Penguraian Termal serta Pengaruh Jenis Media Tanah pada Laju Penguraian Aerob Plastik Oksobiodegradabel dan Edible Film

PENGURAIAN TERMAL SERTA PENGARUH JENIS MEDIA
TANAH PADA LAJU PENGURAIAN AEROB PLASTIK
OKSOBIODEGRADABEL DAN EDIBLE FILM

RAHMAWATI SHOLIHAT

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penguraian Termal
serta Pengaruh Jenis Media Tanah pada Laju Penguraian Aerob Plastik
Oksobiodegradabel dan Edible Film adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Rahmawati Sholihat
NIM G44090050

ABSTRAK
RAHMAWATI SHOLIHAT. Penguraian Termal serta Pengaruh Jenis Media
Tanah pada Laju Penguraian Aerob Plastik Oksobiodegradabel dan Edible Film.
Dibimbing oleh MUHAMMAD FARID dan MOHAMMAD KHOTIB.
Penguraian plastik oksobiodegradabel (POB) di lingkungan diuji secara
termal dan aerob. Penguraian termal POB diuji pada suhu 70, 110, dan 150 °C
lalu perubahan ikatan kimia dianalisis menggunakan spektroskopi inframerah
transformasi Fourier. Berdasarkan hasil analisis, POB dapat terurai pada suhu di
atas 110 °C. Penguraian aerob dilakukan berdasarkan ASTM D5988-03, dengan
media tanah Martha Tilaar yang memiliki nisbah C/N sebesar 5. Hasilnya belum
memenuhi standar penguraian yang telah ditetapkan. Laju penguraian aerob POB
sebesar 13.6 mg/24 hari dan diperkirakan akan terurai seluruhnya dalam kurun
waktu kira-kira 12 bulan. Pada media yang sama, laju penguraian edible film lebih
cepat dibandingkan dengan laju penguraian POB. Faktor yang berpengaruh pada

laju penguraian tersebut di antaranya adalah bahan baku sampel serta nisbah C/N,
jumlah total mikrob, kadar abu, kadar air, suhu, dan kelembapan lingkungan.
Kata kunci: aerob, edible film, oksobiodegradabel, penguraian, plastik.

ABSTRACT
RAHMAWATI SHOLIHAT. Thermal Degradation and Effect of Soil Media
Types Towards Aerobic Degradation Rate of Oxobiodegradable Plastic and
Edible Film. Supervised by MUHAMMAD FARID and MOHAMMAD KHOTIB.
Degradation of oxobiodegradable plastic (OBP) in the environment has been
studied by thermal and aerobic degradation tests. Thermal degradation of OBP
was studied at 70, 110, and 150 °C and the chemical bonding transformation was
analyzed by Fourier transform infrared spectroscopy. Based on the analysis, OPB
could be degraded at temperature above 110 °C. Aerobic degradation was
performed based on ASTM D5988-03, by using Martha Tilaar soil media which
had C/N ratio of 5. The results have not yet fulfilled the degradation standard
requirement. Aerobic degradation rate of OBP was 13.6 mg/24 days and was
predicted to be biodegraded completely within ca. 12 months. In the same media,
the degradation rate of edible film was faster than the OBP degradation rate.
Several factors may affect the degradation rate, including sample raw material,
total number of microbes, ash content, moisture content, temperature, and

humidity of the environment.
Key words: aerobic degradation, edible film, oxobiodegradable, plastic

PENGURAIAN TERMAL SERTA PENGARUH JENIS MEDIA
TANAH PADA LAJU PENGURAIAN AEROB PLASTIK
OKSOBIODEGRADABEL DAN EDIBLE FILM

RAHMAWATI SHOLIHAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi: Penguraian Termal serta Pengaruh Jenis Media Tanah pada Laju
Penguraian Aerob Plastik Oksobiodegradabel dan Edible Film
Nama
: Rahmawati Sholihat
NIM
: G44090050

Disetujui oleh

Drs Muhamad Farid, MSi
Pembimbing I

Mohammad Khotib, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Ju " = セZ

Z@ pセ

_ ama
NJl\I

N セ@

rai an Termal serta Pengaruh Jenis Media Tanah pada Laju
。ョ@
Aerob Plastik Oksobiodegradabel dan Edible Film
R2: _-1 ali Sholihat

p

ZM Uセゥ


.900: 0

Disetujui oleh

Mohammad Khotib, SSi, MSi
Pembimbing II

Drs

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

0 6 JA N 2014

PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang

dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Oktober 2013. Tema yang dipilih
adalah analisis dan penentuan faktor yang mempengaruhi laju penguraian, dengan
judul Penguraian Termal serta Pengaruh Jenis Media Tanah pada Laju Penguraian
Aerob Plastik Oksobiodegradabel dan Edible Film sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Muhamad
Farid dan Bapak M Khotib selaku pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Kepala Laboratorium Kimia Terpadu (LT IPB) atas fasilitas
yang diberikan selama penulis melakukan penelitian dan staf LT, yaitu Kak Indah,
Garda, Kak Baim, Kak Ika, Kak Zaki, Mba Ii, Mas Uud, Mas Iyan, Mbak Ani dan
Kak Yono atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman LT (Fahmiy, Denar, Tati, Noni,
Mia, Lestari, Shinta, Agy, Pebry, Rahmi, Ilham, dan Christyan), Uni, Tri, Mela,
Iki, Nana, Padjri, Aji dan teman-teman Kimia 46 yang turut memberikan motivasi
dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bogor, Januari 2014

Rahmawati Sholihat

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Preparasi Tanah dan Kompos
Analisis Tanah
Analisis Plastik Oksobiodegradabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penguraian Termal Plastik Oksobiodegradabel
Hasil Penguraian Aerob Plastik Oksobiodegradabel
Hasil Penguraian Aerob Edible Film
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
2
2
2
3
5
5
7
8
9
9
9

9
11
16

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis komposisi tanah
2 Hasil evolusi CO2 dari edible film

7
8

DAFTAR GAMBAR
1 Spektrum FTIR plastik oksobiodegradabel (POB), POB setelah
perlakuan termal 70, 110, dan 150 °C.
2 Hubungan jumlah CO2 yang dihasilkan dari POB dengan waktu
inkubasi pada proses penguraian aerob

6
7


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Diagram alir penelitian
Lokasi pengambilan tanah
Pita-pita serapan FTIR plastik oksobiodegradabel
Hasil uji penguraian aerob POB pada media tanah Martha Tilaar
Hasil analisis tanah

11
12
13
13
14

PENDAHULUAN
Plastik sintetik sulit terurai dan membutuhkan waktu 200 1000 tahun untuk
dapat terurai. Pengembangan bahan plastik biodegradabel merupakan salah satu
alternatif untuk memecahkan masalah ini. Namun, plastik ini memiliki kekuatan
mekanik yang rendah jika digunakan sebagai media pembawa. Oleh sebab itu,
plastik biodegradabel dikembangkan lagi menjadi plastik oksobiodegradabel
(POB). Plastik ini terbuat dari hasil samping minyak bumi yang dicampurkan
dengan zat aditif berupa garam logam. Garam logam tersebut akan mendorong
proses oksidasi dan pemutusan rantai polimer plastik bila terkena panas, udara,
dan cahaya (BPI 2010).
Polimer oksobiodegradabel memiliki kekuatan mekanik yang cukup tinggi.
Selain itu, polimer tersebut akan mengalami proses oksidasi serta penguraian yang
dipercepat oleh sinar matahari, kalor, dan tegangan mekanik, dan dapat terkikis di
bawah pengaruh pelapukan (James dan Grant 2012) sehingga bersifat ramah
lingkungan. Proses penguraian POB dikendalikan melalui penambahan aditif
'prodegradant' yang dapat memicu dan mempercepat proses penguraian. Pada saat
konversi menjadi produk akhir, bahan aditif ini biasanya tergabung dalam plastik
konvensional seperti polietilena (PE), polipropilena (PP), polistirena (PS),
polietilena tereftalat (PET), dan polivinil klorida (PVC). Bahan aditif yang
digunakan mengandung logam transisi seperti kobalt, mangan, dan besi yang
mengakibatkan fragmentasi sebagai hasil dari oksidasi kimia rantai polimer
plastik. Proses oksidasi tersebut dipicu oleh radiasi ultraviolet (UV) atau paparan
kalor dan akan menghasilkan fragmen yang pada akhirnya akan mengalami
biodegradasi (European Bioplastics 2009).
Saat ini, POB berkembang cukup pesat. Sebagian besar swalayan besar
maupun kecil menggunakan produk ini sebagai kantong (tas) untuk membawa
barang belanjaannya. Sifat kantong plastik yang disposable dan jumlah
penggunanya yang banyak mengakibatkan plastik tersebut harus lebih cepat
terurai di lingkungan. Kondisi lingkungan Indonesia yang beragam
mengakibatkan jenis tanah di setiap tempat di Indonesia memiliki nisbah C/N, pH,
kadar air, kadar abu, jumlah mikroba, serta jumlah komponen lain yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat berpengaruh terhadap laju penguraian POB di dalam
tanah..
Standar pengujian POB dan produk hasil penguraiannya di lingkungan telah
banyak disusun oleh berbagai lembaga lingkungan hidup dunia dan badan standar
lainnya, antara lain American Society for Testing and Materials (ASTM) dan
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Pada
penelitian ini, laju penguraian aerob POB komersial diuji menggunakan ASTM
D5988-03 (2003), serta diamati perubahan ikatan kimianya dengan uji penguraian
termal. Selain untuk plastik, pengujian penguraian aerob dapat dilakukan untuk
material lainnya seperti pati, selulosa, daun, dan kertas. Oleh sebab itu,
penguraian aerob pada edible film juga diujikan dan dibandingkan lajunya dengan
material POB.

2

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain beberapa sampel tanah di
Indonesia, POB komersial, kompos, edible film, HCl, Ba(OH)2, air suling,
K2Cr2O7 1 N, H2SO4 pekat, feroin, FeSO4 0.5 N, bufer pH 4, 7, dan 10, selen,
NaOH, boraks, buffer pepton water (BPW) dan standard plate count agar (SPCA).
Alat-alat yang digunakan adalah desikator, alat inkubasi kaca, tanur, oven, blade
stirrer, alat-alat kaca, shaker, hot plate, radas kjeldahl, kantong stomacher, pHmeter, autoklaf, dan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) IR
Prestige-21 Shimadzu.

Preparasi Tanah dan Kompos
Preparasi tanah dan kompos merupakan tahap awal penelitian (Lampiran 1).
Kompos yang digunakan berasal dari Dramaga Tani IPB dengan merek dagang
Go Flower. Penelitian ini menggunakan beberapa jenis tanah, yaitu tanah Martha
Tilaar, tanah Kalimantan 1, dan tanah Kalimantan 2 (Lampiran 2). Tanah dan
kompos tersebut dikeringkan di rumah kaca, kemudian digiling hingga partikelnya
berukuran 1 mm.

Analisis Tanah
Penetapan Kadar C (Metode Walkey-Black)
Sebanyak 1 g contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL. Sampel ditambahkan 10 mL K2Cr2O7 1 N, kemudian dikocok perlahan
hingga tanah dengan kalium dikromat tercampur secara merata. Sebanyak 20 mL
H2SO4 pekat ditambahkan dengan cepat ke dalam erlenmeyer tersebut, kemudian
labu diputar lebih kencang selama 1 menit hingga reagen dengan tanah tercampur.
Erlenmeyer lalu diletakkan di atas penangas air selama 30 menit. Setelah itu
campuran ditambahkan 100 mL air suling, 3 tetes feroin, dan dititrasi dengan
larutan FeSO4 0.5 N hingga warna berubah tajam dari biru menjadi merah marun.

Penetapan Kadar Nitrogen (Metode Kjeldahl)
Contoh ditimbang sebanyak 0.1 g dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 mL. Setelah itu, ditambahkan 2 g campuran selen dan 10 mL H2SO4 pekat.
Campuran didestruksi dengan cara dipanaskan di atas nyala api bunsen hingga
larutan menjadi jernih kehijau-hijauan. Larutan tersebut dibiarkan hingga dingin
di udara terbuka, lalu disuling. Sebanyak 20 mL larutan asam borat 2% yang telah
ditambahkan campuran indikator merah metil dan hijau bromokresol dimasukkan

3
ke dalam penampung distilat (ujung pipa kondensor harus selalu tercelup dalam
larutan borat tersebut selama proses penyulingan). Larutan hasil destruksi
kemudian dipindahkan ke dalam labu kjeldahl 500 mL, dibilas dengan 150 mL air
suling dan 50 mL NaOH 40%, lalu segera dirangkai dengan radas distilasi. Proses
distilasi dilakukan sampai volume penampung mencapai 150 mL atau setelah
terjadi letupan dalam labu distilasi. Bagian dalam kondensor dan ujung pipa
kemudian dibilas dengan air suling dan bilasannya digabungkan dengan distilat.
Distilat selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0.1 N hingga titik akhir tercapai
(warna berubah dari hijau menjadi merah muda).

Keterangan:
W
= bobot sampel (mg)
V1
= volume titrasi sampel (mL)
V0
= volume titrasi blangko (mL)
N HCl = normalitas HCl (N)
BE N
= bobot ekivalen nitrogen (14.007 g/Eq)
Penetapan Kadar Air (Balittanah 2005)
Sebanyak 5 g contoh tanah dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah
diketahui bobot tetapnya. Cawan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu
105 °C selama 3 jam. Setelah itu, cawan diangkat dengan penjepit dan
dimasukkan ke dalam desikator. Setelah dingin, bobotnya ditimbang. Pengeringan
dan penimbangan diulangi hingga bobot konstan. Bobot yang hilang setelah
pemanasan adalah bobot air.

Penetapan Kadar Abu (Balittanah 2005)
Sebanyak 5 g contoh tanah dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan
tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 300 °C selama 1.5 jam dan
selanjutnya pada suhu 550 600 °C selama 2.5 jam. Setelah proses pengabuan
selesai, tanur dimatikan dan dibiarkan selama 1 malam. Contoh didinginkan
dalam desikator kemudian bobotnya ditimbang.

Keterangan:
W2
= bobot abu dalam gram
W
= bobot contoh dalam gram
fki
= faktor koreksi bahan ikutan =
fk
= faktor koreksi kadar air

4
Penetapan pH (AOAC Official Method 994.16. 2007)
Contoh tanah dengan kadar C ≤ 17% dikeringudarakan el m
4 hari
pada suhu 20 40 °C. Tanah yang sudah kering kemudian dihaluskan dan disaring
hingga partikelnya berukuran 2 mm. Sebanyak 10 g tanah tersebut ditimbang dan
dicampurkan dengan 10 mL H2O. Campuran diaduk selama 5 detik dengan
menggunakan pengaduk, lalu didiamkan selama 30 menit hingga tersuspensi.
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH-meter yang sudah terkalibrasi. Prosedur
yang serupa dilakukan untuk contoh tanah dengan kadar C > 17%, tetapi bobot
tanah yang ditimbang 5 g dan dicampurkan dengan 20 mL H2O.
Penetapan Jumlah Mikrob, Metode Angka Lempeng Total (SNI 2897:2008;
SNI 7388:2009)
Penyiapan Contoh. Sebanyak 25 g contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam
wadah steril/kantong stomacher, kemudian ditambahkan 225 mL larutan BPW
steril ke dalamnya. Stomacher dihomogenk n el m
˗2 menit, dan isinya
-1
merupakan larutan dengan pengenceran 10 (10 kali).
Pengujian. Sebanyak 1 mL suspensi dipindahkan dengan tip steril ke dalam 9 mL
larutan BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran 10-3, 10-4, 10-5,
dan seterusnya dibuat dengan cara yang sama seperti pengenceran 10-2.
Selanjutnya sebanyak 1 mL suspensi dari setiap pengenceran dimasukkan ke
dalam cawan petri secara duplo, dan ditambahkan sebanyak 15 20 mL media
SPCA yang sudah didinginkan ke suhu 45 50 °C pada setiap cawan. Pemutaran
cawan petri ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dilakukan
agar larutan contoh dan media SPCA tercampur seluruhnya. Campuran didiamkan
hingga menjadi padat, lalu diinkubasikan pada suhu 30 72 °C dengan meletakkan
cawan pada posisi terbalik. Jumlah koloni dihitung pada setiap deret pengenceran.

Analisis Plastik Oksobiodegradabel
Uji Penguraian Termal dan Analisis FTIR (Modifikasi Chiellini et al. 2006)
Oksidasi termal sampel dilakukan di dalam oven pada 3 suhu berbeda, yaitu
70, 110, dan 150 °C. Sebelum dan sesudah proses oksidasi, gugus fungsi sampel
dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer FTIR IR Prestige-21 Shimadzu.
Uji Penguraian Aerob (ASTM D5988-03)
Sebanyak 200 1000 mg sampel yang telah dihaluskan, dicampur dengan 500
g tanah (jumlah kompos yang harus ditambahkan 20 50 g untuk 500 g tanah) dan
diaduk hingga tercampur merata. Campuran tanah dan sampel tersebut diletakkan
di bawah piringan desikator atau alat inkubasi sejenis lainnya. Setelah itu, 100 mL
Ba(OH)2 0.025 N dalam gelas piala 150 mL atau 20 mL KOH 0.5 N dalam gelas
piala 100 mL, dan 50 mL air distilasi dalam gelas piala 100 mL di atas piringan
desikator. Desikator diletakkan di dalam lemari yang gelap pada suhu (21 ± 2) °C.
CO2 yang dihasilkan di dalam desikator akan bereaksi dengan Ba(OH)2 dan
mengendap sebagai BaCO3. Jumlah CO2 yang dihasilkan ditentukan secara titrasi,
dengan menggunakan HCl 0.05 N dan indikator fenofltalen.

5
Jumlah CO2 yang terjerap diasumsikan sebagai kadar karbon sampel yang
telah berkurang. Titrasi kadar CO2 dan pengg
antian larutan penjerap dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 minggu. Pada
saat pergantian larutan bejana tempat inkubasi dibiarkan terbuka sedikitnya 15
menit tetapi tidak lebih dari 1 jam. Analisis kadar CO2 dapat dihentikan ketika
grafik kadar CO2 mendatar atau tergantung kebutuhan pengguna.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penguraian Termal Plastik Oksobiodegradabel
Plastik oksobiodegradabel (POB) komersial dipanaskan pada suhu 70, 110,
dan 150 °C kemudian dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer FTIR
Analisis spektroskopi ini digunakan untuk menentukan perubahan ikatan kimia di
dalam plastik, dengan cara membandingkan spektrum FTIR POB dan setelah
mendapat perlakuan pemanasan.
Gambar 1 menunjukkan perubahan spektrum FTIR yang diperoleh. Pada
POB yang tidak dipanaskan dan yang dipanaskan ke 70 dan 110 °C, terdapat
puncak serapan di bilangan gelombang 2341.58 dan 2364.73 cm-1. Puncak serapan
tersebut menghilang ketika POB dipanaskan ke suhu 150 °C, serta muncul puncak
baru di bilangan gelombang 3703.33 dan 3730.33 cm-1.
Ikatan kimia POB mulai berubah ketika plastik dipanaskan ke suhu 110 dan
150 °C. Pada suhu 70 °C, POB cenderung stabil (pola serapan yang dihasilkan
sama dengan pola serapan POB yang tidak dipanaskan), sedangkan pada suhu 110
dan 150 °C terdapat pita serapan baru di daerah ulur C=O, berturut-turut pada
bilangan gelombang 1797.66 cm-1 (110 °C) dan 1724.36 dan 1793.80 cm-1
(150 °C) (Lampiran 3). Merujuk Moldovan (2012), serapan pada bilangan
gelombang sekitar 1797 cm-1 menunjukkan γ-lakton, sedangkan pada bilangan
gelombang 1716 1727 cm-1 menunjukkan keton sebagai hasil penguraian polimer.
Berdasarkan hasil tersebut, POB mulai terurai secara termal pada suhu di
atas 110 °C dan hasilnya merupakan senyawa keton. Meskipun produk hasil
penguraian berbeda pada POB 110 dan 150 °C, hasil ini sesuai dengan Ammala et
al. (2010) yang menyatakan bahwa pada penguraian termal plastik, produk keton
lebih stabil terbentuk dibandingkan dengan produk karboksilat. Tingginya suhu
penguraian POB menunjukkan bahwa plastik masih sulit terurai secara termal di
lingkungan yang pada umumnya memiliki suhu sekitar ±32 °C.

6

Gambar 1 Spektrum FTIR plastik oksobiodegradabel (POB) ( ), POB setelah
perlakuan termal 70 °C ( ), POB perlakuan termal 110 °C ( ), dan
POB perlakuan termal 150 °C ( )

Hasil Penguraian Aerob Plastik Oksobiodegradabel
Penguraian aerob POB dianalisis menggunakan tanah organik yang berasal
dari kebun Martha Tilaar di Cikarang, Jawa Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa
semakin lama waktu inkubasi, jumlah mg CO2 yang dihasilkan semakin
meningkat (Gambar 2). Dalam waktu inkubasi selama 24 hari, total CO2 yang
dihasilkan sebanyak 13.6 mg dari 200 mg sampel POB (Lampiran 4). Berdasarkan
hasil tersebut, sampel dapat diprediksikan akan terurai seluruhnya dalam waktu
kira-kira 12 bulan. Namun, hal ini berlaku jika laju penguraian aerob POB tetap
13.6 mg/24 hari. Menurut Tokiwa et al. (2009), proses penguraian dipengaruhi
oleh suhu, intensitas sinar matahari, konsentrasi O2, serta jumlah dan jenis
mikroorganisme. Oleh sebab itu, laju penguraian aerob cukup sulit untuk
dikendalikan.
Berdasarkan ASTM D6400-99 (2002), suatu bahan dapat dikatakan bersifat
biodegradabel jika sedikitnya 60% terkonversi menjadi CO2 dalam waktu 180 hari.
Merujuk standar tersebut, POB harus terkonversi sebanyak 8% massa dalam
waktu 24 hari masa pengujian atau setara dengan jumlah CO2 yang didapatkan
sebanyak 16 mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah CO2 yang
terevolusi hanya 13.6 mg. Hal ini menunjukkan bahwa POB yang diuji dengan
tanah yang memiliki nisbah C/N sebesar 5 (Lampiran 5) belum memenuhi standar
penguraian yang telah ditetapkan. Walaupun demikian, Narayan (2009)
mengatakan bahwa tas POB akan terurai di tanah dalam jangk
kt 2 24
bulan tanpa meninggalkan residu berbahaya dan memiliki umur simpan selama 2
tahun.

7
16
14

13.6

mg CO2

12
10
8.26

8
6.48

6
4.59

4
2
0
0

5

10

15

20

25

30

waktu (hari)

Gambar 2 Hubungan jumlah CO2 yang dihasilkan dari POB dengan waktu
inkubasi pada proses penguraian aerob

Hasil Penguraian Aerob Edible Film
Penguraian aerob edible film dilakukan dengan menggunakan 3 jenis media
tanah yang berbeda, yaitu tanah Kalimantan 1, Kalimantan 2, dan tanah organik
Martha Tilaar. Pengujian dengan berbagai macam tanah ini dilakukan untuk
membandingkan pengaruh nisbah C/N, pH, kadar abu, dan kadar air pada jumlah
mikrob serta faktor lainnya yang dapat memengaruhi laju penguraian aerob edible
film.
Tabel 1 menunjukkan bahwa tanah Kalimantan 2 memiliki nilai ALT
tertinggi dibandingkan dengan tanah Martha Tilaar dan Kalimantan 1, yaitu 30 ×
1011. Artinya terdapat 30 koloni mikrob yang dapat dihitung setelah 1011 kali
pengenceran. Sementara untuk tanah Martha Tilaar dan Kalimantan 1 jumlah
mikrob berturut-turut sebesar 55 × 1010 dan 26 × 1010. Jumlah mikrob merupakan
faktor utama penentu laju penguraian pada proses penguraian aerob dengan media
tanah. Mikroorganisme akan mengurai rantai polimer plastik menjadi segmen
yang lebih kecil untuk membentuk CO2 dan air sebagai produk akhir (Ammala et
al. 2010). Semakin banyak jumlah mikrob, laju penguraian akan semakin cepat,
ditandai dengan semakin banyaknya sampel yang terkonversi menjadi CO2 dalam
waktu tertentu.
Tabel 1 Hasil analisis komposisi tanah
Jenis Tanah
Martha
Tilaar
Kalimantan 1
Kalimantan 2

Kadar Kadar
Air
Abu
(%)
(%)

Kadar C
(%)

Kadar N
(%)

Nisbah
C/N

pH

1.6417

0.3218

5

5.95

4.82

13.89

55 × 1010

1.9830
1.4649

0.1648
0.3132

12
4.6

6.02
5.87

1.96
7.30

7.277
12.94

26 × 1010
30 × 1011

*ALT (angka lempeng total mikrob)

ALT

8
Tanah Kalimantan 2 yang memiliki jumlah mikrob terbanyak seharusnya
menghasilkan nilai laju penguraian tertinggi dibandingkan dengan tanah lainnya.
Namun, hasil uji penguraian menunjukkan bahwa tanah tersebut justru memiliki
laju penguraian terkecil dibandingkan dengan tanah Martha Tilaar dan Kalimantan
1, yaitu 2.13 mg/6 hari (Tabel 2). Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang
dapat memengaruhi perubahan jumlah mikrob ketika proses penguraian
berlangsung.
Kadar air tanah berkaitan dengan kelembapannya; semakin tinggi kadar air,
kelembapan semakin tinggi pula. Pada umumnya, mikrob hidup dan berkembang
biak di tempat yang lembap, sehingga faktor kelembapan sangat berpengaruh pada
jumlah mikrob dalam tanah. Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar
air, jumlah mikrob dalam tanah semakin meningkat. Ketiga tanah tersebut
memiliki nilai pH yang tidak berbeda jauh sehingga faktor ini dapat diabaikan.
Tabel 2 Hasil evolusi CO2 dari edible film
Martha Tilaar
Waktu (hari)
mg CO2
1
2
3
4
5.0829
5
-2.4077
6
-3.4189
Jumlah CO2
5.0829

Kalimantan 1
Waktu (hari) mg CO2
1
1.4036
2
0.2169
3
1.1484
4
0.0638
5
0.3318
6
0.1021
3.2666

Kalimantan 2
Waktu (hari) mg CO2
1
0
2
0
3
0
4
0.7656
5
1.3398
6
0.0255
2.1309

Jumlah mikrob sangat dipengaruhi oleh faktor nisbah C/N di dalam tanah.
Karbon merupakan komponen penting bagi mikrob yang berperan dalam proses
produksi energi, sedangkan nitrogen berfungsi untuk membangun jaringan sel
mikrob (Miller 2000). Tanah Martha Tilaar yang memiliki nisbah C/N sebesar 5
menghasilkan jumlah CO2 terbanyak dibandingkan dengan tanah uji lainnya, yaitu
5.08 mg CO2 setelah 4 hari masa inkubasi. Namun, proses penguraian terhenti
pada saat hari pengujian ke-5 dan ke-6. Hal tersebut ditandai oleh hasil pengujian
yang menunjukkan nilai negatif. Hal ini kemungkinan terjadi karena jumlah
mikrob dalam media sudah menurun dan tidak dapat menguraikan sampel lagi.
Nisbah C/N yang rendah memiliki kandungan unsur N yang tinggi, sehingga
meningkatkan emisi nitrogen sebagai amonium yang akan menghalangi
pertumbuhan bakteri (Wulan et al. 2009). Oleh sebab itu, dapat diduga pada hari
ke-5 masa inkubasi telah terjadi proses pengasaman sehingga jumlah mikrob
menurun dan proses penguraian menjadi terhambat.
Tanah Kalimantan 2 memiliki nisbah C/N lebih rendah dibandingkan
dengan tanah Martha Tilaar, yaitu sebesar 4.6. Walaupun jumlah CO2 yang
dihasilkan lebih rendah, proses penguraian masih terus berlanjut hingga hari ke-6.
Hal ini diduga karena jumlah mikrob awal pada Kalimantan 2 lebih besar
sehingga ketika terjadi proses pengasaman jumlah mikrob yang tersisa masih
dapat menguraikan sampel walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit.

9
Tanah Kalimantan 1 memiliki nisbah C/N yang sesuai dengan standar, yaitu
12. Beradasarkan ASTM D5988-03 (2003) standar nilai nisbah C/N untuk
penguraian aerob berkisar antara 10 dan 20. Tanah ini menghasilkan 3.26 mg CO2
selama masa inkubasi 6 hari. Walaupun nilai nisbah C/N nya telah memenuhi
standar, jika dilihat dari jumlah total CO2 yang dihasilkan, tanah Martha Tilaar
lebih banyak menguraikan POB daripada tanah Kalimantan 1. Hal ini
kemungkinan besar terjadi karena tanah Martha Tilaar merupakan tanah organik
yang bebas dari bahan pencemar, selain itu kadar abunya lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah Kalimantan lainnya, sehingga pada masa awal
inkubasi, proses penguraian berjalan optimum.
Berdasarkan hasil penguraian aerob pada ketiga tanah tersebut, tanah
Kalimantan 1 lebih baik dalam menguraikan edible film. Walaupun jumlah CO2
yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan tanah Martha Tilaar, proses
penguraian masih berjalan hingga hari ke-6 dan dapat berlangsung secara kontinu
hingga edible film dapat terurai seluruhnya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Plastik oksobiodegradabel akan terurai secara termal pada suhu di atas
110 °C. POB yang diuji dengan tanah Martha Tilaar yang memiliki nisbah C/N
sebesar 5 belum memenuhi standar ASTM D6400-99 yang telah ditetapkan. Hasil
penguraian aerob edible film menunjukkan bahwa tanah Kalimantan 1 dengan
nisbah C/N sebesar 12 memiliki laju penguraian yang lebih baik dibandingkan
dengan tanah uji lainnya. Faktor yang berpengaruh pada laju penguraian tersebut
di antaranya ialah bahan penyusun material sampel, nisbah C/N, jumlah total
mikrob, kadar air, kadar abu, dan pH media. Hal tersebut menunjukkan bahwa
jenis tanah dapat memengaruhi laju penguraian aerob POB dan edible film.

Saran
Analisis penguraian aerob perlu dilakukan secara triplo agar hasil yang
didapatkan lebih akurat. Selain itu, wadah inkubasi yang digunakan sebaiknya
sesuai dengan ASTM agar tidak terjadi galat metode.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Methods of
Analysis of AOAC International. pH Determination. Maryland (US): AOAC.

10
Ammala A, Stuart B, Katherine D, Steven P, Parveen S, Susan W, Yuan Q, Yu L.
2010. An overview of degradable and biodegradable polyolefins. Polym
Sci. 36(8):1-68. Doi: 10.1016/j.progpolymsci.2010.12.002.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2003. Annual Book of
ASTM Standards. Standard Test Methode for Determining aerobic
Biodegradation in Soil of Plastic materials or Residual Plastic Materials
After Composting. West Conshohocken (US):ASTM.
[ASTM] American Society for Testing and materials. 2002. Annual Book of
ASTM Standards. Standard Specification for Compostable Plastics 1. West
Conshohocken (US): ASTM.
[Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air,
dan Pupuk. Bogor (ID): Balittanah.
[BPI] Biodegradable Products Institute. 2010. Background on Biodegradable
Additives. New York (US): BPI.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Metode pengujian cemaran mikrobia
dalam daging, telur dan susu serta hasil olahannya. SNI 2897:2008. Jakarta
(ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batas maksimum cemaran mikrob
dalam pangan. SNI 7388:2009. Jakarta (ID): BSN.
Chiellini E, Corti A, D’Antone S, Baciu R. 2006. Oxo-biodegradable carbon
backbone polymers-oxidative degradation of polyethylene under accelerated
test condition. Polym Degrad & Solubility. 20:1-9. Doi:
10.1016/j.polymdegradstab.2006.03.022.
European Bioplastics. 2009. Oxo-biodegradable plastics. [Internet]. Berlin (GE).
[diunduh 2013 Apr 30]. Tersedia pada: http://www.europan-bioplastic.org.
James K, Grant T. 2012. LCA of degradable plastic bags [Internet]. Melbourne
(AU): RMIT University. [diunduh 2013 Apr 30]. Tersedia pada:
http://infohouse.p2ric.org/ref/12/11919.pdf.
Miller C. 2000 . Under t nding the c rbon˗nitrogen ratio. Acres 30(4):20-21
Moldovan A, Patachia S, Buicani R, Tierean M.H. 2012. Characterization of
polyolefins wastes by FTIR spectroscopy. Eng Sci. 5(54):1-8
Narayan R. 2009. Biodegradibility. Bioplastic Magz 4(1):9
Tokiwa Y, Calabia BP, Ugwu CU, Aiba S. 2009. Biodegradability of plastics. Int
J Mol Sci. 10:3722-3742.
Walkley A, Black I.A. 1934. An examination of the degnareft method for
determining soils organic matter and proposed modification of the chromic
acid titration method. Soil Sci 37:29-38.
Wulan PPDK, Gozan M, Arby B, Achmad B . 2009. Penentuan rasio optimum
C:N:P sebagai nutrisi pada proses biodegradasi benzena-toluena dan scale
up kolom bioregenerator [artikel]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

11
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
T n h&
Kompo

S mpel

Prep r i

Prep r i

An li i

K d rC
K d rN
K d r Air
K d r Ab
pH

An li i
Peng r i n

Peng r i n
Term l

J ml h Mikrob

Peng r i n
erob

12
Lampiran 2 Lokasi Pengambilan Tanah
 Tanah Martha Tilaar
Berada di lokasi Kampoeng Djamoe Organik Martha Tilaar, Jln Raya Cibarusah,
Kawasan EJIP Pintu II, Cikarang, Jawa Barat.
 Tanah Kalimantan 1
Berada di sekitar 03° 4’ 29” Lint ng Sel t n d n
Licin, Kalimantan Selatan

4° 45’ 6” B j r Tim r, B t

Sumber: https://maps.google.com
 Tanah Kalimantan 2
Berada di sekitar 03° 27’ 30” Lint ng Sel t n d n
Asam-asam, Kalimantan Selatan

4° 45’ 6” B j r Tim r,

Sumber: https://maps.google.com

13
Lampiran 3 Pita-pita serapan FTIR plastik oksobiodegradabel
POB

POB 70° C

Gugus
fungsi

ν (cm-1)

ν (cm-1)

875.68

Tekuk
CH2 ≥ 4
tekuk C-H

1438.9

Gugus
fungsi

875.68

Tekuk
CH2 ≥4
tekuk C-H

tekuk CH3

1438.9

1462.04

tekuk CH2

2850.79
2920.23

717.52

POB 110° C
ν (cm-1)

POB 150° C

Gugus
fungsi

ν (cm-1)

875.68

Tekuk
CH2 ≥4
tekuk C-H

tekuk CH3

1438.9

1462.04

tekuk CH2

ulur C-H

2850.79

ulur C-H

2920.23

717.52

Gugus
fungsi

875.68

Tekuk
CH2 ≥4
tekuk C-H

tekuk CH3

1442.75

tekuk CH3

1462.04

tekuk CH2

1724.36

ulur C=O

ulur C-H

1797.66

ulur C=O

1793.80

ulur C=O

ulur C-H

2850.79

ulur C-H

2850.79

ulur C-H

2920.23

ulur C-H

2920.23

ulur C-H

717.52

717.52

*ν = bilangan gelombang

Lampiran 4 Hasil uji penguraian aerob POB pada media tanah Martha Tilaar
Volume HCl terpakai

Waktu
(hari)
7
11
17
24

Blangko
(mL)

Sampel
(mL)

CO2 (mmol)

CO2 (mg)

Akumulasi
CO2 (mg)

28.88
28.45
21.1
25.4

24.38
26.6
19.7
21.2

0.1044
0.0429
0.0406*
0.1218*

4.5936
1.8885
1.7864
5.3592

4.5936
6.4821
8.2685
13.6277

* HCl yang digunakan 0.058 N

Contoh perhitungan:


Jumlah CO2 (mmol)



Jumlah CO2 (mmol)

14
Lampiran 5 Hasil analisis tanah
Kadar Nitrogen
Jenis tanah
kalimantan 1.1
kalimantan 1.2
martha tilaar 1
martha tilaar 2
kalimantan 2.1
kalimantan 2.2

Bobot tanah
118.0
140.4
107.8
110.6
111.6
113.6

V1 terpakai
0.20
0.20
0.25
0.35
0.22
0.38

Kadar N (%)
0.1791
0.1505
0.2614
0.3822
0.2155
0.4110

Rata-rata
0.1648
0.3218
0.3132

*V0 : Volume blangko = 0.05

Contoh perhitungan:

Kadar Karbon
Sampel
Martha Tilaar 1
Martha Tilaar 2
Martha Tilaar 3
kalimantan 1.1
kalimantan 1.2
kalimantan 1.3
Blanko
Kalimantan 2.1
Kalimantan 2.2
Kalimantan 2.3
Blanko
Contoh perhitungan:

Bobot
1.0085
1.0297
1.0142
1.0118
1.0028
1.0263
1.0017
1.0098
1.0093

Volume
FeSO4
Terpakai
11.62
11.68
11.45
9.90
9.80
10.00
19.90
13.00
12.70
12.88
20.20

Kadar C (%)

Rata-rata
Kadar C

1.6500
1.6044
1.6745
2.0062
2.0042
1.9387
1.4445
1.4927
1.4575

1.6429

1.9830

1.4649

15
Lanjutan Lampiran 5
Nisbah C/N Tanah
Jenis Tanah
Kadar C (%)
1.6429
Martha Tilaar
1.9830
Kalimantan 1
1.4649
Kalimantan 2

Kadar N (%)
0.3218
0.1648
0.3132

Nisbah C/N
5.1053
12.0328
4.6772

Contoh perhitungan:

Kadar Air Tanah
Jenis Tanah

B. tanah

Martha Tilaar
Kalimantan 1
Kalimantan 2

3.0095
5.0469
5.0547

B.cawan
kosong
59.9677
80.6389
96.9837

B. tanah + B.
cawan kosong
62.9772
85.6858
102.0384

B. oven
62.8320
85.5867
101.669

Kadar
air (%)
4.82
1.96
7.30

*B = bobot

Contoh perhitungan:

Kadar Abu Tanah
Jenis Tanah

B. tanah

Martha Tilaar
Kalimantan 1
Kalimantan 2

5.0010
5.0125
5.0093

Contoh perhitungan:

B.cawan
kosong
37.4102
55.8088
22.6869

B. tanah +
cawan kosong
42.4112
60.8213
27.6962

B. tanur
41.7502
60.4637
27.0953

Kadar
abu (%)
13.89
7.277
12.94

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 November 1991 dari Ayah
Sunarko dan Ibu Hariyati. Penulis merupakan putri pertama dari 5 bersaudara.
Tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciampea dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia
Organik Layanan pada tahun ajaran 2011/2012 dan asisten praktikum Kimia
Organik Kompetensi tahun ajaran 2011/2012, asisten Kimia Organik Program
Diploma III tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar Kimia SMA di
sekolah Islam Terpadu Insantama pada tahun ajaran 2011/2012. Selain itu penulis
juga mengajar Kimia SMA di bimbingan belajar dan privat Alumni. Penulis juga
pernah aktif sebagai Dewan Pengawas Imasika IPB, Bendahara Divisi Eksternal
Imasika IPB dan Staf HRD Forces IPB. Bulan Juli–September 2012, penulis
melaksanakan praktik lapangan di PT Argha Karya Prima Industry Tbk.,
Citeureup, Bogor. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat
mahasiswa. Salah satu prestasi yang diraih oleh penulis ialah lolos seleksi berkas
Call For Paper SUSTAIN 2011 di Kyoto, Jepang. Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian didanai Dikti Tahun 2012, dan Finalis
Lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian Tingkat
Nasional (PIMNAS ke-25) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2012.