Keanekaragaman Dan Pemanfaatan Kabau Dan Kerabatkerabatnya (Archidendron Spp.) Di Sumatera

KEANEKARAGAMAN DAN PEMANFAATAN KABAU DAN
KERABAT-KERABATNYA (ARCHIDENDRON SPP.)
DI SUMATERA

DEWI KOMARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keanekaragaman dan
Pemanfaatannya Kabau dan Kerabat-kerabatnya (Archidendron spp.) di Sumatera”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Dewi Komariah
NRP G353124061

RINGKASAN
DEWI KOMARIAH. Keanekaragaman dan Pemanfaatan Kabau dan Kerabatkerabatnya (Archidendron spp.) di Sumatera. Dibimbing oleh ALEX HARTANA
dan MIEN A. RIFAI.
Kabau (Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen) merupakan kerabat
dekat jengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen). Jenis ini secara alami
tumbuh di Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Sumatera. Kabau
merupakan salah satu sumber daya alam yang memunyai manfaat sebagai bahan
pangan, akan tetapi belum banyak dikenal oleh masyarakat di luar daerah
tumbuhnya. Kabau dianggap tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga
menyebabkan tumbuhan ini kurang populer di Indonesia dibandingkan dengan
jengkol. Informasi mengenai variasi jenis kabau yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Sumatera masih belum terungkap. Penelitian ini bertujuan
mempelajari keanekaragaman morfologi jenis kabau yang dimanfaatkan oleh
masyarakat di Sumatera.

Penelitian dilakukan dari Februari 2014 hingga April 2015. Sampel
tumbuhan kabau dikoleksi dari provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Pengamatan morfologi dan identifikasi spesimen dilaksanakan di Herbarium
Bogoriense Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong dan Laboratorium Biologi
Tumbuhan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor (PPSHB IPB). Informasi mengenai pemanfaatan kabau diperoleh
melalui wawancara yang dilakukan secara semi terstruktur terhadap pedagang
kabau di pasar tradisional, pembeli, dan masyarakat. Pengamatan dilakukan
terhadap 30 ciri morfologi yang dianalisis dengan koefisien Simple Macthing
(SM) dan metode UPGMA. Data ciri morfologi Archidendron bubalinum
dianalisis hubungan keeratannya dengan menggunakan UPGMA dari matriks data
yang diputar (ciri terhadap sampel tumbuhan), yang hasilnya berupa dendrogram
hubungan keeratan antar ciri. Dendrogram ini dipakai untuk pemilihan ciri secara
praktis.
Sebanyak lima sampel tumbuhan dari 33 sampel tumbuhan kabau yang
diamati, memiliki ciri morfologi yang berbeda dengan Archidendron bubalinum,
terutama bentuk polongnya. Dua tumbuhan yang ditemukan di pekarangan
penduduk di Betung, Sumatera Selatan, memiliki perawakan perdu dengan
diameter batang ±10 cm serta bentuk polong lurus dan berlekuk, diusulkan
sebagai Archidendron rifaianum Komariah, sp. nov. Tiga tumbuhan lainnya yang

ditemukan di pekarangan penduduk di Betung (Sumatera Selatan) dan Sungai
Gelam (Jambi) memiliki polong pipih melengkung hingga spiral dan agak
berlekuk, tekstur polong bagian luar seperti Archidendron jiringa tetapi dengan
buah yang tersusun rapat dan bentuk biji menyerupai Archidendron bubalinum,
diusulkan sebagai Archidendron jiringoides Komariah, sp. nov.
Archidendron bubalinum merupakan jenis yang secara umum dikenal oleh
masyarakat sebagai kabau. Berdasarkan pengamatan, beberapa variasi morfologi
terlihat pada ciri daun dan polong Archidendron bubalinum. Variasi daun
dijumpai pada warna tangkai daun muda, warna rakila pada daun muda,
permukaan tangkai dan rakila, dan bentuk ujung helaian anak daun. Variasi
polong dan biji dijumpai pada bentuk polong, bentuk ujung buah, bentuk

potongan melintang biji, dan ukuran biji. Pengelompokan Archidendron
bubalinum menggunakan metode UPGMA baik berdasarkan 20 ciri morfologi
maupun 10 ciri morfologi terpilih, masing-masing menghasilkan dua kelompok A
dan B dengan anggota masing-masing kelompok yang sama.
Kabau belum banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat, tetapi
keberadaannya di alam semakin berkurang. Buah kabau dapat dimanfaatkan
sebagai lalaban, penambah rasa masakan, sedangkan kayunya digunakan sebagai
bahan bangunan dan peralatan rumah tangga, serta bijinya dapat dikembangkan

sebagai obat pengendali diabetes.
Kata kunci: Archidendron, jenis baru, morfologi, pengelompokan, Sumatera

SUMMARY
DEWI KOMARIAH. Diversity and Utilization of Kabau and It’s Allies
(Archidendron spp.) in Sumatera. Supervised by ALEX HARTANA and MIEN A.
RIFAI.
Kabau (Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen) is a close relative of
djengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen). This spesies is native in
Myanmar, Thailand, Malay Peninsula, and Sumatra. Kabau is naturally used as
food, but uncommon in outside of its native areas. Kabau is considered to have
low economic value that makes is less popular compared to jengkol. Information
on variations and utilization of kabau used by people in Sumatra is still scanty.
This research was conducted to study the morphological diversity of kabau used
by people in Sumatra.
The study was conducted from February 2014 to April 2015. Kabau plant
samples were collected from Jambi, South Sumatra, and Lampung. Morphological
identification of specimens was carried out in Herbarium Bogoriense Biology
Research Center LIPI Cibinong and the Laboratory of Plant Biology Research
Center for Biological Resources and Biotechnology Bogor Agricultural University

(PPSHB IPB). Kabau utilization by local people were obtained through semistructured interviews from kabau traders in traditional markets, buyers, and the
people. Data of 30 morphological characters were observed and analyzed using
Simple Matching coefficient and UPGMA method. Morphological characters of
Archidendron bubalinum were analyzed using UPGMA by rotating the data
matrix (the characters againts sample of plants) which resulted in dendrogram of
clustered characters. This dendrogram is used for character selection.
Five of 33 samples of kabau have different morphological characters with
Archidendron bubalinum, especially the form of pods. Two plants were found in
the yard of Betung area (South Sumatra) having shrub habit, stem diameter of ±10
cm, with straight and curved of pods which proposed as Archidendron rifaianum
Komariah, sp. nov. Three other plants were found in the yard in Betung (South
Sumatra) and Sungai Gelam (Jambi) having flat-curve to spiral pods and slightly
curved, the outside texture of pods is the same as Archidendron jiringa but with
seeds that fully-filled the pod and its shape is similar to Archidendron bubalinum
seeds, proposed as Archidendron jiringoides Komariah, sp. nov.
Archidendron bubalinum is a spesies which is generally known as Kabau.
Based on the observations, some morphological variations were observed in the
leaves and pods (petiole color on young leaves, color of rachilla on young leaves,
petiole and rachilla surface, leaflets apex shape, shape and form of the fruit apex,
cross-sectional shape of seeds, and seed size). The clustering result of

Archidendron bubalinum using UPGMA method based on 20 or 10 morphological
characters both produced two groups A and B with the same members of group.
Kabau is not widely known and used by people, yet its existence in nature is
endangered. Current utilization of kabau is still very traditional, used as “lalaban”
(salad) and food flavouring, building materials and household appliances, and has
been used as a diabetic drug.
Keywords:Archidendron, clustering, morfology, new species, Sumatra

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KEANEKARAGAMAN DAN PEMANFAATAN KABAU DAN
KERABAT-KERABATNYA (ARCHIDENDRON SPP.)

DI SUMATERA

DEWI KOMARIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Rugayah, MSc

Judul Tesis
Nama
NRP


: Keanekaragaman dan Pemanfaatan Kabau dan Kerabat-kerabatnya
(Archidendron spp.) di Sumatera
: Dewi Komariah

: G353124061

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Alex Hartana. MSc
Ketua

Prof Mien A. Rifai. MSc. PhD
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Biologi Tumbuhan

ffi

?,?\%eiiffilsg

YH'-x

I

Dr Ir Miftahuai.r

rS,

Tanggal Ujian: 13 Juni 2016

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

ranggal Lulus:


It

AUG 2016

Judul Tesis : Keanekaragaman dan Pemanfaatan Kabau dan Kerabat-kerabatnya
(Archidendron spp.) di Sumatera
Nama
: Dewi Komariah
NRP
: G353124061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Alex Hartana, MSc
Ketua

Prof Mien A. Rifai, MSc, PhD
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Miftahudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 13 Juni 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Keanekaragaman dan
Pemanfaatan Kabau dan Kerabat-kerabatnya (Archidendron spp.) di Sumatera”
dapat terselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Alex Hartana, M.Sc. dan
Prof. Mien A. Rifai, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing, dan Dr. Rugayah
selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan. Penghargaan juga
penulis sampaikan kepada Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong yang telah
membantu selama pengamatan dan pengumpulan data morfologi kabau, serta
semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih Kepada Dinas Pendidikan Jambi atas bantuan Beasiswa Program
Luar tahun 2013-2014. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, seluruh keluarga, dan sahabat yang selalu memberikan doa, motivasi serta
inspirasi bagi penulis agar tetap sabar dalam mencapai kesuksesan, keluarga besar
prodi Biologi Tumbuhan serta seluruh keluarga besar di laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Departemen Biologi IPB atas segala doa dan dukungannya.
Harapan besar bagi saya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis
sendiri pada khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya.

Bogor, Agustus 2016
Dewi Komariah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Archidendron bubalinum
Persebaran dan Ekologi Archidendron
Pemanfaatan Archidendron

3
3
4
4

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan Sampel dan Data Pemanfaatan
Pengamatan Morfologi
Prosedur Analisis Data

6
6
6
7
7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Kabau
Taksonomi Archidendron bubalinum dan Kerabat-kerabatnya
Kunci identifikasi jenis
Archidendron jiringoides Komariah, sp.nov.
Archidendron rifaianum Komariah, sp.nov.
Archidendron bubalinum (Jack) I.C.Nielsen
Keanekaragaman Archidendron bubalinum
Variasi morfologi Archidendron bubalinum
Pengelompokan Archidendron bubalinum
Penyederhanaan pengelompokan Archidendron bubalinum dengan
sepilihan ciri morfologi
Kunci menuju kelompok Archidendron bubalinum
Pemanfaatan Kabau
Bahan masakan dan lalaban
Bahan bangunan dan peralatan rumah tangga
Bahan obat-obatan tradisional

9
9
11
11
11
13
15
18
18
19
21
24
24
24
25
25

5 SIMPULAN

26

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

27
29
33

DAFTAR TABEL
1 Ciri dan sifat ciri morfologi kabau di Sumatera
2 Sepuluh ciri morfologi Archidendron bubalinum yang terpilih

8
22

DAFTAR GAMBAR
1 Persebaran dan jumlah jenis marga Archidendron
2 Lokasi pengambilan sampel tumbuhan kabau di beberapa daerah di
Sumatera
3 Dendrogram 33 individu kabau berdasarkan 30 ciri morfologi dengan
metode UPGMA
4 Morfologi buah kabau di Sumatera
5 Morfologi Archidendron jiringoides Komariah, sp.nov.
6 Morfologi Archidendron rifaianum Komariah, sp.nov.
7 Morfologi Archidendron bubalinum (Jack) I.C.Nielsen
8 Permukaan tangkai dan rakila daun Archidendron bubalinum
9 Bentuk ujung helaian anak daun Archidendron bubalinum
10 Variasi polong dan biji Archidendron bubalinum
11 Variasi ukuran biji Archidendron bubalinum
12 Dendrogram dari 28 individu Archidendron bubalinum berdasarkan 20
ciri morfologi
13 Dendrogram 20 ciri morfologi Archidendron bubalinum menggunakan
metode UPGMA
14 Perbandingan dendrogram dari 28 individu Archidendron bubalinum
berdasarkan 20 dan 10 ciri morfologi

3
6
10
11
12
14
16
18
18
19
19
20
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar sampel tumbuhan yang dikoleksi dari lapangan

31

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Marga Archidendron terdiri dari 94 jenis yang beberapa anggotanya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan (Burkill 1935; Nielsen 1992). Jengkol
merupakan anggota dari marga Archidendron yang dikenal memiliki biji dengan
aroma khas yang menyengat karena adanya senyawa asam jengkolat (Bunawan et
al. 2013). Jenis yang dikenal dengan nama kabau, juga memiliki biji beraroma
seperti jengkol dan dimakan.
Kabau (Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen) merupakan kerabat
dekat jengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen). Secara alami jenis ini
tumbuh di Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Sumatera (Nielsen
1992; GBIF 2016). Kabau memiliki nama lokal berbeda-beda, misalnya kabau
(Jambi, Palembang, Riau, Sumatera Barat), jering utan (Riau), kabeu (Bengkulu),
jering kabau (Sumatera Barat), julang-jaling (Lampung), buah pelong, keredas,
keredas padi, keredas antan atau jering tupai (Malaysia), kue-da, ka-nua, yi-ring
buu-kong, dan nieng-nok (Thailand) (Heyne 1927; Nielsen 1992; Hanum 1998;
Lim 2012; Ghazalli et al. 2014).
Kabau merupakan salah satu sumber daya tumbuhan yang mempunyai
manfaat sebagai bahan pangan, akan tetapi belum banyak dikenal oleh masyarakat
di luar daerah tumbuhnya. Jenis ini memiliki buah polong yang berukuran lebih
kecil dibandingkan dengan jengkol, berbentuk melonjong berwarna hijau dengan
biji yang tersusun rapat di dalam polongnya. Rasa dan aroma biji kabau lebih kuat
dibandingkan dengan biji jengkol. Biji kabau yang tua biasanya dimanfaatkan
sebagai bahan masakan dan penambah aroma pada masakan, sedangkan biji yang
muda dimakan mentah sebagai lalaban (Rahayu et al. 2007). Bagi penyuka kabau,
aroma khas dari bijinya dapat meningkatkan selera makan. Selain menghasilkan
biji yang dapat digunakan sebagai bahan pangan, jenis ini juga menghasilkan kayu
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan berbagai peralatan rumah
tangga (Heyne 1927; Burkill 1935).
Kabau dianggap tidak memiliki nilai ekonomi tinggi yang menyebabkan
tumbuhan ini kurang populer di Indonesia dibandingkan dengan jengkol. Kabau
belum dibudidayakan seperti halnya jengkol. Secara alami kabau tumbuh liar di
hutan primer dan sekunder dataran rendah (Nielsen 1992), di Sumatera kabau
dapat dijumpai di kebun karet rakyat dan pekarangan penduduk, namun
banyaknya masyarakat yang mengubah kebun karet menjadi perkebunan sawit
yang berdampak pada populasi kabau yang semakin berkurang. Jenis ini memiliki
banyak manfaat sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman budi
daya yang ditanam dengan sistem tumpang sari dalam sistem agroforestri karet
(Lehébel-Péron et al. 2011).
Masyarakat Sumatera, khususnya Jambi mengenal dua macam kabau, kabau
besar dan kabau kecil. Kedua macam kabau tersebut dibedakan berdasarkan
ukuran biji. Informasi mengenai variasi jenis kabau yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Sumatera masih belum terungkap banyak. Eksplorasi dan identifikasi
kabau masih sangat dibutuhkan guna inventarisasi data keanekaragamannya.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mempelajari keanekaragaman jenis kabau yang
dimanfaatkan oleh masyarakat di Sumatera berdasarkan ciri morfologi beserta
cara pemanfaatannya.

3

2

TINJAUAN PUSTAKA
Archidendron bubalinum

Archidendron F. Muell. merupakan anggota suku Fabaceae anak suku
Mimosoideae (Mohlenbrock 1966). Marga Archidendron terdiri dari 94 jenis yang
tersebar di India, Sri Lanka, Asia Tenggara, kawasan Malesia, Australia,
Micronesia, dan Kepulauan Solomon (Nielsen 1992). Marga Archidendron
memiliki dua pusat spesiasi, yaitu Indo-China hingga ke Malesia Barat (30 jenis
dan 11 jenis di antaranya merupakan jenis endemik) dan Nugini (33 jenis dan 28
jenis di antaranya merupakan jenis endemik) (Gambar 1) (Hanum 1998).

Gambar 1 Persebaran dan jumlah jenis marga Archidendron. Angka pada
gambar menunjukkan jumlah jenis endemik (atas) dan jumlah total
jenis setiap daerah (bawah). Sumber: Nielsen 1992
Beberapa anggota Archidendron merupakan sumber daya alam yang
mempunyai manfaat sebagai bahan pangan (Burkill 1935). Jenis yang sudah
banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas adalah Archidendron
jiringa (jengkol). Selain jengkol, anggota marga Archidendron yang juga biasa
dimanfaatkan oleh masyarakat Sumatera adalah kabau (Archidendron bubalinum
(Jack) I.C. Nielsen).
Jenis Archidendron bubalinum pertama kali dipertelakan sebagai Inga
bubalina Jack pada tahun 1822, berdasarkan material yang dikoleksi dari
Sumatera. Penunjuk jenis A. bubalinum berasal dari nama lokal bua karbau atau
kabau (bua=buah, karbau/kabau=kerbau=buffalo=Bubalus) (Kostermans 1954).
Pada tahun 1844, Bentham menempatkan jenis ini sebagai varietas dengan nama
Pithecellobium bigeminum (L.) Mart. var. bubalinum (Jack) Benth. Kemudian
pada tahun 1875 Bentham berubah pendapat dan mempublikasikannya lagi

4

menjadi Pithecellobium bubalinum (Jack) Benth. Kuntze pada tahun 1891
mengelasifikasikan jenis ini sebagai Feuilleea bubalina (Jack) O. Kuntze.
Kostermans pernah memasukkan jenis ini ke dalam dua marga yang berbeda,
yaitu Cylindrokelupha bubalina (Jack) Kosterm. pada tahun 1954 dan
Ortholobium bubalinum (Jack) Kosterm. pada tahun 1956 (Nielsen 1992). Namanama tersebut kemudian dijadikan sebagai sinonim dari jenis Archidendron
bubalinum (Jack) I.C. Nielsen.
Persebaran dan Ekologi Archidendron
Anggota dari marga Archidendron merupakan semak atau pohon di hutan
hujan, terutama pada dataran rendah tetapi terdapat juga pada ketinggian hingga
1800 mdpl. Sebagian besar ditemukan tumbuh pada hutan primer dan sekunder
dataran rendah. Sebagian besar anggota marga ini dijumpai tumbuh pada habitat
tanah berpasir atau laterit, habitat rawa, dan tanah kapur (Nielsen 1992).
Archidendron bubalinum tersebar secara alami di Myanmar, Thailand,
Malaysia, dan Sumatera (Nielsen 1992; GBIF 2016). Jenis ini dapat ditemukan
pada hutan hujan tropis primer dan sekunder, pada kondisi tanah lempung berpasir
atau laterit hingga ketinggian 600 mdpl pada kawasan dengan intensitas cahaya
yang tinggi atau kawasan terbuka. Secara umum, jenis ini berbunga dan berbuah
pada Januari hingga Oktober (Nielsen 1992).
Archidendron bubalinum memiliki bunga beraroma harum seperti juga
bunga Archidendron jiringa. Bunga A. jiringa terbuka pada malam hari dan
diserbuki oleh ngengat atau jenis serangga lainnya. Hewan yang memakan biji
jenis ini, seperti tupai, monyet, dan burung berperan dalam penyebaran biji
(Hanum 1998).
Pemanfaatan Archidendron
Archidendron bubalinum, Archidendron ellipticum, dan Archidendron
jiringa digunakan sebagai tanaman pelindung di hutan tanaman industri
perkebunan dan tanaman tumpang sari pada perkebunan karet dengan sistem
agroforestri di Indonesia (Hanum 1998, Lehébel-Péron et al. 2011).
Bagian kayu dari beberapa anggota marga Archidendron digunakan sebagai
bahan konstruksi ringan, furnitur dan lemari, sampan, dayung, pagar, peralatan
rumah tangga, pegangan pisau, sarung senjata, kotak dan peti mati, serta
digunakan sebagai kayu bakar (Hanum 1998). Kayu kabau memiliki struktur yang
keras dan kuat, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan bahan
dasar pembuatan peralatan rumah tangga (Burkill 1935).
Biji Archidendron jiringa, Archidendron bubalinum, dan Archidendron
microcarpum (terutama di Malaysia, Nielsen 1992) digunakan sebagai penambah
rasa pada masakan tetapi bersifat racun jika dikonsumsi dalam jumlah banyak
(Hanum 1998). Masyarakat Sumatera mengkonsumsi kabau sebagai penambah
nafsu makan. Biji yang tua dimanfaatkan sebagai bahan dan penambah rasa
masakan, dan biji muda dimakan mentah sebagai lalaban (Rahayu et al. 2007).
Selain sebagai bahan pangan, kabau dimanfaatkan juga sebagai obat
tradisional. Untuk itu bijinya dimanfaatkan sebagai bahan diuretik dan air rebusan

5

kulit kayunya dapat diminum sebagai obat demam (Heyne 1927). Abu dari daun
tua Archidendron jiringa digunakan sebagai obat sakit dada dan gatal-gatal, dan
abu dari daun mudanya digunakan untuk obat luka. Tapal daun Archidendron
clypearia dan Archidendron microcarpum adalah obat tradisional untuk
mengobati cacar, sakit kaki, pembengkakan, dan batuk. Kulit kayu Archidendron
clypearia mengandung tanin untuk mengobati kudis, dan air rebusan kulit kayu
Archidendron bubalinum digunakan sebagai obat penurun panas (Heyne 1927;
Hanum 1998).
Archidendron juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Bagian
polong dari jenis Archidendron jiringa digunakan sebagai pewarna ungu untuk
sutera. Di Kalimantan, pewarna hitam dihasilkan dari kulit kayu dan daun
Archidendron jiringa (Hanum 1998).
Kulit buah kabau dimanfaatkan sebagai pengendali hama tanaman oleh suku
Rejang Lebong di Bengkulu (Asmaliyah et al. 2006; Utami & Haneda 2010).
Kulit kayu Archidendron elipticum dan Archidendron jiringa digunakan sebagai
racun ikan (Hanum 1998).

6

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari Februari 2014 hingga April 2015. Pengambilan
sampel tumbuhan dilakukan dengan metode survei di Jambi, Sumatera Selatan,
dan Lampung (Gambar 2). Pengamatan morfologi dan identifikasi spesimen
dilaksanakan di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong
dan Laboratorium Biologi Tumbuhan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga.

Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel tumbuhan kabau di beberapa daerah di
Sumatera.
(
)
lokasi
pengambilan
sampel.
sumber:
http://www.google.co.id/maps

Pengambilan Sampel dan Data Pemanfaatan
Keberadaan tumbuhan kabau di lapangan diketahui dengan mewawancarai
pedagang kabau di pasar tradisional dan masyarakat. Lokasi pengambilan sampel
berupa perkebunan karet rakyat dan pekarangan rumah penduduk. Sampel
tumbuhan kabau yang diambil berupa cabang dengan organ daun, bunga, dan
buah yang lengkap. Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan dengan
menggunakan metode jelajah mengikuti Rugayah et al. (2004). Sampel tumbuhan
yang dikumpulkan berjumlah 43 tumbuhan kabau, tetapi hanya 33 sampel
tumbuhan yang memiliki organ vegetatif dan generatif yang lengkap (Lampiran 1).
Pemanfaatan kabau diperoleh melalui wawancara semi terstruktur terhadap
pedagang kabau di pasar tradisional, pembeli, dan masyarakat yang tinggal di
sekitar lokasi pengambilan sampel (Martin 1995; Walujo 2004).

7

Pengamatan Morfologi
Morfologi yang diamati meliputi ciri pada batang, daun, bunga, buah, dan
biji, mengikuti istilah botani Radford (1986), de Vogel (1987), Glosarium Biologi
(Rifai & Ermitati 1993), dan Harris dan Harris (2006). Pengamatan 30 ciri
morfologi meliputi 20 ciri kualitatif dan 10 ciri kuantitatif yang merupakan data
deskripsi dan data skoring (Tabel 1). Selain dari spesimen yang dikumpulkan di
lapang, pengamatan morfologi juga dilakukan pada spesimen herbarium
Archidendron bubalinum yang disimpan di Herbarium Bogoriense. Sebagai
pembanding untuk mengamati Archidendron yang masuk ke dalam jenis baru,
digunakan beberapa spesimen herbarium Archidendron, yaitu Archidendron
ellipticum, Archidendron fagifolium, Archidendron jiringa, dan Archidendron
tjendana.
Prosedur Analisis Data
Data pengamatan ciri morfologi ditransformasikan ke dalam bentuk skor
yang berupa matriks data (33x30):33 sampel tumbuhan kabau dengan 30 ciri
morfologi. Data skor digunakan untuk menganalisis kemiripan antar tumbuhan
kabau menggunakan prosedur Sequential Angglomerative, Hierarchical and
Nested (SAHN) dengan metode Unweighted Pair group method with arithmetic
average (UPGMA) koefisien Simple Matching (SM) dalam program komputer
Numerical Taxonomy and Multivariate System (NTSys) versi 2.11 (Rohlf 1998)
yang menghasilkan matriks kemiripan antar tumbuhan.
Dari 30 ciri morfologi yang digunakan dalam pengamatan 33 tumbuhan
kabau, hanya 20 ciri yang dapat digunakan dalam pengamatan 28 tumbuhan
Archidendron bubalinum. Pemilihan ciri yang bisa menentukan dan membedakan
28 tumbuhan kabau (Archidendron bubalinum) dengan 20 ciri morfologi
dianalisis hubungan keeratan antar ciri morfologi setiap sampel dengan memutar
matriks data (28x20) menjadi (20x28): 20 ciri dari 28 sampel tumbuhan kabau
menggunakan UPGMA dalam program NTSys versi 2.11, sehingga menghasilkan
dendrogram hubungan keeratan antar ciri. Pemilihan ciri berdasarkan dendrogram
kelompok ciri mempertimbangkan syarat-syarat karakter distinct, uniform, dan
stable dengan memperhatikan kesederhanaan demi kepraktisan. Ciri yang terpilih
digunakan untuk mengelompokkan kembali sampel tumbuhan kabau yang diteliti.

8

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Tabel 1 Ciri dan sifat ciri morfologi kabau di Sumatera
Ciri
Sifat ciri (skor)
Perawakan
Pohon (1); perdu (2)
Permukaan tangkai daun
Gundul (1); berambut jarang (2); berambut
rapat (3)
Warna tangkai daun muda Merah (1); hijau (2)
Kelenjar tangkai
Rata (1); menonjol (2)
Bentuk kelenjar tangkai
Membulat (1); melonjong (2)
Warna rakila muda
Merah (1); hijau (2)
Rambut permukaan rakila Gundul (1); jarang (2); rapat (3)
Kelenjar rakila
Ada (1); tidak ada (2)
Jumlah anak daun per 1 helai (1); 1-2 pasang (2); 2 pasang (3);
rakila
2-3 pasang (4)
Bentuk ujung daun
Melancip tumpul (1); berekor (2)
Tekstur helaian daun
Tipis kaku (1); tebal kaku (2)
Permukaan daun bagian Mengkilap (1); kusam (2)
atas
Duduk bunga
Melekat (1); bertangkai (2)
Bentuk braktea
Menyegitiga (1); membundar telur (2)
Bentuk kelopak
Memangkuk (1); mencorong luas (2);
menggenta (3)
Ukuran kelopak
3 mm (2)
Warna polong bagian luar Hijau (1); hijau keunguan (2)
Permukaan luar polong
Gundul kecuali di kampuh (1); berbulu
balig (2)
Kulit polong bagian luar
Licin (1); keriput (2)
Bentuk polong
Silinder (1); pipih (2); berlekuk (3);
melingkar (4)
Panjang polong
4-8 cm (1); 9.5-15 cm (2); ≥18 cm (3)
Lebar polong
1-2 cm (1); >2 cm (2)
Bentuk ujung buah
Membundar (1); bertakik (2)
Tebal kulit buah
2 mm (3)
Jumlah biji per polong
1-9 (1); ≥10 (2)
Potongan melintang biji
Membundar (1); memipih (2)
Diameter biji
1-2 cm (1); >2 cm (2)
Tebal biji tengah
2.5 cm (3)
Tebal biji ujung
1-2.5 cm (1); >2.5 cm (2)

9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Kabau
Tumbuhan kabau asal Sumatera sebanyak 33 individu dianalisis
kemiripannya berdasarkan 30 ciri morfologi yang diamati, menggunakan metode
UPGMA yang hasilnya berupa dendrogram kemiripan 33 tumbuhan tersebut
(Gambar 3). Tumbuhan kabau di Sumatera mengelompok menjadi empat
kelompok.
Dendrogram yang dihasilkan memperlihatkan bahwa setiap anggota dari
kelompok yang terbentuk tidak mengelompok berdasarkan lokasi pengambilan
sampel. Kelompok I terdiri dari 19 sampel tumbuhan yang berasal dari provinsi
Jambi (JMB1, TLN1, SSR1, SBK1, SBK2, MRL1, PLY1, PLY2, SGT5, SKR1,
SKR2) dan provinsi Lampung (TA1, TA2, TA5, TA6, TA7, TA8, WN1, WN2).
Kelompok II terdiri dari sembilan sampel yang berasal dari provinsi Jambi (TE3,
TE5, SKR3, PLY3, SGT3), provinsi Sumatera Selatan (BTG5 dan BTG2), dan
provinsi Lampung (TA3, dan TA4). Kelompok III terdiri dari tiga sampel yang
berasal dari provinsi Jambi (SGL1 dan SGL2) dan provinsi Sumatera Selatan
(BTG3). Kelompok IV terdiri dari dua tumbuhan (BTG1 dan BTG4) yang berasal
dari provinsi Sumatera Selatan. Dua kelompok pertama beranggotakan tumbuhan
kabau dari jenis Archidendron bubalinum, sedangkan dua kelompok lainnya dari
dua jenis yang berbeda.
Sebagian besar (28 sampel) koleksi masuk ke dalam kelompok I dan II.
Semua anggota kelompok I dan II merupakan jenis kabau sejati dengan nilai
koefisien kemiripan 64%. Jenis ini memiliki perawakan berupa pohon, jumlah
anak daun bervariasi antara 1 hingga 3 pasang pada tiap rakila daun, bentuk
polong bervariasi antara silinder hingga pipih, lurus hingga sedikit melengkung,
permukaan polong gundul hingga berambut rapat, warna polong hijau, tebal kulit
polong 1-3 mm, bentuk potongan melintang biji tengah membundar atau memipih.
Secara umum jenis inilah yang dikenal oleh masyarakat sebagai kabau dan banyak
dijual di pasar-pasar tradisional, sedangkan kedua jenis lainnya jarang atau
ditemukan dalam jumlah sedikit.
Kelompok III terpisah dari kelompok I dan II pada koefisien kemiripan 49%,
terdiri dari tiga sampel yang ditemukan di pekarangan penduduk di Betung
(Sumatera Selatan) dan Sungai Gelam (Jambi). Tiga sampel tersebut memiliki
polong pipih melengkung hingga spiral dan agak berlekuk, tekstur polong bagian
luar seperti Archidendron jiringa tetapi dengan buah yang tersusun rapat dan
bentuk biji menyerupai Archidendron bubalinum. Kelompok III memiliki ciri
bersama jumlah anak daun 3 pasang pada tiap rakila, bentuk polong pipih
melengkung atau melingkar spiral, tidak berlekuk hingga sedikit berlekuk,
permukaan polong gundul, warna polong hijau keunguan, tebal kulit polong 5 mm,
bentuk potongan melintang biji memipih. Kelompok ini dikenal dengan nama
kabau jengkol atau kabau besar karena bentuk, rasa, dan aroma biji sama dengan
Archidendron bubalinum tetapi ukuran bijinya lebih besar (Gambar 4c).

10

JMB1
TLN1
SSR1
SBK1
MRL1
TA1
TA2
WN2
PLY1
PLY2 I: Archidendron bubalinum
SBK2
TA7
SGT5
TA8
WN1
SKR1
SKR2
TA5
TA6
TA3
TE3
SKR3
PLY3
SGT3 II: Archidendron bubalinum
BTG5
TE5
TA4
BTG2
BTG3
SGL1 III: Archidendron jiringoides
SGL2
BTG1
IV: Archidendron rifaianum
BTG4

W

0.37

0.53

67%
0.68

0.84

1.00

Koefisien Kemiripan
Coefficient

Gambar 3 Dendrogram 33 individu kabau berdasarkan 30 ciri morfologi dengan
metode UPGMA
Kelompok IV beranggotakan dua sampel yang ditemukan di pekarangan
penduduk di Betung, Sumatera Selatan. Masyarakat menyebutnya dengan nama
kabau juga karena aroma dari bijinya sama dengan aroma biji Archidendron
bubalinum. Kelompok ini sangat berbeda dengan tiga kelompok lainnya, karena
berperawakan perdu, jumlah anak daun 1 helai pada tiap rakila, anak bunga
bertangkai, bentuk kelopak memangkuk, polong lurus berlekuk, kulit polong tipis
(2 m