Hubungan Pengembangan Wisata Dengan Strategi Nafkah Dan Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan Desa Karimunjawa

HUBUNGAN PENGEMBANGAN WISATA DENGAN
STRATEGI NAFKAH DAN TARAF HIDUP RUMAH
TANGGA NELAYAN DESA KARIMUNJAWA

LUKI SETYAWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan
Pengembangan Wisata dengan Strategi Nafkah dan Taraf Hidup Rumah Tangga
Nelayan Desa Karimunjawa adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Luki Setyawan
NIM I34110007

ABSTRAK
LUKI SETYAWAN. Hubungan Pengembangan Wisata dengan Strategi Nafkah
dan Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan Desa Karimunjawa. Dibawah
bimbingan ARIF SATRIA.
Wisata telah berkembang menjadi salah satu komoditi penyumbang devisa bagi
negara selain tambang dan minyak bumi. Jenis wisata yang berkembang di
Indonesia adalah ekowisata dan pariwisata. Pengembangan wisata yang baik tidak
hanya fokus pada keseimbangan alam dan tingkat perekonomian, tapi juga
kesejahteraan masyarakat lokal. Nelayan merupakan bagian dari masyarakat lokal
dalam penyelenggaraan wisata pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengembangan
wisata secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi strategi nafkah
nelayan. Penerapan strategi nafkah adalah bentuk adaptasi nelayan terhadap
perubahan ekologis maupun sosiologis akibat pengembangan wisata. Bentuk
strategi nafkah yang dilakukan juga ditentukan oleh karakteristik nelayan, seperti

stratifikasi kelas nelayan. Kepemilikan modal dalam bentuk kapal akan
menentukan seberapa jauh strategi nafkah yang akan diterapkan. Penerapan
strategi nafkah tersebut tidak hanya dilakukan sebagai upaya untuk
mempertahankan hidup, tapi juga meningkatkan taraf hidup keluarga nelayan.
Kata kunci: pengembangan ekowisata, karakteristik nelayan, strategi nafkah

ABSTRACT
LUKI SETYAWAN. The tourism development correlation with livelihood
strategies and living standard of fisherman household of Karimunjawa
Village.Supervised by ARIF SATRIA.
Tourism has developed into one of the commodities that give exchange earner for
this country beside mining and petroleum. Type od attraction that developed in
Indonesia is ecotourism and tourism. Tourism development are good not only
focus on the balance of nature and level of the economy, but also the welfare of
local communities. Fisherman are part of the local community in the
implementation of coastal tourism and small islands. Tourism development,
directly or indirectly, will affect the livelihood of fisherman strategy. Application
of a living strategy is the form of adaptation of fishermen to the ecological and
sociological changes caused by tourism development. Forms of livelihood
strategies undertaken is also determined by the characteristics of fisherman, such

as fishing class stratification. Ownership of capital in the form of the vessel will
determine how far the livelihood strategies to be applied. Implementation of the
strategy is not only living as part of efforts to sustain life, but also improve the
standard of living of fishermen household.
Keywords: tourism development, characteristic of fisherman, livelihood strategies.

HUBUNGAN PENGEMBANGAN WISATA DENGAN
STRATEGI
NAFKAH DAN TARAF HIDUP RUMAH TANGGA
.
NELAYAN DESA KARIMUNJAWA

LUKI SETYAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat


DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

Judul Skripsi : Hubungan Pengembangan Wisata dengan Strategi Nafkah dan
Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan Desa Karimunjawa
Nama
: Luki Setyawan
NIM
: I34110007

Disetujui oleh

Dr Arif Satria, SP MSi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ______________________

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu
menyertai penulis dengan kasih setia serta berkat-Nya sehingga laporan penulisan
skripsi yang berjudul “Hubungan Pengembangan Wisata dengan Strategi
Nafkah dan Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan Desa Karimunjawa” dapat
terselesaikan dengan baik. Laporan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas
akhir pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang sudah dilaksanakan bertujuan untuk menganalisis hubungan
pengembangan wisata di Taman Nasional Karimunjawa, khususnya di Desa
Karimunjawa terhadap Sosial-Ekonomi Nelayan yang meliputi strategi nafkah,
karakteristik nelayan, dan sampai pada strategi nafkah nelayan dan taraf hidup
rumah tangga nelayan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa karya ini dapat
terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Arif Satria, SP, MSi, selaku dosen pembimbing yang selalu
mendukung penulis, baik berupa masukan, saran, kritik, maupun
motivasi selama penulisan laporan Skripsi;
2. Kedua orang tua, Ayahanda Sulasno dan Ibunda Sulikah yang dengan
segenap hati selalu berdoa, mendukung penulis dengan kasih dan cinta;
3. Keluarga besar Youth of Nation Ministry (YoNM) untuk dukungan doa
dan semangat yang mengalir tanpa henti;
4. Keluarga besar Yayasan Compassion Indonesia, Leadership
Development Program (LDP) untuk dukungan materi dan moril selama
penulis menempuh pendidikan sarjana;
5. Balai Taman Nasional Karimunjawa untuk bantuannya selama penulis
melakukan penelitian;
6. Mas Yadi, Mas Jojok, Mas Arif, untuk bimbingannya selama penulis
melaksanakan penelitian;
7. Penghuni Markas, bang Darius, kak Daniel, bang Nael, bang Gunawan,
Jitor, untuk hari-hari yang penuh keceriaan;
8. Ikan-ikan pelagis, Dio, Soraya, Muti, Hanung, Apip, dan Ines, untuk

dukungan tiada henti selama belajar tentang kelautan dan perikanan;
9. Teman-teman sebimbingan, Soraya, Ari, dan Nisak, untuk dukungan
selama penulisan skripsi; dan
10. Keluarga besar mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 48.
Penulis menyadari bahwa dalam karya ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga, karya ini menjadi inspirasi bagi penulis-penulis selanjutnya.
Bogor, Juli 2015
Luki Setyawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4


Manfaat Penelitian

4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

5
5

Kerangka Pemikiran

16

Hipotesis Penelitian

17

Definisi Operasional


17

METODE

29

Lokasi dan Waktu Penelitian

29

Teknik Pengumpulan Data

29

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

30

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


31

Kondisi Geografis dan Demografis

31

Kondisi Sosial Ekonomi

31

Ikhtisar

36

PENGEMBANGAN WISATA DESA KARIMUNJAWA

37

Zona Pemanfaatan Wisata Bahari Taman Nasional Karimunjawa

37

Wisata Karimunjawa

41

Pengembangan Wisata Bahari

46

Ikhtisar

51

KARAKTERISTIK NELAYAN KARIMUNJAWA
Karakteristik Rumah Tangga Nelayan

53
53

Karakteristik Responden

54

Ikhtisar

57

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA NELAYAN

59

Struktur Nafkah Nelayan

59

Pola Nafkah Berserak

59

Jejaring Sosial

62

Pola Nafkah Ganda

64

Ikhtisar

66

TARAF HIDUP RUMAH TANGGA NELAYAN

69

Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Nelayan

69

Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan

71

Kondisi Sarana Prasarana Rumah Tangga Nelayan

73

Ikhtisar

75

HUBUNGAN PENGEMBANGAN WISATA DAN KARAKTERISTIK
NELAYAN DENGAN STRATEGI NAFKAH SERTA TARAF HIDUP RUMAH
TANGGA NELAYAN
77
Hubungan Pengembangan Wisata dengan Strategi Nafkah Rumah Tangga
Nelayan

77

Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Nafkah Rumah Tangga
Nelayan

78

Hubungan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan dengan Taraf Hidup Rumah
Tangga Nelayan
83
Ikhstisar

89

Simpulan

91

Saran

92

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

93
116

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Definisi ekowisata
Peraturan tentang ekowisata
Macam pengembangan ekowisata
Karakteristik nelayan
Berbagai strategi nafkah yang diterapkan nelayan
Berbagai macam dampak ekowisata terhadap pendapatan nelayan
Matriks definisi operasional pengembangan ekowisata
Matriks definisi operasional karakteristik nelayan
Matriks definisi operasional strategi nafkah nelayan
Matriks definisi operasional taraf hidup rumah tangga nelayan
Hasil uji realibilitas data penelitian (α=0.50)
Macam stakeholder dan kepentingan terkait pengelolaan sumberdaya
Jumlah dan persentase penduduk Desa Karimunjawa menurut mata
pencaharian
Jumlah dan persentase nelayan menurut Desa di Kecamatan
Karimunjawa
Perbandingan zonasi pemanfaatan wisata tahun 2005 dan 2012
Peraturan perundangan mengenai pemanfaatan wisata
Jumlah dan persentase nelayan menurut jenis pekerjaan
Jumlah dan persentase rumah tangga nelayan menurut kategori migrasi
Jumlah dan persentase rumah tangga nelayan berdasarkan optimalisasi
tenaga kerja anggota rumah tangga
Jumlah dan persentase rumah tangga nelayan menurut kategori
jejaring sosial
Jumlah dan persentase rumah tangga nelayan menurut kategori
perubahan aktivitas
Jumlah dan persentase rumah tangga nelayan menurut perubahan
alat tangkap
Kalender musim sumber pendapatan nelayan
Pendapatan nelayan berdasarkan sumbernya
Pengeluaran rumah tangga nelayan menurut sektor
Kondisi sarana prasarana rumah nelayan Karimunjawa
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara pengembangan wilayah
dengan strategi nafkah rumah tangga nelayan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara waktu kerja dengan
strategi nafkah rumah tangga nelayan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara kelas sosial dengan
strategi nafkah rumah tangga nelayan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara usaha dengan strategi
nafkah rumah tangga nelayan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara migrasi dengan taraf
hidup rumah tangga nelayan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara jejaring sosial dengan
taraf hidup rumah tangga nelayan
Hak dan kewajiban nelayan dalam jejaring sosial

5
7
9
10
13
14
18
19
21
23
30
33
34
34
38
39
59
61
61
63
65
66
69
70
72
74
77
79
80
82
83
84
86

34 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara perubahan aktivitas
dengan taraf hidup rumah tangga nelayan
35 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara perubahan alat tangkap
dengan taraf hidup rumah tangga nelayan
36 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara optinalisasi tenaga
anggota keluarga dengan taraf hidup rumah tangga nelayan

87
88
89

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Kerangka pemikiran
Struktur pendapatan rumah tangga nelayan Karimunjawa tahun 2012
Data pengunjung Karimunjawa tahun 2004-2014
Penerimaan PNBP Balai TN Karimunjawa (rupiah) Tahun 20092014
Penerimaan PNBP khusus sektor wisata (rupiah) tahun 2009-2014
Peta lokasi daerah pengembangan wisata di Desa Karimunjawa
Jumlah anggota rumah tangga responden
Jumlah tanggungan keluarga responden
Jumlah orang bekerja dalam rumah tangga responden
Tingkat pendidikan nelayan
Rentang umur responden
Karakteristik nelayan berdasarkan waktu kerja
Karakteristik nelayan berdasarkan kelas sosial
Karakteristik nelayan berdasarkan usaha
Distribusi pendapatan rumah tangga nelayan berdasarkan sumber
Jumlah rumah tangga nelayan menurut tingkat pendapatan
Jumlah rumah tangga nelayan menurut tingkat pengeluaran
Jumlah rumah tangga nelayan menurut tingkat kondisi sarana prasarana
Pola jejaring sosial nelayan dengan berbagai pihak

17
35
42
44
44
47
53
53
54
54
55
56
56
57
71
71
72
75
85

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta Desa Karimunjawa
Jadwal pelaksanaan penelitian
Kuisioner penelitian
Daftar kerangka sampling dan responden terpilih
Tabel uji korelasi Rank Spearman
Dokumentasi penelitian

97
98
99
110
112
114

PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan
penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai
pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin
diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan
kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran
dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang
Pariwisata merupakan perpindahan atau perjalanan secara temporer dari
tempat mereka biasanya bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan
kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat tujuan (Mathieson dan Wall 1982).
Secara terpisah, Ceballos dan Lascurian (1991) dalam Cukier dan Wall (1995)
mendefinisikan pariwisata sebagai perjalanan ke kawasan alam yang secara relatif
belum terganggu dengan tujuan untuk mengagumi, meneliti dan menikmati
pemandangan yang indah, tumbuh-tumbuhan serta binatang liar maupun
kebudayaan yang dapat ditemukan di sana. Pariwisata ini bersifat mass tourism,
artinya pariwisata tidak mengenal batasan daya dukung. Permintaan akan selalu
dipenuhi.
Pariwisata telah menjadi salah satu industri besar dunia. Negara dan teritori
seperti Thailand, Filipina, Singapura, Hawaii, Galapagos, Tonga dan kepulauan
Karibia menjadikan pariwisata sebagai andalan sumber devisanya. Di kepulauan
Karibia, pariwisata menyumbang penerimaan sampai US$ 18,7 miliar tahun 2011
(Duval 2004 dalam Pitana dan Gayatri 2005). Jumlah penerimaan dari sektor
pariwisata ini terus meningkat. Pada tahun 1990 jumlah penerimaan sektor
pariwisata mencapai US$ 268,2 miliar dan US$ 475,8 miliar pada tahun 2000
(Pitana dan Gayatri 2005).
Di Indonesia sendiri, kunjungan wisatawan tiap tahun terus meningkat.
Tidak hanya wisatawan dalam negeri, pesona keindahan pariwisata Indonesia juga
menarik wisatawan dari mancanegara. Data BPS mencatat, dalam kurun waktu
2010-2013, kunjungan wisatawan meningkat tiap tahun dari 7.002.944 orang pada
tahun 2010 menjadi 8.802.129 orang pada tahun 2013. Negara dengan jumlah
wisatawan terbanyak datang dari Amerika Serikat dengan total 831.621 orang dari
kurun waktu 2010-2013.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ini secara otomatis juga
mendongkrak penerimaan negara dari sektor devisa. Penerimaan devisa negara
dari sektor pariwisata oleh wisatawan mancanegara mengalami kenaikan yang
signifikan. Pada tahun 2010, jumlah devisa dari wisatawan mancanegara
mencapai 7.603,45 juta dollar AS. Penerimaan ini terus meningkat setiap tahun
dengan jumlah berturut-turut 8.554,39 juta dollar AS (2011), 9120,89 juta dollar
AS (2012) dan mencapai 10.054,15 juta dollar AS pada tahun 2013 (BPS 2014).
Permintaan wisata yang terus meningkat disamping meningkatkan
pendapatan membawa dampak buruk bagi kerusakan lingkungan. Hal ini
dikarenakan pariwisata secara umum tidak memerhatikan keberlanjutan

2

lingkungan, terutama wisata-wisata yang bersinggungan erat dengan sumber daya
alam. Sumber daya perairan merupakan salah satu sumber daya yang memiliki
daya tarik (attractiveness) pariwisata tinggi. Keberagaman ekosistemnya
menyediakan obyek yang menarik bagi wisatawan. Terumbu karang, padang
lamun, mangrove, dan wisata pantai merupakan daya tarik utama pariwisata
sektor pesisir dan kelautan. Pariwisata berbasis alam (nature) semakin lama akan
semakin mengurangi nilai sumber daya itu sendiri. Padahal, meskipun dapat
diperbaharui, sumber daya bersifat terbatas. Jika pemanfaatan melebihi daya
dukung, sumber daya tersebut tidak dapat pulih dan akhirnya rusak.
Sumber daya memiliki sifat terbatas sedangkan manusia sebagai pemanfaat
memiliki keinginan yang tidak terbatas. Fenomena dimana setiap individu
memiliki rasionalitas untuk memanfaatkan secara intensif mengakibatkan
kelimpahan sumber daya menurun dan semua pihak merugi. Adanya keterbatasan
sumberdaya serta permintaan pariwisata yang semakin tinggi akhirnya
membuahkan konsep wisata baru berwawasan lingkungan, yaitu ekowisata
(ecotourism).
Ekowisata biasanya dapat ditemukan di area-area konservasi, baik dalam
skala besar (Taman nasional), maupun skala yang lebih kecil (KKPD, Cagar Alam,
dll). Penetapan kawasan menjadi area konservasi melewati tahapan yang panjang.
Kawasan konservasi menganut tiga prinsip dasar sebagai pedoman keseimbangan,
yaitu; Ekologi, Ekonomi, dan Sosial. Konservasi diperlukan sebagai respon tidak
hanya bagi keberlanjutan ekosistem dan bagiannya, tetapi juga kebutuhan
ekonomi masyarakat (Ruchimat et al. 2012).
Ekowisata pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh organisasi The
Ecotourism Society. Menurut The Ecotourism Society, ekowisata adalah suatu
bentuk perjalanan wisata ke daerah alami dengan tujuan mengkonservasi
lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Lebih lanjut, Eplerwood (1999) mendiskripsikan ekowisata sebagai bentuk baru
dari perjalanan yang bertanggung- jawab ke daerah alami dan berpetualang, serta
dapat menciptakan industri pariwisata. Yulianda (2007) memberikan gambaran
lebih praktis, ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan
pendekatan konservasi.
Salah satu ekowisata yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah dapat
ditemukan dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa (TN Karimunjawa). TN
Karimunjawa terletak di Kabupaten Jepara. Ekowisata yang dibangun di TN
Karimunjawa adalah ekowisata yang memanfaatkan potensi alam dan keadaan
sosial. Potensi alam dan masyarakat asli menjadi faktor penarik wisatawan.
Potensi alam yang dikenal di Karimunjawa adalah potensi wisata bahari.
Sementara itu, terdapat juga potensi wisata lain seperti wisata pendidikan dan
wisata budaya.
Di TN Karimunjawa, terdapat 22 pulau, 4 pulau diantaranya dihuni oleh
penduduk, salah satunya adalah Desa Karimunjawa. Menurut data sensus
penduduk pada tahun 2010 (BPS), Desa Karimunjawa dihuni oleh 2736 penduduk
dengan perbandingan 1374 laki-laki dan 1356 perempuan. Dari jumlah tersebut,
2220 orang diantaranya bekerja dengan jumlah terbesar bekerja sebagai peternak
ayam, yaitu 675 orang (30,42 persen). Dominasi jenis mata pencaharian kedua
diisi oleh nelayan dengan jumlah 475 orang (21,39 persen) (BTNKJ 2012).
Banyaknya jumlah nelayan di Desa Karimunjawa merupakan hal wajar karena

3

Desa Karimunjawa didominasi oleh wilayah pesisir, sedangkan nelayan sangat
menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam pesisir (Satria 2002).
Berdasarkan UU Perikanan Nomor 45 tahun 2009, nelayan didefinisikan
sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa nelayan kecil melakukan penangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menggunakan kapal perikanan
paling besar lima gross ton (5 GT). Kegiatan ekowisata memiliki dampak yang
signifikan terhadap nelayan. Pengembangan wilayah serta kegiatan ekowisata dan
adanya kunjungan wisatawan baik lokal maupun asing memengaruhi
perekonomian nelayan dan hubungan antar nelayan di TN Karimunjawa (Bangun
2011; Tampubolon 2011).
Karena hubungannya yang begitu dekat dengan alam, nelayan memegang
peranan penting dalam rangka pelaksanaan wisata berbasis lingkungan yang
berkelanjutan (Ekowisata) di TN Karimunjawa. Berkaitan dengan pengembangan
ekowisata, penting untuk dianalisis hubungan dari pengembangan ekowisata
tersebut dengan strategi nafkah dan taraf hidup rumah tangga nelayan di Desa
Karimunjawa.
Perumusan Masalah
Taman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu taman nasional tertua
yang ada di Indonesia. Meskipun wilayahnya sebagian besar berupa laut dan
kepulauan, pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa (TN Karimunjawa) masih
berada di bawah Kementrian Kehutanan. Setidaknya, terdapat 9 zona di kawasan
TN Karimunjawa sesuai dengan SK Dirjen PHKA Nomor:28/IV-Set/2012, yaitu
zona inti, zona rimba luas, zona perlindungan, zona pemanfaatan darat, zona
pemanfaatan wisata bahari, zona budidaya bahari, zona religi, budaya, dan sejarah,
zona rehabilitasi, dan zona tradisional perikanan. Semenjak adanya penetapan
zonasi baru ini, bagaimana pengembangan ekowisata yang ada di TN
Karimunjawa?
Perbedaan yang membedakan antara pariwisata secara umum dengan
ekowisata, selain dilihat dari keberlanjutan lingkungan, adalah adanya pelibatan
masyarakat. Pelibatan masyarakat dapat berupa pelibatan dalam progam tertentu
maupun dalam kegiatan ekowisata. Nelayan di suatu daerah tidak dapat
disamakan dengan daerah lainnya karena kekhasan daerah yang berbeda.
Berdasarkan hal tersebut, bagaimana karakteristik nelayan di Desa
Karimunjawa?
Pengembangan ekowisata yang dicirikan dari adanya perubahan zona
pemanfaatan dan kunjungan wisatawan memaksa nelayan untuk beradaptasi.
Salah satu bentuk adaptasi nelayan adalah dengan menerapkan strategi nafkah.
Oleh karena itu, penting untuk dianalisis bagaimana hubungan pengembangan
ekowisata dengan strategi nafkah nelayan? Lebih lanjut, strategi nafkah yang
diterapkan dipengaruhi oleh karakteristik nelayan di Desa Karimunjawa. Oleh
karena itu, penting untuk dianalisis bagaimana hubungan karakteristik nelayan
dan strategi nafkah rumah tangga nelayan? Dampak pengembangan ekowisata
terhadap nelayan, dilihat dari strategi nafkah dan karakteristik nelayan ini
akhirnya memengaruhi tingkat kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu, penting

4

untuk dianalisis bagaimana hubungan strategi nafkah rumah tangga nelayan
dan taraf hidup rumah tangga nelayan?

Tujuan Penelitian
Beradasarkan rumusan penelitian yang sudah disusun, dapat dirumuskan
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pengembangan ekowisata di Taman Nasional
Karimunjawa
2. Menganalisis karakteristik nelayan di Desa Karimunjawa,
3. Menganalisis hubungan pengembangan ekowisata dengan strategi nafkah
rumah tangga nelayan di Desa Karimunjawa,
4. Menganalisis hubungan antara karakteristik nelayan dan strategi nafkah
rumah tangga nelayan, dan
5. Menganalisis hubungan strategi nafkah rumah tangga nelayan dengan taraf
hidup rumah tangga nelayan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan pengetahuan mengenai
pengembangan ekowisata bahari dan hubungannya dengan sosial-ekonomi
nelayan, khususnya hubungan terhadap strategi nafkah nelayan dan kesejahteraan
rumah tangga nelayan. Adapun penelitian ini dipersembahkan kepada beberapa
pihak, antara lain:
1. Akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
mengenai kajian-kajian seputar pengembangan ekowisata bahari dan
hubungannya terhadap sosial-ekonomi nelayan. Kajian khususnya ada pada
tarah hidup nelayan, karakteristik nelayan, dan strategi nafkah nelayan;
2. Masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan tambahan pengetahuan
sekaligus berdampak positif pada nelayan secara khusus dan masyarakat
pesisir secara umum, khususnya menambah wawasan mengenai dampakdampak pengembangan ekowisata;
3. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
pemerintah terkait, terutama pengelola Taman Nasional Karimunjawa,
khususnya bagi pengelolaan pengembangan ekowisatanya. Hasil penelitian
ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan-kebijakan selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat pesisir, lebih khusus lagi nelayan.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Ekowisata
Definisi Ekowisata
Ekowisata merupakan turunan dari pariwisata. Pariwisata sendiri diartikan
sebagai perpindahan atau perjalanan secara temporer dari tempat mereka biasanya
bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam
perjalanan atau di tempat tujuan (Mathieson dan Wall 1982). Perbedaan antara
pariwisata (mass tourism) dengan ekowisata (ecotourism) terletak pada batasan
yang diterapkan kepada pengunjung. Ekowisata merupakan jenis wisata yang
memperhatikan keberlanjutan lingkungan itu sendiri.
Ekowisata merupakan wisata yang berbasis pada alam. Artinya, pelaksanaan
atau penerapan ekowisatanya identik dan berhubungan dengan lingkungan.
Munculnya konsep ekowisata dilatarbelakangi oleh degradasi lingkungan yang
berlangsung sangat cepat. Dalam kegiatan wisata, terjadi pengurangan nilai
sumber daya, baik secara ekonomis maupun ekologis. Biasanya, kawasan
ekowisata berada dalam kawasan konservasi.
Istilah ekowisata pertama kali dikenalkan oleh The Ecotourism Society pada
tahun 1990. Setelah itu, beragam definisi mengenai ekowisata telah diungkapkan
oleh para ahli. Cukier dan Wall (1995) mengutip Ceballos dan Lascurian (1991)
menyatakan bahwa ekowisata merupakan pariwisata yang menyangkut perjalanan
ke kawasan alam yang secara relatif belum terganggu dengan tujuan untuk
mengagumi, meneliti dan menikmati pemandangan yang indah, tumbuhtumbuhan serta binatang liar maupun kebudayaan yang dapat ditemukan di sana.
Beragam definisi lain mengenai ekowisata dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Definisi ekowisata
Sumber
Yulianda (2007)

Definisi Ekowisata
Bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan Konservasi.
Ekowisata tidak melakukan eksploitasi sumber daya alam, hanya
menggunakan jasa alam dan budaya masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan fisik, pengetahuan, dan psikologis pengunjung.

Lindberg (1991)
dalam Karsudi,
Soekmadi, dan
Kartodiharjo
(2010)

Perjalanan yang bertanggung jawab ke wilayah alami yang bertujuan
untuk melestarikan lingkungan sehingga menekan dampak terhadap
lingkungan dan sosial budaya, membangkitkan pendanaan bagi
kawasan-kawasan yang dilindungi, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat.

Setyadi, dkk
(2012)

Green Industry yang mampu menciptakan pariwisata berkualitas,
dapat mempertahankan kualitas objek dan daya tarik alam seperti
hutan, sungai, danau, dan pantai, juga dapat menggerakan
perekonomian daerah.

Berdasarkan definisi yang telah diungkapkan oleh beragam ahli tersebut,
dapat disimpulkan apa itu ekowisata. Pertama, ekowisata merupakan jenis wisata

6

baru yang menjadikan alam sebagai daya tarik (attractiveness) utamanya.
Perjalanan yang dilakukan ke alam ini mewajibkan pengunjung untuk memiliki
tanggung jawab dalam kelestarian alam itu sendiri. Kedua, ekowisata
menitikberatkan wisata yang memiliki prinsip keberlanjutan. Artinya, permintaan
wisata tidak boleh melebihi daya tampung obyek itu sendiri (carrying capacity).
Jika jumlah pengunjung tidak dibatasi hingga melebihi daya dukung, degradasi
lingkungan akan semakin cepat terjadi hingga akhirnya mengalami kerusakan.
Ketiga, ekowisata merupakan wisata yang memiliki orientasi pada
peningkatan perekonomian. Ekowisata tidak hanya berfokus pada keberlanjutan
lingkungan, tapi juga bagaimana lingkungan memberikan jasa yang dapat
mendatangkan keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam
konteks ini, ekowisata menjadi industri baru dalam meningkatkan jumlah
pendapatan. Keempat, ekowisata merupakan jenis wisata yang memasukan
kesejahteraan masyarakat sebagai tujuanya. Artinya, ekowisata tidak ikut menjaga
keberlanjutan tidak hanya alam, tapi juga eksistensi manusia di sekitar wilayahnya.
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa ekowisata merupakan jenis
ekowisata baru yang berbasis pada alam, mengutamakan prinsip keberlanjutan,
meningkatkan perekonomian daerah kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.

Peraturan tentang Ekowisata
Melalui definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekowisata memiliki
prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi. Prinsip ini dapat berupa peraturanperaturan, maupun indikator kelayakan ekowisata. Penetapan kawasan ekowisata
biasanya muncul setelah adanya kawasan konservasi. Sesuai dengan Permendagri
No. 33 Tahun 2009 (Pasal 4) tentang pedoman pengembangan ekowisata daerah,
pemerintah daerah dalam mengembangkan ekowisata harus melalui tahap
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Perencanaan tersebut harus tertuang
dalam RPJPD, RPJMD, dan RKPD.
Tidak hanya dalam aspek penetapan, penggunaan sumber daya juga menjadi
acuan. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990 pasal 29 (ayat 1), kawasan pelestarian
terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Artinya,
konsep wisata merupakan turunan dari kawasan pelestarian alam. Mengacu pada
perundangan ini, kegiatan ekowisata tidak bisa diselenggarakan tanpa
memperhatikan keberlanjutan dan kelestarian alam. Prinsip pelestarian alam akan
selalu mengacu pada zonasi wilayah konservasi. Biasanya, ekowisata berada pada
kawasan zona penyangga, dimana pemanfaatannya bersifat terbatas.
Keberhasilan suatu penyelenggaraan ekowisata dapat dilihat dari kelestarian
alam dan peningkatan perekonomian daerah, secara khusus peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal sekitar kawasan. Mengacu pada UUD 1945 pasal
33, kekayaan alam dan isinya harus dipergunakan secara maksimal untuk
kesejahteraan orang banyak. Ekowisata menjadi industri yang meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Aspek–aspek prinsip ekowisata dapat dilihat pada Tabel 2.

7

Tabel 2 Peraturan tentang ekowisata
Sumber

Penjelasan

Permendagri No. 33
Tahun 2009

Pembahasan mengenai pedoman pengembangan ekowisata di
daerah. Pengaturan pengembangan mulai tahap perencanaan,
pemanfaatan, sampai pengendalian. Pengembangan ekowisata
mewajibkan pemberdayaan masyarakat setempat.

UU No. 5 Tahun
1990

Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam tidak boleh
mengurangi fungsi pokok kawasan sebagai penyangga.

UU No. 10 Tahun
2009

Pelaksanaan pembangunan pariwisata memperhatikan
keanekaragaman, keunikan, kekhasan budaya dan alam, serta
kebutuhan manusia untuk berwisata.

UU No. 24 Tahun
1994

Penetapan pengembangan ekowisata di daerah harus mengikuti
rencana tata ruang daerah.

PP No. 18 Tahun
1994

Pengusahaan pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

PP No. 67 Tahun
1996

Penyelenggaraan pariwisata bertujuan untuk memperluas dan
memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.

Merujuk pada Tabel 2, pengembangan ekowisata hendaknya berpedoman
pada hal-hal sebagai berikut (Yoeti 2000):
1. Masyarakat setempat dihimbau untuk memelihara adat dan kebiasaan
sehari-hari tanpa pengaruh dari wisatawwan yang datang,
2. Pembangunan dan aktivitas proyek harus melibatkan penduduk lokal
semaksimal mungkin, dan
3. Penggunaan fasilitas dan teknologi modern diminimalkan
Hutan mangrove menjadi komiditi andalan di ekosistem pesisir. Luas hutan
mangrove Indonesia mencapai 2.496.185 ha. Sedangkan di ekosistem laut, selain
keberagaman terumbu karang yang sangat tinggi, produk perikanan laut Indonesia
juga sangat menjanjikan.
Menurut BPS (2014), potensi lestari ikan laut Indonesia pada tahun 2013
mencapai 6,105 juta ton yang terdiri dari ikan pelagis besar (975,05 ribu ton), ikan
pelagis kecil (3.236 juta ton), ikan demersal (1.786 juta ton), ikan karang
konsumsi (64 ribu ton), udang peneid (74 ribu ton), lobster (4,8 ribu ton), dan
cumi-cumi (28,25 ribu ton). Dengan potensi sebesar ini, wajar agenda pengelolaan
sumber daya menjadi daya tarik bagi pengguna.

Konsep Pengembangan Ekowisata
Dalam rangka menyediakan jasa lingkungan yang baik bagi industri
pariwisata, ekowisata menjadi bagian dalam transformasi industri pariwisata.

8

Tidak seperti industri yang menghasilkan barang-barang modal, industri
pariwisata tidak akan habis bahan bakunya. Pariwisata kini menjadi industri jasa
menjanjikan. Pertumbuhan yang berimbang bagi aktivitas perekonomian terjadi
akibat majunya pertumbuhan industri pariwisata yang dikembangkan dengan baik
(Yoeti 2000). Industri jasa pariwisata menjadi motor bisnis bagi industri jasa lain
seperti perhotelan, agen perjalanan, dan industri kerajinan (Yoeti 2000).
Untuk mewujudkan industri pariwisata yang berdaya saing, strategi
pengembangan pariwisata atau secara spesifik, ekowisata sangat diperlukan.
Strategi pengembangan ekowisata ini didasarkan dari permintaan dan penawaran
jasa wisata. Strategi pengembangan ekowisata sangat beragam berdasarkan
analisis sumber dan tujuan pengembangan. Setyadi et al (2012) memakai
framework ANP yang meliputi lima cluster untuk mengukur kesiapan suatu
kawasan ekowisata. Kelima cluster tersebut adalah tujuan, aspek, masalah, solusi,
dan strategi pengembangan. Temuan Setyadi et al (2012) untuk mengembangkan
ekowisata di Yepen adalah:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Peningkatan kerjasama dan pemahaman terhadap ekowisata bagi stakeholder,
Peningkatan komitmen dan dukungan dari pemerintah/pemerintah daerah,
Penegakan hukum, aturan/tata tertib, dan sanksi yang tegas dan konsisten,
Peningkatan kuantitas dan kualitas produk ekowisata melalui inovasi dan
diversifikasi serta pemeliharaan,
Peningkatan pelayanan pengunjung secara profesional,
Pembangunan sarana inrastruktur, sarana transportasi dan aksesbilitas,
Peningkatan kesadaran masyarkat terhadap lingkungan,
Peningkatan kualitas SDM, dan
Penggalangan dana untuk konservasi.

Amanah dan Utami (2006) dalam penelitiannya di pantai Lovina, Bali
membuktikan bahwa adanya berbagai pihak yang melakukan aktivitas di
kawasan pesisir tanpa disertai konservasi dan pemulihan akan berdampak
terhadap menurunnya kondisi lingkungan. Hal ini membuktikan bahwa strategi
pengembangan ekowisata juga harus memperhatikan perawatannya. Penelitian
Nugroho, Yusuf, dan Suryono (2013) mengungkapkan bahwa untuk mendukung
pengembangan ekowisata, perlu strategi;
(1) Memanfaatkan dukungan stakeholder, pemerintah dan masyarakat dalam
mengoptimalkan Bandara Nusawiru,
(2) Memanfaatkan daya tarik wisata yang menarik dan aman sebagai aset
pengembangan agar wisatawan tidak cepat merasa bosan dan selalu
nyaman,
(3) Berkerjasama dengan agen-agen perjalanan wisata (paket wisata) baik
yang terdapat di dalam negeri maupun luar negeri, dan
(4) Memperbaiki teknik/metode promosi.
Macam strategi pengembangan ekowisata dapat dilihat pada Tabel 3.

9

Tabel 3 Macam pengembangan ekowisata
Sumber

Pengembangan Ekowisata

Karsudi,
Soekmadi,
Kartodiharjo
(2010)

Strategi pesimis (pessimistic strategy). Strategi ini muncul karena
kelembagaan ekowisata yang belum terbentuk, manajemen atraksi
yang belum dirumuskan, penataan ruang yang belum dilaksanakan,
strategi promosi dan pemasaran yang belum ada, dan keamanan di
dalam dan luar kawasan yang belum kondusif.

Setyadi et al
(2012)

Peningkatan kerjasama dan pemahaman terhadap ekowisata bagi
stakeholder; Peningkatan komitmen dan dukungan dari
pemerintah/pemerintah daerah, Penegakan hukum, aturan/tata tertib,
dan sanksi yang tegas dan konsisten; Peningkatan kuantitas dan
kualitas produk ekowisata melalui inovasi dan diversifikasi serta
pemeliharaan; Peningkatan pelayanan pengunjung secara profesional;
Pembangunan sarana inrastruktur, sarana transportasi dan
aksesbilitas; Peningkatan kesadaran masyarkat terhadap lingkungan;
Peningkatan kualitas SDM, dan Penggalangan dana untuk konservasi.

Nugroho, Yusuf,
dan Suryono
(2013)

Memanfaatkan dukungan stakeholder, pemerintah dan masyarakat
dalam mengoptimalkan Bandara Nusawiru; Memanfaatkan daya
tarik wisata yang menarik dan aman sebagai aset pengembangan
agar wisatawan tidak cepat merasa bosan dan selalu nyaman;
Berkerjasama dengan agen-agen perjalanan wisata (paket wisata)
baik yang terdapat di dalam negeri maupun luar negeri;
Memperbaiki teknik/metode promosi; Menambah prasarana
pendukung; Melakukan penyuluhan kepariwisataan; serta
Mengoptimalkan peran BALAWISTA dalam mengurangi resiko
dampak bencana.

Nugroho (2004)

Pengembangan atraksi wisata yang belum termanfaatkan; Kerjasama
multi stakeholder; Pemulihan dan peningkatan sarana fisik; Menjalin
kerjasama pemasaran dan biro perjalanan; Penciptaan rasa aman
pbagi wisatawan; Promosi kawasan ekowisata.

Sunari et al
(2005)

Pengembangan SDM melalui progam pendampingan SDM;
Pendidikan masyarakat, penegakan hukum lingkungan, dan
peningkatan kapasitas kelembagaan; Penonjolan kekhasan lokasi
dengan dukungan LSM dan donatur internasional; konservasi dan
rehabilitasi spesifik untuk pengembangan ekowisata; Perencanaan
dan pengelolaan secara terpadu; peningkatan permodalan; dan
pembangunan sarana dan prasarana.

Dalam pelaksanaanya, penerapan strategi ini tidak mudah. Hal ini karena
adanya banyak faktor lain yang memengaruhi selain faktor strategi tersebut.
Beberapa faktor yang dapat menghambat pengembangan ekowisata adalah:
1.
2.
3.

Karakteristik, persepsi, dan aktivitas masyarakat setempat yang tidak dapat
dikontrol (Amanah dan Utami 2006),
Kepercayaan pengelola terhadap penduduk lokal masih rendah (Bernhard
1991), dan
Percepatan degradasi lingkungan sebagai komoditi ekowisata (Salim 1991).

10

Karakteristik Sosial-Ekonomi Nelayan
Berdasarkan kategorinya, nelayan dapat digolongkan menjadi empat
(Polnac 1998 dalam Amanah dan Utami 2006): Nelayan tradisional yang bersifat
subsisten, nelayan yang menggunakan teknologi penangkapan maju, nelayan
komersial, dan nelayan industri. Nelayan tradisional umumnya termasuk nelayan
kecil, dimana kepemilikan modalnya terbatas dan sulit mengakses layanan publik
(Amanah dan Utami 2006).
Dalam persaingan hak penggunaan sumber daya, nelayan selalu berada
dalam posisi kalah (the loser) (Winson 1992 dalam Kinseng 2011). Hal ini akan
memicu konflik, baik konflik penggunaan sumber daya maupun penggunaan
teknologi untuk mengakses sumber daya (Sobari et al, 2003). Persainganpersaingan ini dijelaskan dalam tipologi konflik dikalangan nelayan (Charles 1992
dan 2001 dalam Kinseng 2011). Tabel 4 menjelaskan karakteristik nelayan secara
rinci.
Tabel 4 Karakteristik nelayan
Aspek

Sumber

Penjelasan

Waktu Kerja

Ditjenkan (1999)

Nelayan penuh; Nelayan sambilan utama; dan
Nelayan sambilan tambahan.

Respon
terhadap
Perubahan

Helmi dan Satria
(2012)

Penganekaragaman pendapatan, penganekaragaman
alat tangkap, perubahan daerah tangkapan,
pemanfaatan hubungan sosial, dan mobilisasi
anggota rumah tangga.

Kelas Sosial

Kinseng (2011)

Buruh Nelayan (sawi), Nelayan kecil, Nelayan
menengah, Nelayan besar, dan Kelas pemodal.

Pola
Produksi

Clement (1986) dalam
Kinseng (2011)

Pola produksi subsisten, Pola produksi kapitalis, Pola
produksi independent, Pola produksi dependent, Pola
produksi koperasi.

Usaha

Satria (2002)

Nelayan tradisional, nelayan post-tradisional,
nelayan komersial, dan nelayan industri.

Tipologi
Konflik

Charles (1992 dan
2001) dalam Kinseng
(2011)

Fishery Juridication, Management mechanism,
Internal allocation, External allocation.

Satria (2002) dalam
Kinseng (2011)

Konflik Kelas, Konflik orientasi, konflik agraria,
Konflik primordial.

Beragam aspek karakteristik nelayan pada Tabel 4 akan memengaruhi
bagaimana aktivitas nelayan. Sebagai contoh, respon adaptasi nelayan
menghadapi perubahan menggambarkan respon mereka pada perubahan ekologis
bentang alam terkait pembangunan atau pengembangan ekowisata. Nelayan di
Indonesia sebagian besar di golongkan miskin (Kusnadi 2009), identik dengan
keterbatasan akses sumber daya maupun fasilitas. Keterbatasan ini yang akan

11

memunculkan konflik, baik konflik kelas maupun konflik agraria (Satria 2002
dalam Kinseng 2011).
Terkait dengan perubahan ekologis, nelayan akan melakukan strategi
adaptasi supaya dapat tetap bertahan dan eksis di lingkungan tersebut (Helmi dan
Satria 2012). Strategi adaptasi mutlak diperlukan karena ketergantungan nelayan
yang sangat tinggi pada alam. Perubahan-perubahan ekologis terkait
pengembangan ekowisata ini akan turut mengubah pola-pola sosial dan ekonomi
nelayan.
Zona Pemanfaatan Taman Nasional
Sejarah penetapan Taman Nasional Karimunjawa dimulai dari penetapan
Cagar Alam Laut Karimunjawa pada 9 April 1986 melalui SK Menhut No
123/Kpts-II/1986 seluas 111.625 hektar yang meliputi 110.117,30 hektar kawasan
perairan dan 1.507,70 hektar kawasan darat. Status ini kemudia berubah pada
tahun 1999 menjadi Taman Nasional melalui SK Menhutbun No 78/Kpts-II/1999.
Zonasi merupakan dasar pengelolaan Taman Nasional. Pada umumnya, zonasi di
Taman Nasional ada 4, yaitu zona inti, zona perlindungan, zoa pemanfaatan, dan
zona penyangga.
Pada awalnya, Taman Nasional Karimunjawa (TN Karimunjawa) juga
memiliki 4 zona. Akan tetapi, setelah adanya SK Dirjen PHKA Nomor:28/IVSet/2012, ditetapkan zonasi baru di TN Karimunjawa, yaitu zona inti, zona rimba
luas, zona perlindungan, zona pemanfaatan darat, zona pemanfaatan wisata bahari,
zona budidaya bahari, zona religi, budaya, dan sejarah, zona rehabilitasi, dan zona
tradisional perikanan.
Zona pemanfaatan pariwisata menjadi zona penting untuk mengakomodasi
potensi wisata TN Karimunjawa yang sangat tinggi. Zona Pemanfaatan Pariwisata
adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya yang
terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa lingkungan.
Peruntukannya zona ini adalah untuk pengembangan aktivitas pariwisata alam dan
rekreasi yang berwawasan lingkungan, penelitian, dan pengembangan yang
menunjang pemanfaatan, pendidikan, dan atau kegiatan penunjang budidaya.
Perubahan zonasi TN Karimunjawa juga turut merubah zona-zona
pemanfaatan oleh masyarakat sekitar, khususnya nelayan. Penelitan (Priyanto
2011) menjelaskan adanya pengurangan daerah tangkapan nelayan. Selain adanya
perubahan daerah tangkapan, terdapat perubahan dalam hal diversifikasi nafkah,
terutama pasca penetapan zona pemanfaatan pariwisata. Adanya zona pariwisata
menyediakan jenis sumber nafkah baru seperti tour guide, penyewaan alat selam,
penyewaan kapal, penginapan, penyewaan motor, dan berdagang.

Wisatawan
Segmentasi permintaan wisata menyebabkan beragam motif, minat
ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya (Steck et al
1999; Heher 2003 dalam Damanik dan Webber 2006). Perbedaan Perbedaan motif
dan latar belakang yang berbeda menyebabkan mereka memiliki permintaan
terhadap wisata yang berbeda. Peran ini sangat menetukan industri wisata,

12

bahkan banyak pelaku industri wisata yang bergantung kepadanya (Damanik dan
Webber 2006).
Wisatawan, secara umum diartikan sebagai orang yang melakukan kegiatan
wisata (Warpani dan Warpani 2007). Wisatawan menurut asalnya dapat
dibedakan menjadi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Wisatawan
nusantar adalah wisatawan yang melakukan kegiatan wisata di dalam suatu negara
tempat dia berasal. Sedangkan wisatawan mancanegara merupakan wisatawan
dari berbagai negara yang berkunjung ke suatu negara lain di luar negaranya
(Warpani dan Warpani 2007). Gaji yang tidak bertambah, waktu yang semakin
sempit, syarat-syarat kerja yang memburuk, dan tingkat kesehatan yang terus
menurun akan memengaruhi permintaan terhadap produk wisata.
Wisatawan menjadi indikator penting untuk mengukur bagaimana peran
lokasi wisata dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Wisata Indonesia sudah
menarik banyak wisatawan dari luar negeri. Menurut BPS, jumlah wisatawan
mancanegara yang mengunjungi Indonesia pada tahun 2013 mencapai 8.802.129
orang. Jumlah wisatawan sebesar ini juga menyumbang devisa negara yang cukup
besar mencapai 10.054,15 juta dollar AS pada tahun yang sama. Permintaan
wisata yang begitu besar harus diimbangi dengan penawaran ekowisata yang juga
memadai, terutama pertimbangan dalam keberlanjutan lingkungan (Damanik dan
Webber 2006).
Strategi Nafkah Nelayan
Secara umum, strategi nafkah merupakan taktik dan aksi yang dibangun
oleh individu atau kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan
tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem
nilai budaya yang berlaku (Dharmawan 2007). Ellis (2000) menjelaskan strategi
nafkah sebagai livelihood asset, yaitu:
(1) Modal Sumber Daya Alam (Natural Capital)
Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital) Modal ini biasa juga disebut
sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik
dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumber daya
yang dapat diperbaharui atau tidak dapat diperbaharui;
(2) Modal Fisik (Physical Capital)
Modal fisik merupakan modal berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran
irigasi, jalan, gedung, dan lain sebagainya;
(3) Modal Manusia
Modal ini merupakan modal utama apalagi pada masyarakat yang
dkategorikan “miskin”. Modal ini berupa tenaga kerja yang tersedia dalam
rumahtangga yang dipengaruhi oleh pendidikan, keterampilan, dan
kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya;
(4) Modal Finansial (Financial Capital)
Modal ini berupa uang, yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal
ini dapat berupa uang tunai, tabungan, ataupun akses dan pinjaman; dan
(5) Modal Sosial (Social Capital)
Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan
keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang tergabung di dalamnya.
Contoh modal sosial adalah jaringan kerja (networking) yang merupakan

13

hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerjasama dan
memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi.
Nelayan merupakan bagian dari masyarakat pesisir yang tidak bisa
dipisahkan karakteristiknya dari lingkungan (Satria 2002). Perubahan-perubahan
ekologis yang terjadi di kawasan pesisir memengaruhi kehidupan nelayan
sehingga nelayan beradaptasi. Bentuk adaptasi nelayan menanggapi perubahan
lingkungan
dapat
beragam,
seperti
penganekaragaman
pendapatan,
penganekaragaman alat tangkap, perubahan daerah tangkapan, memanfaatkan
hubungan sosial, dan mobilisasi anggota rumah tangga (Helmi dan Satria 2012).
Selian itu, perubahan yang diakibatkan oleh pengembangan ekowisata juga
dapat dilihat dari adaptasi nelayan berupa strategi nafkah nelayan. Penelitian
Ardini (2014) di Tanjung Benoa menjelaskan strategi nafkah nelayan akibat dari
pengembangan ekowisata, yaitu: strategi spasial, strategi waktu, strategi pola
nafkah ganda, strategi mobilisasi sumber daya manusia anggota keluarga, strategi
memanfaatkan jaringan sosial, dan strategi menggadaikan aset barang. Berbagai
strategi nafkah yang diterapkan oleh nelayan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Berbagai strategi nafkah yang diterapkan nelayan
Sumber
Widodo (2011)

Bentuk Strategi Nafkah
Strategi Ekonomi: Pola Nafkah Ganda, Migrasi, dan Optimalisasi
Tenaga Kerja Rumah Tangga.
Strategi Sosial: Pemanfaatan Lembaga Kesejahteraan Sosial,
Jejaring Sosial.

Ardini (2014)

Strategi Spasial, Strategi Waktu, Strategi Pola Nafkah Ganda,
Strategi Mobilisasi Sumber Daya Manusia Anggota Keluarga,
Strategi Memanfaatkan Jaringan Sosial, dan Strategi Menggadaikan
Aset Barang.

Iqbal (2004)

Pola Nafkah Berserak: Serakan Waktu, Serakan Spasial, serakan
alokasi tenaga kerja, serakan usaha, Pola Nafkah Ganda, Migrasi,

Prameswari (2004)

Migrasi, penggerakan anggota rumah tangga, dan diversifikasi
nafkah

Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa strategi nafkah nelayan muncul
karena berbagai perubahan, terutama yang diakibatkan oleh berbagai perubahan
ekologis ataupun sebagai bentuk adaptasi nelayan. Bentuk strategi nafkah yang
dilakukan oleh nelayan dapat dikelompokan ke dalam tiga hal, yaitu: Pola nafkah
ganda, Migrasi, Optimalisasi tenaga kerja anggota rumah tangga, dan Jejaring
sosial.

Pengaruh Ekowisata terhadap Perekonomian Nelayan
Pengelolaan ekowisata yang baik salah satunya dapat dicirikan dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat lokal/setempat, dalam hal ini adalah

14

nelayan. Pengelolaan ekowisata memberi ruang sekaligus dampak ekonomi
berantai. Nelayan sebagai bagian masyarakat yang memiliki hubungan paling erat
dengan pesisir dan laut yang terkena dampak ekonomi paling banyak. Secara
umum, dampak ekonomi yang dirasakan berupa peningkatan pendapatan (positif).
Hal ini dikarenakan adanya tambahan sumber mata pencaharian selain dari hasil
melaut (strategi nafkah ganda) (Satria 2009). Selain itu, penurunan pendapatan
juga mungkin terjadi karena berkurangnya akses nelayan pada sumber daya alam
itu sendiri.
Penelitian Helmi dan Satria (2012) terhadap nelayan di Desa Pulau Panjang,
Kabupaten Tanah Bambu, Kalimantan Selatan, menunjukan adanya
penganekaragaman pendapatan sebagai bentuk respon perubahan ekologis yang
terjadi. Hal ini menunjukan bahwa perubahan bentang alam (akses) telah merubah
strategi nafkah nelayan yang pada akhirnya memengaruhi pendapatan nelayan.
Alhasil, pendapatan nelayan dari sektor kelautan berkurang.
Penelitian Tafalas (2010) di Raja Ampat membuktikan adanya dampak
positif dari kegiatan ekowisata terhadap perekonomian nelayan. Meskipun
dampaknya belum sampai pada perubahan struktur mata pencaharian, adanya
kegiatan ekowisata telah memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha.
Berikut beberapa hasil penelitian yang membuktikan adanya dampak ekowisata
terhadap perekonomian nelayan, terutama pada sektor pendapatan.
Tabel 6 Berbagai macam dampak ekowisata terhadap pendapatan nelayan
Sumber

Keterangan

Jenis
Dampak

Tafalas
(2010)

Kegiatan ekowisata menambah lapangan kerja serta kesempatan
berusaha. Perpindahan orang yang bekerja sebagai nelayan ke sektor
ekowisata bahari. Rata-rata pendapatan masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan ekowisata lebih besar daripada pendapatan masyarakat yang
tidak ikut dalam kegiatan ekowisata.

Positif

Sulaksmi
(2007)

Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata cenderung
mengalami peningkatan pendapatan daripada yang tidak terlibat dalam
kegiatan pariwisata. Besaran pendapatan yang diterima dapat diukur
dengan pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga. Besarnya
pendapatan yang diperoleh dipengaruhi oleh beberapa faktor: Umur,
Pendidikan, Jumlah Anggota Keluarga, dan jarak dari kawasan wisata.

Positif

Wijayanti
(2009)

Peningkatan pendapatan akibat kegiatan wisata bersumber dari
penyewaan homestay kepada pengunjug oleh masyarakat. Peningkatan
pendapatan tidak berhubungan secara langsung dengan pekerjaan
nelayan, tapi lebih kepada rumah tangga penyewa home stay.

Positif

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rata-rata kegiatan ekowisata
membawa dampak positif berupa peningkatan pendapatan nelayan, terutama
rumah tangga nelayan. Peningkatan pendapatan ini bersumbe