Potensi Kitinolik Bacillus Amyloliquefaciens Saha 12.07 Dan Serratia Marcescens Kahn 15.12 Sebagai Agens Biokontrol Ganoderma Boninense.

POTENSI KITINOLIK Bacillus amyloliquefaciens SAHA 12.07
DAN Serratia marcescens KAHN 15.12 SEBAGAI AGENS
BIOKONTROL Ganoderma boninense

SITI NUR AZIZAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Kitinolik
Bacillus amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan Serratia marcescens KAHN 15.12
sebagai Agens Biokontrol Ganoderma boninense adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Siti Nur Azizah
NIM G351130251

RINGKASAN
SITI NUR AZIZAH. Potensi Kitinolik Bacillus amyloliquefaciens SAHA 12.07
dan Serratia marcescens KAHN 15.12 sebagai Agens Biokontrol Ganoderma
boninense. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan LISDAR I
SUDIRMAN.
Kitin merupakan komponen utama dinding sel filum Basidiomycota
terutama Ganoderma. Kitin pada cendawan berfungsi sebagai penyusun dinding
sel yang terdapat dalam miselium dan spora. Ganoderma boninense merupakan
patogen utama penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit yang
menyebabkan penurunan produktifitas kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia.
Kitin pada cendawan dapat didegradasi secara enzimatik oleh kitinase yang
berfungsi sebagai antifungi. Kitinase adalah enzim hidrolitik yang berfungsi untuk
mendegradasi kitin menjadi monomer N-asetilglukosamin. Kitinase banyak
diproduksi oleh bakteri. Kitinase yang dihasilkan bakteri kitinolitik asal tanah
kelapa sawit di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi berpotensi sebagai

biokontrol yang mampu menghambat pertumbuhan Curvularia affinis dan
Colletotrichum gloeosporioides penyebab penyakit hawar kelapa sawit. Namun
demikian masih belum ada laporan penghambatan kitinase yang dihasilkan oleh
bakteri terhadap G. boninense. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
menyeleksi dan mengidentifikasi bakteri kitinolitik asal tanah kelapa sawit
TNBDB yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan G. boninense dan
mengkarakterisasi aktivitas kitinase dalam mendegradasi kitin pada G. boninense.
Isolat SAHA 12.07 dan KAHN 15.12 mampu menghambat pertumbuhan
G. boninense dengan persentase penghambatan masing-masing 68.19 dan 40.29%.
Isolat SAHA 12.07 dan KAHN 15.12 teridentifikasi sebagai Bacillus
amyloliquefaciens and Serratia marcescens dengan kemiripan 99% berdasarkan
16S rRNA. Isolat SAHA 12.07 memproduksi kitinase optimum pada jam ke-48
inkubasi dan KAHA 15.12 pada jam ke-54 inkubasi dengan aktivitas spesifik
masing-masing sebesar 63.35 U/mg dan 143.51 U/mg. Kitinase ekstrak kasar dari
SAHA 12.07 dan KAHN 15.12 dapat diendapkan menggunakan aseton masingmasing dengan konsentrasi 60 dan 20%, dengan aktivitas spesifik meningkat
masing-masing sebesar 33.372 U/mg dan 1029.2 U/mg. Aktivitas kitinase ekstrak
kasar dan hasil pengendapan pada B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan
S. marcescens KAHN 15.12 aktif pada kisaran pH luas antara 4-10 dan juga
memiliki spektrum suhu yang luas antara 20-80 °C. Enzim hasil pengendapan
pada B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan S. marcescens KAHN 15.12

memiliki persentase penghambatan lebih tinggi terhadap pertumbuhan miselium
G. boninense yaitu masing-masing 54.92 dan 40.84% dibandingkan kitinase
ekstrak kasar yaitu masing-masing 11.97 dan 8.45%. Kitinase S. marcescens
KAHN 15.12 melepaskan NAG lebih tinggi dibandingkan B. amyloliquefaciens
SAHA 12.07.
Kata kunci: Ganoderma boninense, bakteri kitinolitik, aktivitas kitinase

SUMMARY
SITI NUR AZIZAH. Potential of Chitinolytic Bacillus amyloliquefaciens SAHA
12.07 and Serratia marcescens KAHN 15.12 as Biocontrol Agents of Ganoderma
boninense. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK and LISDAR I
SUDIRMAN.
Chitin is a major component of cell wall on Basidiomycetes particularly of
Ganoderma. Chitin of fungi has a main function as constituent of cell wall that is
contained in the mycelium and spores. Ganoderma boninense is a causal pathogen
of basal stem rot disease in oil palm that decrease its productivity in Indonesia and
Malaysia. Chitin in fungi can be degraded enzymatically by chitinase which is
function as biocontrol in fungal pathogens. Chitinases are hydrolytic enzymes
with function to degrade chitin to N-acetylglucosamine as monomer. Chitinase is
produced widely by bacteria. Chitinase which produced by chitinolytic bacteria

from soil of oil palm plantation in Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi
Province, had potential as biological control that could inhibit the gowth of
Curvularia affinis and Colletotrichum gloeosporioides causing leaf blight disease
on oil palm. However, there is still no reports of the chitinase inhibition against
G. boninense. Therefore, the objective of this research was to screen and identify
of chitinolytic bacteria which has an ability to inhibit the growth of G. boninense,
and also to characterize its chitinase activity on degrading the chitin of
G. boninense.
Isolates SAHA 12.07 and KAHN 15.12 were capable to inhibit the growth
of G. boninense with percentage inhibition of 68.19 and 40.29%, respectively.
Based on 16S rRNA identification, SAHA 12.07 and KAHN 15.12 had 99% of
similarity with Bacillus amyloliquefaciens and Serratia marcescens, respectively.
Isolate SAHA 12.07 produced optimum chitinase at 48 h and KAHN 15.12 at 54 h
of incubation in chitin medium with the specific activity up to 63.35 U/mg and
143.51 U/mg, respectively. Crude chitinase of SAHA 12.07 and KAHN 15.12
have precipitated by acetone at 60 and 20%, respectively with the specific activity
improve up to 33.372 U/mg and 1029.2 U/mg. Crude and partially purification
enzyme of B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 and S. marcescens KAHN 15.12
had active at pH 4-10 and temperature between 20-80 °C. Partially purification
enzyme of B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 and S. marcescens KAHN 15.12

had higher inhibition percentage against mycelial growth of G. boninense by an
average 54.92 and 40.84%, compared to crude enzyme by an average 11.97 and
8.45%, respectively. Chitinase of S. marcescens KAHN 15.12 was higher in
releasing N-acetylglucosamine compared to chitinase of B. amyloliquefaciens
SAHA 12.07.
Key words: Ganoderma boninense, chitinolytic bacteria, chitinase activity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI KITINOLIK Bacillus amyloliquefaciens SAHA 12.07
DAN Serratia marcescens KAHN 15.12 SEBAGAI AGENS
BIOKONTROL Ganoderma boninense


SITI NUR AZIZAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Progam Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Abdjad Asih Nawangsih, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai Juli

2015 ini ialah biokontrol, dengan judul Potensi Kitinolik Bacillus
amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan Serratia marcescens KAHN 15.12 sebagai
Agens Biokontrol Ganoderma boninense.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi
sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Lisdar I Sudirman sebagai anggota
komisi pembimbing, yang telah sabar memberikan nasehat, saran, motivasi, serta
solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima
kasih kepada penguji luar komisi Dr Abdjad Asih Nawangsih, MSi dan
Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku Ketua Progam Studi Mikrobiologi IPB,
yang telah memberikan nasehat dan masukan saat pada ujian sidang tesis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iwa selaku staf
Laboratorium Mikrobiologi dan biokimia PAU atas bantuan selama penulis
melakukan isolasi dan budidaya Ganoderma, Bapak Jaka dan Ibu Heni selaku staf
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Biologi atas bantuan dan nasehat selama
penulis menjalani penelitian. Rekan satu tim penelitian (Gaby, Meli, Erni, Melda,
Dame, Dian, Fitria, Ismi, Kak Eliya, Mas Asril, Bang Risky, Mbak Eja, Mbak
Rike), rekan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi IPB (Cicho, Noor,
Naswandi, Sasmiati, Putri, Susi, Hidayah, Mery, Dita, Ai, Sasa, Agesti, dan
lainnya) dan sahabat Jember di IPB (Hidayah, Mada, Mbak Nurul, Arif, Syubanul,

Imam) atas dukungan, motivasi dan bantuannya selama penelitian ini. Ucapan
terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Ibunda Siti Maisaroh,
Ayahanda Ahmad serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima
kasih untuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB
angkatan 2013 atas bantuan, kerjasama, persaudaraan, dan kebersamaan yang
diberikan selama penulis menjalani penelitian dan masa studi. Terimakasih
kepada pemerintah Indonesia melalui Beasiswa Progam Pascasarjana Dalam
Negeri (BPPDN) Tahun 2013 sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan
baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015
Siti Nur Azizah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Ganoderma boninense sebagai Patogen Kelapa Sawit
Kitin
Bakteri Kitinolitik
Kitinase
METODE
Kerangka Penelitian
Waktu dan Tempat
Bahan
Peremajaan Bakteri Kitinolitik
Isolasi Ganoderma boninense
Penapisan Bakteri Kitinolitik Penghambat Pertumbuhan G. boninense
Identifikasi Bakteri Kitinolitik Terpilih Berdasarkan Gen 16S rRNA
Pembuatan Kurva Tumbuh dan Produksi Enzim Isolat Terpilih
Pengukuran Aktivitas Kitinase dan Konsentrasi Protein
Pengendapan Kitinase
Karakterisasi pH dan Suhu serta Stabilitas Kitinase

Uji Penghambatan Kitinase terhadap pertumbuhan G. boninense
Lisis Dinding Sel G. boninense
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Ganoderma boninense sebagai Patogen Kelapa Sawit
Penapisan Bakteri Kitinolitik Penghambat Pertumbuhan G. boninense
Identifikasi Bakteri Terpilih
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Bakteri Terpilih
Pengendapan Kitinase
Karakterisasi pH dan Suhu serta Stabilitas Kitinase
Uji Penghambatan In vitro G. boninense Menggunakan Kitinase
Lisis Dinding Sel G. boninense
Pembahasan
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii

1
1
2
2
2
2
2
4
5
5
7
7
8
8
8
8
8
9
10
10
10
11
11
11
12
12
12
14
15
15
16
18
19
19
23
24
28
35

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kitinase asal mikrob yang berperan sebagai agens biokontrol
Persentase daya hambat bakteri kitinolitik terhadap G. boninense
Ringkasan hasil tahapan pemurnian parsial kitinase
Persentase penghambatan kitinase terhadap pertumbuhan G. boninense

6
13
16
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Struktur kitin yang mengandung monomer N-asetilglukosamin
Komposisi dinding sel pada Basidiomycota
Hidrolisis kitin oleh kitinase
Diagam alur penelitian ini
Tubuh buah G. boninense dan pertumbuhan miseliumnya di media
PDA
Uji antagonis G. boninense dengan bakteri kitinolitik
Kerusakan miselium G. boninense setelah uji antagonis dengan bakteri
kitinolitik
Visualisasi hasil amplifikasi gen 16S rRNA pada gel agarosa 0,8 %
Pohon filogenetik gen 16S rRNA dari SAHA 12.07 menggunakan
metode Neighbor Joining (NJ) dengan boostrap 1000x
Pertumbuhan sel dan aktivitas kitinase dari B. amyloliquefaciens SAHA
12.07 dan S. marcescens KAHN 15.12
Pengaruh penambahan aseton terhadap aktivitas spesifik kitinase
Pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase ekstrak kasar dan hasil
pengendapan
Pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase ekstrak kasar dan hasil
pengendapan
Stabilitas enzim ekstrak kasar dan pengendapan kitinase pada pH dan
suhu optimum
Penghambatan G. boninense menggunakan kitinase 100 L setelah
inkubasi 7 hari
Pembebasan NAG dari dinding sel G. boninense menggunakan enzim
hasil pengendapan

4
4
6
7
12
13
13
14
14
15
16
17
17
18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Komposisi media dan reagen
Penapisan awal bakteri kitinolitik penghambat G. boninense
Isolasi DNA genom menggunakan PrestoTMMini gDNA Bacteria
Hasil sekuensing gen 16S rRNA isolat SAHA 12.07
Kesamaan sekuen isolat SAHA 12.07 dengan spesies pembanding pada
database NCBI

28
29
30
31
31

6
7
8
9

Metode kerja pengukuran aktivitas kitinase
Metode pengukuran kadar protein
Metode pengukuran N-asetilglukosamin dari miselum G. boninense
Standar N-asetilglukosamin dan standar Bovin Serum Albumin

32
33
33
34

PENDAHULUAN
Latar belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan komoditi tanaman
perkebunan sebagai penghasil minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Namun salah satu kendala dalam budidaya kelapa sawit antara lain gangguan
penyakit. Penyakit yang paling penting dan sangat merugikan kelapa sawit di
Indonesia ialah penyakit busuk pangkal batang (basal stem rot/BSR) yang
disebabkan oleh Ganoderma boninense. Penyakit ini dilaporkan menyebabkan
kerugian sekitar 50%-80% per hektar pada tanaman sawit berusia 13 tahun
(Cooper et al. 2011). Namun saat ini, Ganoderma juga ditemukan pada
pembibitan dan pangkal atas kelapa sawit (Sanderson 2005; Paterson 2007).
Upaya pengendalian penyakit BSR menggunakan kultur teknis dan fungisida
kimia belum menunjukkan hasil yang maksimal, bahkan menyebabkan masalah
seperti pencemaran lingkungan dan resistensi patogen pada fungisida.
Pengendalian biologi menggunakan bakteri endofit telah dilakukan untuk
menekan pertumbuhan G. boninense (Bivi et al. 2010; Suryanto et al. 2012).
Namun, aplikasi di lapangan belum konsisten untuk memberantas G. boninense.
Pengembangan agens biokontrol saat ini banyak dilakukan secara enzimatik
dalam mendegradasi dinding sel cendawan, seperti pada β-glukan dan kitin (Ilyina
et al. 2013).
Kitin adalah suatu homopolimer β-1,4 dengan monomer berupa
N-asetilglukosamin (NAG) dan merupakan polimer kedua melimpah di alam
setelah selulosa (Patil et al. 2000). Kitin secara alami tersebar luas pada dinding
sel cendawan, cangkang udang, nematoda, dan eksoskeleton serangga. Kitin pada
cendawan terdapat pada Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota dan
Basidiomycota sebagai komponen dari dinding sel pada miselium dan spora
(Landecker 1996). Kandungan kitin pada miselium dari filum Basidiomycota
sekitar 26,4-64,5% (Mario et al. 2008), sedangkan pada Ganoderma lucidum yaitu
41% (Álvarez et al. 2014). Kitin dapat didegradasi secara enzimatik oleh kitinase
yang berfungsi sebagai biokontrol pada cendawan patogen (Singh et al. 1999; Dai
et al. 2011) dan hama serangga (Mubarik et al. 2010; Nurdebyandaru et al. 2010;
Tu et al. 2010; Lee dan Kim 2015).
Kitinase adalah enzim hidrolitik yang mendegradasi kitin. Salah satu peran
kitinase ialah sebagai antifungi yang banyak digunakan sebagai agens biokontrol
penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan patogen (Singh et al. 1999;
Wang et al. 2002; Zarei et al. 2011; Dai et al. 2011; Patil et al. 2013; Fadhil et al.
2014). Kitinase diproduksi oleh bakteri, fungi, insekta, dan tanaman. Namun,
produksi dan aplikasi kitinase dari bakteri lebih luas digunakan (Bhattacharya et
al. 2007). Penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa bakteri kitinolitik telah ditapis
dari tanah kelapa sawit di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBDB), Jambi
(Haryanto 2013) dan kitinasenya mampu menghambat pertumbuhan Curvularia
affinis and Colletotrichum gloeosporioides penyebab penyakit hawar kelapa sawit,
baik menggunakan sel, enzim kasar, dan kitinase hasil pengendapan (Asril et al.
2014). Namun demikian masih belum ada laporan penghambatan kitinase
terhadap G. boninense terkait kandungan kitinnya yang tinggi. Tujuan penelitian

2
ini untuk menyeleksi dan mengidentifikasi bakteri kitinolitik asal kelapa sawit
TNBDB dalam menghambat pertumbuhan G. boninense dan menguji kembali
kemampuan kitinasenya dalam mendegradasi dinding sel G. boninense.

Perumusan Masalah
Ganoderma boninense merupakan patogen utama kelapa sawit dan sampai
saat ini belum ditemukan pengendalian yang maksimal dalam menanganinya.
Kandungan kitin yang tinggi di dalam dinding sel G. boninense menjadi target
penggunaan kitinase dalam mengendalikannya. Kajian penggunaan kitinase
sebagai agens biokontrol cendawan patogen pada tanaman komersial lainnya telah
banyak digunakan dan dinilai lebih efektif, namun belum dikaji potensinya
terhadap patogen G. boninense. Bakteri penghasil kitinase telah ditapis dari tanah
kelapa sawit Jambi. Bakteri kitinolitik atau kitinasenya dapat menjadi agens
biokontrol terhadap G. boninense pada tanaman kelapa sawit.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah menyeleksi dan mengidentifikasi bakteri
kitinolitik asal tanah kelapa sawit TNBDB yang memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan G. boninense dan mengkarakterisasi aktivitas kitinase
dalam kemampuannya mendegradasi dinding sel G. boninense.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
bakteri kitinolitik atau kitinasenya dalam menghambat pertumbuhan G. boninense.
Karakterisasi kitinase dari bakteri asal TNBDB Jambi dalam penelitian ini,
diharapkan mampu memberikan informasi tentang potensi kitinase sebagai
biokontrol dan menambah informasi tentang karakter kitinase bakteri yang telah
tersedia. Potensi bakteri kitinolitik dan kitinase penghambat G. boninense dapat
digunakan sebagai biofungisida pada tanaman kelapa sawit.

TINJAUAN PUSTAKA
Ganoderma boninense sebagai Patogen Kelapa Sawit
Penyakit busuk pangkal kelapa sawit pertama kali ditemukan pada tahun
1916 di Zaire. Di Indonesia, penyakit ini termasuk penyakit terpenting dalam
perkebunan kelapa sawit dewasa ini. Penyakit ini semakin lama semakin
meningkat. Pertama karena usaha besar-besaran untuk memperluas kebun kelapa
sawit di Indonesia. Kedua, persentase tanaman sakit makin meningkat (Semangun
2008). Meskipun tidak seberat di Indonesia dan Malaysia, penyakit ini juga

3
terdapat di Thailand, Ghana, Nigeria, Kamerun, San Tome dan Principe, Zaire
Angola, Zimbabwe Utara, dan Tanzania (Turner 1981).
Busuk pangkal batang (basal stem rot/ BSR) kelapa sawit disebabkan oleh
Ganoderma boninense (Abadi dan Dharmaputra 1987). Ganoderma boninense
sebelumnya hanya ditemukan pada pohon dewasa sebagai penyakit busuk pangkal
batang, namun akhir-akhir ini telah ditemukan mulai dari pembibitan dan juga
ditemukan di bagian atas batang yang disebut penyakit busuk batang atas
(Sanderson 2005; Paterson 2007; Susanto et al. 2013). Gejala yang khas pada
penyakit busuk pangkal batang berupa pembusukan pada pangkal batang sebelum
terbentuk tubuh buah Ganoderma, terdapat jalur coklat tua pada penampang
batang. Lebih dari separuh pangkal batang sudah membusuk saat gejala pada daun
mulai nampak. Tubuh buah dibentuk setelah penyakit berkembang cukup lanjut
setelah gejala pada daun. Pohon yang sakit sering rebah walaupun adakalanya
tetap tegak meskipun sudah mati (Semangun 2008). Ganoderma boninense yang
menyerang pada saat pembibitan menimbulkan gejala berupa perubahan pada
daun menjadi menguning dan diikuti dengan gejala nekrotik. Tubuh buah tidak
diproduksi sampai akhir penyakit (Paterson 2007; Suryanto et al. 2012).
Morfologi G. boninense memiliki ciri makroskopis dan mikroskopis.
Warna permukaan atas tubuh buah bervariasi dari coklat muda sampai coklat tua,
biasanya tampak mengkilat seperti dilapisi lak. Permukaan atas kurang rata, dan
permukaan bawahnya berwarna putih suram. Lapisan bawah tubuh buah terdiri
atas lapisan pori, tempat terbentuknya basidium dan basidiospora (Semangun
2008). Ganoderma boninense di Sumatera Utara, memiliki lapisan atas yang
tebalnya 0,1 mm, terdiri atas benang-benang rapat yang sel-selnya berukuran 2030 x 4-10 µm. Basidiospora berbentuk bulat panjang, berwarna keemasan, bagian
atasnya agak rata, berduri, kadang memiliki vakuola yang jelas. Basidiospora
berukuran 9-12 x 4,75-6 µm. Di Indonesia G. boninense dapat tumbuh pada pH 38,5 dengan suhu optimum 30 0C. Pertumbuhannya terganggu pada suhu 15 oC dan
35 oC, dan tidak tumbuh pada 40 oC (Jing 2007).
Pengendalian penyakit BSR telah dilakukan dengan berbagai cara, namun
hingga saat ini belum dapat dikatakan berhasil. Ganoderma boninense merupakan
soil borne dan kemampuannya dapat bertahan dalam kondisi kurang optimal
mempersulit usaha pengendalian baik secara kultur teknis, mekanis, maupun
kimiawi. Pengendalian menggunakan fungisida kurang efektif, karena
mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Susanto 2002). Namun saat
ini fungisida masih digunakan untuk menangani G. boninense (Idris et al. 2010).
Pengendalian yang bersifat ramah lingkungan dan mampu menekan inokulum
patogen, ialah pengendalian hayati yang dapat dilakukan melalui introduksi agens
antagonis ke dalam agoekosistem. Pengendalian G. boninense menggunakan
bakteri sebagai agens biokontrol telah dilakukan (Bivi et al. 2010; Suryanto et al.
2012). Namun belum konsisten dalam G. boninense secara menyeluruh. Hal ini
karena mutu dari biokontrol dan kondisi lingkungan yang kurang cocok. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengembangkan pengendalian
biologi dalam mengendalikan G. boninense. Pengendalian biologi berbasis enzim
dalam mendegradasi komponen dinding sel cendawan patogen seperi kitin dan
glukan telah banyak dikaji saat ini.

4
Kitin
Kitin termasuk golongan polisakarida dan merupakan polimer yang
dibangun oleh unit-unit monomer N-asetilglukosamin yang tersusun linier dengan
ikatan β (1-4) glikosida (Gambar 1). Struktur kitin sama dengan selulosa yaitu
ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan β (1-4) glikosida.
Perbedaan antara kitin dengan selulosa ialah gugus hidroksil yang terikat pada
atom karbon nomor dua digantikan oleh gugus asetamida (NHCOCH3) sehingga
kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin, sedangkan pada kitosan
digantikan oleh gugus amin (NH2) (Hirano et al. 1999). Kitin tersebar luas di alam
seperti ditemukan pada kutikula insekta, cangkang udang, nematoda, dan dinding
sel sebagian besar cendawan (Bhattacharya et al. 2007).
Kitin

N-asetilglukosamin

Gambar 1

N-asetilglukosamin

Struktur kitin yang mengandung monomer N-asetilglukosamin
(Bhatnagar dan Sillanpaa 2009)

Kitin pada cendawan tersebar luas khususnya pada Chytridiomycota,
Zygomycota, Ascomycota, dan Basidiomycota sebagai komponen dari dinding sel
dari miselium dan spora. Pada filum Basidiomycota terdapat sekitar 26,4-64.5%
kitin dan 12,6-30,1% glukan (Mario et al. 2008) (Gambar 2). Kandungan kitin ini
berbeda setiap genus cendawan. Dinding sel cendawan mengandung 80-90%
polisakarida. Komponen penting lainnya termasuk protein, yang berkonjugasi
dengan polisakarida, dan sedikit lemak (Landecker 1996; Deacon 1997).
Mayoritas cendawan mengandung kitin dan glukan sebagai polisakarida utama
pada dinding selnya, kecuali oomycota yang mengandung selulosa dan glukan
sebagai komponen dinding sel fibrilnya (Deacon 1997).

a
Gambar 2

Serat kitin

Protein

Serat pendek

Matrik berbentuk bulat kasar
(mengandung melanin)

b

Komposisi dinding sel pada Basidiomycota. Miselium (a), spora (b)
(Landecker 1996).

5
Bakteri Kitinolitik
Bakteri kitinolitik merupakan bakteri yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan enzim kitinase (Patil et al. 2000). Bakteri ini dapat ditemukan di
berbagai sumber seperti tanah, rhizosfer, filosfer, endofit tanaman, dan cangkang
udang (Haryanto 2013; Sapak et al. 2008, Bivi et al. 2010). Genus bakteri yang
banyak dilaporkan penghasil kitinase antara lain Aeromonas, Alteromonas,
Bacillus, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Pseudoalteromonas,
Pseudomonas, Seratia, Vibrio, dan Pyrococcus (Harman dan Tronsmo 1993).
Bakteri kitinolitik atau kitinasenya salah satunya berpotensi sebagai
biokontrol pada penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan fitopatogenik
dan hama serangga (Bhattacharya et al. 2007). Hal ini berpotensi sebagai
biofungisida yang ramah lingkungan dan berpotensi dibidang bioteknologi lainnya
(Wang et al. 2002). Peranan kitinase dalam pertahanan tanaman terhadap
serangan patogen terjadi melalui dua cara, yaitu menghambat fungi dengan secara
langsung menghidrolisis dinding miselia dan melalui pelepasan elisitor endogen
oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik pada
inang. Mekanisme interaksi antara inang dengan patogen sangat menentukan
tingkat ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit (Oku 1996). Mikrob ini dapat
digunakan langsung sebagai agens antagonis atau menggunakan protein murni
dari mikroba kitinolitik atau melalui manipulasi gen (Singh et al. 1999; Ilyina et
al. 2013). Selain bakteri menghasilkan enzim litik ekstraseluler, seperti kitinase,
keunggulan bakteri tanah dari rhizosfer lainnya ialah mampu memproduksi
senyawa antimikrob lainnya, HCN, dan menginduksi resistensi sistemik tanaman
yang memberi efek positif bagi kesehatan tanaman (Raaijmakers et al. 2009).

Kitinase
Kitinase merupakan enzim yang aktif mengkatalisis polimer kitin menjadi
kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Degradasi kitin oleh
kompleks kitinase bekerja secara sinergis yaitu, endokitinase mendegradasi
polimer menjadi oligomer dengan menghidrolisis ikatan glikosida β-(1,4)
kemudian eksokitinase mendegradasi oligomer menjadi monomer yang bekerja
pada ujung pereduksi, sedangkan β-N-asetilglukosaminidase memotong unit NAG
(Bhattacharya et al. 2007) (Gambar 3). Degradasi kitin yang selanjutnya yaitu
mekanisme pengubahan kitin oleh deasetilase kitin menjadi kitosan. Ikatan
glikosida β-(1,4) pada kitosan akan dihidrolisis dan menghasilkan
diasetilkitobiosa yang kemudian dihidrolisis kembali menjadi glukosamin.

6
Kitin

Endokitinase

situs 1

situs 2

situs 3

Eksokitinase
n = 0, N-asetilglukosamin (situs 1)
n = 1, chitobiose (situs 2)
n = 2, chitotriose (situs 3)

Gambar 3

Hidrolisis kitin oleh kitinase (Bhattacharya et al. 2007)

Kitinase memiliki banyak fungsi dan aplikasinya di bidang pertanian dan
industri. Kitinase paling banyak digunakan sebagai agens biokontrol yang efektif
untuk pertahanan dalam mengatasi cendawan patogen serta hama serangga (Tabel
1). Kitinase dari bakteri berperan dalam patogenitas sedangkan pada cendawan,
protozoa, dan invertebrata, kitinase berperan dalam morfogenesis. Kitinase juga
terlibat dalam mekanisme pertahanan pada tanaman dan vertebrata, sebagai target
untuk biopestisida potensial yang sudah banyak dieksplorasi dan digunakan untuk
produksi protein sel tunggal (Patil et al. 2000).
Tabel 1 Kitinase asal mikrob yang berperan sebagai agens biokontrol
Mikrob
Paenibacillus sp.
Streptomyces sp.
Bacillus cereus
Bacillus
thuringiensis
Bacillus
licheniformis
S. maltophilia
Serratia
marcescens

Trichoderma sp.

Patogen
Fusarium oxysporum

Refrensi
Sing et al. 1999

Botrytis elliptica
Fusarium sp., Sclerotium rolfsii.
Curvularia affinis, C. gloeosporioides
R. solani, Macrophomina phasiolina.
F. culmorum, Pythium sp., A.
alternata, S. rolfsii.

Huang et al. 2005
Huang et al. 2005
Asril et al. 2014
De la Vega et al.
2006

Varroa destructor
R. solani, Bipolaris sp., Alternaria
raphani, A. brassicicola. Trichophyton
rubrum, A.alternate, A. fumigatus, A.
niger, A. flavus.
Fusarium sp.

Tu et al. 2010
Zarei et al. 2010
Fadhil et al. 2014
Ilyana et al. 2013

7

METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini (Gambar 4) meliputi penapisan bakteri kitinolik
penghambat G. boninense, identifikasi bakteri penghambat G. boninense, menguji
aktivitas kitinase dan mengkarakterisasinya, menguji kemampuan kitinase dalam
menghambat pertumbuhan G. boninense, serta degradasi dinding sel G. boninense.

Isolasi G.boninense
Biakan murni
G. boninense

Peremajaan dan seleksi
bakteri kitinolitik

Penapisan bakteri kitinolitik
penghambat G. boninense

Bakteri tidak
menghambat G. boninense

Bakteri penghambat
G. boninense

Pertumbuhan dan
produksi kitinase bakteri

Identifikasi
berdasarkan 16S rRNA

Uji aktivitas kitinase dan
konsentrasi protein
Kitinase ekstrak kasar

Uji penghambatan

Karakterisasi kitinase
Pengendapan kitinase
Presipitat kitinase
Lisis dinding sel
Gambar 4 Diagam alur penelitian ini

8
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2014 sampai Juli 2015.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,
FMIPA, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Mikrobiologi dan
Biokimia, Pusat Antar Univeritas (PAU), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bahan
Bakteri kitinolitik yang digunakan merupakan bakteri hasil isolasi dari
tanah perkebunan kelapa sawit dan karet TNBDB Jambi, dan telah dikoleksi di
IPB Culture Collection, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor (Haryanto,
2013; Purnamasari, 2013). Gadonerma yang digunakan merupakan Ganoderma
boninense UTP hasil isolasi dari tubuh buah asal kebun percobaan kelapa sawit
Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.

Peremajaan Bakteri Kitinolitik
Isolat-isolat bakteri kitinolitik sebelum dilakukan penelitian lanjut,
dilakukan peremajaan dan konfirmasi aktivitas kitinolitik. Peremajaan dan
konfirmasi kitinolitik dilakukan dengan menumbuhkan isolat tersebut pada media
agar-agar kitin (Lampiran 1). Isolat diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC.

Isolasi Ganoderma boninense
Isolat G. boninense diisolasi dari kelapa sawit yang mengalami gejala
penyakit busuk pangkal batang. Tubuh buah Ganoderma tersebut sebelumnya
telah teridentifikasi sebagai G. boninense (Nandung 2015). Tubuh buah
dibersihkan menggunakan air steril kemudian didisinfeksi menggunakan alkohol
90%. Basidiokarp tubuh buah dipotong menggunakan pisau steril dan diambil
daging buahnya dengan ukuran 1-2 cm dan ditumbuhkan pada media PDA
(Lampiran 1). Inkubasi 30 oC dan setelah tumbuh dilakukan pemurnian isolat
cendawan hingga mendapat isolat Ganoderma murni (Soytong 2014). Miselium
yang murni ditumbuhkan di dalam baglog yang mengandung tandan kosong
kelapa sawit (Lampiran 1).

Penapisan Bakteri Kitinolitik Penghambat Pertumbuhan G. boninense
Penapisan awal bakteri kitinolitik penghambat G. boninense dilakukan
untuk mengetahui adanya zona hambat berdasarkan metode Aktuganova et al
(2014). Isolat G. boninense berumur 7 hari pada media PDA diambil
menggunakan cock borer berdiameter 1 cm dan diinokulasikan ke dalam media
agar-agar PDA pada bagian pusat media. Koloni-koloni bakteri yang berbeda

9
digoreskan bersama dengan cendawan pada empat bagian sisi yang berbeda.
Pasangan kultur tersebut diinkubasi kembali selama 10 hari pada suhu 30 ºC.
Bakteri yang mampu membentuk zona hambat terhadap G. boninense diuji
kembali untuk mengetahui persentase penghambatan berdasarkan metode kultur
ganda (Bivi et al. 2010). Isolat G. boninense berumur 7 hari pada media PDA
diambil menggunakan cock borer berdiameter 1 cm dan diinokulasikan ke dalam
media agar-agar PDA pada bagian pusat media. Koloni bakteri diinokulasikan
bersama dengan cendawan pada jarak 3 cm dari kedua sisi cendawan. Pasangan
kultur tersebut diinkubasi kembali selama 10 hari pada suhu 30 ºC. Kontrol
menggunakan cendawan tanpa bakteri. Persentase penghambatan antara bakteri
terhadap cendawan dapat dihitung dengan mengukur jari-jari cendawan ke arah
koloni bakteri (R2), dan mengukur jari-jari cendawan pada media PDA kontrol
(R1). Persentase penghambatan dihitung menggunakan persamaan:
Persentase penghambatan (%) =

R1– R2
R1

x 100%

Kerusakan miselium G. boninense oleh bakteri kitinolitik yang memiliki
persentase penghambatan tinggi juga dilakukan pengamatan mikroskopis.
Pengamatan dilakukan secara langsung di bawah mikroskop dengan cara
mengamati pada bagian miselium G. boninense sebelum zona hambat (Suryanto et
al. 2012).

Identifikasi Bakteri Kitinolitik Terpilih Berdasarkan Gen 16S rRNA
Tahap awal untuk identifikasi berdasarkan gen 16S rRNA ialah isolasi
genom. Isolasi DNA genom dilakukan dengan menggunakan PrestoTMMini gDNA
Bacteria Kit (Genaid) (Lampiran 3). Konsentrasi dan kemurnian DNA diukur
dengan menggunakan spektrofotometer Nano drop 2000 (Thermo Scientific,
Wilmington, DE, USA). Amplifikasi gen dilakukan dengan PCR menggunakan
primer spesifik 63F (5‟-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3‟) dan 1387r
(5'-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3') (Marchesi et al. 1998). Total reaksi
PCR sebanyak 50 L mengandung 25 L GoTaq Geen Master Mix, 0.5 L
masing-masing primer, 1 L DNA template, dan 23 L nuclease free water.
Gadien suhu yang digunakan yaitu pra-denaturasi (94 oC, 2 menit), denaturasi (92
o
C, 30 detik), annealing (55 oC, 30 detik), elongasi (72 oC, 5 menit) serta final
extension pada (72 oC, 5 menit). Proses ini dilakukan sebanyak 30 siklus
kemudian hasil PCR divisualisasi menggunakan elektroforesis gel agarosa 0,8%.
Produk PCR sekitar 1300 bp dimurnikan dan disekuen ke perusahaan jasa
sekuensing. Hasil sekuensing (Lampiran 4) dianalisis dengan menggunakan
progam Bioedit kemudian disejajarkan dengan data base Gen 16S rRNA
menggunakan progam BLAST-N. Analisis filogenetik dilakukan dengan
menggunakan progam MEGA 6 dengan menggunakan metode Kimura
3-parameter dengan boostrap 1000x.

10

Pembuatan Kurva Tumbuh dan Produksi Enzim Isolat Terpilih
Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan pada isolat bakteri kitinolitik
potensial yang memiliki persentase penghambatan besar terhadap G. boninense.
Pembuatan kurva pertumbuhan diukur secara langsung menggunakan
spektrofotometer. Sebanyak 2 lup bakteri terpilih diinokulasikan ke dalam 50 mL
medium kitin dan diinkubasi selama 36 jam pada suhu 37 oC sambil dikocok pada
kecepatan 120 rpm. Optical density (OD) dari sel dihitung hingga didapatkan
jumLah sel bakteri 108 sel/mL sebagai inokulum kemudian dimasukkan ke dalam
100 mL media kitin. Hasil pertumbuhan diukur berdasarkan nilai OD pada
panjang gelombang 600 nm setiap 6 jam selama 72 jam. Kultur sel yang sama
kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 6.000 rpm (Sentrifuge
HermLe dengan rotor 220.97) pada suhu 4 oC. Supernatan yang diperoleh
merupakan kitinase ekstrak kasar yang selanjutnya diukur aktivitas kitinasenya
dan diuji daya antagonis kembali.

Pengukuran Aktivitas Kitinase dan Konsentrasi Protein
Aktivitas kitinase diukur dengan metode Spindler (1997). Sebanyak
150 L ekstrak kasar kitinase ditambahkan ke dalam 300 L 0,3% koloidal kitin
dan 150 L bufer fosfat 0,1 M pH 7 pada suhu 37 oC. Campuran diinkubasi pada
37 oC selama 30 menit kemudian dididihkan pada 100 oC selama 10 menit dan
didinginkan selama 10 menit pada 4 oC. Setelah sentrifugasi pada 8400 g selama
5 menit, filtrat ditambahkan ke dalam akuades 500 L dan 1000 L reagen schales
(Lampiran 1) dan dididihkan kembali pada 100 oC selama 10 menit. Aktivitas
enzim ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang 420 nm.
Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan
1 mol N-asetilglukosamin per menit (Lampiran 6). Konsentrasi protein
ditentukan dengan metode Bradford (1976) (Lampiran 7) menggunakan Bovine
serum Albumin sebagai standar (Lampiran 9).

Pengendapan Kitinase
Enzim ekstrak kasar diendapkan dengan aseton pada kisaran 0-70%
(Scopes 1987). Penambahan aseton disertai pengadukan selama 1 jam. Campuran
disimpan di dalam tabung sentrifuge pada suhu 0 oC selama 4 jam, kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g pada suhu 0 oC selama 20 menit. Endapan
dilarutkan dengan bufer pH optimum lalu diukur aktivitas kitinase serta kadar
protein baik pada supernatan dan endapannya.

11

Karakterisasi pH dan Suhu serta Stabilitas Kitinase
Penentuan pH optimum aktivitas kitinase ekstrak kasar dan hasil
pengendapan dilakukan dengan mengujikan kitinase ekstrak kasar yang diperoleh
pada waktu produksi tertinggi. Pengukuran aktivitas enzim diuji pada substrat
koloidal kitin 0,3 % dalam bufer dengan rentang pH 4-10 (selang 1 unit)
menggunakan bufer sitrat 0,1 M (pH 4-6), bufer fosfat 0,1 M (pH 7-8), dan bufer
glisin-NaOH 0,1 M (pH 9-10). Penentuan suhu optimum aktivitas kitinase
dilakukan dengan mengujikan ekstrak kasar enzim pada pH optimum dengan
rentang suhu 20 oC - 90 oC (selang 10 oC).
Stabilitas enzim dilakukan dengan menginkubasikan kitinase ekstrak kasar
dan hasil pengendapan. Enzim diuji setiap 30 menit pada pH dan suhu
optimumnya dengan menggunakan substrat koloidal kitin 0,3%. Pengujian
dilakukan hingga 180 menit.

Uji Penghambatan Kitinase terhadap Pertumbuhan G. boninense
Uji penghambatan dan penilaian persentase daya hambat dilakukan
menggunakan kitinase ektrak kasar dan kitinase hasil pengendapan dari isolat
bakteri terpilih berdasarkan metode Bivi et al. (2010) yang dimodifikasi. Kitinase
sebanyak 50 dan 100 µL yang sebelumnya telah disaring dengan milipore ukuran
0,2 m kemudian dicampur dalam 10 mL media PDA hangat steril. Campuran
tersebut dituang di cawan petri steril kemudian setelah media dingin, Ganoderma
dengan diameter 1 cm diinokulasikan di tengah-tengah media PDA. Media PDA
tanpa penambahan enzim digunakan sebagai kontrol.

Lisis Dinding Sel G. boninense
Kemampuan kitinase dalam melisiskan kitin pada dinding sel cendawan
ditentukan dengan adanya N-asetilglukosamin yang dibebaskan setelah dicampur
dengan kitinase menggunakan metode Singh et al. (1999) yang dimodifikasi.
Tahapan ini meliputi produksi enzim dan pengendapan protein, produksi miselium
dan pembuatan suspensi miselium, dan pengukuran N-asetilglukosamin.
Kitinase awalnya diperoleh dengan cara membuat inokulum bakteri
sebanyak 2 lup bakteri terpilih diinokulasikan ke dalam 50 mL medium koloidal
kitin dan diinkubasi selama 36 jam pada suhu 37 oC, 120 rpm. Inokulum diambil
108 sel/mL dan diinokulasikan ke dalam 1000 mL medium produksi koloidal kitin
dan diinkubasi selama waktu produksi optimum kitinase (Gambar 10) pada 37 oC,
120 rpm. Kitinase ekstrak kasar diperoleh dengan mensentrifugasi biakan pada
6000 rpm, selanjutnya diendapkan dengan aseton pada konsentrasi aseton
optimum (Gambar 11). Kitinase hasil pengendapan yang diperoleh digunakan
untuk uji lisis kitin G. boninense.
Miselium G. boninense diperoleh dengan cara menumbuhkan 3 potong
G. boninense masing-masing berdiameter 1 cm ke dalam medium 250 mL Potato
Dextrosa Yeast (PDY) selama 7 hari pada 30 oC, 150 rpm. Miselium disentrifus

12
pada 5000 rpm selama 10 menit. Pelet kemudian dicuci dengan akuades steril
beberapa kali. Pelet kemudian disuspensikan ke dalam bufer fosfat pH 7 0,1 M
dengan perbandingan 1:3. Suspensi miselium dan kitinase hasil pengendapan
dicampur dengan perbandingan 1:1 dan diinkubasi pada suhu 30 oC selama 12 jam.
Kontrol merupakan suspensi miselium tanpa pemberian enzim dan diganti dengan
akuades. Setiap 2 jam selama 12 jam diukur kadar N-asetilglukosamin yang
dibebaskan dari dinding sel G. boninense berdasarkan metode Miller (1959)
menggunakan reagen DNS (Lampiran 8) dengan standar N-asetilglukosamin
(Lampiran 9).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Ganoderma boninense sebagai Patogen Kelapa Sawit
Tubuh buah G. boninense dari batang kelapa sawit terinfeksi berhasil
diisolasi dari perkebunan kelapa sawit di Pontianak, Kalimantan Barat. Tubuh
buah G. boninense memiliki diameter 10-12 cm. Permukaan atas tubuh buah
berwarna kecokelatan dan mengkilat dengan garis putih kekuningan pada bagian
pinggir basidiokarp. Permukaan bawah tubuh buah berwarna putih suram yang
terdiri atas pori sebagai tempat terbentuknya basidium. Permukaan miselium
berwarna putih dengan pertumbuhan miselium cenderung lambat yaitu 10-12 hari
baru dapat tumbuh memenuhi cawan petri yang berdiameter 9 cm. Miselium
Ganoderma juga tampak adanya sambungan apit pada hifa sekunder dan mampu
membentuk tubuh buah setelah ditumbuhkan pada media tandan kosong kelapa
sawit selama 4 bulan dengan diameter sebesar 1.5 cm (Gambar 5).

a

b

c

d

Gambar 5 Tubuh buah G. boninense dan pertumbuhan miseliumnya di media
PDA. Tubuh buah (a), pertumbuhan miselium di media PDA usia 10
hari (b), hifa dengan sambungan apit (panah) (c) dan tubuh buah di
baglog (d).

Penapisan Bakteri Kitinolitik Penghambat Pertumbuhan G. boninense
Bakteri kitinolitik hasil penapisan Haryanto (2013) dan Purnamasari
(2013) menunjukkan ada tiga isolat yang memiliki aktivitas antagonis terhadap
pertumbuhan G. boninense (Tabel 2). Aktivitas antagonis ditunjukkan dengan
adanya zona hambat antara bakteri dan cendawan (Gambar 6). Bakteri kitinolitik

14
Identifikasi Bakteri Terpilih
Bakteri terpilih yang mampu menghambat G. boninense teridentifikasi
sebagai Bacillus amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan Serratia marcescens KAHN
15.12 secara molekuler berdasarkan gen penyandi 16S rRNA. Visualisasi hasil
amplifikasi gen 16S rRNA dari isolat SAHA 12.07 menunjukkan adanya pita
berukuran ± 1300 bp (Gambar 8). Kemiripan sekuen gen 16S rRNA dengan data
melalui progam BLAST-N menunjukkan bahwa isolat SAHA 12.07 memiliki
kemiripan 99% dengan Bacillus amyloliquefaciens galur MPA 1034. Isolat SAHA
12.07 juga memiliki konsistensi berkerabat dekat dengan Bacillus
amyloliquefaciens dan Bacillus siamensis galur PD-A10 berdasarkan analisis
filogenetik (Gambar 9, Lampiran 5). Isolat KAHN 15.12 memiliki kemiripan
dengan Serratia marcescens galur H3010 yang sebelumnya telah teridentifikasi
secara molekuler (Astriani 2015).

1300 bp

Gambar 8

Visualisasi hasil amplifikasi gen 16S rRNA pada gel agarosa 0,8 %.
Marker 1 kb (M), SAHA 12. 07 (1).

Gambar 9

Pohon filogenetik gen 16S rRNA dari SAHA 12.07 menggunakan
metode Neighbor Joining (NJ) dengan boostrap 1000x

15
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Bakteri Terpilih

100
63.35 U/mg

75
50
25
0

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78

Log sel

125

143.51 U/mg

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

125
100
75
50
25
0
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78

Waktu inkubasi (jam)
Log sel

150

Aktivitas spesifik (U/mg)

150

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Aktivitas spesifik (U/mg)

Log sel

Bakteri kitinolitik terpilih yaitu Bacillus amyloliquefaciens SAHA 12.07
dan Serratia marcescens KAHN 15.12 memiliki pola pertumbuhan dan aktivitas
enzim kitinase di media koloidal kitin (Gambar 10). Kedua pertumbuhan bakteri
tersebut memasuki fase logaritmik hingga jam ke-6 kemudian memasuki fase
stasioner hingga akhir pengamatan pada jam ke-78. Produksi kitinase dari
B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 mulai memiliki aktivitas pada jam ke 36-60
inkubasi dengan aktivitas optimum pada jam ke-48. Aktivitas kitinase dari
S. marcescens KAHN 15.12 mulai terlihat pada jam ke-48 hingga 72 inkubasi
dengan aktivitas optimum pada jam ke-54.

Waktu inkubasi (jam)

Aktivitas spesifik (U/mg)

Log sel

Aktivitas spesifik (U/mg)

b

a

Gambar 10 Pertumbuhan sel dan aktivitas kitinase dari B. amyloliquefaciens
SAHA 12.07 (a) dan S. marcescens KAHN 15.12 (b)

Pengendapan Kitinase
Kitinase ekstrak kasar pada B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 mampu
ditingkatkan aktivitas spesifiknya hingga 33.372 U/mg menggunakan aseton pada
konsentrasi 50-60% dan meningkatkan kemurniannya hingga 1.34 kali dari
sebelumnya. Kitinase pada S. marcescens KAHN 15.12 mampu ditingkatkan
aktivitas spesifiknya hingga 1029.2 U/mg menggunakan aseton pada konsentrasi
10-20% dan meningkatkan kemurniannya hingga 3.06 (Gambar 11 dan Tabel 3).

50

supernatan
endapan

Aktivitas Spesifik (U/mg)

Aktivitas spesifik (U/mg)

16

40
30
20
10
0
eek 0-10 10-2020-3030-4040-5050-6060-70

Aseton (%)

1000
800

supernatan
endapan

600
400
200
0
eek 0-10 10-2020-3030-4040-5050-6060-70

Aseton (%)

a

Gambar 11

b

Pengaruh penambahan aseton terhadap aktivitas spesifik kitinase.
B. amylolifaciens SAHA 12.07 (a) dan S. marcescens KAHN
15.12 (b). Keterangan: enzim ekstrak kasar (eek).

Tabel 3 Ringkasan hasil tahapan pemurnian parsial kitinase
Total
Total
Aktivitas
Tahap
Volume
protein
aktivitas
spesifik
pemurnian
(mL)
(mg)
enzim (U)
(U/mg)
SAHA 12.07
Enzim kasar
100
2.881
113.0
39.23
Aseton 60%
1
0.021
1.134
52.65
KAHN 15.12
Enzim kasar
100
0.750
109.1
145.5
Aseton 20%
1
0.002
1.135
446.4

Tingkat
kemurnian
(kali)

Yield
(%)

1
1.34

100
1.003

1
3.06

100
1.04

Karakterisasi pH dan Suhu serta Stabilitas Kitinase
Aktivitas kitinase ekstrak kasar dan hasil pengendapan pada
B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan S. marcescens KAHN 15.12 aktif pada
kisaran pH antara 4-10 dan suhu antara 20-80 °C. Kitinase ekstrak kasar dan hasil
pengendapan pada B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 masing-masing memiliki
aktivitas optimum pada pH 5 dan 6 dengan nilai aktivitas kitinase masing-masing
sebesar 1.158 U/mL dan 1.130 U/mL. Kitinase ekstrak kasar dan hasil
pengendapan pada S. marcescens KAHN 15.12 memiliki aktivitas optimum yang
sama yaitu pada pH 7 dengan nilai aktivitas kitinase masing-masing sebesar 1.136
U/mL dan 1.132 U/mL (Gambar 12). Suhu optimum pada kitinase ekstrak kasar
dan hasil pengendapan pada B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 yaitu pada suhu
50 °C dan 60 °C dengan nilai aktivitas masing-masing sebesar 1.114 U/mL dan
1.117 U/mL. Kitinase ekstrak kasar dan hasil pengendapan pada S. marcescens
KAHN 15.12 memiliki aktivitas kitinase optimum pada suhu 60 °C dan 70 °C
dengan nilai aktivitas kitinase masing-masing sebesar 1.155 U/mL dan
1.117 U/mL (Gambar 13). Kitinase ekstrak kasar dan hasil pengendapan dari

17
menunjukkan

kestabilannya

1.2

selama 180 menit

1
0.8
0.6
0.4
0.2

inkubasi

Enzim Ekstrak Kasar
Enzim Hasil Pengendapan

1.4

Enzim Ekstrak Kasar
Enzim Hasil Pengendapan

1.4

Aktivitas kitinase (U/mL)

Aktivitas kitinase (U/mL)

kedua bakteri
(Gambar 14).

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2

0

0
4

5

6

7

8

9

10

4

5

6

7

pH

pH

a

b

8

9

10

1.4
1.2

Enzim Ekstrak Kasar
Enzim Hasil Pengendapan

Aktivitas kitinase (U/mL)

Aktivitas kitinase (U/mL)

Gambar 12 Pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase ekstrak kasar dan hasil
pengendapan. B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 (a) dan
S. marcescens KAHN 15.12 (b).

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
20

30

40

50

Suhu

(oC)

a

60

70

80

90

1.4
1.2

Enzim Ekstrak Kasar
Enzim Hasil Pengendapan

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
20

30

40

50

Suhu

60

70

80

90

(oC)

b

Gambar 13 Pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase ekstrak kasar dan hasil
pengendapan. B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 (a) dan
S. marcescens KAHN 15.12 (b).

18
1.14

Enzim Ekstrak Kasar
Enzim Hasil Pengendapan

Aktivitas kitinase (U/mL)

Aktivitas kitinase (U/mL)

1.14
1.139
1.138
1.137
1.136

Enzim Ekstrak Kasar
Enzim Hasil Pengendapan

1.139
1.138
1.137
1.136
1.135

1.135
0

30

60

90

120

150

180

0

30

Waktu (menit)

60

90

120

150

180

Waktu (menit)

a

b

Gambar 14 Stabilitas enzim ekstrak kasar dan pengendapan kitinase pada pH optimum

(5 dan 6 untuk SAHA 12.07 dan 7 untuk KAHA 15.12) dan suhu optimum
(50 dan 60 °C untuk SAHA 12.07 dan 70 dan 80 °C untuk KAHA 15.12).

B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 (a) dan S. marcescens KAHN
15.12 (b).

Uji Penghambatan In vitro G. boninense Menggunakan Kitinase
Kitinase ektrak kasar dan hasil pengendapan dari B. amyloliquefaciens
SAHA 12.07 dan S. marcescens KAHN 15.12 mampu menghambat pertumbuhan
G. boninense jika dibandingkan kontrol tanpa perlakuan enzim (Gambar 15).
Enzim hasil pengendapan pada B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan
S. marcescens KAHN 15.12 memiliki persentase penghambatan lebih tinggi
terhadap pertumbuhan miselium G. boninense dibandingkan kitinase ekstrak kasar
(Tabel 4). Enzim hasil pengendapan dari B. amyloliquefaciens SAHA 12.07
memiliki persentase penghambatan tinggi terhadap pertumbuhan miselium
G. boninense dibandingkan S. marcescens KAHN 15.12.

a

b

c

d

e

Gambar 15 Penghambatan G. boninense menggunakan 100 µL kitinase setelah
inkubasi 7 hari. Kontrol (a), kitinase ekstrak kasar 12.07 (b), kitinase
hasil pengendapan SAHA 12.07 (c), kitinase ekstrak kasar KAHN
15.12 (d) dan kitinase hasil pengendapan KAHN 15.12 (e).

19
Tabel 4 Persentase penghambatan kitinase terhadap pertumbuhan G. boninense
Bakteri

Kitinase
Enzim ekstrak kasar 50 µl
Enzim ekstrak kasar 100 µl
Enzim hasil pengendapan 50 µl
Enzim hasil pengendapan 100 µl
Enzim ekstrak kasar 50 µl
Enzim ekstrak kasar 100 µl
Enzim hasil pengendapan 50 µl
Enzim hasil pengendapan 100 µl

Bacillus amyloliquefaciens

Serratia marcescens

Penghambatan (%)
12.67
15.49
50.70
54.92
4.22
11.97
21.12
40.84

Lisis Dinding Sel G. boninense

N-asetilglukosamin (µg/mL)

Kitinase hasil pengendapan dari B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 dan
S. marcescens KAHN 15.12 mampu melisiskan dinding sel G. boninense yang
ditandai adanya peningkatan jumlah N-asetilglukosamin yang dihasilkan (Gambar
16). Kitinase B. amyloliquefaciens SAHA 12.07 melepaskan NAG tertinggi pada
waktu inkubasi optimum jam ke-4, yaitu 313.68 g/mL. Berbeda dengan kitinase
S. marcescens KAHN 15.12 yang melepaskan NAG lebih tinggi pada waktu
inkubasi optimum jam ke-2, yaitu 365.73 g/mL.
400
350
300
250
200
150
100
50
0
0

2

4

6

Waktu inkubasi (jam)

Gambar 16 Pembebasan NAG dari dinding sel G. boninense menggunakan
kitinase hasil pengendapan. Bacillus amyloliquefaciens SAHA 12.07
( ), Serratia marcescens KAHN 15.12 ( ), kontrol ( ).

Pembahasan
Bakteri kitinolitik SAHA 12.07 dan KAHN 15.12 mampu menghambat
pertumbuhan miselium G. boninense dengan persentase penghambatan tinggi
dibandingkan isolat lainnya yang ditandai dengan pembentukan zona hambat
antara bakteri dengan G. boninense. Zona hambat di sekitar koloni bakteri tersebut
diduga karena hidrolisis kitin pada dinding sel G. boninense oleh kitinase yang
dikeluarkan oleh bakteri. Hal ini menyebabkan miselium G. boninense tidak dapat

20
tumbuh mendekati koloni bakteri dan terlihat mengalami kerusakan. Bakteri
kitinolitik lainnya tidak dapat menghambat G. boninense, meskipun menghasilkan
kitinase. Hal ini karena setiap bakteri kitinolitik memiliki aktivitas dan tipe
kitin