Daya tahan hidup Daya tahan hidup
y = -0,00047x
2
+ 0,01657x - 0,12857 R
2
= 0,94998
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
9 12
15 18
21 24
27 y = -0,00056x
2
+ 0,02013x - 0,15787 R
2
= 0,95724
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
9 12
15 18
21 24
27
y = -0,00096x
2
+ 0,03430x - 0,26917 R
2
= 0,92345
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
9 12
15 18
21 24
27 y = -0,00019x
2
+ 0,00660x - 0,04972 R
2
= 0,74616
Temperatur ºC Y=-0,0006x
2
+0,020x-0,158 R
2
= 0,957
A B
Y=-0,0005x
2
+0,017x-0,128 R
2
= 0,950
Temperatur ºC Y=-0,00096x
2
+0,034x-0,270 R
2
= 0,923 Daya tahan hidup
Daya tahan hidup
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
0,030 0,035
0,040 0,045
D C
Y=-0,0002x
2
+0,007x-0,050 R
2
= 0,746
9 12
15 18
21 24
27
Temperatur ºC Temperatur ºC
Gambar 4. 5 Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
e. Multiplikasi Nematoda
Berdasarkan analisis ortogonal polinomial didapat bahwa temperatur sangat mempengaruhi kemampuan nematoda untuk memperbanyak diri Gambar 4.7.
Peningkatan temperatur akan diikuti dengan peningkatan kemampuan NSK untuk memperbanyak diri. Temperatur optimum untuk NSK memperbanyak diri secara
optimal adalah 15-21ºC. Kemampuan memperbanyak diri isolat S4 lebih rendah dibingkan dengan S1, S2 dan S3. Pada tempertur di bawah 15ºC dan di atas 21ºC
kemampuan NSK untuk memperbanyak diri akan terhambat.
y = -1,0127x
2
+ 40,764x - 276,97 R
2
= 0,8158 20
40 60
80 100
120 140
160 180
9 12
15 18
21 24
2
Keperidian
7
Keperidian Y=-1,013x
2
+40,76x-276,97 R
2
= 0,816
y = -1,3635x
2
+ 51,159x - 340,23 R
2
= 0,7774
20 40
60 80
100 120
140 160
180
9 12
15 18
21 24
27
B
Y=-1,363x
2
+51,159x-340,23 R
2
= 0,777
A
y = -1,3317x2 + 50,83x - 352,87 R2 = 0,4352
20 40
60 80
100 120
140 160
180
9 12
15 18
21 24
27 y = -1,9333x
2
+ 70,613x - 488,08 R
2
= 0,9202
20 40
60 80
100 120
140 160
180
9 12
15 18
21 24
2 Temperatur ºC
Temperatur ºC Keperidian
D
Y=-1,33x
2
+50,83x-352,87 R
2
= 0,435 Y=-1,933x
2
+70,61x-488,08 R
2
= 0,920 Keperidian
C
7 Temperatur ºC
Temperatur ºC
Gambar 4. 6 Pengaruh temperatur terhadap keperidian NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
y = -0,04744x
2
+ 1,68301x - 13,02973 R
2
= 0,90968
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
27
y = -0,09276x
2
+ 3,33495x - 26,62777 R
2
= 0,84383
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
27
Multiplikasi Multiplikasi
A B
Y=-0,093x
2
+3,335x-26,628 R
2
= 0,844 Y=-0,047x
2
+1,683x-13,030 R
2
= 0,9097
Temperatur ºC Temperatur ºC
y = -0,14510x
2
+ 5,18207x - 41,05665 R
2
= 0,85142
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
27 y = -0,02825x
2
+ 1,01103x - 8,00528 R
2
= 0,60023
1 2
3 4
5 6
7
9 12
15 18
21 24
Multiplikasi Multiplikasi
D C
Y=-0,145x
2
+5,182x-41,057 R
2
= 0,851 Y=-0,028x
2
+1,011x-8,005 R
2
= 0,600
27
Temperatur ºC Temperatur ºC
Gambar 4.7 Pengaruh temperatur terhadap multiplikasi NSK Indonesia A. S1 Jawa Timur lokasi 1, B. S2 Jawa Timur lokasi 2,
C. S3 Jawa Timur lokasi 3 dan D. S4 Pawuhan Jawa Tengah
Dari data jumlah sista baru, faktor reproduksi Rf, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi dapat dibuat korelasi antara faktor biologi seperti Tabel
4.1. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat antara faktor biologi berkorelasi positif sangat nyata dengan faktor biologi yang lain. Hal ini menakan antara faktor biologi yang satu
dengan faktor biologi yang lain saling mempengaruhi. Seperti kemampuan nematoda untuk menghasilkan sista baru akan mempengaruhi keperidian,
multiplikasi, Rf dan kemampuan bertahan hidup nematoda. Semakin tinggi jumlah sista yang dihasilkan maka semakin tinggi faktor reproduksi, kemampuan bertahan
hidup, keperidian dan kemampuan nematoda untuk memperbanyak diri.
Tabel 4.1 Korelasi antara jumlah sista baru, faktor reproduksi Rf, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi NSK Indonesia
Daya tahan
hidup Keperidian
Multiplikasi Rf
Keperidian 0.286 - - -
Multiplikasi 0.908 0.478
- - Rf 0.999
0.294 0.908
- Jumlah sista
1.000 0.287
0.908 0.999
Keterangan : sangat nyata pada taraf ά = 1
Perkembangan Pascaembriogenik Nematoda Sista Kentang
Telur nematoda sista kentang berada di dalam sista dalam keadaan satu sel, kemudian membelah menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel dan seterusnya sehingga terbentuk
juvenil stadia-1 J1 Gambar 4.8 A, kemudian juvenil stadia-2 J2. Juvenil stadia- 2 akan menetas dari telur jika ada rangsangan senyawa kimia yang dikeluarkan oleh
tanaman inang dari famili Solanaceae. Setelah keluar dari kulit telur Gambar 4.8 B, J2 akan bermigrasi mendekati akar dan melakukan penetrasi di dekat titik tumbuh
ujung akar atau akar-akar lateral dengan menggunakan stiletnya. Tidak diketahui secara tepat kapan penetrasi terjadi karena sulit untuk mengamati interaksi inang-
patogen di dalam tanah, tetapi pada penelitian ini J2 ditemukan di dalam jaringan akar tanaman kentang 8 hari setelah inokulasi hsi Gambar 4.8 C dan D. Setelah
masuk ke dalam akar, J2 akan menetap di dalam jaringan tersebut dan mulai terbentuk sinsitium. Nematoda akan tetap di dalam sinsitium hingga berkembang
menjadi juvenil stadia-3 J3 yaitu 18 hsi Gambar 4.9A, dan juvenil stadia-4 yaitu 21-22 hsi Gambar 4.9 B. Setelah melewati J4, nematoda akan berkembang menjadi
betina Gambar 4.9 C, atau jantan Gambar 4.9 D pada 26 hsi. Jantan dewasa akan keluar dari dalam jaringan akar, dan masuk ke dalam tanah sedangkan betina tetap
berada di dalam jaringan akar. Tubuh betina dewasa mulai membesar, selanjutnya bagian posterior tubuh akan keluar dari jaringan akar sehingga hanya bagian kepala
dan leher yang tetap di dalam jaringan akar Gambar 4.9 D.
B A
C D
Gambar 4.8 Perkembangan pascaembriogenik nematoda sista kentang. A. Telur dan J1. B. J2 menetas dari telur. C. J2 di dalam jaringan akar. D. Fase
akhir J2.
A B
C
D E
Gambar 4.9 Perkembangan pascaembriogenik nematoda sista kentang. A. J3. B. J4. C. Betina. D. Jantan. E. Sista
Pada tahap berikutnya, betina dewasa akan mengeluarkan sex pheromone untuk ”memanggil” jantan dewasa yang berada di dalam tanah dan perkawinan
segera terjadi. Jantan mampu melakukan perkawinan sebanyak 10 kali sebelum akhirnya mati. Embrio berkembang di dalam telur hingga J2 berlangsung di dalam
tubuh betina. Setelah betina mati, kutikulanya akan membentuk sista dengan
sejumlah telur di dalamnya. Siklus hidup NSK dalam penelitian ini lengkap, yaitu dari sista hingga membentuk sista baru berlangsung dalam 30-35 hari pada kondisi
growth chamber dengan temperatur 18ºC Gambar 4.9 E. Siklus hidup
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Siklus hidup nematoda sista kentang
Betina dengan berbagai stadia
Juvenil stadia-3 J3
J2 penetrasi ke dalam akar
Jantan, bebas di dalan tanah
Gejala pada tanaman
Sista
Telur Juvenil stadia-4
J4 Betina
Berkembang menjadi
Betina dan sista
E
Pembahasan
Temperatur merupakan faktor abiotik penting yang mempengaruhi proses
menunjukkan bahwa pengaruh temperatur terhadap faktor biologi
fisiologis dan perilaku nematoda Ferris et al. 1996 ; Gao Becker 2002 ; Noe 1991 melaporkan perkembangan dan pertumbuhan nematoda secara langsung
dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi masa dormansi atau diapause nematoda Huang Pereira 1994 yang selanjutnya akan mempengaruhi
siklus hidup nematoda. Hasil penelitian
, yaitu jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi untuk keempat isolat NSK yang digunakan mempunyai pola kuadratik.
Masing-masing isolat mempunyai persamaan kuadratik dengan temperatur optimum antara 15-21ºC. Jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian
dan multiplikasi akan mengalami penurunan pada temperatur di bawah 15ºC atau di atas 21ºC. Hasil ini sejalan dengan temperatur tanah yang didapat pada saat survei
dilakukan. Pada lokasi survei Jawa Timur rata-rata temperatur tanah adalah 19ºC, Jawa Barat adalah 20ºC, sedangkan Jawa Tengah rata-rata temperatur tanah lebih
rendah, yaitu 16ºC. Temperatur tanah yang didapat pada semua lokasi survei merupakan temperatur tanah yang optimum untuk perkembangan G. rostochiensis.
Hal ini konsisten dengan hasil yang didapat pada Bab III bahwa keempat isolat N
yang sangat nyata SK yang digunakan adalah G. rostochiensis, walaupun isolat Jawa Tengah
S4 adalah populasi campuran, tetapi jika dilihat dari temperatur optimum di atas jelas G. rostochiensis lebih dominan pada pengujian ini. Menurut Wharton 2004
setiap spesies mempunyai temperatur optimum yang berbeda untuk perkembangan dan aktivitas metabolismenya. Temperatur yang berada di bawah atau di atas
temperatur optimum dapat menyebabkan laju dan aktivitas metabolisme menurun. Mulder 1988 melaporkan bahwa temperatur optimum untuk multiplikasi dan
penetasan G. rostochiensis adalah mendekati 20ºC, dan proses ini akan menurun drastis pada temperatur di bawah 10ºC dan di atas 27ºC. Sedangkan G. pallida
mempunyai temperatur optimum yang lebih rendah. Hasil yang sama dilaporkan oleh Castillo Vovlas 2002, temperatur optimum untuk penetasan telur
Heterodera mediterranea pada tanaman zaitun adalah 20-25ºC.
Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan
multiplikasi. Hal ini menunjukkan adanya interaksi diantara faktor-faktor biologi tersebut, dengan kata lain setiap faktor biologi mempunyai ketergantungan yang
sangat erat dengan faktor biologi yang lain. Kemampuan daya tahan hidup sangat tergantung dari jumlah sista baru, faktor reproduksi, keperidian dan multiplikasi
nematoda. Semakin banyak sista yang dihasilkan, semakin tinggi faktor reproduksi, keperidian dan multiplikasi nematoda hingga pada akhirnya nematoda mempunyai
kemampuan mempertahankan hidup yang semakin besar. Menurut Patricia Keith 2004 tidak banyak laporan mengenai interaksi biologi ini, karena nematoda hidup
di dalam tanah atau di dalam jaringan inang sehingga sulit untuk mengamatinya secara langsung.
Gambar 4.3 sampai dengan 4.7 menunjukkan semua faktor biologi yang paling rendah didapat pada isolat S4 Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena isolat
Jawa Tengah merupakan populasi campuran yaitu G. rostochiensis dan G. pallida. Kehadiran kedua spesies NSK pada lokasi yang sama dapat menyebabkan terjadinya
kompetisi diantara kedua spesies tersebut. Walaupun berdasarkan temperatur yang di dapat memberi peluang bagi G. rostochiensis untuk mendominasi lokasi tersebut.
Foot 1977 menyatakan walaupun pada suatu lokasi teridentifikasi kedua spesies NSK, temperatur akan menentukan spesies yang akan dominan di lokasi tersebut.
Siklus hidup
G. rostochiensis dari sista ke sista berikutnya memerlukan
waktu 30-35 hari. Siklus hidup ini lebih pendek dibandingkan dengan siklus hidup yang dikemukan oleh Baldwin Mundo-ocampo 1991 yaitu 38-45 hari, dan
peneliti lainnya yaitu 38-48 hari Anonimus 2007b atau 50-70 hari Anonimus 2007c. Perbedaan panjang siklus hidup ini dapat disebabkan karena perbedaan
kondisi lingkungan. Menurut Norton 1978 nematoda tergolong sebagai jasad renik yang perkembangan populasinya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam
kondisi alami, populasi nematoda berfluktuasi mengikuti perubahan lingkungan. Seperti diketahui siklus hidup yang dilaporkan peneliti-peneliti di atas, merupakan
siklus hidup pada daerah sub-tropik, hal ini akan sangat berbeda dengan Indonesia yang memiliki iklim tropik. Kemungkinan adanya perbedaan iklim ini menyebabkan
siklus hidup di daerah tropik lebih pendek dibandingkan siklus hidup di daerah sub tropik.
Kemungkinan lain dapat disebabkan karena impor bibit kentang ke Indonesia sudah berlangsung cukup lama. Kondisi ini memungkinkan masuknya NSK di
Indonesia juga sudah berlangsung lama, walaupun laporan kehadirannya baru dilakukan pada Maret 2003. Hal ini menyebabkan NSK sudah cukup mantap dan
telah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia, sehingga kondisi lingkungan terutama temperatur tanah dan panjang hari telah sangat sesuai bagi perkembangan
NSK. Kondisi yang demikian, menyebabkan siklus hidup NSK di Indonesia lebih pendek daripada siklus hidup di negara-negara sub tropik.
Perbedaan siklus hidup ini juga dapat disebabkan karena perbedaan pada jenis dan kerentanan tanaman uji yang digunakan. Veech 1982 melaporkan jenis
dan kerentanan tanaman inang sangat mempengaruhi perkembangan G. rostochiensis
. Tiap jenis tanaman akan memberikan reaksi fisiologis yang berbeda terhadap infeksi tanaman. Di samping itu kandungan hara di dalam jaringan tanaman
yang satu dengan yang lain dapat berbeda. Perbedaan tersebut diduga sebagai faktor yang sangat penting dalam menentukan panjang siklus hidup.
Perbedaan asal usul nematoda juga dapat mempengaruhi siklus hidup nematoda. Menurut Dropkin 1980, spesies nematoda yang daerah sebarnya luas
umumnya memiliki berbagai ekotipa dengan karakteristik biologi yang beragam. Daulton Nusbaum 1962 membandingkan perkembangan dua ekotipa
Meloidogyne javanica yang berasal dari Zimbabwe dan Georgia pada berbagai
kondisi lingkungan. Perkembangan embriogenik telur M. javanica yang berasal dari Zimbabwe pada tanah kering dan basah di Carolina Utara lebih cepat dibandingkan
embriogenik telur M. javanica dari Georgia. M. javanica ekotipa Zimbabwe telah beradaptasi secara fisiologis dengan kondisi lingkungan ekstrim dibandingkan
dengan ekotipa Georgia.
Simpulan
Temperatur sangat mempengaruhi faktor biologi NSK, seperti jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi. Temperatur
optimum untuk menghasilkan jumlah sista baru, faktor reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi antara 15-21ºC. Jumlah sista baru, faktor reproduksi,
daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi berkorelasi positif yang sangat nyata satu dengan yang lainnya.
Juvenil stadia-2 J2 dijumpai dalam jaringan akar 8 hsi, dilanjutkan dengan J3 pada 18 hsi, J4 pada 21-22 hsi, menjadi jantan atau betina 26 hsi dan menjadi
sista 30-35 hsi. NSK melengkapi siklus hidupnya dari sista hingga menjadi sista kembali adalah dalam 30-35 hari.
V. EVALUASI KETAHANAN TANAMAN DAN KISARAN INANG NEMATODA SISTA KENTANG INDONESIA