. Pengetahuan hasil proses belajar sebelumnya, aktivitas dan pendalaman individu mempengaruhi persepsinya terhadap sesuatu atau stimulus yang diharapkan.

Muchtar (1998) dalam Arifin (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu objek atau peristiwa yang


(19)

diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dan lingkungannya. Hal ini yang membuat seseorang dapat menentukan tindakannya.

Surata (1993) dalam Widawari (1994) mengatakan bahwa persepsi sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Seseorang yang mempunyai persepsi yang benar terhadap lingkungan, kemungkinan besar orang tersebut akan berperilaku positif terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan. Karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi menurut Osley (1972) dalam Sadli (1976) dalam Junianto (2007) adalah :

1. Faktor ciri khas dari objek stimulus yang terdiri dari nilai, arti, familiaritas, dan intensitas.

2. Faktor pribadi, termasuk didalamnya ciri khas individu seperti tingkat kecerdasan, minat, dan emosinya.

3. Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain dapat memberi arahan sesuatu tingkah laku yang sesuai.

4. Faktor perbedaan latar belakang kultural.

Menurut Muhadjir (1992), ekspresi mengenal orang lain merupakan studi awal tentang persepsi. Bender dan Hastorf dalam Muhadjir (1992), menemukan bahwa mempersepsi orang pada segi yang mirip dengan dirinya memiliki derajat ketepatan yang lebih tinggi. Berbagai hasil studi tentang ketepatan mempersepsi dapat dikemukakan, antara lain :

1. Persepsi menjadi lebih tepat bila tingkah laku yang relevan tampil dan fokus pemersepsi memang memfokus ke ciri yang relevan tersebut;

2. Tidak ada bukti tentang adanya kemampuan dasar untuk menjadi pemersepsi yang baik;

3. Sementara orang lebih mudah memberi persepsi, sedangkan orang lain lebih sulit; dan

4. Mengenal lebih singkat mereduksi ketepatan mempersepsi.

Persepsi pada satu sisi dikenal sebagai ekspresi pendapat yang mungkin dipengaruhi situasi, budaya dan intelegensi. Persepsi dapat diekspresikan berbeda dengan mempertimbangkan lingkungan sosial. Keragaman persepsi dipengaruhi


(20)

oleh usia, rentang perhatian orang, kebutuhan dan pandangan hidup. Pada tahun 1986, skala jenjang persepsi dimodifikasi dari dimensi senang-tak senang dan dimensi menerima-menolak disederhanakan menjadi setuju-tak setuju (Muhadjir, 1992).

2.2 Restorasi

Restorasi menurut kamus bahasa indonesia (1983) adalah pengembalian atau pemulihan pada keadaan semula. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61/Menhut-II/2008 Bab I Ketentuan Umum pada pasal 1 bahwa restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah dan air) pada suatu kawasan dengan jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya (Departemen Kehutanan, 2008).

Restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan kondisi hutan yang saat ini sudah rusak ke kondisi ekosistem awalnya dengan tujuan memperoleh kembali keanekaragaman hayati (REKI, 2007). Proses pemulihan atau pengembalian kondisi hutan dilakukan melalui penanaman, pengayaan, permudaan alam dan atau pengamanan ekosistem. Menurut Shin dan Lee (2001), restorasi berhubungan dengan tiga faktor manfaat bumi, yaitu faktor ekologi, faktor ekonomi dan faktor sosial.


(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Harapan Rainforest merupakan kawasan hutan produksi dengan sistem pengelolaan secara restorasi ekosistem. Sistem pengelolaan yang dimiliki oleh pihak PT REKI merupakan sistem pengelolaan yang berbeda dengan sistem pengelolaan yang dimiliki pengelola hutan produksi sebelumnya. Adanya interaksi masyarakat baik di dalam maupun di sekitar kawasan hutan produksi dengan pengelola hutan produksi sebelumnya menimbulkan persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pihak PT REKI. Timbulnya suatu persepsi dari masyarakat dikarenakan adanya perubahan sistem pengelolaan serta peraturan yang berlaku terutama yang berhubungan dengan masyarakat.

Pengelolaan Harapan Rainforest secara restorasi ekosistem diharapkan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dan kerja sama antara pihak pengelola dengan masyarakat. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem dipandang penting untuk diketahui. Persepsi yang digali dari masyarakat, yaitu persepsi terhadap manfaat restorasi ekosistem yang dapat diperoleh masyarakat. Menurut Shin dan Lee (2001), restorasi berhubungan dengan tiga faktor manfaat bumi, yaitu faktor ekologi, faktor ekonomi dan faktor sosial. Persepsi yang diberikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat karena menurut Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting. Gambar 1 merupakan bagan alir kerangka pemikiran yang digambarkan untuk mempermudah dalam pemahaman.


(22)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian.

3.2 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini persepsi yang digali dari masyarakat, yaitu : a. Persepsi terhadap manfaat ekologi dari restorasi

Pengukuran dilakukan terhadap fungsi hutan, kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest oleh PT REKI dan peran masyarakat dalam upaya pelestarian hutan.

b. Persepsi terhadap manfaat ekonomi dari restorasi

Pengukuran dilakukan terhadap dampak kerusakan hutan pada kehidupan ekonomi masyarakat dan kegiatan restorasi ekosistem oleh PT REKI yang melibatkan masyarakat.

c. Persepsi terhadap manfaat sosial dari restorasi

Pengukuran dilakukan terhadap pertanyaan positif dan negatif mengenai kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh PT REKI.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa, yaitu Desa Bungku (Simpang Macan dan KM 35) yang merupakan pemukiman bagi masyarakat Batin Sembilan, Desa Tanjung Sari dan Desa Sako Suban selama dua bulan mulai tanggal 3 Januari – 24 Februari 2010.

Harapan Rainforest

Masyarakat

Perubahan Sistem

Pengelolaan dan

Peraturan

RESTORASI EKOSISTEM

PERSEPSI

Manfaat Restorasi Ekosistem :

1. Ekologi

2. Ekonomi

3. Sosial

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi :

1. Pengetahuan masyarakat


(23)

3.4 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

a. Kuesioner : untuk mengetahui persepsi masyarakat sehingga dapat diukur dan dihitung menggunakan skala likert.

b. Panduan wawancara : untuk mengetahui pengelolaan kawasan serta program kerja yang dilakukan unit pengelola yang berkaitan dengan masyarakat.

c. Kamera digital : untuk mendokumentasikan hasil penelitian. d. Recorder : untuk merekam hasil wawancara.

e. Alat tulis : untuk mencatat hasil penggalian data di lapangan.

3.5 Metode Penelitian 3.5.1 Responden

Pada penelitian ini jumlah responden yang mewakili masyarakat Batin Sembilan, Sako Suban dan Tanjung Sari berbeda-beda. Masyarakat Batin Sembilan diwakili oleh 30 orang responden, masyarakat Sako Suban diwakili oleh 45 orang responden dan masyarakat Tanjung Sari diwakili oleh 14 orang responden. Perbedaan jumlah responden tersebut dikarenakan beberapa alasan yang terkait dengan karakteristik masyarakat, kondisi alam yang kurang mendukung, serta peristiwa yang tidak terduga seperti konflik.

3.5.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode :

1. Studi literatur : pengumpulan data melalui buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Wawancara terstruktur : berupa penyebaran kuesioner dimaksudkan untuk membantu dalam menggali informasi mengenai persepsi dan kondisi sosial ekonomi responden.

3. Wawancara tidak terstruktur : cara pengambilan data penunjang melalui pembicaraan langsung atau tatap muka secara langsung antara peneliti dengan responden dan peneliti dengan pihak pengelola. Pihak pengelola yaitu Direktur Unit Manajemen Harapan Rainforest, Pengembangan


(24)

Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, serta Direktur Perencanaan Kawasan.

4. Observasi : pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan melalui observasi lapangan meliputi karakteristik masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar areal Harapan Rainforest serta kondisi lokasi.

3.5.3 Jenis Data

Jenis data yang diambil dan dikumpulkan terdiri dari data pokok dan data penunjang. Data pokok merupakan data yang diperoleh melalui wawancara terstruktur (penyebaran kuesioner) dan pengamatan langsung di lapangan (observasi). Data penunjang merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur dan wawancara tidak terstruktur. Tabel 1 menjelaskan tentang data-data yang dikumpulkan selama penelitian.

Tabel 1 Data yang dikumpulkan

Jenis Data Sumber Data Metode

Pengumpulan Data Data Pokok

Karakteristik responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah pendapatan)

Persepsi responden terhadap kegiatan restorasi ekosistem

Masyarakat Batin Sembilan, Tanjung Sari dan Sako Suban selaku responden dari desa yang telah ditentukan Wawancara terstruktur (kuesioner) Observasi lapang Data Penunjang

Kondisi umum hutan Harapan Rainforest Desa di dalam dan sekitar areal Haarapan Rainforest

Rencana Kerja Umum (RKU) PT. REKI dan Dokumen Teknis PT. REKI

Pengelola PT REKI

Studi literatur Wawancara tidak terstruktur

3.5.4 Analisis Data

Tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem dianalisis menggunakan skala likert. Skala likert digunakan dalam mengukur hasil penyebaran kuesioner. Kuesioner yang diberikan berupa pertanyaan tertutup, yaitu dengan diberikan pilihan jawaban atau tingkat persepsi yang telah disediakan berdasarkan skala likert (Tabel 2).


(25)

Tabel 2 Tingkat Persepsi Menurut Skala Likert

No. Nilai Skor Tingkat Persepsi

1. 5 Sangat setuju

2. 4 Setuju

3. 3 Cukup setuju

4. 2 Tidak setuju

5. 1 Sangat tidak setuju

Skoring tersebut berlaku untuk pertanyaan positif, sedangkan untuk pertanyaan negatif berlaku kebalikannya. Skor yang diperoleh untuk masing-masing tingkat persepsi pada setiap pertanyaan, kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan secara geometrik dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007. Rata-rata geometrik ini digunakan untuk melihat kecenderungan dari tingkat persepsi responden terhadap kegiatan restorasi ekosistem. Selanjutnya, nilai rata-rata yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif. Selain data dari hasil wawancara terstruktur (kuesioner), data lain yang diperoleh dari hasil wawancara tidak terstruktur, pengamatan di lapangan (observasi) dan hasil studi literature dianalisis secara deskriptif.


(26)

BAB IV

KONDISI UMUM LAPANGAN

4.1 Sejarah dan Dasar Hukum

Kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas di Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan ditunjuk untuk dijadikan sebagai lokasi kegiatan restorasi ekosistem di kawasan hutan produksi seluas ±101.355 ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/Menhut-II/2005. PT REKI diberikan hak untuk mengelola areal IUPHHK kegiatan restorasi ekosistem pada kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas seluas ± 52.170 ha di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan sisa dari luasan total yaitu ± 49.185 ha pada kelompok hutan Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 293/Menhut-II/2007 (REKI 2009).

Kawasan hutan PT REKI merupakan eks. areal HPH PT Asialog seluas ± 40.705 ha dan eks. areal HPH PT INHUTANI V seluas ± 8.480 ha, keseluruhannya berada di dalam administrasi pemerintahan Provinsi Jambi. Model pengelolaan dengan restorasi ekosistem dan pemberian izin terhadap PT REKI merupakan yang pertama di Indonesia (REKI 2008; REKI 2009).

Model pengelolaan hutan dengan restorasi ekosistem ini merupakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan alam. Model pengelolaan hutan sebelumnya hanya berorientasi pada pengambilan kayu (HPH) dan penanaman hutan monokultur (HTI). Kegiatan restorasi ekosistem PT REKI mengikuti paradigma pengelolaan hutan berbasis ekosistem untuk perbaikan lingkungan dan pelestarian tumbuhan dan satwaliar (REKI, 2009).

Kelompok hutan di areal Harapan Rainforest dibagi menjadi tiga kelompok (tipologi) yaitu tipologi 1 sebagai hutan tidak produktif dengan luas 16.260 ha (33,08%), tipologi 2 sebagai hutan kurang produktif dengan luas 10.250 ha (20,84%) dan tipologi 3 sebagai hutan produktif dengan luas 22.666 ha (46,08%) (REKI 2008; REKI 2009).

Areal yang dijadikan sebagai prioritas restorasi ekosistem yaitu lokasi yang masih memiliki peluang untuk diperbaiki kondisi keanekaragaman hayatinya dalam skala lanskap dan mempunyai nilai konservasi tinggi atau high


(27)

conservation value (HCV), lokasi yang mengalami degradasi, serta lokasi yang berpotensi mendukung perbaikan kesejahteraan masyarakat yaitu masih mengandung nilai sosial dan peluang ekonomi tinggi (REKI 2008; REKI 2009).

Pembagian areal lahan restorasi ekosistem di Harapan Rainforest yaitu kawasan bernilai konservasi tinggi atau disebut kawasan habitat inti (KHI), kawasan perlindungan ekosistem seperti sempadan sungai dan areal curam, kawasan koridor satwa di Sub-DAS Meranti dan Sub-DAS Lalan, petak ukur permanen (PUP), kawasan penyangga (buffer zone) dan kawasan pertanian lahan kering curam (PLKC) (REKI 2008; REKI 2009).

4.2 Letak dan Luas Kawasan

Kawasan restorasi ekosistem Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak di antara 103º27’00”-103º7’54” BT dan 02º23’51”-02º07’00” LS dengan luas areal restorasi ±52.170 ha. Batas areal kerja dari kawasan ini, yaitu sebelah Utara, Timur, dan Barat berbatasan dengan eks. HPH PT Asialog sedangkan pada sebelah Selatan berbatasan dengan eks. HPH PT INHUTANI V. Kawasan hutan ini termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kecamatan Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan termasuk dalam wilayah administrasi kehutanan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Kawasan restorasi ini termasuk dalam kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas dengan ketinggian tempat 30-70 mdpl (REKI, 2009).

Kawasan IUPHHK restorasi ekosistem di Provinsi Jambi secara geografis terletak di antara 103º7’48”-103º27’36” BT dan 2º2’24”-2º20’24” LS dengan luas areal restorasi ±49.185 ha. Batas areal kerja dari kawasan hutan ini, yaitu :

Sebelah Utara : Kawasan hutan produksi dan perkebunan kelapa sawit PT Asiatic Persada

Sebelah Timur : Perkebunan PT Bangun Desa Utama, PIR Sungai Bahar dan HPHTI PT Bumi Persada Permai

Sebelah Selatan : IUPHHK Restorasi Ekosistem PT REKI

Sebelah Barat : HPHTI PT Sam Hutani dan Eks. HPH PT INHUTANI V (REKI, 2009).


(28)

Kawasan ini termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi dan termasuk dalam wilayah administrasi kehutanan Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun. Kawasan ini merupakan kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan dengan ketinggian tempat 30-120 mdpl. Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub- DAS yang terdapat di kawasan ini, yaitu Sub-DAS Meranti, Sub-DAS Kapas, Sub-DAS Kandang, dan Sub-DAS Lalan (REKI, 2009). Peta lokasi Harapan Rainforest dan peta kerja Harapan Rainforest ditampilkan pada Gambar 2.

(a)

(b)

Gambar 2 Harapan Rainforest a) Peta Lokasi dan b) Peta Kerja.

Sumber: Harapan Rainforest

4.3 Topografi

Berdasarkan hasil analisis kelerengan pada Peta Garis Bentuk dan pengamatan di lapangan bahwa areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan sebagian besar bertopografi datar sekitar 89%, sisanya sedikit curam dan sangat curam (REKI, 2009). Kawasan yang merupakan areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi diketahui bahwa areal ini merupakan lahan kering yang didominasi oleh lapangan yang bertopografi datar sampai agak curam dengan


(29)

ketinggian tempat antara 30-120 mdpl (REKI, 2008). Tabel 3 menjelaskan tentang penyebaran kelas lereng di areal restorasi.

Tabel 3 Penyebaran Kelas Lereng di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi

Kelas Lereng Uraian Provinsi

Sumatera Selatan

Provinsi Jambi

Luas (ha) Luas (ha)

A (0-8%) Datar 46.242 41.507

B (8-15%) Landai 5.928 6.111

C (15-25%) Agak Curam - 552

D (25-40%) Curam - 10

E (>40%) Sangat Curam - -

Jumlah 52.170 49.185

4.4 Tanah

Proses pembentukan tanah sangat dipengaruhi oleh faktor topografi, organisme bahan induk dan iklim. Areal restorasi ekosistem memiliki iklim tropika basah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Adanya berbagai faktor pembentukan tanah, maka proses pembentukan jenis tanah menjadi cukup kompleks dan bervariasi. Jenis tanah yang terdapat di dua areal ini sama, yaitu Aluvial, Latosol, Planosol dan Podsolik merah kuning, namun setiap jenis tanah di setiap areal memiliki persentase luas yang berbeda. Tabel 4 menggambarkan luas jenis tanah di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi (REKI, 2008; 2009).

Tabel 4 Luas Jenis Tanah di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi

Jenis Tanah Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Jambi

Luas Luas

Hektar % Hektar %

Aluvial 4.927 10 2.598 5,28

Latosol 8.853 17 17.646 34,88

Planosol 18.988 36 13.273 26,99

Podsolik Merah Kuning 19.402 37 15.668 31,80

Total 52.170 100 49.185 100

Sumber : Peta Satuan Lahan dan Tanah Skala 1:250.000 (REKI, 2008; 2009).

Tanah Aluvial terdapat pada lahan yang sering mengalami banjir sehingga merupakan tanah muda yang dicirikan dengan tiadanya diferensiasi horizon. Sifat tanah Aluvial dipengaruhi langsung oleh sumber bahan asal sehingga


(30)

kesuburannya ditentukan oleh sifat bahan asalnya. Kebanyakan tanah Aluvial mengandung cukup banyak hara, sehingga dianggap tanah yang subur tetapi mempunyai faktor pembatas kondisi drainase. Tanah Latosol merupakan tanah dengan ciri morfologi yang umum, yaitu tekstur liat sampai lempung, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Tanah Planosol merupakan endapan lempung dari laut dengan solum dangkal, berwarna kelabu sampai kuning, tekstur horizon A liat, horizon C lempung, struktur pejal dan pH berkisar dari 6,5 sampai 8. Tanah Podsolik merah kuning mempunyai lapisan tanah permukaan yang sudah sangat tercuci, berwarna kelabu cerah sampai kekuningan di atas horizon akumulasi yang bertekstur relatif berat berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah. Kandungan bahan organik, kejenuhan basa, dan pH rendah (pH 4,2-4,8). Oleh karena itu, kesuburan tanah Podsolik merah kuning termasuk rendah dan jenis tanah ini juga mudah tererosi (REKI, 2009).

4.5 Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bangko skala 1:250.000 tahun 1984 di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan maupun di Provinsi Jambi terdapat tiga formasi geologi, sebagai berikut:

Air Benakat (Tma) : mengandung perselingan batu lempung dan batu pasir dengan sisipan konglomerat gampingan, batu lanau, napal dan batu bara. Di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan formasi ini letaknya memanjang di bagian Tengah dan bagian Utara, sedangkan di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi terletak di sebagian wilayah bagian Barat Laut dan Timur Laut.

Kasai (QTk) : terbentuk dari tufa, tufa berbatu apung dengan sisipan batu pasir, tufaan dan batu lempung tufaan. Di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan formasi ini terletak di wilayah bagian Barat dan sedikit di Utara, sedangkan di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi terletak di bagian Barat dan Timur dengan lereng datar.

Muaraenim (Tmpm) : terdiri dari batu pasir dengan selingan batu pasir tufaan dan batu lempung dengan sisipan batu bara dan bahan gunung api.


(31)

Di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan, formasi ini menempati wilayah paling luas terutama di sebelah selatan, sedangkan di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi formasi ini terhampar merata dan dominan hampir di sebagian besar areal restorasi.

Secara rinci, penyebaran formasi geologi di kedua areal tersebut disajikan pada tabel. Tabel 5 menggambarkan penyebaran formasi geologi di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi.

Tabel 5 Penyebaran Formasi Geologi di Areal Restorasi Ekosistem di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi

Formasi Geologi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Jambi

Luas (Ha) Luas (Ha)

Formasi Air Bekanat (Tma) 8.853 10.791

Formasi Kasai (Qtk) 4.926 12.301

Formasi Muaraenim (Tmpm) 38.391 26.093

Total 52.170 49.185

4.6 Lahan

Berdasarkan Peta Land System and Land Suitability (Bakosurtanal, 1989 diacu dalam REKI, 2009) terdapat dua sistem lahan, yaitu Sistem Lahan Muara Beliti (MBI) dan Sistem Lahan Sungai Aur (SAR). Sistem lahan SAR mendominasi areal restorasi di Provinsi Sumatera Selatan 69% dari total luas areal yang letaknya memanjang dari Utara ke Selatan di bagian Timur, Tengah dan Barat areal, sedangkan untuk areal restorasi di Provinsi Jambi 58% dari total luas areal yang letaknya di bagian Barat Laut dan Timur.

Karakteristik lahan secara umum berupa daerah datar, bergelombang sampai berbukit, berasal dari batuan tufa sedimen dan memiliki curah hujan yang tinggi. Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan, areal tersebut cocok untuk tipe penggunaan lahan budidaya kehutanan, pertanian, agroforestri, peternakan dan perkebunan (Tabel 6) (REKI, 2009).


(32)

Tabel 6 Sistem Lahan dan Kesesuaian Lahan untuk Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan di Areal Lokasi Restorasi Ekosistem, Provinsi Jambi

No. Sistem

Lahan Kode

Luas (ha)

Kesesuaian Lahan

Sumatera Selatan Jambi

1. Muara Beliti MBI 16.155 21.269

Perumahan, lahan kering, lahan basah, agroforestri, perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, peternakan, HTI, Hutan Alam.

2. Sungai Aur SAR 36.025 27.916

Peternakan, agroforestri, perkebunan karet, kelapa sawit, kopi, HTI, Hutan Alam.

Jumlah 52.170 49.185

Sumber: RKUPHHK PT REKI Tahun 2008 – 2017 (REKI 2009).

4.7 Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan mempunyai tipe iklim A (sangat basah) dengan pola distribusi hujan basah sepanjang tahun dengan nilai Q = 0 (tanpa bulan kering). Nilai Q merupakan perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering (< 60 mm) dan jumlah rata-rata bulan basah (> 100 mm). Curah hujan tahunan sebesar 2.461 mm/tahun dengan rata-rata bulanan 205,1 mm/bulan. Rata-rata curah hujan bulanan berkisar 101-320 mm. Curah hujan tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Agustus, jumlah hari hujan bulanan berkisar 7-8 hari (Juni dan September) sampai 16 hari (Desember) dengan rata-rata 11,5 hari/bulan. Dengan kondisi seperti ini diperlukan adanya antisipasi pengelolaan sungai-sungai dengan baik, sehingga air dapat mengalir dengan baik dan tidak menimbulkan banjir yang berlebihan (REKI, 2009).

Berdasarkan suhu udara yang diamati di Stasiun Meteorologi Musi Banyuasin yang meliputi data suhu rata-rata, kelembaban, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari, menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata di areal restorasi berkisar antara 27,9º C pada bulan Mei dan 26,7º C pada bulan Desember dan Januari. Suhu udara rata-rata sebesar 27,2º C (REKI, 2009).

Sama halnya dengan iklim di areal restorasi ekosistem di Sumatera Selatan, menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi yaitu kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan mempunyai tipe iklim A (sangat basah) dengan pola hujan basah


(33)

terjadi sepanjang tahun dengan nilai Q = 0 (tanpa bulan kering). Nilai Q merupakan perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering (< 60 mm) dan jumlah rata-rata bulan basah (> 100 mm). Curah hujan bulanan per tahun 2.305,5 mm dan hari hujan per tahunn 189,9 hari hujan, dengan demikian intensitas hujan di areal ini yaitu sebesar 12,37 mm, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 274 mm dan bulan November sebesar 255,7 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 80,5 mm (REKI, 2009).

Berdasarkan suhu udara yang diamati di Stasiun Meteorologi Sultan Thaha yang meliputi data suhu rata-rata, kelembaban, dan kecepatan angin, berkisar antara 28,95º C pada bulan Mei dan 24,50º C pada bulan Januari. Suhu udara rata-rata yaitu sebesar 26,23º C (REKI, 2009).

4.8 Hidrologi

Areal hutan restorasi yang terletak di kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas terdapat dua Sub-DAS, yaitu Sub-DAS Meranti dan Sub-DAS Kapas yang mempunyai bentuk aliran sungai seperti bulu burung dengan debit banjir yang kecil serta mempunyai topografi yang relatif landai, maka dengan demikian apabila terjadi banjir biasanya berlangsung agak lama (REKI, 2009).

Areal restorasi ekosistem pada kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan dilalui oleh beberapa sungai, yaitu Sungai Meranti, Sungai Kapas, Sungai Kandang dan Sungai Lalan. Sungai-sungai ini mengalir ke beberapa arah dan tidak terkonsentrasi dalam satu DAS. Arah dari masing-masing sungai yang ada di wilayah ini antara lain Sungai Meranti dan Sungai Kapas yang mengalir ke arah Selatan, Sungai Kandang dan Sungai Lalan mengalir ke arah Timur Laut. Kecepatan aliran sungai umumnya rendah, sehingga daya gerus air terhadap dinding dasar sungai tidak begitu besar. Pada umumnya sungai-sungai yang ada tidak berbatu, warna airnya kekuningan dan sepanjang tepi sungai ditumbuhi semak-semak. Dasar sungai berlumpur dan sedikit berpasir (REKI, 2009).

Sungai-sungai yang terdapat di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi umumnya landai, lebar dan dalam sehingga dapat digunakan sebagai sarana transportasi terutama angkutan kayu. Debit aliran sungai yang terdapat di areal ini


(34)

adalah untuk Sungai Kandang sebesar 4,25 m3/detik, Sungai Lalan sebesar 5,45 m3/detik, Sungai Meranti 2,33 m3/detik dan Sungai Kapas 3,84 m3/detik (REKI, 2009).

Keadaan aliran-aliran sungai di areal ini tergolong masih baik dan berair secara kontinyu, sehingga pada musim kering air masih tersedia. Sungai-sungai di sekitar kawasan permukiman biasanya digunakan untuk keperluan mandi, cuci, kakus dan air minum. Oleh karena itu, manfaat air sangat besar bagi penduduk di daerah ini, maka keberadaan air permukaan terutama yang berasal dari aliran sungai sangat penting dalam menopang keseimbangan ekologis di daerah ini (REKI, 2009). Luas pembagian Sub-DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Luas Pembagian Sub-DAS Areal Kerja PT REKI

No. Sub-DAS

Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Jambi

Luas (ha) Persentase

(%) Luas (ha)

Persentase (%)

1. Sub-DAS Meranti 13.818 26 5.331 10,84

2. Sub-DAS Kapas 38.352 74 5.715 11,62

3. Sub-DAS Kandang - - 12.986 26,40

4. Sub-DAS Lalan - - 25.153 51.14

Jumlah 52.170 100 49.185 100

Sumber: RKUPHHK PT REKI Tahun 2008 – 2017 (REKI 2009).

4.9 Potensi Tumbuhan dan Satwaliar

4.9.1 Tumbuhan

Areal yang terletak di kelompok Sungai Meranti-Sungai Kapas dan kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan pada umumnya merupakan areal hutan sekunder (bekas tebangan). Berdasarkan interpretasi citra landsat TM 2002/2003 (areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan) dan TM 234 jenis tutupan hutan (areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi) dikelompokkan dalam tiga stratifikasi :

 Hutan Sekunder Tinggi, yaitu hutan sekunder yang masih memiliki stratifikasi vegetasi yang lengkap mulai dari tingkat semai (tinggi 0,3-1,5 m), pancang (tinggi >1,5 m dan diameter <10 cm), tiang (diameter 10-20 cm) dan tingkat pohon (diameter >20 cm). Penutupan tajuk berkisar 71-100% dengan rata-rata diameter pohon >20 cm. Pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan hutan ini mencakup luas 10.995 ha


(35)

(21%), sedangkan pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi mencakup luas 22.666 ha (46,08%). Hutan sekunder tinggi berdasarkan massa tegakannya disebut juga hutan produktif.

 Hutan Sekunder Sedang, yaitu hutan peralihan antara hutan sekunder rendah dan tinggi dengan penutupan tajuk berkisar 40-71% dan didominasi oleh struktur vegetasi pada tingkat tiang. Areal ini mencakup luas 16,191 ha (31%) untuk areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan untuk areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi mencakup 10.250 ha (20,84%). Berdasarkan massa tegakannya disebut juga hutan kurang produktif.

 Hutan Sekunder Rendah, hutan sekunder dengan penutupan tajuk < 40%. Pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan mencakup luas 24.984 ha (48%), sedangkan pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi mencakup luas 16.269 ha (33,08%). Hutan ini dapat dikategorikan sebagai hutan yang sangat terdegradasi. Areal ini didominasi semak terutama pada areal bekas terbakar atau hutan dengan struktur vegetasi yang didominasi oleh tingkat pancang (REKI, 2009).

Jenis pohon pada hutan sekunder tinggi didominasi oleh meranti (Shorea spp.), medang (Litsea spp.) dan balam (Palaquium spp.). Jenis pohon pada hutan sekunder sedang didominasi oleh meranti (Shorea spp.), medang (Litsea spp.) dan kempas (Koompassia excelsa). Beberapa jenis pohon yang termasuk jenis dilindungi, diantaranya jelutung (Dyera sp.), Surian (Toona sp.), Meranti damar (Shorea spp.), bulian (Eusideroxylon zwageri) dan tembesu (Fagraea fragrans) (REKI, 2009).

4.9.2 Satwaliar

Informasi mengenai satwaliar diperoleh dari data hasil pengamatan langsung Burung Indonesia tahun 2003 dan wawancara dengan kelompok masyarakat sekitar hutan. Pengamatan dilakukan melalui uji petik pada lokasi-lokasi areal hutan produktif, areal hutan kurang produktif dan areal hutan tidak produktif (REKI, 2008).


(36)

Berdasarkan hasil pengumpulan data dapat dikemukakan bahwa pada kawasan ini terdapat 380 spesies yang terdiri atas 61 spesies kelas mamalia, 269 spesies kelas aves, 31 spesies kelas reptilia dan 19 spesies kelas amfibia. Jumlah spesies yang tergolong dalam spesies endemik atau dilindungi oleh undang-undang terdapat 44 spesies atau 29,33% dari total spesies yang telah berhasil dikumpulkan datanya. Spesies endemik tersebut terdiri atas 20 spesies kelas mamalia, 22 spesies kelas aves dan 2 spesies kelas reptilian (REKI, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, penyebaran spesies endemik atau dilindungi undang-undang, sebagai berikut :

a. Di areal hutan sekunder tinggi terdapat sebanyak 37 spesies yang terdiri atas 18 spesies kelas mamalia, 17 spesies kelas aves dan 2 spesies kelas reptilia;

b. Di areal hutan sekunder sedang sebanyak 29 spesies yang terdiri atas 15 spesies kelas mamalia dan 14 spesies kelas aves; dan

c. Di areal hutan sekunder rendah sebanyak 20 spesies yang terdiri atas 8 spesies kelas mamalia, 11 spesies kelas aves dan 1 spesies kelas reptilian (REKI, 2009).

4.10 Aksesibilitas

Kawasan hutan restorasi di kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas berada di perbatasan Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan sehingga arealnya terdapat pada kedua provinsi tersebut, yaitu kira-kira 19% masuk Provinsi Jambi dan 81% masuk Provinsi Sumatera Selatan. Areal kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas ini bisa dicapai dari arah Jambi atau dari arah Palembang, yaitu ±80 km arah Barat Daya dari Kota Jambi atau ±165 km arah Barat Laut dari Kota Palembang (REKI, 2009).

Perjalanan menuju areal kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas bisa dilakukan melalui jalan darat dari Jambi ke arah Barat Daya menyusuri jalan aspal trans Sumatera menuju ke arah Muara Bulian melewati perkebunan kelapa sawit PTPN VI dengan jarak ± 50 km, kemudian masuk jalan perkebunan kelapa sawit PT Asiatic Persada berupa jalan yang diperkeras sejauh ±35 km dan sampai di base camp KM 35 PT Asialog dengan waktu tempuh sekitar 3 jam dari Jambi.


(37)

Areal kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas juga dapat dicapai melalui jalan eks logging PT Asialog berupa jalan yang tidak diperkeras sejauh kurang dari 10 km. Namun karena sudah lama tidak digunakan, saat ini kondisi jalan sulit untuk bisa dilalui terutama setelah turun hujan (REKI, 2009).

Desa terdekat dari lokasi restorasi berada di bagian selatan, yaitu Desa Sako Suban, Kecamatan Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin. Untuk mencapai Desa Sako Suban, dari arah Palembang dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu :

1. Palembang-Sekayu-Mangun Jaya-Lubuk Bintialo-Sako Suban. Dari Palembang ke Sekayu dan Mangun Jaya melalui jalan aspal dapat ditempuh menggunakan kendaraan umum (bis, travel) dengan waktu tempuh 5-6 jam. Dari Mangun Jaya ke Lubuk Bintialo melalui jalan aspal dan tanah (kondisi rusak) menggunakan angkutan umum pedesaan atau ojeg motor dengan waktu tempuh 1-2 jam. Selanjutnya dari Lubuk Bintialo ke Sako Suban melalui Sungai Batanghari Leko-Sungai Kapas menggunakan perahu/ketek dengan ongkos carter Rp 200.000-Rp 250.000 dengan waktu tempuh 3-4 jam.

2. Palembang-Simpang Gas (arah ke Bayung Lencir dan Jambi)-Lubuk Bintialo-Sako Suban. Dari Palembang ke Simpang Gas melalui jalan aspal trans Sumatera dapat ditempuh menggunakan kendaraan umum (bis, travel) dengan waktu tempuh 5-6 jam. Dari Simpang Gas ke Lubuk Bintialo melalui jalan berbatu dan tanah sepanjang 63 km milik perusahaan minyak PT Conoco Philip menggunakan angkutan umum pedesaan atau ojeg motor dengan waktu tempuh 3 jam. Sementara itu, dari Lubuk Bintialo ke Sako Suban melalui Sungai Batanghari Leko-Sungai Kapas menggunakan perahu/ketek dengan ongkos carter Rp 200.000-Rp 250.000 dengan waktu tempuh 3-4 jam (REKI, 2009).

4.11 Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat 4.11.1 Desa Bungku

Desa Bungku merupakan desa asli yang terbentuk sejak lama. Desa Bungku telah ada sejak zaman Belanda dan desa ini pernah menjadi basis perjuangan rakyat.


(38)

Desa Bungku memiliki 2 (dua) dusun, yaitu Dusun Bungku Indah (dusun lama) dan Dusun Johor Baru (pengembangan pemukiman dusun baru karena adanya transmigrasi) yang terdiri atas 13 Rukun Tetangga (RT) (Dephut, 2007).

Pola pemukiman penduduk termasuk pola pemukiman menyebar dalam bentuk kumpulan-kumpulan kecil yang kemudian dikelola dalam sebuah bentuk Rukun Tetangga (RT). Tipe perumahan masyarakat saat ini telah bercampur antara tipe rumah asli (rumah panggung papan) dan rumah permanen dengan letak rumah yang tidak terlalu jauh. Pekerjaan utama masyarakat desa umumnya adalah petani, khususnya petani perkebunan karet (Dephut, 2007).

Desa ini termasuk ke dalam Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari. Secara goegrafis pusat desa terletak pada posisi 01 54' 32", 5 dan 103 15' 37", 6 dengan topografi relatif datar sedikit bergelombang. Perjalanan menuju Desa Bungku dapat ditempuh melalui jalan darat yang berjarak 30 Km dari pusat kecamatan, 30 Km dari pusat Kabupaten (Muara Bulian) dan sejauh 100 Km dari ibukota Propinsi Jambi. Akses transportasi untuk menuju dan keluar desa ini tidak terlalu sulit, apalagi kondisi jalan telah beraspal sejak dari pusat ibukota kabupaten sampai ke desa. Jalur transportasi dilayani oleh angkutan desa yang beroperasi sejak pagi hingga sore hari. Desa Bungku memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

฀Sebelah Utara dengan Desa Pompa Air ฀Sebelah Selatan dengan PTP Durian Luncuk

฀Sebelah Timur dengan Desa Markanding

฀Sebelah Barat dengan Desa Singkawang/Jebak (Dephut, 2007).

Kelompok masyarakat Batin Sembilan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang keberadaannya secara administrasi termasuk dalam wilayah Desa Bungku dan juga merupakan kawasan hutan Harapan Rainforest (eks PT Asialog) yang ditunjuk sebagai kawasan yang akan dikelola secara restorasi ekosistem sesuai dengan Kepmenhut No. 83 tahun 2005 (REKI, 2009). Kelompok masyarakat Batin Sembilan sangat menggantungkan kehidupannya pada hutan dan sumbewrdayanya. Masyarakat memanfaatkan hutan sebagai tempat tinggal dan juga sebagai sumber penghidupan. Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Batin Sembilan, yaitu tumbuhan dan satwa. Oleh karena itu, masyarakat Batin Sembilan lebih mudah dijumpai di dalam hutan (Gambar 3).


(39)

4.11.2 Sako Suban

Masyarakat Desa Sako Suban adalah masyarakat yang memiliki ikatan dan keterkaitan yang sangat erat dengan sungai dan hutan. Keterkaitan masyarakat dengan sungai ini tidak hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan akan air dan sumber makanan seperti beberapa jenis ikan untuk memenuhi gizi keluarga. Sungai sudah sejak dahulu digunakan oleh masyarakat sebagai alat transportasi dan media untuk mengangkut hasil – hasil perekonomian mereka baik secara subsistem maupun komersil mulai dari hasil pertanian hingga hasil hutan berupa kayu (REKI, 2009). Gambar 4 merupakan gambaran keterikatan masyarakat Sako Suban dengan sungai.

(a)

Sumber : Profil Desa Sako Suban (REKI, 2009)

Gambar 3 Masyarakat Batin Sembilan yang berada di dalam hutan.


(40)

(b) (c)

Gambar 4 Keterikatan masyarakat Sako Suban dengan sungai: (a) Letak Desa Sako Suban di sepanjang Sungai Kapas, (b) Sungai sebagai media transportasi dan (c) Sungai untuk aktivitas rutin sehari-hari (seperti mandi, mencuci, dll).

Selain sungai, hutan merupakan salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat Desa Sako Suban. Hutan dianggap bukan hanya sebagai sumber untuk mendapatkan hewan – hewan buruan, namun hutan juga menyediakan beberapa jenis tumbuh – tumbuhan sebagai bahan ramuan obat-obatan (hasil hutan bukan kayu) dan lahan yang memadai bagi masyarakat untuk bercocok tanam. Hingga saat ini, hanya sebagian kecil saja masyarakat yang memanfaatkan HHBK dan hewan buruan, untuk pola hidup subsistemnya. Masyarakat lebih banyak memanfaatkan kayu (bebalok) dan menyadap karet untuk menunjang perekonomian (REKI, 2009).

Sebagian masyarakat masih ada yang melakukan perburuan liar, namun frekuensinya tidak terlalu tinggi. Alat yang umum digunakan adalah jerat dan senapan. Hasil buruan biasanya dikonsumsi sendiri atau dijual ke tetangga. Satwa yang biasanya diburu antara lain rusa, kijang, trenggiling, labi-labi dan burung (REKI, 2009).

Sementara itu untuk pemanfaatan HHBK masih dalam taraf pemenuhan kebutuhan subsistem saja, meskipun cukup banyak rotan dan bambu, masyarakat tidak memanfaatkan secara intensif. Sebagian ibu-ibu di desa masih memanfaatkan HHBK dari kebun mereka seperti daun nipah (sejenis daun pandan) untuk membuat daun tikar (lapik). Mata pencaharian utama sebagian


(41)

warga Sako Suban adalah petani karet. Semua rumah tangga di desa Sako Suban mempunyai kebun karet, baik yang telah disadap maupun yang belum. Rata-rata setiap rumah tangga memiliki kebun karet antara 2-10 hektar (REKI, 2009).

Sejarah perkembangan masyarakat Desa Sako Suban mencatat bahwa masyarakat memiliki interaksi yang cukup tinggi dengan sumber daya hutan. Interaksi ini telah menciptakan sebuah pola budaya tersendiri dalam bentuk adaptasi dengan alam yang harmonis serta kearifan lokal mereka dalam mengelola hutan untuk memenuhi kebutuhan subsistemnya. Hasil adaptasi dengan hutan itu juga telah merasuk ke dalam struktur sosio-kultural masyarakat desa (REKI, 2009).

Seperti umumnya masyarakat adat yang ada di pulau Sumatera, masyarakat Desa Sako Suban memiliki latar belakang sejarah sebagai petani peladang berpindah. Hal ini merupakan hasil adaptasi paling baik dan paling rasional masyarakat dapat dipahami dalam konteks keseimbangan yang mereka bangun dari keterbatasan tenaga kerja dan sumberdaya alam yang tersedia. Pilihan sebagai peladang adalah tindakan yang paling rasional dalam arti perilaku ekonomi mereka efisien dan efektif dalam konteks sosial-ekonomi masyarakat. Hal ini terbukti bahwa mereka dapat menciptakan kelestarian sistem sosial-ekonominya untuk kurun waktu yang cukup panjang (REKI, 2009).

Beberapa areal perladangan masyarakat Desa Sako Suban umumnya berada di sekitar bantaran Sungai Kapas yang membentang dari hulu ke hiir sungai. Biasanya pola perladangan dimulai dengan persiapan lahan yaitu dengan menebang dan menebas (slash). Kemudian beberapa ranting dan semak belukar tersebut dibiarkan kering terlebih dahulu. Biasanya proses ini dilakukan pada musim panas (sekitar bulan Maret-Juli). Semua biomassa tersebut kering, masyarakat menyiapkan sekat bakar untuk mencegah api merambat dan menjalar ke lahan sekitar, baru setelah itu dilakukan proses pembakaran (burn) (REKI, 2009).

Setelah proses pembakaran, biasanya masyarakat membiarkan lahan tersebut kosong terlebih dahulu. Hal ini dapat dipahami dalam logika pertanian , agar beberapa unsur hara yang terkandung dalam biomassa tanaman dapat diserap kembali oleh tanah untuk menambah dan meningkatkan kandungan dan kesuburan


(42)

tanah. Ketika lahan dinilai sudah siap, baru dilakukan proses penanaman. Dari zaman dahulu, masyarakat biasa menanam padi darat untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok mereka. Namun sejak 5 dasawarsa terakhir, masyarakat mulai menanam karet di lahan mereka. Karet yang mereka tanam adalah jenis karet alam (bibit lokal) (REKI, 2009).

Dalam interval masa menunggu panen, biasanya masyarakat mencari lahan baru untuk membuka areal perladangan kembali. Siklus areal perladangan berpindah ini antara 20-30 tahun. Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dan keterbatasan lahan, pola pertanian ladang berpindah ini sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Desa Sako Suban, terlebih lagi sejak masuknya konsesi perusahaan besar dibidang kehutanan (industrial logging) (REKI, 2009).

Walaupun hampir sebagian besar masyarakat telah meninggalkan pola pertanian ladang berpindah, namun mereka belum meninggalkan pola pertanian tradisional slash and burn cultivation. Masyarakat hanya mengandalkan kesuburan alami tanah tanpa adanya introduksi dari pola-pola pertanian modern (intensifikasi dan mekanisasi pertanian) dan penggunaan pupuk dan pestisida. Hingga saat ini hampir sebagian besar masyarakat Desa Sako Suban merupakan petani karet dan sudah sedikit sekali menanam padi darat di rompok mereka. Kebutuhan akan beras biasanya diperoleh dari warung-warung yang ada di desa dari hasil penjualan karet (REKI, 2009).

Sejak tahun 1968 kawasan ini sudah disentuh oleh perusahaan besar kehutanan (industrial logging) berupa HPH. Secara lengkap beberapa HPH yang mengeksploitasi kawasan hutan di sekitar Sungai Kapas dan Sungai Meranti ini yang berdekatan dengan wilayah Desa Sako Suban sebagai berikut : HPH PT Padeco (1968 s/d 1986), HPH PT Niti Remaja (1970 s/d 1989), HPH Inhutani V, juga terdapat banyak HPH skala kecil (IPKTM) yang juga beroperasi di kawasan sekitar hutan desa, seperti PT Sengentar Alam dari Palembang dan PT Akiang dari Jambi yang merupakan bagian dari subkontrak PT Inhutani V (REKI, 2009).

4.11.3 Tanjung Sari

Desa Tanjung Sari adalah salah satu desa yang paling berdekatan dengan kawasan hutan Harapan Rainforest (eks HPH PT Asialog) dan berada di bagian timur


(43)

dari lokasi restorasi ekosistem. Desa ini berada di Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Untuk mencapai Desa Tanjung Sari dapat ditempuh melalui jalan darat yang berjarak 24 Km dari pusat kecamatan, 140 Km dari pusat Kabupaten dan sejauh 110 Km dari ibukota Propinsi Jambi. Akses transportasi untuk menuju dan keluar desa masih jalan tanah, apabila hujan akan sulit untuk dilalui oleh kendaraan bermotor. Jalur transportasi dilayani angkutan umum yang hanya beroperasi satu kali untuk setiap harinya, keluar dari desa menuju kecamatan atau Kota Jambi pada pagi hari dan kembali menuju desa pada sore hari. Desa Tanjung Sari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

฀Sebelah Utara dengan Desa Tri Jaya (Trans Unit 8) ฀Sebelah Selatan dengan Desa Tanjung Lebar

฀Sebelah Timur dengan Desa Adipura Kencana (Trans Unit 20)

฀Sebelah Barat dengan PT Asiatic Persada (Kab. Batang Hari) (Dephut, 2007). Desa Tanjung Sari juga merupakan salah satu desa transmigrasi yang di buka pada tahun 1996, dimana awalnya penduduknya merupakan pindahan dari Pulau Jawa. Desa ini juga dikenal dengan Trans Unit 22 dengan pola perkebunan kelapa sawit. Pada perkembangannya masyarakat Desa Tanjung Sari bertambah dengan banyaknya pendatang yang berasal dari Provinsi Jambi maupun dari luar provinsi. Para pendatang pada umunya beraktifitas di bidang pertanian dan perkebunan, ada yang memulai dengan membeli lahan pertanian dan ada juga yang memulai aktifitas pertaniannya dengan membuka hutan (Dephut, 2007).

Desa Tanjung Sari sebagai desa transmigrasi pola perkebunan, awalnya semua mata pencaharian masyarakatnya adalah pertanian. Pada perkembangannya mata pencaharian masyarakat mulai beragam, mulai dari bidang jasa perdagangan dan juga sektor jasa seperti berdagang, sopir, tukang bangunan, buruh perkebunan, sektor industri kecil maupun sektor kehutanan (Dephut, 2007).

Sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama di Desa Tanjung Sari terlihat sangat menjanjikan dimana tipe atau bentuk-bentuk rumah sebagai tanda desa transmigrasi sudah mulai jarang terlihat, masyarakat sudah mulai membuat bangunan yang lebih bagus dan hampir semua keluarga di Desa Tanjung Sari memiliki kendaraan bermotor baik itu sepeda motor ataupun mobil. Peningkatan taraf kehidupan masyarakat menjadi maju seiring dengan sudah berproduksinya lahan perkebunan kelapa sawit dan pengembangan perkebunan oleh masyarakat juga sudah berproduksi (Dephut, 2007).


(44)

Pola pemukiman pada awalnya tertata dan tersusun rapi sebagai program transmigrasi, namun pada perkembangannya mulai menyebar dan ada juga yang membuat kumpulan-kumpulan pemukiman. Pengelompokan pemukiman di desa terbagi menjadi 4 dusun, yang dikenal dengan nama dusun I sampai dusun IV (Dephut, 2007). Bahasa dan adat istiadat yang digunakan masyarakat desa adalah adat istiadat Melayu Jambi. Agama yang dianut sebagian besar adalah agama islam (REKI, 2008).

Tingkat pendidikan masyarakat desa sudah cukup baik dan sangat bervariasi. Tabel 8 menjelaskan hasil wawancara mengenai jumlah penduduk pada tahun 2010 berdasarkan tingkat pendidikannya.

Tabel 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)

1. SD 1027

2. SMP 553

3. SMA 571

4. D3 15

5. S1 25

Total 2191

Tingkat perekonomian masyarakat Desa Tanjung Sari (unit 22) yang sudah maju terlihat dari pembangunan-pembangunan fisik desa dengan biaya dari masyarakat, yaitu hasil dari berkebun sawit. Desa Tanjung Sari juga sudah memiliki puskesmas pembantu (pustu) untuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat. Gambar 5 merupakan salah satu pembangunan fisik dari hasil biaya masyarakat dan pasar yang terdapat di Desa Tanjung Sari.

(a) (b) Gambar 5 Desa Tanjung Sari (a) Mesjid dan (b) Pasar.


(45)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest

Restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan kondisi hutan yang saat ini sudah rusak ke kondisi ekosistem awalnya dengan tujuan memperoleh kembali keanekaragaman hayati (PT REKI, 2007). Tujuan dari restorasi ekosistem tersebut dapat dicapai dengan melakukan beberapa tahapan dari kegiatan restorasi ekosistem. Berikut tahapan-tahapan kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest :

1. Penataan areal kerja yang dilakukan tiga tahun sebelum penanaman. 2. Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan dua tahun sebelum penanaman. 3. Pembukaan wilayah hutan yang dilakukan satu tahun sebelum penanaman. 4. Pengadaan bibit yang dilakukan satu tahun sebelum penanaman.

5. Penanaman

6. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan satu tahun, dua tahun dan tiga tahun setelah penanaman.

7. Restorasi habitat tumbuhan dan satwa liar dilakukan lima tahun, tujuh tahun dan sembilan tahun setelah penanaman.

8. Pengamanan hutan dilakukan sepanjang tahun. 9. Penelitian dilakukan sepanjang tahun.

Keberhasilan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dapat dicapai dengan adanya dukungan dan kerja sama. Salah satunya yaitu melibatkan masyarakat dalam kegiatan restorasi ekosistem. Pada dasarnya tahapan-tahapan dari kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pihak PT REKI dapat dilakukan bersama masyarakat khususnya dalam hal sebagai tenaga kerja. Secara spesifik beberapa kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat sebagai berikut: 1. Penyediaan bibit tanaman hutan dalam program community nursery;

2. Penanaman dan pemeliharaan tanaman hutan dalam program community nursery; dan


(46)

Selain bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam pelaksanaan kegiatan restorasi ekosistem, pihak PT REKI juga melakukan kerja sama dengan sekolah-sekolah. Bentuk kerja sama yang biasa dilakukan dengan sekolah-sekolah, yaitu melakukan penanaman bersama di lokasi yang telah disiapkan untuk direstorasi (Gambar 6a). Dalam pelaksanaannya, kegiatan penanaman bersama anak-anak sekolah dipadukan dengan kegiatan lainnya, seperti cara pembibitan (Gambar 6b), pengenalan ekosistem (Gambar 6c), pengenalan jenis pohon, pengenalan satwa dan habitatnya (Gambar 6d), serta kegiatan lainnya dalam bentuk permainan (Gambar 6e).

(a) (b)

(c) (d)

(e)


(1)

7.

Apakah ada manfaat restorasi yang saudara rasakan?

a.

Ya

b. Tidak

8.

Manfaat apa yang saudara rasakan dengan dilakukannya kegiatan restorasi

hutan?

9.

Apakah saudara tahu Harapan Rainforest (PT REKI)?

a.

Ya

b. Tidak

10.

Apa yang saudara ketahui tentang Harapan Rainforest (PT REKI)?

11.

Apakah saudara tahu tujuan dari Harapan Rainforest (PT REKI)?

a.

Ya

b. Tidak

12.

Apa tujuan dari Harapan Rainforest (PT REKI) yang saudara ketahui?

III.

Pengalaman (jawab pertanyaan di bawah dengan singkat dan jelas)

1.

Sudah berapa lama saudara tinggal di kawasan atau sekitar kawasan ini?

2.

Apakah di kawasan sekitar saudara terdapat sumberdaya alam yang

melimpah?

3.

Apakah saudara dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di

dalam kawasan hutan ini?

4.

Apa saja yang saudara lakukan dalam memanfaatkan sumberdaya alam

tersebut?

5.

Sudah berapa lama saudara memanfaatkan sumberdaya alam tersebut?

6.

Seberapa pentingnya peran hutan bagi saudara?

7.

Apakah sekarang saudara masih memanfaatkan sumberdaya alam yang

terdapat di dalam hutan?

8.

Bagaimana kondisi kawasan setelah dimanfaatkan sumberdaya alamnya?

9.

Kegiatan apa yang sudah dilakukan oleh pihak PT REKI bersama

masyarakat?

10.

Apakah kegiatan tersebut berlangsung lama dan berkelanjutan?

11.

Apakah masyarakat menerima keberadaan Harapan Rainforest?

12.

Apakah masyarakat menerima segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh

pihak PT REKI, terutama kegiatan yang melibatkan masyarakat secara

langsung?


(2)

IV.

Persepsi (beri tanda ”√” pada kotak yang dipilih)

Keterangan :

STS

: Sangat Tidak Setuju

TS

: Tidak Setuju

CS

: Cukup Setuju

S

: Setuju

SS

: Sangat Setuju

A.

Manfaat Ekologi dari Restorai Ekosistem

No. Pertanyaan Jawaban

STS TS CS S SS

1. Kerusakan hutan menyebabkan tanah menjadi kering dan gersang.

2.

Pemanfaatan secara berlebihan menyebabkan banyak jenis satwaliar dan tumbuhan yang hilang, serta jumlahnya menurun.

3. Kerusakan hutan menyebabkan ketersediaan air menjadi turun, sehingga sulit untuk mendapatkan air.

4. Banyaknya pohon yang ditebang menyebabkan cuaca semakin panas.

5. Banyaknya pohon yang ditebang menyebabkan udara menjadi tidak segar lagi.

6. Banyaknya pohon yang ditebang menyebabkan tanah longsor. 7. Banyaknya pohon yang ditebang menyebabkan bencana

banjir.

8. Kegiatan restorasi dapat mengembalikan kondisi tanah menjadi subur dan tidak kering.

9.

Kegiatan restorasi dapat mengembalikan satwaliar dan tumbuhan yang hilang, serta meningkatkan jumlah satwaliar dan tumbuhan yang masih ada.

10.

Sebelum ada kegiatan restorasi ketersediaan air berkurang, setelah ada kegiatan restorasi ketersediaan air menjadi meningkat.

11. Setelah ada kegiatan restorasi, udara menjadi lebih segar. 12. Setelah ada kegiatan restorasi, cuaca menjadi lebih sejuk. 13. Kegiatan restorasi dapat mencegah bencana tanah longsor. 14. Kegiatan restorasi dapat mencegah bencana banjir. 15. Kelestarian hutan merupakan salah satu tanggung jawab

masyarakat.

16. Dalam pemanfaatan hasil hutan harus ada peraturannya, agar sumberdaya alam tetap terjaga kelestariannya.

17. Restorasi adalah upaya untuk memulihkan atau


(3)

B.

Manfaat Ekonomi dari Restorasi Ekosistem

C.

Manfaat Sosial dari Restorasi Ekosistem

No. Pertanyaan Jawaban

STS TS CS S SS

1. Kegiatan restorasi tidak diterima oleh masyarakat. 2. Kegiatan restorasi tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya

masyarakat di sini.

3. Kegiatan restorasi tidak bermanfaat bagi kehidupan sosial masyarakat di sini.

4. Kegiatan restorasi memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan sosial masyarakat di sini.

5. Kegiatan restorasi bermanfaat bagi kehidupan sosial masyarakat di sini.

6. Kegiatan restorasi sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat di sini.

7. Banyak keuntungan yang diperoleh bagi kehidupan sosial masyarakat dengan adanya kegiatan restorasi di kawasan ini. 8. Kegiatan restorasi merupakan upaya yang baik dilakukan

dalam pemulihan kondisi kawasan.

9. Kegiatan restorasi memberikan dampak yang baik bagi kehidupan sosial masyarakat di sini.

No. Pertanyaan Jawaban

STS TS CS S SS

1. Kerusakan hutan menyebabkan sumbedaya alam yang dapat dimanfaatkan menjadi lebih sedikit.

2. Sedikitnya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan, maka kebutuhan hidup menjadi tidak terpenuhi.

3. Pendapatan ekonomi menjadi berkurang.

4. Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan yang lain selain memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.

5. Kegiatan restorasi dapat meningkatkan jumlah sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan.

6. Adanya kegiatan restorasi, maka kebutuhan menjadi terpenuhi.

7. Dengan adanya kegiatan restorasi, maka dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

8. Masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan restorasi.

9. Dengan adanya kegiatan restorasi, maka tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat.


(4)

Lampiran 2

Tabel 12 Data Pengetahuan Masyarakat

No. Pertanyaan Jawaban

Batin Sembilan (orang) Sako Suban (orang) Tanjung Sari (orang)

1. Apa saudara tahu tentang hutan? - Ya 30 17 10

- Tidak - 28 4

2. Apa manfaat hutan yang dapat saudara rasakan secara langsung?

- Tidak ada manfaat yang dirasakan - 3 5

- Terhindar dari bencana 8 4 9

- Tempat tinggal 12 13 -

- Sumberdaya alam (buah-buahan, satwa dan kayu) 5 4 -

- Sumber mata pencaharian masyarakat 5 12 -

- Dapat dijadikan perkebunan (karet dan sawit) - 9 -

3. Jika hutan mengalami kerusakan, apakah ada kerugian yang saudara rasakan?

- Ya 30 41 11

- Tidak - 4 3

4. Apa kerugian yang saudara rasakan secara langsung?

- Ketersediaan air berkurang 2 4 6

- Lingkungan tidak nyaman (panas, udara tidak segar) 3 2 8

- Hutan gundul 3 7 -

- Kebakaran hutan - 14 -

- Bencana banjir dan erosi - 3 -

- Tidak ada lahan untuk berkebun 4 2 -

- Sulit memperoleh kayu - 6 -

- Sumber pendapatan masyarakat berkurang 9 7 -

- Tidak ada tempat tinggal 9 - -

5. Apa saudara tahu tentang restorasi? (jika jawaban saudara tidak, silakan langsung ke pertanyaan 9)

- Ya 19 8 3

- Tidak 11 37 11

6. Apakah yang saudara ketahui tentang restorasi?

- Pemulihan hutan pada keadaan semula 7 3 -

- Menjaga hutan bersama 7 - -

- Penanaman kembali 5 5 3

7. Apakah ada manfaat restorasi yang saudara rasakan?

- Ya 19 3 -

- Tidak - 5 3

8. Manfaat apa yang saudara rasakan dengan dilakukannya kegiatan restorasi hutan?

- Cukup baik 4 1 -

- Hutan menjadi subur untuk bercocok tanam - - -

- Kelestarian hutan terjaga 7 2 -

- Tidak terjadi bencana 3 - -

- Tidak ada, karena HRF belum melakukan sosialisasi - 4 3

- Meningkatkan perekonomian masyarakat 5 - -

9. Apakah saudara tahu Harapan Rainforest (PT REKI)?

- Ya 16 25 -

- Tidak 14 20 14

10. Apa yang saudara ketahui tentang Harapan Rainforest (PT REKI)?

- PT yang terdapat di kawasan ini 7 8 3

- Tidak tahu 12 8 4

- Pelestarian hutan dan pemanfaatan hutan 6 16 7

- Mencegah hutan gundul 5 7 -

- Pemulihan hutan - 6 -

11. Apakah saudara tahu tujuan dari Harapan Rainforest (PT REKI)?

- Ya 14 3 -

- Tidak 16 42 14

12. Apa tujuan dari PT REKI yang saudara ketahui?

- Tidak tahu 4 7 6

- Menjaga hutan agar tidak rusak dan menjaga satwa yang terdapat di dalamnya

16 20 7


(5)

Lampiran 3

Tabel 13 Data Pengalaman Masyarakat

No. Pertanyaan Jawaban

Batin Sembilan (orang) Sako Suban (orang) Tanjun g Sari (orang) 1. Sudah berapa lama saudara tinggal di

kawasan atau sekitar kawasan ini?

0-10 tahun 3 14 4

>10-20 tahun 7 3 6

>20-30 tahun 11 6 4

>30-40 tahun 5 8 -

>40-50 tahun 4 11 -

>50-60 tahun - 3 -

>60-70 tahun - - -

2. Apakah di kawasan sekitar saudara

terdapat sumberdaya alam yang

melimpah?

- Tidak 2 - 6

- Melimpah 9 26 5

- Tidak tahu 4 8 3

- Sudah berkurang - - -

- Cukup 15 11 -

3. Apakah saudara dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan hutan ini?

- Tidak 6 6 8

- Ya 18 35 4

- Belum 6 4 2

4. Apa saja yang saudara lakukan dalam

memanfaatkan sumberdaya alam

tersebut?

- Membuka lahan untuk berkebun 8 11 7

- Memanfaatkan SDH (air, buah-buahan, rotan, karet dll)

6 9 -

- Menebang kayu 9 7 3

- Menanam sawit 3 10 4

- Berkebun 4 8 -

5. Sudah berapa lama saudara

memanfaatkan sumberdaya alam

tersebut?

- belum pernah - - 3

- 5 tahun terakhir 7 9 -

- 5-10 tahun terakhir 6 4 2

- 10-15 tahun terakhir 11 7 3

- 15-20 tahun terakhir 6 7 6

- 20-25 tahun terakhir - 17 -

- > 25 tahun - 1 -

6. Seberapa pentingnya peran hutan bagi saudara?

- Sangat penting bagi kehidupan 30 45 14

7. Apakah sekarang saudara masih

memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam hutan?

- Ya 28 37 5

- Tidak 2 8 9

8. Bagaimana kondisi kawasan setelah dimanfaatkan sumberdaya alamnya?

- Rusak 8 15 7

- Terdapat perubahan 6 8 -

- Baik/masih utuh 2 3 -

- Biasa saja 5 12 1

- Tidak tahu 9 7 6

9. Kegiatan apa yang sudah dilakukan

oleh pihak PT REKI bersama

masyarakat?

- Tidak ada 2 - 6

- Belum ada 4 41 1

- Tidak tahu 1 - 7

- Musyawarah dan sosialisasi kepada masyarakat 12 4 -

- Bersama-sama menjaga kelestarian hutan 6 - -


(6)

Lanjutan tabel 13

10. Apakah kegiatan tersebut berlangsung lama dan berkelanjutan?

- Berkelanjutan 13 23 3

- Tidak 6 8 3

- Tidak tahu 11 14 8

11. Apakah masyarakat menerima

keberadaan Harapan Rainforest?

- Ya 23 33 2

- Tidak 7 4 6

- Belum tahu, karena belum tahu jelas - 8 6

12. Apakah masyarakat menerima segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pihak PT REKI, terutama kegiatan yang melibatkan masyarakat secara langsung?

- Ya 16 28 7

- Belum tahu 5 7 5