Pengaruh Kawasan Pariwisata Terhadap Kesehatan Karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu

PENGARUH KAWASAN PARIWISATA TERHADAP
KESEHATAN KARANG DI PULAU PARI, KEPULAUAN
SERIBU

Faishal Isra Naufal

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Kawasan
Pariwisata Terhadap Kesehatan Karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Faishal Isra Naufal
NIM C54100075

ii

ABSTRAK
FAISHAL ISRA NAUFAL. Pengaruh Kawasan Pariwisata Terhadap Kesehatan
Karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh BEGINER SUBHAN
dan NEVIATY PUTRI ZAMANI.
Tren berwisata mulai banyak dilakukan oleh para penikmat alam. Indonesia
yang kaya dengan kepulauan menjadi magnet bagi para wisatawan untuk
menyaksikan keindahan bawah lautnya, salah satunya di Kepulauan Seribu.
Kegiatan pariwisata dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang.
Penyakit karang merupakan salah satu penyebab utama dalam penurunan
ekosistem terumbu karang di dunia. Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat

kesehatan karang berdasarkan pengamatan kelimpahan dan prevalensi penyakit
karang serta melihat pengaruh aktivitas pariwisata terhadap kesehatan terumbu
karang. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 - 25 November 2013 dengan
mengambil lokasi Pulau Pari, Kepulauan Seribu tersebar pada 4 stasiun. Metode
yang digunakan adalah metode Belt Transect dengan ukuran 2 x 100 meter dan
Line Intercept Transect (LIT) sepanjang 30 meter dengan tiga kali ulangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, fenomena pemutihan karang (coral
bleaching) lebih banyak ditemukan. Sedangkan penyakit dan gangguan kesehatan
karang lebih banyak ditemukan ulcerative white spots (UWS) dan sediment
damage (SD).
Kata kunci: Pulau Pari, Belt Transect, Line Intercept Transect (LIT), kesehatan
karang, pemutihan karang, penyakit karang.

ABSTRACT
FAISHAL ISRA NAUFAL. The Impact of Tourism Area on Coral Health in Pari
Island, Kepulauan Seribu. Supervised by BEGINER SUBHAN and NEVIATY
PUTRI ZAMANI.
Traveling is become a world-wide trend which has been done by many
nature lovers. Indonesia, which has many islands, becomes a magnet for tourists
to see its underwater beauty. One of these islands is Kepulauan Seribu. Tourism

activity causes several damages to coral reef ecosystems. One of them is coral
disease, which resulted in the degradation of coral reef ecosystems in the world.
This study aims to measure the coral reefs' health rate based on the observation of
the abundance and prevalence of coral disease, and analyze the impact of tourism
activity on coral reefs' health. This study was conducted from 24 to 25 November
2013 in Pari Island, Kepulauan Seribu, with 4 scattered stations. The method
used was the Belt Transect method in the area of 2 x 100 meters, and Line
Intercept Transect ( LIT ) in 30 meters long with three replications. Based on the
result of the research, coral bleaching phenomenon was found in tourism and
non-tourism area. Meanwhile, the most common diseases and health problems in
this area are ulcerative white spots (UWS) and sediment damage (SD).
Keywords: Pari Island, Belt Transect, Line Intercept Transect (LIT), coral health, coral
bleaching, coral disease.

PENGARUH KAWASAN PARIWISATA TERHADAP
KESEHATAN KARANG DI PULAU PARI, KEPULAUAN
SERIBU

FAISHAL ISRA NAUFAL


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iv

Judul Skripsi : Pengaruh Kawasan Pariwisata Terhadap Kesehatan Karang di
Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Nama
: Faishal Isra Naufal
NIM
: C54100075


Disetujui oleh

Beginer Subhan S.Pi, M.Si.
Pembimbing I

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah
kesehatan karang, dengan judul Pengaruh Kawasan Pariwisata Terhadap
Kesehatan Karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terutama
kepada :
1. Bapak Beginer Subhan S.Pi, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
selaku dosen pembimbing dalam penelitian skripsi ini atas segala saran,
bimbingan, dan nasihat selama penelitian berlangsung dan selama penulisan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Dr. Ir. Henry Manik, ST selaku ketua komisi pendidikan dan
seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
3. Wawan Suryawan dan Tini Suhartini, orangtua tercinta dan Muhammad
Ferrel, saudara kandung tercinta atas dukungan dan semangat yang diberikan
kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dean Nurfajriah sebagai teman terdekat yang selalu memberikan motivasi
dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Workshop Scientific Diving (Lab alat) – Hidrobiologi atas peminjaman

peralatan pengambilan data demi kelancaran dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini.
6. M. Royhan dan M. Khoyrul P atas ketersediaannya menjadi mitra
penyelaman dalam pengambilan data.
7. Dikti, bagian dari PKM 2014.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Faishal Isra Naufal

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2


Alat dan Bahan

3

Metode Pengambilan Data

3

Analisis Data

5

Uji Statistika

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Kualitas Air

6

Kondisi Terumbu Karang

7

Kondisi Kesehatan Karang

7

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14


Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

22

x

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Posisi Geografis Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Parameter Kualitas Air
Kategori tutupan karang keras
Data kualitas air
Jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang yang
ditemukan

3
3
3
5
6
8

DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi penelitian
2. Metode pengambilan data line intercept transect (LIT)/transek garis
3. Metode pengambilan data belt transect
4. Presentase tutupan karang berdasarkan stasiun pengamatan di pulau
pari
5. Prevalensi penyakit dan gangguan kesehatan karang di empat stasiun
6. Kelimpahan penyakit dan gangguan kesehatan karang di empat
stasiun
7. Fenomena pemutihan karang (Coral Bleaching)
8. (a) Penyakit karang Ulcerative White Spots (UWS) (b) Gangguan
kesehatan karang Sediment Damage (SD)
9. Prevalensi penyakit dan gangguan kesehatan karang di Pulau Pari

2
4
5
7
9
9
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1. Nilai presentase tutupan karang berdasarkan stasiun pengamatan di
2.
3.
4.
5.
6.

Pulau Pari
Nilai prevalensi dan kelimpahan penyakit dan gangguan kesehatan
karang di kawasan pariwisata Pulau Pari
Nilai prevalensi dan kelimpahan penyakit dan gangguan kesehatan
karang di kawasan non pariwisata Pulau Pari
Jenis-jenis penyakit dan gangguan kesehatan karang
Dokumentasi alat dan bahan
Uji statistik

17
17
18
19
21
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepulauan Seribu merupakan kumpulan pulau-pulau kecil yang terletak di
perairan Teluk Jakarta, yang membentang dari selatan (yang lokasinya dekat
dengan daratan Pulau Jawa). Secara administratif, Kepulauan Seribu masuk
kedalam wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, provinsi DKI Jakarta. Menurut
Tuti (2010), kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pertama kali diteliti
oleh Umbgrove (1928) yang pada sekitar tahun 1920an menjumpai kondisi karang
di Kepulauan Seribu umumnya dalam kondisi baik, meskipun sudah terlihat
adanya pengaruh manusia terutama pada daerah yang dekat dengan pantai.
Seiring berjalannya waktu, tren berwisata mulai banyak dilakukan oleh para
penikmat alam. Indonesia yang kaya dengan kepulauan menjadi magnet bagi para
wisatawan untuk bertandang dan menyaksikan keindahan bawah lautnya, salah
satunya di Kepulauan Seribu. Namun hal itu tidak diimbangi dengan pengetahuan
yang memadai tentang tata cara berwisata yang ramah lingkungan. Sehingga tak
sedikit para wisatawan yang berkontribusi untuk menambah angka kerusakan
lingkungan, khusunya kerusakan terumbu karang. Data dari Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Pulau Seribu tercatat hingga 558908 orang wisatawan datang pada
tahun 2011 dan jumlah tersebut terus meningkat (Kompas, 2013). Hal ini yang
mendasari pemilihan lokasi penelitian di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Kegiatan pariwisata dapat menyebabkan terjadinya degradasi atau
kerusakan ekosistem terumbu karang. Menurut Lamb et al. (2011) penyakit
karang lebih tinggi pada kawasan pariwisata dibandingkan dengan daerah terumbu
karang tanpa kegiatan pariwisata. Tingkat pariwisata di Pulau Pari, Kepulauan
Seribu sangat tinggi. Penyakit karang merupakan salah satu penyebab utama
dalam penurunan ekosistem terumbu karang di dunia (Harvell et al. 2007).
Penyebab penyakit karang sebagian besar masih belum dapat diketahui, namun
dapat diasumsikan bahwa berbagai kegiatan manusia dapat mengubah kondisi
lingkungan pada ekosistem terumbu karang yang memiliki potensi dalam
menurunkan ketahanan karang terhadap infeksi mikrobial atau meningkatkan
virulensi patogen (Lamb et al. 2011). Menurut Burke et al. (2012) tingkat
ancaman terhadap terumbu karang di Indonesia mencapai 95% yang disebabkan
oleh aktivitas manusia.
Karang dapat digolongkan sehat, memutih, terinfeksi penyakit, atau
mengalami gangguan kesehatan. Beeden et al. (2008) memiliki kategori untuk
mengidentifikasi kesehatan karang yaitu Tissue Loss-Predation atau kehilangan
jaringan karena predasi organisme lain, Tissue Loss-non Predation atau
kehilangan jaringan bukan dikarenakan predasi organisme lain, Tissue
Discoloration-White atau perubahan warna jaringan menjadi putih, Tissue
Discoloration-non White atau perubahan warna jaringan menjadi warna selain
putih, Growth anomalies atau pertumbuhan karang yang tidak normal, dan
Compromised Health atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai
faktor.
Penelitan tentang penyakit karang yang telah dilakukan di Pulau Seribu
diantaranya Hoeksema (1991) tentang pemutihan karang pada karang jamur

2

(Fungiidae), Subhan et al. (2010) tentang penyakit yang ditemukan pada terumbu
karang di Pulau Pramuka, Subhan et al. (2011) tentang kesehatan karang
Fungiidae di Pulau Pramuka, dan Johan et al. (2012) tentang penyakit Black Band
Disease pada karang Montipora.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat kesehatan karang berdasarkan
pengamatan kelimpahan dan prevalensi penyakit karang serta melihat pengaruh
aktivitas pariwisata terhadap kesehatan terumbu karang.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 - 25 November 2013 dengan
mengambil lokasi Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Pengamatan dilakukan pada 4
titik penyelaman dimana tersebar di lokasi Area Perlindungan Laut (APL),
Bintang Rama, Barat Laut Pari, dan Utara Pari. Peta lokasi penelitan dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Lokasi peneltian dilakukan di empat stasiun penelitian. Dua lokasi untuk
kawasan pariwisata yaitu stasiun 1 (APL) dan stasiun 2 (Bintang Rama), dua
lokasi untuk kawasan non pariwisata yaitu stasiun 3 (Utara Pari) dan staisun 4
(Barat Laut Pari). Posisi geografis disajikan pada Tabel 1.

3

Pengambilan data dilakukan di empat lokasi yang berbeda dan dibagi
menjadi dua kawasan yaitu kawasan pariwisata dan non pariwisata. Kawasan
pariwisata dibagi menjadi dua stasiun yaitu stasiun 1 (APL) dan 2 (Bintang Rama)
dan kawasan non pariwisata dibagi menjadi dua yaitu stasiun 3 (Utara Pari) dan
(Barat Laut Pari). Keempat lokasi tersebut ditentukan berdasarkan usulan dari
masyarakat sekitar dan literatur yang ada. Berikut posisi geografis lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Posisi Geografis Lokasi Penelitian

Stasiun
Stasiun 1 (APL)
Stasiun 2 (Bintang Rama)
Stasiun 3 (Utara Pari)
Stasiun 4 (Barat Laut Pari)

Koordinat
Bujur
106o 36' 42.1'' BT
106o 34' 59.5'' BT
106o 36' 5.20'' BT
106o 36' 30.4'' BT

Lintang
5o 52' 13.9'' LS
5o 51' 5.40'' LS
5o 50' 54.2'' LS
5o 51' 6.80'' LS

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian adalah Scuba
set, garmin GPS, roll meter, penggaris, kertas newtop/sabak, kamera underwater,
alat tulis, laptop, dan buku indentifikasi karang (coral finder) (Subhan et al. 2015;
Suharsono 2010; Veron 2008). Berikut peralatan yang digunakan disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Nama Alat
Scuba Set
Garmin GPS
Roll meter
Penggaris
Kertas newtop dan sabak
Kamera Underwater
Alat tulis
Laptop
Buku identifikasi karang
(Coral finder)

Spesifikasi
Dacor
Garmin etrex 10
100 meter
30 cm
Ukuran A4, 3 lembar
Canon G10 dan G12
Pencil 2B
Acer
-

Keterangan
Alat bantu pengamatan
Perekam posisi geografis
Media pengukur
Media penulisan
Alat dokumentasi
Alat bantu penulisan
Pengolahan data
Identifikasi data

Metode Pengambilan Data
Pengambilan Kualitas Air
Pengambilan kualitas air dilakukan untuk mengetahui kondisi perairan
yang baik untuk kelangsungan hidup terumbu karang. Variabel kualitas air yang
diukur serta alat dan metode yang digunakan untuk pengukuran penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter Kualitas Air

4

Parameter
Suhu
Salinitas
Oksigen Terlarut (DO)
Derajat Keasaman (pH)

Satuan
o
C
ppt
ppm
-

Alat dan Metode
Termometer Hg
Refraktometer
DO meter (mg/L)
pH meter

Tutupan Karang
Metode yang digunakan dalam pengambilan data tutupan karang adalah
Line Intercept Transect (LIT) atau transek garis. Data yang didapat diantaranya
struktur karang, penutupan karang, dan densitas koloni. Transek garis
menggunakan roll meter yang dibentangkan sepanjang 30 m dengan tiga kali
ulangan pada kedalaman 5 m.

Gambar 2 Metode Pengambilan Data Line Intercept Transect (LIT) atau transek
garis (English et al. 1994)
Prevalensi dan Kelimpahan Penyakit Karang
Metode yang digunakan dalam pengambilan data kesehatan karang adalah
metode Belt Transect. Belt transect adalah metode survey dengan area yang
ditentukan dimana semua karang yang ada di dalam area tersebut dihitung dan
diamati keberadaan penyakitnya. Dengan metode belt transect pun dapat
dilakukan pengukuran penutupan karang, persentasi kematian, dan ukuran koloni.
Keunggulan menggunakan metode belt transect adalah data yang didapat cukup
detail sehingga dapat menghasilkan hasil yang akurat. Pengambilan data
menggunakan belt transect dilakukan satu kali ulangan dengan ukuran 2 x 100
meter. Pada pengambilan data dengan belt transect diamati seluruh karang yang
berada pada area transek tersebut. Pengamatan meliputi identifikasi karang hingga
tingkat genus dan klasifikasi kesehatan karang yang digolongkan menjadi sehat
atau berpenyakit. Jika penyakit terdeteksi pada suatu karang maka dilakukan
identifikasi jenis penyakit karangnya dan untuk mengetahui pengaruh kawasan
pariwisata terhadap kesehatan karang dapat dibandingkan dengan kondisi karang
yang berada pada kawasan pariwisata dan kawasan non pariwisata sehingga dapat
diketahui kondisi terumbu karang di wilayah tersebut dan dampak dari kegiatan
pariwisata itu sendiri.

5

Gambar 3 Metode Pengambilan Data Belt Transect (English et al. 1994)
Analisis Data
Analisis data meliputi perhitungan penutupan karang, prevalensi, dan
kelimpahan penyakit karang dari seluruh area yang diamati. Perhitungan
penutupan karang diketahui dengan persamaan berikut menurut English et al.
(1994).
Panjang kategori tutupan (cm)
Persentase tutupan=
x 100
Panjang transek (cm)
Tabel 4 Kategori tutupan karang keras
No.
1.
2.
3.
4.

Kategori
Sangat Baik
Baik
Sedang
Buruk

Tutupan Karang Keras (%)
75 – 100
50 – 74.9
25 – 49.9
0 – 24.9

Kategori tutupan karang keras (hard coral) menurut Zamani dan Maduppa (2011)
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Menurut Beeden et al. (2008), perhitungan prevalensi penyakit karang dapat
diketahui dengan persamaan berikut.
Prevalensi=

Total koloni yang terkena suatu penyakit (ind)
x 100
Total koloni secara keseluruhan (ind)

Persamaan prevalensi ini digunakan untuk melihat kemerataan penyakit
karang yang terdapat pada familili karang yang ditemukan. Perhitungan
kelimpahan penyakit karang dapat diketahui dengan persamaan berikut (Beeden et
al. 2008).
Kelimpahan=

Total koloni yang terkena suatu penyakit (ind)
Luasan transek (m2 )

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel 2010.

6

Uji Statistika
Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji-t dengan
menggunakan software MiniTab. Uji-t termasuk dalam golongan statistika
parametrik. Statistik uji ini digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji-t dapat
dibagi menjadi 2, yaitu uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 1-sampel
dan uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 2-sampel. Bila dihubungkan
dengan kebebasan (independency) sampel yang digunakan (khusus bagi uji-t
dengan 2-sampel), maka uji-t dibagi lagi menjadi 2, yaitu uji-t untuk sampel bebas
(independent) dan uji-t untuk sampel berpasangan (paired) (Suryono dan
Rejekiningsih 2007). Uji-t yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji-t
untuk sampel bebas.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Air
Parameter yang diambil untuk mengukur kualitas perairan diantaranya
adalah pengukuran suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), dan pH. Pengukuran
kualitas air bertujuan untuk mengetahui apakah perairan Pulau Pari masih cukup
baik untuk pertumbuhan terumbu karang. Kualitas perairan pada ekosistem
terumbu karang di Pulau Pari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Data kualitas air
Stasiun
Parameter
Waktu
Suhu (oC)
Salinitas (ppt)
DO (mg/L)
pH

Pariwisata
2 (Bintang
1 (APL)
Rama)
14:40 WIB
09:45 WIB
32.5
29.9
32
32
5.9
8.2
8.31
8.07

Non Pariwisata
4 (Barat
3 (Utara Pari)
Laut Pari)
12:17 WIB
11:17 WIB
31.4
30.9
30
30
8.9
8.9
8.00
8.18

Berdasarkan data kualitas air yang diukur, suhu perairan di Pulau Pari
berada pada kisaran 29.9 oC hingga 32.5 oC. Menurut Nybakken (1988), terumbu
karang dapat berkembang optimal pada suhu 25 oC hingga 30 oC, namun kisaran
suhu 30 oC hingga 35 oC dapat ditoleransi oleh terumbu karang menurut Castro
dan Huber (2003). Oleh karena itu suhu perairan di Pulau Pari dapat dikatakan
sesuai untuk pertumbuhan terumbu karang. Salinitas yang terukur berkisar antara
30 hingga 32 ppt dan sesuai dengan kisaran toleransi terumbu karang. Kisaran
salinitas optimal untuk pertumbuhan terumbu karang adalah 32 hingga 35 ppt
menurut Nybakken (1988), namun menurut Nontji (1993) kisaran salinitas yang
dapat ditoleransi terumbu karang berkisar 27 hingga 40 ppt. Kandungan oksigen

7

terlarut (DO) yang terukur berkisar antara 5.9 mg/L hingga 8.9 mg/L. Menurut
Effendi (2003), kandungan oksigen terlarut dengan nilai lebih dari 5 mg/L dapat
dikatakan baik untuk organisme laut. Nilai pH yang terukur memiliki kisaran 8.07
hingga 8.31. Menurut Zamani dan Maduppa (2011), kisaran nilai pH yang sesuai
untuk terumbu karang yaitu 7 hingga 8.5, oleh karena itu nilai pH di Pulau Pari
sesuai untuk terumbu karang.
Kondisi Terumbu Karang

Individu (ind)

Persentase karang keras (Hard Coral) berkisar antara 32% hingga 74%
(Gambar 4). Kondisi terumbu karang dapat dikategorikan sedang hingga baik
berdasarkan nilai persentase tersebut. Presentase tutupan karang tersebut disajikan
pada Gambar 4 berikut ini.
80
70
60
50
40
30
20
10
0

ALGAE
ABIOTIK
SC
DC
HC
Stasiun 1 (APL)

Stasiun 2
Stasiun 3 (Utara Stasiun 4 (Barat
(Bintang Rama)
Pari)
Laut Pari)

Gambar 4 Persentase tutupan karang berdasarkan stasiun pengamatan di Pulau
Pari
Stasiun 3 (Utara Pari) merupakan stasiun yang memiliki persentase karang
keras paling tinggi sebesar 74 ± 1 % dan termasuk kategori baik, sedangkan
stasiun 4 (Barat Laut Pari) merupakan stasiun yang memiliki persentase karang
keras paling rendah sebesar 32 ± 4 % dan termasuk kategori sedang. Stasiun 2
(Bintang Rama) termasuk kedalam kategori baik karena memiliki persentase
karang keras sebesar 57 ± 4 %. Stasiun 1 termasuk kedalam kategori sedang
karena memiliki persentase karang keras sebesar 49 ± 7 %. Stasiun 1 dan 2
merupakan salah satu tempat pariwisata di Pulau Pari karena memiliki tutupan
karang yang cukup tinggi.

Kondisi Kesehatan Karang
Berdasarkan Tabel 6 secara keseluruhan ditemukan 14 jenis penyakit dan
gangguan kesehatan karang yang terdiri dari 8 jenis penyakit karang, 1 jenis
pemutihan karang, dan 5 jenis gangguan kesehatan karang. Jumlah total kasus
yang ditemukan di stasiun pariwisata baik penyakit, pemutihan karang, dan
gangguan kesehatan mencapai 241 kasus sedangkan untuk stasiun non-pariwisata
hanya mencapai 115 kasus. Kasus yang paling banyak ditemukan adalah

8

fenomena pemutihan karang atau Coral Bleaching dengan jumlah kasus di stasiun
pariwisata sebanyak 101 kasus dan non pariwisata sebanyak 45 kasus hal ini
dikarenakan pada stasiun non pariwisata jumlah koloni karang yang ditemukan
lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun non pariwisata sehingga jumlah
fenomena pemutihan karang lebih banyak pada stasiun pariwisata dibandingkan
stasiun non pariwisata.
Tabel 6 Jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang yang ditemukan
Penyakit/Gangguan Kesehatan
Atramentous necrosis (AtN)
Black Band Disease (BBD)
Brown Band Disease (BrB)
Skeletal Eroding Band (SEB)
Trematodiasis (Tr)
Ulcerative White Spots (UWS)
White Syndrome (WS)
Yellow Band Disease (YBD)
Bleaching (BL)
Competition (Comp)
Predation (Pred)
Pigmentation Response (PR)
Sediment Damage (SD)
Invertebrate Galls (IG)

Pariwisata
Jumlah
7
15
4
1
3
22
14
5
101
8
12
10
37
2

Non Pariwisata
Jumlah
0
5
3
0
2
14
1
2
45
8
10
7
17
1

Prevalensi
Prevalensi merupakan proporsi koloni karang yang terkena penyakit
dibandingkan dengan total koloni karang. Prevalensi digunakan untuk mengetahui
kemerataan atau seberapa banyak suatu penyakit terjadi pada suatu ekosistem
terumbu karang berdasarkan wilayah penelitian. Prevalensi penyakit dan
gangguan kesehatan karang di empat stasiun terdiri dari stasiun 1 (APL), stasiun 2
(Bintang Rama), stasiun 3 (Utara Pari) dan stasiun 4 (Barat Laut Pari).
Gambar 5 menjelaskan bahwa nilai prevalensi tertinggi ditemukan pada
fenomena pemutihan karang (coral bleaching) sebesar 37.68 ± 2.57 % di stasiun 2,
28.09 ± 1.89 % di stasiun 3, 23.53 ± 1.76 % di stasiun 4 dan 20.50 ± 1.31 % di
stasiun 1. Prevalensi penyakit karang tertinggi ditemukan pada penyakit ulcerative
white spots sebesar 8.24 ± 0.94 % di stasiun 4, 7.87 ± 0.52 % di stasiun 3, 7.25 ±
0.61 % di stasiun 2 dan 5.02 ± 0.2 % di stasiun 1, sedangkan untuk prevalensi
gangguan kesehatan tertinggi ditemukan pada sediment damage sebesar 10.88 ±
0.42 % di stasiun 1, 10.59 ± 1.03 % di stasiun 4, 8.99 ± 0.96 % di stasiun 3 dan
7.97 ± 0.63 % di stasiun 2.

9

Gambar 5 Prevalensi penyakit dan gangguan kesehatan karang di empat stasiun
Kelimpahan
Kelimpahan digunakan untuk mengetahui terjadinya suatu gejala atau
fenomena penyakit karang berdasarkan luasan area penelitian. Kelimpahan jenis
penyakit dan gangguan kesehatan karang di empat stasiun terdiri dari stasiun 1
(APL), stasiun 2 (Bintang Rama), stasiun 3 (Utara Pari) dan stasiun 4 (Barat Laut
Pari). Kelimpahan penyakit dan gangguan kesehatan karang disajikan pada
Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6 Kelimpahan penyakit dan gangguan kesehatan karang di empat stasiun
Gambar di atas menjelaskan bahwa kelimpahan tertinggi ditemukan pada
fenomena pemutihan karang sebesar 0.26 ± 0.03 ind/m2 di stasiun 2, 0.245 ± 0.03

10

ind/m2 di stasiun 1, 0.125 ± 0.01 ind/m2 di stasiun 3 dan 0.1 ± 0.01 ind/m2 di
stasiun 4. Sedangkan kelimpahan penyakit karang tertinggi ditemukan pada jenis
ulcerative white spots sebesar 0.06 ± 0.01 ind/m2 di stasiun 1, 0.05 ± 0.01 ind/m2
di stasiun 2, 0.03 ± 0.006 ind/m2 di stasiun 3 dan 4. Selain itu, kelimpahan
gangguan kesehatan karang tertinggi ditemukan pada jenis sediment damage
sebesar 0.13 ± 0.02 ind/m2 di stasiun 1, 0.05 ± 0.01 ind/m2 di stasiun 2, 0.45 ±
0.006 ind/m2 di stasiun 3 dan 0.04 ± 0.008 ind/m2 di stasiun 4.
Pemutihan karang (menjadi pudar atau berwarna putih salju) terjadi akibat
berbagai tekanan, baik secara alami maupun karena manusia yang menyebabkan
degradasi atau hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang. Dalam
keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai dengan musim
sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya (Brown et al. 1997).
Tekanan penyebab pemutihan karang antara lain tingginya suhu air laut yang tidak
normal, tingginya tingkat sinar ultraviolet, kurangnya cahaya, tingginya tingkat
kekeruhan dan sedimentasi air, kadar garam yang tidak normal dan polusi
Westmacott et al. (2000). Berdasarkan grafik prevalensi dan kelimpahan,
fenomena bleaching atau pemutihan karang merupakan salah satu jenis gangguan
kesehatan pada karang yang paling banyak muncul dibagian APL Pulau Pari dan
Bintang Rama untuk kawasan pariwisata serta dibagian utara Pari dan barat Laut
Pari untuk kawasan non pariwisata.
Raymundo et al. 2008 menggolongkan pemutihan karang (coral bleaching)
kedalam gangguan kesehatan dan bukan penyakit karena dalam pemutihan karang,
jaringan dalam karang tersebut masih ada dan hidup namun hanya kehilangan atau
terdapat penurunan kandungan endosimbiotik alga (zooxanthellae). Kehilangan
alga simbiotik menyebabkan penurunan atau bahkan kehilangan pigmentasi dari
karang tersebut sehingga muncul warna putih. Menurut Johan 2001, penyebab
utama meningkanya penyakit bleaching dikarenakan adanya peningkatan suhu air
laut. Berdasarkan hasil pengukuran suhu yang dilakukan, kisaran suhu yang di
dapat berkisar antara 29.9–32.5 oC. Pada tahun 2011 suhu perairan laut di sekitar
Pulau Pari yang dilakukan oleh Johan et al. 2012 sebesar 29-39 oC. Berdasarkan
hasil tersebut telihat bahwa selama kurun waktu 2 tahun telah terjadinya
peningkatan suhu air laut di kawasan pariwisatan dan non pariwisata di Pulau Pari.
Fenomena pemutihan karang atau coral bleaching yang banyak ditemukan
baik di stasiun pariwisata maupun non pariwisata di Pulau Pari Kepulauan Seribu
diduga disebabkan atau ada kaitannya oleh dampak anomali iklim tahunan salah
satunya adalah ENSO (El Nino And Soutern Oscillation). ENSO merupakan
anomali iklim tahunan yang mempengaruhi pemutihan karang atau coral
bleaching. La Nina merupakan salah satu penyebab coral bleaching karena
fenomena ini menyebabkan kenaikan suhu permukaan laut. Dampak peningkatan
suhu terjadi di sebagian tempat secara ekstrim. Menurut Glynn (1996), coral
bleching banyak terjadi pada saat ENSO namun tidak menutup kemungkinan
bahwa coral bleaching dapat terjadi diluar dari fenomena ENSO.
Pemutihan karang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu memiliki
kelimpahan sebesar 0.1 ind/m2 (Subhan et al. 2011). Tingkat pemutihan karang di
Pulau Pari lebih rendah dibandingkan dengan Pulau Pramuka. Hal ini dapat
disebabkan tekanan lingkungan pada perairan Pulau Pari tidak lebih ekstrim
daripada tekanan lingkungan yang terjadi di Pulau Pramuka. Pemutihan karang
telah ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia, diantaranya Sumatra,

11

Sulawesi, Natuna, Jawa, Bali, Lombok, Papua Barat, Maluku, serta perairan
global yang meliputi perairan Pasifik dan Karibia (Rudi 2012). Dibawah ini
merupakan salah satu contoh fenomena pemutihan karang (coral bleaching).

Gambar 7 Fenomena Pemutihan Karang (Coral Bleaching)
(Ditemukan di stasiun Bintang Rama)
Selain ditemukannya fenomena pemutihan karang (coral bleaching) yang
memiliki nilai prevalensi dan kelimpahan tertinggi, adapula penyakit dan ganguan
kesehatan lainnya yang ditemukan salah satunya adalah ulcrative white spots
(UWS) yang termasuk dalam penyakit karang dan sediment damage (SD) yang
termasuk kedalam gangguan kesehatan karang. ulcrative white spots (UWS)
adalah Penyakit yang ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih pada
permukaan luar karang. Penyakit ini membuat luka kecil berdiameter < 1 cm,
berbentuk bulat telur secara teratur pada permukaan luar karang. Kemudian luka
bintik-bintik putih ini dapat bergabung dan membentuk luka yang lebih besar
lama-kelamaan akan meyebar dari terumbu karang satu ke terumbu karang
lainnya, ulvreative white spots umumnya menyerang pada genus Porites,
Montipora, Favia, Heliopora, dan Acropora (Beeden et al. 2008).
Sediment damage (SD) merupakan gangguan kesehatan karang dimana
terumbu karang tertutup oleh sedimen. Menurut Raymundo et al. (2008) Karang
yang tertutup sedimen telah hilang jaringannya akibat akumulasi sedimen di
permukaan karang, polip, dan jaringan karang serta biasa ditemukan pada perairan
yang keruh. Penyebab terjadinya sedimentasi terhadap terumbu karang ialah
perairan yang keruh, aktivitas pengerukan, dan limpasan (run off) dari daratan
melalui sungai atau secara langsung (Raymundo et al. 2008; Rogers 1990).
Dampak yang diakibatkan oleh tutupan sedimen pada terumbu karang
diantaranya adalah perubahan struktur populasi karang seperti perubahan
frekuensi ukuran, penurunan ukuran rata-rata koloni karang, perubahan bentuk
pertumbuhan, penurunan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup,
menimbulkan kematian karena terkubur, menekan densitas simbiotik alga
(zooxanthellae) dan aktivitas fotosintesis, meningkatkan produksi lendir dan
respirasi, mengurangi reproduksi karang, dan mengakibatkan degradasi karang
(Fabricius 2005; Subhan et al. 2011).

12

Tingkat tutupan sedimentasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian
pada karang dalam beberapa hari saja, sedangkan tingkat tutupan sedimentasi
yang rendah hanya dapat mengakibatkan penurunan hasil fotosintesis pada karang
(Fabricius 2005). Berbagai macam karang memiliki respon masing-masing
terhadap penutupan sedimen yang menimpanya (Rogers 1990). Beberapa spesies
karang dengan jaringan tebal dapat menghilangkan partikel sedimen yang
menutupi dengan cara ekstensi/pelebaran jaringan, produksi lendir, atau
pergerakan silia dan oleh karena beberapa jenis karang itu cukup toleran terhadap
sedimen (Stafford Smith dan Ormond 1992). Gambar 8 merupakan salah satu
contoh terumbu karang yang terkena penyakit dan gangguan kesehatan karang.

(a)

(b)

Gambar 8 (a) Penyakit karang Ulcrative White Spots (UWS) (b) Gangguan
kesehatan karang Sediment Damage (SD) (a. Ditemukan di stasiun
Barat Laut Pari, b. Ditemukan di stasiun APL)

Prevalensi (%)

Gambar 9 merupakan grafik prevalensi penyakit dan gangguan kesehatan
karang di kawasan pariwisata dan non pariwisata Pulau Pari.
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

Pariwisata
Non-Pariwisata

Jenis

Gambar 9 Prevalensi penyakit dan gangguan kesehatan karang di Pulau Pari
Berdasarkan gambar 11 dapat dilihat bahwa prevalensi tertinggi ditemukan
pada fenomena pemutihan karang (coral bleaching) sebesar 29.09 ± 8.59 % untuk
stasiun pariwisata dan 25.81 ± 1.14 % untuk stasiun non-pariwisata. Prevalensi
penyakit karang tertinggi ditemukan pada penyakit Ulcerative White Spots sebesar
6.13 ± 1.11 % untuk stasiun pariwisata dan 8.05 ± 0.09 % untuk stasiun nonpariwisata sedangkan prevalensi penyakit terendah ditemukan pada penyakit

13

Skeletal Eroding Band sebesar 0.21 ± 0.21 % untuk stasiun pariwisata dan tidak
ditemukan pada stasiun non-pariwisata. Prevalensi gangguan kesehatan karang
tertinggi ditemukan pada gejala Sediment Damage sebesar 9.42 ± 1.45 % untuk
stasiun pariwisata dan 9.79 ± 0.4 % untuk stasiun non-pariwisata.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa pada stasiun
pariwisata lebih banyak ditemukan penyakit, pemutihan karang, dan gangguan
kesehatan dibandingkan dengan stasiun non-pariwisata penyebabnya adalah
pencemaran perairan (polusi) , perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim dan
aktivitas fisik manusia. Pencemaran perairan yang terjadi akibat aktivitas
pariwisata contohnya adalah kebiasaan memberi makanan kepada ikan sehingga
menambah masukan nutrien yang berlebih dan dapat meningkatkan penyebaran
dan kerentanan infeksi penyakit karang (Lamb dan Willis 2011). Aktivitas fisik
manusia yang berpotensi merusak karang adalah mematahkan karang pada saat
menyelam, menyentuh karang pada saat menyelam, berdiri dan menginjak tepat
diatas karang pada saat snorkling, bahkan kayuhan kaki katak (fins) dari penyelam
dapat mengakibatkan penyebaran infeksi patogen sehingga karang lebih rentan
terkena penyakit. Hampir 95% terumbu karang di Indonesia terancam oleh
kegiatan manusia setempat dan kegiatan pariwisata, dengan lebih dari 35%
mengalami ancaman tingkat tinggi atau sangat tinggi. Penangkapan berlebihan
dan merusak adalah ancaman paling besar, yang mempengaruhi lebih dari 90%
terumbu karang. Tekanan penangkapan paling tinggi terdapat pada terumbu tepi di
perairan pantai dan di daerah berkepadatan penduduk yang tinggi (Burke et al.
2012).
Setelah dilakukan uji statistik dengan mengunakan uji T (parsial) pada
selang kepercayaan 95% diketahui bahwa nilai p-value 0.777 (prevalensi) dan
0.361 (kelimpahan) lebih besar dari pada nilai α 0.05, sehingga nilai prevalensi
dan kelimpahan penyakit karang pada daerah pariwisata tidak berbeda nyata
dengan daerah non pariwisata, hal ini dikarenakan daerah pariwisata dan non
pariwisata yang diamati di Pulau Pari memiliki lokasi yang tidak jauh berbeda.
Data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pulau Seribu tercatat hingga 558908
orang wisatawan datang pada tahun 2011 dan jumlah tersebut terus meningkat
(Kompas, 2013). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa berbagai aktivitas
manusia seperti kegiatan pariwisata contohnya penyelaman atau snorkling
memiliki dampak terhadap ekosistem terumbu karang itu sendiri namun selain
adanya aktivitas pariwisata adapun kerusakan yang disebabkan oleh adanya
pengaruh dari aktivitas manusia, berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian
diketahui bahwa pada stasiun 4 memliki kerusakan karang yang tinggi
dikarenakan adanya kegiatan galian kabel bawah air yang menyebabkan tingginya
kerusakan karang dilokasi tersebut.
Banyaknya kegiatan manusia baik untuk berwisata atau kegiatan lain
menyebabkan bukan hanya kawasan pariwisata saja yang rusak tetapi kawasan
non pariwisata pun mengalami kerusakan. Sehingga berdasarkan data dan hasil uji
statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kerusakan terumbu karang yang
signifikan antara daerah pariwisata dan non pariwisata.

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kondisi terumbu karang di Pulau Pari dikategorikan sedang hingga baik
dengan tutupan karang keras tertinggi didapatkan pada stasiun 3 dan terendah
didapatkan pada stasiun 4. Terdapat 14 jenis penyakit dan gangguan kesehatan
karang di kawasan pariwisata dan non pariwisata. Fenomena pemutihan karang
(coral bleaching) memiliki nilai prevalensi dan kelimpahan tertinggi, sedangkan
penyakit karang yang memiliki nilai prevalensi dan kelimpahan tertinggi adalah
ulcreative white spots (UWS). Gangguan kesehatan karang memiliki nilai
prevalensi dan kelimpahan tertinggi adalah sediment damage baik di kawasan
pariwisata dan non pariwisata. Tingkat Pengaruh aktivitas pariwisata di Pulau Pari
menyebabkan kerusakan terumbu karang baik di kawasan pariwisata maupun non
pariwisata dikarenakan adanya pengaruh fisik maupun non fisik. Pengaruh fisik
meliputi kegiatan snorkeling, diving dan lain-lain, sedangkan kegiatan non fisik
contohnya terjangkitnya terumbu karang oleh bakteri.

Saran
Diperlukan penelitian lanjutan terkait pengaruh kawasan pariwisata terhadap
kesehatan karang, difokuskan terhadap satu jenis penyakit atau gangguan
kesehatan karang secara periodik berdasarkan musim di suatu lokasi dan
sebaiknya mencari informasi tambahan seperti menyebar kuisoner agar informasi
yang didapatkan lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA
Beeden R, Willis, Bette L, Raymundo, Laurie J, Page, Cathie A, Weil, Ernesto.
2008. Underwater Cards for Assessing Coral Health on Indo-Pacific Reefs.
CRTR Program Project Executing Agency, Centre for Marine Studies,
Gerhmann Building, The University of Queensland, St Lucia, Qld 4072,
Australia.
Brown BC. 1997. Coral bleaching: causes and consequences. Proc 8th Int Coral
Reef Symp 1 :65-74.
Burke L, Reytar K, Spalding M, Perry A. 2012. Reefs at Risk Revisited in the
Coral Triangle. Washington: World Resources Institute
Castro P, Huber M. 2003. Marine Biology, 4th Ed. McGraw-Hill Higher
Education: New Jersey.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius:Yogyakarta.
English S. Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Townsville, Australia, Australian Institute of Marine Science,
Townsville Australia: pp. 378
Fabricius EK. 2005. Effects of Terrestrial Runoff on the Ecology of Coral and
Coral Reefs: Review and Synthesis. Marine Pollution Bulletin. 50:125-146.

15

Harvell CD, Jordan-Dahlgren E, Merkel S, Rosenberg LE, Raymundo G, Smith
EW, Willis BL. 2007. Coral disease, environmental drivers, and the balance
between coral and microbial associations. Oceanography 20:173–195.
Hoeksema BW. 1991. Control Of Bleaching In Mushroom Coral Populations
(Scleractinia: Fungiidae) In The Java Sea: Stress Tolerance and Interference By
Life History Strategy. Marine Ecology Progress Series Vol. 74 p:225-237
Johan O, Bengen DG, Zamani NP, Suharsono. 2012. Distribution and Abundance
of Black Band Disease on Corals Montipora sp in Seribu Islands, Jakarta.
Jurnal of Indonesia Coral Reefs. 1(3):160-170
Johan O. 2001. Tingkat Keberhasilan Karang Batu di Pulau Pari Kepulauan
Seribu Jakarta. Jurnal Riset Akuakultur. 3(2):289-300.
Kurniawan, M (Kompas). 2013. Yuk Berkunjung Ke Pulau Pari
[Internet]http://travel.kompas.com/read/2013/03/26/11283266/Yuk.Berkunjung
.ke.Pulau.Pari. (diakses 08 Oktober 2013)
Lamb JB, Willis BL. 2011. Using Coral Disease Prevalence to Assess the Effects
of Concentrating Tourism Activities on Offshore Reefs in a Tropical Marine
Park. In Conservation Biology.
Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Cetakan Kedua. Djambatan: Jakarta.
Nybakken JW. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine
biology: An ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G.,
Hutomo M. & Sukardjo S., xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta.
Raymundo LJ, Couch CS, Bruckner AW, Harvell D. 2008. Coral Disease
Handbook: Guidelines for Assessment, Monitoring, and Management.
Melbourne: Currie Communications.
Rogers CS. 1990. Responses of Coral Reefs and Reef Organism to Sediment.
Marine Ecology Progress Series. 62:185-202
Rudi E. 2012. Pemutihan Karang di Perairan Laut Natuna Bagian Selatan Tahun
2010. Biospecies. 5(1):1-7
Subhan B, Arafat D, Rahmawati F, Hakim ML, Soedharma D. 2010. Identifikasi
Penyakit Karang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Di dalam: Bengen DG,
Sunuddin A, Dewi CSU, editor. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan
Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil. 2010 Nop 18; Bogor, Indonesia.
Subhan B, Rahmawati F, Arafat D, Bayu A.N. 2011. Kondisi Kesehatan Karang
Fungiidae di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan. 2(1): 41-50
Stafford-Smith MG, Ormond RFG. 1992. Sediment-rejection mechanisms of 42
species of Australian scleractinian corals. Australian Journal of Marine and
Freshwater Research 43, 683–705
Suryono H, Rejekiningsih T. 2007. Uji Persyaratan Analisis Statistik. Inovasi
Pendidikan. 8(2): 187-196.
Tuti HY, Suhartono, Giyarto, Manogar R. 2010. Pengaruh Kekeruhan terhadap
Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Seribu. Laporan akhir progrm
insentif peneliti dan perekayasa LIPI.
Westmacott S, Teleki K, Wells S, West J. 2000. Pengelolaan terumbu karang
yang telah memutih dan rusak. IUCN, Switzerland and Cambridge.
Zamani NP, Maduppa HH. 2011. A Standard Criteria for Assesing the Health of
Coral Reefs: Implication for Management and Conservation. Journal of
Indonesia Coral Reefs. 1(2):137-146.

16

Lampiran 1 Nilai presentase tutupan karang berdasarkan stasiun pengamatan di
Pulau Pari
APL (%)

Bintang Rama

Barat Laut Pari

Utara Pari

HC

49

57

32

74

DC

35

26

36

16

SC

2

2

3

10

ABIOTIK

14

15

28

0

ALGAE

0

0

1

0

Lampiran 2 Nilai prevalensi dan kelimpahan penyakit dan gangguan kesehatan
karang di kawasan pariwisata Pulau Pari
Jenis Penyakit
Atramentous necrosis (AtN)
Black Band Disease (BBD)
Bleaching (BL)
Brown Band Disease (BrB)
Competition (Comp)
Invertebrate Galls (IG)
Pigmentation Response (PR)
Predation (Pred)
Sediment damage (SD)
Skeletal Eroding Band (SEB)
Trematodiasis (Tr)
Ulcerative White Spots (UWS)
White Syndrome (WS)
Yellow Band Disease (YBD)

Prevalensi
Bintang
APL
Rama

Kelimpahan (Ind/m²)
Bintang
APL
Rama

2,93
3,35
20,50
0,42
2,09
0,84
2,93
3,77
10,88

0,00
5,07
37,68
2,17
2,17
0,00
2,17
2,17
7,97

0,035
0,04
0,245
0,005
0,025
0,01
0,035
0,045
0,13

0
0,035
0,26
0,015
0,015
0
0,015
0,015
0,055

0,42
0,84
5,02
4,60
0,42

0,00
0,72
7,25
2,17
2,90

0,005
0,01
0,06
0,055
0,005

0
0,005
0,05
0,015
0,02

17

Lampiran 3 Nilai prevalensi dan kelimpahan penyakit dan gangguan kesehatan
karang di kawasan non pariwisata Pulau Pari
Jenis Penyakit
Black Band Disease (BBD)

Prevalensi
Utara
Barat Laut
Pari
Pari

Kelimpahan (Ind/m²)
Utara
Barat Laut
Pari
Pari

1,12

4,71

0,005

0,02

28,09

23,53

0,125

0,1

Brown Band Disease (BrB)

2,25

1,18

0,01

0,005

Competition (Comp)

1,12

8,24

0,005

0,035

Invertebrate Galls (IG)

0,00

1,18

0

0,005

Pigmentation Response (PR)

6,74

1,18

0,03

0,005

Predation (Pred)

4,49

7,06

0,02

0,03

Sediment damage (SD)

8,99

10,59

0,04

0,045

Trematodiasis (Tr)

1,12

1,18

0,005

0,005

Ulcerative White Spots (UWS)

7,87

8,24

0,035

0,035

White Syndrome (WS)

0,00

1,18

0

0,005

Yellow Band Disease (YBD)

1,12

1,18

0,005

0,005

Bleaching (BL)

18

Lampiran 4 Jenis-jenis penyakit dan gangguan kesehatan karang

Karang terkena Black band disease

Karang terkena Brown band disease

Karang terkena pemutihan karang

Karang terkena Competition

Karang terkena UWS

Karang terkena Invertebrate galls

Karang terkena Atn (Black Death)

Karang terkena Pigmentation
Response

19

Yellow band disease

Trematodiasis

Sedimenationt Damage

White Syndrome

Predation

20

Lampiran 5 Dokumentasi Alat dan Bahan

Alat pengukur kualitas air

Pengambilan data

Underwater camera

Sampan

Scuba Set
Membentangkan transek

Pengambilan data

Pengambilan foto

21

Lampiran 6 Uji Statistika
Two-Sample T-Test and CI: Rata-rataPariwisata-P; Rata-rataNonPar-P
Two-sample T for Rata-rataPariwisata-P vs Rata-rataNonPar-P

Rata-rataPariwisata-P
Rata-rataNonPar-P

N
14
12

Mean
4,69
5,51

StDev
7,45
7,06

SE Mean
2,0
2,0

Difference = mu (Rata-rataPariwisata-P) - mu (Rata-rataNonPar-P)
Estimate for difference: -0,82
95% CI for difference: (-6,72; 5,08)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,29 P-Value = 0,777
DF = 24
Both use Pooled StDev = 7,2695

H0 : Pariwisata-P = NonPariwisata-P
H1 : Pariwisata-P ≠ NonPariwisata-P
P-Value (0.777) > α (0.05) artinya tidak tolak H0, sehingga Pariwisata-P =
NonPariwisata-P
Two-Sample T-Test and CI: Rata-rataPariwisata-K; Rata-rataNonPar-K
Two-sample T for Rata-rataPariwisata-K vs Rata-rataNonPar-K

Rata-rataPariwisata-K
Rata-rataNonPar-K

N
14
12

Mean
0,0430
0,0240

StDev
0,0648
0,0308

SE Mean
0,017
0,0089

Difference = mu (Rata-rataPariwisata-K) - mu (Rata-rataNonPar-K)
Estimate for difference: 0,0191
95% CI for difference: (-0,0232; 0,0613)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,93 P-Value = 0,361
DF = 24
Both use Pooled StDev = 0,0520

H0 : Pariwisata-K = NonPariwisata-K
H1 : Pariwisata-K ≠ NonPariwisata-K
P-Value (0.361) > α (0.05) artinya tidak tolak H0, sehingga Pariwisata-K =
NonPariwisata-K

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20
Januari 1993 dari ayah yang bernama Ir. Wawan
Suryawan dan Tini Suhartini.Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara. Tahun 2008 – 2010 penulis
telah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas
Negeri 23 Bandung Tahun 2010 penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan (ITK) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB
(UTM).
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian
Bogor, penulis mendapatkan kesempatan sebagai koordinator asisten mata kuliah
Selam Ilmiah (2013-2014) dan asisten mata kuliah Ekologi Laut Tropis
(2013-2014), serta memiliki sertifikat One Star Scuba Diving. Penulis pernah
mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa yang didanai oleh DIKTI tahun 2014.
Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan teknologi Kelautan
(HIMITEKA) periode 2011/2012 dan 2012/2013 sebagai anggota divisi
Pengembangan Sumberdaya Manusia.
Penulis pernah mengikuti kepanitiaan dari kegiatan Inagurasi MAX di tahun
2010 sebagai anggota divisi konsumsi, kegiatan Musyawarah Warga tahun 2011
sebagai ketua divisi keamanan, kegiatan Fieldtrip Oseanografi Fisika tahun 2012
sebagai anggota divisi logistik dan transportasi, kegiatan Malam Kelautan 47
tahun 2012 sebagai anggota divisi acara, kegiatan dies natalis HIMITEKA 2012
sebagai anggota divisi acara, Kegiatan Diklat Himiteka sebagai anggota divisi
acara, kegiatan Konservasi dan Survey Lapang Kelautan (KONSURV) II tahun
2012 sebagai anggota divisi acara, kegiatan Konservasi dan Survey Lapang
Kelautan (KONSURV III) tahun 2013 sebagai anggota divisi acara, dan kegiatan
Have Fun With HIMITEKA tahun 2013 sebagai ketua divisi acara
Dalam rangka penyelesaian studi di departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Kawasan Pariwisata Terhadap Kesehatan
Karang Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu”.