Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur.

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
(FMA) LOKAL PADA RHIZOSFER RUMPUT LAHAN PASCA
TAMBANG TIMAH DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

NOVITA CHANTIKA RAHARJA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi dan Identifikasi
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca
Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Novita Chantika Raharja
NIM D24110013

ABSTRAK
NOVITA CHANTIKA RAHARJA. Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca Tambang Timah di
Kabupaten Belitung Timur. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA
KARTI dan IWAN PRIHANTORO
Kegiatan penambangan timah menimbulkan efek terhadap lingkungan
seperti peningkatan fraksi pasir, penurunan kandungan unsur hara tersedia,
penurunan kesuburan tanah dan pencemaran logam berat. Kondisi ini
menghambat pertumbuhan tumbuhan, sedangkan lahan ini akan dikembangkan
untuk pembangunan pastura. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat
membantu pengembalian kondisi lahan marginal. Tujuan penelitian ini yaitu
mengkaji potensi penggunaan lahan dan mendapatkan FMA yang teradaptasi
dengan lingkungan lahan pasca tambang timah. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap dengan 5 jenis tumbuhan berbeda dan masing-masing
ditetapkan 3 ulangan. Peubah yang diamati yaitu kandungan tanah, jumlah spora,
persentase infeksi akar dan identifikasi spora. Hasil menunjukkan lahan pasca
tambang timah berpotensi dikembangkan menjadi kawasan pastura. Glomus sp
merupakan genus spora dominan dan terbukti berpotensi untuk dikembangkan
sebagai inokulum.
Kata kunci: fungi mikoriza arbuskula, lahan pasca tambang timah, pastura

ABSTRACT
NOVITA CHANTIKA RAHARJA. Isolation and Identification of indigenous
Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) in Rhizhosfer of Grass Post Tin-Mining
Land at East Belitung. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI and
IWAN PRIHANTORO
Tin mining activity caused the effect for environmental such as increased
sand fraction, decreased available nutrient content, decreased soil fertility and
heavy metal pollution. These conditions inhibit the plant growth, while the land
will be build the pasture. The use of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) can
returned the conditions of marginal land. The aim of this research was to
examined the potential of land use and get the FMA which are adapted to the
environment post tin mining. This research used Completely Randomized Design

with 5 type of plant and severally type appointed 3 replications. Parameters in this
research are soil content, the amount of spores, percentage of root infection, and
spores identification. The result show that post tin-mining land potential for build
the pasture. Glomus sp was dominant at this land and potential as an inoculum.
Key words: arbuscular mycorrhizal fungi, pasture, post tin-mining land

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
(FMA) LOKAL PADA RHIZOSFER RUMPUT LAHAN PASCA
TAMBANG TIMAH DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

NOVITA CHANTIKA RAHARJA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam
penelitian ini ialah fungi mikoriza arbuskula, dengan judul “Isolasi dan
Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput
Lahan Pasca Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Lahan pasca penambangan timah biasanya meninggalkan residu logam
berat. Lahan ini dikaji keamanannya untuk dikembangkan menjadi kawasan
pastura. Fungi mikoriza arbuskula merupakan mikroorganisme potensial tanah
yang sering digunakan untuk merehabilitasi lahan pasca tambang. Penelitian ini
dirancang untuk mengkaji potensi penggunaan lahan dalam pembangunan
kawasan pastura dan mendapatkan informasi FMA yang teradaptasi dengan
lingkungan lahan pasca tambang timah.
Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan untuk perbaikan skripsi. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, Juni 2015

Novita Chantika Raharja

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN


1

MATERI METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Materi

2

Metode

2

Peubah yang diamati


4

Rancangan

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Lahan dan Jenis Tumbuhan Teradaptasi Lahan Pasca Tambang

4

Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah Lahan Pasca Tambang

6

Status Mineral N, P dan Sn Pada Jaringan Tumbuhan Lahan Pasca Tambang


8

Jumlah Spora dan Infeksi Akar FMA Lahan Pasca Tambang

9

Potensi Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula Lahan Pasca Tambang
SIMPULAN DAN SARAN

11
13

Simpulan

13

Saran

13


DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

19

UCAPAN TERIMA KASIH

19

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik fisik dan kimia tanah lahan pasca tambang
2 Analisis kandungan mineral pada jaringan tumbuhan yang tumbuh

pada lahan pasca tambang timah
3 Jumlah spora dan infeksi akar FMA pada beberapa jenis tumbuhan di
lahan pasca tambang timah

6
8
9

DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi lahan pasca tambang timah
2 Jenis tumbuhan dominan yang berada di lahan pasca tambang timah
3 Penampang melintang akar tumbuhan yang tidak terinfeksi dan
terinfeksi di lahan pasca tambang timah
4 Beberapa tipe spora FMA yang ditemukan pada lahan pasca tambang
timah

5
5
11
12


DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil sidik ragam jumlah spora di lahan pasca tambang timah
2 Hasil sidik ragam infeksi akar tumbuhan di lahan pasca tambang
timah
3 Hasil uji lanjut Duncan infeksi akar pada tumbuhan di lahan pasca
tambang timah
4 Hasil sidik ragam mineral N pada jaringan tumbuhan di lahan pasca
tambang timah
5 Hasil uji lanjut Duncan mineral N pada jaringan tumbuhan di lahan
pasca tambang timah
6 Hasil sidik ragam mineral P pada jaringan tumbuhan di lahan pasca
tambang timah
7 Hasil uji lanjut Duncan mineral P pada jaringan tumbuhan di lahan
pasca tambang timah

17
17
17
17
18
18
18

1

PENDAHULUAN
Kabupaten Belitung Timur termasuk kawasan dengan potensi penghasil
timah yang tinggi. Penambangan timah memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan. Kerusakan lingkungan pasca tambang memberikan kendala pada
penggunaan lahan selanjutnya, diantaranya yaitu kondisi marginal dan kandungan
logam berat yang cenderung tinggi. Lahan marginal adalah lahan kering yang
kondisi fisik dan kimianya tidak mendukung untuk diusahakan bagi budidaya
tumbuhan terutama tumbuhan pangan tanpa perlakuan dan masukan yang
memadai. Tanah ini termasuk tanah kelas IV dan V (Dinas Pertanian 1994).
Lahan marginal memiliki pembatas yaitu miskin unsur hara, ketersediaan air dan
curah hujan rendah, solum tanah tipis, tingkat keasaman yang tinggi dan tofografi
yang berbukit-bukit sehingga produktifitasnya rendah (Suprapto et al. 1999).
Logam berat timah dengan simbol unsur kimia Sn (Stannum) dikhawatirkan
masih tersisa akibat kegiatan penambangan timah. Logam berat yang terkandung
di tanah akan terserap kedalam jaringan tumbuhan melalui akar dan daun yang
kemudian akan mempengaruhi siklus rantai makanan. Jika tumbuhan yang
mengandung logam berat dikonsumsi oleh ternak maka logam berat tersebut akan
terakumulasi di dalam tubuh ternak. Akumulasi kandungan logam berat pada
jaringan tubuh ternak dari urutan tertinggi hingga terendah yaitu hati, ginjal,
rumen, usus, Biceps femoris, dan Longissimus dorsi (Arifin et al. 2005). Daging
ternak yang mengandung logam berat dikonsumsi oleh hirarki tertinggi dari siklus
rantai makanan yaitu manusia. Bahan makanan yang mengandung logam berat
dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan (food borne disease). Penyakit
yang ditimbulkan dari keracunan timah dapat berupa dampak ringan dan berat.
Dampak ringan dari keracunan timah yang paling sering disebutkan adalah mual,
kram perut, muntah, dan diare (WHO 2005), sedangkan dampak beratnya yaitu
kerusakan hati, ginjal dan pembentukan kanker (Darmono 1995).
Lahan pasca tambang memungkinkan untuk dibuat menjadi kawasan
pastura. Pengusahaan lahan menjadi pastura menuntut banyak masukan bahan
organik untuk memperbaiki kesuburan lahannya agar menghasilkan pastura yang
berkualitas dan produksi hijauan yang tinggi. Upaya lain yang dapat dilakukan
untuk membantu pengembalian kesuburan lahan adalah dengan memanfaatkan
mikroorganisme potensial tanah. Salah satu mikroorganisme potensial tanah
tersebut adalah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) karena FMA dapat beradaptasi
di pasir yang memiliki kendala daya ikat air rendah, bahan organik sedikit, mudah
terjadi pencucian dan erosi. Fungi mikoriza arbuskula adalah bentuk hubungan
simbiosis mutualisme fungi dengan perakaran tumbuhan. Asosiasi simbiosis
antara akar tumbuhan dengan jamur mikoriza membentuk luas serapan yang lebih
besar dan mampu masuk ke ruang pori yang lebih kecil sehingga meningkatkan
kemampuan tumbuhan untuk menyerap unsur hara seperti P, N, K, Ca dan Mg
(Karti 2004). FMA juga memiliki peranan dalam memperbaiki cekaman yang
dialami tumbuhan, seperti toksisitas logam berat, cekaman oksidatif, dan
cekaman air (Finlay 2004). Potensi FMA sangat penting untuk dimanfaatkan
khususnya bagi budidaya tumbuhan pakan terutama di lahan tidak subur. FMA
terdapat dihampir semua jenis tanah dan tidak memerlukan tumbuhan inang
spesifik sehingga dapat berasosiasi dengan akar tumbuhan seperti rumput yang

2

dapat dijadikan sumber hijauan pakan ternak (Lukiwati 2011). Respon FMA
bervariasi disetiap tumbuhan, maka perlu dilakukan isolasi dan identifikasi FMA.
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji potensi penggunaan lahan pasca
tambang timah sebagai kawasan pastura dan mendapatkan informasi FMA yang
teradaptasi dengan lingkungan lahan pasca tambang timah.

MATERI METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan pasca tambang timah di Desa Lenggang,
Kabupaten Belitung Timur. Sampel tanah dan akar diambil dari beberapa titik
lokasi penelitian yang ditumbuhi jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi baik di
lahan pasca tambang. Analisis kandungan tanah dan jaringan tumbuhan dilakukan
di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Analisis jumlah spora dan identifikasi spora
dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Analisis infeksi
akar dilakukan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan
penelitian dimulai dari bulan April sampai Juni 2015.

Materi
Bahan yang digunakan meliputi sampel tanah, akar dan tumbuhan yang
diambil dari beberapa titik lokasi penelitian. Penghitungan jumlah spora
digunakan bahan berupa larutan glukosa 60% untuk proses isolasi spora,
sedangkan untuk identifikasi spora digunakan PVLG (polyvinyl lacto glycerol).
Larutan KOH 10%, HCl 2%, gliserol, asam laktat dan trypan blue digunakan
untuk pewarnaan akar. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel
tanah dan akar meliputi sekop, kantung plastik, spidol, pH meter, dan kertas label
sedangkan yang digunakan di laboratorium meliputi saringan bertingkat ukuran
710, 125 dan 45μm, sentrifuge, tabung sentrifuge, mikroskop stereo, mikroskop
compound olympus, petri dish, kaca objek, cover glass, pipet, pinset spora,
gunting, dan timbangan.
Metode
Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan diambil secara acak dari 5 tumbuhan yang mampu
tumbuh di lahan pasca tambang timah sisa pengerukan. Masing-masing tumbuhan
diambil 3 titik sampel sebagai ulangannya pada bagian rhizosfernya dengan
kedalaman 0-20 cm dari permukaan tanah.

3

Isolasi dan Identifikasi FMA
Sampel tanah dan akar tumbuhan yang diambil dianalisis untuk mengetahui
keberadaan FMA. Sampel tanah digunakan untuk isolasi spora sedangkan sampel
akar digunakan untuk identifikasi infeksi FMA pada akar tumbuhan. Sampel akar
diwarnai dengan metode pewarnaan Phillips dan Hayman (1970) yang
dimodifikasi Laboratorium Bioteknologi Hutan Institut Pertanian Bogor. Cara
kerjanya yaitu akar dicuci bersih dengan air mengalir, direndam dengan larutan
KOH 10% selama 24 jam kemudian akar dicuci bersih kembali dengan air
mengalir, dilanjutkan dengan perendaman larutan HCl 2% selama 24 jam dan
akar dicuci bersih dengan air mengalir menggunakan penyaring teh sebagai
wadah. Setelah itu akar diwarnai dengan larutan staining trypan blue 0,05% dalam
laktogliserin (gliserin-asam laktat-air destilata, nisbah = 2:2:1) selama 24 jam.
Akar yang telah diwarnai dapat diamati di bawah mikroskop atau disimpan dalam
larutan laktogliserin hingga beberapa bulan.
Infeksi Akar
Persentase infeksi akar tumbuhan oleh FMA dilakukan menggunakan
metode slide (Giovannetti dan Mosse 1980). Potongan akar diambil dengan
panjang kurang lebih 1 cm dan disusun berjajar pada gelas objek sebanyak 10
potong. Setiap 5 potong akar ditutup dengan sebuah cover glass. Potongan akar
tersebut diamati dibawah mikroskop compound setiap bidang pandangnya dengan
perbesaran 100x. Pengamatan tersebut memperlihatkan bentuk infeksi FMA baik
berupa hifa eksternal, hifa interal, spora internal, vesikula dan arbuskula.
Persentase jumlah akar yang terinfeksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% Infeksi akar =

x 100%

Jumlah Spora
Jumlah spora didapat dari sampel tanah sekitaran tumbuhan. Metode untuk
mengisolasi spora adalah wet sieving decanting (penyaringan basah) dengan
menggunakan saringan bertingkat ukuran 710, 125, dan 45μm (Brundrett et al.
1996). Tanah ditimbang sebanyak 50 gram kemudian ditambah air, diaduk sampai
butiran-butiran tanah tercampur dan disaring dengan satu set saringan bertingkat
ukuran 710, 125 dan 45μm secara berurutan dari atas ke bawah. Saringan bagian
atas disemprot dengan air mengalir untuk memudahkan bahan saringan lolos.
Bahan saringan yang terjerap di saringan bertingkat ukuran 45μm dipindahkan ke
dalam gelas piala, ditambah air dan diaduk hingga terbentuk suspensi. Suspensi
tersebut dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge sebanyak 30 ml kemudian
ditambah dengan larutan gula 60% sebanyak 20 ml yang diletakkan pada bagian
bawah dari larutan suspensi dengan bantuan pipet. Setelah itu suspensi spora
disentrifuge selama 3 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Supernatan yang
diperoleh diambil dengan bantuan pipet dan ditampung di saringan 45μm
kemudian dibilas dengan air mengalir agar glukosanya hilang, setelah itu spora
ditampung dalam cawan petri yang bagian bawahnya ditambah dengan kertas
yang telah diberi garis vertikal dan horizontal dengan ukuran 0,5 x 0,5cm untuk
mempermudah pengamatan dan perhitungan spora. Spora dapat dilihat dan
dihitung jumlahnya di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 30x. Spora

4

yang dihitung yaitu spora dalam kondisi baik (bulat utuh, tidak kisut, masih
terdapat lipid droplet).
Identifikasi Spora
Spora yang ditemukan dari hasil penyaringan diletakkan di kaca objek dan
diberi larutan PVLG kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah itu spora
tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan menekan cover glass. Taksonomi
genus FMA dilakukan berdasarkan morfologi spora dan invam.caf.wvu.edu.
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu kondisi lahan pasca tambang,
jumlah spora/50 gram tanah, persentase infeksi akar dan identifikasi spora
berdasarkan genus. Peubah ini diamati pada sampel tanah dan akar tumbuhan.
Rancangan
Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
berdasarkan jenis tanaman yang tumbuh di kawasan lahan pasca tambang.
Masing-masing tumbuhan ditetapkan 3 ulangan dengan A adalah tumbuhan jenis
1, B adalah tumbuhan jenis 2, C adalah tumbuhan jenis 3, D adalah tumbuhan
jenis 4, dan E adalah tumbuhan jenis 5. Model statistik yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
i
: Tumbuhan 1, 2, 3, 4, 5
j
: Ulangan 1, 2, 3
Yij : Nilai pengamatan ke-i ulangan ke-j
µ
: Nilai rataan umum
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
εij : Pengaruh galat

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam
(ANOVA) dan jika berbeda maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan
Torrie 1993). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS
16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lahan dan Jenis Tumbuhan Teradaptasi Lahan Pasca Tambang
Lahan pasca tambang timah ini berada di Desa Lenggang, Kabupaten
Belitung Timur. Lahannya tidak memiliki lapisan topsoil tanah, sehingga lahan ini
berubah menjadi lahan marginal. Kondisi lahan pasca tambang dimah dapat
dilihat pada Gambar 1.

5

Gambar 1 Kondisi lahan pasca tambang timah
Kondisi lahan pasca tambang timah didominasi oleh pasir dan ditumbuhi
beberapa tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Lahan tekstur
pasir merupakan lahan marginal yang memiliki produktivitas rendah.
Produktivitas rendah ini disebabkan oleh beberapa faktor pembatas seperti
kemampuan menyimpan air rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, serta
kesuburan rendah (Al-Omran et al. 2004).
Beberapa tumbuhan yang tumbuh di lahan tersebut di dominasi oleh
tumbuhan pioner dari golongan rumput-rumputan dan gulma seperti Melastoma.
Tumbuhan yang tumbuh ini diduga memiliki adaptasi tinggi pada kondisi lahan
pasca tambang timah. Dokumentasi jenis tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 2.

(a)

Gambar 2

(b)

(e)
(c)
(d)
Jenis tumbuhan dominan yang berada di lahan pasca
tambang timah. (a) Ischaemum apricum, (b) Eragrostis
atrovirens (c) Paspalum cartilagineum, (d) Melastoma
malabathricum, (e) Imperata cylindrica.

Ischaemum apricum merupakan rumput tahunan yang penyebarannya di
daerah asia tropik. Rumput ini memiliki biji dengan ukuran yang kecil (5.8 mm)

6

dan akar yang mudah tumbuh dari node yang paling bawah (Kew 2014). Hal
tersebut mendukung penyebaran rumput dengan cepat. Eragrostis atrovirens
adalah rumput tahunan yang tidak berhizome dan dapat tumbuh pada ketinggian
200-1800 m. Rumput ini memiliki biji dengan ukuran kecil yaitu kurang dari 3
mm serta mampu tumbuh di hutan kering (EOL 2015). Kondisi tersebut
membuatnya dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasca tambang. Paspalum
cartilagineum memiliki sistem perakaran yang dangkal, batang tumbuh tegak ke
atas, dan biji yang berbentuk elips dan berukuran kecil dengan panjang 2 mm dan
lebar 1.5 mm. Rumput ini sering ditemukan di lahan yang tidak subur hingga
ketinggian 1500 m dpl, dengan suhu rata-rata 25-27⁰C dan curah hujan tahunan
berkisar 800-16600 mm. P.cartilagineum toleransi terhadap kekeringan karena
perakarannya yang dangkal (Heuzé et al. 2015). Melastoma malabathricum
merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi 0.5-4 m, dapat tumbuh hingga
ketinggian 1650 m dpl. Melastoma lebih sering disebut sebagai gulma. Tumbuhan
ini banyak ditemukan di lahan asam sehingga sering digunakan sebagai indikator
keasaman tanah (Baker et al. 2000). Imperata cylindrica adalah rumput tahunan
yang kuat dengan percabangan terbenam dalam tanah hingga panjangnya
mencapai 1 m. Rumput ini sering ditemukan di tempat dengan curah hujan
>1000mm dan tumbuh di ketinggian 2700 m dpl. Imperata cylindrica mampu
tumbuh di daerah tropis dengan kesuburan tanah rendah dan asam. Tumbuhan ini
senang tumbuh di tempat yang mendapat penyinaran tinggi serta tidak dapat
tumbuh jika mendapat naungan penuh (Prohati 2015).
Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah Lahan Pasca Tambang
Lahan pasca tambang cenderung memiliki unsur hara terbatas dan rentan
tercemar logam berat. Tekstur pasir yang cenderung mendominasi lahan pasca
tambang mengakibatkan beberapa sifat dan kandungan tanah terganggu akibat
pencucian. Kandungan unsur hara makro seperti N, P, K dan unsur mikro yang
essensial bagi tumbuhan menjadi rendah. Hasil analisis fisik dan kimia tanah
lahan pasca tambang timah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik fisik dan kimia tanah lahan pasca tambang
Jenis Tumbuhan
Standar
Analisis Tanah
Ischaemum Eragrostis
Paspalum
Melastoma
Imperata
rendah *
apricum
atrovirens cartilagineum malabathricum cylindrica
Tekstur (%)
Pasir
Debu
Liat
pH H₂O
Bahan Organik
C (%)
N (%)
C/N
P₂O₅ Bray 1 (ppm)
K₂O Morgan (ppm)

84
9
7
5.5(m)

89
4
7
5.4(m)

92
2
6
5.4(m)

87
6
7
5.4(m)

90
2
8
4.5(m)

0.18(sr)
0.02(sr)
9(r)
5.9(sr)
32(sd)

0.22(sr)
0.03(sr)
9(r)
20.1(sd)
20(r)

0.14(sr)
0.02(sr)
9(r)
18.6(sd)
13(sr)

0.11(sr)
0.01(sr)
9(r)
4.7(sr)
25(r)

0.47(sr)
0.05(sr)
9(r)
6.6(sr)
40(sd)

4.5-5.5
1.00-2.00
0.10-0.20
5-10
10-15
14.52-25.40

7

Nilai Tukar Kation
(cmol/kg)
Ca
Mg
K
Na
KTK (cmol/kg)
KB (%)
Al3⁺ (cmol/kg)
Fe (ppm)
Mn (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Sn (ppm)

0.48(sr)
0.15(sr)
0.06(sr)
0.02(sr)
2.04(sr)
35(r)
0.10
318(t)
0.60(sr)
0.60(sr)
0.05(sr)
td

0.26(sr)
0.08(sr)
0.04(sr)
0.06(sr)
1.93(sr)
23(r)
0.22
225(t)
1.05(sr)
0.25(sr)
2.36(t)
td

0.27(sr)
0.13(sr)
0.02(sr)
0.05(sr)
1.57(sr)
30(r)
0.04
165(t)
2.20(sr)
0.10(sr)
19.73(t)
Td

0.45(sr)
0.10(sr)
0.05(sr)
0.02(sr)
1.73(sr)
36(sd)
0.12
338(t)
0.25(sr)
0.05(sr)
3.20(t)
td

0.74(sr)
0.15(sr)
0.08(sr)
0.05(sr)
2.39(sr)
43(sd)
0.40
554(t)
0.90(sr)
0.90(sr)
13.37(t)
td

Keterangan: sr = sangat rendah, r = rendah, sd = sedang, t = tinggi, m = masam, td = tidak terdeteksi
*Standar kriteria penilaian sifat tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983)

Nilai kandungan tanah lahan pasca tambang tidak terdeteksi mengandung
timah. Status lahan menjadikan tidak berbahaya untuk dikembangkan sebagai
kawasan pastura. Timah yang tidak terdeteksi diakibatkan oleh proses pengolahan
bijih timah yang dilakukan terpisah diluar areal lahan tersebut. Hasil analisis sifat
fisik tanah menunjukkan persentase fraksi pasir yang tinggi (sandy). Nurtjahya et
al. (2007) mengatakan bahwa semakin muda umur lahan pasca tambang timah
maka persentase fraksi pasir akan lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi debu
dan liatnya. Hijauan makanan ternak rata-rata kurang memiliki pertumbuhan yang
baik jika ditanam dimedia berpasir.
Sifat fisik lahan dengan fraksi pasir yang tinggi akan berpengaruh terhadap
sifat kimianya. Lahan pasca tambang tergolong asam dengan nilai pH berkisar
antara 4.5-5.5. Kondisi tanah yang asam kurang baik untuk pertumbuhan tanaman
karena pH, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa rendah (Mansur dan Koko
2000). Nilai pH rendah menghambat pertumbuhan rumput yang disebabkan oleh
keracunan Al dan kekurangan unsur hara. Bahan organik pada lahan pasca
tambang tergolong rendah bahkan sangat rendah berdasarkan standar kriteria
penilaian sifat tanahf. Kondisi ini disebabkan oleh tanah asam yang meyebabkan
ketersediaan unsur hara menjadi sangat terbatas karena dibatasi oleh kandungan
Al dan Fe yang tinggi. Rendahnya kandungan N tanah berdampak pada
terganggunya penyerapan unsur P dan K, sedangkan kurangnya kandungan P
dapat menghambat pertumbuhan. Defisiensi P juga diakibatkan oleh
meningkatnya konsentrasi Al. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya Al-fosfat
sehingga terjadi pengikatan P dan P menjadi tidak tersedia bagi tumbuhan.
Kandungan P rendah berdampak pada penyediaan sumber energi (ATP) untuk
aktivitas transportasi. Ciri dari kekurangan P yaitu terganggunya sistem
perkembangan akar (akar pendek) akibat penghambatan perpanjangan sel
(Nurmasyitah et al. 2013).
Tanah yang mengandung Al tinggi juga mengurangi penyerapan P, Ca, Mg,
dan K secara nyata (Matsumoto et al. 1992). Akumulasi konsentrasi Al dalam
akar menghambat translokasi mineral-mineral menuju tajuk. Selain itu, Nurtjahya

2-5
0.4-1.0
0.1-0.2
0.1-0.3
5-16
20-35