Aspek Reproduksi Ikan Kuniran Upeneus Moluccensis (Bleeker, 1855) Di Perairan Selat Sunda Yang Didaratkan Di Ppp Labuan Banten

ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker,1855)
DARI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN
DI PPP LABUAN, BANTEN

ROSILIA HERVINA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Aspek
reproduksi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker,1855) dari perairan selat
sunda yang didaratkandi PPP Labuan, Banten” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2014
Rosilia Hervina
NIM C24100065

ABSTRAK
ROSILIA HERVINA.Aspek Reproduksi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis
(Bleeker, 1855) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan
Banten.Dibimbing oleh NURLISA A BUTET dan YUNIZAR ERNAWATI.
lkan kuniran termasuk kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai
ekonomis penting di perairan Selat Sunda. Upaya penangkapan ikan kuniran yang
terus meningkat dapat menyebabkan ikan yang tertangkap semakin kecil
ukurannya dan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Tujuan penelitian ini adalah
mengkaji aspek reproduksi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Selat
Sunda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2013 dengan interval
waktu pengambilan ikan contoh setiap 20 hari sekali. Lokasi pengambilan ikan
contoh adalah di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Ikan contoh
diambil dengan metode penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proporsi ikan kuniran jantan dan betina tidak
seimbang. Nilai faktor kondisi ikan kuniran berkisar antara 0,1096-0,4874.
Musim pemijahan ikan kuniran di perairan Selat Sunda diduga terjadi pada bulan

Juli-Oktober. Potensi reproduksi ikan kuniran di perairan Selat Sunda sebesar
5890-49590 butir telur. Diameter telur ikan kuniran berkisar antara 0,02500,6250 mm dengan pola pemijahan secara total (total spawner).
Kata kunci: Ikan kuniran (Upeneus moluccensis), Labuan Banten, reproduksi, dan
Selat Sunda.

ABSTRACT
ROSILIA HERVINA. Aspects of Fish Reproduction Goldband goatfish Upeneus
moluccensis (Bleeker, 1855) in the Sunda Strait landed in Labuan Banten PPP.
Guided by NURLISA A BUTET and YUNIZAR ERNAWATI.
Goldband goatfish including demersal fish groups that have an important
economic value in the Sunda Strait. Goldband goatfish fishing effort continues to
increase, result in fish being caught are getting smaller in size and lower the
amount of the catch. The purpose of this study is to examine aspects of fish
reproduction Goldband goatfish (Upeneus moluccensis) in the Sunda Strait. This
study was conducted in June-October 2013 by taking fish sample intervals every
20 days. Example is the location of the fish in the Fishing Port Beach (PPP)
Labuan, Banten. The results showed that the proportion of male and female fish
Goldband goatfish unbalanced. Fish condition factor values ranged from 0.1096
to 0.4874 Goldband goatfish. Goldband goatfish spawning season in the waters of
the Sunda Strait allegedly occurred in July-October. Reproductive potential of

fish in the waters of the Sunda Strait Goldband goatfishof 5890-49590 eggs.
Goldband goatfishegg diameter ranged from 0.0250 to 0.6250 mm and spawning
patterns in total (total spawner).
Keywords:

Goldband goatfish (Upeneus moluccensis),
reproduction, and the Sunda Strait.

Labuan

Banten,

ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker,1855)
DARI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN
DI PPP LABUAN, BANTEN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Reproduksi ikan kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker 1855)
dari perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten
Nama
: Rosilia Hervina
NIM
: C24100065
Program studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc
Pembimbing I


Dr Ir Yunizar Ernawati, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah,
serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini. Tema yang dipilih adalah Reproduksi ikan kuniran Upeneus moluccensis
(Bleeker,1855) dari perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri
(BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun

Ajaran 2013, kode Mak : 2013. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian,
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian
kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi
Reproduksi Sumber daya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan
Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria
Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai
anggota peneliti).
3. Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Ir
Yunizar Ernawati, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
4. Prof Dr Ir Sulistino, MSc selaku penguji tamu dan Prof Dr Ir Mennofatria
Boer, DEA selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
5. Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc sebagai dosen pembimbing akademik.
6. Seluruh staf Tata Usaha dan civitas Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
7. Keluarga: Mamah (Yuyu Rusmanah), Papah (Nirwan Tarigan), Kakak
(Anggara), Adik (Moudita) atas kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril
ataupun materil.
8. Teman-teman penelitian Labuan Banten: Nurul Hikmah, Sifa, Raisha, Laras,

Siska, Anandinta, Mega, Rivany, Ninda, Wida, Irza, Wisnu, Dwiyanti, Kak
Pia, Kak Arni, Kak Viska, Kak Vina, Kak Salma, Mas Genta dan Mba Nur.
9. Teman-teman MSP 47 dan sahabat (Yunia, Astrid, Dendri, Alvin, Intan)
terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Rosilia Hervina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Manfaat Penelitian
METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan Ikan Contoh
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2

2
3
3
4
6
6
16
19
19
19
19
22
27

DAFTAR TABEL
1 Tabel Penentuan TKG secara morfologi (Cassie in Effendie 2002)
2 Rasio kelamin ikan kuniran berdasarkan waktu pengambilan contoh

5
7


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Peta lokasi penelitian

Ikan kuniran (Upeneus moluccensis)
Hasil Tangkapan Ikan Kuniran
Hubungan panjang bobot ikan kuniran betina
Hubungan panjang bobot ikan kuniran jantan
Hubungan panjang bobot ikan kuniran total
Faktor kondisi ikan jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan
Tingkat kematangan gonad ikan kuniran betina
Tingkat kematangan gonad ikan kuniran jantan
Tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengamatan
Indeks Kematangan Gonad (IKG) ikan kuniran jantan dan betina
berdasarkan waktu pengamatan
Hubungan Indeks Kematangan Gonad dengan Tingkat Kematangan
Gonad ikan kuniran
Hubungan fekunditas dengan panjang ikan kuniran
Hubungan fekunditas dengan bobot ikan kuniran
Sebaran frekuensi diameter telur ikan kuniran berdasarkan selang kelas
Sebaran frekuensi diameter telur ikan kuniran berdasarkan waktu
pengambilan ikan

2
3
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
13
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin ikan kuniran
Faktor kondisi ikan kuniran
Ukuran pertama kali matang gonad
Indeks kematangan gonad ikan kuniran
Fekunditas ikan kuniran
Sebaran diameter telur ikan kuniran

22
22
23
24
25
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
lkan kuniran (Upeneus molucensis) termasuk dalam kelompok ikan
demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting, sehingga permintaan terhadap
ikan kuniran tinggi. Ikan kuniran tersebar diseluruh perairan Indonesia yang
meliputi Perairan Berau, Selat Makasar, Perairan Pulau Laut, Laut Jawa, dan Selat
Sunda. Salah satu tempat pendaratan ikan di Selat Sunda adalah PPP Labuan
Banten (Ernawati and Sumiono 2006).
Masyarakat di Labuan Banten memasarkanikan kuniran, baik dalam
keadaan segar maupun dalam bentuk olahan berupa ikan asin, terasi, pakan udang,
dan ikan, serta makanan olahan seperti otak-otak. Hasil olahan tersebut cukup
diminati oleh para konsumen sehingga permintaan pasar terhadap ikan kuniran
semakin meningkat dan menjadikan ikan kuniran sebagai salah satu target utama
penangkapan nelayan. Peningkatan penangkapan ikan kuniran tersebut tidak
mengikuti kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya perikanan, diantaranya dengan
melakukan penangkapan ikan kuniran secara berlebihan dan dalam kondisi belum
mengalami matang gonad. Upaya penangkapan ikan kuniran yang terus
meningkat dapat menyebabkan pemanfaatan sumberdaya ikan kuniran melebihi
batas MSY (Maximum Sustainable Yield), sehingga terjadi overfishing.
Ikan kuniran yang tertangkap di PPP Labuan Banten dominan ikan yang
belum mengalami matang gonad. Hal ini dikarenakan kurangnya selektivitas alat
tangkap mengakibatkan banyak ikan yang berukuran kecil dan belum matang
gonad tertangkap. Penangkapan ikan kuniran yang belum matang gonad dapat
mengakibatkan berkurangnya populasi ikan kuniran. Untuk mencegah hal
tersebut diperlukan suatu upaya pengelolaan sumberdaya ikan kuniran, salah
satunya dengan memperhatikan keterkaitannya dengan aspek-aspek reproduksi
ikan tersebut agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Berdasarkan
pertimbangan dan pemikiran tersebut diperlukan kajian yang mendalam tentang
aspek reproduksi ikan kuniran dari hasil tangkapan di PPP Labuan, Banten.

Perumusan Masalah
Ikan kuniran merupakan salah satu ikan demersal bernilai ekonomis penting
yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk kesejahteraan masyarakat.
Tingginya penangkapan terhadap ikan kuniran terlihat dari melimpahnya hasil
penangkapan pada ikan kuniran dengan ukuran kecil. Penelitian Husna (2012)
ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran betina sebesar 144 mm dan 159
mm untuk ikan kuniran jantan. Diindikasikan bahwa ikan kuniran yang
tertangkap di perairan Selat Sunda adalah ikan-ikan yang belum matang gonad.
Menurut Handoyo (1991) in Prahadina (2013), penangkapan pada usia muda
sangat mempengaruhi stok dari sumber daya ikan tersebut.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek reproduksi ikan kuniran
(Upeneus moluccensis) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan,
Banten. Aspek reproduksi yang dikaji adalah faktor kondisi, rasio kelamin,
ukuran pertama kali matang gonad, TKG, IKG, fekunditas, dan diameter telur.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek
reproduksi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) sebagai dasar pertimbangan
dalam pengelolaan ikan kuniran di Labuan, Banten agar berkelanjutan serta dalam
upaya mengurangi dampak overfishing dan petensi reproduksi. Selain itu, dapat
digunakan sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan bagi dinas
setempat dalam pengelolaan perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Pengambilan contoh ikan kuniran dilakukan padabulan Juni 2013 hingga
Oktober 2013di PPP Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten.
Gambar 1 menunjukkan lokasi penelitian dan daerah
penangkapan dari ikan yang didaratkan.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

3

Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan secara dua tahap, yaitu
pengumpulan ikan contoh dan analisis laboratorium. Pengumpulan ikan contoh
dilakukan di PPP Labuan Banten dan analisis laboratorium dilakukan di
laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumber Daya Perikanan,
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pengumpulan Ikan Contoh
Pengambilan data primer dilakukan sebanyak tujuh kali, dengan interval
waktu pengambilan contoh 20 hari.
Pengumpulan data primer meliputi
pengukuran panjang ikan total (mm), bobot ikan (gram), jenis kelamin, dan
tingkat kematangan gonad (TKG). Banyaknya ikan contoh yang diambildari
keranjang nelayan di PPP Labuan adalah20-150 ekor pada setiap pengambilan
ikan contoh.

Analisis Laboratorium
Panjang dan bobot ikan kuniran diukur menggunakan penggaris dan
timbangan digital. Setelah dilakukan pengukuran panjang dan bobot, dilakukan
penentuan jenis kelamin ikan berdasarkan ciri-ciri primer.
Gonad ikan jantan dan betina diamati secara morfologi untuk mengetahui
tingkat kematangan gonad (TKG) yang ditentukan berdasarkan bentuk, warna,
ukuran, dan bobot gonad. Perkembangan isi gonad dianalisis berdasarkan
modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Bahan yang digunakan adalah formalin 4%,
akuades dan ikan kuniran (Upeneus moluccensis) (Gambar 2).

Gambar 2 Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis)
Sumber : Dokumen Pribadi

Berdasarkan penentuan TKG, dilakukan perhitungan jumlah telur
(fekunditas) dan pengukuran diameter telur dari gonad betina yang memiliki TKG
III dan IV. Perhitungan fekunditas dilakukan menggunakan metode gabungan,

4

yaitu gabungan antara metode gravimetrik dengan metode volumetrik. Prosedur
perhitungan fekunditas dan pengukuran diameter telur adalah sebagai berikut.
1. Gonad dibagi menjadi 3 bagian, yaitu anterior, tengah, dan posterior. Setiap
bagian gonad yang diamati, dilakukan penimbangan bobot (Q) dan
pengukuran volume.
2. Gonad contoh diencerkan ke dalam 10 mL air (V).
3. Jumlah telur dapat diketahui dengan cara mengambil sebanyak 1 mL dari
masing-masing bagian gonad yang telah diencerkan kedalam 10 mL air.
Kemudian seluruh yang ada dalam 1 mL tersebut dihitung jumlahnya.
4. Pengukuran diameter telur dilakukan dengan cara mengamati telur contoh
yang dipilih 50 butir pada setiap bagiannya dengan 3 kali ulangan
menggunakan mikroskop yangtelah ditera dengan mikrometer dengan
perbesaran 4×10.

Analisis Data
Rasio Kelamin
Rasio kelamin adalah perbandingan dari individu jantan dan betina dalam
suatu populasi. Rasio kelamin ini dapat dihitung menggunakan rumus (Effendie
2002).
p=

A
B

×100%

(1)

p adalah rasio kelamin (jantan atau betina), A adalah jumlah jenis ikan tertentu
(jantan atau betina), dan B adalah jumlah total individu ikan yang ada (ekor).
Hubungan antara jumlah individu jantan dan betina dalam suatu populasi dapat
diketahui dengan menggunakan uji Chi-square ( � 2 ) (Steel and torrie 1993 in
Adisti 2010).
oi -ei

�2 =

ei

2

(2)

� 2 adalah nilai peubah acak yang memiliki sebaran penarikan contoh
menghampiri sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah frekuensi ikan jantan dan
betina yang teramati, dan ei adalah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina.

Faktor kondisi
Faktor kondisi (K) digunakan untuk mempelajari perkembangan gonad
ikan jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad yang dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002).
K=

W
aLb

(3)

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), L adalah
panjang total ikan contoh (mm), a adalah konstanta, dan b adalah intersep.

5

Menurut Lagler et al. (1977), nilai K yang berkisar antara antara 1-3 menunjukkan
bahwa badan ikan tersebut berbentuk pipih.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Pendugaan ukuran rata-rata ikan kuniran yang pertama kali matang gonad
dilakukan menggunakan metode Spearman-Karber (Udupa 1986):
m = xk+

x
2

– x

M=antilog m ±1.96

pi

(4)
x2

pixqi

(5)

ni -1

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai
tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log
pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad
pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah
jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan
pertama kali matang gonad.

Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad
sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 2002). Penentuan tingkat
kematangan gonad ikan kuniran ditentukan secara morfologi menggunakan
klasifikasi dari modifikasi Cassie pada Tabel 1. Tahap-tahap perkembangan
gonad ikan ditentukan secara morfologi, yang merupakan modifikasi dari (Cassie
1956 in Effendie 2002) (Tabel 1).
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956in Effendie 2002)
TKG
I

II

III

IV

V

Betina
Ovari seperti benang, panjangnya
sampai ke depan rongga tubuh,
serta permukaannya licin
Ukuran ovari lebih besar. Warna
ovari kekuning-kuningan, dan telur
belum terlihat jelas
Ovari berwarna kuning dan secara
morfologi telur mulai terlihat
Ovari makin besar, telur berwarna
kuning, mudah dipisahkan. Butir
minyak tidak tampak, mengisi 1/22/3 rongga perut
Ovari berkerut, dinding tebal, butir
telur sisa terdapat didekat
pelepasan

Jantan
Testes seperti benang,warna jernih,
dan ujungnya terlihat di rongga
tubuh
Ukuran testes lebih besar
pewarnaan seperti susu
Permukaan testes tampak
bergerigi, warna makin putih dan
ukuran makin besar
Dalam keadaan diawet mudah
putus, testes semakin pejal

Testes bagian belakang kempis dan
dibagian dekat pelepasan masih
berisi

6

Indeks kematangan gonad
IKG adalah perbandingan antara bobot gonad terhadap tubuh ikan
(Effendie 2002). IKG dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
IKG (%) =

BG

(6)

BT

IKG adalah indeks kematangan gonad, BG adalah bobot gonad (gram), dan BT
adalah bobot tubuh (gram).

Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan
memijah. Menurut Effendie (2002), fekunditas dapat dihitung menggunakan
metode gabungan dengan rumus sebagai berikut.
F=

GxVxX

(7)

Q

F adalah fekunditas (butir), G adalah bobot gonad total (gram), V adalah volume
pengenceran (mL), X adalah jumlah telur yang ada dalam 1 mL, dan Q adalah
bobot telur contoh (gram).

Diameter Telur
Diameter telur ditentukan dari gonad ikan betina yang memiliki TKG III
dan IV, yaitu dengan mengamati diameter dari telur yang diamati fekunditasnya.
Pengukuran diameter telur menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan
mikrometer dilakukan hanya pada 50 butir telur. Setelah diamati hasil
pengukuran diameter telur dikalikan dengan 0,025 (perbesaran 4x10).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil Tangkapan Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis)
Hasil tangkapan ikan yang didaratkan di Labuan Banten adalah ikan yang
berasal dari perairan Selat Sunda.Labuan Banten memiliki banyak sumberdaya
perikanan yang memiliki potensi tinggi, salah satun jenis ikan yang tertangkap
adalah ikan kuniran. Hasil tangkapan pada penelitian ini ditunjukkan pada
Gambar 2.

Frekuensi (ekor)

7

160
140
120
100
80
60
40
20
0
7 Jul 13 28 Jul 13 16 Aug 13 5 Sep 13 28 Sep 13 13 Oct 13
Waktu pengambilan
Gambar 3 Hasil tangkapan ikan kuniran (Upeneus moluccensis)

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan kuniran
mengalami fluktuasi. Jumlah total ikan kuniran selama waktu pengambilan
contoh, adalah 526 ekor. Hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tanggal 16
Agustus 2013, yaitu sebanyak 143 ekor dan terendah terdapat pada tanggal 7 Juli
2013 sebanyak 27 ekor.

Rasio Kelamin
Rasio kelamin adalah perbandingan jenis kelamin betina dan jantan.
Penentuan jenis kelamin ikan kuniran dilakukan secara morfologi. Kestabilan
populasi ikan yang ada di alam dapat diketahui dengan cara menghitung nisbah
kelamin atau rasio jenis kelamin. Tabel 2 menunjukkan rasio kelamin dari ikan
kuniran pada setiap pengambilan contoh.

Tabel 2 Rasio kelamin ikan kuniran berdasarkan waktu pengambilan contoh
Tanggal pengamatan
16-Jun-13
07-Jul-13
27-Jul-13
16-Ags-13
06-Sep-13
26-Sep-13
13-Okt-13

Jumlah
Betina
Jantan
2
2
26
1
31
37
64
79
15
41
49
66
25
88
212
314

Ratio
Betina
Jantan
1
1
26
1
1
1,2
1
1,2
1
2,7
1
1,3
1
3,5

N
4
27
68
143
56
115
113
526

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada setiap pengambilan contoh jumlah ikan
kuniran betina lebih kecil dibandingkan dengan ikan kuniran jantan.
Perbandingan antara jumlah ikan kuniran betina dan jantan sebesar 1:1.5 atau

8

40%:60%. Berdasarkan hasil uji Chi-square (Lampiran 1) dengan selang
kepercayaan 95%, diperoleh hasil perbandingan ikan kuniran betina dan jantan
pada suatu populasi dalam keadaan tidak seimbang, dengan hasil tangkapan yang
didominasi oleh ikan kuniran jantan.

Hubungan Panjang dan Bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot ikan kuniran dapat digunakan untuk
menduga pola pertumbuhan. Gambar 4 dan 5 menyajikan hasil analisis hubungan
panjang dan bobot ikan kuniran betina dan jantan. Gambar 6 menyajikan hasil
analisis hubungan panjang dan bobot total ikan kuniran. Berdasarkan hasil
analisis hubungan panjang dan bobot ikan kuniran, diketahui bahwa ikan kuniran
betina memiliki persamaan W = 0.00002L2.956 dan untuk ikan kuniran jantan
W=0.00003L2.809. Persamaan yang didapatkan dari perhitungan total ikan kuniran
(Gambar 6) adalah W=0.00003L 2.841.

250

W= 0.00002L2.956
R² = 92.7%
n= 212

Bobot (gram)

200
150
100
50
0
0

50

100

150

200

250

300

Panjang (mm)
Gambar 4 Hubungan panjang dan bobot ikan kuniran betina
250
W = 0.00003L2.809
R² = 86.30%
n=314

Bobot (gram)

200
150
100
50
0
0

50

100

150

200

250

300

Panjang (mm)
Gambar 5 Hubungan panjang dan bobot ikan kuniran jantan

9

Bobot (gram)

250
W = 0,00003L2.841
R² = 90.10%
n = 526

200
150
100
50
0
0

50

100

150
200
Panjang (mm)

250

300

Gambar 6 Hubungan panjang dan bobot ikan kuniran total

Faktor Kondisi
Faktor kondisi merupakan suatu keadaan yang menggambarkan kemontokan
ikan atau disebut juga dengan ponderal indeks (Effendie 2002). Gambar 7
menyajikan grafik faktor kondisi ikan kuniran betina dan jantan selama waktu
pengambilan contoh.

Faktor Kondisi

1.2000
1.0000
0.8000
0.6000

betina
jantan

0.4000
0.2000
0.0000

Waktu Pengamatan
Gambar 7 Faktor kondisi ikan kuniran jantan dan betina berdasarkan waktu
pengamatan

Nilai faktor kondisi ikan kuniran betina dan jantan mengalami fluktuasi
selama waktu pengamatan. Nilai faktor kondisi ikan kuniran betina dan jantan
tertinggi terdapat pada waktu pengamatan 7 Juli 2013 sebesar 0.4874 untuk betina
dan 0.2891 untuk jantan (Lampiran 2).

10

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG I
TKG II
TKG III
85-89
90-94
95-99
100-104
105-109
110-114
115-119
120-124
125-129
130-134
135-139
140-144
145-149
150-154
155-159
160-164
165-169
170-174
175-179
180-184
185-189

frekuensi relatif (%)

Tingkat Kematangan Gonad
Pencatatan tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui
perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dengan yang tidak
melakukan reproduksi (Affandi et al. 2007). Pencatatan komposisi tingkat
kematangan gonad dihubungkan dengan waktu akan didapat daur perkembangan
gonad tersebut, namun bergantung pada pola pemijahan ikan tersebut (Effendie
2002). Pada Gambar 8 dan 9 disajikan grafik tingkat kematangan gonad (TKG)
ikan kuniran betina dan jantan berdasarkan selang kelas. Gambar 8 menyajikan
grafik tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran berdasarkan waktu
pengamatan.

TKG IV

selang kelas (mm)

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG I
TKG II
TKG III
87-91
92-96
97-101
102-106
107-111
112-116
117-121
122-126
127-131
132-136
137-141
142-146
147-151
152-156
157-161
162-166
167-171
172-176
177-181

frekuensi relatif (%)

Gambar 8 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran betina berdasarkan
selang kelas

TKG IV

selang kelas (mm)

Gambar 9 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran jantan berdasarkan
selang kelas

Frekuensi Relatif

11

100%
80%
60%
40%

TKG IV

20%

TKG III

0%

TKG II
TKG I

Waktu Pengambilan Contoh

Gambar 10 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran betina berdasarkan
waktu pengambilan contoh

Berdasarkan Gambar 8 dan 9, diketahui bahwa pada setiap selang kelas
ditemukan ikan kuniran betina yang memiliki TKG II dan ikan kuniran jantan
yang memiliki TKG I dan II. Ikan kuniran betina yang matang gonad tertangkap
pada selang kelas 105-189 mm (Gambar 8), sedangkan untuk ikan kuniran jantan
yang matang gonad tertangkap pada selang kelas 107-181 mm (Gambar 9).
Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa tingkat kematangan gonad ikan
kuniran didominasi oleh TKG III. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap
pengambilan contoh ditemukan ikan yang telah matang gonad.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan kuniran
dilakukan menggunakan metode Spearman-Karber (Lampiran 3). Ukuran
pertama kali matang gonad adalah 130.75-143.37 mm untuk ikan kuniran betina
dan 120.58-146.40 untuk ikan kuniran jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan
kuniran jantan lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan ikan kuniran
betina.

Indeks Kematangan Gonad
Nilai indeks kematangan gonad (IKG) merupakan nilai dalam persen (%)
yang didapatkan dari hasil perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan.
Indeks kematangan gonad merupakan cara untuk mengetahui perubahan yang
terjadi pada gonad pada setiap kematangan secara kuantitatif. Selain melalui
tingkat kematangan gonad, pendugaan waktu pemijahan pada ikan dapat
ditentukan dari nilai indeks kematangan gonad ikan tersebut. Gambar 11
menunjukkan grafik indeks kematangan gonad berdasarkan waktu pengamatan
dan Gambar 12 menunjukkan hubungan antara indeks kematangan gonad dan
tingkat kematangan gonad ikan kuniran.

12

5.0000

IKG rata-rata

4.0000
3.0000

jantan

2.0000

betina

1.0000
0.0000

Waktu Pengamatan
Gambar 11 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan kuniran berdasarkan
waktupengamatan

6

IKG rata-rata

5
4
3
2

betina

1

jantan

0
-1

1

2

3

4

Tingkat Kematangan Gonad
Gambar 12 Hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan
gonad ikan kuniran

Nilai IKG ikan kuniran betina dan jantan berfluktuasi di setiap waktu
pengambilan contoh, namun nilai IKG ikan kuniran betina selalu lebih tinggi
dibandingkan dengan IKG ikan kuniran jantan (Gambar 11). Nilai IKG tertinggi
pada ikan kuniran betina dan jantan terletak pada pengambilan contoh ke-2, yaitu
pada tanggal 7 Juli 2013, sedangkan IKG terendah terdapat pada pengambilan
contoh ke-4 pada tanggal 16 Agustus 2013 (Lampiran 4). Gambar 12
menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kematangan gonad dan indeks
kematangan gonad ikan kuniran. Nilai IKG meningkat sesuai dengan ukuran
gonad ikan kuniran. Semakin besar tingkat kematangan gonad, semakin besar

13

nilai indeks kematangan gonad ikan kuniran. Nilai IKG ikan kuniran betina
sebesar 3.8299 dan 2.0735 untuk nilai IKG ikan kuniran jantan.

Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang terkandung di dalam ovarium
(Nikolsky 1963 in Effendie 2002). Fekunditas dapat dihubungkan dengan
panjang total ikan maupun bobot total ikan. Fekunditas, secara tidak langsung,
dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan
jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan (Effendie 2002). Gambar 13
menunjukkan grafik hubungan fekunditas dengan panjang total ikan kuniran dan
Gambar 14 menunjukkan grafik hubungan fekunditas dengan bobot total ikan
kuniran.

Fekunditas (butir)

30000

F = 87.90L + 964.9
R² = 23.2%

25000
20000
15000
10000
5000
0
0

100
Panjang (mm)

200

300

Gambar 13 Hubungan fekunditas dengan panjang ikan kuniran

Fekunditas (butir)

30000

F = 63.69W + 11172
R² = 19.1%

25000
20000
15000
10000
5000
0
0

100

200

300

Bobot (gram)

Gambar 14 Hubungan fekunditas dengan bobot ikan kuniran

Gambar 13 menunjukkan hubungan antara fekunditas dengan panjang total
ikan kuniran melalui persamaan F = 87.90L + 964.9 dengan koefisien determinasi

14

(R2) sebesar 0.232 yang berarti bahwa23.2% keragaman fekunditas dapat
dijelaskan oleh panjang total ikan kuniran. Hubungan antara fekunditas dengan
bobot ikan kuniran (Gambar 14) ditunjukkan melalui persamaan F = 63.69W +
11172, dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.191 yang berarti bahwa
sebanyak 19.31% nilai keragaman fekunditas dapat dijelaskan oleh bobot total
ikan (Lampiran 5).

Diameter Telur
Diameter telur dapat diukur dengan menggunakan mikroskop yang
dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sudah ditera dengan mikrometer
objektif terlebih dahulu (Sulistiono et al. 2001). Gambar 15 menunjukkan sebaran
frekuensi diameter telur ikan kuniran berdasarkan selang kelas.

6000
Frekuensi

5000
4000
3000
2000
1000
0

Selang kelas (mm)

Gambar 15 Sebaran frekuensi diameter telur ikan kuniran berdasarkan selang
kelas
Berdasarkan sebaran frekuensi diameter telur ikan kuniran yang memiliki
satu modus (Gambar 15), dapat diduga bahwa tipe pemijahan dari ikan kuniran
adalah total spawner, yang berarti ikan kuniran memijah pada satu periode.
Diameter telur ikan kuniran berkisar antara 0.075-0.654 mm. Frekuensi diameter
telur tertinggi pada selang kelas 0.2198-0.2559 mm sebanyak 5251 butir telur
(Lampiran 6).
Menurut Novitriana et al. (2004), puncak pemijahan ikan dapat ditentukan
pada bulan saat ikan jantan dan betinamengalami matang gonad dalam jumlah
yang besar. Gambar 16 menyajikan sebaran diameter telur berdasarkan waktu
pengambilan ikan. Berdasarkan Gambar 16,ukuran diameter telur terbesar pada
bulan Oktober terdapat pada selang kelas 0.4386-0.6891 mm. Berdasarkan hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa waktu pemijahan ikan kuniran terjadi pada
bulan Juli hingga Oktober dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Oktober.

Frekuensi

Frekuensi

250

200

0.1002-0.1377
0.1378-0.1753

0.1002-0.1377

0.1754-0.2129

0.1754-0.2129

0.1378-0.1753

0.2506-0.2881
0.2882-0.3257
0.3258-0.3633
0.3634-0.4009
0.401-0.4385

0.213-0.2505
0.2506-0.2881
0.2882-0.3257
0.3258-0.3633
0.3634-0.4009

15

Selang kelas (mm)

Selang kelas (mm)

0.213-0.2505

0.401-0.4385
0.4386-0.68915
0.4762-0.5137
0.5514-0.5889
0.589-0.6265

Juli II

0.5138-0.5513

Juli I

September I

September II

0.589-0.6265

Juni

0.025-0.0625
0.0626-0.1001

0.5514-0.5889

150

4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

350
300
250
200
150
100
50
0
0.025-0.0625

0.4762-0.5137
0.5138-0.5513

100

0

Selang kelas (mm)

Agustus

Frekuensi

0.0626-0.1001

0.4386-0.68915

50

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
0.025-0.0625
0.0626-0.1001
0.1002-0.1377
0.1378-0.1753
0.1754-0.2129
0.213-0.2505
0.2506-0.2881
0.2882-0.3257
0.3258-0.3633
0.3634-0.4009
0.401-0.4385
0.4386-0.68915
0.4762-0.5137
0.5138-0.5513
0.5514-0.5889
0.589-0.6265

Frekuensi

Oktober

0.025-0.0625
0.0626-0.1001
0.1002-0.1377
0.1378-0.1753
0.1754-0.2129
0.213-0.2505
0.2506-0.2881
0.2882-0.3257
0.3258-0.3633
0.3634-0.4009
0.401-0.4385
0.4386-0.68915
0.4762-0.5137
0.5138-0.5513
0.5514-0.5889
0.589-0.6265

Selang kelas (mm)

300
250
200
150
100
50
0

Selang kelas (mm)

Gambar 16 Sebaran frekuensi diameter telur ikan kuniran berdasarkan
pengambilan ikan

Frekuensi

0.025-0.0625
0.0626-0.1001
0.1002-0.1377
0.1378-0.1753
0.1754-0.2129
0.213-0.2505
0.2506-0.2881
0.2882-0.3257
0.3258-0.3633
0.3634-0.4009
0.401-0.4385
0.4386-0.68915
0.4762-0.5137
0.5138-0.5513
0.5514-0.5889
0.589-0.6265

16

Pembahasan
Ikan kuniran yang terambil secara acak dari keranjang nelayan di Labuan
Banten, yaitu sebanyak 526 ekor, dengan jumlah ikan betina sebanyak 212 ekor
dan jumlah ikan jantan sebanyak 314 ekor. Ikan kuniran jantan yang tertangkap
di Selat Sunda lebih banyak dibandingkan ikan kuniran betina, setelah dilakukan
uji Chi-square diperoleh hasil proporsi ikan kuniran dalam keadaan tidak
seimbang. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Triana (2011) di
Perairan Teluk Jakarta dan Husna (2012) di Perairan Selat Sunda memiliki
proporsi ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Variasi dalam rasio
kelamin terjadi karena adanya perbedaan tingkah laku seks, kondisi lingkungan,
dan proses penangkapan (Bal dan Rao 1984 in Nugraha dan Mardlijah 2006).
Purwanto et al, (1986) in Susilawati (2000) menyatakan bahwa perbandingan ikan
jantan dan betina dalam suatu populasi diharapkan dalam keadaan yang seimbang.
Kondisi lingkungan perairan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
panjang dan bobot ikan. Data panjang dan bobot digunakan untuk menentukan
pola pertumbuhan ikan kuniran. Hasil analisis hubungan panjang dan bobot
menunjukkan bahwa ikan kuniran jantan maupun betina memiliki tipe
pertumbuhan allometrik negatif. Penelitian oleh Triana (2011) di Teluk Jakarta
juga menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan kuniran adalah allometrik
negatif. Pola pertumbuhan allometrik negatif menandakan bahwa pertambahan
panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobotnya. Analisis hubungan
panjang dan bobot pada ikan kuniran jantan menghasilkan nilai b sebesar 2.809,
sedangkan untuk ikan kuniran betina menghasilkan nilai b sebesar 2.956. Nilai
konstanta b dipengaruhi oleh tingkat perkembangan ontogenik seperti perbedaan
umur, tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin (Dulcic et al. in Kunto 2005).
Penelitian ini serupa dengan penelitian yang telah dilakukan Ruth (2011) dan
Syamsiyah (2010) yang menunjukkan bahwa ikan kuniran memiliki tipe
pertumbuhan allometrik negatif.
Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang
terjadi pada suatu perairan yang dapat mempengaruhi kondisi ikan. Nilai faktor
kondisi ikan kuniran tertinggi terdapat pada bulan Juli sebesar 0.4874 untuk ikan
betina dan 0.2891 untuk ikan jantan. Faktor kondisi ikan kuniran betina di setiap
waktu pengamatan cenderung lebih tinggi dibandingkan jantan, sama halnya
dengan penelitian yang dilakukan oleh Husna (2012). Pada umumnya, nilai faktor
kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Effendie (2002)
menyatakan bahwa faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan
ikan jantan, karena ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk proses
reproduksi dan bertahan hidup dibandingkan dengan ikan jantan. Penelitian yang
dilakukan Triana (2011) berbeda, nilai faktor kondisi jantan lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan betina.
Faktor kondisi dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. Saat jumlah
makanan berkurang ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya
sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan, sehingga
faktor kondisi ikan menurun (Rininta 1998 in Saadah 2000). Menurut Effendie
(2002), faktor kondisi yang tinggi dapat disebabkan oleh perubahan makanan dan
kondisi perairan. Adanya perubahan faktor lingkungan secara periodik akan

17

mempengaruhi kondisi ikan tersebut (Handayani 2006).
Saadah (2000)
mengatakan bahwa faktor kondisi dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam
melakukan adaptasi terhadap lingkungan selama proses pematangan gonad hingga
proses pemijahan selesai.
Komposisi tingkat kematangan gonad pada setiap saat dapat digunakan
untuk menduga waktu pemijahan pada ikan. Ikan kuniran jantan yang telah
matang gonad terlihat pada selang kelas 107-111 mm sampai 171-181 mm,
sedangkan ikan kuniran betina pada selang kelas 105-109 mm sampai 185-189
mm. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Sperman Karber, diperoleh
ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan kuniran pada penelitian ini adalah
130.75-143.37 mm untuk betina dan 120.58-146.40 mm untuk jantan. Penelitain
Husna (2012) menyatakan bahwa ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan
kuniran betina adalah144 mm dan ikan jantan adalah 159 mm. Begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Triana (2011) di Teluk Jakarta yang
menyatakan bahwa ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran betina lebih
cepat dibandingkan ikan jantan, yaitu sebesar 155 mm untuk ikan betina dan ikan
jantan sebesar 173 mm.
Ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan Upeneus sulphureus di
perairan Utara Jawa, untuk ikan jantan pada ukuran panjang 115 mm dan ikan
betina pada ukuran panjang 120 mm (Herianti dan Subani 1993). Ukuran waktu
pertama kali matang gonad bervariasi antar spesies (Udupa 1986), diantaranya
disebabkan oleh perbedaan kecepatan adaptasi ikan (Busing 1987 in Susilawati
2000) serta adanya perbedaan kondisi perairan. Ukuran pertama kali matang
gonad suatu ikan bergantung pada faktor genetik dan lingkungan (Mustac dan
Sinovcic 2011), ketersediaan makanan, kelimpahan, suhu, periode, arus, ukuran,
dan sifat fisiologis dari ikan tersebut (Nikolsky 1963).
Nilai indeks kematangan gonad dipengaruhi oleh nilai tingkat kematangan
gonad. Semakin tinggi TKG, semakin tinggi pula nilai IKG. Hal ini
menunjukkan bahwa bobot gonad akan mencapai maksimal saat ikan akan
memijah dan menurun secara cepat selama berlangsungnya proses pemijahan
hingga pemijahan selesai (Effendie 2002). Nilai IKG ikan kuniran betina lebih
tinggi dibandingkan dengan IKG ikan kuniran jantan. Hal ini disebabkan
pertumbuhan ikan betina cenderung tertuju pada perkembangan gonad (Sulistiono
et al 2001). Nilai IKG terbesar terdapat pada bulan Juli karena didominasi oleh
TKG III dan IV, sedangkan nilai IKG terendah terdapat pada bulan Agustus
karena didominasi oleh TKG II.
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dikeluarkan pada saat memijah.
Pada penelitian ini, ikan kuniran pada TKG III dan IV memiliki nilai fekunditas
sebesar 5890-24795 butir. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Husna (2012), didapatkan nilai fekunditas ikan kuniran berkisar 26018514067000 butir. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran pada penelitian Husna
(2012) memiliki potensi reproduksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penelitian ini. Perbedaan fekunditas ini dapat disebabkan oleh perbedaan
lingkungan. Fekunditas yang dihasilkan oleh induk sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan kuantitas makanan (Purdom 1979 in Usman et al. 1996). Hubungan
antara fekunditas dengan panjang total ikan kuniran memiliki nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.232, sedangkan hubungan fekunditas dengan bobot
tubuh ikan kuniran memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.191. Hal

18

ini menunjukkan bahwa hanya 23.2% dari keragaman nilai fekunditas ikan
kuniran yang dapat dijelaskan oleh panjang total dan hanya 19.1% dari keragaman
nilai fekunditas yang dapat dijelaskan oleh bobot tubuh. Hasil ini menunjukkan
korelasi yang rendah dari hubungan fekunditas dengan panjang total maupun
bobot ikan. Hal ini dapat disebabkan oleh variasi nilai fekunditas yang cukup
besar pada panjang dan bobot ikan yang sama. Menurut Warjono (1990), variasi
fekunditas ini disebabkan oleh adanya kelompok ikan yang baru memijah dan
sudah memijah, sehingga produksi telur cenderung lebih tinggi daripada ikan yang
baru memijah. Selain itu, variasi fekunditas tersebut juga disebabkan adanya
penyebaran produksi telur yang tidak merata.
Menurut Prabhu (1956) dan Kagwade (1968) in Warjono (1990), tipe
pemijahan ikan berhubungan dengan perkembangan diameter telur dalam
ovarium. Pengukuran diameter telur pada gonad yang sudah matang berguna
untuk menduga frekuensi pemijahan, yaitu dengan melihat modus penyebarannya
(Prabhu 1956 in Susilawati 2000). Sebaran diameter telur ikan kuniran memiliki
satu modus yang menunjukkan bahwa tipe pemijahan ikan kuniran bersifat total
spawner dengan ukuran diameter telur berkisar 0.075-0.654 mm. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Husna (2012) di Labuan Banten dan Triana (2011) di Teluk
Jakarta juga menyatakan hal yang sama bahwa tipe pemijahan ikan kuniran adalah
total spawner, yang berarti ikan melakukan pemijahan pada satu periode dan
melepaskan telur-telurnya sekaligus dalam jangka waktu yang singkat.
Waktu pemijahan dapat diduga dari komposisi tingkat kematangan gonad
pada ikan. Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Ikan kuniran di Labuan Banten
memijah pada bulan Juli hingga Oktober. Hal ini disebabkan pada bulan Juli
hingga Oktober ditemukan banyak ikan kuniran yang memiliki TKG III dan IV
serta ukuran diameter telur yang besar. Puncak pemijahan ikan kuniran terjadi
pada bulan Oktober karena pada bulan ini ditemukan ukuran diameter telur
terbesar. Penelitian yang dilakukan oleh Triana 2011 di Teluk Jakarta juga
mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, yaitu pada bulan Juli-September.
Ismen (2005) memperoleh waktu pemijahan ikan kuniran (U. moluccensis) di
Teluk Iskenderun, Mediterania Timur terjadi pada bulan Juni dan September,
sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ozvarol et al (2010)
mengungkapkan waktu pemijahan ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk
Antalya, Turki terjadi pada bulan Juli dan Oktober. Musim atau waktu pemijahan
terjadi ketika nilai indeks kematangan gonad untuk kedua jenis kelamin mencapai
tingkat tertinggi (Ozvarol et al. 2010). Effendie (2002) menyatakan bahwa
sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin
bertambah besar hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan.
Ukuran pertama kali ikan matang gonad memiliki peranan penting dalam
pengelolaan perikanan, yaitu dapat diduga ukuran ikan tersebut mencapai dewasa
dan ukuran ikan yang boleh ditangkap (Susilawati 2000).
Pada suatu
pengusahaan perikanan seharusnya membiarkan ikan-ikan dengan panjang yang
sama atau lebih besar dari Lm untuk melakukan reproduksi, agar tidak
mengganggu proses perkembangbiakan yang dapat membahayakan kelestarian
sumber daya (Brojo dan Sari 2002).

19

Alternatif Pengelolaan
Upaya pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
keberlanjutan populasi ikan adalah dengan melakukan pengaturan ukuran ikan
yang boleh ditangkap. Ikan yang boleh ditangkap adalah ikan yang memiliki
ukuran yang lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad, sehingga ikan
dapat memijah minimal sekali dalam hidupnya untuk mencegah degradasi stok
(Moore 1999 in Musbir et al. 2006). Dengan demikian, berdasarkan penelitian ini
diketahui bahwa ukuran ikan kuniran di Selat Sunda yang diperbolehkan untuk
ditangkap adalah ikan-ikan yang memiliki ukuran di atas 130.75-143.37 mm
untuk betina dan 120.58-146.40 mm untuk jantan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Proporsi kelamin ikan kuniran jant an dan betina tidak seimbang.
Berdasarkan tingkat kematangan gonad disimpulkan bahwa awal pemijahan
terjadi pada bulan Juli dan puncak pemijahan terjadi pada bulan Oktober. Ikan
kuniran yang berasal dari Selat Sunda merupakan total spawner.

Saran
Adanya penentuan tingkat kematangan gonad secara histologis agar lebih
tepat dalam menentukan tingkat kematangan gonad ikan dan dibutuhkan data
tinggi badan ikan untuk mengatur ukuran mata jaring suatu alat tangkap yang
dapat menangkap ikan kuniran.

DAFTAR PUSTAKA
Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis
Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara
Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Affandi R, Sulistiono, Firmansyah A, Sofiah S, Brojo M, Mamengke J. 2007.
Aspek biologi ikan butini (Glossogobius Matanensis) di Danau Towuti,
Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
14(1): 13-22.
Brojo M, Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi Nemipterus tambuloides
(Blk.) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan, Pandeglang.
Jurnal Iktiologi Indonesia. 2(1): 9-13.
Effendie MI.2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

20

Ernawati T dan B Sumiono. 2006. Sebaran dan kelimpahan ikan kuniran
(mullidae) di perairan Selat Makassar. Prosiding seminar nasional ikan IV.
Balai Riset Perikanan Laut. Jatiluhur, Jakarta.
Handayani T.2006. Aspek biologi ikan lais di Danau lais. Journal of Tropical
Fisheries. 1(1): 12-23.
Herianti I, Subani W.1993. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad
beberapa jenis ikan demersal di perairan Utara Jawa. Jurnal Penelitian
Perikanan Laut (78): 46-58.
Husna F. 2012. Reproduksi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker 1855)
dari Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ismen A. 2005. Age, growth, and reproduction of the goldband goatfish Upeneus
moluccensis (Bleeker, 1855) in Iskenderun Bay, the Eastern
Mediterranean.Journal of Zoology Turkey. 29: 301-309.
Kunto P, Katamirardja ES. 2005. Pertumbuhan, mortalitas, dan kebiasaan makan
ikan tawes (Barbodes gonionotus) di Waduk Wonogiri. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia . 11(2):1-7.
Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, dan Dora M Passino. 1977. Ichthyology. John
Willey and Sons, Inc. New York. 505 p.
Musbir, A Mallawa, Sudirman, dan Najamuddin. 2006. Pendugaan ukuran
pertama kali matang gonad ikan kembung (Rastreliger kanagurta) di
perairan Laut Flores, Sulawesi Selatan. Jurnal Sains dan Teknologi. 6(1):
19-26.
Mustac B dan Sinovcic G. 2011. Reproductive cycleof gilt sardine (Sardinella
aurita Valenciennes 1847) in the Eastern Middle Adriatic Sea. 28: 46-50.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. London: Academic Press. 352 hal.
Novitriana R, Y Ernawati, dan MF Rahardjo. 2004. Aspek pemijahan ikan petek,
Leiognathus eqvulus, Forsskal 1775 (Famili Leiognathidae) di pesisir
Mayangan Subang, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 4(1): 7-13.
Nugraha dan Mardlijah. 2006. Hubungan panjang bobot, perbandingan jenis
kelamin dan tingkat kematangan gonad tuna mata besar (Thunnus obesus) di
Perairan Laut Banda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12(3):195:202.
Prahadina VD. 2013. Kajian stok ikan kembung lelaki Rastrelliger
kanagurta(Cuvier,1817) di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN
Karangantu, Banten.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ozvarol ZAB, BA Balci, MGA Tasli, Y Kaya, dan M Pehlivan. 2010. Age,
growth, and reproduction of goldband goatfish (Upeneus moluccensis
Bleeker (1855)) from the Gulf of the Antalya (Turkey). Journal of Animal
and Veterinary Advances. 9(5): 939-945.
Ruth EK.2011. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di
Teluk Banten, yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai. [skripsi]
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saadah. 2000. Beberapa aspek biologi ikan petek (Leiognathus splendens Cuv.) di
perairan Teluk Labuan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, dan Watanabe.2001bS. Kematangan gonad
beberapa jenis ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis)

21

di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia.1(2):
25-30.
Syamsiyah NN. Studi dinamika stok ikan biji nangka (Upeneus sulphureus
Cuvier, 1829) diperairan Utara Jawa yang didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur
[skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Triana N. 2011. Pola pertumbuhan dan biologi reproduksi ikan kuniran (Upeneus
molluccensis Bleeker, 1855) di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara
[skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susilawati R. 2000. Aspek biologi reproduksi, makanan, dan pola pertumbuhan
ikan biji nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di Perairan Teluk Labuan,
Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Udupa KS. 1896. Statistical method of estimating the size at first maturity of
fishes. Fishbyte. 4(2):8-1
Usman, Daud S.P dan Rachmansyah. 1996. Beberapa aspek biologi reproduksi
dan kebiasaan makan ikan kuwe (Carangidae) di Selat Makasar dan Teluk
Ambon. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11, No 3.Hal. 12.
Warjono J. 1990. Studi beberapa aspek biologi reproduksi ikan betutu
(Oxyeleotris marmorata Bleeker) di Sungai Cisadane Kabupaten Tangerang
dan di Waduk Saguling Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi].Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

22

LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin betina
ikan kuniran (Upeneus moluccensis)
TKG
I
II
III
IV
Jantan
64
151
79
20
Betina
20
132
32
28

dan jantan pada
V
0
0

Jumlah
314
212
526

Lampiran 2 Faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) selama tujuh
bulan pengamatan

18-Jun-13
7-Jul-13
28-Jul-13
16-Aug-13
5-Sep-13
28_Sep-13
13-Oct-13

BETINA
fk rata2
0.3377
0.4874
0.2818
0.1820
0.2770
0.2079
0.4698

Keterangan : fk
= faktor kondisi
Stdev = standar deviasi

JANTAN
STDEV
0.0342
0.0455
0.1295
0.0391
0.0539
0.0661
0.5100

fk rata2
0.1590
0.2891
0.1568
0.1110
0.1587
0.1096
0.1417

stdev
0.020141
0
0.053905
0.024794
0.028337
0.028395
0.076678

23

Lampiran 3 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran (Upeneus
moluccensis) dengan metode Spearman-Karber
a.

Ikan kuniran betina

85

89

87

1.93951925

1

0

0.0000

1-Pi
(Qi)
1.0000

90

94

92

1.96378783

1

0

0.0000

1.0000

0.0230

0.0000

0

0.0000

95

99

97

1.98677173

7

0

0.0000

1.0000

0.0218

0.0000

6

0.0000

100

104

102

2.00860017

28

0

0.0000

1.0000

0.0208

0.0000

27

0.0000

105

109

107

2.02938378

24

1

0.0417

0.9583

0.0198

0.0399

23

0.0017

110

114

112

2.04921802

27

0

0.0000

1.0000

0.0190

0.0000

26

0.0000

115

119

117

2.06818586

12

1

0.0833

0.9167

0.0182

0.0764

11

0.0069

120

124

122

2.08635983

17

1

0.0588

0.9412

0.0174

0.0554

16

0.0035

125

129

127

2.10380372

8

5

0.6250

0.3750

0.0168

0.2344

7

0.0335

130

134

132

2.12057393

12

0

0.0000

1.0000

0.0161

0.0000

11

0.0000

135

139

137

2.13672057

8

3

0.3750

0.6250

0.0156

0.2344

7

0.0335

140

144

142

2.15228834

10

6

0.6000

0.4000

0.0150

0.2400

9

0.0267

145

149

147

2.16731733

11

5

0.4545

0.5455

0.0145

0.2479

10

0.0248

150

154

152

2.18184359

7

3

0.4286

0.5714

0.0141

0.2449

6

0.0408

155

159

157

2.19589965

3

1

0.3333

0.6667

0.0136

0.2222

2

0.1111

160

164

162

2.20951501

4

2

0.5000

0.5000

0.0132

0.2500

3

0.0833

165

169

167

2.22271647

4