Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti

i

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP
KEPUASAN KONSUMEN ROTI MEREK SARI ROTI

RISA MARTHA MULIASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Bauran
Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis tersebut.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Risa Martha Muliasari
NIM H351140396

iv

RINGKASAN
RISA MARTHA MULIASARI. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan
Konsumen Roti Merek Sari Roti. Dibimbing oleh RATNA WINANDI
ASMARANTAKA dan DWI RACHMINA.
Roti adalah jenis makanan praktis dan siap saji. Masyarakat perkotaan
mengonsumsi roti sebagai menu sarapan. Hal ini menyebabkan industri roti akan
semakin berkembang. Sari Roti adalah salah satu merek roti bervariasi jenis dan

rasa yang diproduksi oleh PT Nippon Indosari Corpindo. Penjualan roti manis
Sari Roti tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan. Segmentasi roti manis
adalah kaum muda. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian terkait
pengaruh bauran pemasaran (4P) terhadap kepuasan konsumen Sari Roti,
khususnya kaum muda. Setelah diketahui pengaruh mana yang paling tinggi dan
signifikan, Perusahaan dapat mempertimbangkan kinerja atribut yang
berkontribusi pada dimensi tersebut untuk dipertahankan atau diperbaiki. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis proses keputusan pembelian, menganalisis
dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen,
menganalisis tingkat kepuasan yang dibentuk oleh bauran pemasaran dan
merumuskan implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran. Data
diperoleh dari 120 responden yang ditentukan dengan metode convenience
sampling dan dianalisis menggunakan Structural Equation Model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen melewati seluruh tahapan
proses keputusan pembelian. Tujuan konsumen melakukan pembelian Sari Roti
didasari oleh motivasi memenuhi kebutuhan sebagai makanan pengganti nasi.
Konsumen memperoleh informasi tentang Sari Roti dari iklan. Kriteria evaluasi
utama bagi konsumen sebelum memutuskan pembelian Sari Roti adalah kondisi
roti. Rencana pembelian konsumen tergantung situasi. Waktu pembelian adalah
pagi hari di hari kerja dan minimarket sebagai tempat pembelian, karena dekat

dengan tempat tinggal. Jenis roti yang dibeli adalah roti sandwich dan frekuensi
pembelian hanya 1-2x dalam satu minggu. Pola konsumsi Sari Roti termasuk
kategori jarang dan nilai pembeliannya berada di kelas interval lebih dari 2 000
rupiah hingga kurang dari 15 000 rupiah dalam satu minggu. Konsumen berminat
melakukan pembelian ulang. Apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari tidak
tersedia dan terjadi kenaikan harga, tindakan konsumen tetap membeli Sari Roti.
Akan tetapi jika roti merek lain memberikan potongan harga, konsumen beralih ke
roti merek lain tersebut selama periode itu saja.
Bauran pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa peran product, price, place dan
promotion terbukti meningkatkan kepuasan konsumen Sari Roti. Dimensi product
dan price memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan place dan promotion.
Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti berada di kategori sangat puas. Implikasi
manajerial yang direkomendasikan adalah meningkatkan ketersediaan, penjualan
24 jam, hubungan masyarakat dan promosi penjualan.
Kata kunci: distribusi, harga, produk, promosi, Structural Equation Model

v

SUMMARY

RISA MARTHA MULIASARI. The Effect of Marketing Mix on Consumer
Satisfaction of Sari Roti Brand. Supervised by RATNA WINANDI
ASMARANTAKA and DWI RACHMINA.
Bread is kind of practical and fast food. Urban society consume bread as
breakfast menu. It cause bread industry is growing. Sari Roti is bread products
which have variation of types and flavors produced by Nippon Indosari Corpindo,
PT. Sari Roti sweet bread sales decreased in 2014 and 2015. Segmentation of
sweet bread is youth generation. Therefore, it is important to do research related
to the effect of marketing mix on consumers satisfaction of Sari Roti Brand,
especially youth generation. After known the highest effect and significant, the
company may consider attributes performance that contribute to this dimension to
be maintained or improved. The aim of this study was to analyze buying decision
process, the effect of marketing mix on consumer satisfaction, analyze the level of
satisfaction is affected by marketing mix and formulate managerial implications.
Convenience sampling method is applied to obtain 120 respondents, then
analyzed by Structural Equation Model.
The result showed that consumers passed all stages of buying decision
process. Consumers buy Sari Roti because constituted by motivation to suit their
need as substitute cooked rice. Consumers get information about Sari Roti from
advertisement. The main evaluation criteria before buying decision is condition of

bread. Their buying plan depend on situation at that time. Buying time is
mornings on weekdays and minimarket as a buying place, because is close to
where they lived. Type of bread which is usually bought is sandwich bread and
the frequency to buy is only once or twice in a week. Sari Roti consumption
pattern including rare category and buying value range between more than IDR 2
000 to less than IDR 15 000 in a week. Consumers are willing to buy Sari Roti
again. If variation in types of bread which is sought is not available, they buy
other variation. When suddenly the price increase, they still buy, but reduce the
quantity. Whereas, if other brands are at a discount, they switch to those brands
during that period.
The marketing mix have positive effect and significant on consumer
satisfaction. It means role of product, price, place and promotion are to increase
consumer satisfaction while product and price have stronger effects than place and
promotion. The level of consumer satisfaction is very satisfied. Managerial
implications are availability, open up sales for 24 hours, intensify public
relationship and sales promotion. This study confirms that the company was
capable to integrate marketing mix well.
Keywords: place, price, product, promotion, Structural Equation Model

vi


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP
KEPUASAN KONSUMEN ROTI MEREK SARI ROTI

RISA MARTHA MULIASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

x

xi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Bauran
Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti berhasil
diselesaikan. Tujuan penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini
adalah menganalisis proses keputusan pembelian dan dimensi dalam bauran
pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen Sari Roti.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka,
MS dan Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan mulai dari proposal hingga penulisan tesis. Terima
kasih kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku evaluator, penguji dan
pengelola program studi, Dr Ir Suharno, MADev selaku penguji program studi
yang telah ikut serta memperbaiki tesis ini. Selain itu, penulis menyampaikan
penghargaan kepada para sahabat yang telah banyak membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
adik dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih
kepada pihak BU-BPKLN yang telah memberikan beasiswa selama penulis
menempuh pendidikan di Magister Sains Agribisnis. Terima kasih kepada Mbak
Yuni dan Mbak Dewi yang selalu membantu dalam urusan administrasi dan tidak
lupa mengingatkan untuk cepat lulus. Teruntuk semua responden, penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaannya mengisi kuesioner. Terima
kasih untuk dukungan dan semangat yang telah diberikan para sahabat dan kakakkakak Magister Sains Agribisnis IV.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016

Risa Martha Muliasari

xii

xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA

Proses Keputusan Pembelian Produk Pangan
Atribut Bauran Pemasaran Produk Roti
Keterkaitan antara Bauran Pemasaran dan Kepuasan Konsumen
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen
Tahapan Proses Keputusan Pembelian
Konsep Pemasaran dan Bauran Pemasaran
Keterkaitan antara Bauran Pemasaran, Keputusan Pembelian dan Kepuasan
Kepuasan Konsumen
Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penarikan Sampel
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Definisi Operasional
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden

Proses Keputusan Pembelian
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Evaluasi Pasca Pembelian
Bauran Pemasaran Sari Roti
Kepuasan Konsumen Sari Roti
Analisis Hasil Estimasi Structural Equation Model
Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Sari Roti
Tingkat Kepuasan Konsumen
Implikasi Manajerial
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

xiv
xv
xv
1
1
3
5
5
5
5
5
7
10
11
11
13
14
19
20
25
26
26
26
27
27
28
37
39
39
41
43
43
44
45
46
50
53
56
57
58
60
61
69
70
72
72

xiv

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

73
73
87
93

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

PDB per kapita atas dasar harga berlaku dan konsumsi bakery
Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2010 – 2015
Jumlah perusahaan dalam industri produk roti dan kue tahun 2006 – 2012
Sebaran sampel responden di setiap fakultas dan TPB
Variabel laten dan indikator model persamaan struktural
Kriteria kecocokan keseluruhan model
Interval nilai CSI dan interpretasi tingkat kepuasan konsumen
Sebaran karakteristik responden
Sebaran motivasi konsumen sebelum melakukan pembelian Sari Roti
Sebaran sumber yang memberikan informasi tentang Sari Roti kepada
konsumen
Sebaran kriteria evaluasi utama bagi konsumen sebelum memutuskan
pembelian Sari Roti
Sebaran rencana pembelian Sari Roti
Sebaran waktu pembelian Sari Roti
Sebaran tempat pembelian Sari Roti
Sebaran alasan memilih tempat pembelian
Sebaran jenis Sari Roti yang dibeli konsumen
Sebaran frekuensi pembelian Sari Roti
Sebaran frekuensi konsumsi Sari Roti
Sebaran nilai pembelian Sari Roti
Sebaran kepuasan konsumen
Sebaran keinginan konsumen untuk membeli ulang Sari Roti
Sebaran tindakan konsumen apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari
tidak tersedia
Sebaran tindakan konsumen apabila Sari Roti mengalami kenaikan
harga
Sebaran tindakan konsumen apabila roti merek lain memberikan
potongan harga
Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel product
Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel price
Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel place
Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel promotion
Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel
satisfaction
Hasil kecocokan keseluruhan model
Hasil uji reliabilitas variabel laten SEM
Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti
Nilai muatan faktor indikator satisfaction
Nilai muatan faktor indikator product

1
2
3
27
30
33
37
41
43
44
45
46
47
47
48
48
49
49
50
50
51
51
52
53
53
54
55
55
56
58
61
61
63
64

xv

35
36
37
38

Nilai muatan faktor indikator price
Nilai muatan faktor indikator place
Nilai muatan faktor indikator promotion
Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti

65
67
68
70

DAFTAR GAMBAR
1 Model perilaku pengambilan keputusan
2 Model lima tahap proses pembelian
3 Tingkatan produk
4 Pengaruh pada perilaku konsumen
5 Model perilaku konsumen setelah pembelian
6 Bagan kerangka pemikiran operasional
7 Variabel laten eksogen dan endogen
8 Diagram lintas SEM
9 Hasil uji validitas indikator terhadap variabel laten SEM
10 Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti

13
13
16
19
20
26
35
36
60
62

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil estimasi model pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti

87

xvi

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Roti menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) didefinisikan sebagai
produk berbahan dasar tepung terigu melalui proses fermentasi dengan
menggunakan ragi dan ditambahkan bahan makanan lain atau bahan makanan
yang diperbolehkan kemudian dipanggang. Roti diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu roti tawar dan roti manis, berdasarkan persyaratan mutu fisik,
organoleptik, kimia dan mikrobiologi masing-masing aman dikonsumsi (SNI
2006). Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan berbentuk sponge, yaitu
makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung-gelembung gas
yang dihasilkan oleh ragi pada proses fermentasi (Matz 1962 dalam Wijayanti
2007). Pada saat proses pembuatan adonan roti, diperbolehkan menambah garam,
gula, susu, lemak dan bahan-bahan pelezat seperti cokelat, kismis dan sukade.
Selanjutnya setelah proses pembakaran disebut sebagai roti manis. Pasaran roti
umumnya menjual dalam bentuk roti tawar dan roti manis (Kemenristek 1994).
Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI) menyatakan bahwa omzet
industri bakery tahun 2014 mencapai 20 triliun rupiah. Angka ini mengalami
kenaikan sebesar 15 persen dibandingkan dengan 2013. Pada tahun 2013 hanya
meningkat 12 persen dan omzetnya bernilai 17 triliun rupiah. Produk industri
bakery terdiri dari empat macam yaitu roti, kue tradisional, cake dan kue kering.
Produk roti memberikan sumbangan omzet terbesar yaitu mencapai 60 persen dari
total omzet produk bakery per tahunnya. Roti memperoleh porsi terbesar karena
dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat dan sudah menjadi lifestlye. Sementara
kue tradisional 25 persen, cake hanya 5 persen karena tidak setiap hari dimakan
dan kue kering 10 persen. Cake dan kue kering sering berfluktuatif karena saat
hari raya permintaannya meningkat. Tren peningkatan konsumsi produk bakery
diindikasikan oleh kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin bertambah (Tabel
1), dimana di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya banyak masyarakat
yang mengkonsumsi roti sebagai menu sarapan (APEBI 2014).1
Tabel 1 PDB per kapita atas dasar harga berlaku dan konsumsi bakery
tahun 2009 – 2013
PDB per kapita atas dasar harga berlaku
(Rp)
2009
23 880 866.2
2010
27 028 696.5
2011
30 658 976.2
2012
33 531 354.6
2013
36 508 486.3
Laju (% per tahun)
11.21
Tahun

Konsumsi bakery
(gram/kap/hari)
13.13
12.95
13.71
12.09
13.39
0.86

Sumber: BPS (2013) dan (2014); BKP (2014)
1

Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI). 2014 Oktober 23. Pertumbuhan omzet industri roti di atas
10%. Omzet bisnis roti tembus Rp 20 T di 2014. Home. Bisnis. Ekonomi. Home. Ekonomi. Sektor Riil
[internet]. [diacu 2015 Mar 28]. Tersedia dari:
http://bisnis.liputan6.com/read/2123566/pertumbuhan-omzet-industri-roti-di-atas-10
http://economy.okezone.com/read/2014/10/23/320/1056039/omzet-bisnis-roti-tembus-rp20-t-di-2014

2

Berdasarkan hasil penelitian εa‟sum (β006), modernisasi yang diikuti
oleh peningkatan pendapatan salah satunya berdampak pada pola konsumsi
makan. Pergeseran pola konsumsi tersebut mengarahkan pada makanan praktis
dan siap saji. Masyarakat sekarang menyadari bahwa bahan pangan mereka tidak
hanya dipenuhi oleh nasi saja, sehingga mereka memilih roti sebagai jenis
makanan yang siap untuk dimakan dan mudah dalam penyajiannya. Selain itu roti
juga berdaya simpan lebih lama dibandingkan nasi (εa‟sum β006). Tentunya
pasar roti akan semakin berkembang karena peluang tersebut dimanfaatkan oleh
pendatang baru.
Sari Roti adalah salah satu merek roti bervariasi jenis dan rasa yang
diproduksi oleh PT Nippon Indosari Corpindo. Sepanjang tahun 2014 dan 2015
penjualan roti manis Sari Roti menurun 15.6 persen. Menurut Churchill (2005)
penurunan penjualan produk disebabkan oleh beralihnya konsumen ke merek lain.
Tabel 2 Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2010 – 2015
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015

Nilai penjualan (dalam jutaan Rupiah)
357 000
455 000
862 222
1 143 267
970 874
964 625

Pertumbuhan (%)
27.4
89.5
32.6
-15.0
-0.6

Sumber: Laporan tahunan Sari Roti 2011-2015

Distribusi Sari Roti tidak dapat dilepaskan dari penjualan melalui warung
kecil, minimarket dan supermarket, terutama melalui jaringan minimarket
Indomaret dan Alfamart. Peran ritel adalah menjangkau konsumen akhir. Sejak
tahun 2013 Alfamart telah menjalin kerjasama joint venture dengan salah satu
produsen roti terbesar di Jepang, Yamazaki Baking, untuk memproduksi roti
bermerek Paroti. Meskipun penetrasi pasar merek baru memerlukan waktu, namun
keberadaan kolaborasi dua korporasi tersebut diduga mengkhawatirkan Sari Roti,
karena sebanyak 56 persen penjualan Sari Roti dipasarkan melalui peritel modern,
bahkan jika suatu hari nanti Alfamart memilih memasarkan produk rotinya
sendiri.2
Selain kerjasama joint venture, Yamazaki Baking juga mendirikan PT
Yamazaki Indonesia sebagaimana implementasi dari rencana ekspansinya, untuk
menjual roti bermerek Myroti dan dipasarkan melalui peritel modern.
Supermarket Giant yang merupakan peritel Sari Roti, kini sudah mulai
memproduksi roti sendiri dengan konsep dipanggang di tempat dan fresh from the
oven. Sementara itu produsen roti lainnya, PT Asa Foodenesia Abadi menjadi
pemasok roti di Supermarket Super Indo. Asa Foods memproduksi semua merek
roti Super Indo, sedangkan peritel tersebut juga menjual Sari Roti.3 Ajinomoto Co

2

Editor. 18 Februari 2013. Si sekondan Sari Roti yang hendak jadi lawan. Investasi. Emiten [internet]. [diacu
2015 Juni 6]. Tersedia dari: http://investasi.kontan.co.id/news/si-sekondan-sari-roti-yang-hendak-jadi-lawan
3
Editor. 29 Mei 2013. Alfamart menjual Paroti, bisnis roti makin ketat. Industri. Ritel. [internet]. [diacu 2015
Juni 6]. Tersedia dari: http://industri.kontan.co.id/news/alfamart-menjual-paroti-bisnis-roti-makin-ketat

3

Inc melalui anak perusahaannya akan masuk ke pasar roti Indonesia dengan
mendirikan perusahaan baru bernama PT Ajinomoto Indonesia Bakery.4
Berdasarkan pemaparan di atas, kehadiran pendatang baru menyebabkan
persaingan semakin kompetitif. Para peritel mempunyai kuasa atas daya tampung
produk dari luar perusahaannya. Apabila bisnis roti mampu menghasilkan
keuntungan, peluang ini kemudian dapat dimanfaatkan oleh para peritel dan
perusahaan lainnya untuk ikut bersaing dalam industri produk roti dan kue. Oleh
karena itu, penting untuk dilakukan penelitian terkait pengaruh bauran pemasaran
(4P) terhadap kepuasan konsumen Sari Roti. Setelah diketahui pengaruh mana
yang paling tinggi dan signifikan, Perusahaan dapat mempertimbangkan kinerja
atribut yang berkontribusi pada dimensi tersebut untuk dipertahankan atau
diperbaiki.
Perumusan Masalah
Bogor sebagai salah satu kota yang dekat dengan Jakarta masih selalu
mengalami peningkatan PDRB setiap tahunnya. PDRB atas dasar harga berlaku
sebesar 11 904 599.66 juta rupiah di tahun 2009 meningkat menjadi 19 535
008.93 juta rupiah di tahun 2013 dan PDRB atas dasar harga konstan pun
mengalami peningkatan dari 4 508 705.07 juta rupiah pada tahun 2009 menjadi 5
710 336.54 juta rupiah di tahun 2013 (Bappeda 2014). Rumah tangga yang
termasuk dalam kategori pendapatan semakin tinggi, akan semakin mengurangi
konsumsi kalori yang bersumber dari beras, sebaliknya, semakin meningkatkan
konsumsi terigu (Harianto et al. 2008).
Apabila dijabarkan lebih lanjut, akumulasi konsumsi terigu terdiri dari
tepung terigu, mie basah, mie instan, makaroni atau mie kering, roti tawar dan
manis, biskuit, makanan gorengan, makanan ringan anak-anak dan makanan jadi
lainnya. Diantara produk turunan terigu, roti dikelompokkan sebagai pangan
pengganti nasi (Kemenkes 2014) dan berpotensi menjadi pengganti nasi karena
karakteristiknya hampir sama dengan nasi. Peluang ini kemudian dimanfaatkan
oleh para pelaku usaha untuk ikut bersaing dalam industri bakery.
Tabel 3 Jumlah perusahaan dalam industri produk roti dan kue tahun 2006 – 2012
Pertumbuhan (%)
Tahun
Jumlah perusahaan
2006
760
-4.21
2007
728
-7.42
2008
674
-3.26
2009
652
-4.75
2010
621
1.93
2011
633
0.95
2012
639
Sumber: Statistik industri manufaktur tahunan BPS 2007-2013 (data diolah)

4

Editor. 2015 Agustus 31. Pasar industri roti Rp 4,6 triliun, Ajinomoto ramaikan persaingan. Home.
Makanan dan minuman [internet]. [diacu 2016 Agustus 29]. Tersedia dari:
http://duniaindustri.com/tag/ajinomoto-ramaikan-persaingan/

4

Persaingan diantara perusahaan besar dan sedang dalam industri produk
roti dan kue menunjukkan penurunan jumlah pada tahun 2006 hingga 2010,
kemudian meningkat pada tahun 2011 dan 2012. Tingkat kompetisi tersebut
menggambarkan bahwa industri roti sedang tumbuh dan pendatang baru mulai
ikut berkompetisi.
Tahun 2013, piutang usaha Sari Roti dari beberapa peritel modern
mengalami penurunan (Laporan tahunan Sari Roti 2013). Penting untuk diketahui,
transaksi penjualan Sari Roti melibatkan proses konsinyasi, yaitu Perusahaan
menitipkan produk kepada peritel untuk dijual dengan perjanjian tertentu.
Sebagian produk yang tidak terjual akan dikembalikan melalui proses retur
penjualan. Produk yang terjual akan disetor melalui proses pembayaran piutang.
Selain itu, penjualan roti manis Sari Roti tahun 2014 dan 2015 juga menurun
(Laporan tahunan Sari Roti 2014, 2015).
Roti tawar dan roti manis memiliki perbedaan segmentasi menurut
beberapa hasil penelitian. Roti tawar lebih ditujukan untuk konsumen rumah
tangga karena jumlah sajian per kemasannya lebih dari satu atau beberapa dan
biasanya dikonsumsi bersama keluarga (εa‟sum β006, WRAP β011, Iswanti et
al. 2014), sedangkan roti manis paling sering dibeli oleh remaja dan mahasiswa
(Marwan 2001, Utari 2007, Tioriman et al. 2014). Perbedaan usia menyebabkan
perbedaan selera dan kesukaan (Utari 2007). Remaja menyukai beragam variasi
(Tioriman et al. 2014). Mahasiswa sebagai remaja lebih memilih roti manis
dibandingkan roti tawar, donat atau croissant untuk konsumsi pagi hari (Marwan
2001).
Menurut Barsky (1999) produsen produk massal kurang dapat memuaskan
konsumen sebagaimana produsen niche dapat melakukannya. Niche market adalah
pasar yang sangat fokus pada satu jenis produk tertentu. Produk sengaja dirancang
hanya untuk memenuhi kriteria target pasar. Masing-masing target pasar
mendapatkan apa yang mereka inginkan secara tepat. Meskipun ciri dan fungsi
produk terbatas, namun terbukti bahwa target pasar memang membutuhkan
karakteristik tersebut. Namun PT mutakhir yang mempraktikkan segmentasi pasar
dan mampu membedakan penawaran produk serta komunikasi pemasaran akan
dapat memuaskan konsumen, meskipun pangsa pasar mereka dominan (Allen
2004).
Studi proses pengambilan keputusan konsumen menjadi penting pada
kasus Sari Roti, karena Perusahaan dapat memahami kecenderungan konsumen
ketika menetapkan pilihannya. Peran bauran pemasaran adalah memengaruhi
konsumen untuk membeli, mengonsumsi dan mengevaluasi. Bauran pemasaran
barang berwujud terdiri dari dimensi product, price, place dan promotion.
Masing-masing dimensi dicerminkan oleh beberapa atribut. Setiap atribut
memiliki tingkat kepentingan bagi para konsumen dan kinerja aktual dari
produsen. Evaluasi konsumen terhadap kinerja atribut menghasilkan kepuasan.
Kepuasan konsumen akan menciptakan hubungan jangka panjang, sehingga Sari
Roti tidak kehilangan konsumennya. Kepuasan konsumen dapat dicapai melalui
perbaikan kinerja produk roti atau mempertahankan kinerja yang sudah dianggap
baik. Implikasi penemuan bukan hanya manajerial, tetapi juga teoritis (Posavac
2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut.

5

1. Bagaimana proses keputusan pembelian Sari Roti?
2. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen Sari
Roti?
3. Bagaimana kepuasan konsumen Sari Roti?
4. Apa implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut.
1. Menganalisis proses keputusan pembelian Sari Roti.
2. Menganalisis dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan
konsumen Sari Roti.
3. Menganalisis tingkat kepuasan yang dibentuk oleh bauran pemasaran.
4. Merumuskan implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
penelitian tentang kepuasan konsumen. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memperbaiki hubungan dengan
konsumen.
Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat distribusi Sari Roti telah meluas, penelitian ini hanya
melibatkan mahasiswa strata-1 Institut Pertanian Bogor sebagai responden
penelitian karena Charles (2013) menyimpulkan bahwa globalisasi meningkatkan
konsumsi makanan instan diantara mahasiswa. Fokus utama pembahasan meliputi
proses keputusan pembelian Sari Roti dan pengaruh bauran pemasaran terhadap
kepuasan konsumen. Proses keputusan pembelian dikelompokkan menjadi lima
tahap, namun penelitian ini banyak membahas tahapan akhir dari proses tersebut,
yaitu pasca pembelian. Keadaan populasi adalah homogen, yaitu sekumpulan
konsumen yang memiliki persamaan karakteristik demografi, antara lain
pendidikan, usia, penerimaan, status pernikahan, pekerjaan dan lokasi geografi.
Hasil penelitian tidak dapat mencerminkan kondisi di tempat lain.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Proses Keputusan Pembelian Produk Pangan
Motivasi pembelian produk mi sebagai pangan praktis adalah untuk
memenuhi kebutuhan karbohidrat (Arumta 2006). Namun motivasi lainnya adalah
memenuhi keinginan sebagai makanan selingan (Mulyadi dan Elys 2014). Selain
mi, makanan yang umumnya sering dijumpai sebagai alternatif menu konsumsi
adalah bakso. Motivasi pembelian produk bakso hanya sebagai camilan (Hartono
et al. 2012). Setyawan (2006) mengelompokkan motivasi pembelian produk

6

bakery ke dalam tiga kategori, yaitu kebutuhan sebagai prestige, keinginan
sebagai makanan selingan dan keinginan sebagai makanan yang sesekali perlu
dicicipi. Konsumsi roti dipertimbangkan karena menyubstitusi sumber karbohidrat
(Indrawijaya 2012, Poh et al. 2013). Roti dibutuhkan sebagai menu sarapan (Laila
2007, Sumarwan 2014). Laila (2007) menambahkan bahwa selain sebagai
pengganti nasi, motivasi lainnya adalah sebagai camilan dan makanan percobaan.
Sumber informasi tentang produk mi dan bakso diperoleh konsumen dari
sumber komersial (iklan, wiraniaga) dan pribadi (keluarga, teman) (Arumta 2006,
Thah dan Yuwono 2014). Sumber komersial untuk produk bakery adalah toko
(Setyawan 2006, Laila 2007).
Menurut Mulyadi dan Elys (2014) kriteria evaluasi produk mi terdiri atas
rasa, warna, bentuk, ukuran, kemasan dan harga. Berbeda dengan Arumta (2006),
konsumen tidak mempertimbangkan kondisi sensorik, namun hanya berpedoman
pada merek, variasi rasa, kemasan dan harga. Atribut harga selalu ikut
dipertimbangkan konsumen sebelum membeli produk pangan. Kasus pada produk
pangan bakso juga melibatkan evaluasi pada harga. Selain itu pertimbangan
lainnya adalah rasa, merek, kehalalan produk, estetika penyajian, ukuran produk
dan kemudahan mendapatkan (Hartono et al. 2012, Thah dan Yuwono 2014).
Perhatian konsumen untuk membeli produk bakery, termasuk roti tidak hanya
harga, kondisi sensorik, merek, daya tahan simpan dan distribusi, tetapi juga
kandungan gizi (Setyawan 2006, Laila 2007, Iswanti 2014). Kasus pada produk
roti menyiratkan bahwa konsumen ingin memperoleh gizi dari roti. Hasil
penemuan Laila (2007), Canway et al. (2014), Iswanti et al. (2014), yaitu kondisi
roti berada di urutan paling atas dalam tingkat kepentingan konsumen.
Keputusan konsumen produk mi berkaitan dengan rencana pembelian,
tempat pembelian dan siapa yang mendorong pembelian (Mulyadi dan Elys 2014).
Arumta (2006) menambahkan frekuensi pembelian dan alasan menentukan tempat
pembelian. Sedangkan keputusan pembelian makanan kemasan terdiri atas jenis
makanan, frekuensi pembelian, tempat pembelian, waktu pembelian, pelaku
pembelian (apabila unit analisis adalah rumah tangga) dan pengeluaran atau nilai
pembelian (Ruwani 2013). Konsumen yang membeli produk pangan bakso hanya
didekati oleh pertanyaan tempat pembelian (Thah dan Yuwono 2014).
Kasus pada produk roti, keputusan pembeliannya melibatkan sumber
pengaruh, perencanaan, jumlah roti, frekuensi, tempat dan waktu konsumsi
(Setyawan 2006, Laila 2007, Iswanti 2014). Laila (2007) menemukan bahwa
pembelian konsumen roti adalah tergantung situasi. Verplanken dan Herabadi
(2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian tidak rasional dan
diasosiasikan dengan pembelian yang cepat atau tidak direncanakan, diikuti oleh
adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. Namun Solomon dan Rabolt
(2009) menyatakan bahwa tidak sepenuhnya impulse buying disebut irasional,
karena pembelian impulsif seringkali didasarkan pada kebutuhan. Penelitian
Sumarwan (2014) menemukan bahwa rata-rata belanja roti konsumen kurang dari
25 000 rupiah dalam satu minggu dan frekuensi pembeliannya hanya satu kali
dalam satu minggu. Tempat favorit membeli roti adalah minimarket (Sumarwan
2014). Kebanyakan konsumen sengaja memilih minimarket dibandingkan penjual
keliling atau toko roti dan kue, karena seiring berjalannya waktu semakin mudah
dijangkau dan menyediakan fasilitas seperti supermarket (Righteous 2010).
Konsumen membeli roti pada pagi hari (Laila 2007, Sumarwan 2014).

7

Ketika harga produk mi dinaikkan, alternatif tindakan konsumen
bermacam-macam, yaitu tetap membeli, mencari merek lain atau tidak jadi
membeli (Arumta 2006, Mulyadi dan Elys 2014). Tindakan mereka bergantung
pada motivasi pembelian, preferensi dan kepuasan. Hasil temuan Oviahon et al.
(2011) menunjukkan bahwa harga menentukan banyaknya jumlah pembelian
konsumen untuk produk makanan, termasuk roti. Jika harga mengalami kenaikan,
maka konsumen mengurangi pembeliannya, tergantung jenis elastisitas harga dari
makanan yang akan dikonsumsi. Selain didekati oleh pertanyaan terkait kenaikan
harga produk, tindakan menghadapi ketersediaan juga merangkum kecenderungan
pasca pembelian. Kasus pada produk roti, apabila produk yang diinginkan tidak
tersedia, maka tindakan konsumen diantaranya mencari ke tempat lain, membeli
roti merek lain atau tidak jadi membeli (Laila 2007).
Atribut Bauran Pemasaran Produk Roti
Pemasar menerjemahkan kebutuhan konsumen menjadi atribut-atribut
produk (Posavac 2012). Atribut adalah gambaran tentang suatu produk (Woodruff
dan Gardial 1996).
Konsumen lebih memilih produk roti tertentu atas dasar kualitas. Usia dan
kualitas roti adalah penentu pembelian produk roti (Nagaraju dan Kumar 2013).
Kualitas produk makanan diidentifikasi melalui nilai, keamanan pangan, gizi dan
kemasan. Komponen nilai terdiri dari komposisi bahan, ukuran, penampilan, rasa
dan kenyamanan. Pilihan konsumen tergantung pada preferensi konsumen yang
dipengaruhi oleh karakteristik ekstrinsik dan intrinsik. Kualitas intrinsik meliputi
karakteristik fisik produk dan dapat diukur secara obyektif sedangkan kualitas
ekstrinsik mewakili karakteristik produk seperti merek, distribusi, harga,
kemasan dan asal mula produk (Simeone dan Marotta 2010). Menurut Kihlberg
(2004) konsumen menyukai roti karena dipengaruhi oleh kualitas sensorik roti
(rasa) dan faktor non-sensorik (informasi yang diberikan dan nilai konsumen).
Rasa dan label kesehatan memengaruhi permintaan roti. (Thunstrom dan
Nordstrom 2012).
Kasus di Bangladesh, diantara atribut jenis kelamin, harga, kualitas
produk, kebagusan kemasan, merek dan variasi produk, hanya tiga atribut yang
memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pembelian roti, yaitu jenis
kelamin, merek dan kemasan (Chowdhury 2014). Anyam et al. (2013)
membuktikan bahwa harga dan atribut non-moneter yaitu label bromat, sertifikasi,
label gizi, rasa dan tekstur, semuanya signifikan dalam menjelaskan pilihan
konsumen. Studi Anyam et al. (2013) menunjukkan bahwa pemerintah dan
produsen harus mempromosikan ketaatan label bebas bromat dan gizi, karena
hasilnya menunjukkan bahwa kesediaan konsumen untuk membayar lebih tinggi
dari status quo (Anyam et al. 2013). Diantara pertimbangan atribut produk yang
terdiri dari harga, variasi jenis, kualitas bahan baku, kemudahan mendapatkan,
informasi produk, label halal, tekstur produk, rasa, merek, kejelasan kadaluarsa,
warna produk dan aroma, konsumen roti menjadikan kejelasan kadaluarsa sebagai
atribut paling penting (Muliasari 2014).
Maric et al. (2009) menemukan bahwa urutan faktor yang memengaruhi
keputusan pembelian roti adalah kualitas produk, kesegaran produk, ketersediaan
produk, harga, variasi dan jenis produk, keramahan penjual, gaya hidup, kemasan,

8

keunikan promosi dan rekomendasi dari teman. Sikap konsumen sebagai ukuran
evaluasi seharusnya dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan produk
roti berdasarkan kualitas terbaik, yaitu kompatibel atau sesuai dengan harapan
konsumen, yang mewakili elemen dasar realisasi keuntungan kompetitif dalam
industri roti. Kasus di Rasina, Serbia, sebagian besar dari populasi (81.68%)
menganggap bahwa roti sangat penting pada kelompok makanan (Maric et al.
2009).
Sejalan dengan Maric et al. (2009), menurut Tikkanen dan Vaariskoski
(2010) konsumen merasa pembelian roti mereka dipengaruhi oleh bahan baku roti,
rasa, cara pembuatan, karakteristik roti, penampilan produk, kualitas, asal mula
produk, kemasan dan perbandingan dengan roti lainnya. Selain itu, konsumen
memperoleh enam jenis manfaat dari produk roti tersebut, yaitu diklasifikasikan
sebagai fungsional, emosional, kepribadian, sosial dan manfaat harga (positif
negatif). Peran merek berdampak pada citra merek, yang digambarkan melalui
atribut dan manfaat produk.
Skalabilitas dari metode yang diusulkan (fuzzy rule table untuk kasus
produk roti) memungkinkan konsumen mengakomodasi beberapa faktor
keputusan termasuk total kesehatan produk berdasarkan standar gizi individu,
harga produk, persyaratan kesehatan tertentu dari konsumen dan juga kondisi
sosial seperti preferensi pada makanan dan keyakinan individu (Nakandala dan
Lau 2013). Menurut Maric dan Arsovski (2010) kepuasan konsumen roti diukur
melalui karakteristik atribut sebagai berikut. Kualitas pengemasan, kualitas
produk, harga produk, hubungan antara harga dan kualitas, variasi dan jenis
produk, ketersediaan produk, kebersihan tempat berjualan, kualitas pelayanan dan
kesantunan penjual. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa kemasan produk
berpotensi memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Elemen pada kemasan
produk dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu visual dan informasi. Elemen
visual terdiri dari desain grafis, warna, penempatan gambar, ukuran dan bentuk
kemasan. Sedangkan elemen informasi berhubungan dengan informasi produk dan
penyajian pesan visual (Silayoi dan Speece 2007).
Kepuasan konsumen terhadap kualitas consumer goods didasarkan pada
tiga atribut, yaitu kualitas, kinerja dan kehandalan. Persepsi kualitas terdiri dari
citra merek dan iklan. Kinerja diartikan sebagai karakteristik utama pada produk
dan kehandalan merupakan probabilitas kinerja produk tidak gagal ketika
melewati proses produksi (Jakpar et al. 2012). Kesediaan konsumen untuk
membayar roti berlabel keamanan akan menurun ketika harga mengalami
kenaikan, namun akan meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan, label
roti dan sumber informasi (Oviahon et al. 2011).
Skor Best-Worst menunjukkan bahwa pembelian konsumen eksklusif roti
gandum secara signifikan lebih dipengaruhi oleh atribut produk yang berhubungan
dengan kesehatan, sedangkan selain konsumen eksklusif roti gandum lebih
dipengaruhi oleh atribut fisik produk. Penggunaan Best-Worst Scaling (BWS)
adalah untuk menunjukkan peringkat kepentingan dari masing-masing atribut
pada suatu produk (Cohen 2009). Berikut urutan kepentingan atribut roti gandum
berdasarkan cara pandang konsumen, terdiri dari tanggal kadaluarsa, kadar serat,
kandungan gandum, harga, tingkat lemak, tingkat kalori, label gandum, ukuran
kemasan, tingkat karbohidrat, label informasi gizi, merek, tingkat protein,
potongan atau bentuk roti (Nguyen 2011).

9

Atribut kesehatan pada produk, terkait harga dan jenis merek memiliki
pengaruh terhadap loyalitas merek. Pemasar tidak harus berupaya meningkatkan
kadar serat atau menurunkan harga untuk kategori roti gandum (roti sehat), tetapi
lebih fokus pada label kesehatan. Sedangkan untuk kategori roti putih, dianjurkan
agar mempertahankan harga rendah dan berkonsentrasi pada kadar serat tinggi,
karena atribut ini diharapkan memiliki kinerja yang lebih baik berdasarkan Model
Dirichlet (Nguyen 2011).
Produsen roti yang mengadopsi penggunaan tepung singkong dalam
produksinya sangat memperhatikan rasa, kemasan, ukuran, warna dan harga,
karena variabel-variabel ini memengaruhi keputusan membeli konsumen.
Sementara kesediaan konsumen untuk membayar harga premium menunjukkan
hubungan negatif dan bervariasi, tergantung pada proporsi tepung singkong
(Adepoju dan Oyewole 2013). Status sosial ekonomi konsumen tidak
memengaruhi penerimaan keseluruhan roti tersubstitusi (tepung singkong dan
bumbu aromatik rempah jahe), kecuali kualifikasi pendidikan. Pola konsumsi roti
di Nigeria bukan dikategorikan sebagai makanan pokok dan pembelian roti
dilakukan di toko-toko (Righteous 2010).
Shaari et al. (2013) meneliti perilaku konsumen terhadap dua pilihan roti,
yaitu roti organik dibandingkan roti dengan bahan pengawet. Temuan
menunjukkan bahwa secara umum roti organik akan menjadi pilihan yang lebih
disukai berdasarkan urutan kepentingan rasa, kesegaran, daya tahan, halal, aspek
kesehatan, tekstur, tempat dan harga sebagai penentu preferensi. Namun, tempat
berperan penting dalam memengaruhi konsumen untuk membeli roti pengawet
ketika konsumen merasa sulit menemukan akses untuk membeli roti organik. Di
sisi lain, halal adalah faktor utama yang mengatur keputusan konsumen muslim
terhadap dua alternatif tersebut. Penelitian Shaari et al. (2013) memberikan bukti
tentang perilaku konsumen roti dan dapat menjadi rujukan bagi para pemasar
untuk mengembangkan strategi bisnis, khususnya roti organik (Shaari et al. 2013).
Sebagian besar perilaku konsumen terhadap fast moving consumer goods
dipengaruhi oleh 4P (place, price, product, promotion), faktor fisiologis dan
psikologis (Vibhuti et al. 2014).
Survei Stavkova dan Turcinkova (2005) menunjukkan bahwa fakta bahwa
konsumen dipengaruhi oleh pendatang baru, inovasi dan iklan saat membeli jenis
makanan seperti permen dan biskuit, yogurt, keju, daging asap, produk daging
kalengan, produk setengah jadi dan beberapa minuman (teh, anggur dan air
mineral). Sedangkan konsumen yang sangat perhatian pada kesehatan mereka,
membeli produk sereal roti, ikan, unggas, yogurt, keju dan air mineral. Ketika
menganalisis alasan perubahan pola konsumsi, ditemukan perbedaan untuk
masing-masing kelompok sosial, kategori usia individu dan lokasi yang berbeda.
Apabila klasifikasi kelompok tersebut dihilangkan, alasan yang paling sering
untuk mengubah pola konsumsi di semua kategori makanan adalah gaya hidup
sehat. Alasan keuangan disebutkan di posisi terakhir. Kelompok usia adalah satusatunya pengecualian, dimana ketergantungan ditunjukkan (Stavkova dan
Turcinkova 2005).
Shahnoushi et al. (2013) menunjukkan bahwa jumlah kunjungan ke toko
roti per minggu, niat kunjungan ke toko roti, metode membawa roti, menunggu
ketika di toko roti, penilaian harga roti dan kualitas, pendapatan bulanan rumah
tangga, pendidikan rumah tangga, rata-rata usia rumah tangga, rata-rata tingkat

10

konsumsi roti, preferensi terhadap roti segar, metode pengawetan roti, pendidikan
ibu, pekerjaan ibu dan jumlah anggota rumah tangga, semuanya berpengaruh pada
pembelian roti oleh rumah tangga dalam jumlah lebih banyak (Shahnoushi et al.
2013).
Keterkaitan antara Bauran Pemasaran dan Kepuasan Konsumen
Istilah bauran pemasaran menjadi populer ketika Neil H Borden
menerbitkan artikel berjudul “The Concept of Marketing Mix” pada tahun 196δ.
Bauran pemasaran dicirikan oleh empat variabel penting. Umumnya bauran
pemasaran produk terdiri dari produk, harga, tempat dan promosi. Empat
komponen tersebut sering digunakan untuk bauran pemasaran barang berwujud
(Singh 2012). Menurut McCarthy (1964), formulasi konsep asli Borden (1964)
didasarkan pada ide sebelumnya oleh Culliton pada tahun 1948 (Baker dan Saren
2010).
Menurut Goi (2009) bauran pemasaran 4P digunakan untuk memuaskan
target pasar. Pernyataan ini didukung oleh Ahmed dan Rahman (2015), yang
membenarkan bahwa kepuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh bauran
pemasaran 4P.
Marketing mix 4P telah menjadi sekolah bisnis, praktisi pokok dan taktis
diarahkan untuk tujuan menciptakan atau melebihi kepuasan konsumen (Jobber
2007, Ellis et al. 2011). Langkah pertama adalah perencanaan produk, untuk
mengartikulasikan rencana pemasaran. Terdapat tiga bagian dari rencana produk,
yaitu produk inti, produk ditambah dan produk tersier. Selanjutnya terkait
keputusan harga, apakah akan menerapkan keseragaman harga atau membedakan
harga untuk produk yang sama namun di pasar yang berbeda. Variabel ketiga
adalah tempat dimana produk akan dijual. Promosi digunakan untuk membujuk
dan mendorong pembelian konsumen, sehingga meningkatkan penjualan.
Kegiatan merancang suatu bauran pemasaran yang optimal merupakan strategi
dalam mewujudkan kepuasan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan (Singh
2012).
Gustafsson et al. (2005) menekankan perusahaan untuk membayar
konsentrasi tambahan dalam meningkatkan kualitas dan menyesuaikannya dengan
harga yang tepat, sehingga mampu menciptakan kepuasan konsumen yang akan
secara langsung bersangkutan untuk kemajuan perusahaan dan retensi pelanggan.
Kualitas produk merupakan komponen penting untuk dipertimbangkan ketika
mencoba untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Lonial dan Zaim 2000).
Berdasarkan hasil penelitian O‟δoughlin dan Coenders (β002) SEM
memperlihatkan hubungan korelasi paling tinggi diantara kualitas produk dan
kepuasan konsumen, sehingga kualitas produk dinyatakan sebagai satu-satunya
variabel yang diperlukan untuk menjelaskan dan memprediksi kepuasan
konsumen. Menurut Martensen et al. (2000), tingkat kepuasan dalam industri
makanan dan minuman didorong oleh kualitas produk.
Anderson et al. (2004) menyebutkan bahwa kesediaan untuk membayar
lebih dan Word of Mouth positif terhadap merek tertentu menentukan tingkat
kepuasan konsumen. Apabila bisnis tidak dapat memuaskan konsumen secara
efisien dan kompeten terhadap pesaing-pesaingnya, maka mereka dapat
kehilangan pangsa pasarnya.

11

Baker dan Crompton (2000) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen
adalah pengalaman pribadi yang berasal dari perbedaan antara harapan pribadi
dan penerimaan aktual. Produk dan layanan tidak inheren mengandung kepuasan
konsumen, tetapi sebaliknya, kepuasan konsumen termasuk bagian dari persepsi
setiap konsumen tentang atribut produk dan layanan (Boshoff dan Gray 2004).
Kepuasan konsumen adalah perasaan baik konsumen untuk membeli dan
menggunakan produk atau jasa. Perasaan ini merupakan hasil dari ekspektasi
rasional konsumen terhadap uang yang dibayarkan (Rahmati et al. 2013).
Kepuasan konsumen tercapai apabila pembayaran setara dengan ekspektasi
rasional (Khalili dalam Rahmati et al. 2013). Perasaan konsumen atau reaksi
terhadap pembelian suatu produk atau jasa disebut sebagai kepuasan (Maleki dan
Darabi 2008).
Konsep pemasaran dibenarkan apabila berkaitan dengan hubungan
pertukaran yang saling memuaskan, yaitu kedua belah pihak mendapatkan apa
yang mereka inginkan. Hasil win-win tersebut mencerminkan “golden rule” (Sinh
2013).
Bauran pemasaran (4P) adalah empat proses manajemen yang berbeda
namun disusun secara terpadu. Pada kenyataannya, konsumen mengalami efek
individu dari 4P tersebut, yaitu perbedaan kesempatan, waktu dan tempat (Goi
2009). Menurut Murshid et al. 2014, bauran pemasaran (4P) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan konsumen (Murshid et al. 2014). Beberapa
perusahaan berusaha untuk sepenuhnya mengintegrasikan bauran pemasaran
mereka (Constantinides 2002, Wang et al. 2005).
Kepuasan konsumen ditentukan oleh pengalaman aktual mengonsumsi
produk (Anderson et al. 1994). Oleh karena itu kepuasan konsumen didefinisikan
sebagai kepuasan atribut, yaitu pernyataan atau pengamatan subjektif konsumen
terhadap kinerja atribut (Oliver dan DeSarbo 1988).
Kepuasan mengukur emosi atau perasaan yang merupakan hasil dari
pendapat konsumen terhadap pengalaman aktual mengonsumsi produk (Oliver
dan DeSarbo 1988, Smith 2007). Kepuasan mencerminkan dampak kinerja atribut
terhadap ungkapan perasaan konsumen. Atribut diturunkan dari bauran pemasaran
dan dapat digunakan untuk memprediksi perasaan puas (Olsen 2002). Perasaan
puas ditunjukkan ketika konsumen menikmati produk, mendapatkan pengalaman
baik dan merasa benar telah mengonsumsi produk tersebut (Smith 2007, Lada dan
Sidin 2012). Perasaan ini terjadi karena konsumen mendapatkan apa yang mereka
inginkan (Oxford 2015).

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen
Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia di kehidupan bermasyarakat, baik untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak diperdagangkan. Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan konsumen sebagai
individu atau kelompok yang berusaha memenuhi dan mendapatkan barang atau

12

jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Secara sederhana, konsumen
adalah individu yang mengonsumsi atau menggunakan barang atau jasa.
Menurut Engel et al. (1994) perilaku konsumen adalah kegiatan individu
yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang atau
jasa, termasuk melalui proses pengambilan keputusan pada persiapan dan
penentuan aktivitas tersebut. Kata perilaku bukan hanya dikaitkan dengan
aktivitas berwujud jelas dan selalu mudah diamati, namun merupakan satu barisan
dari proses pengambilan keputusan, sehingga dalam perilaku konsumen juga perlu
menganalisis proses-proses yang tidak terlihat dan sulit diterjemahkan dalam
setiap pembelian.
Peter dan Olson (1999) mendefinisikan perilaku konsumen adalah
interkasi dinamis antara pengaruh dan kognisis (penafsiran), perilaku dan kejadian
di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
Sementara itu, menurut Simamora (2001) perilaku konsumen adalah proses
pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk
mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa.
Perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian (buying unit) dan
proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang,
jasa, pengalaman serta ide-ide (Mowen dan Minor 2002). Sedangkan menurut
Kotler dan Amstrong (2008), perilaku konsumen adalah perilaku pembelian
konsumen akhir, perorangan dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa
untuk konsumsi pribadi. Semua konsumen akhir ini bergabung membentuk pasar
konsumen.
Sejalan dengan hal tersebut, Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan
istilah perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk atau
jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Perilaku konsumen
berfokus pada bagaimana individu membuat keputusan untuk menghabiskan
sumber daya berharga mereka (waktu, uang dan usaha) pada item yang
berhubungan dengan konsumsinya.
Studi perilaku konsumen merupakan studi yang sangat menarik. Studi
perilaku konsumen mencoba untuk mencari faktor-faktor penentu pembentukan
perilaku. Dengan diketahuinya faktor-faktor penentu pembentukan perilaku maka
perusahaan atau pemasar dapat mengendalikan perilaku konsumennya.
Pengendalian disini berarti pemasar dapat menstimuli agar konsumen mau
membeli produk perusahaan. Secara umum perilaku manusia merupakan hasil
interaksi antara individu dan lingkungannya (Dharmestha dan Handoko 1987).
Perilaku konsumen dalam hal ini perilaku pembelian pada dasarnya juga
sama dengan perilaku manusia pada umumnya, akan tetapi sebagai sebuah studi
para ahli perilaku konsumen mengembangkan faktor-faktor penentu perilaku
pembelian. Apabila pendapat para ahli dirangkum, maka pengertian perilaku
konsumen yaitu bagaimana kebebasan konsumen memanfaatkan sumber daya
yang dimilikinya sambil mempertimbangkan pengaruh-pengaruh internal dan
eksternal untuk menentukan pilihan konsumsi.

13

Tahapan Proses Keputusan Pembelian
Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan
suatu tindakan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Menurut Engel et al. (1994),
pengambilan keputusan konsumen terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi altern