Dampak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompressor (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara)

(1)

DAMPAK ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA TERHADAP STRATEGI NAFKAH NELAYAN KOMPRESSOR

(Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh Faris Priyanto

I34070126

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

FARIS PRIYANTO. The Impact of National Park Zoning Against Livelihood Strategy of Compressor’s Fisherman. (Case in Village of Karimunjawa, Jepara Regency, Central Java)

(Supervised by: SOERYO ADIWIBOWO)

This research was conducted and located in the village of Karimunjawa, Jepara Regency, Central Java for six weeks from the April 2nd to May 15th. The purpose of this study is to analyze the impact of the presence of Karimunjawa Marine National Park to the livelihood strategies of the fisherman. The second purpose of this study is to analyze the effectivity of the biodiversity conservation program carry out by the National Park. This research conducted using quantitative approach and supported by a qualitative data. Quantitative data obtained through an interview to 35 fisherman’s respondents. Through field observation, in-depth interviews and secondary data, the qualitative data are collected.

The results found that, first, the marine park did not influence or create adverse impacts to the compressor’s fisherman. The compressor’s fisherman until now could easily acces to the fishing area at the core zone of the park. Limited officers and lack of resources are two factors that hinder the park enforce its management zonation particularly the core zone. Second, lack of resource for enforce the management zonation of the park are imbalance with the sharp increase of fishing efforts in Karimunjawa sea waters. The last few years the fishing efforts increase due to the policy of Central Java Province Government that boost the Karimunjawa as one of the central fishing production in the region.

Keywords: Livelihood System, Compressor’s Fisherman, and National Park Zoning.


(3)

RINGKASAN

FARIS PRIYANTO. Dampak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompressor. (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara)

(Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO)

Penelitian ini dilakukan di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui menganalisis dampak kehadiran Taman Nasional Karimunjawa berikut dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah nelayan. serta menganalisis eksistensi keberadaan zona di lingkungan Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan kuesioner yang didukung oleh data kualitatif melalui observasi, wawancara mendalam dan penelusuran dokumen yang terkait dengan pembahasan. Responden dari penelitian ini adalah 35 orang yang diperoleh melalui simple random sampling yang diwakili oleh masing-masing ketua kelompok kapal, dari 90 kerangka sampling.

Hasil penelitian menunjukkan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: 79/IV/Set-3/2005 tanggal 30 Juni 2005 yang merupakan evaluasi dari penetapan zonasi sebelumnya pada tahun 1999, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nelayan kompressor. Padahal nelayan kompressor beroperasi di sekitar pulau-pulau dengan jarak sekitar 50-200 meter dari bibir pantai, untuk mencari ikan diantara batu-batu karang tempat ikan bereproduksi. Ketidaktahuan masyarakat tentang isi dan maksud dari zonasi Taman Nasional menyebabkan maraknya penangkapan ikan di zona inti dan zona perlindungan.

Nelayan kompressor merupakan kelompok nelayan yang memiliki resiko tinggi dalam mencari nafkah, namun memiliki penghasilan yang rata-rata lebih tinggi dari nelayan tradisional, yakni rata-rata sekitar Rp 1.956.000 per bulan. Tingkat penghasilan nelayan kompressor sangat ditentukan oleh kapasitas mesin kapal untuk menjangkau wilayah-wilayah yang memiliki stock ikan melimpah, serta kegigihan dari para awak kapal untuk mendapatkan hasil yang banyak.


(4)

Nelayan kompressor mayoritas berusia muda (65,7%), dengan tingkat pendidikan yang rendah (94%).

Penetapan zonasi Taman Nasional Karimunjawa tidak serta merta menyelesaikan masalah yang ada, karena keberadaannya pun tidak sepenuhnya dipahami dan dipatuhi oleh masyarakat. Sebagian besar nelayan kompressor mencari ikan di semua kawasan Taman Nasional Karimunjawa karena mereka tidak mengetahui tentang zonasi kawasan. Selain itu, minimnya patroli laut yang dilakukan Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) membuat kasus pelanggaran memasuki zona inti dan perlindungan terus berlanjut.

Efektivitas pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, ketersediaan sarana dan prasarana, serta dukungan anggaran yang memadai. Pegawai BTNKJ yang hanya berkekuatan 81 orang tidak sebanding dengan luas wilayah daratan dan perairan Taman Nasional Karimunjawa yang harus diawasi atau dikontrol; yakni seluas 111.625 hektar dan terdiri dari 22 pulau. Kondisi ini diperparah lagi dengan terbatasnya sarana dan prasarana dan dukungan anggaran yang tidak memadai. Di lain pihak, dalam beberapa tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah nelayan, alat tangkap, serta produksi hasil tangkapan ikan di Kepulauan Karimunjawa. Peningkatan produksi perikanan laut ini terjadi merupakan implikasi dari kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menetapkan perairan Karimunjawa sebagai salah satu sentra pengembangan produksi perikanan laut di wilayah Jawa Tengah.

Taman Nasional Laut Karimunjawa mampu meningkatkan diversifikasi nafkah dengan mendorong pertumbuhan sektor pariwisata, namun tidak mempengaruhi daerah tangkap dan alat tangkap nelayan kompressor. Sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen zonasi yang dilakukan oleh BTNKJ belum efektif.


(5)

DAMPAK ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA TERHADAP STRATEGI NAFKAH NELAYAN KOMPRESSOR

(Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh Faris Priyanto

I34070126

SKRIPSI

Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Faris Priyanto

NIM : I34070126

Judul Proposal Skripsi : Dampak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompressor (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

Mengetahui

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DAMPAK ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA TERHADAP STRATEGI NAFKAH NELAYAN KOMPRESSOR (KASUS DESA KARIMUNJAWA, KECAMATAN KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI IN BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2011

Faris Priyanto I34070126


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Imam Supriyadi dan Ibu Syafa’atun. Penulis lahir di Bogor, pada tanggal 07 Januari 1988. Penulis menamatkan pendidikan di TK Insan Kamil (1993-1994), SD Rimba Putra (1994-2000), SMP Negeri 4 Bogor (2000-2003), dan SMA Negeri 9 Bogor (2003-2006). Setelah menamatkan SMA, penulis berniat melanjutkan ke jenjang Akademi Militer, namun cita-cita tersebut tidak tercapai. Kemudian pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia melalui jalur SPMB.

Selama di IPB, penulis mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan antara lain Koran Kampus, Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA), Forum Unit Kegiatan Mahasiswa (FUKM), Ikatan Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia(IMPEMA). Selain itu, penulis juga pernah terpilih menjadi Duta FEMA, utusan Duta Lingkungan IPB, dan Jajaka Kota Bogor. Selain kegiatan kemahasiswaan, penulis juga menjadi asisten praktikum MK. Sosiologi Umum dan MK. Dasar-dasar Komunikasi.

Penulis menaruh minat yang besar terhadap ilmu-ilmu ekonomi, seni, sejarah, filsafat, sosial, sastra, sains dan psikologi. Selain itu, penulis juga menekuni bidang fotografi, menulis, olah raga dan berpetualang. Bagi penulis, Tuhan tidak menginginkan seseorang untuk menjadi mahasiswa yang baik, dosen yang baik, pejabat yang baik, atau tokoh agama yang baik. Penulis percaya bahwa Tuhan menginginkan setiap orang untuk menjadi manusia yang baik. Oleh karena itu, tidak ada hasrat yang lebih besar dari penulis selain untuk menikmati hidup dan memperbaiki kehidupan diri sendiri, dan jika memungkinkan, kehidupan orang lain.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas kesempatan yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompressor” dengan baik.

Selesainya penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak baik secara moral maupun material. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu (Bpk. Imam Supriyadi dan Ibu Syafa’atun) yang selalu memberikan dukungan baik secara moral, material, maupun spiritual.

2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS, selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan serta kritik dan saran yang membangun hingga penulis menyelesaikan proposal penelitian ini. 3. Semua staff Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) yang telah

memberikan banyak masukan dan pelajaran berharga untuk penelitian ini. 4. Mas Jambrong, yang sudah menyediakan tempat menyenangkan di

Karimunjawa. Juga untuk semua nelayan kompressor yang ramah dan bersahabat: senang bisa melaut dengan kalian.

5. Untuk M Danny Julainsyah, yang menyediakan tempat bermalam di Semarang. Terima kasih untuk semua bantuan dan keikhlasannya. Juga untuk Aditya Nugraha, yang telah sangat membantu tersusunnya skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat di Winaya Lokatmala, Garda Paksi, PPI, Mojang-Jajaka, Koran Kampus, IMPEMA, dan tentu saja KPM 44.

7. Untuk Yochan, Asih, dan Monic yang selalu memberikan hal terbaik dari 4 tahun ini.

8. Dan untuk Ardini.

Bogor, 8 September 2011

Faris Priyanto NIM I34070126


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

2. PENDEKATAN TEORETIS ... 6

2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.2. Kerangka Pemikiran ... 19

2.3. Hipotesa Penelitian... 21

2.4. Definisi Operasional ... 21

3.METODOLOGI PENELITIAN... 23

3.1. Metode Penelitian ... 23

3.2. Lokasi dan Waktu ... 23

3.3. Teknik Pengambilan Data…... 24

3.4. Teknik Analisis Data………. 25

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN…... 27

4.1. Sejarah Lokasi…... 27

4.2. Lokasi Geografis... 27

4.3. Kependudukan………... 28

4.4. Iklim dan Topografi... 30

4.5 Sarana Dan Prasarana …..………. 31

5. ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DAN NELAYAN KOMPRESSOR... 32 5.1. Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa... 32


(11)

5.2. Pengetahuan Masyarakat Tentang Zonasi Kawasan... 38

5.3. Nelayan Kompressor... 41

5.4. Karakteristik Nelayan Kompressor... 44

5.5 Ikhtisar... 52

6. DAMPAK ZONASI TAMAN NASIONAL TERHADAP STRATEGI NAFKAH NELAYAN KOMPRESSOR... 54 6.1. Daerah Tangkap………... 54

6.2. Alat Tangkap... 57

6.3. Diversifikasi Nafkah... 61

6.4. Ikhtisar... 65

7. EFEKTIFITAS PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 66 7.1. Manajemen Konservasi Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Karimunjawa Melalui Sistem Zonasi ... 66 7.2 Kapasitas Balai Taman Nasional Karimunjawa... 68

7.3. Kondisi Perikanan Tangkap Kepulauan Karimunjawa... 70

7.4. Ikhtisar... 74

8. PENUTUP... 76

8.1. Kesimpulan…………...…………... 76

8.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA 80 LAMPIRAN ... 83


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Data Kependudukan Tiga Desa di Kecamatan

Karimunjawa Tahun 2010...

28

Tabel 2 Data Kependudukan Tiga Desa di Kecamatan Karimunjawa Berdasarkan Pendidikan dan Agama Tahun 2002...

29

Tabel 3 Data Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Karimunjawa Tahun 2009... Tabel 4 Fasilitas Umum yang Terdapat di Kecamatan

Karimunjawa Tahun 2002...

31

Tabel 5 Pengetahuan Nelayan Kompressor tentang Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2011...

40

Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur Tahun 2011...

44

Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011...

45

Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Melaut Tahun 2011...

46

Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kapasitas Mesin Kapal Tahun 2011...

47

Tabel 10 Nilai Hasil Tangkapan Berdasarkan Kelompok Kapal Nelayan Kompressor Tahun 2011...

48

Tabel 11 Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Kompressor... 50 Tabel 12 Daerah Tangkap Responden Sebelum dan Sesudah

Zonasi Kawasan Tahun 2005...

54

Tabel 13 Perubahan Alat Tangkap Sebelum dan Sesudah Zonasi Kawasan Tahun 2005...

58

Tabel 14 Perubahan Nafkah Ganda Sebelum dan Sesudah Zonasi Kawasan Tahun 2005...


(13)

Tabel 15 Keadaan pegawai Balai Taman Nasional Karimunjawa Berdasarkan Golongan dan Jenis Kelamin Tahun 2008...

69

Tabel 16 Keadaan Pegawai Balai Taman Nasional Karimunjawa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2008...

69

Tabel 17 Data Sarana Balai Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2008...

70

Tabel 18 Data Angaran Program Kegiatan Balai Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2008...

71

Tabel 19 Perkembangan Jumlah Nelayan di Karimunjawa Tahun 1996-2005...

72

Tabel 20 Perkembangan Jumlah Kapal Penangkapan Ikan Tahun 1996-2005...

73

Tabel 21 Jenis dan jumlah alat tangkap di Karimunjawa tahun 1996-2005...


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 20 Gambar 2. Peta Karimunjawa Tahun 2002... 27 Gambar 3. Pengetahuan Masyarakat tentang Zonasi pada Tahun

2005...

38

Gambar 4. Pengetahuan Masyarakat tentang Zonasi pada Tahun 2009...

39

Gambar 5. Produksi Ikan Kepulauan Karimunjawa tahun 1996-2005...


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian... 84 Lampiran 2 Panduan Pertanyaan... 85 Lampiran 3 Daftar Kerangka Sampling... 87 Lampiran 4 Alat Tangkap Sebelum dan Sesudah Zonasi Kawasan 88 Lampiran 5 Nafkah Ganda Sebelum dan Sesudah Zonasi Kawasan 90 Lampiran 6 Aktifitas Perikanan Panah-Kompressor... 78 Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian... 79


(16)

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman hayati yang dipertahankan melalui konsep konservasi merupakan sebuah langkah penting yang harus diambil pemerintah untuk memastikan agar keseimbangan ekosistem di Indonesia tetap terjaga. Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990, konservasi sumber daya alam hayati diartikan sebagai pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi tersebut dilakukan untuk menjamin terciptanya perlindungan terhadap sumber daya alam kawasan serta terjaminnya akses masyarakat terhadap sumber alam tersebut untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56 /Menhut-II/2006 pasal 1, Zonasi Taman Nasional dibedakan menjadi tujuh, yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi dan zona khusus. Pedoman zonasi ini diperuntukkan untuk mewujudkan sistem pengelolaan Taman Nasional yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya.

Meski demikian, pelaksanaan konservasi tak jarang mengurangi akses masyarakat terhadap tempat mereka menggantungkan hidup. Pemanfaatan sumber daya alam dan pembangunan yang berkelanjutan menjadi konsep penting dalam melihat masalah tersebut. Tidak ada masyarakat yang secara tak sengaja menghambat kemenerusan lingkungan mereka, tetapi dengan terus berlangsungnya masalah lingkungan yang disebabkan oleh dampak negatif kegiatan manusia, merupakan tanda bahwa keberlanjutan memang masih diragukan. Keberlanjutan bukan merupakan akhir yang harus dicapai, tetapi target yang secara terus menerus harus dinegosiasikan sementara masyarakat belajar mengenali gejala ketidakberlanjutan (Francis, 1995: 4 dalam Mitchell et al. 2007). Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan lautan yang biasa ditempati olah masyarakat dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Desa pesisir merupakan entitas sosial-ekonomi, sosial-budaya, serta sosial-ekologi,


(17)

yang menjadi batas antara dataran dan lautan (Satria 2009). Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, "nilai" wilayah pesisir terus bertambah.

Menyadari nilai strategis yang dimiliki Kepulauan Karimunjawa, kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi (Cagar Alam Laut) pada Tahun 1986. kemudian pada Tahun 1999 melalui Keputusan Menhutbun No.78/Kpts-II/1999 Cagar Alam Karimunjawa dan perairan sekitarnya seluas 111.625 Ha diubah menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ). Pada Tahun 2001 sebagian kawasan Taman Nasional Karimunjawa ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam. Perubahan status kawasan tersebut dilakukan untuk mengakomodir keberadaan masyarakat yang telah tinggal dan menetap di wilayah kepulauan Kepulauan Karimunjawa, agar dapat memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka melalui sistem zonasi.

Sebagian besar masyarakat Karimunjawa berprofesi sebagai nelayan, dimana hampir 60,25% dari jumlah penduduknya adalah nelayan. Pada Tahun 2005, jumlah nelayan mencapai 2.923 orang, yang terdiri dari juragan sebanyak 299 orang, dan pandega sebanyak 2.624 orang. Dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Jepara, Kecamatan Karimunjawa memiliki jumlah nelayan terbesar, yaitu pada tahun 2004 sebanyak 2.945 orang dari total nelayan seluruhnya sebanyak 12.382 orang. Nelayan di Kepulauan Karimunjawa dari tahun ke tahun sudah banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam penggunaan mesin kapal yaitu dari perahu tak bermesin (perahu layar) ke perahu bermesin tempel atau perahu motor. Sekarang ini di Karimunjawa telah banyak nelayan yang menggunakan perahu kapal motor untuk melakukan aktivitas penangkapan (PPP Karimunjawa 2006)

Kawasan konservasi laut (Marine Protected Area/MPA) merupakan kawasan ekosistem laut yang ditujukan untuk perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, sumberdaya alam dan budaya setempat, yang dikelola berdasarkan undang-undang atau peraturan yang berlaku (IUCN 2003). Oleh karenanya penetapan kawasan lindung dapat dianggap sebagai instrumen yang terkait dengan aspek ekologis dan kelembagaan/hukum secara bersamaan. Meski


(18)

demikian, penetapan kepulauan Karimunjawa sebagai Kawasan Konservasi Laut/Taman Nasional menyebabkan masyarakat harus melakukan proses adaptasi dalam menjalankan strategi nafkahnya, terutama terkait dengan adanya sistem zonasi kawasan Taman Nasional.

Kecamatan Karimunjawa adalah wilayah pesisir yang memiliki luas sekitar 107.225 ha, dengan wilayah pemukiman penduduk seluas 2000 ha. Kawasan ini dihuni oleh 8.773 jiwa yang tersebar di tiga desa yang terdapat pada satu kecamatan dengan 85% masyarakatnya bergantung kepada sumberdaya alam, khususnya sumberdaya perikanan dan kelautan. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengetahui dampak Zonasi Taman Nasional terhadap strategi nafkah nelayan kompressor. Nelayan kompressor merupakan kelompok nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa Speargun dan alat bantu berupa mesin kompressor. Kelompok nelayan ini bekerja di sekitar batu-batu karang di perairan dangkal. Dengan adanya perubahan dalam strategi nafkah yang dilakukan nelayan, akan menarik untuk diteliti sejauh mana penetapan Zonasi Taman Nasional tersebut berdampak terhadap nelayan kompressor.

1.2 Perumusan Masalah

Wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa telah ditetapkan sebagai Taman Nasional melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 78/Kpts-II/1999. Dari ketujuh zona yang ada, hanya zona pemanfaatan perikanan tradisional yang terbuka untuk usaha penangkapan ikan, karena selebihnya hanya dipergunakan untuk upaya atau kegiatan konservasi dalam usaha pelestarian alam. Hal ini menjadi menarik untuk diketahui apakah sistem zonasi yang diterapkan di TNKJ tidak menyebabkan marjinalisasi masyarakat nelayan, bahkan dapat mendorong terjadinya perikanan tangkap yang berkelanjutan.

Kepulauan Karimunjawa merupakan salah satu sentra produksi perikanan laut di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Walaupun merupakan pulau-pulau kecil dan terpisah oleh lautan, Karimunjawa memiliki potensi perikanan yang besar, hal ini terlihat dari produksi perikanan pada Tahun 2005 sebesar 92.022 kg, di mana produksi ini masih berada di bawah nilai potensi lestari Karimunjawa yaitu sebesar 167.734,45 kg (PPP Karimunjawa 2006 dalam Irnawati 2008). Dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Jepara, Kecamatan


(19)

Karimunjawa memiliki jumlah nelayan terbesar, yaitu pada Tahun 2004 sebanyak 2.945 orang dari total nelayan seluruhnya sebanyak 12.382 orang. Seiring dengan meningkatnya jumlah nelayan, teknologi dan alat tangkap yang digunakan pun semaju maju dan bervariasi (lihat Tabel 11 dan Tabel 12).

Balai Taman Nasional Karimunjawa sejak Tahun 1998 telah merintis kegiatan pemberdayaan masyarakat, baik melalui peningkatan perekonomian, penguatan kelembagaan, penciptaan mata pencaharian alternatif, serta peningkatan kapasitas masyarakat. Kegiatan ini diharapkan dapat memunculkan kesiapan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga dan melestarikan Taman Nasional Karimunjawa1. Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa partisipasi masyarakat dalam konteks ini bisa jadi menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek. Oleh karenanya, dibutuhkan kajian lebih lanjut tentang apakah konservasi keanekaragam hayati yang terwujud dalam Zonasi Taman Nasional Karimunjawa benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat nelayan kompressor dan bagi keberlanjutan ekologi. Terlebih lagi, nelayan kompressor hanya bekerja di sekitar terumbu karang di perairan dangkal, sehingga sangat rentan terhadap pelanggaran sistem Zonasi Taman Nasional.

Terkait dengan hal tersebut, rumusan masalah yang akan diangkat dalam proposal penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dengan dibatasinya ruang pemanfaatan ikan hanya pada zona pemanfaatan tradisional, sejauh mana Zonasi TNKJ berdampak terhadap strategi nafkah nelayan kompressor?

2. Seberapa jauh efektivitas pengelolaan TNKJ berikut dengan batas zonasinya, dapat mengimbangi aktifitas perikanan laut di Kepulauan Karimunjawa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, dirumuskan tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak kehadiran Taman Nasional Karimunjawa berikut dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah nelayan kompressor.

       1


(20)

2. Menganalisis efektivitas konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan di Taman Nasional Karimunjawa, terkait dengan Kepulauan Karimunjawa yang merupakan sentra produksi perikanan laut terbesar di Jawa Tengah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat untuk mahasiswa selaku pengamat dan akademisi, masyarakat dan pemerintah. Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu:

1. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini memberikan tambahan hazanah pengetahuan kepada mahasiswa mengenai proses dan dampak yang ditimbulkan dari zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa dan membuka realitas pikiran bagi mahasiswa dalam menanggapi permasalahan ini.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini membantu kepada masyarakat, khususnya masyarakat nelayan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa untuk memahami lebih dalam tentang latar belakang, proses dan dampak dari adanya zonasi kawasan, terutama hubungannya dengan strategi nafkah yang dilakukan nelayan.

3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam di kawasan Taman Nasional.


(21)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konservasi dan Pemanfaatan Berkelanjutan

Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra 1981 dalam Sofa 2008). Konservasi juga memiliki makna sebagai bentuk pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim 1991 dalam Sofa 2008) 2. Namun demikian, Purwanti et al.2008 mengatakan bahwa berbagai ketentuan peraturan di bidang otonomi daerah maupun di bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem belum memberi ketegasan dan kejelasan arah pelaksanaan kebijakan dan peran yang harus dilakukan oleh berbagai pihak, baik tingkat pusat maupun daerah. Selain itu, pemerintah pusat juga belum berhasil membentuk mekanisme pengelolaan Taman Nasional yang efektif, karena adanya disharmoni sistem hukum dalam hal kewenangan pengelolaan3.

Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan-tindakan strategis dari pengelola kawasan konservasi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan konteks sosial, ekonomi dan politik masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Tindakan tersebut diperlukan dalam koridor menjaga fungsi wilayah konservasi sekaligus memelihara hubungan yang baik dengan masyarakat dalam membangun pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan di sekitar kawasan. Dalam memahami konservasi, pemanfaatan berkelanjutan menjadi konsep yang penting karena dapat menyelaraskan kebutuhan untuk memanfaatkan sumberdaya alam dengan pemeliharaan dan perlindungan kawasan konservasi.

       2 

http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/konservasi-sumber-daya-alam-dan-buatan/, diakses tanggal 26 Februari 2011 pukul 16.12 WIB

3

Purwanti, Frida, Hadi S. Alikodra, Sambas Basuni, Dedi Soedharma. 2008. Pengembangan Co-management Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu Kelautan Vol. 13 (3) : 159 – 166  


(22)

Istilah keberlanjutan pertama kali dikenalkan pada tahun 1987 oleh World Commission On Environment and Development melalui bukunya Our Common Future. Buku ini memperkenalkan gagasan "pembangunan berkelanjutan" beserta konsep-konsepnya yang sangat menarik, termasuk debat mengenai hubungan seperti apakah yang seharusnya ada antara "lingkungan" dan "pembangunan". Tidak ada sistem perputaran sumberdaya dapat berkelanjutan seperti pada awalnya. Perubahan pasti terjadi. Paradigma pembangunan berkelanjutan harus dipahami sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah komitmen moral tentang bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dalam kaitan dengan itu, paradigma pembangunan berkelanjutan bukan sebuah konsep tentang pentingnya lingkungan hidup, bukan juga tentang pembangunan ekonomi. Ini sebuah etika politik mengenai pembangunan dan bagaiman pembangunan itu seharusnya dijalankan (Keraf 2002).

Lebih lanjut lagi, Biasane (2004) mengatakan bahwa konsep pembangunan perikanan berkelanjutan harus mengandung beberapa aspek yang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan konservasi dan kebutuhan sosial ekonomi, antara lain:

1. Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi).

Dalam pandangan ini memelihara keberlanjutan stok/biomass sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi konsern utama.

2. Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosio-ekonomi).

Pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu.

3. Community sustainability (keberlanjutan komunitas).

Mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian membangun perikanan yang berkelanjutan.

4. Institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan).

Dalam kerangka ini keberlanjutan yang kelembagaan menyangkut memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga pembangunan keberlanjutan di atas.


(23)

Perubahan lingkungan fisik dan lingkungan sosial merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam menjaga pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Menurut Homer-Dixon (1993) dalam Mitchell et al (2007), kegiatan manusia dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau kelangkaan sumber daya dalam tiga cara. Pertama, kegiatan manusia dapat menyebabkan penurunan jumlah dan kualitas sumber daya, terutama jika jumlah sumber daya dieksploitasi dengan tingkat kecepatan yang melebihi daya pulihnya. Kedua, penurunan atau kelangkaan sumber daya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk. Ketiga, akses terhadap lingkungan dan sumber daya alam yang tidak seimbang juga akan menyebabkan banyak persoalan. Akses yang tidak seimbang biasanya disebabkan oleh hak kepemilikan yang terkonsentrasi pada sekelompok kecil masyarakat sehingga menyebabkan kelangkaan hak kepemilikan bagi kelompok lain (Mitchel et al. 2007).

2.1.2 Konsep Zonasi Kawasan Taman Nasional

Definisi Taman Nasional menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya, adalah merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi serta dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan, penelitian, pengembangan budidaya,rekreasi, dan pariwisata. Dalam pasal 30 disebutkan bahwa pengelolaan taman nasional adalah tercapainya tiga fungsi, yaitu: (1) perlindungan terhadap ekosistem kehidupan, (2) pengawetan sumber plasma nutfah dan ekosistemnya, dan (3) pelestarian pemanfaatan. Selain beberapa fungsi tersebut, taman nasional dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pemanfaatan yang lestari. Sebagian wilayah taman nasional selama ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat melalui berbagai kegiatan, antara lain kegiatan perikanan, pertanian, dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang lain.

Keterpaduan pengelolaan antara kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan dengan kegiatan konservasi berarti bahwa kegiatan pemanfaatan sumber daya yang ada harus menyesuaikan dengan kegiatan dan pengelolaan konservasi, karena aspek sumber daya bertumpu pada keberhasilan dari usaha konservasi (Maksum 2006). Pengelolaan konservasi juga harus


(24)

mengakomodasikan dan mengedepankan kepentingan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan pemberdayaan masyarakat nelayan untuk mencapai keberlanjutan sumber daya perikanan.

Taman Nasional Laut atau disebut juga Marine Protected Area (MPA) adalah sebuah kawasan laut yang secara khusus ditujukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati secara alami, pembudidayaan, dan dikelola melalui aturan-aturan (IUCN 2003). MPA diharapkan dapat membantu dalam melindungi habitat-habitat penting contoh-contoh perwakilan kehidupan laut, dan juga dapat membantu dalam memulihkan produktifitas laut dan menghindari kerusakan yang lebih jauh. Prinsip manfaat Kawasan Konservasi Laut adalah dampak limpahan, dimana pada kawasan yang dilindungi, stok ikan akan tumbuh dengan baik, dan limpahan dari pertumbuhan ini akan mengalir ke wilayah di luar kawasan, yang kemudian dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengurangi sumber pertumbuhan di daerah yang dilindungi. Kawasan Konservasi Laut dapat berfungsi sebagai nursery ground (tempat pembesaran), feeding ground (tempat mencari makan) ataupun spawning ground (tempat memijah) bagi ikan-ikan yang hidup di area sekitar kawasan tersebut 4.

Terkait dengan hal tersebut, Permenhut No: P. 56 /Menhut-II/2006 mengatur tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa Zonasi Taman Nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam Taman Nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Untuk dapat menciptakan tata kelola yang efektif dan optimal seperti yang terkandung dalam Pasal 2 Permenhut Nomor P. 56 /Menhut-II/2006, maka dibutuhkan pembagian zona kawasan menurut fungsinya. Adapaun zonasi seperti yang tercantum dalam Permenhut tersebut adalah sebagai berikut:

1. Zona inti adalah bagian Taman Nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh

       4

Maksum, Mochamad Asep. 2006. Analisis Manfaat Ekonomi Sumberdaya Perikanan Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Karimunjawa. Tesis: Istitut Pertanian Bogor.


(25)

manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

2. Zona rimba, untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari adalah bagian Taman Nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.

3. Zona pemanfaatan adalah bagian Taman Nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dinamfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.

4. Zona tradisional adalah bagian dari Taman Nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.

5. Zona rehabilitasi adalah bagian dari Taman Nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan.

6. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasionai yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.

7. Zona khusus adalah bagian dari Taman Nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai Taman Nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.

Penetapan zonasi kawasan melibatkan Staf Balai Taman Nasional, Unsur Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Kelompok Masyarakat dan Mitra kerja. Adapaun peran serta masyarakat seperti yang diatur dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56 /Menhut-II/2006 adalah memberi saran, informasi dan pertimbangan, memberikan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan zonasi, melakukan pengawasan kegiatan zonasi, dan ikut menjaga dan memelihara zonasi. Zonasi yang ditetapkan harus mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:


(26)

a. Keanekaragaman hayati, nilai arkeologi, nilai obyek daya tarik wisata, nilai potensi jasa lingkungan

b. Data spatial: tanah, geologi, iklim, topografi, geomorfologi, penggunaan lahan;

c. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat d. Oseanografi untuk wilayah perairan.

Taman Nasional harus dirancang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam penggunaan ruang di dalamnya. Wakil ekosistem-ekosistem yang alami dan khas dapat dilindungi dan dilestarikan jika gangguan-gangguan terhadapnya ditekan sekecil mungkin. Ekosistem yang rapuh harus dibebaskan dari konflik penggunaan lahan. Untuk kepentingan pemanfaatan wisata alam dan rekreasi dapat dilakukan pada daerah-daerah yang memiliki daya tahan yang cukup (Basuni 1987).

Sistem zonasi yang diterapkan di TNKJ diharapkan dapat menyelaraskan kondisi Karimunjawa sebagai taman nasional dengan kepentingan penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Lebih lanjut, Maksum (2006) mengatakan bahwa penetapan hak pemanfaatan dan penangkapan ikan eksklusif juga perlu diberlakukan di perairan TNKJ pada zona pemanfaatan perikanan tradisional sehingga kegiatan perikanan tangkap oleh masyarakat nelayan setempat dapat terus dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian perikanan dan keberadaan Karimunjawa sebagai sebuah taman nasional.

Dalam konsep pengelolaan Taman Nasional, zona inti merupakan unit dalam Taman Nasional yang memberikan ciri khas kawasan konservasi dan berfungsi sebagai pengatur yang menentukan totalitas ciri Taman Nasional. Pemasukan sumber daya alam ke dalam unit zona inti harus berupa ekosistem atau unsur ekosistem yang unik atau rapuh, tumbuhan atau satwa yang terancam punah atau gejala alam yang memerlukan upaya perlindungan. Sumber daya alam demikian dapat dipandang sebagai obyek konservasi utama. Untuk daerah-daerah yang memiliki tingkat kerentanan kawasan sedang sampai rendah, maka bisa diperuntukan sebagai Zona Pemanfaatan. Bila daerah-daerah dalam zona pemanfaatan merupakan daerah perlindungan satwa, daerah tangkapan air atau daerah bahaya erosi, maka sebaiknya diperuntukan sebagai Zona Pemanfaatan Semi Intensif. Sedangkan bila daerah-daerah dalam zona pemanfaatan bukan


(27)

merupakan daerah perlindungan satwa, daerah tangkapan air dan daerah bahaya erosi, maka bisa diperuntukan sebagai Zona Pemanfaatan Intensif. Untuk daerah-daerah dimana terdapat aktifitas pemanfaatan lahan yang berada pada tingkat kerentanan tinggi sampai sangat tinggi, sebaiknya diperuntukan sebagai Zona Lain (Pemulihan). Untuk daerah-daerah dimana terdapat aktifitas pemanfaatan lahan yang berada pada tingkat kerentanan rendah dan berbatasan dengan batas Taman Nasional, sebaiknya diperuntukan sebagai Zona Penyangga (Hutan atau Ekonomi). Untuk daerah-daerah dimana terdapat aktifitas pemanfaatan lahan yang berada pada tingkat kerentanan rendah dan tidak berbatasan dengan batas Taman Nasional, sebaiknya diperuntukan sebagai Zona Lain (Peruntukan Khusus). Untuk daerah-daerah dimana terdapat aktifitas pemanfaatan lahan yang berada pada tingkat kerentanan sedang, sebaiknya diperuntukan sebagai Zona Lain (Peruntukan Khusus) (Basuni 1987).

Menurut Alikodra (1987), ketergantungan masyarakat dapat dikategorikan menjadi tidak legal dan legal. Ketergantungan tidak legal adalah pengambilan kayu, buah, daun, rumput dan menggembalakan ternak secara liar, dimana menurut peraturan mengenai Taman Nasional, semua kegiatan tersebut dilarang. Jika tidak dilakukan pengaturan, maka akan merusak potensi Taman Nasional. Sedangkan ketergantungan yang legal antara lain menjadi pemandu wisata alam, sopir angkutan dan usaha pelayanan pengunjung. Ketergantungan ini dapat ditingkatkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

2.1.3 Strategi Adaptasi Nafkah Nelayan

Adaptasi merupakan tingkah laku penyesuai yang menunjuk pada tindakan (Bennet dalam Subri 2007). Dalam hal ini, adaptasi dikatakan sebagai tingkah laku yang bersifat strategis dalam upaya memaksimalkan kesempatan hidup. Dalam Sosiologi Nafkah, Dharmawan (2006) memberikan penjelasan bahwa livelihood memiliki pegertian yang lebih luas daripada sekedar means of living yang bermakna sempit mata pencaharian. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar daripada sekedar


(28)

“aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan hidup atau memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.

Merujuk pada Scoones (1998), dalam penerapan strategi nafkah, rumah tangga petani memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Scoones membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu: (1) Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi); (2) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan. Atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja – selain pertanian- dan mamperoleh pendapatan; (3) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.

Long (1987) dalam Widiyanto et al. (2010) mencirikan bahwa sistem perekonomian desa di Negara-negara dunia ketiga bercorak kombinasi antara non-kapitalis yang “tradisional” dengan non-kapitalis yang emergen. Boeke (1953) dalam Sajogyo (1982) dalam Widiyanto et al. (2010) menyebutnya sebagai teori ekonomi ganda (dualisctic economics) dimana dalam waktu yang sama terdapat dua atau lebih sistem sosial, dan masing-masing sistem sosial ini jelas berbeda satu sama lain dan masing-masing menguasai bagian tertentu dari masyarakat bersangkutan. Dalam konteks pertanian, petani di pedesaan mengalami mixed ethic, pada satu sisi berorientasi kepada etika sosial-kolektif dan pada sisi yang lain harus berorientasi kepada keuntungan yang maksimal. Kedua etika tersebut


(29)

“dimainkan” oleh petani sebagai upaya membangun sistem penghidupan yang berkelanjutan.

Fadjar (2009) dalam Widiyanto et al. (2010) membuktikan bahwa pada petani kakao menerapkan strategi amphibian, dimana walaupun pengeruh kapitalisme telah merembes (masuk sedikit demi sedikit) namun nilai-nilai tradisional tidak sepenuhnya ditinggalkan. Nilai-nilai subsistensi melekat pada aktifitas produksi (on farm) baik pada komoditas padi maupun kakao. Pada sisi yang lain, semangat kapitalisme sangat menonjol pada proses penjualan hasil produksi kebun kakao. Kakao merupakan komoditas yang berorientasi pada pasar yang diperlukan sebagai komoditas baku bagi industri yang berada di luar komunitas petani.

Secara etimologis, makna kata ’livelihood’ itu meliputi aset atau modal (alam, manusia, finansial, sosial dan fisik), aktifitas di mana akses atas aset dimaksud dimediasi oleh kelembagaan dan relasi sosial) yang secara bersama mendikte hasil yang diperoleh oleh individu maupun keluarga. Kata ”akses” didefinisikan di sini sebagai ”aturan dan norma sosial yang mengatur atau mempengaruhi kemampuan yang berbeda antara orang dalam memiliki, mengontrol, mengklaim atau menggunakan sumber daya seperti penggunaan lahan di desa atau komunitas kampung”5. Keberlanjutan mempunyai banyak dimensi yang semuanya penting bagi pendekatan sustainable livelihoods. Penghidupan dikatakan berkelanjutan jika ia:

1. Elastis dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan dan tekanan-tekanan dari luar;

2. Tidak tergantung pada bantuan dan dukungan luar (atau jika tergantung,bantuan itu sendiri secara ekonomis dan kelembagaan harus sustainable);

3. Mempertahankan produktivitas jangka panjang sumberdaya alam;

4. Tidak merugikan penghidupan dari, atau mengorbankan pilihan-pilihan penghidupan yang terbuka bagi orang lain.

Strategi nafkah di sektor perikanan dibedakan menjadi budi daya ikan dan penangkapan ikan. Budi daya ikan dalam pola kerjanya lebih menyerupai

       5

Saragih, Sebastian, Jonatan Lassa, Afan Ramli. 2007. Kerangka Penghidupan Berkelanjutan. Aceh: -.


(30)

peternakan karena lebih terkontrol. Di lain pihak, penangkapan ikan lebih bergantung pada ketersediaan sumberdaya bersama (open acces) para nelayan yang mempunyai hak yang sama terhadap sumberdaya (Mulyadi 2005).

Secara mendasar, pekerjaan sebagai nelayan banyak mengandung resiko dan ketidakpastian. Adanya risiko dan ketidakpastian ini disarankan untuk disiasati dengan mengembangkan pola-pola adaptasi berupa perilaku ekonomi yang spesifik yang selanjutnya berpengaruh terjadap pranata ekonominya. Pola-pola adaptasi yang menonjol adalah pembagian resiko dalam bentuk Pola-pola bagi hasil pendapatan dan kepemilikan kolektif serta mengutamakan hubungan patronage dalam aktifitas kerja (Mulyadi 2005). Untuk mengatasi kesulitan modal, masyarakat nelayan disarankan untuk mengembangkan suatu mekanisme tersendiri, yaitu sistem modal bersama, untuk memungkinkan terjadinya “pemerataan resiko” karena kerugian besar yang dapat terjadi setiap saat, seperti perahu hilang atau rusaknya alat tangkap, akan ditanggung bersama.

Lebih lanjut, karaktersitik masyarakat pesisir sebagai representasi komunitas desa-pantai dan desa terisolasi, dilihat dari berbagai aspek ialah sebagai berikut (Satria 2002):

a. Sistem Pengetahuan, pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman empirik. Kuatnya pengetahuan lokal ini menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup sebagai nelayan. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) tersebut merupakan kekayaan intelektual yang hingga kini terus dipertahankan

b. Sistem kepercayaan, secara teologi nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun, seiring berjalannya waktu berbagai tradisi dilangsungkan hanya sebagai salah satu instrument stabilitas sosial dan komunitas nelayan.

c. Peran wanita, umumnya selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah tangga, istri nelayan tetap menjalankan aktivitas ekonomi dalam kegiatan penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Istri nelayan juga dominan dalam mengatur pengeluaran rumah tangga sehari-hari sehingga sudah sepatutnya


(31)

peranan istri-istri nelayan tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam setiap program pemberdayaan.

d. Struktur sosial. Struktur yang terbentuk dalam hubungan produksi (termasuk pasar) pada usaha perikanan, perikanan tangkap maupun perikanan budidaya umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya ikatan ini merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Pada perikanan budidaya, patron meminjamkan modal kepada para nelayan lokal untuk pembudidayaan ikan. Konsekuensinya ialah hasilnya harus dijual kepada patron dengan harga yang lebih murah. Ciri kedua adalah stratifikasi sosial, bentuk stratifikasi masyarakat pesisir Indonesia sangat beragam. Seiring modernisasi akan terjadi diferensiasi sosial yang dilihat dari semakin bertambahnya jumlah posisi sosial atau jenis pekerjaan sekaligus terjadi pula perubahan stratifikasi karena sejumlah posisi sosial tersebut tidaklah bersifat horisontal, melainkan vertikal dan berjenjang berdasarkan ukuran ekonomi, prestise, dan kekuasaan.

e. Posisi sosial nelayan. Di kebanyakan masyarakat, nelayan memiliki status yang relatif rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan ini merupakan akibat dari keterasingan nelayan sehingga masyarakat bukan nelayan tidak mengetahui lebih jauh cara hidup nelayan. Hal ini terjadi akibat sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi dengan masyarakat lain karena alokasi waktu yang besar untuk kegiatan penangkapan ikan dibanding untuk bersosialisasi dengan masyarakat bukan nelayan yang memang secara geografis relative jauh dari pantai. Secara politis posisi nelayan kecil terus dalam posisi dependen dan karjinal akibat terbatasnya faktor kapital yang dimilikinya.

2.1.4 Kemiskinan Nelayan

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam


(32)

kelompok tersebut6. Paradigma lama memandang bahwa orang miskin disebabkan oleh tidak adanya modal. Dengan tidak ada modal maka produktivitas rendah, dan lalu menyebabkan tabungan rendah. Namun Sachs (2005) dalam Satria (2006) mencoba memodifikasi teori kemiskinan menjadi tidak sesederhana itu. Bagi Sachs, untuk mengakhiri kemiskinan, caranya dengan membuat orang termiskin dapat menapaki tangga pembangunan. Dan untuk mendorong orang miskin tersebut untuk menapaki anak tangga pertama, maka diperlukan sejumlah modal7, yaitu :

1. Modal manusia (human capital) seperti kesehatan, gizi, dan keterampilan yang diperlukan oleh setiap orang untuk produktif secara ekonomi

2. Modal usaha (business capital) seperti mesin, fasilitas, alat transportasi bermotor

3. Modal infrastruktur (infrastructure capital) seperti jalan, tenaga lsitrik, air, dan sanitasi, bandara, pelabuhan, dan sistem telekomunikasi yang menjadi prasyarat penting bagi produktivitas usaha

4. Modal alam (natural capital) seperti suburnya lahan, keanekaragaman hayati, dan ekosistem yang berfungsi baik

5. Modal kelembagaan publik (public institustional capital) seperti hukum eknomi, sistem peradilan, layanan pemerintah dan kebihjakan yang mendukung terciptanya kemakmuran,

6. Modal pengetahuan seperti pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas usaha dan pemanfaatan sumberdaya alam. Widiyanto et al. (2010) mengatakan bahwa salah satu pendekatan dalam memahami kemiskinan adalah sustainable livelihood. Pendekatan ini tidak hanya berbicara mengenai pendapatan (income poverty) dan pekerjaan (jobs) tetapi lebih holistik dengan memahami kehidupan orang miskin, apa prioritas hidup mereka, dan apa yang dapat membentu mereka. Dengan kata lain, memahami orang miskin harus bersifat komprehensif, dengan berbagai elemen penting yang harus dipahami secara tepat dan benar, seperti siapa orang miskin itu, dimana mereka

       6 

Soerjono Soekanto. “Sosiologi Suatu Pengantar”. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006). hal. 320.

7

http://agrimedia.mb.ipb.ac.id/uploads/doc/2010-07-06_Arief_satria-KEMISKINAN_NELAYAN, diakses pada tanggal 26 Mei 2011 pukul 09.25 WIB  


(33)

tinggal, mengapa mereka miskin, mengapa mereka tetap miskin, bagaimana persepsi mereka mengenai apa yang dimaksud dengan “miskin”, dan bagaimana usaha mereka untuk mengatasinya.

Chambers (1995) dalam Widiyanto et al. (2010) mengatakan bahwa banyak dimensi penting yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu: inferioritas, pengasingan, kerentanan, perampasan, ketidakberdayaan, dan penghinaan.

Muladi (2005) mengemukakan faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan nelayan:

1. Masalah yang berkaitan dengan kepemilikan alat tangkap

2. Akses terhadap modal khususnya menyangkut persyaratan kredit

3. Persyaratan pertukaran hasil tangkapan yang tidak berpihak pada buruh nelayan

4. Sarana penyimpanan ikan

5. Hak pengusahaan kawasan tangkap

6. Perusakan sistem organisasi masyarakat pesisir.

Tingkat perekonomian masyarakat nelayan juga dipengaruhi oleh cara kerja dan hubungan sosial yang terbentuk dalam komunitas nelayan tersebut. Mulyadi (2005) menguraikan beberapa hal yang menjadi karakteristik sosial masyarakat nelayan, antara lain:

1. Keterasingan relatif: dalam banyak hal, nelayan membentuk masyarakatnya sendiri dan sering terasing karena mereka harus hidup di sepanjang tepi danau, sungai dan laut. Di samping itu, karena banyak nelayan bekerja pada malam hari atau pagi buta, pada saat orang lain masih tidur, nelayan sering dipandang sebagai orang yang terpencil dari masyarakat (Pollnac dalam Mulyadi 2007).

2. Organisasi kerja: koordinasi antara awak kapal penangkap ikan perlu dikombinasikan. Adanya risiko fisik berkaitan dengan lingkungan laut, menambah pentingnya kesalingtergantungan setiap pekerja. Bersamaan dengan cepatnya peralatan menyusut dan kemungkinan hilangnya peralatan, kerja sama ini mengurangi jarak sosial dan ekonomi antara pemilik dan buruhnya.

3. Pembagian tenaga kerja: mayoritas tenaga kerja yang terlibat dalam nafkah nelayan adalah laki-laki, namun demikian bukan berarti perempuan tidak


(34)

memiliki andil dalam kegiatan nelayan. Wanita biasanya melakukan kegiatan-kegiatan di tepi pantai, dimana pekerjaan tidak akan bertentangan dengan pemeliharaan anak. Pada banyak masyarakat penangkap ikan, wanita mengambil alih fungsi membeli dan menjual ikan. Peranan wanita sebagai pedagang ikan menstabilkan ekonomi pada beberapa masyarakat penangkap ikan karena pria mungkin hanya kadang-kadang menangkap ikan, tetapi wanita bekerja sepanjang tahun.

4. Hak-hak atas sumberdaya laut: di beberapa wilayah, gelombang arus menggeser batas-batas tepi laut, muara, dan pantai sehingga secara praktis tidak mungkin untuk mempertahankan batas-batas secara jelas. Karena sasaran tangkapan relatif berpindah-pindah, hak atas suatu tempat khusus, bidang kecil penangkapan ikan tidak akan bermanfaat karena ikannya berpindah-pindah. Hak-hak komunal agak sering ditemukan, tetapi sering berjalan tidak sesuai dengan undang-undang nasional yang menentukan laut sebagai suatu sumberdaya yang terbuka untuk umum.

2.2 Kerangka Pemikiran

Penetapan Kepulauan Karimunjawa sebagai Kawasan Taman Nasional Karimunjawa diharapkan dapat mempertahankan kondisi lingkungan dan sumberdaya kelautan di wilayah ini sehingga manfaatnya dapat diambil secara berkelanjutan. Namun di sisi lain, kehadiran Kawasan Taman Nasional berikut sistem zonasinya mengakibatkan nelayan tradisional harus melakukan penyesuaian terhadap lokasi-lokasi penangkapan ikan yang selama ini menjadi ladang penghidupan mereka.

Menurut Balai Taman Nasional Karimunjawa (2002) dalam Maksum (2005), masalah utama pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Karimunjawa adalah perlindungan ekosistem perairan laut. Hal ini disebabkan oleh permasalahan yang timbul akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak berkelanjutan, seperti yang tercermin dari maraknya kerusakan ekosistem terumbu karang akibat eksploitasi sumberdaya perikanan dengan alat tangkap yang merusak lingkungan, perambahan dan perubahan fungsi ekosistem mangrove menjadi areal pertambakan, pengambilan batu karang untuk bahan bangunan,


(35)

tingginya animo membangun resort di pulau-pulau, serta pengambilan biota laut yang dilindungi undang-undang secara ilegal8.

Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi menarik untuk ditelaah bahwa:

1. Sejauh mana kehadiran Taman Nasional Karimunjawa berikut sistem zonasinya memberi pengaruh terhadap strategi nafkah nelayan kompressor. Pengaruh ini terutama diukur dari segi Daerah Tangkap, Alat Tangkap dan Diversifikasi Nafkah.

2. Mengingat bahwa Kepulauan Karimunjawa merupakan salah satu dari tiga pusat perikanan yang diandalkan di Jawa Tengah, dan fakta bahwa sebagian besar penduduknya yang berjumlah lebih dari 8.800 jiwa adalah nelayan, maka penting untuk dikaji pengaruh aktifitas perikanan tangkap di Kepulauan Karimunjawa terhadap efektivitas konservasi keanekaragaman hayati di TNKJ yang dilakukan dengan sistem zonasi.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

       8 

Laporan Evaluasi Balai Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2009  Efektivitas Sistem

Manajemen Zonasi Strategi Nafkah Nelayan Kompressor 1. Daerah Tangkap 2. Alat Tangkap 3. Diversifikasi

Nafkah Sistem Zonasi Kawasan Taman

Nasional Karimun

Upaya Perlindungan Taman Nasional Pemanfaatan

Perikanan Laut di Taman Nasional


(36)

Keterangan :

: hubungan pengaruh : dianalisis secara deskriptif

2.3 Hipotesis Penelitian

Penyusunan hipotesis bertujuan untuk memudahkan peneliti menjawab permasalahan dan dalam rangka untuk mencapai tujuan dari penelitian yang telah dirumuskan. Dari kerangka pemikiran diatas dapat disusun hipotesis berupa:

1. Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang dikelola dengan sistem zonasi berpengaruh terhadap daerah tangkap ikan, alat tangkap, dan diversifikasi nafkah dari nelayan kompressor di Kepulauan Karimunjawa 2. Kegiatan pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati di Taman

Nasional Karimunjawa yang dijalankan melalui sistem zonasi tidak mampu mengimbangi aktifitas perikanan tangkap yang berkembang di kepulauan Karimunjawa (diukur dari segi produksi perikanan laut, jumlah nelayan, dan alat tangkap). Sebagai akibatnya, efektivitas pengelolaan sistem zonasi tergolong rendah.

2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Strategi adaptasi nafkah adalah tingkah laku strategis dalam

memaksimalkan kesempatan hidup (Hansen, 1979, dalam Saharudin 2007). Strategi nafkah yang dimaksud berada dalam konteks masyarakat nelayan, yaitu taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku (Dharmawan, 2006). Strategi adaptasi nafkah yang dimaksud dibedakan ke dalam tiga kelompok, yakni:

a. Daerah tangkap adalah cakupan kawasan yang menjadi tempat nelayan mencari ikan. Cakupan kawasan ini berupa zona-zona yang boleh dimasuki dan digunakan, serta jarak tertentu (dalam


(37)

satuan km) dari batas pantai yang mampu dicapai oleh kapal nelayan.

b. Alat tangkap adalah jenis peralatan yang digunakan dalam mengambil sumberdaya perikanan

c. Diversifikasi nafkah yang dimaksud dalam penilitian ini yaitu penerapan pola nafkah yang beragam dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan (Soones 1998).


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang utama (Singarimbun dan Efendi 2008). Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui metode survei kepada nelayan kompressor dengan menggunakan kuesioner.

Pendekatan kualitatif digunakan peneliti untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali bebagai realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Strategi penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kasus. Peneliti memilih suatu kejadian atau gejala untuk diteliti (Sitorus 1998). Hasil pendekatan kualitatif ini diperkaya dengan data yang diperoleh dari metode survey. yang menggunakan instrument kuesioner untuk mengumpulkan informasi dari responden. Penelitian ini bersifat explanatory research yang menjelaskan hubungan-hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun 1995).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan:

1. Desa Karimunjawa merupakan kawasan Taman Nasional yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan;

2. Tersedianya data pendukung yag dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian; dan

3. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Desa Karimunjawa dapat dipahami oleh peneliti sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara dan pengumpulan data


(39)

Oleh karena itu dengan mengambil wilayah Desa Karimunjawa sebagai tempat penelitian, diharapkan dapat memberikan manfaat dan solusi dari permasalahan yang diteliti oleh penulis terhadap masyarakat Desa Karimunjawa. Pengumpulan data sekunder, dan data primer akan dilakukan selama satu bulan, dimulai pada bulan April – bulan Mei 2011. Dalam kurun waktu satu bulan tersebut peneliti mengumpulkan semua data dan informasi yang akan digunakan dalam penyusunan skripsi.

3.3 Teknik Pengambilan Data 3.3.1 Kerangka Sampling

Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah nelayan Desa Karimunjawa yang mengambil ikan di wilayah Taman Nasional Karimunjawa dengan menggunakan alat tangkap berupa speargun dan kompressor. Golongan nelayan ini bekerja dalam tim yang relatif tetap, berjumlah lima sampai tujuh orang di setiap kapal dimana terdapat 17 kapal yang menggunakan alat tangkap speargun dan kompressor di desa Karimunjawa. Komunitas nelayan ini berjumlah 90 orang, mayoritas berada di wilayah perkampungan Lego di sebelah timur Desa Karimunjawa.

3.3.2 Pemilihan Responden

Responden adalah individu yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai dirinya sendiri. Dalam penelitian ini populasi adalah masyarakat Desa Karimunjawa yang berprofesi sebagai nelayan, dimana populasi sampling pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Karimunjawa yang memiliki umur produktif antara 15-65 tahun dengan unit analisis individu. Responden dari penelitian ini adalah nelayan Karimunjawa yang beroperasi di sekitar TNKJ dan menggunakan alat tangkap berupa panah dan kompressor.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling, dengan jumlah responden 35 orang. Populasi nelayan kompressor adalah 90 orang. Karena bekerja secara berkelompok, seluruh anggota nelayan kompressor terbagi ke dalam 17 kelompok (1 kelompok terdiri dari lima sampai tujuh orang). Dari 17 kelompok tersebut, kemudian dipilih secara acak


(40)

sebanyak enam kelompok melalui perwakilan dari setiap ketua kelompok. Alasan dipilihnya responden berdasarkan tim adalah agar waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan dalam penelitian menjadi lebih efektif dan efisien, mengingat karakteristik nelayan kompressor relatif homogen. Dari masing-masing tim yang terpilih, kemudian dilakukan wawancara terhadap anggota-anggota timnya hingga mencapai jumlah 35 orang.

3.3.3 Wawancara Mendalam

Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu informan dan responden. Informan adalah seseorang yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan atau gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkunganya. Adapun informan yang dituju adalah tokoh masyarakat, yakni ketua kelompok nelayan, ketua RT dan ketua RW, Guru, Kepala Desa, Kaur Kependudukan tingkat Kecamatan, Juragan, nelayan tradisional, dan tokoh masyarakat lainnya. Jumlah Informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 21 orang. Selain tokoh masyarakat, wawancara juga dilakukan terhadap petugas Balai Taman Nasional sebanyak enam orang, dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan dan pelestarian alam sebanyak dua orang.

Data primer berasal dari wawancara melalui kuesioner yang ditanyakan pada responden dan data pendukung berupa wawancara mendalam terhadap responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil dokumentasi dan studi literatur melalui hasil penelitian sebelumnya, dapat berupa jurnal, skripsi, tesis, disertasi, makalah, laporan dari Balai Taman Nasional Karimunjawa, informasi dari internet dan karya ilmiah lainnya.

3.4 Teknik Analisis Data

Data hasil kuisioner dari responden diolah menggunakan program microsoft excel. Data tersebut diolah melalui teknik regresi linear untuk melihat pengaruh sistem Zonasi Taman Nasional Karimunjawa terhadap strategi nafkah nelayan. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk mendukung dan memperkuat analisis kuantitatif. Gabungan data tersebut diolah dan dianalisis dengan disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks,


(41)

atau bagan. Kemudian ditarik kesimpulan dari semua data yang telah diolah. Kemudian hasil dari kuesioner tersebut dicatat seperti apa adanya dan diolah dengan melakukan analisis serta interpretasi, baru selanjutnya dilakukan pembuatan kesimpulan tentang hasil kuesioner.


(42)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Lokasi

Menurut sejarah yang berkembang di masyarakat, Karimunjawa berasal dari nama pulau utama dan terbesar yaitu Karimunjawa. Menurut cerita masyarakat Jawa pada zaman Kesunanan Muria “Kremun-kremun saka Jawa” berarti samar-samat dari Jawa. Nama Karimunjawa juga digunakan untuk nama kecamatan/kepulauan, pulau, dan desa.

4.2 Lokasi Geografis

Secara geografis Karimunjawa merupakan kepulauan yang terletak antara 5°40’39 - 5°55’00 LS dan 110°05’57 - 110°31’15’ BT dengan luas wilayah sekitar 107.225 ha, tepatnya di sebelah utara dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Secara administratif, daerah ini termasuk wilayah Kecamatan karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kecamatan ini terbagi menjadi beberapa kawasan seperti kawasan pemerintahan, kawasan pemukiman, kawasan konservasi, dan kawasan pariwisata (Taman Nasional Karimunjawa 2010).


(43)

Kecamatan Karimunjawa merupakan kumpulan dari 27 pulau yang dikelilingi oleh Laut Jawa dan terdiri atas tiga desa yaitu Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, dan Desa Parang. Sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk mengakses daerah ini adalah dengan kapal ferry dari Jepara atau Semarang. Transportasi yang dapat digunakan untuk menuju pulau lainnya menggunakan kapal bermotor.

4.3 Kependudukan

Kecamatan Karimunjawa mempunyai sumberdaya manusia yang terdiri dari 8.733 jiwa. Jumlah penduduk ini terdiri atas beragam suku yaitu Jawa, Bugis, Bajo, Madura, dan Baton. Berikut ini adalah data perbandingan jumlah penduduk di Kecamatan Karimunjawa sejak tahun 1990 hingga 2010.

Tabel 1 Data Kependudukan Tiga Desa di Kecamatan Karimunjawa Tahun 2010

Desa Luas Daratan (Ha) Sensus 1990 Sensus 2000 Sensus 2010 Kepadatan Penduduk 2010 Laju Pertumbuhan Penduduk (%/thn)

Karimunjawa 4,619 3795 4062 4422 1.04 0.852782 Kemujan 1,626 2344 2628 2736 0.68 0.403551 Parang 870 1300 1400 1581 0.55 1.223275 Total

Kecamatan Karimunjawa

7,115 7439 8090 8733 0.81 0.767734

Sumber: Badan Pusat Statistik 2010

Kepadatan penduduk paling besar terdapat di Desa Karimunjawa, karena Desa ini tergolong yang paling maju diantara tiga desa yang lainnya. Meski demikian, laju pertumbuhan penduduk tertinggi justru terjadi Desa Parang. Secara keseluruhan, kepadatan penduduk di Kecamatan Karimunjawa adalah sebesar 0.81 per hektar, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,76 %/tahun.

Tingkat pendidikan di Kepulauan Karimunjawa masih tergolong rendah karena penduduk usia sekolah banyak bekerja membantu orang tua. Hal ini terjadi karena rendahnya kesadaran penduduk tentang pentingnya pendidikan dan keterbatasan biaya. Mayoritas penduduk Karimunjawa beragama Islam, tetapi ada


(44)

juga yang memeluk agama Kristen dan Katholik. Data kependudukan selengkapnya beserta tingkat pendidikan dan agama tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2 Data Kependudukan Tiga Desa di Kecamatan Karimunjawa Berdasarkan Pendidikan dan Agama Tahun 2002

Desa Jumlah Penduduk

Pendidikan Agama SD* SLTP SLTA PT ISLAM KRISTEN

Karimunjawa 4.137 3865 156 92 24 4107 30

Kemujan 2.698 2128 115 57 11 2687 11

Parang 2.007 1974 25 7 1 2007 0

Total 8.842 7967 296 156 36 8801 41

* Sudah tamat, tidak tamat, dan belum sekolah

Sumber Data : Monografi Desa Kecamatan Karimunjawa, 2002

Adapun mata pencaharian masyarakat Karimunjawa sangat beragam. Nelayan dan pembudidaya ikan sebagai mata pencaharian utama diikuti juga dengan pekerjaan lainnya sebagai petani. Berikut adalah Tabel yang menyajikan mata pencaharian masyarakat Karimunjawa.

Tabel 3 Data mata pencaharian penduduk Kecamatan Karimunjawa Tahun 2009

No Mata Pencaharian

Jumlah Penduduk (Jiwa) Total Persentasi (%) Karimunjawa Kemujan Parang

1 Petani/buruh tani

378 407 348 1133 18.99

2 Nelayan 1238 696 421 2355 39.47

3 Pengusaha 8 12 - 20 0.36

4 Buruh 285 202 55 542 9.08

5 Pedagang 12 30 37 79 1.32

6 Peternak 124 947 544 1615 27.07

7 PNS dan TNI 96 53 13 162 2.73

8 Pensiunan 27 33 - 60 1.01

Jumlah 2168 2380 1418 5966 100.00

Sumber: Balai Taman Nasional Karimunjawa 2009

Dari Tabel diatas dapat dilihat sebagian besar merupakan nelayan yakni 39,47 persen. Selanjutnya peternak dan petani/buruh tani menempati posisi pekerjaan paling besar di Karimunjawa, yakni sebesar 27,07 persen dan 18,99 persen. Meski demikian, masyarakat Karimunjawa pada umumnya memiliki mata pencaharian ganda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak meningkatnya sektor pariwisata di Karimunjawa, sebagian masyarakat memanfaatkan potensi


(45)

ekowisata di daerah tersebut dengan menjadi tour guide, penyewaan alat selam, penginapan, warung makan dll.

4.4 Iklim dan Topografi

Wilayah Kepulauan Karimunjawa mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin laut dengan suhu rata-rata 26-30oC. Suhu maksimum 34oC dengan suhu minimum 22oC. Kelembaban nisbi antara 70-85%, dan tekanan udara berkisar antara 1,012 mbar. Dalam satu tahun terdapat dua pergantian musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan musim pancaroba diantaranya. Musim kemarau (musim timur) terjadi pada bulan Juni-Agustus. Pada musim ini cuaca sepanjang hari cerah dengan curah hujan rata-rata <200 mm/bulan, rata-rata penyinaran matahari antara 70-80% setiap hari. Bulan kering terjadi pada Maret-Agustus dengan curah hujan sekitar 60 mm/bulan. Arah angin datang dari timur sampai tenggara dengan kecepatan 7-10 knot, kadang-kadang mencapai 16 knot lebih. Musim pancaroba pertama terjadi pada September-Oktober, pada periode ini angin didominasi dari barat dan barat laut, juga dari timur dan utara dengan kecepatan yang sangat bervariasi (BTNKJ 2001 dalam Irnawati 2008).

Topografi Kepulauan Karimunjawa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu perbukitan, perbukitan bergelombang, dan dataran rendah. Perbukitan terbentang luas di Pulau Karimunjawa dengan ketinggian 200-500 m. Bertekstur kasar, berlereng terjal, dan disusun oleh batuan sedimen pra-tersier. Perbukitan bergelombang terbentang di Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, dan Pulau Genting, dengan ketinggian 25-200 m, bertekstur halus hingga agak kasar, berlereng landai, dan disusun oleh batuan sedimen dan batuan gunung api. Gunung Walang dan beberapa gumuk (bukit kecil) merupakan tonjolan topografi pada daerah ini. Dataran rendah terbentang di Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Genting, Pulau Menjangan, Pulau Cemara, Pulau Bengkoang, Pulau Geleang, dan Pulau Sintok dengan ketinggian antara 0-25 m. Penyusun substrat dataran rendah ini antara lain aluvium dan sedikit batuan gunung api atau batuan sedimen (BTNKJ 2001 dalam Irnawati 2008).


(46)

4.6 Sarana dan Prasarana

Prasarana fisik yang ada terdiri dari jalan desa, bangunan desa, serta bangunan fasilitas umum. Listrik di Kecamatan Karimunjawa diperoleh dari PLTD dan tenaga surya. PLTD di Desa Karimunjawa hanya dapat beroperasi 12 jam, terhitung dari pukul 18.00-06.00 WIB. Jalan-jalan desa berupa jalan beraspal. Bangunan-bangunan seperti sekolah, tempat ibadah dan sarana kesehatan jumlahnya cukup banyak dan terawat. Selain itu juga terdapat bangunan untuk sarana olah raga dan berkumpulnya masyarakat berupa alun-alun dan aula pertemuan. Berikut merupakan Fasilitas yang ada di Kecamatan Karimunjawa tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4 Fasilitas Umum yang terdapat di Kecamatan Karimunjawa Tahun 2002

No Jenis fasilitas Jumlah Keterangan

1 Hotel dan resort 3 buah Swasta & dinas pariwisata

2 Homestay 16 buah Milik masyarakat

3 Komunikasi 1 buah Telkom

4 Air bersih 4 buah Pdam swakarsa

5 Listrik 2 buah Pltd kalisda dan telkom

6 Transportasi Transportasi air Transportasi darat Transportasi udara Pelabuhan

Bandar udara

2 buah 11 buah 1 buah 6 buah 1 buah

Kmp. Muria dan kmp kartini Mobil dan motor

Kura-kura resort Pemerintah, swasta Pemerintah

7 Kesehatan 1 kantor Puskesmas

8 Keamanan 5 kantor Koramil, Polsek, Pol Air, TN.

Karimunjawa dan AL.

9 Tempat ibadah 38 buah Mesjid, mushola dan gereja.

10 Sekolah 18 buah SD, SLTP, SMU, SMK

11 Pasar 1 buah Di desa Karimunjawa

12 Olah raga 16 buah Lapangan sepak bola dan bola

voli


(47)

BAB V

ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DAN

NELAYAN KOMPRESSOR

5.1 Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan no. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional, maka sejak tanggal 23 Januari 1998 Karimunjawa secara definitif dikelola oleh organisasi pengelola yang mandiri dengan status sebagai UPT Dirjen PHKA dengan nama Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ). Purwanti et al. (2008) mengatakan bahwa BTNKJ sebagai pemegang otoritas pengelolaan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan TNKJ secara optimal, yaitu menyusun rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional; mengelola taman nasional; melakukan pengawetan dan pemanfaatan secara lestari taman nasional; perlindungan, pengamanan dan penanggulangan kebakaran taman nasional; promosi dan informasi, bina wisata dan cinta alam, penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; kerjasama pengelolaan tama nasional; dan melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Taman Nasional Karimunjawa sejak tahun 1999 telah memiliki 4 zona yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan dan zona penyangga. Namun demikian, pada tahun 2004 zonasi yang ada dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan, disebabkan adanya beberapa permasalahan9, antara lain:

1. Zonasi tersebut belum mengakomodir berbagai kepentingan pengelolaan terutama dari aspek ekologi, sosial ekonomi serta budaya termasuk kearifan lokal

2. Banyak terjadi tumpang tindih kebijakan berbagai pihak, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten.

Sebagai akibatnya, banyak terjadi pelanggaran memasuki zona dan pelanggaran hukum lainnya, yaitu penangkapan ikan dengan bahan dan/ atau alat

       9 


(48)

tangkap yang merusak lingkungan (26,32%), pengambilan biota yang dilindungi (36,84%), pencurian kayu mangrove (31,58%) (Purwanti et a., 2008). Lebih lanjut lagi, Purwanti et al (2008) juga mengatakan bahwa banyaknya pelanggaran tersebut terjadi karena sosialisasi tentang pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan wilayah pesisir yang diancam sanksi hukum belum ada. Selain itu pendidikan sebagian besar penduduk (87,99%) hanya sampai tingkat dasar sehingga pemahaman terhadap hukum kurang dan juga didorong oleh kebutuhan hidup karena hasil penangkapan semakin kecil sedangkan biaya operasi penangkapan makin besar.

Adanya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan dilakukannya perubahan zonasi pada Tahun 2005 melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: 79/IV/Set-3/2005 tanggal 30 Juni 2005. Zonasi tersebut diharapkan dapat mengakomodir kepentingan masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alam serta kepentingan pelestarian oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa. Proses perbaikan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa dilaksanakan melalui berbagai tahapan. Tahap pertama adalah dengan mengumpulkan informasi serta mencari masukan dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap pengelolaan kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Tahap berikutnya adalah dengan mengadakan lokakarya sebagai berikut:

1. Lokakarya Kabupaten Jepara I

a. Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2004. Lokakarya ini menghasilkan 2 rekomendasi yang berkaitan dengan Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) yaitu:

b. BTNKJ segera menyelesaikan penyusunan rencana pengelolaan TN Karimunjawa, serta rencana teknis terkait (antara lain rencana pengembangan zonasi dan pariwisata alam laut) secara terpadu melalui forum koordinasi yang efektif dengan memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

c. Khusus untuk penyusunan rencana pengembangan zonasi yang merupakan inti dari pengelolaan Taman Nasional, data dan informasi yang berkaitan dengan kondisi potensi dan sosek perlu di cermati dengan menganalisa data tersebut. Data dan informasi tersebut


(49)

bersumber dari pihak-pihak yang telah melakukan penelitian di Karimunjawa. Pembahasan dilakukan secara bertahap (lokal, kabupaten, propinsi) dan konsisten dengan partisipasi pihak-pihak terkait.

2. Lokakarya Desa

Lokakarya dilaksanakan pada tanggal 8 – 10 Januari 2004 yang bertujuan untuk menggali pemikiran masyarakat mengenai Zonasi Taman Nasional Karimunjawa. Lokakarya desa dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing desa dan menghasilkan beberapa usulan masyarakat mengenai zonasi. Berdasarkan laporan Penataan Zonasi Taman Nasional (2004), masukan masyarakat tentang lokasi masing-masing zona sebagai berikut:

a. Zona Inti : Taka Menyawakan.

Kriteria yang harus dimiliki untuk zona inti adalah tidak harus berbentuk pulau, sebagai pensuplai ikan bagi daerah sekitar, tidak ada kepemilikan, merupakan daerah pemijahan ikan, dan memiliki satwa langka. Taka Menyawakan diusulkan menjadi zona inti karena lokasi ini menjadi tempat pemijahan ikan, dan secara geografis mewakili tiga Desa, sehingga diharapkan bisa mensuplai ikan ke perairan tiga Desa. b. Zona Perlindungan: Hutan Mangrove Kemujan, Hutan Karimun, P.

Batu, Taka Laijo, Gosong Cemara, Taka Mrican.

Kriteria zona perlindungan antara lain daerah jauh dari pemukiman (minimal 1,5 mil), cukup tersedia makanan bagi ikan, adanya kesepakatan masyarakat, memiliki ekosistem yang masih utuh, tidak ada pencemaran lingkungan, memiliki syarat budidaya, pemanfaatan terbatas/wisata terbatas. Alasan diusulkannya lokasi-lokasi tersebut antara laen karena memiliki mangrove, sebagai tempat berkembangbiak udang dan daerah wisata, tempat tinggal dan berkembangbiak satwa langka, adanya wisata religi dan wisata alami c. sebelah timur Kemujan dan Barat Kemujan), Wilayah Barat Tanjung

Gelam hingga Nyamplungan Zona Pemanfaatan: Taka Besi, Perairan P. Sintok, P. Bengkoang, Tanjung Seloka, Legon Kemujan.


(50)

Kriteria zona pemanfaatan adalah Wilayah yang kaya potensi sumberdaya alam, Sering dimanfaatkan oleh masyarakat, Cara dan alat tangkap ramah lingkungan, dan Tidak mengganggu ekosistem. d. Zona Penyangga: P. Genting, P. Cendikian, P. Seruni, P. Sambangan,

P. Nyamuk, P. Kumbang, P. Parang (Selain Daerah Selatan P. Parang), Kemujan (Wilayah Mrican – sepanjang pantai Mrican, Tlogo, Batu Lawang, Pantai

3. Lokakarya Kabupaten Jepara II

Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 20 - 21 Januari 2004 untuk menindaklanjuti hasil dari lokakarya Jepara I dan Lokakarya desa. Kegiatan ini bertujuan untuk menampung aspirasi semua pihak yang terkait dalam rangka penyusunan naskah zonasi. Hasil dari lokakarya ini adalah (1) Rumusan rancangan naskah zonasi, (2) Membentuk tim teknis yang bertugas menyusun naskah Zonasi Taman Nasional Karimunjawa dan melakukan konsultasi publik. Tim teknis ini bertugas melakukan pembahasan draft zonasi dan sosialisasi dalam rangka mencari masukan dari semua pihak yang terkait.

4. Lokakarya Kabupaten Jepara III

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2004 yang bertujuan untuk membahas dan menyetujui draft terakhir kajian Zonasi Taman Nasional Karimunjawa. Hasil dari pertemuan ini menetapkan Taman Nasional Karimunjawa seluas 111.625 terbagi menjadi tujuh zonasi, yaitu (lihat lampiran 1) :

1. Zona Inti seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan P. Kumbang, perairan Taka Menyawakan, perairan Taka Malang dan Perairan Tanjung Bomang.

2. Zona Perlindungan seluas 2.587,711 hektar meliputi hutan tropis dataran rendah dan hutan mangrove, serta wilayah perairan P. Geleang, P. Burung, Tanjung Gelam, P.Sitok, P. Cemara Kecil, P.Katang, Gosong Selikur, Gosong tengah.

3. Zona Pemanfaatan Pariwisata seluas 1.226,525 hektar meliputi perairan P. Menjangan Besar, P. Menjangan kecil, P. Menyamakan, P. Kembar,


(51)

sebelah timur P. Kumbang, P.Tengah, P. Bengkoang, Indonor dan Karang Kapal.

4. Zona Pemukiman seluas 2.571,546 hektar melalui P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk.

5. Zona Rehabilitasi seluas 122,514 hektar meliputi perairan sebelah Timur P. Parang, sebelah Timur P. Nyamuk, sebelah Barat P. Kemujan dan sebelah Barat P. Karimunjawa.

6. Zona Budidaya seluas 788,213 hektar meliputi perairan P. Karimunjawa, P.Kemujan, P. Menjangan Besar, P. Parang dan P. Nyamuk.

7. Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional seluas 103.883,862 hektar meliputi seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TN Karimunjawa.

Selain menyangkut batas zonasi, masyarakat juga mengusulkan beberapa hal lain sebagai berikut, seperti yang tertuang dalam Laporan Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa (2004):

• Diperlukan alternatif mata pencaharian bagi nelayan pada musim paceklik, dengan memanfaatkan potensi yang terdapat di darat.

• Diperlukan peningkatan kapasitas lembaga lokal dalam upaya penyadaran masyarakat. Ditujukan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam upaya pengelolaan Kawasan Taman Nasional Karimunjawa.

• Masyarakat ingin ikut dilibatkan dalam pengelolaan Taman Nasional, kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan penegakan hukum.

Dari ketiga butir tersebut, terlihat bahwa masyarakat Karimunjawa memiliki keinginan untuk terlibat aktif dalam aktivitas-aktivitas perlindungan dan penegakan hukum tentang pemanfaatan sumberdaya alam. Hal ini menandakan bahwa masyarakat memiliki kepedulian yang tinggi dalam menjaga dan melestarikan kawasan Taman Nasional Karimunjawa.

Meski demikian, sebagian masyarakat belum merasakan manfaat setelah adanya zonasi tersebut, seperti yang diungkap oleh seorang tokoh masyarakat, JN (46):


(52)

Sampai sekarang masih ada konflik tentang tapal batas. Mestinya kalau ada pembaharuan zonasi, yang salah diperbaiki biar ga terjadi masalah. Tapi sampai sekarang tidak. Kepentingannya gini, dia (BTNKJ) ada proyek, maka harus menambah zona inti. Katakanlah zona inti sebagai lumbung dari pada ikan yang ada, tapi kenapa ko tidak berdampak langsung.. katanya nelayan akan mudah mendapat ikan, tapi kenyataannya apa?lho katanya zona inti mau ditambah lagi..kalau mau ditambah, yang lama saja tidak dirasakan manfaatnya apalagi kalau ditambah?

Sebagian masyarakat merasa kepentingannya tidak diwakili dalam proses penentuan zonasi. Hal ini terjadi karena banyaknya stakekolders yang terlibat, sehingga usulan dari masyarakat masih harus dipertemukan dengan usulan dari pihak Pemerintahan Desa dan Kecamatan, LSM, Staff Ahli yang ditunjuk, BTNKJ, dan Pemerintah Kabupaten. Perasaan ketidakterwakilan tersebut juga terjadi karena orang-orang yang mewakili masyarakat disinyalir merupakan orang-orang yang “dekat” dengan BTNKJ, seperti petikan wawancara dengan salah satu pejabat kecamatan, MK (46 tahun),

Memang ada perwakilan masyarakat, tapi yang diajak komunikasi ya orang yang itu-itu saja, tanpa melibatkan pihak yang kontra.. Orang-orang yang kritis malah tidak dilibatkan. Kalau kebijakan mau bagus ya harus banyak masukan dan kritik kan mas..

Penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap pola pengelolaan sangat menentukan efektivitas dari pengelolaan tersebut. Tidak efektifnya pengelolaan kawasan perlindungan alam di Karimunjawa terutama disebabkan oleh kurangnya apresiasi dan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan. Penyebab kurangnya peran aktif masyarakat adalah (1) Kurangnya sosialisasi program-program pengelolaan di Taman Nasional Karimunjawa kepada masyarakat, (2) kurangnya upaya membangun kepedulian masyarakat dalam hal perlindungan kelestarian alam, (3) tidak terbangunnya komunikasi dua arah antara Balai Taman Nasional dengan masyarakat sehingga terbentuk pola pikir “konservasi berarti pelarangan”10.

Penerapan sistem zonasi tersebut akan memberikan konsekuensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang pasti dirasakan masyarakat adalah adanya perubahan pola pemanfaatan yang biasa mereka

       10 


(53)

lakukan. Penerapan zona inti dan perlindungan di suatu lokasi akan mengalihkan sebagian nelayan untuk melakukan aktifitas penangkapan di lokasi lain. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh salah satu staff BTNKJ, PP (36 tahun),

Tujuan kita menerapkan zonasi selain memang berdasarkan Undang-undang adalah agar nelayan bisa mengambil ikan di tempat yang diperuntukkan untuk mengambil ikan. Saat ini volume penangkapan ikan di TNKJ sudah cukup besar, dan berdasarkan penelitian, dampak aktivitas penangkapan ikan telah menguras jumlah ikan yang ada. Jadi jangan salah persepsi..zonasi tidak ditujukan untuk membatasi pendapatan nelayan los mas, tapi untuk menjaga agar SDA nya berkelanjutan

5.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Zonasi Kawasan

Berdasarkan monitoring yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa yang bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society (WCS) yang dilakukan terhadap 150 responden menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap zonasi pada tahun 2005 dan 2009 mengalami peningkatan di tiga desa (lihat Gambar 3 dan Gambar 4).

Sumber: Balai Taman Nasional Karimunjawa 2009

Gambar 3. Pengetahuan Masyarakat tentang Zonasi pada Tahun 2005

Pada Tahun 2005, pengetahuan masyarakat tentang zonasi di Desa Karimunjawa hanya berkisar 43.06 persen. Sementara di Kecamatan Karimunjawa, masyarakat yang mengetahui zonasi sebanyak 40.76 persen dari


(1)

95 

 

Photo 5. Persiapan penyelaman Nelayan Kompressor


(2)

96 

 

Photo 7. Anggota kelompok yang tidak menyelam memastikan keselamatan para penyelam


(3)

97 

 

Photo 9. Ikan Kerapu hidup hasil tangkapan nelayan kompressor

Photo 9. Nelayan kompressor sedang menimbang berat kerapu hidup yang ditangkapnya


(4)

98 

 

Photo 9. Nelayan kompressor sedang beristirahat menunggu ombak reda

Photo 9. Alat Speargun yang digunakan nelayan kompressor untuk menangkap


(5)

99 

 

Photo 9. Gamet/Teripang merupakan komoditi yang diminati nelayan saat musim terang bulan atau angin timur


(6)

100 

 

Photo 9. Tempat nelayan kompressor melakukan aktifitas jual beli ikan

Photo 9. Ikan ekor kuning yang ditangkap nelayan. Gambar di tengah berumur 3 bulan, gambar di kanan berumur 2-3 minggu