Model Simulasi Pengelolaan Multi-Tujuan Hutan Mangrove Di Pt Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat

MODEL SIMULASI PENGELOLAAN MULTI-TUJUAN
HUTAN MANGROVE DI PT BINA OVIVIPARI SEMESTA,
KALIMANTAN BARAT

MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Simulasi
Pengelolaan Multi-Tujuan Hutan Mangrove di PT Bina Ovivipari Semesta,
Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 2 Desember 2015

Muhammad Girindra Syahid Aldila
NIM E14110006

ABSTRAK
MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA. Model Simulasi
Pengelolaan Multi-Tujuan Hutan Mangrove di PT Bina Ovivipari Semesta,
Kalimantan Barat. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO.
Potensi sumber daya alam hutan mangrove yang besar di Indonesia dapat
dikelola untuk memperoleh keuntungan maksimal secara lestari. PT Bina
Ovivipari Semesta (BIOS) merupakan perusahaan yang melakukan pemanfaatan
kayu bakau di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini
dilakukan dengan membuat model simulasi melalui pendekatan analisis kelayakan
usaha guna melihat kombinasi skenario pengelolaan multi-tujuan hutan mangrove
terbaik. Skenario terbaik yaitu kombinasi pengusahaan kayu bulat kecil, arang
bakau, dan tambak ikan bandeng. Skenario ini memiliki NPV pada akhir daur
sebesar Rp47 610 510 316 dengan BCR sebesar 1.16 dan dapat menjadi program

kelola sosial bagi masyarakat di sekitar hutan. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat membantu perusahaan untuk melakukan pengelolaan hutan yang lestari
secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Secara global, penelitian ini berkontribusi
untuk mencapai tujuan ke-sembilan dan lima belas pada konsep Sustainable
Development Goals (SDGs).
Kata kunci: BCR, hutan mangrove, model simulasi, multi-tujuan, NPV

ABSTRACT
MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA. Model Simulation of
Multi-Purpose Management Mangrove Forest in PT Bina Ovivipari Semesta,
West Kalimantan. Supervised by HERRY PURNOMO.
The natural resources potential of mangrove forest in Indonesia can be
managed to obtain maximal profit sustainably. PT Bina Ovivipari hosts (BIOS) is
a company working in mangrove timber utilization in the Regency Kubu Raya,
West Kalimantan Province. This research was conducted with the model
simulation through feasibility approach analysis of business attempts to see the
best multi-purpose management scenario of mangrove forest. The best scenario is
combination of small logs, charcoal mangrove, and milkfish pond cultivation. At
the end of cycle, this scenario has Rp47 610 510 316 of NPV with 1.16 of BCR
and also had a chance to become company social programs for communities

around the forest. The results of this research are expected to help the company to
do sustainable forest management according to economic, ecological, and social
aspects. Globally, this research contribute in achieving the ninth and fifteenth goal
of Sustainable Development Goals (SDGs).
Keyword: BCR, mangrove forest, model simulation, multi-purpose, NPV

MODEL SIMULASI PENGELOLAAN MULTI-TUJUAN
HUTAN MANGROVE DI PT BINA OVIVIPARI SEMESTA,
KALIMANTAN BARAT

MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
pengelolaan hutan mangrove, dengan judul Model Simulasi Pengelolaan Multi
Tujuan Hutan Mangrove di IUPHHK-HA Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan
Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Herry Purnomo
MComp selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, serta
Ir Fairus Mulia selaku direktur PT Bina Ovivipari Semesta dan pihak perusahaan
yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayah (Ir Deddy Sufredy MSi), Ibu (Ir Yayu SS
Widiawati MSi), dan seluruh keluarga atas doa dan masukannya. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Rachma Aprillia Utami, sahabat BASECAMP
KERINCI, Fahutan 48, dan kawan-kawan MNH 48 atas dukungan, semangat,
doa, dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan dan
bagi kemajuan bangsa Indonesia.
.

Bogor, 2 Desember 2015

Muhammad Girindra Syahid Aldila

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1


TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Alat dan Bahan

4

Prosedur Analisis Data

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan

6

Konseptualisasi Model

6

Spesifikasi Model

7

Evaluasi Model

15


Penggunaan Model

15

Kombinasi Skenario Terbaik

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18


DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1. Perbandingan data hasil simulasi pemanfaatan hasil hutan
2. Perbandingan kelayakan usaha masing-masing skenario

15
17


DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi PT Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat
2. Konseptualisasi interaksi variabel-variabel model simulasi
3. Konseptualisasi submodel dinamika produksi hutan mangrove
4. Submodel pengelolaan usaha kbk bakau PT BIOS
5. Submodel pengelolaan usaha arang bakau PT BIOS
6. Submodel pengelolaan usaha kayu serpih bakau
7. Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng
8. Grafik selisih serapan CO2 yang dapat dijual
9. Submodel usaha perdagangan karbon PT BIOS
10. Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS
11. Grafik perbandingan PV masing-masing skenario

4
7
8
9
10
11
12
13
13
14
17

DAFTAR LAMPIRAN
1. Print out persamaan model
2. Kondisi tutupan lahan hutan mangrove di PT BIOS

20
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove dikenal sebagai salah satu ekosistem hutan tropis yang
unik dan kompleks. Ekosistem ini mempunyai peranan yang sangat penting
terutama bila ditinjau dari segi lingkungannya yaitu sebagai penahan abrasi dan
penyerap CO2. Selain itu, ekosistem hutan mangrove mempunyai peranan
terhadap kehidupan satwa liar, untuk perkembangbiakan ikan dan biota laut,
maupun dari segi pemanfaatannya oleh manusia untuk dipungut hasil hutannya
dan sebagai objek wisata. Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit pada tahun
2009, kondisi hutan mangrove di Provinsi Kalimantan Barat pada umumnya
sudah berupa hutan mangrove sekunder atau bekas tebangan. Luasan hutan
mangrove sekunder tersebut yaitu 119 327 ha atau sekitar 0.81% dari luas
Provinsi Kalimantan Barat dan hanya sekitar 34 ha yang masih merupakan hutan
mangrove primer (Kemenhut 2013).
PT Bina Ovivipari Semesta (PT BIOS) merupakan sebuah perusahaan yang
bergerak dibidang kehutanan, khususnya pemanfaatan kayu bakau-bakauan.
Luasan areal perusahaan ini sebesar 10 100 ha dan terletak di Kabupaten Kubu
Raya, Provinsi Kalimantan Barat sebagaimana terlihat pada Gambar 1. PT BIOS
memiliki visi untuk mewujudkan pengelolaan hutan alam mangrove secara lestari
yang dapat menjamin kelestarian fungsi produksi, fungsi ekologi, dan fungsi
sosial serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan wilayah. Perusahaan
ini memanfaatkan kayu bakau-bakauan untuk dijadikan woodchip dan white
charcoal. Besarnya potensi hutan mangrove yang tersedia, seharusnya dapat
dikelola oleh perusahan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal secara
lestari. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial
pengelolaan multi-tujuan hutan mangrove di PT BIOS dengan pendekatan
pemodelan sistem.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model simulasi pengelolaan
hutan mangrove serta menentukan model pengelolaan hutan mangrove terbaik di
PT Bina Ovivipari Semesta, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah model simulasi
pengelolaan hutan mangrove yang dibuat dapat menjadi rekomendasi untuk
membantu perusahaan dalam pengelolaan sumber daya alam hutan mangrove
yang lestari secara ekonomi, ekologi, dan sosial.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam khas pesisir tropika, yang
mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat Iuas apabila ditinjau
dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan hutan mangrove atau
ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis flora
fauna yang hidup dalam ekosistem perairan dan daratan yang membentuk
ekosistem mangrove. Kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati ini
mempunyai segudang harapan bagi masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup
(Sobari et al. 2006).
Arief (2003) menyatakan pentingnya hutan mangrove secara lebih
sederhana dapat dipandang dari lima fungsi yaitu: 1) fungsi fisik, menjaga garis
pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau
abrasi, menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru, sebagai
filter air asin menjadi tawar; 2) fungsi kimia, sebagai tempat terjadinya proses
daur ulang yang menghasilkan oksigen, penyerap karbondioksida, pengolah
bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri; 3) fungsi biologi, sebagai sumber
makanan penting bagi invertebrata kecil, kawasan pemijahan atau asuhan bagi
udang, ikan, kepiting, kerang dan lain-lainnya, kawasan untuk berlindung,
bersarang serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain; 4) fungsi ekonomi,
penghasil kayu, penghasil bahan baku industri, penghasil bibit ikan; 5) fungsi
lainnya, sebagai kawasan wisata alam pantai dan sebagai tempat pendidikan,
konservasi dan penelitian.
Purnamawati et al. (2007) menyatakan bahwa hutan mangrove dengan
vegetasi pohon bakau merupakan mata rantai yang menghubungkan ekosistem
laut dan ekosistem darat, sehingga keseimbangan perairan tambak dapat
dioptimalkan. Selain itu, pohon bakau memiliki serasah (litterfall) yang berperan
aktif sebagai sumber bahan organik terlarut yang dibutuhkan untuk kestabilan
kualitas air pada tambak. Sistem perakaran pohon bakau berfungsi sebagai
substrat atau penyaring bagi partikel-partikel yang tersuspensi dan terkoloid pada
perairan tambak.
Carbon pool dalam bentuk biomassa pohon, saat ini bersifat strategis dan
memiliki peran penting bagi perekonomian. Oleh karena itu, salah satu strategi
pengelolaan sumber daya pesisir berbasis perdagangan karbon merupakan
alternatif pembangunan ekonomi baru dalam memanfaatkan potensi kredit karbon
yang ada (Brastasida 2010; TCG 2008; MI 2009 dalam Sadelie et al. 2011).
Sadelie et al. (2011) menyampaikan hasil pada penelitian yang berjudul “Kebijkan
Pengelolaan Sumber daya Pesisir Berbasis Perdagangan Karbon”, bahwa daya
serap mangrove terhadap karbon jauh lebih tinggi (227,3 tC
) daripada
tanaman hutan lainnya seperti Acacia mangium (62,08 tC
) atau Eucalyptus
sp. (75,89 tC
), yang ditanam di frontier area. Dengan adanya keterkaitan
mangrove dan emisi
ini, maka akan terjadi loop dengan ecosystem services
sector pada komponen karbon (climate regulation).

3
Pemodelan Sistem
Menurut Purnomo (2012) pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan
seni. Sebuah pengetahuan karena ada logika yang jelas ingin dibangunnya dengan
urutan yang sesuai. Sebuah seni karena pemodelan mencakup bagaimana
menuangkan persepsi manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya.
Bergantung pada tujuan pemodelan, hutan dan lautan dapat dimodelkan sebagai
sekumpulan formulasi matematika yang terintegrasi. Berikut langkah-langkah
dalam pemodelan sistem:
a. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan
b. Konseptualisasi model
c. Spesifikasi model
d. Evaluasi model
e. Penggunaan model.
Penggunaan pendekatan pemodelan sistem dalam mempresentasikan suatu
pengelolaan hutan telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk berbagai tipe
ekosistem hutan. Martin (2010) mempresentasikan model pengelolaan hutan
penelitian yang dikelola secara kolaboratif dengan mengambil contoh kasus Hutan
Penelitian Benakat, Sumatera Selatan. Simulasi model pengelolaan Hutan
Penelitian Benakat secara kolaboratif ini dibangun dari pemodelan dinamika
sistem antara sub sistem tenaga kerja dan pendapatan masyarakat, sub sistem
penduduk, serta sub sistem ekonomi (pengusahaan hutan penelitian). Selain itu,
Sanudin dan Priambodo (2013) melakukan analisis sistem terhadap pengelolaan
hutan rakyat agroforestry di hulu DAS Citanduy melalui pendekatan pemodelan
sistem yang disimulasikan berdasarkan sub model dinamika tegakan, sub model
tenaga kerja, serta sub model pengelolaan hutan rakyat.
Analisis Kelayakan Usaha
Teknik analisis rasio manfaat terhadap biaya atau Benefit Cost Ratio (BCR)
adalah perbandingan antara besaran manfaat dengan besaran biaya yang diperoleh
atau dikeluarkan oleh suatu investasi yang sedang dianalisis, karena yang
diperbandingkan adalah manfaat dan biayanya maka metode ini sering disebut
metode analisis rasio manfaat dan biaya. Pada dasarnya BCR akan
membandingkan antara manfaat yang diperoleh dari suatu investasi dengan biayabiaya yang dikeluarkan untuk menjalankan investasi tersebut, pembandingan
tersebut haruslah kompatibel dan didasarkan pada referensi waktu yang sesuai.
Berdasarkan referensi waktu memandangnya, perolehan manfaat dan pengeluaran
biayanya dapat didasarkan pada saat ini (present), saat akan datang (net present),
dan dapat pula merupakan rataan tahunannya (annual equivalent). Adapun teknik
analisis nilai manfaat bersih kini atau Net Present Value (NPV) adalah perbedaan
atau selisih dari nilai manfaat kini dan nilai biaya kini (Nugroho 2014).

4

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di PT Bina Ovivipari Semesta, Kabupaten Kubu
Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Pengumpulan dan pengolahan data
dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Oktober 2015.

Gambar 1 Peta lokasi PT Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator,
seperangkat komputer/laptop serta perangkat lunak (Software) berupa programprogram komputer dalam mengolah data seperti Stella 9.0.2, Microsoft Office
Word dan Microsoft Office Excel.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
sekunder yang digunakan meliputi:
1. Data kondisi umum PT Bina Ovivipari Semesta
2. Data hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) 2010
3. Rencana Karya Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK)
2012-2021
4. Laporan Keuangan PT Bina Ovivipari Semesta tahun 2007-2011
5. Laporan Keuangan PT Bina Sylva Nusa tahun 2010-2012

5
Prosedur Analisis Data
Pemodelan Sistem
Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan penyusunan model
simulasi pada penelitian ini meliputi:
1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan
Identifikasi isu dilakukan untuk mengetahui manfaat dilakukannya
pemodelan. Setelah mengidentifikasi isu, kemudian ditentukan tujuan dari
pembuatan model dan batasan model yang dapat berupa batas ruang, waktu
atau batasan isu.
2. Konseptualisasi model
Pada tahap ini dilakukan penyusunan model simulasi sesuai dengan tujuan dan
batasan yang telah ditentukan sebelumnya menggunakan ragam metode
seperti diagram stok (stock) dan aliran (flow).
3. Spesifikasi model
Perumusan terhadap konseptualisasi model yang telah dibangun dengan
melakukan penyusunan model simulasi secara kuantitatif.
4. Evaluasi model
Pembandingan kewajaran dan kelogisan model dengan data hasil penelitian
serupa. Evaluasi model dilakukan terhadap data hasil simulasi dengan data
sekunder yang diperoleh dari tulisan ilmiah.
5. Penggunaan model
Pada tahap ini dibuat skenario-skenario pengelolaan pemanfaatan sumber daya
di hutan mangrove.
Kelayakan finansial
Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha
pengelolaan hutan. Kriteria yang digunakan antara lain Net Present Value ( NPV),
Benefit Cost Ratio (BCR).
a. Net Present Value (NPV)
NPV = ∑

Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria kelayakan investasi, sebagai berikut:
 NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan dapat dilaksanakan
 NPV = 0, maka proyek tidak menguntungkan dan tidak rugi, sehingga
tergantung pihak manajemen perusahaan.
 NPV < 0, maka proyek lebih baik tidak dilaksanakan karena mengalami
kerugian.
b. Benefit Cost Ratio (BCR)
BCR =





BCR > 1 ; maka proyek layak atau menguntungkan
BCR < 1 ; maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan
Keterangan :
Bt = pendapatan (benefit) pada tahun ke-t
t = umur proyek (tahun)
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t
i = suku bunga (discount rate) (%)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan
Isu yang diangkat dalam pemodelan ini yaitu upaya meningkatkan
pendapatan PT Bina Ovivipari Semesta (BIOS) dengan mengembangkan
pemanfaatan kawasan hutan mangrove disamping pemanfaatan kayunya saja.
Pengembangan pemanfaatan sumber daya diluar pemanfaatan kayu diperlukan
guna tercapai pengelolaan hutan mangrove yang lestari secara ekonomi, ekologi,
dan sosial melihat banyaknya manfaat yang terdapat pada ekosistem ini.
Tujuan dari penyusunan model simulasi ini adalah untuk mengetahui
kombinasi pengelolaan hutan mangrove terbaik berdasarkan nilai NPV dan BCR
yang diperoleh dari beberapa skenario pengelolaan hutan mangrove yang akan
dirancang. Batasan-batasan penyusunan model simulasi ini yaitu :
- Dinamika produksi merupakan kayu bakau dengan jenis Rhizophora apiculata,
R mucronata, Bruguiera spp.
- Daur yaitu interval untuk menentukan blok yang akan ditebang
- Harga adalah bentuk nominal yang digunakan untuk menilai suatu komoditas
dalam satuan rupiah
- Suku bunga yang digunakan yaitu suku bunga Bank Indonesia sebesar 7.5%
- Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dua puluh tahun mulai
2015-2034
- Nilai pemasukan dan pengeluaran merupakan nilai yang terdiskonto
berdasarkan suku bunga dan jangka waktu
- Base time unit yang digunakan yaitu dalam satuan tahun
- Nilai tukar rupiah sebesar Rp13 800/USD
Konseptualisasi Model
Model simulasi pengelolaan hutan mangrove ini dibuat berdasarkan
pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan di PT BIOS, dengan penambahan
model simulasi yang tidak berdasarkan pengelolaan hutan yang telah dilaksanakan
di PT BIOS. Pemodelan ini terdiri dari beberapa submodel, yaitu :
- Submodel dinamika produksi hutan mangrove
- Submodel pengelolaan usaha kayu bulat kecil (KBK) bakau
- Submodel pengelolaan usaha arang bakau
- Submodel pengelolaan usaha kayu serpih (woodchip)
- Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng
- Submodel usaha perdagangan karbon
- Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS (model utama)
Seluruh variabel di dalam submodel tersebut saling berinteraksi satu sama
lain seperti terlihat pada Gambar 2. Luas tebangan merupakan variabel yang
mempengaruhi pendapatan seluruh submodel pengelolaan usaha. Variabel luas
tebangan ini berkorelasi positif terhadap variabel volume produksi kbk sehingga
dapat mempengaruhi submodel pengelolaan usaha produksi kbk, usaha produksi
arang, dan usaha produksi kayu serpih. Selain itu, variabel luas tebangan memiliki
hubungan negative atau berbanding terbalik terhadap submodel pengelolaan usaha
perdagangan karbon dan usaha tambak ikan bandeng.

7

Gambar 2 Konseptualisasi interaksi variabel-variabel model simulasi
Keenam submodel di atas memberikan kontribusi berupa pendapatan
terhadap keseluruhan pengusahaan hutan mangrove di PT BIOS yang ditandakan
dengan panah positif pada Gambar 2. Terjadi loop negatif antara variabel volume
produksi kbk, volume produksi arang, dan volume produksi kayu serpih yang
menunjukkan bahwa hubungan antar variabel tersebut berbanding terbalik.
Spesifikasi Model
Submodel dinamika produksi kayu bakau
Submodel ini menggambarkan dinamika produksi hutan mangrove yang
akan dimanfaatkan hasil kayunya pada PT BIOS. Penyusunan model ini bertujuan
untuk memperoleh besarnya volume produksi kayu bakau setiap tahunnya.
Dinamika produksi kayu bakau di PT BIOS terbagi berdasarkan luasan areal
efektif produksi yang dibagi menjadi dua blok. Blok A memiliki luas sebesar
4396 ha dan Blok B memiliki luas sebesar 1296 ha. Luasan kedua blok ini
diketahui dari Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK)
tahun 2012-2021. Blok A dan Blok B merupakan state variable yang dipengaruhi
oleh besarnya daur serta permudaan akibat adanya tebangan setiap tahunnya. State
variable berupa blok ini diasumsikan mengalami pergeseran berupa luas tebangan
dari masing-masing blok yang pada akhirnya dapat diperoleh state variable
berupa luasan blok tebangan dalam satuan hektar. Hal ini dapat dilihat pada model
yaitu adanya transfer materi berupa luas tebangan dari Blok B dan Blok A hingga
diperoleh besarnya luas blok tebangan.
Variabel lain yang mempengaruhi dinamika produksi ini yaitu adanya input
berupa permudaan untuk Blok A dan Blok B. Penambahan input berupa variabel
permudaan tersebut diasumsikan sama dengan besarnya luas areal produksi yang
ditebang untuk setiap tahunnya. Asumsi tersebut berdasarkan hasil kegiatan
Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT) yang menunjukkan bahwa penyebaran
permudaan alam di hutan mangrove dalam dua tahun sebesar 80% serta adanya

8
kegiatan penanaman jenis Rhizophora spp. untuk areal bekas tebangan yang tidak
ditumbuhi permudaan alam.
Auxilary variable volume produksi dipengaruhi oleh luas blok tebangan
yang berupa output tebangan serta driving variable berupa potensi tegakan
keseluruhan. Driving variable potensi tegakan menggambarkan kondisi tegakan
pada areal efektif produksi berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh
Berkala (IHMB) tahun 2010. Selain dua variable tersebut, variable lain yang
mempengaruhi volume produksi yaitu auxiliary variable volume pohon induk dan
volume riap pertumbuhan serta adanya driving variable faktor pengaman. Riap
pertumbuhan volume pada hutan mangrove menurut Kusmana (2002) dalam
Herianto et al. (2012) adalah sebesar 9 m3/ha/tahun. Konseptualisasi submodel
dinamika produksi pada hutan mangrove disajikan pada Gambar 3.
Submodel Dinamika Produksi Hutan Mangrove
Blok A
penanaman a
tebangan a

vol phn induk
Blok tebangan
daur

tebangan
tebangan b

potensi
phn induk
~

potensi
tegakan
vol produksi

~

riap vol
Blok B
penanaman b

faktor
pengaman

vol riap

Gambar 3 Konseptualisasi submodel dinamika produksi hutan mangrove
Submodel pengelolaan usaha kayu bulat kecil (KBK) bakau
Submodel ini merupakan konseptualisasi model pemanfaatan kayu bakau
yang dilakukan oleh PT BIOS. Submodel ini menggambarkan pendapatan dan
pengeluaran yang terjadi pada pengelolaan kayu bakau dengan produk kbk.
Submodel ini memiliki driving variable berupa penambahan waktu yang
berfungsi sebagai akumulasi waktu saat melakukan pengelolaan kbk bakau.
Driving variable ini akan mempengaruhi auxiliary variable pemasukan dan
pengeluaran usaha kbk sehingga nantinya dapat diperoleh nilai dari Present Value
(PV) serta Benefit Cost Ratio (BCR) dari submodel ini.
Kayu bakau merupakan komoditi produksi utama di PT BIOS, hal ini
dibuktikan dengan besarnya jumlah pemasukan dari penjualan kbk dibandingkan
dengan produksi arang yang dilakukan oleh perusahaan. Besarnya volume bahan
baku dalam satuan meter kubik pada submodel ini yaitu 80% dari besarnya

9
volume produksi di areal efektif produksi. Harga dari kbk bakau pada submodel
ini berdasarkan ketentuan dari perusahaan yaitu sebesar Rp375 000/m³ dan hanya
dijual kepada PT Bina Sylva Nusa yang merupakan satu induk perusahaan dengan
PT BIOS untuk dijadikan bahan jadi berupa woodchip. Adapun auxiliary variable
pemasukan kbk hanya bergantung pada jumlah bahan baku kbk itu sendiri.
Auxilary variable pengeluaran kbk pada submodel ini dipengaruhi oleh tiga
variabel lainnya, yaitu biaya pemasaran kbk, biaya umum dan administrasi kbk,
dan beban pokok penjualan kbk dalam satuan rupiah per meter kubik. Besaran
nilai ketiga variabel biaya sesuai dengan laporan keuangan PT BIOS tahun 2007
hinggga tahun 2011. Ketiga variabel tersebut mengalami peningkatan ataupun
penurunan sesuai dengan besarnya volume produksi kbk tiap tahunnya. Setelah
auxiliary variable pemasukan kbk dan pengeluaran kbk diketahui, dapat
ditentukan nilai BCR dan PV dari pengelolaan usaha kbk bakau di PT BIOS.
Konseptualisasi submodel ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Submodel Pengelolaan Usaha KBK Bakau
~

b pemasaran K

Jangka Waktu
pengeluaran
kbk

b umum
& adm K

pemasukan
kbk
vol kbk
suku b unga

BCR KBK
b pokok vol produksi
penjualan K

vol produksi

harga
kbk

PV KBK

Gambar 4 Submodel pengelolaan usaha kbk bakau PT BIOS
Submodel pengelolaan usaha arang bakau
Submodel pengelolaan usaha arang bakau ini menggambarkan pengelolaan
arang bakau yang dilakukan oleh PT BIOS. Submodel ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat ekonomi yang diperoleh perusahaan berdasarkan pengelolaan
usaha arang bakau yang dilaksanakan.
Auxilary variable pemasukan produksi arang bakau memiliki aliran
informasi yang berasal dari driving variable berupa harga arang per ton serta
auxiliary variable berupa volume produksi arang bakau tiap tahunnya. Auxiliary
variable volume produksi arang diperoleh berdasar jumlah bahan baku sebanyak
20% dari total produksi kbk bakau dengan rendemen produksi arang sebesar 10%.
Berdasarkan (Thamrin Gt A R 2010) berat jenis antara kayu bakau yaitu sebesar
1.02-1.05 gr/cm³ yang digunakan untuk mengkonversi satuan volume menjadi
satuan berat. Pasaran harga arang bakau export ini yaitu sebesar 550USD/ton atau
setara dengan Rp7 590 000/ton.
Auxilary variable pengeluaran usaha arang bakau dipengaruhi oleh auxilary
variable berupa biaya pemasaran, biaya umum dan administrasi, dan biaya
produksi arang bakau serta driving variable volume produksi arang. Besaran nilai

10
variabel biaya sesuai dengan laporan keuangan PT BIOS tahun 2007 sampai tahun
2011. Auxiliary variable pemasukan dan pengeluaran arang bakau ini pun
dipengaruhi oleh driving variable berupa suku bunga. Konseptualisasi submodel
pengelolaan usaha arang bakau disajikan pada Gambar 5.
Submodel Pengelolaan Usaha Arang Bakau
~

b pemasaran A

Jangka Waktu

vol produksi
vol bhn baku

b umum
& adm A

pengeluaran suku bunga pemasukan
prod arang
prod arang

BCR Arang
b produksi A
vol prod
arang

berat jenis
vol prod
bakau
arang
rendemen
arang
Harga Arang

PV Arang

Gambar 5 Submodel pengelolaan usaha arang bakau PT BIOS
Submodel pengelolaan usaha kayu serpih (woodchip) bakau
Submodel ini menggambarkan simulasi produksi kayu bulat kecil (KBK)
bakau menjadi kayu olahan berupa kayu serpih (woodchip). Penyusunan
submodel pengelolaan usaha kayu serpih ini bertujuan untuk mengetahui besaran
pendapatan tambahan apabila PT BIOS melakukan produksi kayu serpih sendiri.
Kegiatan produksi kayu serpih ini menggunakan bahan baku kayu bulat
kecil (KBK) bakau yang di produksi oleh PT BIOS. Besarnya nilai auxiliary
variable volume bahan baku adalah sebesar 80% dari total volume produksi kbk
dengan rendemen pengolahan kayu serpih sebesar 50% sampai 60% sesuai
dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.13/VIBPPHH/2009 tentang Rendemen Kayu Olahan IPHHK. Auxilary variable
pemasukan produksi kayu serpih memperoleh aliran informasi berupa besaran
volume produksi kayu serpih dan harga kayu serpih per satuan ton. Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 518/KM.4/2014 tentang Penetapan
Harga Ekspor untuk Penghitungan Bea Keluar menentukan besarnya harga kayu
serpih yaitu sebesar 40USD/ton atau setara dengan Rp552 000/ton.
Auxiliary variable pengeluaran produksi kayu serpih dipengaruhi oleh
beberapa driving variable yakni biaya pemasaran kayu serpih, biaya umum dan
administrasi, biaya produksi kayu serpih, dan volume produksi kayu serpih dalam
satuan ton. Besaran nilai variabel biaya pada submodel ini sesuai dengan Laporan
Keuangan PT Bina Sylva Nusa tahun 2010-2012. Auxilary variable pemasukan
dan pengeluaran produksi kayu serpih mengalirkan informasi menuju auxiliary
variable PV dan BCR kayu serpih sehingga dapat diketahui besarnya keuntungan
serta kelayakan usaha kayu serpih di PT BIOS. Konseptualisasi submodel
pengelolaan usaha kayu serpih disajikan pada Gambar 6.

11
Submodel Pengelolaan Usaha Kayu Serpih
~

b pemasaran
chip

b umum
& adm chip

Jangka Waktu

vol produksi
vol bhn baku
chip

pengeluaran
prod chip

suku b unga

pemasukan
b erat jenis
prod chip
b akau
vol prod chip

BCR Chip
harga chip

vol prod chip
b produksi
chip

rendemen
chip

PV Chip

Gambar 6 Submodel pengelolaan usaha kayu serpih bakau
Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng
Submodel pengelolaan usaha tambak ini merupakan salah satu bentuk
pemanfaatan potensi pada ekosistem hutan mangrove yang dapat dilaksanakan di
PT BIOS. Submodel ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha dan tingkat
ekonomi yang dapat diperoleh dengan melakukan pengusahaan tambak khususnya
ikan bandeng di ekosistem hutan mangrove.
Auxilary variable pemasukan tambak merupakan aliran informasi dari
auxilary variable penjualan ikan bandeng serta driving variable jangka waktu dan
suku bunga. Variabel penjualan ikan bandeng tersebut dipengaruhi oleh driving
variable produksi serta harga ikan bandeng dan luas lahan garapan tambak.
Jumlah produksi ikan bandeng untuk luasan tambak satu hektar yaitu sebesar
750kg (Njurummana 2010 dalam Hidayatullah et al. 2013) dengan pemanenan
dilakukan ketika satu kilogram bandeng terdiri dari tiga-empat individu atau 250350g/individu (Hidayatullah et al. 2013). Harga ikan bandeng untuk wilayah
Kubu Raya sesuai dengan informasi resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan
yaitu sebesar Rp20 000/kg.
Nilai pengeluaran pengelolaan usaha tambak ikan bandeng ini di pengaruhi
oleh beberapa variabel, yaitu biaya investasi, biaya pemeliharaan tanggul, biaya
operasional, dan biaya penaburan benih bandeng. Selain variabel biaya, auxilary
variable pengeluaran tambak juga di pengaruhi oleh jangka waktu dan suku bunga.
Penentuan skema biaya pengeluaran usaha tambak ikan bandeng ini diperoleh
berdasarkan hasil penelitian Hidayatullah et al. (2013) mengenai kelayakan
pengusahaan tambak ikan bandeng di areal ekosistem hutan mangrove.
Konseptualisasi submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng disajikan pada
Gambar 7.

12
Submodel Pengelolaan Usaha Tambak Ikan Bandeng
~

b pemeliharaan
~
tanggul
b investasi
awal

pengeluaran
tambak

b operasional
lain
luas tamb ak
b penaburan
benih bandeng

harga benih
bandeng
jumlah benih
bandeng

Jangka Waktu

luas tambak
produksi
bandeng

suku b unga

BCR Tambak

pemasukan pemasukan
tambak
bandeng
harga
bandeng

PV Tambak

Gambar 7 Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng
Submodel usaha perdagangan karbon
Submodel usaha perdagangan karbon adalah submodel yang
menggambarkan pengelolaan hasil hutan berupa serapan karbon yang ada di PT
BIOS. Submodel ini bertujuan untuk mengetahui tambahan pendapatan apabila
dilakukan usaha perdagangan serapan karbon di areal konsesi PT BIOS. Batasan
untuk submodel ini yaitu serapan karbon yang diperhitungkan hanya terjadi pada
bagian tegakan mangrove diatas tanah.
Submodel simulasi perdagangan karbon terdapat aliran informasi berupa
driving variable riap volume tegakan dalam satuan meter kubik per hektar serta
Biomass Expansion Factor (BEF) dan kerapatan kayu. Nilai BEF Rhizophora spp.
sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Nomor P.01/VIII-P3KR/2012 yaitu sebesar 1.68 dan nilai kerapatan kayu bakau
menurut Herianto et al. (2012) adalah sebesar 0.92. Driving variable tersebut
berinteraksi untuk menentukan auxilary variable biomassa tegakan dalam satuan
ton per hektar dengan menggunakan rumus volume tegakan per hektar dikalikan
BEF dan berat jenis bakau atau kerapatan kayu (Katterings et al. 2001). Auxilary
variable biomassa tegakan berinteraksi dengan driving variable fraksi karbon
sehingga dapat diketahui auxilary variable stok karbon tegakan dalam satuan ton
per hektar. Menurut IPCC (2006), fraksi karbon dari biomassa di dalam suatu
hutan adalah sebesar 0.47. Kemudian terdapat aliran informasi berupa variabel
stok karbon dan fraksi CO2 untuk menentukan nilai auxilary variable serapan
CO2 dalam satuan ton per hektar. Nilai fraksi CO2 merupakan perbandingan berat
molekul relative senyawa karbondioksida (CO2) dengan berat molekul relatif atom
karbon (C) yaitu sebesar 3.67.
Konsep perdagangan karbon yang digunakan pada submodel usaha
perdagangan karbon ini yaitu menghindari penebangan dan degradasi hutan serta
melakukan upaya penanaman pada areal bukan hutan. Komoditi yang dijual
berupa serapan CO2 dari penanaman areal kosong dan selisih serapan CO2 apabila
dilakukan penebangan seperti biasa dengan serapan CO2 tanpa penebangan di
areal produksi Blok B seperti terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

13
1: serapan CO2 BAU

CO2 (ton/tahun)

1:
2:

2: serapan CO2 tanpa tebangan di blok b

132000

1:
2:

2

2

2

2

130500
1
1

1

1

Tahun
1:
2:

129000
2015.00

2019.75

2024.50
Y ears

Page 1

2029.25
2034.00
10:39 PM Mon, Oct 26, 2015

Gambar 8 Grafik selisih serapan CO2 yang dapat dijual
Submodel Usaha Perdagangan Karbon

BEF
vol riap
tegakan

kerapatan
kayu

fraksi karbon

penambahan
biomassa serapan karbon
tegakan
tegakan

luas teb angan
normal

serapan CO2
hilang BAU

serapan CO2
tegakan per ha

luas areal
produksi serapan CO2
tanpa tebangan
serapan CO2
BAU

upah sertifikasi

fraksi CO2
serapan CO2
tegakan per ha

serapan CO2 hilang
tanpa tebangan di blok b

serapan CO2 tanpa
tebangan di blok b

serapan CO2 yg
bisa di jual

pengeluaran
perdagangan karbon

luas penanaman
lahan kosong

luas teb angan
tanpa b lok B

serapan CO2
tegakan per ha

pemasukan
perdagangan karbon
suku b unga

b pemeliharaan

BCR Karbon

harga
karbon

PV Karbon

persen pendapatan
karbon PT BIOS

~

validasi
~

verifikasi

~

Jangka Waktu

luas penanaman
lahan kosong

Gambar 9 Submodel usaha perdagangan karbon PT BIOS
Nilai auxilary variable pemasukan perdagangan karbon dipengaruhi oleh
driving variable harga karbon dan persen pendapatan karbon untuk pengembang.
Selain dua variabel tersebut, variabel lain yang mempengaruhi nilai pemasukan

14
perdagangan karbon yaitu serapan CO2 yang dapat dijual, jangka waktu, suku
bunga, dan serapan CO2 dari penanaman di lahan kosong. Auxilary variable
pengeluaran perdagangan karbon didapatkan dari interaksi antara upah sertifikasi,
pemeliharaan tegakan, validasi, dan verifikasi.
Harga karbon pada submodel ini yaitu sebesar 4USD/ton CO2 sesuai dengan
harga karbon di Hutan Ulu Masen. Persen pendapatan karbon PT BIOS, validasi,
verifikasi, dan upah sertifikasi diperoleh berdasarkan perhitungan voluntary
carbon standard (AFOLU) yang tercantum pada lampiran Peraturan Menteri
Kehutanan P.36/Menhut-II/2009. Besarnya pendapatan yang diperoleh dari usaha
perdagangan karbon ini dibagi menjadi 60% untuk perusahaan, 20% untuk
pemerintah, dan 20% untuk masyarakat. Konseptualisasi submodel usaha
perdagangan karbon ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS
Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS menggambarkan neraca
keuangan perusahaan saat ini dengan hanya melakukan pemanfaatan produksi
kayu bulat kecil (KBK) dan produksi arang. Pada model ini terdapat aliran
informasi berupa driving variable pemasukan produksi arang dan pemasukan kbk
sehingga dapat diperoleh nilai auxilary variable pemasukan perusahaan. Selain itu
terdapat pula aliran informasi berupa driving variable pengeluaran produksi arang
dan pengeluaran kbk yang digunakan untuk mengetahui nilai auxilary variable
pengeluaran perusahaan setiap tahunnya. Konseptualisasi model pengusahaan
hutan mangrove PT BIOS dapat dilihat pada Gambar 10.
Model Pengusahaan Hutan Mangrove PT BIOS

pengeluaran
kb k

BCR PT BIOS
pemasukan
kb k
pemasukan
perusahaan

pengeluaran
perusahaan
pengeluaran
prod arang

PV PT BIOS

pemasukan
prod arang

Gambar 10 Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS
Auxilary variable pemasukan dan pengeluaran perusahaan merupakan
variabel dasar untuk menentukan nilai PV yang diperoleh perusahaan serta nilai
BCR untuk melihat kelayakan pengusahaan hutan mangrove di PT BIOS. Model
pengusahaan hutan mangrove PT BIOS ini merupakan model utama yang
nantinya akan dikembangkan pada penggunaan model menjadi beberapa skenario
pengelolaan untuk menentukan pengelolaan usaha hutan mangrove terbaik bagi
PT BIOS.

15
Evaluasi Model
Evaluasi model ini dilakukan untuk menguji kelogisan model yang telah
dibuat. Data hasil simulasi penelitian dibandingkan dengan data-data hasil
penelitian lain yang serupa. Evaluasi model dilakukan pada submodel pengelolaan
kbk dengan nilai NPV pada akhir daur sebesar Rp3 521 390/ha. Kemudian data
tersebut dibandingkan dengan hasil penelitian Bahruni et al. (2007) pada
pengusahaan hutan sekunder dataran rendah dengan nilai ekonomi total pada akhir
daur sebesar Rp3 524 485/ha seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan data hasil simulasi pemanfaatan hasil hutan
Data hasil simulasi
Bahruni et al (2007)
Pendapatan pemanfaatan
3 521 390
3 524 485
hasil hutan (Rp/ha)
Lokasi penelitian

Hutan Mangrove
Sekunder

Hutan Sekunder Dataran
Rendah

Perbedaan tersebut terjadi karena pada penelitian Bahruni et al. (2007),
peneliti menghitung nilai ekonomi total berdasarkan nilai guna hasil hutan kayu
dan non kayu dengan intensitas tebang 76% di areal konsesi PT Sari Bumi
Kusuma. Perbedaan lokasi penelitian yang digunakan pada Tabel 1, memiliki
tujuan untuk melihat perilaku model simulasi yang telah disusun serta belum
adanya penelitian terkait simulasi kelayakan usaha pemanfaatan kayu di hutan
mangrove. Berdasarkan perbandingan tersebut terlihat bahwa model simulasi yang
telah disusun dapat diterima kelogisannya.
Penggunaan Model
Penggunaan model digunakan untuk melihat kombinasi pengelolaan hutan
mangrove terbaik yang nantinya dapat dijadikan rekomendasi untuk pengelolaan
hutan di PT BIOS berdasarkan model-model yang sudah dibuat. Keenam
submodel yang telah dibuat sebelumnya akan dikombinasikan untuk membuat
skenario-skenario pengelolaan hutan mangrove. Skenario tersebut digunakan
untuk perbandingan model berdasarkan tingkat keuntungan ekonomi tertinggi dan
kelestariannya terhadap ekologi dan sosial. Berikut beberapa skenario penggunaan
model yang dibuat;
1. Skenario model pengelolaan hutan mangrove PT BIOS saat ini
Pada skenario ini perusahaan mengelola hutan mangrove berdasarkan
submodel pengelolaan kayu bulat kecil (KBK) bakau dan pengelolaan arang
bakau. Pasokan bahan baku arang bakau berasal dari 20% jumlah kayu yang
diproduksi setiap tahunnya dan sisanya dijual dalam bentuk kayu bulat kecil.
Berdasarkan skenario ini dapat diketahui jumlah keuntungan dalam satu daur
pengelolaan hutan yaitu sebesar Rp41 047 288 403 atau Rp7 211 400/ha dengan
grafik PV tiap tahun terlampir pada Grafik 1. Nilai rata-rata BCR untuk skenario
ini yaitu sebesar 1.13. Besaran nilai NPV dan BCR pada skenario ini
menunjukkan skenario ini layak untuk digunakan pada pengelolaan hutan
mangrove di PT BIOS secara berkelanjutan.

16
2. Skenario pengelolaan arang dan kayu serpih bakau
Pada skenario ini perusahaan diasumsikan memperoleh pendapatan dengan
menjual bahan jadi berupa arang dan kayu serpih bakau. Pembagian bahan baku
kayu bakau untuk pasokan produksi arang dan kayu serpih berturut-turut sebesar
20% dan 80%. Berdasarkan skenario ini dapat diketahui perusahaan mengalami
kerugian sebesar Rp67 526 207 587 hingga tahun 2034 dengan nilai rata-rata BCR
sebesar 0.81. Hal tersebut membuktikan bahwa skenario ini tidak layak untuk
dilakukan pada pengelolaan hutan mangrove di PT BIOS.
3. Skenario pengelolaan hutan mangrove PT BIOS saat ini dan usaha tambak ikan
bandeng
Pada skenario ini perusahaan memperoleh sumber pendapatan dari
penjualan kbk bakau, hasil produksi arang bakau, dan penjualan ikan bandeng.
Produksi ikan bandeng diperoleh dengan membuat tambak seluas 50 ha pada awal
daur dan menjadi 100 ha pada pertengahan daur. Tambak yang akan dibuat berada
di dalam areal efektif produksi. Berdasarkan hasil simulasi untuk skenario ini,
dapat diketahui rata-rata BCR sebesar 1.16 dan NPV yang diperoleh PT BIOS
dalam satu daur yaitu sebesar Rp47 610 510 316 atau Rp8 364 461/ha. Selain
dapat meningkatkan pendapatan untuk perusahaan, pengelolaan tambak ikan
bandeng ini dapat melibatkan langsung masyarakat di sekitar hutan sebagai
bentuk kelola sosial yang dilakukan oleh PT BIOS.
4. Skenario pengelolaan hutan mangrove PT BIOS saat ini dan usaha
perdagangan karbon
Pada skenario ini PT BIOS melakukan upaya kelestarian hutan mangrove
untuk perdagangan karbon dan tetap melakukan penjualan kbk dan hasil produksi
arang bakau seperti saat ini. Upaya kelestarian hutan mangrove untuk
perdagangan karbon yang dapat dilakukan yaitu mengurangi penebangan dan
degradasi hutan serta melakukan penanaman pada lahan kosong, sehingga jumlah
serapan CO2 tegakan mangrove yang dijual dapat meningkat. NPV dalam satu
daur produksi berdasarkan skenario ini yaitu sebesar Rp28 939 221 681 atau Rp4
902 460/ha dan rata-rata BCR sebesar 1.11. Skenario ini layak untuk diusahakan
di PT BIOS serta memiliki nilai tambah pada aspek ekologi.
5. Skenario pengelolaan hutan mangrove produksi arang bakau, kayu serpih,
tambak ikan bandeng, dan perdagangan karbon
Skenario ini merupakan hasil dari gabungan seluruh simulasi submodel
pengelolaan. Berdasarkan hasil simulasi skenario pengelolaan hutan mangrove ini,
perusahaan akan mengalami kerugian sebesar Rp49 334 564 382 di akhir daur
dengan nilai rata-rata BCR sebesar 0.84. Hal tersebut menunjukkan bahwa
skenario ini tidak layak untuk digunakan pada hutan mangrove di PT BIOS.
Kombinasi Skenario Terbaik
Pemilihan skenario terbaik dilakukan dengan membandingkan nilai
kelayakan usaha dari masing-masing skenario yang telah dibuat. Skenario terbaik
dilihat berdasarkan tingkat NPV dan BCR pada masing-masing skenario serta
kelestarian ekologi dan sosial dari skenario yang telah dibuat. Perbandingan PV
masing-masing skenario disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 11, pada
skenario dua dan lima, perusahaan akan terus mengalami kerugian setiap tahun

17

Present Value (Rupiah x10000/tahun)

akibat besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan. Skenario satu, tiga, dan
empat cenderung mengalami penurunan di pertengahan daur, namun mengalami
peningkatan pada akhir daur.
400000
300000
200000
100000

tahun ke-

0
-100000

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

-200000
-300000
-400000
-500000
-600000
PV Skenario 1

PV Skenario 2

PV Skenario 4

PV Skenario 5

PV Skenario 3

Sumber : data hasil simulasi

Gambar 11 Grafik perbandingan PV masing-masing skenario
Berdasarkan rincian pada Tabel 2, dapat diketahui skenario dengan NPV
dan BCR tertinggi adalah skenario tiga. Skenario tersebut merupakan kombinasi
pemanfaatan kayu berupa kbk dan produksi arang bakau serta membuat tambak
ikan bandeng pada areal konsesi PT BIOS. Skenario dengan melakukan kegiatan
silvofishery, perusahaan dapat memperoleh pemasukan tambahan dari hasil hutan
bukan kayu yang berupa ikan bandeng.
Tabel 2 Perbandingan kelayakan usaha masing-masing skenario
Kelayakan Usaha
Peringkat Skenario Usaha
Keterangan
NPV (Rp/ha) BCR
KBK + arang +
1
8 364 461
1.16 Layak usaha, memiliki
tambak
fungsi lain secara sosial
2
KBK + arang
7 211 400
1.13 Layak usaha
3

KBK + arang +
karbon

4

Arang + kayu
serpih + karbon
+ tambak

5

Arang + kayu
serpih

Sumber : data hasil simulasi

1.11

Layak usaha, memiliki
fungsi
lain
secara
ekologi dan sosial

-8 357 541

0.84

Tidak layak usaha,
namun memiliki fungsi
lain secara ekologi dan
sosial

-11 863 353

0.81

Tidak layak usaha

4 902 460

18
Plot silvofishery pada hutan mangrove memberikan pengaruh yang baik
terhadap perbaikan kualitas air tambak dibandingkan tambak konvensional. Selain
itu, pembuatan tambak ikan bandeng di dalam hutan mangrove tidak
mempengaruhi ekosistem secara ekstrim (Hidayatullah et al. 2013). Pengelolaan
hutan mangrove secara silvofishery telah dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara.
Hal tersebut memperkuat isu bahwa penerapan pengelolaan multi-tujuan di hutan
mangrove dapat dilaksanakan di PT BIOS, terutama untuk skenario pengusahaan
kbk, arang bakau, dan tambak ikan bandeng.
Skenario terbaik secara aspek ekologi yaitu skenario 4, dengan melakukan
pengusahaan kbk, arang, dan perdagangan karbon. Skenario tersebut akan menjadi
yang terbaik secara ekonomi apabila harga karbon yang digunakan lebih dari
38USD/ton CO2, dengan asumsi tidak ada perubahan pada harga lainnya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa setiap model yang telah disusun, sensitif terhadap
perubahan nominal harga yang digunakan.
Implikasi secara global dari penelitian ini yaitu memberikan kontribusi
terhadap pencapaian konsep Sustainable Development Goals (SDGs) pada tujuan
ke sembilan dan lima belas. Tujuan ke sembilan dan lima belas yang dimaksud
yaitu industrialisasi yang berkelanjutan dan pengelolaan hutan secara lestari. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil analisis kelayakan usaha pada skenario yang
menjadi rekomendasi bagi perusahaan. Hasil analisis kelayakan usaha pada
skenario tersebut dapat membantu PT BIOS dalam melakukan pengusahaan dan
pengelolaan hutan yang lestari di wilayah administrasi negara Indonesia.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengelolaan hutan mangrove di PT BIOS saat ini memiliki tingkat NPV dan
BCR yang belum optimal, yaitu sebesar Rp41 047 288 403 atau Rp7 211 400/ha
dengan ratio keuntungan 1.13. Pengelolaan ini memiliki NPV positif dan BCR
diatas 1, namun perusahaan belum memperoleh keuntungan yang maksimal. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengelolaan multi-tujuan hutan mangrove di PT BIOS
guna dapat memaksimalkan potensi hutan yang ada di kawasan pengusahaan ini.
Berdasarkan hasil analisis finansial dari lima skenario yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan skenario pengelolaan hutan mangrove terbaik untuk PT BIOS
adalah skenario pengelolaan usaha kbk, arang bakau, dan tambak ikan bandeng.
Apabila menerapkan skenario ini maka PT BIOS dapat memperoleh keuntungan
hingga tahun 2034 sebesar Rp47 610 510 316 atau Rp8 364 461/ha dan BCR
sebesar 1.16 dengan besarnya suku bunga yaitu 7.5%. Selain dari fungsi produksi,
skenario ini memiliki fungsi lain secara sosial karena dapat menjadi program
perusahaan untuk melakukan kelola sosial bagi masyarakat sekitar hutan
mangrove.
Saran
Berdasarkan pemodelan simulasi pengelolaan multi-tujuan hutan mangrove
di PT BIOS, perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait manfaat sosial dan ekologi
secara kuantitatif. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan

19
keputusan dan kebijakan untuk mengelola hutan mangrove agar lestari dalam
aspek ekonomi, ekologi, serta sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Jakarta (ID): Kanisius.
Bahruni, Suhendang E, Darusman D, Alikodra H S. 2007. Pendekatan sistem
dalam pendugaan nilai ekonomi total ekosistem hutan: nilai guna hasil hutan
kayu dan non kayu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 4(3):
369-378.
Herianto N M, Subiandono E. 2012. Komposisi struktur tegakan, biomassa, dan
potensi kandungan karbon hutan mangrove di Taman Nasional Alas Purwo.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi. 9(1):23-32.
Hidayatullah M, Umrani A. 2013. Pertumbuhan bakau (Rhizophora mucronata
Lamk) dan produktivitas silvofishery di Kabupaten Kupang. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 10(3): 315-325.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC guidelines for
national greenhouse gas inventories, Eds : Simon E, Leandro B, Kyoto M,
Todd N, Kyoto T. Agriculture, Forestry and Other Land Use. Volume 4.
Katterings Q M, Coe R, Van Noordjwik M, Ambagu Y, Palm C A. 2001.
Reducing uncertainly in the use of allometric biomass equations for
predicting above-ground free biomass in mixed secondary forests. Forest
Ecology and Management 146: 199-209.
[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan. 2013. Profil Kehutanan 33 Provinsi.
Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan RI.
Martin E. 2010. Model dinamik pengelolaan secara kolaboratif KHDTK Benakat,
Sumatera Selatan. Info Hutan. VII(3): 283-294.
Nugroho B. 2014. Ekonomi Keteknikan (Engineering Economic) Analisis
Finansial Investasi Kehutanan dan Lingkungan. Bogor (ID): Yayasan
Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Purnamawati, Dewantara E, Sadri, Vatria B. 2007. Manfaat hutan mangrove pada
ekosistem pesisir (studi kasus di Kalimantan Barat). Jurnal Media
Akuakultur. 2(1): 156-160.
Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press.
Sadelie A, Kusumastanto T, Kusmana C, Hardjomidjojo H. 2011. Kebijakan
pengelolaan sumber daya pesisir berbasis perdagangan karbon. Jurnal
Hutan dan Masyarakat. 6(1): 1-11.
Sanudin, Priambodo D. 2013. Analisis sistem dalam pengelolaan hutan rakyat
agroforestry di hulu DAS Citanduy: kasus di Desa Sukamaju, Ciamis.
Jurnal online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU. 1(1): 33-46.
Sobari M P, Adrianto L, Azis N. 2006. Analisis ekonomi alternatif pengelolaan
ekosistem mangrove Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Jurnal Buletin
Ekonomi Perikanan. VI(3): 59-80.
Thamrin Gt A R. 2010. Kualitas briket arang dari kombinasi kayu bakau
(Rhizophora mucronata Lamck) dan kayu rambai (Sonneratia acida Linn)
dengan berbagai tekanan. Jurnal Hutan Tropis. 11(30): 77-89.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1 Print out persamaan model
1. Submode lDinamika Produksi Hutan Mangrove
Blok_A(t) = Blok_A(t - dt) + (penanaman_a - tebangan_a) * dtINIT Blok_A =
4396
INFLOWS:
penanaman_a = tebangan_a
OUTFLOWS:
tebangan_a = Blok_A/d