Karakterisasi danToksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat terhadap Tikus Sprague-Dawley Betina
KARAKTERISASI DAN TOKSISITAS AKUT NANOPARTIKEL
KURKUMINOID TERSALUT LEMAK PADAT TERHADAP
TIKUS SPRAGUE-DAWLEY BETINA
NABILLA AYUNINGTYAS
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi dan
Toksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat terhadap Tikus
Sprague-Dawley Betina adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Nabilla Ayuningtyas
NIM G84090074
ABSTRAK
NABILLA AYUNINGTYAS. Karakterisasi dan Toksisitas Akut Nanopartikel
Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat terhadap Tikus Sprague-Dawley Betina.
Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan POPI ASRI KURNIATIN.
Kurkuminoid merupakan senyawa utama temulawak yang berkhasiat
dalam meningkatkan kesehatan manusia. Namun, bioavailabilitasnya sangatlah
rendah. Penyalutan senyawa kurkuminoid dengan nanopartikel lemak padat
mampu meningkatkan bioavailabilitas kurkuminoid. Tujuan penelitian ini
adalah melakukan karakterisasi dan menentukan toksisitas akut nanopartikel
kurkuminoid tersalut lemak padat pada tikus putih betina galur SpragueDawley. Metode toksisitas akut yang digunakan berdasarkan OECD423 (2001)
dengan limit dose (2000 mg/kgBB dan 5000 mg/kgBB) disertakan parameter
bobot badan dan tingkah laku, analisis fungsi hati dan ginjal serta pengamatan
histopatologi. Nanopartikel kurkuminoid memiliki rerata ukuran 140.1±40.4
nm dengan nilai indeks polidispersitas 0.294 dan efisiensi penjerapan sebesar
97.83%. Uji toksisitas akut menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya
kematian tikus pada semua perlakuan hingga hari ke-14. Selama perlakuan,
bobot badan tikus tidak mengalami kenaikan yang signifikan (p>0.05). Gejala
klinis tikus (tingkah laku, keadaan mata, feses, dan keadaan bulu) tidak
menunjukkan adanya perubahan. Aktivitas alanin aminotransferase (ALT) dan
aspartat aminotransferase (AST) penurunannya tidak signifikan (p>0.05).
Kadar urea darah menurun secara signfikan antara sebelum pemberian dosis
dengan setelah 14 hari pemberian dosis (p0.05). Blood urea level
was significantly decreased between before and 14th day after treatment. The
histopathology results showed that liver and kidneys rats were not damaged.
Keywords: acute toxicity, curcuminoid, solid lipid nanoparticle
KARAKTERISASI DAN TOKSISITAS AKUT NANOPARTIKEL
KURKUMINOID TERSALUT LEMAK PADAT TERHADAP
TIKUS SPRAGUE-DAWLEY BETINA
NABILLA AYUNINGTYAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Karakterisasi danToksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid
Tersalut Lemak Padat terhadap Tikus Sprague-Dawley
Betina
Nama
: Nabilla Ayuningtyas
NIM
: G84090074
Disetujui oleh
Dr Laksmi Ambarsari, MS
Pembimbing I
Popi Asri K, SSi Apt, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Desember 2012 ini ialah nanopartikel kurkuminoid, dengan judul
“Karakterisasi dan Toksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut
Lemak Padat terhadap Tikus Sprague-Dawley Betina”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS
danPopi Asri K, Ssi Apt, MSi selaku pembimbing, serta Muslih Abdul
Mujib, MSi yang telah banyak membantu dalam hal teknis pembuatan
nanopartikel. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Riska,
Edwin, Harwandi, dan Suryadi selaku rekan satu tim pembuatan
nanopartikel, drh. Anastasia, drh. Devi, mba Otin, mas Dodi, ibu Lis, mba
Ika, mas Dirza, dan rekan-rekan lain di bagian kandang PSSP dan
laboratorium Patologi Klinis PSSP yang telah banyak membantu selama
penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman dan
sahabat seperjuangan Biokimia 46 serta kosan Aisyah atas yang selalu
mendukung penulis. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga tak lupa
disampaikan kepada papah, mamah, serta seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013
Nabilla Ayuningtyas
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Percobaan
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Uji Toksisitas Akut (OECD423 2001)
Analisis Fungsi Hati (IFCC 2002)
Analisis Fungsi Ginjal (Kaplan & Pesce 2002)
Pembuatan Preparat Histopatologi (Humason 1972; Kiernan 1990)
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Toksisitas Akut
Analisis Fungsi Hati
Analisis Fungsi Ginjal
Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus
Pembahasan
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Toksisitas Akut
Analisis Fungsi Hati
Analisis Fungsi Ginjal
Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus
5
5
5
5
6
8
9
11
11
13
14
15
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
17
17
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
DAFTAR TABEL
1 Distribusi ukuran partikel dan efisiensi penjerapan
2 Hasil pengamatan terhadap tikus yang diberikan dosis tunggal
5
6
DAFTAR GAMBAR
1 Emulsi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat dan emulsi
nanopartikel asam palmitat
2 Grafik bobot badan tikus pada uji toksisitas akut
3 Tikus Sprague-Dawley dan fesesnya setelah diberikan perlakuan
4 Aktivitas enzim AST antara sebelum pemberian dosis tunggal
5 Aktivitas enzim AST antara sesudah pemberian dosis tunggal
6 Aktivitas enzim ALT antara sebelum pemberian dosis tunggal
7 Aktivitas enzim ALT antara sesudah pemberian dosis tunggal
8 Aktivitas BUN antara sebelum pemberian dosis tunggal
9 Aktivitas BUN antara sesudah pemberian dosis tunggal
10 Histopatologi organ hati tikus dengan perbesaran 100x
11 Histopatologi organ ginjal tikus dengan perbesaran 100x
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kategori toksisitas akut (UN 2011)
2 Efisiensi Penjerapan
3 Analisis statistik aktivitas AST, ALT, dan BUN sebelum dan setelah
perlakuan
4 Uji lanjut Duncan terhadap aktivitas BUN setelah perlakuan
5 Sidik ragam pengaruh pemberian dosis nanokurkuminoid dan
ekstrak kurkuminoid terhadap bobot badan, aktivitas AST, ALT,
serta BUN
6 Prosedur pemberian dosis cekok dari uji toksisitas akut untuk
masing-masing perlakuan (OECD423 2001)
20
20
21
22
22
24
1
PENDAHULUAN
Senyawa kurkuminoid yang terkandung di dalam rimpang temulawak
diketahui memiliki banyak manfaat bagi kehidupan, yaitu sebagai antioksidan dan
antiinflamasi (Kartika 2012), antihiperkolesterolemia (Peschel et al. 2007),
penghambatan nitrat oksida (NO) (Pan et al. 2000; Onoda et al. 2000), berpotensi
sebagai agen pengelat ion besi (Borsari et al. 2002), serta sebagai antikanker (Park
et al. 2006). Di samping memiliki banyak manfaat, kurkuminoid memiliki
kekurangan yaitu memiliki bioavailabilitas yang rendah, seperti rendahnya
absorpsi, metabolisme yang cepat, dan pengeluaran sistemik yang cepat (Anand
2007). Yang et al. (2007) menyatakan kurkuminoid terdeteksi dalam jumlah yang
sangat kecil di serum darah tikus setelah 45 menit diberikan secara oral kemudian
menghilang, penelitian lain menunjukkan setelah 30 menit diberikan kurkuminoid
terdeteksi dalam serum darah tikus lalu menghilang (Marczylo et al. 2007),
sedangkan menurut Ambarsari et al. (2011) kurkuminoid tidak terdeteksi di
plasma darah kelinci setelah 1 jam perlakuan.
Rendahnya bioavailabilitas kurkuminoid dapat diatasi dengan menyalutkan
senyawa kurkuminoid ke dalam sistem koloid pembawa (colloidal carrier
system). Di antara pembawa pengantaran obat modern, nanopartikel lemak padat
(solid lipid nanoparticle/SLN) telah menjadi sistem koloid pembawa yang
menjanjikan (Yadav et al. 2008). Nanopartikel lemak padat memiliki sifat yang
unik, yaitu ukurannya kecil, luas permukaan besar, dan kapasitas pemuatan obat
yang tinggi (Kamble et al. 2010). Mujib (2011) telah berhasil melakukan
karakterisasi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat dengan metode
homogenisasi dan ultrasonikasi dengan komposisi asam palmitat:kurkuminoid
terbaik adalah 1:0.1 dengan volume 100 mL, diperoleh ukuran partikel sebesar
252.3±69.4 nm dengan efisiensi penjerapan 77.65%.
Formulasi terbaik dan karakterisasi nanopartikel kurkuminoid telah
diketahui (Mujib 2011), namun keamanan nanopartikel kurkuminoid tersalut
lemak padat belum diketahui sehingga perlu dilakukan uji toksisitas. Menurut
Hodgson dan Levi (2000), toksisitas didefinisikan sebagai efek bahaya yang
ditimbulkan oleh suatu zat/senyawa/bahan terhadap organisme yang terpapar
zat/senyawa/bahan tersebut. Secara umum uji toksisitas dapat dibagi menjadi tiga
jenis berdasarkan lama masa terpapar dengan toksikan, yakni toksisitas akut,
toksisitas jangka pendek (sub kronis), dan toksisitas jangka panjang (kronis).
Pengujian toksisitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah toksisitas akut.
Toksisitas akut mengacu pada efek-efek yang ditimbulkan oleh senyawa kimia
atau obat terhadap organisme target yaitu dengan memberikan obat atau zat kimia
yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24
jam (OECD423 2001).
Penelitian ini bertujuan melakukan karakterisasi dan menentukan toksisitas
akut nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat pada tikus putih betina galur
Sprague-Dawley berdasarkan metode OECD423 (2001). Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai karakter nanopartikel kurkuminoid tersalut
lemak padat dan dosisnya yang aman bagi tubuh serta tidak memberikan efek
negatif terhadap organ-organ vital khususnya pada hati dan ginjal melalui
pengujian toksisitas akut dari nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat yang
dilengkapi dengan analisis enzim pada hati dan ginjal, serta pengamatan
histopatologi untuk mengetahui efek dosis tersebut pada hati dan ginjal tikus.
2
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2012 hingga April 2013
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia FMIPA IPB;
Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika FMIPA IPB; Laboratorium
Patologi Klinis Pusat Studi Satwa Primata, Bogor; dan kandang Pusat Studi Satwa
Primata, Bogor.
Bahan
Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus sp.) betina galur SpragueDawley umur 8 minggu. Bahan yang digunakan antara lain kurkuminoid dari
rimpang temulawak Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO),
kurkuminoid standar (Merck), asam palmitat (Merck), poloksamer 188 (BASF),
air reverse osmosis, etanol, n-heksana, buffer Tris HCl, L-aspartat, α-oksoglutarat,
malat dehidrogenase, laktat dehidrogenase, NADH, L-Alanin, buffer fosfat, urease,
natrium salisilat, natrium nitroprusida, EDTA, natrium hipoklorit, natrium
hidroksida, serum darah tikus, Buffer Neutral Formaline (BNF) 10%, alkohol
70%, 80%, 90%, 95%, absolut I, absolut II, xilol I, xilol II, albumin, gliserin,
Hematoxylin Mayers, litium karbonat, pewarna Eosin, dan permounting medium.
Alat
Alat yang digunakan pengaduk magnet, homogenizer (Ultra Turrax T18),
ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), mikrosentrifus (MIKRO
200R, Hettich Zentrifugen), turbidimeter (2100P), spektrofotometer, particle size
analyzer (Delsa NanoC, Beckman Coulter), photometer (Photometer 5010),
mikroskop, tabung reaksi, gelas ukur, autopipet, tip, pipet Mohr, pipet tetes, gelas
pengaduk, dan gelas piala.
Prosedur Percobaan
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Pembuatan nanopartikel (modifikasi Mujib 2011).Fase lemak terdiri atas
1%(b/v) asam palmitat dan 1%(b/v) kurkuminoid yang dipanaskan pada suhu
75˚C sambil diaduk. Fase air terdiri atas 0.5%(b/v) poloksamer 188 dan air
reverse osmosis yang dipanaskan pada suhu yang sama (75˚C) dengan fase lemak.
Fase lemak didispersikan ke dalam fase berair sambil diaduk. Emulsi yang
dihasilkan kemudian dihomogenisasi menggunakan pengaduk magnet pada suhu
75˚C selama 5 menit, selanjutnya dimasukan kedalam botol gelap dan
homogenisasi kembali selama 5 menit. Kemudian campuran didinginkan dalam es,
selanjutnya diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 60 menit dan diperoleh
nanopartikel kurkuminoid. Perbedaan antara nanopartikel kurkuminoid dengan
nanopartikel asam palmitat hanya pada tidak ditambahkannya kurkuminoid pada
pembuatan nanopartikel asam palmitat.
Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008). Nanopartikel kurkuminoid yang
dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm pada suhu 4°C selama 40
menit dan supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan metanol untuk
mengekstrak kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan
supernatan metanol diukur dengan spektrofotometer pada 426 nm. Efisiensi
penjerapan dihitung dengan persamaan:
3
Efisiensi penjerapan =
onsentrasi kurkuminoid ter erap
onsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan
Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan
menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid.
Ukuran Partikel. Emulsi diukur turbiditasnya dan ukuran partikel
ditentukan menggunakan particle size analyzer berdasarkan distribusi jumlah
(Pang et al. 2007).
Uji Toksisitas Akut (OECD423 2001)
Tikus Sprague-Dawley betina berjumlah 18 ekor diadaptasikan selama dua
minggu, diaklitimasi pada kandang dengan siklus cahaya buatan 12 jam gelap dan
12 jam terang pada suhu 25ºC serta kelembaban 77%. Sebelum perlakuan (H-0),
dianalisis aktivitas ALT dan AST serta kadar urea darah.
Tikus dibagi dalam enam kelompok dosis, yaitu kelompok 1) air reverse
osmosis sebagai kontrol, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat 5000 mg/kgBB.
Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor tikus betina yang ditempatkan pada
kandang yang berbeda. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum.
Semua tikus pada setiap kelompok dicekok sesuai dosis yang telah
ditentukan. Setiap kelompok diamati perkembangan bobot badan serta gejala
klinisnya, yang meliputi keadaan mata, feses, bulu, dan tingkah laku. Tingkat
kematian tikus diamati pada 24 jam pertama (H+1), tikus yang tetap hidup
dipelihara hingga 14 hari (H+14). Aktivitas ALT, AST, kadar urea darah serta
histopatologi hati dan ginjal tikus diamati untuk melihat efek racun.
Analisis Fungsi Hati (IFCC 2002)
Analisis fungsi hati tikus dilakukan dengan mengamati aktivitas enzim
Aspartat Amino Transferase (AST) dan Alanin Amino Transferase (ALT).
Sampel darah tikus disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit
untuk mendapatkan serumnya. Setelah itu,
l serum darah tikus dicampur
dengan 1 ml reagen, ukur serapannya dengan menggunakan alat photometer pada
340 nm. Reagen yang digunakan dalam pengukuran AST mengandung buffer
Tris pH 7,8 (80 mmol/L), L-aspartat (240 mmol/L), 2-oksoglutarat (12 mmol/L),
laktat dehidrogenase (600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18
mmol/L). Pereaksi yang digunakan dalam pengukuran ALT mengandung buffer
Tris (100 mmol/L), L-alanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat
dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).
Analisis Fungsi Ginjal (Kaplan & Pesce 2002)
Pengamatan nilai kadar urea darah (blood urea nitrogen/BUN) dapat
dilakukan untuk menganalisis fungsi ginjal. Sampel darah tikus disentrifugasi
pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan serumnya. Sampel
berupa serum darah diambil sebanyak
L dicampur dengan ml pereaksi urea,
setelah 30 detik pada suhu 37°C, dibaca absorbansinya menggunakan alat
photometer pada 340 nm. Pereaksi urea adalah buffer fosfat, urease, natrium
salisilat, natrium nitroprusida, EDTA, natrium hipoklorit, natrium hidroksida.
4
Pembuatan Preparat Histopatologi (Humason 1972; Kiernan 1990)
Metode yang digunakan terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi,
pencetakan (embedding), dan pewarnaan (staining). Tahap fiksasi dilakukan agar
didapatkan potongan kecil hati dan ginjal yang telah dimasukkan ke dalam buffer
neutral formalin (BNF) 10% selama 3x24 jam. Tahap dehidrasi, yaitu
perendaman menggunakan alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 96%, absolut I,
absolut II), xilol I, dan II masing-masing selama 60 menit. Infiltrasi menggunakan
parafin cair dilakukan pada suhu 60oC selama 4 kali masing-masing selama 30
menit. Sebelum pencetakan dicuci dengan alkohol 96%, xilol, dan air.
Pencetakan dilakukan dengan penuangan parafin panas dalam blok cetakan
berisi potongan hati dan ginjal dengan alat Tissue Tec. Setelah beku, dipotong
dengan alat mikrotom setebal 4 µm. Potongan tadi dikeringkan dalam oven
inkubator bersuhu 60oC selama setengah jam.
Sebelum pewarnaan dilakukan proses deparafinasi (penghilangan parafin)
dan proses rehidrasi (penambahan air). Proses pewarnaan dengan Hematoxylin
Mayers selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir selama 5 menit, dimasukkan
dalam LiCl selama 30 detik dan dibilas air mengalir. Kemudian diwarnai dengan
Eosin selama 2-3 menit, bilas dengan air mengalir. Dehidrasi kembali sediaan ke
dalam alkohol bertingkat kemudian dengan xilol I dan xilol II, dikeringkan,
ditetesi permounting medium dan ditutup kaca penutup. Analisis dan pengamatan
terhadap perubahan yang terjadi pada sel-sel hati dan ginjal dengan menggunakan
mikroskop cahaya dan difoto hasil pengamatannya. Pembuatan dan pengamatan
histopatologi organ dilakukan oleh laboratorium Patologi Klinis PSSP, Bogor.
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL),yaitu uji
analysis of varian (ANOVA) serta uji lanjutan uji Duncan dan analisis sidik
ragam pada tingkat kepercayaan 95% dengan taraf α= .05 menggunakan program
SPSS 18. Perlakuan yang diuji dibedakan menjadi enam perlakuan dengan tiga
kali ulangan setiap perlakuan. Model rancangan percobaannya sebagai berikut:
Yi =
+ i + εi
Keterangan :
i
εi
Yij
i
= pengaruh rata-rata umum
= pengaruh perlakuan ke i, i = 1, 2, 3, 4, 5, 6
= pengaruh acak perlakuan i, i = 1, 2, 3, 4, 5, 6
= pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= 1 kontrol dengan air reverse osmosis
2 nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB
3 ekstrak kurkuminoid 2000 mg/kgBB
4 nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB
5 ekstrak kurkuminoid 5000 mg/kgBB
6 nanopartikel asam palmitat kosong 5000 mg/kgBB
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Parameter karakterisasi nanopartikel meliputi rataan ukuran partikel, nilai
indeks polidispersitas, dan efisiensi penjerapan. Hasil pengukuran partikel
nanopartikel kurkuminoid serta nanopartikel asam palmitat kosong dengan
menggunakan alat particle size analyzer Delsa NanoC (Beckman Coulter)
disajikan pada Tabel 1. Efisiensi penjerapan dari kurkuminoid diperoleh 97.83%.
Gambar 1 membandingkan antara nanopartikel kurkuminoid dengan nanopartikel
asam palmitat, warna pada nanopartikel kurkuminoid terlihat lebih kuning karena
masih terdapat kurkuminoid yang terlarut pada media pendispersi.
Tabel 1 Distribusi ukuran partikel dan efisiensi penjerapan
Jenis Sampel
Nanopartikel
kurkuminoid
Nanopartikel asam
palmitat
Rata-Rata
Ukuran
Partikel (nm)*
140.1±40.4
Indeks
Polidispersitas (IP)*
0.294
[kurkuminoid]
terjerap
(mg/mL)
1.0761
[kurkuminoid]
ditambahkan
(mg/mL)
1.1
Efisiensi
Penjerapan
(%)
97.83
102.7±29,9
0.289
-
-
-
keterangan (*): n= 3 kali ulangan
(-): tidak dilakukan
Gambar 1 Emulsi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat (kiri) dan emulsi
nanopartikel asam palmitat (kanan)
Toksisitas Akut
Hasil pengamatan pada keseluruhan kelompok setelah 14 hari ditunjukkan
oleh Tabel 2. Setelah pemberian dosis tunggal, penimbangan bobot badan tikus
dilakukan setiap dua hari sekali untuk mengamati pertumbuhan tikus dan
pengaruh pemberian ekstrak serta nanokurkuminoid terhadap bobot badan tikus.
Gambar 2 menunjukkan bahwa bobot badan tikus pada keseluruhan perlakuan
yang diberikan cenderung meningkat. Hasil analisis sidik ragam pada bobot badan
tikus adalah identik antara nanokurkuminoid, ekstrak kurkuminoid, dan
pemberian dosis serta tidak adanya interaksi antara faktor A dan faktor B. Artinya,
nanokurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid pada dosis 2000 mg/kgBB serta 5000
mg/kgBB memiliki efek yang sama-sama tidak mempengaruhi bobot badan tikus
sehingga bobot badan tikus cenderung meningkat sesuai pertumbuhan tikus
tersebut. Gambar 3 merupakan tikus dan fesesnya setelah perlakuan yang
menunjukkan tidak ada keanehan yang terlihat. Berdasarkan OECD423 (2001),
gejala klinis yang diamati meliputi bobot badan, keadaan mata, feses, bulu, dan
tingkah laku.
6
Tabel 2 Hasil pengamatan terhadap tikus yang diberikan dosis tunggal
Kelompok
1
Air reverse osmosis
3
Jumlah Tikus yang
Mengalami Gejala
Klinis
-
2
Nanokurkuminoid
2000 mg/kg BB
Ekstrak kurkuminoid 2000
mg/kg BB
Nanokurkuminoid
5000 mg/kg BB
Ekstrak kurkuminoid 5000
mg/kg BB
Nanopartikel asam palmitat
kosong 5000 mg/kgBB
3
-
-
3
-
-
3
-
-
3
-
-
3
-
-
3
4
5
6
Perlakuan Dosis
Jumlah Tikus
per Kelompok*
Jumlah
Tikus yang
Mati
-
Rataan Bobot Badan (g)
keterangan (*) : berdasarkan OECD423 (2001)
(-) : tidak ada kelainan; tidak ada kematian
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0
2
4
6
8
Hari ke-
10
12
14
Kelompok 1 air reverse
osmosis
Kelompok 2 nanokurkuminoid
2000mg/kg BB
Kelompok 3 ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kg BB
Kelompok 4 nanokurkuminoid
5000 mg/kg BB
Kelompok 5 ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kg BB
Kelompok 6 nanopartikel asam
palmitat kosong 5000 mg/kgBB
Gambar 2 Grafik bobot badan tikus pada uji toksisitas akut
Gambar 3 Tikus Sprague-Dawley (kiri) dan fesesnya (kanan) setelah diberikan perlakuan
Analisis Fungsi Hati
Aktivitas Enzim Aspartat Amino Transferase (AST)
Aktivitas AST sebelum perlakuan berada pada kisaran 138.87-209.19 U/L
(Gambar 4). Aktivitas AST tertinggi terdapat pada kelompok 2. Setelah perlakuan
terjadi penurunan aktivitas AST pada kelompok 2 hingga 5 (Gambar 5).
Penurunan aktivitas AST kelompok dosis 2000 mg/kg BB pada kelompok
nanokurkuminoid sebesar 38.51% dan 43.31% pada kelompok ekstrak
kurkuminoid, sedangkan kelompok dosis 5000 mg/kgBB mengalami penurunan
aktivitas yang lebih sedikit yaitu 15.39% dan 34.81% pada nanokurkuminoid dan
ekstrak kurkuminoid. Secara statistik, keseluruhan aktivitasnya tidak berbeda
nyata (p>0.05). Hasil analisis sidik ragam menunjukan aktivitas AST identik
antara nanokurkuminoid, ekstrak kurkuminoid, dan pemberian dosis serta tidak
adanya interaksi antara faktor A dan faktor B. Hal ini berarti keduanya memiliki
efek yang sama.
7
Aktivitas AST (U/L)
250
209.19a±82.96
190.6a±40.55
200
150
138.87a±1.22
165.79a±20.02 163.49a±8.45
151.38a±2.76
100
50
0
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Aktivitas AST (U/L)
Gambar 4 Aktivitas enzim AST antara sebelum pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
168.50a±13.06
180 154.28a±16.18
a
140.27 ±2.77
160
128.62a±10.61
140
108.05a±5.69
106.57a±12.36
120
100
80
60
40
20
0
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Gambar 5 Aktivitas enzim AST antara sesudah pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase (ALT)
Aktivitas ALT antara sebelum perlakuan (Gambar 6) dan sesudah perlakuan
(Gambar 7) menunjukkan penurunan aktivitas pada seluruh perlakuan. Setelah
perlakuan terjadi penurunan aktivitas ALT semua kelompok. Kelompok dosis
2000 mg/kgBB mengalami penurunan 11.72% pada nanokurkuminoid dan
18.33% pada ekstrak kurkuminoid, sedangkan kelompok dosis 5000 mg/kgBB
mengalami penurunan sebesar 4.70% pada nanokurkuminoid dan 0.33% pada
ekstrak kurkuminoid. Secara statistik, tidak terjadi perbedaan nyata (p>0.05) serta
hasil analisis sidik ragam juga menunjukan aktivitas ALT identik antara
nanokurkuminoid, ekstrak kurkuminoid, dan pemberian dosis serta tidak adanya
interaksi antara faktor A dan faktor B. Artinya, nanokurkuminoid dan ekstrak
kurkuminoid pada dosis 2000 mg/kgBB serta 5000 mg/kgBB memiliki efek yang
sama.
8
70.8a±23.59
Aktivitas ALT (U/L)
72
70.47a±5.29
70
66.83a±5.85
68
66
65.47a±11.77
62.7a±4.78
64
60.33a±4.64
62
60
58
56
54
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Gambar 6 Aktivitas enzim ALT antara sebelum pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
66.61a±12.77
Aktivitas ALT (U/L)
68
66
62.50a±31.92
64
62
60
60.78a±77.15
59.75a±47.25
57.55a±32.80
57.49a±93.50
58
56
54
52
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Gambar 7 Aktivitas enzim ALT antara sesudah pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Analisis Fungsi Ginjal
Aktivitas Blood Urea Nitrogen (BUN)
Analisis fungsi ginjal dilakukan dengan melihat kadar urea dalam tikus
antara sebelum (Gambar 8) dan sesudah perlakuan (Gambar 9). Secara umum,
terjadi penurunan kadar urea darah (blood urea nitrogen/BUN). Secara statistik,
sebelum perlakuan keseluruhan kelompok tidak memiliki perbedaan yang
signifikan (p>0.05) sedangkan setelah perlakuan terdapat perbedaan yang
signifikan antar kelompoknya (p0.05) (Gambar 2), hal ini dapat diartikan
bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nafsu
makan tikus. Secara fisik semua tikus tetap memiliki mata merah yang jernih,
bulu putih, tidak rontok, serta feses padat dan hitam (Gambar 3). Demikian juga
dari tingkah laku tikus tidak ditemukan adanya kelainan, selama pengamatan tidak
ditemukan adanya tikus yang gelisah dan hiperaktif.
Berdasarkan OECD423 (2001), bila pada limit dose (2000 mg/kgBB dan
5000 mg/kgBB) tidak ditemukan kematian hewan uji, maka bisa di cut-off dan
dimasukkan kedalam kategori sesuai tingkat toksisitasnya (Lampiran 6). Kategori
tingkatan toksisitas yang disusun oleh United Nations (UN) dalam Globally
Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (2011),
penelitian mengenai toksisitas akut ini masuk kategori yang lebih dari kategori 5
atau tidak terklasifikasi (unclassified) karena saat dosis 5000 mg/kg BB pada
kelompok nanokurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid tidak menimbulkan
kematian hewan uji (Lampiran 2). Kategori yang tidak terklasifikasi ialah kategori
yang memiliki nilai dosis toksisitas yang lebih 5000 mg/kgBB karena pada dosis
5000 mg/kgBB belum menimbulkan kematian pada hewan uji. Berarti pada dosis
tertinggi yang diberikan (5000 mg/kgBB) baik nanokurkuminoid maupun ekstrak
kurkuminoid tidak termasuk dalam klasifikasi toksik. Sharma et al. (2004),
14
kurkuminoid ditoleransi dengan baik pada semua tingkatan dosis hingga 3600
mg/hari selama empat bulan. Pada penelitian Lao et al. (2006), pemberian
senyawa kurkuminoid hingga dosis 12 g/hari pada manusia tidak menimbulkan
efek berbahaya. Nanokurkuminoid dalam penelitian ini termasuk nanopartikel
lemak padat (NLP), keuntungan NLP adalah matriks lemak fisiologis dapat
menurunkan toksisitas akut dan kronis (Mukherjee et al. 2009). Penelitian
mengenai toksisitas akut nanopartikel lemak padat dari tilmicosin juga
disimpulkan bahwa pada dosis 5 g/kgBB nontoksik, penyalutan tilmicosin dalam
nanopartikel lemak padat ternyata menurunkan toksisitas dari tilmicosin itu sendiri
(Xie et al. 2011).
Nanopartikel kurkuminoid yang disalut lemak padat dan ekstrak
kurkuminoid dalam penelitian ini tidak termasuk golongan senyawa toksik.
Penyalutan dengan lemak padat tidak membuat senyawa tersebut menjadi toksik
(Tabel 2), tetapi dengan penyalutan kandungan senyawa aktif yang kecil (1
mg/ml) memiliki efek yang sama dengan senyawa aktif yang jumlahnya besar
(1000 mg/ml) berarti efektivitas senyawa tersebut meningkat.
Analisis Fungsi Hati
Pengaruh sediaan nanopartikel kurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid
terhadap fungsi hati dapat dilihat dari aktivitas beberapa enzim hati. Indikator
yang lebih baik dan paling umum dalam analisis fungsi hati adalah analisis
aktivitas enzim ALT (Alanin Amino Transferase) dan AST (Aspartat Amino
Transferase). Enzim ALT mengkatalisis reaksi bolak-balik pemindahan gugus
amino dari L-alanin kepada asam α-ketoglutarat sehingga menghasilkan piruvat
dan glutamat. Kenaikan enzim ini dalam serum secara spesifik menunjukkan telah
terjadinya kerusakan hati (Qureshi et al. 2010). Enzim ALT merupakan parameter
yang lebih spesifik untuk kerusakan hati dibandingkan AST. Menurut Suckow et
al. (2006), AST merupakan enzim yang sensitif tapi kurang spesifik dalam
menandakan kerusakan hati. Karena enzim ini terdapat pada sitoplasma dan
mitokondria sel-sel hati, otot rangka, otot jantung, ginjal, dan otak, jadi enzim ini
tidak spesifik ada pada hati.
Hasil analisis serum darah tikus terhadap aktivitas AST sebelum perlakuan
terlihat pada Gambar 4. Aktivitas AST sebelum perlakuan hanya kelompok
sampai dengan 5 memiliki aktivitas diatas kisaran AST normal tikus SpragueDawley betina yaitu 44.5-153.5 U/L (Fox et al. 2002). Salah satu penyebabnya
diduga karena faktor stres yang dapat terjadi terutama saat proses pengambilan
darah melalui peningkatan aktivitas saraf simpatik perifer (Sanchez et al. 2002).
Walaupun begitu, hasil analisis aktivitas AST sebelum perlakuan dijadikan
sebagai data awal untuk melihat perubahan yang terjadi setelah diberikan
perlakuan.
Setelah perlakuan (Gambar 5) terjadi penurunan aktivitas AST pada
kelompok 2 sampai dengan 5, nilai aktivitasnya pun lebih rendah bila
dibandingkan dengan kelompok 1 yang merupakan kelompok normal sehingga
diduga kurkuminoid mempengaruhi penurunan aktivitas AST. Kelompok
nanopartikel kurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid pada dosis 2000 mg/kgBB
serta 5000 mg/kgBB memiliki efek yang mampu menurunkan aktivitas AST
walaupun senyawa aktif yang terkandung jumlahnya berbeda. Dosis 2000
mg/kgBB mengalami penurunan aktivitas AST lebih besar dibanding 5000
15
mg/kgBB berarti dosis 2000 mg/kgBB memiliki aktivitas yang besar untuk
menurunkan AST.
Pengamatan terhadap aktivitas ALT sebelum perlakuan ditunjukkan pada
Gambar 6, masih berada pada kisaran normal yaitu 24.1-113.9 U/L (Fox et al.
2002) walaupun kelompok 2 sampai 6 aktivitasnya diatas kelompok 1 selaku
kelompok normal. Setelah perlakuan (Gambar 7), seluruh kelompok perlakuan
aktivitas ALT-nya masih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal.
Akan tetapi, aktivitas ALT seluruh kelompok perlakuan mengalami penuruan.
Dosis 5000 mg/kgBB mengalami penurunan aktivitas ALT yang jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan 2000 mg/kgBB, hal ini berarti dosis 2000 mg/kgBB
aktivitas kurkuminoidnya lebih reaktif menurunkan dibandingkan dosis 5000
mg/kgBB, serta keduanya bukan termasuk senyawa hepatotoksik karena tidak
menyebabkan peningkatan aktivitas enzim hati. Tidak terjadinya peningkatan
aktivitas ALT berarti sel-sel hati masih normal setelah diberikan perlakuan.
Dilihat dari aktivitas AST serta ALT bahwa pemberian nanokurkuminoid
maupun ekstrak kurkuminoid memiliki efek yang sama, walaupun senyawa aktif
kurkuminoid yang terkandung di dalam nanokurkuminoid (1.1 mg/mL) jumlahnya
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ekstrak kurkuminoid (1000 mg/mL). Hal
ini dapat diartikan bahwa pembuatan kurkuminoid menjadi nanopartikel
kurkuminoid tersalut lemak padat dengan kandungan senyawa aktif yang jauh
lebih sedikit mampu menyetarakan aktivitasnya dengan ekstrak kurkuminoid yang
jumlah senyawa aktifnya lebih besar.
Peningkatan aktivitas senyawa aktif setelah menjadi nanopartikel tersalut
lemak padat terjadi pula pada penelitian lain. Penelitian Xie et al. (2011)
mengungkapkan bahwa penyalutan tilmicosin pada nanopartikel lemak padat
selain mampu menurunkan toksisitas dari tilmicosin juga mampu membuat
tilmicosin dengan jumlah yang sedikit pada nanopartikel lemak padat itu memiliki
aktivitas yang setara dengan tilmicosin yang jumlahnya lebih besar dan tidak
diberi perlakuan apapun.
Analisis Fungsi Ginjal
Identifikasi kerusakan ginjal hampir selalu dilakukan pada pengujian
toksisitas suatu sampel, identifikasi dapat dilakukan dengan menganalisis serum
darah ataupun histologi organ ginjal. Pengukuran Blood Urea Nitrogen (BUN)
dalam serum darah berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum.
Konsentrasi urea dalam serum darah merupakan salah satu pemeriksaan klinis
yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya kegagalan fungsi ginjal utamanya
dalam melakukan laju filtrasi glomerulus (Hodgson & Levi 2000; Suckow et al.
2006).
Kadar urea darah tikus sebelum perlakuan (Gambar 8) memiliki nilai diatas
normal, kisaran nilai normalnya antara 17.6-24.4 mg/dL (Fox et al. 2002),
walaupun begitu tetap dijadikan sebagai data awal untuk dibandingkan dengan
kadar urea darah setelah perlakuan. Kadar urea darah diatas normal belum tentu
berarti terjadi penurunan proses filtrasi glomerulus akibat gangguan fungsi ginjal.
Menurut Schrier (2007), ada beberapa kondisi klinis lain yang mengakibatkan
kesalahan perkiraan laju filtrasi glomerulus yang dilihat dari kadar urea. Kondisi
klinis tersebut adalah volume ekstraseluler dalam tubuh dan kadar protein dalam
pakan. Keadaan dehidrasi cairan tubuh akan meningkatkan kadar urea dalam
16
darah karena proses reabsorbsi urea pada ginjal juga meningkat. Protein yang
tinggi dalam pakan akan meningkatkan pembentukan urea yang merupakan
produk terakhir dari katabolisme asam amino.
Penurunan kadar urea antara sebelum dan sesudah pemberian dosis bisa
dikarenakan kurkuminoid merupakan zat yang penting dalam mengurangi
toksisitas ginjal dan hematotoksisitas melalui efek antioksidan yang dimilikinya
(Sharma 2011). Pada penelitian El-Zawahry (2007), menunjukkan bahwa
kurkuminoid mampu menekan terjadinya toksisitas pada ginjal dengan cara
menghambat injuri oksidatif dan mengembalikan profil enzim antioksidan pada
ginjal tikus yang disuntik gentamisin.
Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus
Hasil uji histopatologi menunjukkan tidak ditemukannya kerusakan pada
hati seluruh kelompok perlakuan (Gambar 10). Gambaran hati yang normal
memiliki ciri-ciri seperti tersusun secara teratur hepatositnya dan lempeng sel
serta nukleusnya bulat, sitoplasma berwarna cerah, dan menuju lobulus (Arifin et
al. 2007). Gambar 10 menunjukkan sel-sel tersebut sesuai dengan ciri-ciri yang
disebutkan sebelumnya, hanya saja terlihat pembuluh darah yang membesar
(vasodilatasi), ini disebabkan oleh pemberian obat bius berupa ketamine dan
xylazine sehingga pembuluh darah akan membesar kemudian terjadi penurunan
tekanan, ini merupakan reaksi yang normal bersifat reversible (Brown 2008).
Hasil uji ini mendukung hasil uji aktivitas ALT dan AST dari keseluruhan
kelompok yang tidak memiliki perbedaan yang nyata (p
KURKUMINOID TERSALUT LEMAK PADAT TERHADAP
TIKUS SPRAGUE-DAWLEY BETINA
NABILLA AYUNINGTYAS
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi dan
Toksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat terhadap Tikus
Sprague-Dawley Betina adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Nabilla Ayuningtyas
NIM G84090074
ABSTRAK
NABILLA AYUNINGTYAS. Karakterisasi dan Toksisitas Akut Nanopartikel
Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat terhadap Tikus Sprague-Dawley Betina.
Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan POPI ASRI KURNIATIN.
Kurkuminoid merupakan senyawa utama temulawak yang berkhasiat
dalam meningkatkan kesehatan manusia. Namun, bioavailabilitasnya sangatlah
rendah. Penyalutan senyawa kurkuminoid dengan nanopartikel lemak padat
mampu meningkatkan bioavailabilitas kurkuminoid. Tujuan penelitian ini
adalah melakukan karakterisasi dan menentukan toksisitas akut nanopartikel
kurkuminoid tersalut lemak padat pada tikus putih betina galur SpragueDawley. Metode toksisitas akut yang digunakan berdasarkan OECD423 (2001)
dengan limit dose (2000 mg/kgBB dan 5000 mg/kgBB) disertakan parameter
bobot badan dan tingkah laku, analisis fungsi hati dan ginjal serta pengamatan
histopatologi. Nanopartikel kurkuminoid memiliki rerata ukuran 140.1±40.4
nm dengan nilai indeks polidispersitas 0.294 dan efisiensi penjerapan sebesar
97.83%. Uji toksisitas akut menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya
kematian tikus pada semua perlakuan hingga hari ke-14. Selama perlakuan,
bobot badan tikus tidak mengalami kenaikan yang signifikan (p>0.05). Gejala
klinis tikus (tingkah laku, keadaan mata, feses, dan keadaan bulu) tidak
menunjukkan adanya perubahan. Aktivitas alanin aminotransferase (ALT) dan
aspartat aminotransferase (AST) penurunannya tidak signifikan (p>0.05).
Kadar urea darah menurun secara signfikan antara sebelum pemberian dosis
dengan setelah 14 hari pemberian dosis (p0.05). Blood urea level
was significantly decreased between before and 14th day after treatment. The
histopathology results showed that liver and kidneys rats were not damaged.
Keywords: acute toxicity, curcuminoid, solid lipid nanoparticle
KARAKTERISASI DAN TOKSISITAS AKUT NANOPARTIKEL
KURKUMINOID TERSALUT LEMAK PADAT TERHADAP
TIKUS SPRAGUE-DAWLEY BETINA
NABILLA AYUNINGTYAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Karakterisasi danToksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid
Tersalut Lemak Padat terhadap Tikus Sprague-Dawley
Betina
Nama
: Nabilla Ayuningtyas
NIM
: G84090074
Disetujui oleh
Dr Laksmi Ambarsari, MS
Pembimbing I
Popi Asri K, SSi Apt, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Desember 2012 ini ialah nanopartikel kurkuminoid, dengan judul
“Karakterisasi dan Toksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut
Lemak Padat terhadap Tikus Sprague-Dawley Betina”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS
danPopi Asri K, Ssi Apt, MSi selaku pembimbing, serta Muslih Abdul
Mujib, MSi yang telah banyak membantu dalam hal teknis pembuatan
nanopartikel. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Riska,
Edwin, Harwandi, dan Suryadi selaku rekan satu tim pembuatan
nanopartikel, drh. Anastasia, drh. Devi, mba Otin, mas Dodi, ibu Lis, mba
Ika, mas Dirza, dan rekan-rekan lain di bagian kandang PSSP dan
laboratorium Patologi Klinis PSSP yang telah banyak membantu selama
penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman dan
sahabat seperjuangan Biokimia 46 serta kosan Aisyah atas yang selalu
mendukung penulis. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga tak lupa
disampaikan kepada papah, mamah, serta seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013
Nabilla Ayuningtyas
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Percobaan
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Uji Toksisitas Akut (OECD423 2001)
Analisis Fungsi Hati (IFCC 2002)
Analisis Fungsi Ginjal (Kaplan & Pesce 2002)
Pembuatan Preparat Histopatologi (Humason 1972; Kiernan 1990)
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Toksisitas Akut
Analisis Fungsi Hati
Analisis Fungsi Ginjal
Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus
Pembahasan
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Toksisitas Akut
Analisis Fungsi Hati
Analisis Fungsi Ginjal
Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus
5
5
5
5
6
8
9
11
11
13
14
15
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
17
17
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
DAFTAR TABEL
1 Distribusi ukuran partikel dan efisiensi penjerapan
2 Hasil pengamatan terhadap tikus yang diberikan dosis tunggal
5
6
DAFTAR GAMBAR
1 Emulsi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat dan emulsi
nanopartikel asam palmitat
2 Grafik bobot badan tikus pada uji toksisitas akut
3 Tikus Sprague-Dawley dan fesesnya setelah diberikan perlakuan
4 Aktivitas enzim AST antara sebelum pemberian dosis tunggal
5 Aktivitas enzim AST antara sesudah pemberian dosis tunggal
6 Aktivitas enzim ALT antara sebelum pemberian dosis tunggal
7 Aktivitas enzim ALT antara sesudah pemberian dosis tunggal
8 Aktivitas BUN antara sebelum pemberian dosis tunggal
9 Aktivitas BUN antara sesudah pemberian dosis tunggal
10 Histopatologi organ hati tikus dengan perbesaran 100x
11 Histopatologi organ ginjal tikus dengan perbesaran 100x
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kategori toksisitas akut (UN 2011)
2 Efisiensi Penjerapan
3 Analisis statistik aktivitas AST, ALT, dan BUN sebelum dan setelah
perlakuan
4 Uji lanjut Duncan terhadap aktivitas BUN setelah perlakuan
5 Sidik ragam pengaruh pemberian dosis nanokurkuminoid dan
ekstrak kurkuminoid terhadap bobot badan, aktivitas AST, ALT,
serta BUN
6 Prosedur pemberian dosis cekok dari uji toksisitas akut untuk
masing-masing perlakuan (OECD423 2001)
20
20
21
22
22
24
1
PENDAHULUAN
Senyawa kurkuminoid yang terkandung di dalam rimpang temulawak
diketahui memiliki banyak manfaat bagi kehidupan, yaitu sebagai antioksidan dan
antiinflamasi (Kartika 2012), antihiperkolesterolemia (Peschel et al. 2007),
penghambatan nitrat oksida (NO) (Pan et al. 2000; Onoda et al. 2000), berpotensi
sebagai agen pengelat ion besi (Borsari et al. 2002), serta sebagai antikanker (Park
et al. 2006). Di samping memiliki banyak manfaat, kurkuminoid memiliki
kekurangan yaitu memiliki bioavailabilitas yang rendah, seperti rendahnya
absorpsi, metabolisme yang cepat, dan pengeluaran sistemik yang cepat (Anand
2007). Yang et al. (2007) menyatakan kurkuminoid terdeteksi dalam jumlah yang
sangat kecil di serum darah tikus setelah 45 menit diberikan secara oral kemudian
menghilang, penelitian lain menunjukkan setelah 30 menit diberikan kurkuminoid
terdeteksi dalam serum darah tikus lalu menghilang (Marczylo et al. 2007),
sedangkan menurut Ambarsari et al. (2011) kurkuminoid tidak terdeteksi di
plasma darah kelinci setelah 1 jam perlakuan.
Rendahnya bioavailabilitas kurkuminoid dapat diatasi dengan menyalutkan
senyawa kurkuminoid ke dalam sistem koloid pembawa (colloidal carrier
system). Di antara pembawa pengantaran obat modern, nanopartikel lemak padat
(solid lipid nanoparticle/SLN) telah menjadi sistem koloid pembawa yang
menjanjikan (Yadav et al. 2008). Nanopartikel lemak padat memiliki sifat yang
unik, yaitu ukurannya kecil, luas permukaan besar, dan kapasitas pemuatan obat
yang tinggi (Kamble et al. 2010). Mujib (2011) telah berhasil melakukan
karakterisasi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat dengan metode
homogenisasi dan ultrasonikasi dengan komposisi asam palmitat:kurkuminoid
terbaik adalah 1:0.1 dengan volume 100 mL, diperoleh ukuran partikel sebesar
252.3±69.4 nm dengan efisiensi penjerapan 77.65%.
Formulasi terbaik dan karakterisasi nanopartikel kurkuminoid telah
diketahui (Mujib 2011), namun keamanan nanopartikel kurkuminoid tersalut
lemak padat belum diketahui sehingga perlu dilakukan uji toksisitas. Menurut
Hodgson dan Levi (2000), toksisitas didefinisikan sebagai efek bahaya yang
ditimbulkan oleh suatu zat/senyawa/bahan terhadap organisme yang terpapar
zat/senyawa/bahan tersebut. Secara umum uji toksisitas dapat dibagi menjadi tiga
jenis berdasarkan lama masa terpapar dengan toksikan, yakni toksisitas akut,
toksisitas jangka pendek (sub kronis), dan toksisitas jangka panjang (kronis).
Pengujian toksisitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah toksisitas akut.
Toksisitas akut mengacu pada efek-efek yang ditimbulkan oleh senyawa kimia
atau obat terhadap organisme target yaitu dengan memberikan obat atau zat kimia
yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24
jam (OECD423 2001).
Penelitian ini bertujuan melakukan karakterisasi dan menentukan toksisitas
akut nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat pada tikus putih betina galur
Sprague-Dawley berdasarkan metode OECD423 (2001). Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai karakter nanopartikel kurkuminoid tersalut
lemak padat dan dosisnya yang aman bagi tubuh serta tidak memberikan efek
negatif terhadap organ-organ vital khususnya pada hati dan ginjal melalui
pengujian toksisitas akut dari nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat yang
dilengkapi dengan analisis enzim pada hati dan ginjal, serta pengamatan
histopatologi untuk mengetahui efek dosis tersebut pada hati dan ginjal tikus.
2
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2012 hingga April 2013
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia FMIPA IPB;
Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika FMIPA IPB; Laboratorium
Patologi Klinis Pusat Studi Satwa Primata, Bogor; dan kandang Pusat Studi Satwa
Primata, Bogor.
Bahan
Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus sp.) betina galur SpragueDawley umur 8 minggu. Bahan yang digunakan antara lain kurkuminoid dari
rimpang temulawak Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO),
kurkuminoid standar (Merck), asam palmitat (Merck), poloksamer 188 (BASF),
air reverse osmosis, etanol, n-heksana, buffer Tris HCl, L-aspartat, α-oksoglutarat,
malat dehidrogenase, laktat dehidrogenase, NADH, L-Alanin, buffer fosfat, urease,
natrium salisilat, natrium nitroprusida, EDTA, natrium hipoklorit, natrium
hidroksida, serum darah tikus, Buffer Neutral Formaline (BNF) 10%, alkohol
70%, 80%, 90%, 95%, absolut I, absolut II, xilol I, xilol II, albumin, gliserin,
Hematoxylin Mayers, litium karbonat, pewarna Eosin, dan permounting medium.
Alat
Alat yang digunakan pengaduk magnet, homogenizer (Ultra Turrax T18),
ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), mikrosentrifus (MIKRO
200R, Hettich Zentrifugen), turbidimeter (2100P), spektrofotometer, particle size
analyzer (Delsa NanoC, Beckman Coulter), photometer (Photometer 5010),
mikroskop, tabung reaksi, gelas ukur, autopipet, tip, pipet Mohr, pipet tetes, gelas
pengaduk, dan gelas piala.
Prosedur Percobaan
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Pembuatan nanopartikel (modifikasi Mujib 2011).Fase lemak terdiri atas
1%(b/v) asam palmitat dan 1%(b/v) kurkuminoid yang dipanaskan pada suhu
75˚C sambil diaduk. Fase air terdiri atas 0.5%(b/v) poloksamer 188 dan air
reverse osmosis yang dipanaskan pada suhu yang sama (75˚C) dengan fase lemak.
Fase lemak didispersikan ke dalam fase berair sambil diaduk. Emulsi yang
dihasilkan kemudian dihomogenisasi menggunakan pengaduk magnet pada suhu
75˚C selama 5 menit, selanjutnya dimasukan kedalam botol gelap dan
homogenisasi kembali selama 5 menit. Kemudian campuran didinginkan dalam es,
selanjutnya diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 60 menit dan diperoleh
nanopartikel kurkuminoid. Perbedaan antara nanopartikel kurkuminoid dengan
nanopartikel asam palmitat hanya pada tidak ditambahkannya kurkuminoid pada
pembuatan nanopartikel asam palmitat.
Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008). Nanopartikel kurkuminoid yang
dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm pada suhu 4°C selama 40
menit dan supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan metanol untuk
mengekstrak kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan
supernatan metanol diukur dengan spektrofotometer pada 426 nm. Efisiensi
penjerapan dihitung dengan persamaan:
3
Efisiensi penjerapan =
onsentrasi kurkuminoid ter erap
onsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan
Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan
menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid.
Ukuran Partikel. Emulsi diukur turbiditasnya dan ukuran partikel
ditentukan menggunakan particle size analyzer berdasarkan distribusi jumlah
(Pang et al. 2007).
Uji Toksisitas Akut (OECD423 2001)
Tikus Sprague-Dawley betina berjumlah 18 ekor diadaptasikan selama dua
minggu, diaklitimasi pada kandang dengan siklus cahaya buatan 12 jam gelap dan
12 jam terang pada suhu 25ºC serta kelembaban 77%. Sebelum perlakuan (H-0),
dianalisis aktivitas ALT dan AST serta kadar urea darah.
Tikus dibagi dalam enam kelompok dosis, yaitu kelompok 1) air reverse
osmosis sebagai kontrol, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat 5000 mg/kgBB.
Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor tikus betina yang ditempatkan pada
kandang yang berbeda. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum.
Semua tikus pada setiap kelompok dicekok sesuai dosis yang telah
ditentukan. Setiap kelompok diamati perkembangan bobot badan serta gejala
klinisnya, yang meliputi keadaan mata, feses, bulu, dan tingkah laku. Tingkat
kematian tikus diamati pada 24 jam pertama (H+1), tikus yang tetap hidup
dipelihara hingga 14 hari (H+14). Aktivitas ALT, AST, kadar urea darah serta
histopatologi hati dan ginjal tikus diamati untuk melihat efek racun.
Analisis Fungsi Hati (IFCC 2002)
Analisis fungsi hati tikus dilakukan dengan mengamati aktivitas enzim
Aspartat Amino Transferase (AST) dan Alanin Amino Transferase (ALT).
Sampel darah tikus disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit
untuk mendapatkan serumnya. Setelah itu,
l serum darah tikus dicampur
dengan 1 ml reagen, ukur serapannya dengan menggunakan alat photometer pada
340 nm. Reagen yang digunakan dalam pengukuran AST mengandung buffer
Tris pH 7,8 (80 mmol/L), L-aspartat (240 mmol/L), 2-oksoglutarat (12 mmol/L),
laktat dehidrogenase (600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18
mmol/L). Pereaksi yang digunakan dalam pengukuran ALT mengandung buffer
Tris (100 mmol/L), L-alanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat
dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).
Analisis Fungsi Ginjal (Kaplan & Pesce 2002)
Pengamatan nilai kadar urea darah (blood urea nitrogen/BUN) dapat
dilakukan untuk menganalisis fungsi ginjal. Sampel darah tikus disentrifugasi
pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan serumnya. Sampel
berupa serum darah diambil sebanyak
L dicampur dengan ml pereaksi urea,
setelah 30 detik pada suhu 37°C, dibaca absorbansinya menggunakan alat
photometer pada 340 nm. Pereaksi urea adalah buffer fosfat, urease, natrium
salisilat, natrium nitroprusida, EDTA, natrium hipoklorit, natrium hidroksida.
4
Pembuatan Preparat Histopatologi (Humason 1972; Kiernan 1990)
Metode yang digunakan terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi,
pencetakan (embedding), dan pewarnaan (staining). Tahap fiksasi dilakukan agar
didapatkan potongan kecil hati dan ginjal yang telah dimasukkan ke dalam buffer
neutral formalin (BNF) 10% selama 3x24 jam. Tahap dehidrasi, yaitu
perendaman menggunakan alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 96%, absolut I,
absolut II), xilol I, dan II masing-masing selama 60 menit. Infiltrasi menggunakan
parafin cair dilakukan pada suhu 60oC selama 4 kali masing-masing selama 30
menit. Sebelum pencetakan dicuci dengan alkohol 96%, xilol, dan air.
Pencetakan dilakukan dengan penuangan parafin panas dalam blok cetakan
berisi potongan hati dan ginjal dengan alat Tissue Tec. Setelah beku, dipotong
dengan alat mikrotom setebal 4 µm. Potongan tadi dikeringkan dalam oven
inkubator bersuhu 60oC selama setengah jam.
Sebelum pewarnaan dilakukan proses deparafinasi (penghilangan parafin)
dan proses rehidrasi (penambahan air). Proses pewarnaan dengan Hematoxylin
Mayers selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir selama 5 menit, dimasukkan
dalam LiCl selama 30 detik dan dibilas air mengalir. Kemudian diwarnai dengan
Eosin selama 2-3 menit, bilas dengan air mengalir. Dehidrasi kembali sediaan ke
dalam alkohol bertingkat kemudian dengan xilol I dan xilol II, dikeringkan,
ditetesi permounting medium dan ditutup kaca penutup. Analisis dan pengamatan
terhadap perubahan yang terjadi pada sel-sel hati dan ginjal dengan menggunakan
mikroskop cahaya dan difoto hasil pengamatannya. Pembuatan dan pengamatan
histopatologi organ dilakukan oleh laboratorium Patologi Klinis PSSP, Bogor.
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL),yaitu uji
analysis of varian (ANOVA) serta uji lanjutan uji Duncan dan analisis sidik
ragam pada tingkat kepercayaan 95% dengan taraf α= .05 menggunakan program
SPSS 18. Perlakuan yang diuji dibedakan menjadi enam perlakuan dengan tiga
kali ulangan setiap perlakuan. Model rancangan percobaannya sebagai berikut:
Yi =
+ i + εi
Keterangan :
i
εi
Yij
i
= pengaruh rata-rata umum
= pengaruh perlakuan ke i, i = 1, 2, 3, 4, 5, 6
= pengaruh acak perlakuan i, i = 1, 2, 3, 4, 5, 6
= pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= 1 kontrol dengan air reverse osmosis
2 nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB
3 ekstrak kurkuminoid 2000 mg/kgBB
4 nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB
5 ekstrak kurkuminoid 5000 mg/kgBB
6 nanopartikel asam palmitat kosong 5000 mg/kgBB
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
Parameter karakterisasi nanopartikel meliputi rataan ukuran partikel, nilai
indeks polidispersitas, dan efisiensi penjerapan. Hasil pengukuran partikel
nanopartikel kurkuminoid serta nanopartikel asam palmitat kosong dengan
menggunakan alat particle size analyzer Delsa NanoC (Beckman Coulter)
disajikan pada Tabel 1. Efisiensi penjerapan dari kurkuminoid diperoleh 97.83%.
Gambar 1 membandingkan antara nanopartikel kurkuminoid dengan nanopartikel
asam palmitat, warna pada nanopartikel kurkuminoid terlihat lebih kuning karena
masih terdapat kurkuminoid yang terlarut pada media pendispersi.
Tabel 1 Distribusi ukuran partikel dan efisiensi penjerapan
Jenis Sampel
Nanopartikel
kurkuminoid
Nanopartikel asam
palmitat
Rata-Rata
Ukuran
Partikel (nm)*
140.1±40.4
Indeks
Polidispersitas (IP)*
0.294
[kurkuminoid]
terjerap
(mg/mL)
1.0761
[kurkuminoid]
ditambahkan
(mg/mL)
1.1
Efisiensi
Penjerapan
(%)
97.83
102.7±29,9
0.289
-
-
-
keterangan (*): n= 3 kali ulangan
(-): tidak dilakukan
Gambar 1 Emulsi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat (kiri) dan emulsi
nanopartikel asam palmitat (kanan)
Toksisitas Akut
Hasil pengamatan pada keseluruhan kelompok setelah 14 hari ditunjukkan
oleh Tabel 2. Setelah pemberian dosis tunggal, penimbangan bobot badan tikus
dilakukan setiap dua hari sekali untuk mengamati pertumbuhan tikus dan
pengaruh pemberian ekstrak serta nanokurkuminoid terhadap bobot badan tikus.
Gambar 2 menunjukkan bahwa bobot badan tikus pada keseluruhan perlakuan
yang diberikan cenderung meningkat. Hasil analisis sidik ragam pada bobot badan
tikus adalah identik antara nanokurkuminoid, ekstrak kurkuminoid, dan
pemberian dosis serta tidak adanya interaksi antara faktor A dan faktor B. Artinya,
nanokurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid pada dosis 2000 mg/kgBB serta 5000
mg/kgBB memiliki efek yang sama-sama tidak mempengaruhi bobot badan tikus
sehingga bobot badan tikus cenderung meningkat sesuai pertumbuhan tikus
tersebut. Gambar 3 merupakan tikus dan fesesnya setelah perlakuan yang
menunjukkan tidak ada keanehan yang terlihat. Berdasarkan OECD423 (2001),
gejala klinis yang diamati meliputi bobot badan, keadaan mata, feses, bulu, dan
tingkah laku.
6
Tabel 2 Hasil pengamatan terhadap tikus yang diberikan dosis tunggal
Kelompok
1
Air reverse osmosis
3
Jumlah Tikus yang
Mengalami Gejala
Klinis
-
2
Nanokurkuminoid
2000 mg/kg BB
Ekstrak kurkuminoid 2000
mg/kg BB
Nanokurkuminoid
5000 mg/kg BB
Ekstrak kurkuminoid 5000
mg/kg BB
Nanopartikel asam palmitat
kosong 5000 mg/kgBB
3
-
-
3
-
-
3
-
-
3
-
-
3
-
-
3
4
5
6
Perlakuan Dosis
Jumlah Tikus
per Kelompok*
Jumlah
Tikus yang
Mati
-
Rataan Bobot Badan (g)
keterangan (*) : berdasarkan OECD423 (2001)
(-) : tidak ada kelainan; tidak ada kematian
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0
2
4
6
8
Hari ke-
10
12
14
Kelompok 1 air reverse
osmosis
Kelompok 2 nanokurkuminoid
2000mg/kg BB
Kelompok 3 ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kg BB
Kelompok 4 nanokurkuminoid
5000 mg/kg BB
Kelompok 5 ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kg BB
Kelompok 6 nanopartikel asam
palmitat kosong 5000 mg/kgBB
Gambar 2 Grafik bobot badan tikus pada uji toksisitas akut
Gambar 3 Tikus Sprague-Dawley (kiri) dan fesesnya (kanan) setelah diberikan perlakuan
Analisis Fungsi Hati
Aktivitas Enzim Aspartat Amino Transferase (AST)
Aktivitas AST sebelum perlakuan berada pada kisaran 138.87-209.19 U/L
(Gambar 4). Aktivitas AST tertinggi terdapat pada kelompok 2. Setelah perlakuan
terjadi penurunan aktivitas AST pada kelompok 2 hingga 5 (Gambar 5).
Penurunan aktivitas AST kelompok dosis 2000 mg/kg BB pada kelompok
nanokurkuminoid sebesar 38.51% dan 43.31% pada kelompok ekstrak
kurkuminoid, sedangkan kelompok dosis 5000 mg/kgBB mengalami penurunan
aktivitas yang lebih sedikit yaitu 15.39% dan 34.81% pada nanokurkuminoid dan
ekstrak kurkuminoid. Secara statistik, keseluruhan aktivitasnya tidak berbeda
nyata (p>0.05). Hasil analisis sidik ragam menunjukan aktivitas AST identik
antara nanokurkuminoid, ekstrak kurkuminoid, dan pemberian dosis serta tidak
adanya interaksi antara faktor A dan faktor B. Hal ini berarti keduanya memiliki
efek yang sama.
7
Aktivitas AST (U/L)
250
209.19a±82.96
190.6a±40.55
200
150
138.87a±1.22
165.79a±20.02 163.49a±8.45
151.38a±2.76
100
50
0
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Aktivitas AST (U/L)
Gambar 4 Aktivitas enzim AST antara sebelum pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
168.50a±13.06
180 154.28a±16.18
a
140.27 ±2.77
160
128.62a±10.61
140
108.05a±5.69
106.57a±12.36
120
100
80
60
40
20
0
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Gambar 5 Aktivitas enzim AST antara sesudah pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase (ALT)
Aktivitas ALT antara sebelum perlakuan (Gambar 6) dan sesudah perlakuan
(Gambar 7) menunjukkan penurunan aktivitas pada seluruh perlakuan. Setelah
perlakuan terjadi penurunan aktivitas ALT semua kelompok. Kelompok dosis
2000 mg/kgBB mengalami penurunan 11.72% pada nanokurkuminoid dan
18.33% pada ekstrak kurkuminoid, sedangkan kelompok dosis 5000 mg/kgBB
mengalami penurunan sebesar 4.70% pada nanokurkuminoid dan 0.33% pada
ekstrak kurkuminoid. Secara statistik, tidak terjadi perbedaan nyata (p>0.05) serta
hasil analisis sidik ragam juga menunjukan aktivitas ALT identik antara
nanokurkuminoid, ekstrak kurkuminoid, dan pemberian dosis serta tidak adanya
interaksi antara faktor A dan faktor B. Artinya, nanokurkuminoid dan ekstrak
kurkuminoid pada dosis 2000 mg/kgBB serta 5000 mg/kgBB memiliki efek yang
sama.
8
70.8a±23.59
Aktivitas ALT (U/L)
72
70.47a±5.29
70
66.83a±5.85
68
66
65.47a±11.77
62.7a±4.78
64
60.33a±4.64
62
60
58
56
54
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Gambar 6 Aktivitas enzim ALT antara sebelum pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
66.61a±12.77
Aktivitas ALT (U/L)
68
66
62.50a±31.92
64
62
60
60.78a±77.15
59.75a±47.25
57.55a±32.80
57.49a±93.50
58
56
54
52
1
2
3
4
5
6
Kelompok
Gambar 7 Aktivitas enzim ALT antara sesudah pemberian dosis tunggal:
1) air reverse osmosis, 2) nanokurkuminoid 2000 mg/kgBB, 3) ekstrak
kurkuminoid 2000 mg/kgBB, 4) nanokurkuminoid 5000 mg/kgBB, 5) ekstrak
kurkuminoid 5000 mg/kgBB, 6) nanopartikel asam palmitat kosong 5000
mg/kgBB. Huruf-huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Analisis Fungsi Ginjal
Aktivitas Blood Urea Nitrogen (BUN)
Analisis fungsi ginjal dilakukan dengan melihat kadar urea dalam tikus
antara sebelum (Gambar 8) dan sesudah perlakuan (Gambar 9). Secara umum,
terjadi penurunan kadar urea darah (blood urea nitrogen/BUN). Secara statistik,
sebelum perlakuan keseluruhan kelompok tidak memiliki perbedaan yang
signifikan (p>0.05) sedangkan setelah perlakuan terdapat perbedaan yang
signifikan antar kelompoknya (p0.05) (Gambar 2), hal ini dapat diartikan
bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nafsu
makan tikus. Secara fisik semua tikus tetap memiliki mata merah yang jernih,
bulu putih, tidak rontok, serta feses padat dan hitam (Gambar 3). Demikian juga
dari tingkah laku tikus tidak ditemukan adanya kelainan, selama pengamatan tidak
ditemukan adanya tikus yang gelisah dan hiperaktif.
Berdasarkan OECD423 (2001), bila pada limit dose (2000 mg/kgBB dan
5000 mg/kgBB) tidak ditemukan kematian hewan uji, maka bisa di cut-off dan
dimasukkan kedalam kategori sesuai tingkat toksisitasnya (Lampiran 6). Kategori
tingkatan toksisitas yang disusun oleh United Nations (UN) dalam Globally
Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (2011),
penelitian mengenai toksisitas akut ini masuk kategori yang lebih dari kategori 5
atau tidak terklasifikasi (unclassified) karena saat dosis 5000 mg/kg BB pada
kelompok nanokurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid tidak menimbulkan
kematian hewan uji (Lampiran 2). Kategori yang tidak terklasifikasi ialah kategori
yang memiliki nilai dosis toksisitas yang lebih 5000 mg/kgBB karena pada dosis
5000 mg/kgBB belum menimbulkan kematian pada hewan uji. Berarti pada dosis
tertinggi yang diberikan (5000 mg/kgBB) baik nanokurkuminoid maupun ekstrak
kurkuminoid tidak termasuk dalam klasifikasi toksik. Sharma et al. (2004),
14
kurkuminoid ditoleransi dengan baik pada semua tingkatan dosis hingga 3600
mg/hari selama empat bulan. Pada penelitian Lao et al. (2006), pemberian
senyawa kurkuminoid hingga dosis 12 g/hari pada manusia tidak menimbulkan
efek berbahaya. Nanokurkuminoid dalam penelitian ini termasuk nanopartikel
lemak padat (NLP), keuntungan NLP adalah matriks lemak fisiologis dapat
menurunkan toksisitas akut dan kronis (Mukherjee et al. 2009). Penelitian
mengenai toksisitas akut nanopartikel lemak padat dari tilmicosin juga
disimpulkan bahwa pada dosis 5 g/kgBB nontoksik, penyalutan tilmicosin dalam
nanopartikel lemak padat ternyata menurunkan toksisitas dari tilmicosin itu sendiri
(Xie et al. 2011).
Nanopartikel kurkuminoid yang disalut lemak padat dan ekstrak
kurkuminoid dalam penelitian ini tidak termasuk golongan senyawa toksik.
Penyalutan dengan lemak padat tidak membuat senyawa tersebut menjadi toksik
(Tabel 2), tetapi dengan penyalutan kandungan senyawa aktif yang kecil (1
mg/ml) memiliki efek yang sama dengan senyawa aktif yang jumlahnya besar
(1000 mg/ml) berarti efektivitas senyawa tersebut meningkat.
Analisis Fungsi Hati
Pengaruh sediaan nanopartikel kurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid
terhadap fungsi hati dapat dilihat dari aktivitas beberapa enzim hati. Indikator
yang lebih baik dan paling umum dalam analisis fungsi hati adalah analisis
aktivitas enzim ALT (Alanin Amino Transferase) dan AST (Aspartat Amino
Transferase). Enzim ALT mengkatalisis reaksi bolak-balik pemindahan gugus
amino dari L-alanin kepada asam α-ketoglutarat sehingga menghasilkan piruvat
dan glutamat. Kenaikan enzim ini dalam serum secara spesifik menunjukkan telah
terjadinya kerusakan hati (Qureshi et al. 2010). Enzim ALT merupakan parameter
yang lebih spesifik untuk kerusakan hati dibandingkan AST. Menurut Suckow et
al. (2006), AST merupakan enzim yang sensitif tapi kurang spesifik dalam
menandakan kerusakan hati. Karena enzim ini terdapat pada sitoplasma dan
mitokondria sel-sel hati, otot rangka, otot jantung, ginjal, dan otak, jadi enzim ini
tidak spesifik ada pada hati.
Hasil analisis serum darah tikus terhadap aktivitas AST sebelum perlakuan
terlihat pada Gambar 4. Aktivitas AST sebelum perlakuan hanya kelompok
sampai dengan 5 memiliki aktivitas diatas kisaran AST normal tikus SpragueDawley betina yaitu 44.5-153.5 U/L (Fox et al. 2002). Salah satu penyebabnya
diduga karena faktor stres yang dapat terjadi terutama saat proses pengambilan
darah melalui peningkatan aktivitas saraf simpatik perifer (Sanchez et al. 2002).
Walaupun begitu, hasil analisis aktivitas AST sebelum perlakuan dijadikan
sebagai data awal untuk melihat perubahan yang terjadi setelah diberikan
perlakuan.
Setelah perlakuan (Gambar 5) terjadi penurunan aktivitas AST pada
kelompok 2 sampai dengan 5, nilai aktivitasnya pun lebih rendah bila
dibandingkan dengan kelompok 1 yang merupakan kelompok normal sehingga
diduga kurkuminoid mempengaruhi penurunan aktivitas AST. Kelompok
nanopartikel kurkuminoid dan ekstrak kurkuminoid pada dosis 2000 mg/kgBB
serta 5000 mg/kgBB memiliki efek yang mampu menurunkan aktivitas AST
walaupun senyawa aktif yang terkandung jumlahnya berbeda. Dosis 2000
mg/kgBB mengalami penurunan aktivitas AST lebih besar dibanding 5000
15
mg/kgBB berarti dosis 2000 mg/kgBB memiliki aktivitas yang besar untuk
menurunkan AST.
Pengamatan terhadap aktivitas ALT sebelum perlakuan ditunjukkan pada
Gambar 6, masih berada pada kisaran normal yaitu 24.1-113.9 U/L (Fox et al.
2002) walaupun kelompok 2 sampai 6 aktivitasnya diatas kelompok 1 selaku
kelompok normal. Setelah perlakuan (Gambar 7), seluruh kelompok perlakuan
aktivitas ALT-nya masih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal.
Akan tetapi, aktivitas ALT seluruh kelompok perlakuan mengalami penuruan.
Dosis 5000 mg/kgBB mengalami penurunan aktivitas ALT yang jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan 2000 mg/kgBB, hal ini berarti dosis 2000 mg/kgBB
aktivitas kurkuminoidnya lebih reaktif menurunkan dibandingkan dosis 5000
mg/kgBB, serta keduanya bukan termasuk senyawa hepatotoksik karena tidak
menyebabkan peningkatan aktivitas enzim hati. Tidak terjadinya peningkatan
aktivitas ALT berarti sel-sel hati masih normal setelah diberikan perlakuan.
Dilihat dari aktivitas AST serta ALT bahwa pemberian nanokurkuminoid
maupun ekstrak kurkuminoid memiliki efek yang sama, walaupun senyawa aktif
kurkuminoid yang terkandung di dalam nanokurkuminoid (1.1 mg/mL) jumlahnya
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ekstrak kurkuminoid (1000 mg/mL). Hal
ini dapat diartikan bahwa pembuatan kurkuminoid menjadi nanopartikel
kurkuminoid tersalut lemak padat dengan kandungan senyawa aktif yang jauh
lebih sedikit mampu menyetarakan aktivitasnya dengan ekstrak kurkuminoid yang
jumlah senyawa aktifnya lebih besar.
Peningkatan aktivitas senyawa aktif setelah menjadi nanopartikel tersalut
lemak padat terjadi pula pada penelitian lain. Penelitian Xie et al. (2011)
mengungkapkan bahwa penyalutan tilmicosin pada nanopartikel lemak padat
selain mampu menurunkan toksisitas dari tilmicosin juga mampu membuat
tilmicosin dengan jumlah yang sedikit pada nanopartikel lemak padat itu memiliki
aktivitas yang setara dengan tilmicosin yang jumlahnya lebih besar dan tidak
diberi perlakuan apapun.
Analisis Fungsi Ginjal
Identifikasi kerusakan ginjal hampir selalu dilakukan pada pengujian
toksisitas suatu sampel, identifikasi dapat dilakukan dengan menganalisis serum
darah ataupun histologi organ ginjal. Pengukuran Blood Urea Nitrogen (BUN)
dalam serum darah berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum.
Konsentrasi urea dalam serum darah merupakan salah satu pemeriksaan klinis
yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya kegagalan fungsi ginjal utamanya
dalam melakukan laju filtrasi glomerulus (Hodgson & Levi 2000; Suckow et al.
2006).
Kadar urea darah tikus sebelum perlakuan (Gambar 8) memiliki nilai diatas
normal, kisaran nilai normalnya antara 17.6-24.4 mg/dL (Fox et al. 2002),
walaupun begitu tetap dijadikan sebagai data awal untuk dibandingkan dengan
kadar urea darah setelah perlakuan. Kadar urea darah diatas normal belum tentu
berarti terjadi penurunan proses filtrasi glomerulus akibat gangguan fungsi ginjal.
Menurut Schrier (2007), ada beberapa kondisi klinis lain yang mengakibatkan
kesalahan perkiraan laju filtrasi glomerulus yang dilihat dari kadar urea. Kondisi
klinis tersebut adalah volume ekstraseluler dalam tubuh dan kadar protein dalam
pakan. Keadaan dehidrasi cairan tubuh akan meningkatkan kadar urea dalam
16
darah karena proses reabsorbsi urea pada ginjal juga meningkat. Protein yang
tinggi dalam pakan akan meningkatkan pembentukan urea yang merupakan
produk terakhir dari katabolisme asam amino.
Penurunan kadar urea antara sebelum dan sesudah pemberian dosis bisa
dikarenakan kurkuminoid merupakan zat yang penting dalam mengurangi
toksisitas ginjal dan hematotoksisitas melalui efek antioksidan yang dimilikinya
(Sharma 2011). Pada penelitian El-Zawahry (2007), menunjukkan bahwa
kurkuminoid mampu menekan terjadinya toksisitas pada ginjal dengan cara
menghambat injuri oksidatif dan mengembalikan profil enzim antioksidan pada
ginjal tikus yang disuntik gentamisin.
Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus
Hasil uji histopatologi menunjukkan tidak ditemukannya kerusakan pada
hati seluruh kelompok perlakuan (Gambar 10). Gambaran hati yang normal
memiliki ciri-ciri seperti tersusun secara teratur hepatositnya dan lempeng sel
serta nukleusnya bulat, sitoplasma berwarna cerah, dan menuju lobulus (Arifin et
al. 2007). Gambar 10 menunjukkan sel-sel tersebut sesuai dengan ciri-ciri yang
disebutkan sebelumnya, hanya saja terlihat pembuluh darah yang membesar
(vasodilatasi), ini disebabkan oleh pemberian obat bius berupa ketamine dan
xylazine sehingga pembuluh darah akan membesar kemudian terjadi penurunan
tekanan, ini merupakan reaksi yang normal bersifat reversible (Brown 2008).
Hasil uji ini mendukung hasil uji aktivitas ALT dan AST dari keseluruhan
kelompok yang tidak memiliki perbedaan yang nyata (p