Pengembangan Prototipe Daging Artifisial Dengan Pendekatan User Centered Design

PENGEMBANGAN PROTOTIPE DAGING ARTIFISIAL
DENGAN PENDEKATAN USER CENTERED DESIGN

AHMAD MUHAIMIN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Prototipe
Daging Artifisial dengan Pendekatan User Centered Design adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Ahmad Muhaimin
NIM F34110069

ABSTRAK
AHMAD MUHAIMIN. Pengembangan Prototipe Daging Artifisial dengan
Pendekatan User Centered Design. Dibimbing oleh MULYORINI
RAHAYUNINGSIH dan LIESBETINI HADITJAROKO.
Umumnya daging artifisial terbuat dari isolat protein kedelai berbentuk
Texturized Soy Protein. Proses defatting dan ekstraksi minyak yang dilakukan
dalam proses pembuatan isolat protein membuat kedelai banyak mengalami
kontak dengan bahan kimia. Kontak fisik tersebut mempengaruhi karakteristik
produk dan menurunkan tingkat penerimaannya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan prototipe daging artifisial dengan memahami fitur utama yang
harus dimiliki produk untuk menjawab permasalahan vegetarian. Penelitian
dilakukan dengan pendekatan User Centered Design dengan melibatkan
vegetarian sebagai konsumen target. Pendekatan User Centered Design

menggunakan tools berupa kanvas model bisnis dan prototipe produk. Hasil akhir
menunjukkan bahwa daging artifisial yang terbuat dari Texturized Soy Protein
dapat digantikan oleh prototipe produk daging artifisial yang terbuat dari gluten
dan tepung kecambah kacang tunggak dengan tingkat penerimaan konsumen yang
lebih tinggi dan karakter fisiologis yang lebih baik.
Kata kunci: daging artifisial, gluten dan kacang tunggak, user centered design

ABSTRACT
AHMAD MUHAIMIN. Prototyping of Artificial Meat Using User Centered
Design Approach. Supervised by MULYORINI RAHAYUNINGSIH and
LIESBETINI HADITJAROKO.
Artificial meat products are made from soy protein isolates by texturization
process to be Texturized Soy Protein. Defatting and oil extraction is involved in
the manufacturing that causes physical contact between soybean and chemicals,
such as solvents. The physical contacts affect Texturized Soy Protein
charracteristic and decrease custumers acceptence. This research aims to develop
a artificial meat’s prototype to understand the main features that must be owned
by the product to answer the problem vegetarian. Business Model Canvas iteration
and Minimum Valuable Product is conducted in User Centered Design Approach
method to meet customer segment vegetariants preference. The final results

showed that artificial meat made of Texturized Soy Protein can be replaced by a
artificial meat products made from gluten and cowpea flour with higher consumer
acceptance and better physiological characteristics.
Keywords: artificial meat, gluten and cowpea, user centered design

2

PENGEMBANGAN PROTOTIPE DAGING ARTIFISIAL
DENGAN PENDEKATAN USER CENTERED DESIGN

AHMAD MUHAIMIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pengembangan Prototipe Daging Artifisial dengan Pendekatan
User Centered Design
: Ahmad Muhaimin
: F34110069

Disetujui oleh

Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Liesbetini Haditjaroko, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian mengenai pengembangan prototipe produk daging artifisial ini
dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 hingga Mei 2015. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada:
1. Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, MSi dan Dr Ir Liesbetini Haditjaroko, Msi
selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan arahan
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
2. Recognition and Mentoring Program (RAMP) IPB yang telah
mempercayakan dana penelitian kepada penulis sehingga penelitian ini
berjalan dengan lancar dari segi finansial.

3. Dr Elisa Anggraeni, Dr Aji Hermawan, Dr Ir Nurwanto selaku pihak yang
seringkali memberikan masukan selama pengerjaan prototipe produk
daging artifisial.
4. Dr Susianto selaku pimpinan Indonesia Vegetarian Society (IVS) beserta
jajarannya yang telah memberikan akses dan kemudahan bagi penulis
untuk mewawancarai anggotanya.
5. Ibu dan bapak yang selalu memberikan dukungan moril, motivasi dan doa
agar karya ilmiah ini dapat segera diselesaikan.
6. Departemen Teknologi Industri Pertanian dan keluarga besar Aksel 25, AlHikmah, dan TIN angkatan 48 (Tinformers) yang memberikan semangat
agar penulis dapat segera lulus.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Ahmad Muhaimin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODE

3

Tempat dan Waktu Penelitian

3

Metode

3

Analisis Data


5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kanvas Model Bisnis Pertama

5

Prototipe Daging Artifisial Pertama

9

Tes Permasalahan (Test The Problem)

10

Perubahan Prototipe Daging Artifisial Pertama


12

Uji Solusi (Test the solution)

13

Pembaruan Kanvas Model Bisnis

17

Prototipe Daging Artifisial Terakhir

19

Ukuran Pasar (Market Size)

25

Verifikasi Model Bisnis


26

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

64

ii

DAFTAR TABEL

Daftar permasalahan responden ........................................................................ 10
Daftar solusi yang telah dilakukan oleh responden .......................................... 11
Fitur yang diharapkan terdapat pada produk daging artifisial .......................... 11
Fitur tambahan yang diharapkan hadir pada produk daging artfisial ............... 12
Iterasi kanvas model bisnis dan prototipe ......................................................... 13
Ringkasan uji solusi selama dilakukan iterasi .................................................. 14
Daftar solusi yang diberikan ............................................................................. 15
Pembaruan kanvas model bisnis ....................................................................... 18
Hasil analisa proksimat (% bk) ......................................................................... 23
Pengaruh perlakuan suhu pada daging artifisial dan daging standar ................ 24
Tingkatan kelas mutu dalam uji pelipatan ........................................................ 36
Hasil uji proksimat pada MVP 0....................................................................... 41
Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 0 ..................... 41
Hasil analisis sifat fisik MVP 0 ........................................................................ 41
Hasil uji proksimat pada MVP 1....................................................................... 42
Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 1 ..................... 43
Hasil analisis sifat fisik MVP 1 ........................................................................ 43
Hasil uji proksimat pada MVP 2....................................................................... 44
Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 2 ..................... 45
Hasil analisis sifat fisik MVP 2 ........................................................................ 45
Hasil uji proksimat pada MVP 3....................................................................... 46
Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 3 ..................... 47
Hasil analisis sifat fisik MVP 3 ........................................................................ 47
Hasil uji proksimat pada MVP 4....................................................................... 48
Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 4 ..................... 49
Hasil analisis sifat fisik MVP 4 ........................................................................ 49

DAFTAR GAMBAR

Skema pengembangan prototipe daging artifisial
Prioritas penilaian responden
Hasil uji organoleptik monadik pada: a. rasa , b. tekstur , c. aroma
tingkat ketertarikan
Tingkat kepraktisan
Tingkat harga
Saluran penjualan
Metode pembuatan tepung kecambah kacang tunggak
Metode pembuatan texturized protein

4
12
16
16
16
17
17
19
21

Metode pembuatan daging artifisial
Ukuran pasar daging artifisial
Penampang ekstruder berulir tunggal (Steel et.al. 2012)

22
25
32

DAFTAR LAMPIRAN

Skema kerja ekstruder
Prosedur uji proksimat
Prosedur uji fisik produk daging artifisial
Pertanyaan dalam uji masalah (test the problem)
Trial eror pembuatan daging artifisial
Kanvas Model Bisnis (BMC) 0
Skema pembuatan dan analisis MVP 0
Kanvas Model Bisnis (BMC) 1
Skema pembuatan dan analisis MVP 1
Kanvas Model Bisnis (BMC) 2
Skema pembuatan dan analisis MVP 2
Kanvas Model Bisnis (BMC) 3
Skema pembuatan dan analisis MVP 3
Kanvas Model Bisnis (BMC) 4
Skema pembuatan dan analisis MVP 4
Pertanyaan wawancara uji solusi
Data responden dalam uji permasalahan
Analisis biaya produksi daging artifisial

32
32
35
36
39
40
40
42
42
44
44
46
46
48
48
50
39
40

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gaya hidup sehat, “back to nature” dan peduli lingkungan semakin populer
di masyarakat (Hughes dan Margetts 2011). Hal ini menjadi salah satu alasan bagi
beberapa kelompok masyarakat mengubah pola pangannya menjadi lebih banyak
mengkonsumsi pangan nabati, organik dan raw food (Cooper 2008). Masyarakat
mulai khawatir pada bahaya dan efek jangka panjang pangan yang diolah
menggunakan bahan kimia serta bahan tambahan pangan seperti pewarna,
penyedap rasa dan pengawet (Reilly et al 2002).
Salah satu komponen gizi pangan yang paling dibutuhkan namun rawan dan
sangat mempengaruhi kesehatan tubuh adalah protein (Matthews 2006). Salah
satu bahan pangan sumber protein yang paling digemari adalah daging. Namun,
tidak semua orang mampu membeli atau bersedia mengkonsumsi daging, seperti
halnya kaum vegetarian. Selain karena alasan kesehatan, kepercayaan,
kemampuan finansial dan gaya hidup, menjadi vegetarian juga dapat dipengaruhi
oleh lingkungan dan faktor eksternal lainnya (Gussow 1994).
Saat ini menjadi vegetarian telah diakui sebagai gaya hidup yang mampu
mencegah dan menjauhkan diri dari bahaya kolesterol dan penyakit ‘modern’
lainnya (Susianto et al (2007) dan Bosshardt (2011)). Meskipun menghindari
protein hewani, kebutuhan protein vegetarian tetap dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi sumber protein lain yang berasal dari bahan nabati seperti kacang
kacangan, serealia dan produk olahannya. Salah satu produk pangan vegetarian
yang terkenal adalah daging artifisial, yang dapat dijumpai dalam bentuk daging
analog, chunk, slice, ham, ball, cube dan scrumble. Umumnya daging artifisial
yang telah dijual di pasaran merupakan Texturized Soy Protein (TSP) yang dijual
dalam bentuk kering (Endrez 2010). Sebelum diolah, TSP harus direhidrasi
sehingga mengembang 2 - 3 kali ukuran semula.
Saat ini, seluruh TSP dibuat menggunakan bahan baku isolat ataupun
konsentrat protein. Bahan utama yang umum digunakan untuk membuat isolat dan
konsentrat protein adalah bungkil kedelai sebagai hasil samping ekstraksi minyak
kedelai (Fukushima (2004) dan Endrez (2010)). Umumnya, proses ekstraksi
minyak kedelai menggunakan heksana sebagai bahan pelarut. Kontak fisik antara
bahan baku isolat atau konsentrat dengan bahan kimia tidak hanya terjadi dengan
heksana, melainkan dengan NaOH, HCl dan bahan kimia lain untuk
meningkatkan konsentrasi protein dan memperbaiki penampakan isolat protein
kedelai (Budaya 2003).
Proses produksi dan bahan baku daging artifisial yang demikian seringkali
menjadi bahasan dalam forum kesehatan atau forum diskusi vegetarian. Seringkali
diskusi dan forum kesehatan menghasilkan larangan dan berisi penjelasan dampak
negatif setelah mengkonsumsi daging artifisial yang dibuat dari TSP (Moon et al
(2011) dan Brown (2014)). Pakar gizi dan kesehatan vegetarian seringkali
memberikan alternatif agar mereka membuat daging artifisialnya sendiri di rumah.

2
Caranya dengan mengendapkan gluten terigu, lalu dipotong dadu atau dibentuk
bola dan merendamnya dalam larutan kecap atau kaldu nabati (Susianto et al
2007).
Tidak semua vegetarian mampu dan memiliki cukup waktu untuk membuat
daging artifisial sendiri di rumah. Sebagai alternatif mereka mengkonsumsi
daging artifisial olahan restoran atau membeli produk daging artifisial instan yang
terbuat dari TSP. Asgar et al (2010) juga menyatakan bahwa selama ini daya
terima vegetarian terhadap daging artfisial TSP sangat rendah. Kehadiran daging
artifisial dengan karakteristik yang baru dan lebih sehat sangat dinantikan oleh
vegetarian.
Penggunaan tepung kecambah kacang tunggak pada daging artifisial
merupakan solusi tepat untuk menghasilkan kandungan gizi produk yang
seimbang (Susianto et al. 2007). Kacang tunggak yang telah dikecambahkan
memiliki nilai gizi yang tinggi karena asam aminonya telah meningkat dan lebih
mudah dicerna (Jirapa et al. 2011). Selain itu, potensi kacang tunggak yang besar
merupakan peluang untuk dapat diangkat menjadi produk inovasi yang unik dan
memiliki nilai khas Indonesia. Daerah penghasil kacang tunggak terbesar di
Indonesia menurut Rukmana dan Yuniarsih (2000) adalah Jawa Timur yaitu rata
rata 200 000 ton per tahun. Trustinah dan Kasno (2002) menyatakan bahwa setiap
hektar lahan yang ditanami kacang tunggak mampu menghasilkan 1 hingga 2 ton
setiap kali panen.
Pendekatan User Centered Design atau Human Centered Design dilakukan
dengan melibatkan konsumen target sejak awal sehingga proses pengembangan
dapat dilakukan secara iteratif dan kontinyu (Travis 2009). Pendekatan User
Centered Design adalah pendekatan yang dapat menghasilkan prototipe produk
memiliki karakter paling mendekati keinginan konsumen (desirability), layak
secara finansial, manajemen dan proses (feasibility) serta dapat dengan mudah
dijangkau oleh konsumen (viability) (IDEO 2011).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prototipe daging artifisial
dengan memahami fitur utama yang harus dimiliki produk untuk menjawab
permasalahan vegetarian. Selain itu, penelitian ini bertujuan menjadikan produk
daging artifisial menjadi produk yang dapat bernilai ekonomis.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dengan diadakannya penelitian ini antara lain:
dihasilkan prototipe daging artifisial yang dibuat tanpa menggunakan bahan kimia,
penggunaan sumber protein selain kedelai, didapatkan nilai tambah dalam
pemanfaatan kacang tunggak sebagai pengganti kedelai, serta terbukanya peluang
wirausaha bagi masyarakat.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Jakarta, Bogor, dan Bandung. Daerah
Bogor seperti di lingkungan kampus IPB Dramaga, Restoran Vegetarian “Karunia
Baru”, Indonesia Vegetarian Society (IVS) Cabang Bogor di jalan Roda dan
SEAFAST Centre IPB. Jakarta di antaranya Restoran Vegetarian “Waytuki”,
lingkungan kampus Universitas Indonesia, IVS Pusat Royal Progress International
Hospital (RPIH). Bandung di beberapa restoran dan pusat kegiatan komunitas
vegetarian seperti “Ruang Ming”, “Ahimsa” dan “Chang Sou”. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan Januari hingga bulan Mei 2015.
Metode
Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan User Centered Design
karena akan melibatkan pengguna potensial sejak awal. Dengan demikian proses
pengembangan prototipe dapat lebih iteratif dan dapat meminimumkan resiko dan
biaya start-up (Lowdermilk (2013) dan Travis (2009)). Pendekatan ini
mengharuskan peneliti untuk langsung terjun ke lapangan dan mendorong peneliti
untuk langsung berinteraksi untuk memahami permasalahan yang dialami
konsumen melalui observasi dan wawancara mendalam. Data yang didapatkan
kebanyakan berupa data kualitatif dan sedikit data kuantitatif. Adapun skema
penelitian akan dijelaskan pada Gambar 1.
Tahapan pertama berupa perumusan hipotesis awal. Pada tahap ini hipotesis
dirangkum ke dalam kanvas model bisnis 0 (BMC 0) berdasarkan hasil observasi
objek pasar. Selain itu pada tahap awal juga dipersiapkan produk berfitur
minimum pertama (MVP 0) sebagai dasar pengembangan produk selanjutnya.
Setelah itu, masuk ke tahap dua yaitu tes permasalahan (test the problem).
Hipotesis pada kanvas model bisnis 0 (BMC 0) dan MVP 0 diujikan kepada
responden apakah komponen yang dimuat sudah sesuai dengan kebutuhan
mayoritas responden (50n + 1) atau belum. Apabila hasil yang didapat belum
sesuai dengan kebutuhan mayoritas responden, maka kembali ke tahap awal yaitu
memperbaiki model bisnis. Hasil perbaikan model bisnis diujikan kembali pada
responden yang sama. Jika ada kesesuaian antara kebutuhan mayoritas responden
dengan hipotesis awal pada kanvas model bisnis 0, maka penelitian berlanjut ke
tahap uji solusi. Pada tahap ini setidaknya dihasilkan daftar permasalahan, solusi
yang telah diterapkan, serta solusi apa yang diharapkan oleh konsumen.
Sebelum tes solusi (test the solution), MVP 0 kembali dievaluasi, fitur apa
saja yang kurang dan masih diharapkan ada oleh responden. Selanjutnya MVP 0
direkayasa prosesnya dan dibentuk MVP 1 sebagai hasil perombakan dari MVP 0.
MVP 1 diujikan kembali pada responden yang sama dalam tahap uji solusi. Jika

4
belum sesuai, maka dilakukan perancangan ulang baik dari segi MVP ataupun
kanvas bisnis model untuk kemudian diuji kembali kesesuaiannya dengan
responden yang sama. Apabila mayoritas responden (50 n + 1) menyatakan MVP
dan kanvas model bisnis telah sesuai, maka dapat diasumsikan telah didapatkan
sebuah solusi yang sesuai bagi segmen konsumen berupa produk berfitur
minimum dan kanvas model bisnisnya. Tahapan pengembangan baik BMC
maupun MVP dilakukan secara iteratif.
Setelah MVP maupun BMC telah dapat dianggap sesuai, maka tahap akhir
adalah dilakukan verifikasi. Verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa model
bisnis yang dirangkum dalam kanvas benar benar telah sesuai dengan hasil
pengujian yang dilakukan. Terdapat beberapa faktor penilaian verifikasi model
bisnis apakah suatu model bisnis telah sesuai atau belum. Faktor tersebut antara
lain: kecocokan produk dengan pasar, terciptanya pelanggan sebuah produk serta
cara pencapaiannya, serta adanya aliran pendapatan yang didapatkan oleh
perusahaan (Blank dan Dorf 2012).
Objek pasar

Rumusan hipotesis
BMC 0 (Lampiran 6)

Observasi dan eksplorasi
masalah

Ide dasar

Uji masalah

MVP 0 (Lampiran 7)

Rekayasa proses /
pembuatan prototipe

Analisis dan eksplorasi

Perbaikan proses, formula

MVP 1 (Lampiran 9)

BMC 1 (Lampian 8)

Uji Solusi

Analisis proksimat, fisik,
organoleptik

BMC 2 (Lampiran 10)

Analisis & observasi

Perbaikan proses, formula

Analisis & observasi

Perbaikan proses, formula

Analisis & observasi

Verifikasi

MVP 3 (Lampiran 13)

Analisis proksimat, fisik,
organoleptik

Uji Solusi

BMC 3 (Lampiran 14)

MVP 2 (Lampiran 11)

Analisis proksimat, fisik,
organoleptik

Uji Solusi

BMC 3 (Lampiran 12)

Analisis proksimat, fisik,
organoleptik

Perbaikan proses, formula

MVP 3 (Lampiran 15)

Analisis proksimat, fisik,
organoleptik

Prototipe & BMC akhir

Gambar 1 Skema pengembangan prototipe daging artifisial

Analisis Data
Data yang diperoleh pada tes permasalahan (test the problem) dan tes solusi
(test the solution) dianalisis menggunakan teknik reduksi dan teknik kategorisasi.
Data yang diperoleh dari wawancara bersifat kualitatif deskriptif, untuk itu
diperlukan pengkategorian guna mengelompokkan jawaban responden. Analisis
data menggunakan teknik reduksi dan kategorisasi akan menunjukkan tingkat
perkembangan kejenuhan jawaban responden. Hasil analisis data menentukan
perlu atau tidaknya dilakukannya pengulangan uji (pivot) terhadap kanvas model
bisnis. Apabila hasil analisis data telah menunjukkan adanya kejenuhan, maka
penelitian dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
Pada proses pembuatan prototipe produk daging artifisial dibuat produk
berfitur minimum atau minimum valuable product (MVP) sebagai alat bantu
(tools) pengambilan keputusan responden dan akan berguna untuk
mengembangan fitur selanjutnya dari hasil observasi dan wawancara secara
mendalam. Analisis data disesuaikan dengan masing-masing prosedur uji
kuantitatif. Sampel yang dianalisis merupakan sampel bahan dan produk yang
hampir mendekati preferensi konsumen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pentingnya kanvas model bisnis (business model canvas / BMC) dan sebuah
prototipe pada tahap start-up adalah sebagai tools atau alat bantu yang dapat
meminimalisir biaya dan resiko kegagalan serta memberikan efisiensi waktu
selama tahapan trial eror untuk menemukan pasar yang sesuai bagi produk
inovasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan prototype produk daging
artifisial yang paling mendekati preferensi konsumen. Preferensi konsumen
sendiri muncul dari adanya kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan
keterbatasan (disability) yang dirasakan.
Kanvas Model Bisnis Pertama
Pendekatan User Centered Design dilakukan dengan menggunakan tools
berupa kanvas model bisnis dan prototipe produk. Pembuatan kanvas model bisnis
mengacu pada rancangan Osterwalder & Pigneur (2012). Kanvas model bisnis
terdiri atas sembilan blok penyusun. Kesembilan blok tersebut mencakup empat
bidang utama bisnis yaitu pelanggan, penawaran, infrastruktur, dan kelayakan
keuangan. Kanvas model bisnis pertama diringkas dalam Lampiran 6 dan
dijabarkan sebagai berikut:

6
Proposisi nilai (value propositions)
Proposisi nilai merupakan manfaat yang ditawarkan perusahaan pada
pelanggan. Proposisi nilai merupakan alasan mengapa pelanggan harus lebih
memilih produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan bukan
perusahaan lain. Dalam kasus daging artifisial yang sebelumnya telah ada di
pasaran telah disajikan nilai kepraktisan, daya tahan produk yang lama,
kemudahan dalam transportasi, serta karakteristik produk yang dikatakan
menyerupai daging.
Daging artifisial tersebut dijual dalam bentuk kering dengan bobot berkisar
antara 100 – 200 g seharga Rp 15 000 – Rp 20 000. Sebelum dimasak, terlebih
dahulu daging artifisial harus direhidrasi menggunakan air sebanyak 2 – 3 kali
volumenya. Seluruh daging artifisial tersebut terbuat dari texturized soy protein
dengan bahan baku protein kedelai. Daya terima masyarakat terhadap produk
tersebut masih sangat rendah. Hipotesis permasalahan penyebab rendahnya daya
terima masyarakat adalah karena karakteristik produk yang kurang nyaman di
mulut, berbau langu, serta memiliki rasa dan aftertaste yang pahit dan gatal.
Kekurangan yang ditemui pada produk tersebut menjadi ide dasar untuk
menciptakan produk daging artifisial yang lebih baik. Adapun proposisi nilai yang
akan disajikan yaitu: 1) terbuat dari 100% bahan nabati yaitu kacang tunggak, 2)
aman dan halal tanpa menggunakan bahan kimia 3) bernutrisi tinggi, tinggi
protein dan serat, rendah lemak, dan bebas kolesterol, 4) diproses secara higienis,
serta 5) memiliki rasa, bentuk, tekstur, warna dan aroma yang mirip dengan
daging sapi.
Segmen pelanggan (customer segments)
Segmen pelanggan yang dituju merupakan kalangan yang paling potensial
sebagai pelanggan produk daging artifisial. Hipotesis segmen pelanggan paling
potensial adalah vegetarian dan masyarakat berkebutuhan khusus. Pemilihan
kedua segmen tersebut berdasarkan intensitas pembelian daging artifisial oleh
segmen tersebut. Selain itu, kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan masalah
dalam pemenuhan kebutuhan proteinnya. Vegetarian memiliki pantangan protein
hewani dan membutuhkan protein nabati sedangkan masyarakat berkebutuhan
khusus kebanyakan bermasalah dengan protein hewani karena keterbatasan akibat
faktor kesehatan dan gaya hidup.
Hubungan dengan pelanggan (customer relationships)
Sebagai produk dengan sasaran konsumen khusus, maka hubungan yang
akan dijalin dapat dikelompokkan menjadi 3 macam berdasarkan maksud yang
ingin dicapai. Pertama untuk akuisisi pelanggan (customer acquisition) agar
didapatkan pelanggan baru, menambah pelanggan yang sudah ada, serta merebut
pelanggan kompetitor. Kedua yaitu retensi pelanggan (customer retention) untuk
mempertahankan pelanggan yang sudah ada agar tidak beralih ke kompetitor.
Ketiga adalah peningkatan penjualan (boosting sales) sebagai langkah akhir agar
tercapai posisi stabil dan memperoleh keuntungan yang semakin besar.
Bentuk akuisisi pelanggan dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya:
1) memperkenalkan produk dalam acara seminar dan expo komunitas, 2)

menyediakan sampel produk, 3) melibatkan pelanggan dalam setiap upaya
perbaikan mutu produk (customer involvement). Sedangkan untuk upaya retensi
pelanggan dapat dilakukan melalui: 1) keanggotaan dalam komunitas
(membership), 2) pelayanan keanggotaan (service), 3) memberikan tips dan resep
mengolah, 4) pelayanan purna jual (customer care). 6) kemudahan dalam akses
dan pemesanan berikutnya, serta 7) pembekalan kelebihan dan diajak bergabung
ke jaringan bisnis. Selanjutnya dalam upaya peningkatan volume penjualan, usaha
yang dapat dilakukan misalnya: 1) memberikan potongan harga, 2) pemberian
kartu membership gratis, 3) undian berhadiah jika membeli dalam jumlah ataupun
intensitas tertentu.
Saluran (channels)
Agar produk daging artifisial dapat dikenal, diakses dan diperoleh dengan
mudah oleh pelanggan, maka dibutuhkan adanya saluran (channel). Saluran yang
dimaksud dapat berupa saluran komunikasi, dan saluran distribusi atau jaringan
penjualan. Saluran komunikasi dapat dilakukan melalui website, media sosial,
telpon dan pesan singkat. Sedangkan distribusi dan jaringan penjualan dapat
memanfaatkan jasa komunitas vegetarian seperti Indonesia Vegetarian Society
(IVS).
IVS sebagai komunitas yang telah terstruktur rapih dengan banyak cabang
yang tersebar di seluruh Indonesia dapat dijadikan sebagai saluran (channel).
Selain itu, hampir seluruh restoran vegetarian telah menjadi partner IVS. Anggota
komunitas dengan senang hati akan menawarkan jasanya sebagai agen pengecer
guna mempermudah anggota komunitasnya untuk memperoleh produk daging
artifisial yang lebih sehat. Selain itu, keberadaan sosok yang berpengaruh dalam
komunitas juga dapat dianggap sebagai saluran (channel) karena melalui jasa
figur tersebut, informasi mengenai produk dan value preposition dapat
tersampaikan dengan baik. Selain itu, peran restoran vegetarian atau penyedia
pangan vegetarian sangat dibutuhkan sebagai saluran pengenalan dan penjualan
produk daging artifisial karena gerbang pelanggan merasakan sesuatu yang
berbeda dan berkesan salah satunya adalah karena restoran favoritnya.
Aliran pendapatan (revenue streams)
Aliran pendapatan merupakan penghasilan yang didapat dari masing masing
segmen pelanggan. Secara umum, penghasilan yang dijadikan parameter aliran
pendapatan adalah penghasilan dalam bentuk uang tanpa dikurangi biaya pokok
produksi. Penjualan produk merupakan salah satu cara untuk dapat menghasilkan
uang. Asumsi awal harga penjualan produk daging artifisial mengacu pada harga
produk daging artifisial yang telah ada di pasaran yaitu rata-rata Rp 15 000 untuk
ukuran kemasan 100 g. Setiap kemasan biasa habis dikonsumsi dalam sehari.
Lebih lengkapnya dapat dikaitkan dengan pembahasan pada bab selanjutnya
mengenai ukuran pasar (market size). Selain melalui penjualan produk, aliran
pendapatan dapat diperoleh melalui paten dan penjualan atau pemanfaatan limbah
perusahaan yang tidak terpakai.

8
Sumber daya kunci (key resources)
Sumber daya kunci pada model bisnis produk daging artifisial terdiri atas
aspek bahan baku, sumber daya manusia, teknologi dan proses, serta pemasaran.
Kunci kelancaran pasokan bahan baku terletak pada hubungan harmonis dengan
pemasok. Hubungan dengan pemasok harus diperkuat dengan sistem kemitraan
yang bersahabat. Harus tersedia lebih dari dua pemasok untuk dapat mencukupi
kebutuhan target pelanggan. Adapun kunci sumber daya manusia yang paling
dibutuhkan adalah operator yang mengoperasikan mesin dengan teknologi
canggih seperti ekstruder. Sedangkan kunci teknologi dan proses mutlak harus
diperhatikan karena proses produksi daging artifisial sangat kritis. Proses produksi
daging artifisial sebisa mungkin menghindari penggunaan bahan tambahan
pangan, terutama bahan kimia dan mutu produk harus terjaga hingga sampai di
tangan konsumen. Terakhir, kunci kegiatan pemasaran sejalan dengan saluran
(channel) yang tersedia. Retailer, figur khusus dan restoran vegetarian harus
melakukan perannya secara aktif dan masif untuk menjaga agar hubungan bisnis
antara produsen dan konsumen dapat terjaga serta goal aliran pendapatan (revenue
streams) dapat semaksimal mungkin.
Aktivitas kunci (key activities)
Suatu bisnis memiliki aktivitas kunci agar model bisnisnya dapat berjalan
seoptimal mungkin sesuai goal yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak.
Adapun aktivitas kunci pada model bisnis produk daging artifisial antara lain:
pengadaan bahan baku, produksi, marketting dan distribusi. Bahan baku dipasok
dengan sistem kemitraan dengan setidaknya lebih dari dua pemasok bahan baku.
Kegiatan produksi dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pembuatan tepung
kecambah, pembuatan texturized protein serta formulasi daging artifisial.
Pemasaran dan distribusi dapat dilakukan dengan menggunakan jasa partner,
dalam hal ini adalah anggota IVS sebagai agen / retailler, figur khusus serta
restoran vegetarian berdasarkan kontrak perjanjian kerja sama bisnis.
Kemitraan kunci (key partners)
Hubungan kemitraan yang perlu dibangun adalah dengan petani atau
pemasok bahan baku kacang tunggak. Sebab, meskipun potensinya tercatat
banyak di Indonesia, namun kacang tunggak tidak seperti kedelai yang ditanam
secara massal pada lahan khusus. Adanya kemitraan langsung dengan petani
sangat perlu dibangun untuk memperkecil gap harga yang seringkali
dipermainkan oleh pengepul. Dengan adanya kemitraan dengan petani,
kemungkinan besar petani untuk menanam kacang tunggak secara kontinyu akan
besar karena adanya peluang bisnis dan pasar untuk komoditi yang mereka tanam.
Selain itu, kemitraan lain yang penting untuk diwujudkan adalah kemitraan
dengan anggota IVS termasuk figur khusus yang berpengaruh dalam IVS. Sebagai
organisasi vegetarian terbesar di Indonesia yang bahkan telah diakui dunia,
jaringan pasar di IVS sangat menjanjikan untuk dapat dimanfaatkan sebagai
sarana pemasaran sekaligus distribusi produk daging artifisial. Selain itu,
kemitraan IVS juga telah mencakup hampir seluruh restoran vegetarian di
Indonesia.

Struktur biaya (cost structures)
Analisis biaya untuk menentukan harga pokok produk daging artifisial
dilakukan menggunakan metode full costing. Metode full costing
mengikutsertakan aspek biaya yang berpengaruh pada produk secara keseluruhan.
Aspek pembiayaan yang dihitung dalam metode full costing meliputi direct
material, direct labor dan overhead cost. Selain itu, dalam metode full costing
juga dimasukkan biaya pemasaran, distribusi dan return product. Analisis biaya
disajikan lengkap pada Lampiran 6.
Selanjutnya kanvas model bisnis pertama diuji dalam tahapan tes
permasalahan dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam. Jumlah
responden yang digunakan mengacu pada Blank dan Dorf (2012) sebenyak 50
responden. Jumlah tersebut dianggap sudah cukup karena telah dapat
menghasilkan data yang stasioner. Pengujian masalah dilakukan dengan mengacu
daftar pertanyaan pada Lampiran 4.
Prototipe Daging Artifisial Pertama
Prototipe produk daging artifisial pertama diwujudkan dalam bentuk produk
berfitur minimum atau minimum valuable product (MVP 0) yang akan diujikan
dalam tahapan uji masalah. Prototipe pertama akan menjadi dasar pengembangan
untuk tahapan atau iterasi selanjutnya. Karakteristik prototipe daging artifisial
pertama akan menonjolkan bentuk gelondongan dengan serat menyerupai serat
daging, terbuat 100% dari tepung kecambah kacang tunggak melalui proses
teksturisasi menggunakan ekstruder berulir tunggal, dan dibuat tanpa
menggunakan bahan kimia. Lebih jelasnya mengenai proses pembuatan dan hasil
uji proksimat dan karakteristik fisik yang dilakukan pada prototipe pertama
dijelaskan pada Lampiran 7.
Pengubahan bahan baku dari sebelumnya isolat kedelai menjadi kecambah
kacang tunggak dilakukan untuk menghasilkan produk daging artifisial yang lebih
enak, praktis dan sehat. Perubahan bahan baku tersebut juga diikuti oleh
perubahan proses produksi. Faktanya, apabila menggunakan bahan baku kedelai
maka akan diikuti proses ekstraksi minyak menggunakan pelarut. Setelah
diekstraksi, kedelai masih mengalami ekstraksi dan pemurnian protein agar
dihasilkan isolat ataupun konsentrat protein menggunakan bahan kimia lain yang
tidak aman untuk kesehatan.
Selain itu, agar terhindar dari bahan kimia berbahaya, tidak seharusnya
proses pembuatan daging artifisial menggunakan bahan protein murni. Selain
karena alasan keamanan dan kesehatan, harga protein murni seperti isolat dan
konsentrat juga tergolong mahal. Penggunaan kacang tunggak sebagai pengganti
kedelai dilakukan karena kacang tunggak memiliki kandungan protein yang tinggi
dengan kandungan minyak yang rendah, sehingga tidak memerlukan proses
ekstraksi atau defatting (Deshpande dan Damodaran (1990), Rukmana dan
Yuniarsih (2000)). Selain itu, kacang tunggak banyak tersedia di daerah tropis
seperti Indonesia namun karena namanya tidak sepopuler kedelai, sehingga
pemanfaatannya masih sebatas sebagai sayur atau lalapan.

10
Penggunaan kacang tunggak sebagai salah satu bahan pembuatan daging
artifisial, menjadikan proses produksi daging artifisial hanya akan terdiri atas tiga
tahapan proses. Tahapan tersebut antara lain: pembuatan tepung kecambah kacang
tunggak, pembuatan texturized protein, dan pembuatan daging artifisial.
Perubahan karakteristik bahan, dari sebelumnya kedelai menjadi kacang tunggak
berakibat dapat dihilangkannya proses ekstraksi atau defatting, sehingga kontak
fisik bahan dengan pelarut dapat dihindari.

Tes Permasalahan (Test The Problem)
Tes permasalahan dilakukan kepada 50 responden potensial berdasarkan
penilaian pada Lampiran 17, yaitu vegetarian. Sebanyak 42 orang dari total 50
responden merupakan anggota tetap Indonesia Vegetarian Society (IVS) dan 8
orang sisanya merupakan pelanggan tetap restoran vegetarian. Adapun sebagian
besar dari 50 responden tersebut didominasi oleh responden wanita yang berusia
paruh baya sebanyak 38 orang, sisanya adalah responden laki-laki. Kebanyakan
responden yang diwawancara memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu
telah menjadi vegetarian selama lebih dari 5 tahun, memiliki tingkat pendidikan
minimal telah menamatkan SMA, tidak sensitif terhadap harga, peduli pada pola
hidup sehat dan rajin mengikuti event yang diadakan Indonesia Vegetarian
Society (IVS). Alam uji permasalahan juga dilakukan uji penerimaan hedonik
secara monadik untuk mengetahui respon dini responden terhadap prototipe
daging artifisial.
Melalui observasi dan wawancara mendalam, dapat diketahui responden
menemui beberapa masalah dalam mengkonsumsi daging artifisial yang selama
ini telah ada di pasaran. Adapun daftar masalah yang ditemui responden disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1 Daftar permasalahan responden
Permasalahan
Rasa tidak normal, aftertaste pahit dan gatal
Tekstur aneh, berbau tengik dan asam
Sulit diolah, merasa tidak aman dan sehat
Tidak cocok disajikan dengan nasi (sebagai lauk)
Susah diperoleh dan musiman
Alergi dan keracunan (gangguan kesehatan)

Frekuensi (orang)
38
32
27
19
15
6

Selama menemui masalah dengan daging artifisial, responden juga telah
memiliki alternatif solusi tertentu untuk menyelesaikan masalahnya. Diantara
alternatif solusi yang mereka pilih, pada Tabel 2 dijabarkan solusi yang paling
sering responden gunakan untuk menghadapi masalah terkait konsumsi daging
artifisial.

Tabel 2 Daftar solusi yang telah dilakukan oleh responden
Solusi yang dilakukan
Mengkonsumsi sumber protein lain (kacang & jamur)
Membuat atau membeli syeithan atau yuba
Makan di restoran penyedia menu vegetarian
Mengurangi porsi dan membatasi konsumsinya
Dimasak dengan diberbanyak campuran bahan lain

Frekuensi (orang)
47
26
21
11
3

Syeithan atau daging gluten merupakan alternatif daging artifisial paling
digemari vegetarian sebagai alternatif pengganti daging artifisial yang telah ada di
pasaran. Sedangkan yuba atau kembang tahu merupakan pengganti ham bagi
vegetarian karena rasanya yang gurih namun sangat sulit didapatkan. Selain itu
tidak semua vegetarian mampu melakukan solusi-solusi tersebut. Vegetarian
memerlukan solusi yang praktis, instan namun tetap sesuai dengan prinsip
bervegetarian yang menjaga kesehatan. Vegetarian lebih menyukai makanan yang
segar dan tidak mengandung banyak bahan kimia.
Responden vegetarian menunjukkan respon positif dan tingkat ketertarikan
yang tinggi apabila dapat dihadirkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan
protein namun tetap terjaga mutunya, kealamiannyat, enak dan menyehatkan.
Lebih jelasnya, fitur produk yang diinginkan oleh responden vegetarian
dirangkum dalam Tabel 3.
Tabel 3 Fitur yang diharapkan terdapat pada produk daging artifisial
Fitur yang diharapkan
Rasa dan tekstur daging yang dapat diterima lidah
Aman, higienis, dan halal
Tidak berpengawet, pewarna, perisa (MSG)
Tidak mengandung bahan hewani
Dapat dimasak normal seperti daging
Mudah dimasak
Ada jaminan ketersediaan dan pelayanan yang baik
Dapat dijadikan lauk atau disajikan bersama nasi
Mudah diperoleh dan dijual oleh agen terpercaya

Frekuensi (orang)
50
48
47
43
43
39
33
28
24

Selain mengharapkan fitur utama seperti pada Tabel 3, responden juga
menginginkan hadirnya fitur tambahan yang apabila dipenuhi akan menjadikan
produk memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan produk pesaing
ataupun produk yang telah ada di pasaran. Kehadiran tambahan dapat melengkapi

12
nilai nilai yang belum optimal dalam memuaskan kebutuhan pelanggan. Adapun
fitur tambahan dijabarkan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Fitur tambahan yang diharapkan hadir pada produk daging artfisial
Fitur tambahan
Ada jaminan keamanan dan teregistrasi di BPOM / Dinkes
Dijual melalui agen yang terpercaya (teman) dan mudah diakses
Ada pelayanan konsumen yang bersahabat
Cocok untuk dimasak dengan varian rasa dan cara apapun
Harga setiap agen sama rata
Kemasan menarik dan tidak sekali pakai atau dapat didaur ulang
Ada kerja sama dengan pakar kesehatan dan gizi untuk konsultasi

Frekuensi
38
29
27
27
23
21
11

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, dapat diketahui bahwa responden
memiliki prioritas tertentu dalam memilih produk yang mereka minati. Adapun
prioritas penilaian responden disajikan dalam Gambar 3 dengan urutan dari paling
tinggi ke rendah yaitu rasa, tekstur, keamanan, gizi, kemudahan dan harga.

10%

Rasa & Tekstur

5%

10%
30%

Keamanan
45%

Gizi
Kemudahan
Harga

Gambar 2 Prioritas penilaian responden

Perubahan Prototipe Daging Artifisial Pertama
Setelah melalui uji penerimaan hedonik yang dilakukan pada tahapan uji
permasalahan (test the problem), prototipe daging artifisial pertama mendapatkan
banyak masukan dari responden. Responden menyukai pemilihan kacang tunggak
sebagai bahan pengganti kedelai dalam memproduksi daging artifisial. Selain itu,
responden sangat mendukung penggunaan proses produksi yang sama sekali tidak
melibatkan bahan kimia seperti pewarna, pengawet dan penyedap rasa. Namun,
karakteristik dan penampakan prototipe perlu ditingkatkan agar penerimaannya
dapat lebih baik. Untuk itu, perubahan yang dilakukan adalah dengan
memperkecil ukuran serat daging artifisial agar terlihat lebih halus. Lebih jelas
mengenai perubahan yang terjadi dan hasil uji yang dilakukan pada prototipe
pertama terdapat pada Lampiran 9 dan ringkasan mengenai perubahan proposisi
nilai pada kanvas model bisnis pertama dilampirkan pada Lampiran 8.

Uji Solusi (Test the solution)
Pengujian solusi (test the solution) merupakan tahap penyelesaian masalah
yang dialami konsumen. Pada tahap ini model bisnis yang telah diperbarui,
diujikan kepada 50 responden potensial untuk mengetahui tingkat penerimaan
model bisnis di kalangan konsumen. Sesuai prinsip pendekatan User Centered
Design yang dilakukan secara iteratif, pengujian solusi (test the solution) dapat
dilakukan berulang kali hingga didapatkan hasil yang paling sesuai dengan
preferensi konsumen. Adapun iterasi yang dilakukan pada uji solusi pada
penelitian ini adalah sebanyak empat kali, termasuk iterasi selama uji masalah
(test the problem).
Tahapan uji solusi selalu diikuti oleh tahapan perubahan prototipe atau
minimum valuable product (MVP) dan perubahan kanvas model bisnis (BMC).
Penjelasan lengkap mengenai iterasi yang dilakukan disajikan dalam Tabel 5
berikut.
Tabel 5 Iterasi kanvas model bisnis dan prototipe
Iterasi
ke1
2
3
4

Keterangan
BMC & MVP 0  BMC & MVP 1
BMC & MVP 1  BMC & MVP 2
BMC & MVP 2  BMC & MVP 3
BMC & MVP 3  BMC & MVP 4

Kanvas Model Bisnis

Prototipe

Lampiran 8
Lampiran 10
Lampiran 12
Lampiran 14

Lampiran 9
Lampiran 11
Lampiran 13
Lampiran 15

Secara keseluruhan, iterasi yang dilakukan mencakup proposisi nilai yang
dihantarkan pada customer segment vegetarian. Pada iterasi ke-1, perubahan
dilakukan dengan merubah ukuran serat daging menjadi lebih kecil dan halus.
Setelah dilakukan uji solusi yang hasilnya dilampirkan pada Lampiran 8, ternyata
serat yang kecil dan halus tidak begitu mempengaruhi penilaian responden.
Selanjutnya dilakukan iterasi ke-2 dengan perubahan dilakukan pada bentuk
gelondongan menjadi menyerupai daging cincang dan dilakukan perubahan bahan
baku dari sebelumnya 100% tepung kecambah kacang tunggak menjadi campuran
gluten dan tepung kecambah. Pada tahap ini konsumen memberikan penilaian
yang baik dan penerimaan responden meningkat seperti yang telah ditunjukkan
pada Lampiran 10. Hal ini disebabkan gluten merupakan bahan pangan yang
sudah terbiasa responden konsumsi sebagai pengganti daging artifisial.
Selanjutnya dilakukan iterasi ke-3 dengan menambahkan flavor daging
nabati pada adonan karena pada tahapan sebelumnya responden memberikan
penilaian yang rendah pada aroma daging artifisial. Flavor nabati yang digunakan
terbuat dari kacang kacangan yang difermentasi garam. Selain itu perubahan
bentuk dari yang sebelumnya seperti daging cincang yang dianggap kurang rapih
dan seragam menjadi berbentuk pipih seperti ham. Hasil penilaian iterasi ke-3
ditunjukkan pada Lampiran 12.
Terakhir pada iterasi ke-4, perubahan yang dilakukan yaitu merubah konsep
daging kering menjadi daging artifisial yang lebih segar dan dapat diolah
menyerupai daging sebenarnya. Perubahan ini dilakukan karena permintaan

14
responden yang menganggap jika daging artifisial kering seperti kurang etis dan
tidak menyajikan kesan mengolah daging seperti pada umumnya. Sensasi
memotong daging merupakan nilai tambah atau fitur khusus yang mampu menarik
minat konsumen untuk memilih produk daging artifisial.
Keseluruhan iterasi prototipe yang dilakukan memegang prinsip bahwa
tidak boleh ada bahan kimia yang terlibat dalam proses serta memberikan apa
yang responden inginkan berdasarkan rangkaian uji solusi yang dilakukan. Hal
tersebut sejalan dengan alasan utama responden ber-vegetarian yaitu untuk
menjaga kesehatan. Responden memilih selain faktor rasa, keamanan, gizi, dan
kualitas produk juga menjadi prioritas utama penilaian mereka. Untuk itu iterasi
yang dilakukan masih berada pada tahapan memperbaiki rasa, penampakan dan
fitur utama daging artifisial yang diminta oleh responden.
Perubahan karakteristik produk yang didapatkan selama dilakukan iterasi
akan saling berdampak pada proposisi nilai yang dihantarkan pada kanvas model
bisnis. Perubahan baik pada kanvas model bisnis dan prototipe daging artifisial
selama dilakukan iterasi dijelaskan secara singkat pada Tabel 6.
Tabel 6 Ringkasan uji solusi selama dilakukan iterasi
Solusi pada
iterasi ke1

2

3

4

Solusi terkait prototipe
 Ukuran serat daging
diperkecil agar terlihat
halus
 Responden menyukai
produk yang dibuat dari
campuran gluten dan
tepung kecambah
 Ditambahkan flavor
beraroma daging yang
terbuat dari bahan nabati
 Daging artifisial segar
lebih disukai responden

Solusi terkait kanvas model
bisnis
 Segmen pelanggan yang
dibidik difokuskan pada
vegetarian
 Proposisi daging nabati
terbuat dari 100% bahan
alami dan berfitur
layaknya daging
 Penambahan proposisi
nilai dengan memperkuat
fitur aroma daging yang
terbuat dari bahan nabati
 Proposisi diperkuat dengan
hadirnya sensasi mengolah
daging

Secara keseluruhan, penyelesaian masalah responden dalam uji solusi (test
the solution) dilakukan dengan memodifikasi fitur utama produk yang diharapkan
oleh responden, yaitu rasa, tekstur, aroma dan keamanan. Secara keseluruhan,
perubahan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah responden disajikan
pada Tabel 7.

Tabel 7 Daftar solusi yang diberikan
No
Permasalahan
1 Rasa tidak normal, after
taste pahit dan gatal
2 Tekstur aneh dan terlalu
berongga

3

4

7

8

Solusi
Digunakan campuran gluten dan tepung
kecambah kacang tunggak sebagai bahan baku
produk. Produk daging artifisial diproduksi
menggunakan teknologi ekstrusi sehingga
menghasilkan tekstur kenyal padat khas
daging.
Bau tengik dan asam
Tidak melibatkan proses ekstraksi minyak
serta menggunakan gluten sebagai bahan
baku. Gluten memiliki aroma gurih khas
daging vegetarian.
Sulit diolah dan dimasak Dibuat dalam bentuk utuh, dapat dipotong
sesuai selera dan dicampurkan dalam rebusan
bumbu. Menghadirkan sensasi masak seperti
memasak daging sungguhan.
Merasa tidak aman dan Dalam proses sama sekali tidak dilibatkan
sehat
bahan kimia dan bahan tambahan pangan
sintetis
Alergi dan keracunan Bahan gluten dan kacang tunggak merupakan
(gangguan kesehatan)
bahan pangan yang sudah umum dikonsumsi
oleh vegetarian sehingga tidak diperlukan
proses adaptasi yang sulit bagi vegetarian
untuk dapat menerima kehadiran produk

Selain diberikan solusi tersebut, pada tahap ini responden juga secara
langsung dapat merasakan hasil modifikasi produk daging artifisial. Penilaian
konsumen dilakukan menggunakan prosedur uji organoleptik secara monadik,
yaitu responden hanya dihadapkan pada pilihan iya atau tidak. Boyle dan Holben
(2010) menyebutkan bahwa komunitas atau kelompok khusus seperti vegetarian
memiliki karakter dan selera yang berbeda dibandingkan kelompok masyarakat
yang lain. Pendekatan User Centered Design sangat tepat digunakan karena dapat
langsung memahami preferensi pengguna.
Tipe organoleptik yang dilakukan yaitu acceptance test menggunakan
metode monadic kepada 50 responden tetap uji masalah (Carpenter et al 2000,
Stone and Sidel 2012). Adapun hasil uji organoleptik disajikan dalam Gambar 3.

16

18%
28%

iya
tidak

iya
tidak
72%
82%

a

b

26%

iya
tidak
74%

c

Gambar 3 Hasil uji organoleptik monadik pada: a. rasa , b. tekstur , c. aroma
Berdasarkan uji organoleptik acceptance test secara monadik tersebut dapat
diketahui penerimaan responden yang cukup baik pada daging artifisial. Sebanyak
36 orang dari 50 responden atau 72% responden dapat menerima rasa daging
artifisial. Sebanyak 41 orang dari 50 responden atau 82% responden dapat
menerima tekstur daging artifisial dengan baik. Sebanyak 37 orang dari 50
responden atau 74% responden dapat menerima aroma daging artifisial dengan
baik. Namun secara keseluruhan, produk daging artifisial mendapat penilaian
yang baik dan mampu menggantikan TSP yang telah ada di pasar.
Setelah merasakan karakter khusus produk daging artifisial, responden
diberikan pertanyaan mengenai kecocokan terhadap value preposition produk,
ketertarikannya terhadap produk, penyalurnya (channel), harganya, serta saran
untuk pengembangan produk. Hasil pengujian solusi mengenai ketertarikan
responden terhadap produk disajikan oleh Gambar 4 dan tanggapan mengenai
tingkat kepraktisan dengan kehadiran produk ditunjukkan oleh Gambar 5.

22%

22%

tertarik

praktis
tidak

tidak tertarik
78%

Gambar 4 tingkat ketertarikan

78%

Gambar 5 Tingkat kepraktisan

Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa 78% responden atau 39 dari 50
responden memiliki ketertarikan terhadap solusi yang ditawarkan. Sebanyak 37

orang dari 39 responden yang memiliki ketertarikan menyatakan bersedia untuk
membeli produk secara kontinyu. Responden menilai hadirnya produk daging
artifisial tersebut memberikan kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan protein
harian mereka. Selain menggantikan TSP yang telah ada di pasaran, produk
daging artifisial juga mampu menggantikan syeithan (daging gluten terigu) yang
sudah terbiasa mereka konsumsi. Dengan hadirnya produk daging artifisial
responden tidak perlu lagi bersusah payah merendam terigu untuk mendapatkan
gluten. Responden hanya perlu memotong daging artifisial sesuai selera layaknya
mengolah daging pada umumnya.
14%

6%

20%

toko / gerai khusus

5 - 10 ribu

22%

4%

10 - 20 ribu

72%

agen terpercaya

> 20 ribu
62%

Gambar 6 Tingkat harga

restoran vegan

supermarket

Gambar 7 Saluran penjualan

Kebanyakan responden mengkonsumsi daging artifisial sebanyak 2 - 5 kali
dalam seminggu. Ukuran kemasan yang responden inginkan adalah 100 g per
kemasan karena memudahkan untuk mengolah serta dapat dibuka sekali pakai
langsung habis. Harga yang diharapkan berkisar antara 5 – 10 ribu rupiah. Harga
tersebut lebih murah dibandingkan harga TSP yang sudah ada yang berkisar
antara 15 – 20 ribu rupiah. Saluran produk yang paling disukai responden adalah
agen yang telah dipercaya sepe