Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passiflora spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

(1)

PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA)

SKRIPSI

OLEH

YANTIKA ROMAULI SIMATUPANG

100805072

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ANALISIS KEANEKARAGAMAN GENETIK MARKISA

(Passiflora

spp.

) DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN

PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH

YANTIKA ROMAULI SIMATUPANG

100805072

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

i

Judul : Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passifloraspp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified PolymorphicDNA)

Kategori : Skripsi

Nama : Yantika Romauli Simatupang Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Nomor Induk Mahasiswa : 100805072

Fakultas : Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Disetujui di

Medan, Mei 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Suci Rahayu, M.Si. Dr. Saleha Hannum, M.Si.

NIP: 196506291992032002 NIP:197108312000122001

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. NIP: 196301231990032001


(4)

ii

PERNYATAAN

ANALISIS KEANEKARAGAMAN GENETIK MARKISA (Passiflora

spp.

) DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN PENANDA RAPD

(Random Amplified Polymorphic

DNA)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2015

Yantika Romauli Simatupang 100805072


(5)

iii

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Keanekaragaman Genetik Markisa (Passiflora

spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified

Polymorphic DNA)” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains di

Departemen Biologi FMIPA USU Medan.

Ucapan terimakasih terbesar penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, ayahanda dan Alm. ibunda tercinta, Syarifuddin Simatupang dan Alm. Remida Silalahi, S.Pd yang selalu memberikan do’a, dukungan, semangat,

pengorbanan serta kasih sayangnya yang besar kepada penulis. Kepada seluruh keluarga besarku atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis baik moril maupun materil.

Terimakasih penulis sampaikan kepada ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si. selaku pembimbing 1 dan ibu Dr. Suci Rahayu, M.Si. selaku pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi dan waktu selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ibu Dra. Elimasni, M.Si. dan bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc. selaku ketua Departemen Biologi serta semua staf yang bekerja di Departemen Biologi.

Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada rekan mahasiswa/i Biologi. Kepada ‘ma gizibe’ AnitaDoris, Santa Lusia, Chrestina Sidabutar yang selalu menemani dan menerima kegilaanku. Kepada sahabatku Norton, Edwardman, Doni, Yuli, Nurhayati, Anisa Rilla, Nurfithri apriani, Nova, Maria, Bobby Hutabarat, Ilham buat waktu dan tamparan kalimat yang membuat penulis sadar dan termotivasi. Terimakasih kepada motivator dan guruku bang Imam Aulia dan kak ai atas waktu dan ilmu praktek serta teori yang diberikan. Tak terlupakan teman-teman stambuk 2010 ‘BioRev’ yang namanya

tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih sudah membuatku dewasa dan berjiwa sosial. Kepada rekan asisten genetika Vahnoni, Sandi, bang Tombak, Jordan, Nasir, Wilda, Nolo dan lainnya. Semuanya yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu, terimakasih atas kerjasamanya selama di bangku perkuliahan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan YME membalas semua kebaikan dengan balasan yang setimpal.

Medan, Mei 2015


(6)

iv

ANALISIS KEANEKARAGAMAN GENETIK MARKISA (Passifloraspp.)

DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN PENANDA RAPD

(Random Amplified PolymorphicDNA)

ABSTRAK

Penelitian keanekaragaman genetik markisa (Passiflora spp.) di Sumatera Utara berdasarkan penanda RAPD telah dilakukan di Laboratorium Genetika dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakteristik keanekaragaman genetik markisa (Passiflora sp.) berdasarkan penanda RAPD. Analisis RAPD dilakukan terhadap 31 aksesi markisa yang dikoleksi dari 4 kabupaten yaitu kabupaten HUMBAHAS, Tapanuli Utara, Simalungun, dan Karo yang mewakili 4 spesies (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) dari genus Passiflora dengan menggunakan 4 primer acak (diseleksi dari 7 primer acak). Hasil elektroforesis menunjukkan 73 pita polimorfik (98%) yang berukuran dari 250 bp sampai 2500 bp. Koefisien kemiripan genetik berkisar antara 0,80 sampai 0,97 berdasarkan analisis data biner dari pita RAPD dengan metode UPGMA (Unweight Pair- Group Method Arithmatic) melalui program NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.11a. Hasil ini mengungkapkan bahwa tingkat variasi dalam dan antara spesies tinggi. Analisis cluster menunjukkan bahwa pengelompokan markisa terjadi berdasarkan wilayah pengkoleksian sampelnya Kedekatan jarak geografis wilayah pengkoleksian dan kesamaan jenis markisa berdasarkan warna buah tidak menjamin kedekatan hubungan genetik markisa berdasarkan penanda RAPD.


(7)

v

ABSTRACT

The research about Genetic diversity analysis of the passion fruit (Passifloraspp.) in north Sumatera based on RAPD markers has been done in Genetic Laboratory and Integrated Laboratory, University of North Sumatera. The objective of this study was to characterize the genetic diversity of Passiflora sp. collection by RAPD marker. RAPD analysis was done to 31 passion fruit (Passiflora sp.) accessions that collected from 4 regional is region HUMBAHAS, North Tapanuli, Simalungun, and Karo that represented 4 species (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) from genus of Passiflora using 4 random primers (selected from 7 random primers). The result of electrophoresis showed 73 reproducible polymorphic bands (98%) are ranging in size from 250 bp to 2500 bp. The genetic similarity showed coefficients ranged from 0,8 to 0,97 based on Unweight Pair- Group Method Aritchmatic and Numerical Taxonomy (UPGMA) and Multivariate System (NTSYS) version 2.11a computer program,. The result revealed high levels of variation within and among species. Cluster analysis showed that grouping of passion fruit occurs by area collecting of the sample. Geographical proximity and similarity of the area where passion fruit had been collecting and based on the color of the fruit do not guarantee the genetic relationship of passion fruit by RAPD.


(8)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Kata Pengantar iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 3

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan penelitian 3

1.4. Hipotesis 1.5. Manfaat BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Klasifikasi Markisa 4 2.1.1. Markisa Asam (Siuh) 4 2.1.2. Markisa manis (Konyal) 5 2.1.3. Markisa Giant (Erbis) 5 2.2. Morfologi dan Syarat Tumbuh Markisa 6 2.2.1. Morfologi Markisa 6 2.2.2. Syarat Tumbuh Markisa 6

2.3. Marka Molekuler 7

2.4. Penanda Molekuler RAPD 8 BAB 3. Metodologi Penelitian

3.1. Waktu dan Tempat 11

3.2. Bahan dan Alat 11

3.3. Prosedur Percobaan 11 3.3.1. Pengkoleksian Sampel 11

3.3.2. Isolasi DNA 12

3.3.3. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA 13 3.3.4. Amplifikasi DNA 13

3.4. Analisis Data 15

3.4.1. Pita Polimorfik DNA 15 3.4.2. Analisis Similaritas 15


(9)

vii

4.2. Analisis Profil Pita RAPD 17 4.3. Analisis Keanekaragaman Genetik Tanaman Markisa 21

4.3.1. Analisis Hubungan Genetik Markisa Ungu (P. edulis)

21 4.3.2. Analisis Hubungan Genetik Markisa

(Passifloraspp.)

23

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 27

5.2. Saran 27

Daftar Pustaka 28


(10)

viii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1. Primer yang digunakan untuk analisis RAPD 14 3.2. Bahan untuk satu kali reaksi PCR 14 4.1. Persentase Pita Polimorfik pada 4 primer 20


(11)

ix

No. Gambar Judul Halaman

3.1. Pola Terjemahan Pita DNA 15 4.1. Hasil elektoforesis DNA genom dari 9 sampel

markisa menggunakan gel agarose 0,8%

16 4.2. Profil Pita RAPD pada primer Akansha 19 4.3. Dendogram kemiripan genetik markisa ungu

(Passiflora edulis) berdasarkan 4 primer RAPD

22 4.4. Dendogram kemiripan genetik markisa (Passiflora

spp.) berdasarkan 4 primer RAPD


(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1.ole Koleksi 31 Aksesi Tanaman Markisa di Sumatera Utara 32 Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kuantitas DNA dengan

Menggunakan Nanophotometer

33 Lampiran 3 Gambar Hasil Amplifikasi DNA Markisa berdasarkan

Teknik RAPD

34 Lampiran 4. Matriks Kemiripan Genetik Aksesi Markisa Ungu 37 Lampiran 5. Matriks Kemiripan Genetik Aksesi Markisa 38 Lampiran 6. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 40 Lampiran 7. Jenis Markisa yang Dikoleksi dari Sumatera Utara 42


(13)

iv

ABSTRAK

Penelitian keanekaragaman genetik markisa (Passiflora spp.) di Sumatera Utara berdasarkan penanda RAPD telah dilakukan di Laboratorium Genetika dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakteristik keanekaragaman genetik markisa (Passiflora sp.) berdasarkan penanda RAPD. Analisis RAPD dilakukan terhadap 31 aksesi markisa yang dikoleksi dari 4 kabupaten yaitu kabupaten HUMBAHAS, Tapanuli Utara, Simalungun, dan Karo yang mewakili 4 spesies (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) dari genus Passiflora dengan menggunakan 4 primer acak (diseleksi dari 7 primer acak). Hasil elektroforesis menunjukkan 73 pita polimorfik (98%) yang berukuran dari 250 bp sampai 2500 bp. Koefisien kemiripan genetik berkisar antara 0,80 sampai 0,97 berdasarkan analisis data biner dari pita RAPD dengan metode UPGMA (Unweight Pair- Group Method Arithmatic) melalui program NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.11a. Hasil ini mengungkapkan bahwa tingkat variasi dalam dan antara spesies tinggi. Analisis cluster menunjukkan bahwa pengelompokan markisa terjadi berdasarkan wilayah pengkoleksian sampelnya Kedekatan jarak geografis wilayah pengkoleksian dan kesamaan jenis markisa berdasarkan warna buah tidak menjamin kedekatan hubungan genetik markisa berdasarkan penanda RAPD.


(14)

v

GENETIC DIVERSITY ANALYSIS OF THE PASSION FRUIT (Passifloraspp.)IN NORTH SUMATERA BASED ON RAPD MARKERS

(Random Amplified PolymorphicDNA)

ABSTRACT

The research about Genetic diversity analysis of the passion fruit (Passifloraspp.) in north Sumatera based on RAPD markers has been done in Genetic Laboratory and Integrated Laboratory, University of North Sumatera. The objective of this study was to characterize the genetic diversity of Passiflora sp. collection by RAPD marker. RAPD analysis was done to 31 passion fruit (Passiflora sp.) accessions that collected from 4 regional is region HUMBAHAS, North Tapanuli, Simalungun, and Karo that represented 4 species (P. edulis, P. ligularis, P. quadrangularis, P. foetida) from genus of Passiflora using 4 random primers (selected from 7 random primers). The result of electrophoresis showed 73 reproducible polymorphic bands (98%) are ranging in size from 250 bp to 2500 bp. The genetic similarity showed coefficients ranged from 0,8 to 0,97 based on Unweight Pair- Group Method Aritchmatic and Numerical Taxonomy (UPGMA) and Multivariate System (NTSYS) version 2.11a computer program,. The result revealed high levels of variation within and among species. Cluster analysis showed that grouping of passion fruit occurs by area collecting of the sample. Geographical proximity and similarity of the area where passion fruit had been collecting and based on the color of the fruit do not guarantee the genetic relationship of passion fruit by RAPD.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Markisa (Passiflora sp.) merupakan salah satu jenis buah hortikultura yang berpotensi besar dalam perdagangan buah di pasar dunia. Buah dari genus

Passiflora ini memiliki hal-hal yang menarik seperti memiliki bentuk dan warna yang eksotis dan memiliki aroma yang khas (Ashari, 1995), selain itu memiliki penarik di bidang farmatik seperti sebagai obat penenang, antipasmodik dan antibakterial serta insektisida (Fajardoet al., 1998). Markisa merupakan tanaman penting baik secara ekonomi maupun sosial, dan telah banyak dilakukan penelitian untuk mengembangkan varietas yang adaptif terhadap sistem tanam dan kondisi iklim yang berbeda (Nasutionet al.,2011).

Tanaman markisa bukanlah tanaman asli Indonesia, tetapi merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil, yang menyebar sampai ke Indonesia. Di negara asalnya markisa tumbuh liar di hutan-hutan basah yang mempunyai ratusan spesies. Di Indonesia, markisa mulai dibudidayakan sejak tahun 2003, karena sebelum tahun 2003 keberadaan dan manfaatnya belum bagitu disadari masyarakat Indonesia. Ada beberapa provinsi di Indonesia yang membudidayakan markisa yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung dan Sulawesi Selatan, namun yang menjadi sentra terbesar produksi markisa adalah Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan (BPPHP, 2004).

Jenis markisa yang dikembangkan di Sumatera Utara pada umumnya adalah markisa ungu (P. edulis) yang akan diolah menjadi minuman berupa jus ataupun sirup, namun ada juga markisa yang dibudidayakan untuk konsumsi langsung yang sering juga disebut buah meja yaitu markisa konyal (P. ligularis)

(Karmila, 2013). Di Indonesia ada 3 jenis markisa yang telah dibudidayakan, meliputi markisa asam dengan kulit buah berwarna ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims.), markisa asam dengan kulit buah kuning (P. edulis f. flavicarva


(16)

2

ada 4 varietas unggul markisa yang sudah dilepas yaitu markisa asam varietas Malino dari Sulawesi Selatan tahun 2000, markisa asam varietas Berastagi tahun 2000, markisa manis varietas Super Solinda dan Gumanti tahun 2001 yang merupakan hasil seleksi indigenos, sedangkan kegiatan pemuliaan tanaman markisa untuk mendapatkan varietas unggul belum banyak dilakukan (Karsinahet al.,2007).

Ketersediaan varietas unggul merupakan syarat yang harus dipenuhi pada era industrialis pertaniaan dan liberalis perdagangan. Varietas unggul dapat dirakit jika tersedia plasma nutfah atau sumberdaya genetik yang mempunyai karakter sesuai dengan yang dikehendaki (Karsinah et al.,2007). Salah satu kendala dalam perbaikan mutu tanaman adalah terbatasnya koleksi plasma nutfah dan informasi genetik tanaman (Langga et al., 2012), oleh karena itu diperlukan langkah-langkah dalam upaya penyediaan materi genetik dalam memperbaiki tanaman dengan cara eksplorasi, konservasi dan evaluasi (Karsinahet al.,2007). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu markisa adalah dengan menganalisis sumberdaya genetik markisa secara molekuler (Langgaet al.,2012). Informasi berdasarkan analisis molekuler diharapkan mampu menjawab permasalahan dalam karakterisasi tanaman markisa yang ada di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian genetik markisa dengan menggunakan penanda molekuler perlu dilakukan. Penanda molekuler yang dapat digunakan adalah penanda DNA yang berupa fragmen/pita-pita DNA. Penelitian penanda DNA lebih akurat karena tidak dipengaruhi lingkungan (Yasminingsih, 2009).

Penanda Random amplified polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu penanda DNA berbasis PCR yang banyak digunakan dalam mengidentifikasi keanekaragaman pada tingkat intraspesies maupun antarspesies (Fajardo et al., 1998). Teknik ini mendeteksi polimorfisme ruas nukleotida pada DNA dengan menggunakan sebuah primer tunggal yang memiliki rangkaian nukleotida acak. Marka RAPD bersifat lebih sederhana dibandingkan marka lainnya seperti mikrosatelit atau simple sequence repeat (SSR), restriction length polymorphism (RLFP), ataupun amplified length polymorphism (AFLP) (Bardakchi, 2001). Hal ini dikarenakan teknik RAPD tidak memerlukan informasi awal mengenai urutan DNA genom organisme yang diuji maupun tidak


(17)

memerlukan probe DNA yang spesifik.

Studi keanekaragaman genetik dari genusPassifloradengan menggunakan penanda RAPD telah dilakukan (Fajardo et al., 1998; Crochemore et al., 2003;

Viana et al., 2003).Di Indonesia, studi keanekaragaman genetik Passiflora telah dilakukan dengan menggunakan penanda ISSR (Nasution et al., 2011) yang meneliti 13 aksesi markisa yang berasal dari kebun petani markisa yang ada di Sulawesi Selatan. Studi keanekaragaman genetik Passiflora yang terdapat di Sumatera Utara dengan menggunakan penanda RAPD sampai saat ini belum ada informasi, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman genetik markisa yang terdapat di Sumatera Utara.

1.2. Permasalahan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keanekaragaman genetik markisa (Passiflora sp.) yang terdapat di Sumatera Utara berdasarkan penanda molekular RAPD?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman genetik markisa (Passiflorasp.) yang terdapat di Sumatera Utara dengan menggunakan analisis RAPD dan mengelompokkannya berdasarkan pola pita yang tampak pada analisis RAPD.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah tingginya keanekaragaman genetik markisa yang terdapat dari Sumatera Utara berdasarkan analisis RAPD.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data molekuler markisa yang terdapat dari Sumatera Utara dengan menggunakan analisis RAPD yang bermanfaat bagi pengembangan pemuliaan tanaman markisa.


(18)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Markisa

Markisa mula-mula disebut passion fruit. Menurut sejarah, tanaman markisa berasal dari daerah tropis Amerika Selatan, tepatnya di daerah Brazil, Venezuela, Kolumbia, dan Peru. Di Indonesia, markisa banyak ditanam di dataran tinggi di Goa, Malino, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara (Sunarjono, 1997). Buah markisa yang pertama kali dikenal ditempat asalnya adalah markisa kuning dan markisa ungu (Rukmana, 2003).

Klasifikasi botani tanaman markisa adalah sebagai berikut (Sharma, 1993): Kingdom :Plantae

Divisio :Spermatophyte

Sub divisi :Angiospermae

Kelas :Dicotiledoneae

Ordo :Paretales

Famili :Passifloraceae

Genus :Passiflora

Spesies :Passiflorasp.

Di Indonesia terdapat empat jenis markisa yang dibudidayakan, yaitu markisa ungu (Passiflora edulis),markisa kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa), markisa erbis (Passiflora quadrangularis), dan markisa konyal (Passiflora ligularis).

2.1.1. Markisa Asam (Siuh)

Markisa asam (Passiflora edulis Sims.) mempunyai nama umum granadillaatau.

Passion fruit yang termasuk dalam famili Passifloraceae. Diperkirakan ada 500 spesies Passiflora dalam famili ini, diantara ciri-ciri tersebut P. edulis Sims. memiliki ciri-ciri spesifik markisa. Menurut LITBANG (2010), dalam spesies ini terdapat 2 forma yang berbeda, yaitu:


(19)

a. Forma edulis atau forma ungu dikenal dengan markisa ungu. Yang termasuk dalam forma ini adalah markisa asam dengan kulit buah berwarna ungu (purple),

merah (red), dan hitam (black granadilla) disebut juga siuh atau purple passion fruit (P. edulis f. edulis Sims.). Markisa ini merupakan bahan baku utama industri pengolahan sari buah markisa dan sirup konsentrat.

b. Forma flavicarpa atau forma kuning dikenal dengan markisa kuning, yaitu markisa asam dengan kulit buah berwarna kuning disebut juga rola atau yellow passion fruit (P. edulisSimsf. flavicarpaDeg.).

Markisa ungu berasal dari Brazil bagian Selatan yaitu Paraguay hingga Argentina bagian Utara, sedangkan asal markisa kuning tidak diketahui mungkin berasal dari Amazon wilayah Brazil, hibrid antara P. edulis dan P. ligularis,

namun studi secara sitologi tidak menunjukkan teori hibrid. Pendapat lain menyatakan bahwa markisa kuning berasal dari Australia. Pada tahun 1930-1950 markisa ungu dan kuning telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Di sebagian besar negara-negara penghasil markisa, kultivar-kultivar markisa kuning yang umumnya dibudidayakan. Di Indonesia markisa asam yang telah dibudidayakan secara komersial adalah markisa ungu. (LITBANG, 2010).

2.1.2. Markisa Manis (Konyal)

Selain markisa asam, di Indonesia juga terdapat markisa manis yang sering disebut pula dengan markisa konyal (Passiflora ligularis). Markisa konyal merupakan spesies umum yang berasal dari Brazil dan menyebar ke daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Markisa konyal banyak dijualbelikan sebagai buah segar di tempat-tempat tertentu karena rasanya manis walaupun aromanya relatif tidak ada. Sentra produksi markisa ini adalah di Kabupaten Solok, Sumatera Barat dengan lahan 2.710 ha dan produksi sebanyak l2.710 ton pada tahun 1997 (Karmila, 2013).

2.1.3. MarkisaGiant(Erbis)

Di Indonesia terdapat markisa dengan ukuran besar yang disebut juga dengan erbis (Passiflora quadrangularis L.) atau markisa sayur. Buah erbis ini umunya hanya ditanam di dataran rendah, tidak dibudidayakan secara komersial


(20)

6

dan buahnya hanya untuk sari buah segar (Sunarjono, 1997).

2.2. Morfologi dan Syarat Tumbuh Markisa 2.2.1. Morfologi Markisa

Markisa merupakan tumbuhan semak atau pohon yang hidup menahun (perennial) dan bersifat merambat atau menjalar hingga sepanjang 20 meter atau lebih. Batang tanaman berkayu tipis, bersulur dan memiliki banyak percabangan yang kadang-kadang tumbuh timpang tindih, Pada stadium muda, cabang tanaman berwama hijau dan setelah tua berubah menjadi hijau kecoklatan. Daur, tanaman sangat rimbun, tumbuh secara bergantian pada batang atau cabang. Tiap helai daun bercaping tiga dan bergerigi, berwarna hijau mengkilap (Rukmana, 2003). Semua jenis markisa termasuk penyerbuk silang melalui lebah madu. Meskipun demikian, penyerbukan sendiri masih dapat berlangsung baik (Sunarjono, 1997).

Tanaman markisa yang berasal dari buah mulai berbuah setelah umur 9-10 bulan, sedangkan yang berasal dari stek, mulai berbuah dari awal, yaitu sekitar 7 bulan. Buah markisa digolongkan kedalam buah klimaterik karena pola respirasi markisa meningkat seiring dengan perubahan pigmen warna dan gas volatile tertentu. Respirasi dan produk etilen akan menurun saat buah mencapai tingkat kematangan penuh dan mulai mengalami pembusukan (Karmila, 2013).

2.2.2. Syarat Tumbuh Markisa

Menurut Danarto et al. (2012), untuk dapat tumbuh dan berproduktivitas baik, tanaman markisa mempunyai kekhususan persyaratan tumbuh. Faktor yang terpenting dalam menentukan pertumbuhan markisa adalah sebagai berikut: a. Lokasi

Tanaman markisa merupakan tanaman subtropis, sehingga jika ditanam di Indonesia harus di daerah-daerah yang mempunyai ketinggian antara 800-1.500 m dpl dengan curah hujan minimal 1.200 mm/tahun, kelembaban nisbi antara 80-90%, suhu lingkungan antara 20-30 °C, dan tidak banyak angin.

b. Tanah

Tanaman markisa dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, terutama pada yang gembur, mempunyai cukup bahan organik, mempunyai pH antara 6,5-7,5 dan


(21)

berdrainase baik dengan ketinggian tanah antara 600-1.500 m dpl. Jika markisa ditanam pada ketinggian di bawah 600 dpl maka produktifitas tanaman markisa akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan daerah dengan ketinggian tersebut lama penyinaran matahari lebih rendah, serta suhu lingkungan juga kurang mendukung sehingga menghambat pembungaan.

2.3. Marka Molekuler

Variasi teknik molekuler sangat beragam tergantung cara pelaksanaan untuk mendapatkan data maupun tingkatan target data yang diinginkan. Salah satu cara untuk mendapatkan data yang sering digunakan pada saat ini adalah dengan menggunakan marka/penanda. Dari sejarah perkembangannya, penanda/marka ini dapat dikelompokkan sebagai penanda morfologi, penanda sitologi, dan penanda molekular. Penanda molekular dapat dibedakan menjadi penanda isozim dan penanda DNA (Nuraida, 2012). Penggunaan penanda molekuler berupa DNA digunakan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang biologi molekuler. Penanda ini telah digunakan sejak tahun 1980-an, merupakan pendekatan untuk lebih meningkatkan informasi genetik yang belum dapat diperoleh dengan penanda protein (Langga et al., 2012). Marka molekuler yang berbasis DNA jenisnya sangat banyak dan mempunyai variabilitas yang besar, sedangkan marka yang berbasis protein memiliki keragaman yang lebih rendah (Warta Biogen, 2008). Marka molekuler yang pertama kali dikenal adalah marka protein yang secara genetik dikenal sebagai marka isozim. (Yasminingsih, 2009).

Menurut Nuraida (2012), suatu penanda (marker) adalah suatu karakter atau sifat yang dapat diturunkan atau diwariskan pada keturunannya dan dapat digunakan untuk mengkarakteristik/mendeteksi genotip tertentu. Penanda molekular merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik dan telah diaplikasi secara luas dalam program pemuliaan tanaman. Pemanfaatan marka DNA sebagai alat bantu seleksi Marker Assisted Selection (MAS) lebih menguntungkan dibandingkan dengan seleksi secara fenotipik. Seleksi dengan bantuan marka molekular didasarkan pada sifat genetik tanaman saja, tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Azrai, 2005). Pemilihan jenis marka molekuler yang akan digunakan dalam seleksi harus benar-benar dipertimbangkan


(22)

8

kesesuaiannya dengan fasilitas dan materi yang dimiliki untuk melakukan seleksi. Penyiapan atau purifikasi gen target juga sangat menentukan keberhasilan dari seleksi yang dilakukan (Syafaruddin & Santoso, 2011).

Jenis marka molekular pada tanaman ada dua yaitu penanda mendasarkan teknik PCR dan yang tidak mendasarkan teknik PCR. Penanda molekular yang mendasarkan teknik PCR antara lain RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) dan SSR (Simple Sequence Repeats) yang lebih mendasarkan pada sequencing DNA. Sedangkan penanda molekuler yang tidak mendasarkan teknik PCR hanya ada satu jenis yaitu RLFP (Restriction Fragment Length Polymorphism) (Azrai, 2005). Setiap penanda molekuler memiliki teknik yang berbeda-beda baik dalam hal jumlah DNA yang dibutuhkan, dana, waktu, prosedur pelaksanaan, tingkatan polimorfisme dan pengujian secara statistik. Penanda tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, oleh karena itu kombinasi beberapa teknik akan memberikan data yang lebih komprehensif dan akurat. Penentuan teknik yang digunakan sangat penting untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang diinginkan. Umumnya strategi pemilihan teknik berdasarkan pada tujuan studi, ketersediaan dana dan fasilitas serta kemampuan sumber daya manusia (Afifah, 2012).

2.4. Penanda Molekuler RAPD

Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam analisis DNA tanaman dengan menggunakan alat Polymerase Chain Reaction (PCR). Alat ini berguna mengamplifikasi DNA hasil ekstraksi dalam jumlah kecil dan waktu singkat. Penanda molekular RAPD dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in vitro dengan PCR (Williamet al.,1990).

Dasar polimorfisme DNA berdasarkan Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer tunggal dari urutan nukleotida acak dan terdeteksi sebagai produk amplifikasi segmen DNA acak. Polimorfisme, disebut juga dengan

random amplified polymorphic DNA (RAPD marker) yang membedakan antara dua individu berdasarkan perbedaan kromosomal atau perbedaan basa


(23)

berdasarkan untaian primer (Javornik & Kump, 1993). Menurut Syafaruddin & Santoso (2011), RAPD adalah penanda berbasis PCR dengan menggunakan 10 basa primer acak. Teknik RAPD tidak memerlukan informasi awal tentang urutan basa suatu spesies. Yang diperlukan adalah DNA yang relatif murni dan dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan RFLP. Oleh karenanya RAPD dapat diterapkan pada hampir semua jenis tanaman. DNA sebagai pembawa informasi genetik terdapat dalam sel khususnya di dalam inti sel dan untuk mendapatkannya dapat dilakukan dengan proses ekstraksi, sehingga, memudahkan untuk mengidentifikasi DNA yang disebut isolasi DNA (Langgaet al.,2012).

Metode RAPD merupakan pengembangan teknik PCR untuk mendeteksi keanekaragaman genetik atau mengidentifikasi potongan DNA spesifik yang berkomplementer dengan DNA cetakan. RAPD bertujuan untuk menghasilkan banyak copy dari DNA eetakan. Potongan-potongan acak yang umumnya berukuran antara 250-2000 pasangan basa (bp) diamplifikasi menggunakan PCR dengan primer tunggal, yang pada umumnya berukuran 10 pasang basa. Reaksi RAPD umumnya menghasilkan 3-10 potongan DNA. Produk amplifikasi biasanya dianalisis dengan elektroforesis pada gel agarosa yang dilanjutkan pengecatan denganethidium bromide(Yasminingsih, 2009).

PCR adalah suatu metode untuk melipat gandakan suatu pita DNA secara

in vitro. Metode PCR dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1986 (Irawan, 2008). Proses terjadinya reaksi amplifikasi melalui tiga tahapan yaitu, (a) denaturasi, merupakan proses awal yang dilakukan dengan pemanasan hingga 96°C selama 30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal, (b) annealing, setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturunkan ke kisaran 40-60°C selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer, (c) ekstension/elongasi, merupakan proses akhir dimana dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72°C. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya. Jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP T, begitu seterusnya (pasangan A adalah T, dan C dengan G). Enzim akan memperpanjang rantai basa ini hingga ke ujung. Lamanya waktu


(24)

10

ekstensi bergantung pada panjangnya daerah yang akan diamplifikasi, secara umumnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp (Erlich, 1989). Tiga langkah tersebut merupakan satu siklus PCR. Proses ini disebut chain reactionatau reaksi berantai sebab hasil dari langkah ke tiga, yaitu dua pita ganda, masing-masing akan menjalani siklus PCR, mengalami denaturasi, annealing, dan pemanjangan lagi dan demikian seterusnya. Karena setiap hasil daur selalu melakukan reaksi ulang yang sama inilah maka disebut reaksi berantai (Irawan, 2008).

Prosedur penggunaan RAPD ini mempunyai keutungan seperti sederhana, mudah dalam hal preparasi, dapat dilakukan secara maksimal untuk sampel dalam jumlah banyak, jumlah DNA yang diperlukan relatif sedikit, dan pengerjaannya tidak menggunakan senyawa radioaktif (Syafaruddin & Santoro, 2011). Menurut Anggraeni (2008), penanda RAPD memiliki beberapa kelebihan, diantaranya tidak membutuhkan latar belakang pengetahuan genom yang akan dianalisis, primer universal dapat digunakan untuk organisme prokariotik maupun eukariotik, mampu menghasilkan karakter yang relatif lebih murah, mudah dalam preparasi, dan memberikan hasil lebih cepat dibandingkan dengan analisis keragaman molekulernya. Kelebihan lain yang lebih spesifik adalah teknik RAPD lebih sederhana, yaitu: (1) DNA tidak perlu dipotong dengan enzim restrikasi, (2) sampel DNA yang diperlukan relatif sedikit, (3) tidak perlu memindahkan DNA ke membran nilon, (4) tidak memerlukan hibridisasi DNA dan (5) tidak memerlukan prosedurlabeling.

Penanda RAPD telah berhasil digunakan untuk tujuan dalam bidang pemuliaan tanaman antara lain: (1) penyusunan peta genetik, (2) analisis struktur genetik populasi, (3) sidik jari individu, (4) pemetaan sifat-sifat, dan (5) penanda khas pada bagian genom (Yasminingsih, 2009). Penanda RAPD telah banyak digunakan untuk mempelajari keanekaragaman genetik seperti, jeruk (Karsinahet al., 2002), jarak pagar (Yasminingsih, 2009), mentimun (Julisaniah et al., 2008) dan kelapa (Roslim, 2003).


(25)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2014 hingga Februari 2015 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Genetika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah water bath, shaker, spin down, nanophotometer, UV transluminator, PCR (Polymerase Chain Reaction), elektroforesis, sentrifugasi, freezer, pipet mikro, tip, mortar dan porselin, hot plate, autoklaf, neraca analitik, tabung ependorf, erlenmeyer, alumunium foil, gunting, kertas label.

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk daun markisa. Bahan kimia yang digunakan adalah buffer ekstraksi CTAB (100 mM Tris HCL, 4M Nacl, 20 mM EDTA, 3% CTAB, 6% PVP dan 0,2% β -merkaptoetanol), Kloroform, Isoamilalkohol, Isopropanol, Alkohol 70%, 5 M NaCl, sodium asetat, Fenol, Buffer TE, TAE 1X, Agarose, Promega GoTaq® Green Master Mix, ddH20 steril, primer RAPD (Tabel 3.1.),Ethium bromide1%,

Loading dye6X, RNA-se, Proteinase-K.

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Pengkoleksian Sampel

Sampel tanaman markisa dikoleksi dari 4 kabupaten di Sumatera Utara yaitu kabupaten Karo, kabupaten Simalungun, kabupaten HUMBAHAS (Humbang Hasundutan) dan kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan daerah pembudidaya tanaman markisa secara komersial. Jenis markisa yang dikoleksi adalah markisa asam ungu (Passiflora edulis Sims.), markisa asam kuning


(26)

12

(Passiflora edulis f. flavicarpa Deg.), markisa asam merah (Passiflora edulis f.

edulis Sims.), markisa konyal (Passiflora ligularis L.), markisa erbis (Passiflora quadrangularis), F1 (markisa ungu besar hasil persilangan antara markisa ungu dengan markisa merah) dan markisa liar (Passiflora foetida) (Lampiran 1.).

3.3.2. Isolasi DNA

DNA diisolasi dari bagian daun yang masih muda (bagian pucuk) dengan menggunakan metode CTAB (Doyle & Doyle, 1990) yang dimodifikasi oleh Lade

et al. (2014), Sebanyak 0,5 g daun muda digerus dalam cawan porselin dengan menambahkan 1 ml buffer CTAB (100 mM Tris HCL, 4M Nacl, 20 mM EDTA,

3% CTAB, 6% PVP dan 0,2% β-merkaptoetanol) tanpa menggunakan nitrogen cair. Hasil gerusan dipindahkan kedalam tabung eppendorf 2 ml. Ditambahkan RNase 1 µl dari 10 mg/ml kemudian inverted dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit. Kemudian ditambahkan 10 µl Proteinase-K (1 mg/ml) dan diinkubasi dalam waterbath pada suhu 65 oC selama 1 jam (inverted 15 menit sekali), setelah itu didiamkan di suhu ruang.

Proses pemurnian diawali dengan penambahan klorofom: isoamilalkohol (24:1) hingga mencapai 1 kali volume sampel, kemudian dihomogenkan dengan dibolak-balik (inverted) kemudian disentrifuse (eppendorf centrifuge 5430R) dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 °C. Supernatan diambil dengan pipet mikro dan dipindahkan ke eppendorf baru yang steril. Ditambahkan 5 M NaCl sebanyak setengah volume supernatan dan diinkubasi di es selama 15 menit. Sodium asetat ditambahkan sebanyak 1/10 volume supernatan dan isopropanol dingin sampai tube penuh (inverted secara perlahan, dilihat adanya benang-benang halus dari DNA).Selanjutnya larutan tersebut diendapkan dengan cara diinkubasi pada suhu -20 °C selama 1 jam. Larutan disentrifuse

(eppendorf centrifuge 5430R)dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 °C, dan cairan dibuang hingga terlihat endapan DNA berupa pelet pada ujung eppendorf. Endapan yang merupakan DNA dicuci dengan alkohol/EtOH 70%, kemudian disentrifuse (eppendorf centrifuge 5430R) kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C. Alkohol/EtOH dibuang dan pelet DNA dikeringkan pada suhu ruangan dengan posisi terbalik. DNA yang


(27)

telah kering dilarutkan dengan ddH20 steril.

3.3.3. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA

Uji kualitas dan kuantitas DNA dilakukan untuk melihat konsentrasi dan kemurniannya dengan menggunakan nanophotometer (IMPLEN P-360 NanoPhotometer P-Class) dan elektroforesis (C.B.S. Scientific EPS-300 X) dengan menggunakan gel agarose 0,8%. Dilakukan dengan menimbang 0,32 g bubuk agarose dan menambahkan 40 ml TAE 1X kemudian dipanaskan dengan

hot plate sampai mendidih/ warna larutan menjadi bening. Larutan agarose didinginkan sampai suhu ± 60 °C, kemudian dituangkan kedalam cetakan elektroforesis yang telah disiapkan dan dibiarkan sampai memadat. Selanjutnya, larutan TAE 1X dimasukkan kedalam bak elektroforesis sampai gel agarose terendam. Sampel DNA yang akan diuji diambil sebanyak 5 µl dan ditambahkan

loading dye 6X sebanyak 1 µl, selanjutnya sampel yang telah disiapkan dimasukkan dalam sumur gel dan dielektroforesis selama 30 menit pada voltase 70 V dan 100 mA. Hasil elektroforesis tersebut diwarnai dengan melakukan perendaman pada larutan ethidium bromide (EtBR 1%) selama 15 menit kemudian direndam dalam aquades selama 10 menit. Kualitas DNA hasil elektroforesis diamati di bawah UV transluminator (G.BOX SYNGENE) dan didokumentasikan dengan alatKodak gel logicdengansoftware.

Uji kuantitas DNA dilakukan dengan pengukuran Kemurnian dan konsentrasi DNA dapat dihitung melalui perbandingan A260 nm dan A280 nm

menggunakan nanophotometer (IMPLEN P-360 NanoPhotometer P-Class).

3.3.4. Amplifikasi DNA dengan Teknik RAPD

Amplifikasi DNA genom markisa dilakukan jika sampel DNA sudah memenuhi kualitas dan kuantitas yang baik. Amplifikasi dilakukan dalam mesin PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan 7 primer acak (Tabel 3.1.). Reaksi PCR menggunakan kit Promega GoTaq® Green Master Mix (Tabel 3.2.)


(28)

14

Tabel 3.1. Primer acak yang digunakan untuk analisis RAPD

No. Nama Primer Sekuen Primer

5’---3’ Referensi

1. Akansha 7 CCTGGGTTCC Aukaret al., 2003 2. OPA 04 AATCGGGCTG Crochemoreet al.,2003 3. OPB 08 GTCCACACGG Crochemoreet al.,2003 4. OPB 18 CCACAGCAGT Crochemoreet al.,2003 5. OPB 20 GGACCCTTAC Crochemoreet al.,2003 6. OPB 19 ACCCCCGAAG Crochemoreet al.,2003 7. AB11 GTGCGCAATG Fajardoet al.,1998

Reaksi amplifikasi selanjutnya dilakukan dengan memasukkan tabung yang telah berisi bahan untuk reaksi PCR ke dalam blok mesin PCR(ependorf vapo protect)

dengan waktu yang digunakan adalah: inisiasi denaturasi 95 °C selama 30 detik, selanjutnya denaturasi 95 °C selama 1 menit, annealing (suhu optimum primer) 34oC selama 30 detik, dan ekstension pada suhu 72 °C selama 1 menit, diikuti ekstension akhir pada suhu 72 °C selama 5 menit, pendinginan setelah siklus selesai pada suhu 4 oC. Reaksi PCR dilakukan sebanyak 40 siklus. Hasil reaksi PCR dielektroforesis pada 1,2% gel agarose. Elektroforesis dilakukan selama 90 menit pada tegangan 70 V, 500 mA pada suhu ruang. Pewarnaan hasil elektroforesis dilakukan dengan merendam agarose dalam larutan ethidium bromide (EtBR 1%) selama 10 menit. Gel yang telah diwarnai kembali direndam dalam aquades steril selama 3 menit dan dilanjutkan pengamatan pita hasil amplifikasi dengan menggunakan uv transiluminator (G.BOX SYNGENE).

Tabel 3.2. Bahan untuk satu kali reaksi PCR

No. Komponen PCR Volume

1. GoTaq® Green Master Mix, 2X 10 µl 2. DNA template (<250 ng) 2 µl 3. Primer (10 pmol/µl) 1 µl

4. Nuclease free water 7 µl


(29)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Pita Polimorfik DNA

DNA hasil PCR diterjemahkan kedalam data biner berdasarkan ada tidaknya pita, dengan ketentuan nilai 0 (nol) untuk tidak ada pita, dan nilai 1 (satu) untuk adanya pita pada suatu posisi yang sama dari setiap individu yang dibandingkan. Cara pemberian nilai dapat dilihat pada Gambar 3.1.

No A B C D E No A B C D E

Gambar 3.1. Pola Terjemahan Pita DNA

3.4.2. Analisis Similaritas

Data biner pita DNA diproses dengan bantuan program Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System(NTSYS) ver. 2.11a.Hasil analisis ini disajikan dalam bentuk pohon dendogram.


(30)

16

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Pita Hasil Isolasi DNA Tanaman Markisa

Hasil isolasi DNA genom dari 31 sampel markisa dielektroforesis pada gel agarose 0,8%. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kualitas pita DNA yang diperoleh sehingga dapat digunakan untuk proses PCR. Hasil elektroforesis DNA genom menunjukkan adanya satu pita utuh pada setiap sumur gel.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

M 16 17 18 19 20 21 2 2 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Gambar 4.1. Hasil elektoforesis DNA genom dari 30 sampel markisa menggunakan gel agarose 0,8%. Nomor 1-30 = aksesi markisa (Lampiran 1.)

Pita utuh DNA genom ini ditandai dengan tidak adanyasmear(DNA tidak terdegradasi dan terkontaminasi). Ukuran pita DNA genom yang didapat adalah diatas 10000 bp. Menurut Aulia (2014), ciri DNA yang utuh pada elektroforesis adalah DNA dapat bermigrasi pada pori-pori agarose dalam buffer pada arus tertentu dan tidak tercacah (smear). Menurut Syafaruddin & Santoso (2011), DNA yang utuh ditandai dengan tidak adanyasmearDNA yang dielektroforesis. Hal ini

10000 bp


(31)

menjadi penting karena pada proses PCR, DNA yang masih utuh akan lebih memberikan hasil yang relatif lebih akurat.

Hasil pengukuran kuantitas dan kemurnian dari 31 DNA genom markisa dengan nanofotometer (IMPLEN P-360 NanoPhotometer P-Class) menunjukkan kemurnian DNA yang baik dan kuantitasnya yang cukup (Lampiran 2). Kemurnian yang diperoleh berkisar antara 1,368-2,112. Menurut Sambrook & Russel (1989), batas kemurnian yang biasa digunakan dalam analisis molekuler pada rasio A260 /A280adalah 1,8-2,0. Kemurnian yang diperoleh tidak semuanya

memenuhi batas kriteria untuk dapat digunakan dalam analisis molekuler (<1,8), namun pada penelitian yang telah dilakukan oleh Minarsihet al., (2011), terhadap keragaman genetik Ganoderma spp., nilai kemurnian 1,069 merupakan nilai terendah tetapi sudah dapat digunakan untuk proses PCR-RAPD. Selain itu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Bayzura (2014) & Aulia (2014) terhadap tanaman kelapa sawit, nilai kemurnian 1,5 - 1,7 sudah dapat digunakan untuk melakukan proses PCR-RAPD. Rendahnya nilai rasio A260/A280 (<1,8), dapat

disebabkan oleh kontaminasi protein dan bahan organik lainnya sebaliknya kontaminasi fenol ditandai dengan tingginya nilai rasio tersebut (>2,0) (Linacero

et al.,1998).

Konsentrasi DNA genom markisa yang diperoleh berkisar antara 42,5 sampai 2552 ng/µl. Konsentarsi DNA yang biasanya digunakan dalam proses PCR adalah 0,5-50 ng/µl, maka konsentrasi yang didapatkan pada penelitian ini sudah cukup memenuhi syarat dalam melakukan RAPD. Menurut Haris et al.

(2003), konsentrasi DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Konsentrasi DNA yang rendah akan menghasilkan fragmen yang tipis, sebaliknya konsentrasi DNA yang tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit membedakan antar fragmen.

4.2. Analisis Profil Pita RAPD Tanaman Markisa

Amplifikasi dengan menggunakan primer RAPD yang dilakukan terhadap DNA genom markisa menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diskor, sehingga hasilnya dapat dianalisis. Dari 7 primer yang digunakan, hanya 4 primer


(32)

18

dapat mengamplifikasi DNA genom dan menghasilkan pita DNA polimorfik, sedangkan primer lainnya tidak menghasilkan pita.

Primer yang dapat mengamplifikasi DNA genom pada 31 aksesi yaitu primer Akansha 7, OPA 04, OPB 08, dan OPB 18 sedangkan primer OPB 19, OPB 20 dan AB 11 tidak dapat mengamplifikasi pita DNA genom. Menurut Kumar et al. (2011), ketidakcocokan antara primer dengan template DNA dapat mengakibatkan ketiadaan total produk PCR. Keempat primer yang menghasilkan pita DNA polimorfik selanjutnya digunakan untuk mengamplifikasi DNA genom dari 31 aksesi markisa (Lampiran 3.).

Primer yang digunakan dalam analisis RAPD adalah sintetis oligonukleotida pendek (10 pasang basa) dengan sekuens acak untuk mengamplifikasi kuantitas nanogram dari total genomik DNA (Kumar et al., 2011). Menurut Hannum (2001), RAPD merupakan hasil berpasangnya nukleotida primer dengan nukleotida genom tanaman, semakin banyak primer yang digunakan akan semakin terwakili bagian-bagian genom, sehingga semakin tergambar keadaan genom tanaman yang sesungguhnya. Perbedaan jumlah dan polimorfisme pita DNA yang dihasilkan dari setiap primer menggambarkan kekompleksan genom tanaman yang diamati (Grattapagliaet al, 1992).

Profil pita DNA pada primer Akansha 7 terhadap 31 aksesi markisa (Gambar 4.2.) menunjukkan pola pita yang berbeda antar aksesi dengan total pola pita yang dihasilkan sebanyak 25 pola dengan ukuran475–2279bp.

Hasil amplifikasi menyatakan bahwa dengan penggunaan primer Akansha 7 pada 31 aksesi markisa menghasilkan profil pita yang baik dengan keadaan pita jelas. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi DNA hasil ekstraksi yang menunjukkan adanya kesamaan sekuens antara DNA cetakan dengan primer. Menurut Langga (2012), semakin banyak sekuens yang dapat dikenali oleh primer pada sebuah DNAtemplateakan menghasilkan pita yang lebih banyak.


(33)

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

M 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

M 25 26 27 28 29 30 31

Gambar 4.2. Profil Pita RAPD tanaman markisa dengan primer Akansha. M= Marker 1kb, nomor 1-31 = aksesi markisa (Lampiran 1.)

Jumlah dan intensitas pita DNA yang dihasilkan setelah amplifikasi DNA dengan PCR sangat tergantung bagaimana primer mengenal urutan DNA komplementernya pada cetakan DNA. Hasil amplifikasi DNA tidak selalu memperoleh pita dan intensitas yang sama. Intensitas pita DNA produk PCR pada setiap primer sangat dipengaruhi oleh kemurnian dan konsentrasi cetakan DNA. Cetakan DNA yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup atau tidak jelas (Weeden et al., 1992 dalam

Harahap, 2014). Menurut Hannum (2001), jumlah pita DNA yang dihasilkan oleh setiap primer bergantung pada sebaran situs yang homolog dengan sekuen primer pada genom.

Keempat primer yang digunakan memperlihatkan bahwa jumlah pita yang dihasilkan pada setiap primer berbeda. Dari keempat primer tersebut menghasilkan jumlah pita sebanyak 13-25 pola pita DNA per primer. Ukuran pita A C B 2000 bp 1500 bp 1000 bp 750 bp 500 bp 250 bp 2000 bp 1500 bp 1000 bp 750 bp 500 bp 250 bp 250 bp 500 bp 750 bp 1000 bp 1500 bp 2000 bp


(34)

20

yang dihasilkan bervariasi yaitu 229-2279 bp. Persentase pita polimorfik sebesar 100% (akansha 7, OPA 04, OPB 08) dan 94% pada primer OPB 18.

Tabel 4.1. Persentase Pita Polimorfik pada 4 primer

No. Nama Primer

Ukuran Pita (bp)

Total Pita

Jumlah Pita Polimorfik

Jumlah Pita Monomorfik

Persentase Pita Polimorfik

(%)

1. Akansha 7 475 - 2279 25 25 0 100

2. OPA 04 285 - 1573 19 19 0 100

3. OPB 08 252 - 1306 13 13 0 100

4. OPB 18 229 - 1409 17 16 1 94

Total 74 73 1 98

Jumlah dan ukuran pita tertinggi terdapat pada primer Akansha 7 yang berjumlah 25 pita pada ukuran sekitar lebih dari 2279 bp, sedangkan jumlah dan ukuran pita terendah terdapat pada primer OPB 18 dengan jumlah 13 pita pada ukuran 229 bp

Primer Akansha 7 menghasilkan 25 pita DNA dengan persentase polimorfik sebesar 100%, pada penelitian Lade et al. (2014), dari 10 primer Akansha yang dioptimasi untuk mengamplifikasi DNA markisa liar (P. foetida), primer Akansha 7 merupakan primer dengan angka amplifikasi tertinggi yaitu 9 pita fragmen.

Primer OPA 04, OPB 08, dan OPB 18 menghasilkan pita berturut-turut adalah 19, 13 dan 17 pita. Dari ketiga primer tersebut dapat dibandingkan bahwa primer OPA 04 merupakan primer yang dapat menghasilkan pita terbanyak. Hal ini juga ditunjukkan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Crochemoreet al.

(2003), tentang keanekaragaman genetik passion fruit (Passiflora spp.) dengan penggunaan primer yang sama yaitu primer OPA 04 memperlihatkan angka amplifikasi tertinggi sebanyak 33 pita, primer OPB 18 mengamplifikasi sebanyak 29 pita, sedangkan primer OPB 08 menghasilkan pita terendah yaitu 26 pita.


(35)

4.3. Analisis Keanekaragaman Genetik Tanaman Markisa

4.3.1. Analisis Hubungan Genetik Markisa Ungu (Passiflora edulis)

Hubungan genetik setiap populasi tanaman markisa ungu dalam penelitian ini dapat ditentukan berdasarkan kemiripan genetik antar individu tanaman dalam populasi yang sama dan antar populasi yang berbeda dengan cara membandingkan pita RAPD dari setiap individu tanaman.

Hasil analisis pengelompokan aksesi markisa ungu yang dikoleksi dari 3 kabupaten berdasarkan penanda RAPD dengan 4 primer yang terseleksi, dibuat matriks kemiripan genetik berdasarkan Coefficient Dice antar individu markisa ungu (Lampiran 4). Koefisien kemiripan genetik pada aksesi markisa ungu berkisar antara 0,97-0,58. Kemiripan genetik tertinggi terdapat pada kabupaten HUMBAHAS antara aksesi MUH1 dengan MUH2 sebesar 0,97 (97%). Hal ini menunjukkan bahwa aksesi MUH1 dengan MUH2 berkerabat dekat.

Berdasarkan kemiripan genetik secara grafik yang diperlihatkan dalam bentuk dendogram (Gambar 4.3.) dapat dilihat bahwa aksesi markisa ungu mengelompok berdasarkan wilayah pengkoleksiannya. Hal ini mengindikasikan bahwa markisa ungu pada wilayah yang sama memiliki latar belakang genetik yang cukup dekat.

Aksesi markisa ungu dari kabupaten Simalungun mengelompok pada kemiripan genetik yang lebih tinggi dibandingkan dua kabupaten lainnya yaitu 90,5%, hal ini mencermikan bahwa hubungan genetik antar individu pada kabupaten tersebut lebih dekat. Pada kemiripan genetik 82,5% aksesi markisa ungu dari kabupaten HUMBAHAS dan Simalungun mengelompok, dan pada akhirnya bergabung dengan markisa ungu dari kabupaten Karo pada kemiripan genetik 80%. Hal ini menunjukkan bahwa markisa ungu dari kabupaten HUMBAHAS mempunyai hubungan genetik yang lebih dekat dengan markisa ungu dari kabupaten Simalungun dibandingkan dengan kabupaten Karo.


(36)

22

Gambar 4.3. Dendogram kemiripan genetik markisa ungu (Passiflora edulis) berdasarkan 4 primer RAPD. MU = markisa ungu; MW= markisa liar. H= HUMBAHAS; S= Simalungun; K= Karo.

Analisis pengelompokkan pada aksesi markisa ungu ini memperlihatkan bahwa setiap individu mengelompok berdasarkan wilayah pengkoleksiannya. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan lingkungan tempat tumbuh pada setiap wilayah pengkoleksian, sehingga dapat mempengaruhi genetik dari markisa tersebut. Menurut Viana et al. (2006), dalam penelitiannya tentang keanekaragaman genetik markisa kuning yang dikoleksi dari tiga lokasi yang berbeda menunjukkan bahwa markisa kuning mengelompok pada setiap populasinya. Individu pada populasi yang sama, bekerja dan bersaing/berkompetisi, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya tumbuh, sehingga menunjukkan kesamaan genetik antar individu. Dari hasil penelitian yang dicapai, markisa kuning pada satu populasi mempunyai heritabilitas sekitar 92% untuk jumlah sifat dari buah pada populasi yang sama. Menurut Falconer (1987)dalam Vianaet al.(2006), satu genotip yang dievaluasi dari lingkungan yang berbeda akan membentuk kelompok yang berbeda sesuai lingkungannya. Perbedaan lingkungan menunjukkan adanya perbedaan respon dari suatu aksesi terhadap variasi lingkungan tempatnya hidup. Keseluruhan

Coefficient

0.80 0.85 0.90 0.95 1.00

MUH1MW MUH1 MUH2 MUH4 MUH3 MW1 MUS1 MUS2 MUS3 MUS4 MUS5 MUS6 MUK1 MUK2 MUK3 MUK4 MUK5 MUK6 MUK7 MUK8 MUK9 82,5%


(37)

markisa pada penelitian ini mengelompok pada koefisien kemiripan genetik 80% kemudian terpisah berdasarkan masing-masing kabupaten.

Pengelompokkan individu-individu tanaman markisa berdasarkan kemiripan genetik, tidak bisa hanya dari kesamaan warna buahmya saja. Seperti yang telah dilakukan dalam penelitian Hannum (2001), terhadap hubungan genetik kelapa genjah yang berwarna buah hijau (populasi kelapa genjah GHJ dan GHN) memperlihatkan bahwa masing-masing individu populasi kelapa mengelompok pada populasi masing-masing pada kemiripan genetik 83%, kedua populasi itu hanya mempunyai kemiripan genetik 69%.

Keanekaragaman genetik pada satu spesies dari suatu populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor evolusi, termasuk sistem persilangan, penyebaran biji, aliran gen, seleksi alam, dan jangkauan geografis (Hamrick & Godt, 1989), sehingga keanekaragaman genetik Passiflora cukup luas karena adanya penyebaran geografis dari setiap genusnya. Menurut Lopes (1991), hal ini disebabkan karena dalam kebanyakan kasus, produsen markisa memproduksi sendiri bibit baik dari biji yang dikumpulkan dilingkungan mereka atau dari buah-buahan segar yang dibeli dipasar yang tidak diketahui asalnya. Akibatnya hubungan genetik yang dekat dapat diamati diantara aksesi markisa yang plasma nutfahnya dikoleksi dari lokasi yang sama atau origin (pedigree) yang sama tetapi dari lahan yang berbeda.

4.3.2. Analisis Hubungan Genetik Markisa (Passiflora spp.) dari Sumatera Utara

Hasil analisis pengelompokan 31 markisa (markisa asam ungu (Passiflora edulis),

markisa asam kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa Deg.),markisa asam merah (Passiflora edulis f. edulis Sims.), markisa konyal (Passiflora ligularis),markisa erbis (Passiflora quadrangularis), F1 (markisa ungu besar hasil persilangan antara markisa merah dengan markisa ungu) dan markisa liar (Passiflora foetida L.)) yang dikoleksi dari 4 kabupaten berdasarkan penanda RAPD dengan 4 primer acak ditampilkan dalam bentuk dendogram (Gambar 4.4.).

Keseluruhan markisa pada penelitian ini mengelompok pada koefisien kemiripan genetik 80% kemudian terpisah berdasarkan masing-masing kabupaten. Markisa asal kabupaten Karo terpisah dari 2 kabupaten lainnya dan mengelompok pada kemiripan genetik 83,9%. Markisa asal kabupaten HUMBAHAS dan


(38)

24

Tapanuli Utara membentuk satu kelompok pada kemiripan genetik 82,3% kemudian memisah pada kemiripan 86,8%.

Gambar 4.4. Dendogram kemiripan genetik markisa (Passiflora sp.) berdasarkan 4 primer RAPD. MU = markisa ungu; MK= markisa kuning, MM= markisa merah; ML= markisa konyal; MG= markisa giant/erbis; MW= markisa liar; dan MF= markisa F1. H= HUMBAHAS; T= Tapanuli Utara; S= Simalungun; K= Karo. = markisa kuning;

= markisa merah; = markisa beda spesies (markisa giant/erbis & markisa konyal); = markisa ungu

Markisa asal kabupaten Simalungun mempunyai hubungan genetik yang lebih dekat dengan markisa asal kabupaten Humbahas dan Tapanuli Utara, dibandingkan dengan markisa asal kabupaten Karo. Populasi markisa yang jarak geografisnya lebih dekat (markisa dari kabupaten Simalungun dengan kabupaten Karo) ternyata mempunyai hubungan genetik yang lebih jauh dibandingkan markisa yang jarak geografisnya lebih jauh (kabupaten Simalungun dengan kabupaten HUMBAHAS dan Tapanuli Utara). Menururt Hannum (2001), dalam penelitian mengenai hubungan genetik kelapa genjah, menyatakan bahwa jauh dekatnya daerah asal tidak menjamin jauh dekatnya hubungan genetik kelapa genjah. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian Pandin (2000) dalam Hannum

Coefficient

0.80 0.85 0.90 0.95 1.00

MUH1MW MUH1 MUH2 MUH3 MUH4 MFT1 MKT1 MKT2 MKT3 MMT1 MLH1 MUS1 MUS2 MUS3 MUS4 MUS5 MUS6 MW1 MUK1 MUK2 MUK3 MUK4 MUK6 MUK7 MUK8 MUK9 MUK5 MFK1 MMK1 MKK1 MLK1 MGK1 82,3 %


(39)

(2001), yang diamati pada kelapa Dalam Mapanget (DMT) dan Dalam Tenga (DTA) yang jarak geografis daerah asalnya lebih dekat dari pada daerah asal kelapa Dalam Palu (DPU), ternyata mempunyai kemiripan genetik yang lebih rendah dibandingkan dengan kemiripan genetik antar DMT dan DPU, dan antar DTA dan DPU berdasarkan primer acak RAPD.

Pada dendogram dapat dilihat bahwa pada kabupaten HUMBAHAS dan Tapanuli Utara, markisa konyal (MLH1) dan markisa asam (MUH1, MUH2, MUH3, MUH4, MFT1, MKT1, MKT2, MKT3, dan MMT1) memiliki kemiripan genetik 86,5%. Keseluruhan markisa asam pada kabupaten ini mengelompok dan memiliki kemiripan genetik 90,5%, tetapi markisa ungu (MUH4) dan markisa persilangan (MFT1) membentuk satu kelompok dan memisah dari markisa asam lainnya pada kemiripan genetik 91,9%. Kemiripan genetik markisa tertinggi pada kabupaten ini adalah 97% yaitu antara markisa asam ungu (MUH1 dan MUH2) dan markisa asam kuning (MUKT1 dan MUKT2).

Markisa liar (Passiflora foetida L), aksesi MW1, mengelompok bersama markisa dari kabupaten Simalungun pada kemiripan genetik 88%, tetapi markisa liar ini memisah dengan aksesi lain yang mengelompok pada kemiripan genetik 90,5% yang mana merupakan jenis dari markisa ungu (Passiflora edulis Sims.). Hubungan genetik markisa dari kabupaten Simalungun mempunyai kekerabatan yang cukup tinggi antar individunya.

Pada kabupaten Karo dapat dilihat bahwa pada koefisien kemiripan genetik 83,9%, markisa (Passiflora sp.) membentuk 3 kelompok yaitu kelompok markisa asam (MUK, MKK, MMK, MFK), kelompok markisa konyal (MLK1) dan kelompok markisa giant/erbis (MGK1). Kelompok markisa asam ini memisah dari 2 kelompok lainnya dan berkelompok pada kemiripan genetik 85,1% dengan membentuk kembali 3 kelompok yang berbeda yaitu kelompok markisa ungu (MUK) yang akan membentuk satu kelompok pada koefisien kemiripan 86,4%, kelompok markisa kuning (MKK), dan kelompok markisa merah (MMK) yang akan bergabung dengan markisa persilangan (MFK) pada kemiripan genetik 91,9%.

Markisa konyal (Passiflora ligularis) dan markisa giant/erbis (Passiflora quadrangularis) merupakan markisa yang memiliki perbedaan spesies dengan


(40)

26

markisa asam (Passiflora edulis), sehingga pada dendogram dapat dilihat adanya pemisahan koefisien kemiripan genetik diantara ketiganya. Sedangkan markisa asam dengan spesies yang sama tetapi forma berbeda yaitu markisa merah (Passiflora edulisf.edulisSIMS), markisa kuning (Passiflora edulisf.flavicarpa) dan markisa F1 (hasil persilangan antara markisa merah (Passiflora edulif. edulis

Sims.) dengan markisa ungu (Passiflora edulis Sims.) mempunyai kemiripan genetik sebesar 85,1% - 97% (pada ketiga kabupaten).

Menurut Bellon et al. (2007), pada penelitiannya, aksesi markisa asam (Passiflora edulis Sims.) ini menunjukkan variabilitas genetik yang tinggi. Variabilitas yang tinggi ini menunjukkan meskipun taksonomi berasal dari spesies yang sama (markisa ungu dengan markisa kuning) namun secara genetik berbeda.

Passiflora edulis f. flavicarpa merupakan populasi dari Passiflora edulis yang diperoleh dari hasil mutasi Passiflora edulis dan bukan dari hasil persilangan antaraP. edulis dengan spesies lainnya, sehingga pada sistem klasifikasi tanaman ini didasarkan pada kemiripan morfologi dan genetik (Pope & Degener dalam

Martin & Naksone, 1970).

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Halimas (2014) tentang studi morfologi dan anatomi markisa, ketiga markisa asam ini memperlihatkan beberapa ciri kesamaan. Dari analisis kemiripan morfologi yang dilakukan antara markisa asam merah dan asam kuning didapatkan tingkat kemiripan morfologi sebesar 69%, sedangkan kemiripan morfologi antara kedua markisa ini dengan markisa konyal memiliki tingkat kemiripan morfologi sebesar 31 %. Suranto (2002) menjelaskan bahwa jarak genetik atau hubungan kekerabatan diantara varieras dapat menggambarkan perbedaan genetik antar varietas. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa markisa F1 yang merupakan hasil persilangan antara markisa ungu (P.edulis) dengan markisa merah (P.edulis f. edulis) memiki hubungan genetik yang tinggi. Kemiripan genetik yang didapat sebesar 92%.


(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Analisis RAPD dengan menggunakan 4 primer acak terseleksi pada 31 aksesi markisa dari Sumatera Utara menghasilkan polimorfisme yang cukup tinggi yaitu 73 pita polimorfik (98%). Markisa (Passiflora spp.) mengelompok pada masing-masing wilayah pengkoleksiannya. Koefisien kemiripan genetik markisa berkisar antara 0,80 sampai 0,97. Markisa dengan spesies yang sama tetapi forma berbeda (P. edulis f.) membentuk satu kelompok yang berbeda dan terpisah dengan spesies lainnya (P. lingularis dan P. quadrangularis). Hubungan genetik markisa antara kabupaten HUMBAHAS dan kabupaten Simalungun relatif lebih dekat dibandingkan kabupaten Karo. Kedekatan jarak geografis wilayah pengkoleksian dan kesamaan jenis markisa (warna buah) tidak menjamin kedekatan hubungan genetik antar wilayah markisa ungu berdasarkan penanda RAPD. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap spesies dalam genus yang sama memiliki genetik yang berbeda. Dengan demikian adanya variasi genetik yang tinggi pada setiap tanaman markisa yang diuji memiliki potensi untuk dilakukannya program pemuliaan markisa demi mendapatkan markisa yang lebih berkualitas.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keanekaragaman genetik tanaman markisa dengan menggunakan primer yang berbeda atau dengan menggunakan teknik marka yang berbeda.


(42)

28

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E,N. 2012. Penggunaan Penanda Molekuler Untuk Mempercepat Dan Mempermudah Perbaikan Kualitas Tanaman Teh(Camellia sinensis (L.)

O. Kuntze). Makalah Seminar Budidaya Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Anggereini, E. 2008. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Suatu Metode Analisis DNA Dalam Menjelaskan Berbagai Fenomena Biologi.

Biospecies.1(2): 73-76.

Ashari, S. 1995. Hortikultur Aspek Budidaya. UI-press. Jakarta.

Aulia, I. 2014. Pengaruh Pemberian 2,4-D dan Frekuensi Subkultur Terhadap Perubahan Genetik Kalus dari Bunga Betina Kelapa Sawit (Elaeis guineensisJacq.). [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Azrai, M. 2005. Ulasan Pemanfaatan Marka Molekuler dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman.Jurnal Agro Biogen. 1(1): 26-37.

Bardakci, F. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers.

Turk J Biol.25: 185-196.

Bellon G, Faleiro F.G, Junqueira K.P, Junqueira N.T.V. 2007. Genetic Variability of Wild and Commercial Passion Fruit (Passiflora edulis

Sims.) Accessions Using RAPD Markers.Rev. Bras. Frutic Jaboticabal. 29: 124-127.

Anonim. 2004. [BPPHP] Buletin Teknopro Hortikultura Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura. Edisi 70.

Crochemore, M.L., Molinari, H. B. C., and Vieira, L. G. E. 2003. Genetic Diversity in Passion Fruit (Passiflora spp.) Evaluated by RAPD Markers.An International Journal.46:521-524.

Danarto, S., Affianto, A., Bantara, J., Adi, N.J., Sanyoto, R. 2012. Produksi Agroforesty. Indonesia Foresty and Governance Institute. pp 21-28. Doyle, J.J., and Doyle J.L. 1990. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue.

Focus12:13-15.

Erlich, H.A. 1989. Polymerase Chain Reaction. Journal of Clinical Imunology.

9(6):34-47.

Fajardo, D., Angel. F., Grum, M., Tohme, J., and Lobo, M. 1998. Genetic Variation Analysis of The Genus Passiflora L. Using RAPD Markers.


(43)

Grattapaglia, D., J. Chaparro, P. Wilcox., S. McCord, D. Werner., H. Amerson.,

S. McKeand, F. Bridgwater., R. Whetten., D.O’Malley, and R. Sederoff.

1992. Mapping in Woody Plants with RAPD markers; Application to Breeding in Forestry and Horticulture. In, Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant breeding Symposia Society of America, Madison, WI.

Halimas, A.W. 2014. Studi Morfologi dan Anatomi Beberapa Aksesi Markisa Koleksi Balai Penelitian Tanaman Buah Kebun Percobaan Berastagi Sumatera Utara. [Skripsi]. Medan; Universitas Sumatera Utara.

Hamrick JL, Godt MJW. 1989. Allozyme Diversity in Plant Species. In: Brown AHD, Clegg MT, Kahler AL, Weir BS .(eds). Plant Population Genetics, Breeding, and Germplasm. Resources. Sinauer Associates, Sunderland. pp 43–63.

Hannum, S. 2001. Hubungan Genetik Empat Populasi Kelapa Genjah Berdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Harahap, A.S. 2014. Keragaman Genetik Aren Asal Sulawesi Tenggara Brdasarkan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Haris, T.N. 1994. Development and Germination Studies of The Sugar Palm (Arenga pinnata Merr) Seed. [Disertasi]. Malaysia: Universitas Putra Malaysia.

Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Air Langga University Press. Surabaya. Javornik, B., and Kump, B. 1993. Random Amplified Polymorphic DNA

(RAPD) Markers in Buckwheat.Fagopyrum.13:35-39.

Julisaniah, N. I., Sulistyowati, L., and Sugiharto, A.N. 2008. Analisis Kekerabatan Mentimun (Cucumis sativus L.) Menggunakan Metode RAPD-PCR dan Isozim.Biodiversitas.9(2):99-102.

Karmila. 2013. Analisis Kelayakan Financial Usaha Tani Markisa Konyal

(Passiflora ligularis) di Desa Arosuka Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. [Skripsi]. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Karsinah, Silalahi. F.H., and Mashur, A. 2007. Eksplorasi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Tanaman Markisa.J. Hort. 17(4)-.297-306.

Kumar, N.S., and Gurusubramanian G., 2011. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers and Its Application.Journal Sci Vis.11 (3): 116-124.

Lade, B.D., Patil, A.S., and Paikrao, H.M. 2014. Efficient Genomic DNA Extraction Protocol from Medicinal Rich Passiflora foetida Containing


(44)

30

High Level of Polysaccharide and Polyphenol. India: Department of Biotechnology. Sant Gadge Baba Amravati University.

Langga, I.F., Restu, M., and Kusv.rinanti, T. 2012. Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi Dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reines) Serta Analisis Keragaman Genetik Dengan Teknik RAPD-PCR.J.Sains & Teknologi.12(3):265-276.

[LITBANG] Markisa Asam (Passiflora edulis Sims) Buah Eksotik Kaya Manfaat. 2010.Iptek Hortikultura.6:30-34.

Linacero, R., J. Rueda dan A.M. Vazquaes. 1998. Quantification of DNA. Pages 18-21 dalam Karp, A., P.G, Issac, dan D.S Ingram (Eds.). Molecular Tools for Screening Biodiversity: Plants and Animals. Chapman and Hall. London, Weinheim, New York, Tokyo, Melbourne, Madras. Lopes, S. C . 1991. Citogenetica do Maracuja, Passiflora spp. In: Sao Jose AR

(ed) A cultura do maracuja no Brasil Funep. Funep, Jaboticabal. pp 201–209.

Martin, F.W., Nakasone, H.Y. 1970. The Edible Species ofPassiflora.Economic Botanic. 24:333-343.

Nasution, M. A., Nur, B. G., Razak, Z. 2011. Keragaman Genetik Beberapa Aksesi Markisa Berdasarkan Penanda Inter Simple Sequence Repeat (ISSR).J. Agrivigor.10(2):157-156.

Nuraida, D. 2012. Pemuliaan Tanaman Cepat dan Tepat Melalui Pendekatan Marka Molekuler.El-Hayah.2(2):97-102.

OP. Sharma. 1993. Plant Taxonomy. Tata Mc-craw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.

Roslim, D.I.A., Hartana, Suharsono. 2003. Hubungan Genetika Populasi Kelapa Dalam Banyuwangi, Lubuk Pakam, dan Paslaten Berdasarkan Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Jurnal Nature Indonesia.6(1): 5-110.

Rukmana, H. R. 2003. Usaha Tani Markisa. Kanisius. Yogyakarta,

Sambrook, J., Fritsch, E.F., and The Maniatis. 1989. Molecular Cloning (A Laboratory Manual). Spring Harbor Laboratory Press. Vol. 2.

Santos F.L., Olliveira, E.J., Silva, A.S., Carvalho, F.M., Costa, J.L., Pasua, J.G. 2011. ISSR Markers as a Tool for The Assessment of Genetic Diversity inPassiflora.Biochem Genet.

Sunarjono, H. 1997. Pengenalan Jenis Tanaman Buah-buahan Indonesia. Sinar Baru. Bandung.


(45)

Suranto. 2002. Cluster Analysis of Ranuculus Species. Biodiversitas. 3(1): 201-206.

Syafaruddin and Santoso, T.J. 2011. Optimasi Teknik Isolasi dan Purifikasi DNA yang Efesien dan Efektif Pada Kemiri Sunan (Reutalis trisperma

(Blanco) airy Shaw).Jurnal Littri. 17(1):11-17.

Tenriulo A., E. Suryati., A. Parengrengi ,dan Rosmiat. 2001. Ekstraksi DNA Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Dengan Metode Fenol Kloroform.

Viana, A., Souza, M., Araujo., Correa R., and Ahnert, D. 2003. Genetic Diversity in Passiflora Species Determined by Morphological and Molecular Characteritics.Bio. Plant.54:535-538.

Viana, A.P., Percira, T.N.S., Periera, M.G., Souza, M.M., Maldonado, J.F.M., and Junior, A.T.A. 2006. Genetic Diversity in Yellow Passion Fruit Population.Crop Breeding and Applied Biotechnology. 6:87-89.

Anonim. 2008. Perkembangan Marka Molekuler untuk Seleksi Tanaman. [Warta Biogen]Marina Chemica Acta2(2). Universitas Hasanuddin.

Weeden, N.F., Timmerman, G.M., Hemmat, M., Kneen, B.E., and Lodhi, M.A. 1992. Mapping in Woody Plants with RAPD markers; Application to Breeding in Forestry and Horticulture. In, Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant breeding Symposia Society of America, Madison, WI.

Williams, J.G.K., A.R. Rubelik, K.J. Livak, J.A. Rafalski and S.V. Tingey. 1990. DNA Polymorphism. Amplified by Artitrary Primers are Useful As Genetic Markers.Nucleic Acids Res.18:6531-6535.

Yasminingsih, N.A. 2009. Analisis Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Berdasarkan Penanda Molekuler RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). [Tesis].Surakarta: Universitas Sebelas Maret.


(46)

32

Lampiran 1. Koleksi 31 Aksesi Tanaman Markisa di Sumatera Utara

No. NO KODE JENIS DESA/KELURAHAN KECAMATAN KABUPATEN LAHAN/KEBUN

1 MUH1 Ungu JANJI HUTA NAPA PARLILITAN HUMBAHAS Menjalar pada kopi

2 MUH2 Ungu JANJI HUTA NAPA PARLILITAN HUMBAHAS Menjalar pada kopi

3 MUH3 Ungu PUSUK BUHIT PARLILITAN HUMBAHAS Menjalar pada batang kayu

4 MLH1 Konyal PUSUK BUHIT PARLILITAN HUMBAHAS Menjalar pada kopi

5 MUH4 Ungu PUSUK 2 SIMANINGGIR PARLILITAN HUMBAHAS Menjalar pada pohon besar

6 MKT1 Kuning HARIANJA PANGARIBUAN TAPANULI UTARA Menjalar pada kopi

7 MKT2 Kuning PARSIBARUNGAN PANGARIBUAN TAPANULI UTARA Menjalar pada semak belukar 8 MKT3 Kuning SABUNGAN NI HUTA 2 SIPAHUTAR TAPANULI UTARA Menjalar pada semak belukar

9 MFT1 F1 ONNANRUNGGU 1 SIPAHUTAR TAPANULI UTARA Menjalar pada semak belukar

10 MMT1 Merah PARDOMUAN NAINGGOLAN PAHAE JAE TAPANULI UTARA Menjalar pada semak belukar

11 MUK1 Ungu BARUS JAHE BARUS JAHE KARO Menjalar pada pacak kayu

12 MUK2 Ungu PARTUMBUKEN BARUS JAHE KARO Menjalar pada pacak kayu

13 MUK3 Ungu DOLOK RAKYAT DOLOK RAKYAT KARO Menjalar pada pacak kayu

14 MUK4 Ungu KABAN KABAN JAHE KARO Menjalar pada tanaman jeruk

15 MUK5 Ungu LAUCIMBA KABAN JAHE KARO Menjalar pada tanaman jeruk

16 MUK6 Ungu BUNURAYA TIGA PANAH KARO Menjalar pada tanaman kopi

17 MUK7 Ungu SEBERAYA TIGA PANAH KARO Menjalar pada tanaman jeruk

18 MUK8 Ungu LINGGA SIMPANG 4 KARO Menjalar pada batang kayu

19 MUK9 Ungu KUTAMBELIN JUHAR KARO Menjalar pada tanaman pagar

20 MLK1 Konyal AEK HOTANG MEREK KARO Menjalar pada pacak kayu

21 MFK1 F1 TONGKOH BERASTAGI KARO Menjalar pada pacak kayu

22 MMK1 Merah TONGKOH BERASTAGI KARO Menjalar pada pacak kayu

23 MKK1 Kuning TONGKOH BERASTAGI KARO Menjalar pada pacak kayu

24 MGK1 Giant TONGKOH BERASTAGI KARO Menjalar pada pacak kayu

25 MUS1 Ungu NAGORI UJUNG BAWANG DOLOK SILAU SIMALUNGUN Menjalar pada tanaman kopi

26 MUS2 Ungu DESA BAWANG DOLOK SILAU SIMALUNGUN Menjalar pada tanaman kopi

27 MUS3 Ungu DESA TAMBAK BAWANG DOLOK SILAU SIMALUNGUN Menjalar pada tanaman jeruk

28 MUS4 Ungu DESA TANJUNG DOLOK SILAU SIMALUNGUN Menjalar pada tanaman kopi

29 MUS5 Ungu DESA PANRIBUAN DOLOK SILAU SIMALUNGUN Menjalar pada tanaman kopi

30 MUS6 Ungu DESA NEGRI DOLOK SILAU KAHEAN SIMALUNGUN Menjalar pada tanaman pagar


(47)

-Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kuantitas DNA dengan Menggunakan Nanophotometer

Kode Sampel Kemurnian (A260/280) Konsentrasi (ng/µl)

MUH1 1,600 404

MUH2 1,758 455

MUH3 1,554 2552

MLH1 1,879 840

MUH4 1,886 937

MKT1 1,789 783

MKT2 1,643 805

MKT3 1,700 42,5

MFT1 1,890 88

MMT1 1,749 2253

MUK1 1,563 1709

MUK2 1,965 1988

MUK3 1,368 885

MUK4 1,570 800

MUK5 1,840 290

MUK6 1,794 1904

MUK7 1,924 1080

MUK8 1,888 209

MUK9 1,709 3211

MLK1 1,807 2233

MFK1 1,617 3490

MMK1 1,518 295

MKK1 1,422 1362

MGK1 1,882 1222

MUS1 1,578 334

MUS2 1,794 904

MUS3 1,998 785

MUS4 1,739 981

MUS5 1,778 869

MUS6 1,878 379


(48)

34

Lampiran 3. Gambar Hasil Amplifikasi DNA Markisa berdasarkan Teknik RAPD

A. Primer OPA 04

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

M 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

M 27 28 29 30 31

250 500 750 1000 1500

250 500 750 1000 1500

500 750 1000

250 1500


(49)

B. Primer OPB 08

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

M 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

M 27 28 29 30 31

500 750 1000

250 1500

500 750 1000

250 1500

500 750 1000

250 1500


(50)

36

C. Primer OPB 18

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

M 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

M 27 28 29 30 31

500 750 1000

250 1500

500 750 1000

250 1500 500 750 1000

250 1500


(51)

AKSESI MUH1 MUH2 MUH3 MUH4 MUK1 MUK2 MUK3 MUK4 MUK5 MUK6 MUK7 MUK8 MUK9 MUS1 MUS2 MUS3 MUS4 MUS5 MUS6 MW1

MUH1 1.00

MUH2 0.97 1.00

MUH3 0.86 0.86 1.00

MUH4 0.91 0.88 0.80 1.00

MUK1 0.74 0.72 0.69 0.78 1.00

MUK2 0.76 0.73 0.70 0.80 0.96 1.00

MUK3 0.74 0.72 0.69 0.76 0.89 0.93 1.00

MUK4 0.73 0.70 0.68 0.74 0.88 0.89 0.96 1.00

MUK5 0.76 0.76 0.73 0.74 0.85 0.86 0.85 0.84 1.00

MUK6 0.72 0.69 0.64 0.70 0.76 0.77 0.78 0.80 0.85 1.00

MUK7 0.73 0.70 0.68 0.72 0.82 0.81 0.82 0.81 0.86 0.88 1.00

MUK8 0.76 0.73 0.68 0.74 0.85 0.84 0.85 0.86 0.86 0.88 0.92 1.00

MUK9 0.76 0.76 0.76 0.72 0.82 0.81 0.82 0.81 0.81 0.77 0.84 0.84 1.00

MUS1 0.78 0.76 0.78 0.77 0.72 0.73 0.74 0.73 0.70 0.64 0.68 0.73 0.70 1.00

MUS2 0.77 0.74 0.74 0.78 0.70 0.72 0.73 0.69 0.69 0.62 0.66 0.69 0.69 0.93 1.00

MUS3 0.76 0.73 0.76 0.80 0.72 0.73 0.74 0.70 0.68 0.58 0.65 0.68 0.68 0.95 0.96 1.00

MUS4 0.78 0.76 0.76 0.82 0.74 0.76 0.77 0.73 0.70 0.61 0.68 0.70 0.68 0.92 0.96 0.97 1.00

MUS5 0.77 0.74 0.72 0.78 0.73 0.74 0.76 0.72 0.72 0.62 0.69 0.72 0.72 0.88 0.89 0.91 0.88 1.00

MUS6 0.74 0.72 0.69 0.76 0.70 0.72 0.73 0.69 0.69 0.62 0.66 0.69 0.69 0.85 0.89 0.88 0.85 0.97 1.00


(1)

Lampiran 5. Matriks Kemiripan Genetik Markisa (Passiflora

sp.)

AKSESI MUH1 MUH2 MUH3 MLH1 MUH4 MKT1 MKT2 MKT3 MFT1 MMT1 MUK1 MUK2 MUK3 MUK4 MUK5 MUK6 MUK7 MUK8 MUK9

MUH1 1.00

MUH2 0.97 1.00

MUH3 0.95 0.95 1.00

MLH1 0.86 0.84 0.84 1.00

MUH4 0.91 0.88 0.85 0.85 1.00

MKT1 0.89 0.86 0.84 0.84 0.91 1.00

MKT2 0.86 0.84 0.81 0.81 0.88 0.97 1.00

MKT3 0.80 0.77 0.74 0.74 0.81 0.91 0.91 1.00

MFT1 0.88 0.85 0.82 0.82 0.92 0.91 0.91 0.84 1.00

MMT1 0.86 0.84 0.81 0.86 0.85 0.89 0.86 0.82 0.91 1.00

MUK1 0.74 0.72 0.72 0.74 0.78 0.74 0.72 0.65 0.78 0.77 1.00

MUK2 0.76 0.73 0.73 0.73 0.80 0.76 0.73 0.66 0.80 0.78 0.96 1.00

MUK3 0.74 0.72 0.72 0.72 0.76 0.72 0.72 0.65 0.78 0.77 0.89 0.93 1.00

MUK4 0.73 0.70 0.70 0.70 0.74 0.70 0.70 0.64 0.77 0.76 0.88 0.89 0.96 1.00

MUK5 0.76 0.76 0.76 0.73 0.74 0.73 0.70 0.64 0.77 0.78 0.85 0.86 0.85 0.84 1.00

MUK6 0.72 0.69 0.69 0.66 0.70 0.72 0.69 0.62 0.73 0.72 0.76 0.77 0.78 0.80 0.85 1.00

MUK7 0.73 0.70 0.70 0.70 0.72 0.73 0.70 0.66 0.74 0.76 0.82 0.81 0.82 0.81 0.86 0.88 1.00

MUK8 0.76 0.73 0.73 0.73 0.74 0.73 0.73 0.64 0.74 0.73 0.85 0.84 0.85 0.86 0.86 0.88 0.92 1.00

MUK9 0.76 0.73 0.73 0.76 0.74 0.73 0.70 0.66 0.74 0.76 0.88 0.86 0.88 0.86 0.84 0.80 0.86 0.89 1.00

MLK1 0.77 0.77 0.77 0.77 0.76 0.74 0.72 0.68 0.73 0.74 0.78 0.77 0.76 0.74 0.80 0.70 0.77 0.77 0.82

MFK1 0.69 0.69 0.69 0.69 0.70 0.66 0.66 0.59 0.68 0.66 0.78 0.77 0.76 0.74 0.77 0.70 0.74 0.80 0.82

MMK1 0.66 0.66 0.66 0.66 0.68 0.64 0.64 0.57 0.68 0.66 0.78 0.77 0.78 0.77 0.82 0.78 0.82 0.85 0.85

MKK1 0.68 0.68 0.68 0.68 0.69 0.68 0.68 0.61 0.69 0.68 0.80 0.78 0.80 0.78 0.81 0.72 0.78 0.84 0.84

MGK1 0.76 0.73 0.73 0.70 0.72 0.73 0.73 0.69 0.74 0.73 0.82 0.81 0.80 0.78 0.78 0.74 0.73 0.76 0.84

MUS1 0.78 0.76 0.81 0.81 0.77 0.76 0.73 0.66 0.74 0.76 0.72 0.73 0.74 0.73 0.70 0.64 0.68 0.73 0.76

MUS2 0.77 0.74 0.77 0.77 0.78 0.74 0.72 0.65 0.73 0.74 0.70 0.72 0.73 0.69 0.69 0.62 0.66 0.69 0.74

MUS3 0.76 0.73 0.78 0.78 0.80 0.73 0.70 0.64 0.72 0.73 0.72 0.73 0.74 0.70 0.68 0.58 0.65 0.68 0.73

MUS4 0.78 0.76 0.78 0.78 0.82 0.76 0.73 0.66 0.74 0.76 0.74 0.76 0.77 0.73 0.70 0.61 0.68 0.70 0.73

MUS5 0.77 0.74 0.74 0.80 0.78 0.74 0.72 0.65 0.73 0.74 0.73 0.74 0.76 0.72 0.72 0.62 0.69 0.72 0.77

MUS6 0.74 0.72 0.72 0.77 0.76 0.72 0.69 0.62 0.70 0.72 0.70 0.72 0.73 0.69 0.69 0.62 0.66 0.69 0.74


(2)

MUH1 MUH2 MUH3 MLH1 MUH4 MKT1 MKT2 MKT3 MFT1 MMT1 MUK1 MUK2 MUK3 MUK4 MUK5 MUK6 MUK7 MUK8 MUK9 1.00

MLK1 0.82 1.00

MFK1 0.82 0.84 1.00

MMK1 0.85 0.78 0.92 1.00

MKK1 0.84 0.82 0.82 0.85 1.00

MGK1 0.84 0.77 0.72 0.72 0.76 1.00

MUS1 0.76 0.74 0.66 0.64 0.68 0.68 1.00

MUS2 0.74 0.73 0.65 0.62 0.66 0.66 0.93 1.00

MUS3 0.73 0.72 0.64 0.61 0.65 0.65 0.95 0.96 1.00

MUS4 0.73 0.74 0.66 0.64 0.68 0.65 0.92 0.96 0.97 1.00

MUS5 0.77 0.70 0.68 0.65 0.69 0.69 0.88 0.89 0.91 0.88 1.00

MUS6 0.74 0.68 0.65 0.62 0.66 0.66 0.85 0.89 0.88 0.85 0.97 1.00


(3)

Lampiran 6. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

A. Pembuatan Larutan Stok

Tris HCL 1 M pH 8.0 (100 ml) :

Timbang Tris sebanyak 12,114 g.

Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Aduk campuran larutan sampai homogen, selanjutnya ditambah 4,2 ml

HCL pekat sedikit demi sedikit sampai pH mencapai 8, kemudian volume

ditepatkan dengan aquades hingga 100 ml. Larutan disterilkan dengan

autoklaf.

EDTA 0,5 M pH 8.0 (100 ml) :

Timbang EDTA sebanyak 18,612 g dan

NaOH 2.0 g. Masukkan kedalam Erlenmeyer dan ditambah 80 ml aquades.

Selanjutnya, ditambahkan HCL pekat sedikit demi sedikit sampai pH 8,

kemudian volume ditepatkan dengan aquades hingga 100 ml. Larutan

disterilkan dengan autoklaf.

NaCl 5 M (100 ml) :

Timbang NaCl sebanyak 29,22 g. Masukkan

kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan aquades hingga larutan mendekati

100 ml dan diaduk. Kemudian volume ditepatkan dengan dengan aquades

hingga 100 ml. Larutan disterilkan dengan autoklaf.

B. Pembuatan Larutan Bufer

CTAB 2 % (100 ml)

CTAB 2 %

= 2 g CTAB

20 mM EDTA

= 8 ml EDTA 0,5 M pH 8.0

100 mM Tris-HCl = 10 ml Tris-HCl 1 m pH 8.0

1,4 M NaCl

= 56 ml NaCl 5 M

0,2 % PVP

= 2 g PVP

0,2 % β

-merkaptotanol

Buffer TAE 50 X (100 ml)

Tris

= 24,2 g

Asam Asetat Glacial

= 5,7 ml

EDTA 0,5 M pH 8.0

= 10 ml


(4)

Buffer TAE 1 X (1000 ml)

Buffer TAE 50 X = 20 ml

Aquades

= 980 ml

Kloroform Isoamilalkohol 24:1 (50 ml)

Kloroform

= 48 ml


(5)

Lampiran 7. Jenis Markisa yang Dikoleksi di Sumatera Utara

a. Markisa Konyal

(

Passiflora ligularis

)

b. Markisa Erbis/Giant

(

Passiflora quadrangularis

)


(6)

d. Markisa Kuning

(

Passiflora edulis f. flavicarpa

)

e. Markisa Ungu

(

Passiflora edulis

)