10
Gambar 1. Alir penelitian, tujuan dan output pada setiap tahap penelitian
Ekspresi gen-gen responsif terhadap Corynespora cassiicola pada
tanaman karet Hevea brasiliensis Muell.Arg.
Tujuan : Mendapatkan transkripgenbagian gen yang berhubungan dengan proes pertahanan tanaman karet terhadap C. cassiicola.
Out put : Kandidat transkripgenbagian gen yang berkorelasi dengan resistensi klon karet.
Percobaan 1. Perkembangan gejala penyakit dan pengujian tingkat resistensi
klon karet terhadap infeksi
C. cassiicola
Tujuan : M endapatkan informasi tentang perkembangan gejala penyakit
dan tingkat resistensi beberapa klon karet untuk penetapan waktu
pengambilan sampel serta penentuan klon resisten dan rentan
yang akan digunakan lebih lanjut
Percobaan 2. Keragaman genetik sepuluh klon karet berdasarkan metode
Amplified Fragment Length Polymorphism AFLP
Tujuan : Klasifikasi klon karet yang memiliki resistensi berbeda
terhadap C. cassiicola berdasarkan kemiripan genetik
sebagai data pendukung penentuan klon resisten dan
rentan yang akan digunakan lebih
lanjut
Percobaan 4. Konstruksi pustaka cDNA dari daun
karet klon AVROS 2037 yang diinfeksi dengan
C. cassiicola
Tujuan : M enyediakan material genetik
asal daun klon karet resisten
Out put : D iperolehnya pustaka cDNA
yang merepreseantasik
an gen yang diekspresikan
dalam kondisi tertentu
Percobaan 3. Pengujian metode cDNA-AFLP non- radioaktif untuk identifikasi transkrip asal daun
karet Tujuan : M endapatkan kondisi visualisasi produk
cDNA-AFLP asal daun karet Out put : Kondisi optimum yang dapat diterapkan
untuk analisis cDNA-AFLP asal daun karet
Percobaan 5. Identifikasi transkrip pada tanaman karet yang diekspresikan dalam interaksi dengan
cendawan
Corynespora cassiicola melalui analisis cDNA-AFLP
Tujuan : Identifikasi transkripgenbagian gen yang berhubungan dengan resistensi maupun
sensitivitas klon karet terhadap infeksi C. cassiicola
Out put : Kandidat transkrip.genbagian gen yang berhubungan dengan mekanisme resistensi
klon karet terhadap cendawan C. cassiicola .
Out put : Informasi tentang perkembangan gejala penyakit, tingkat resistensi, dan kemiripan genetik klon karet yang diuji sehingga dapat ditentukan klon
resisten dan rentan yang akan digunakan dalam studi ekspresi gen
11
Manfaat Penelitian
Dalam beberapa tahun terakhir ini, terutama dengan berkembang pesatnya teknik-teknik dalam bidang biologi molekuler, berbagai penelitian untuk
memahami mekanisme yang mendasari resistensi atau kerentanan tanaman tertentu terhadap infeksi suatu patogen telah banyak dilakukan. Pengetahuan
tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengatasi serangan patogen secara lebih terarah dan lebih efisien. Namun analisis molekul yang mendasari resistensi atau
kerentanan klon karet terhadap infeksi cendawan C. cassiicola belum mendapat perhatian yang cukup sehingga sampai saat ini belum diperoleh informasi yang
memadai tentang dasar variasi tingkat resistensi berbagai klon karet di lapang. Dengan adanya potensi kehilanga n produksi secara nasional yang mencapai
sekitar 420.000 ton per tahun atau setara dengan nilai sekitar 840 juta US dolar maka pemahaman akan mekanisme resistensi tanaman akan sangat berarti di
dalam menetapkan strategi penanggulangan penyakit secara efisie n dan lebih terarah sehingga timbulnya kerugian dapat dicegah.
Di samping itu, sebagai negara penghasil karet alam nomor dua terbesar di dunia, Indonesia berkepentingan terhadap pengembangan pengetahuan dalam
bidang perkaretan, termasuk dalam pengembangan ilmu-ilmu dasar, yang pada tahap lanjut diharapkan dapat diaplikasikan untuk peningkatan kualitas tanaman
karet di masa yang akan datang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka minat para peneliti lain untuk meningkatkan pengetahuan tentang basis molekul
yang mendasari interaksi inang-patogen pada tanaman karet dengan C. cassiicola . Sekuen transkripgen atau bagian gen yang diperoleh dalam penelitian ini
dapat dimanfaatkan dalam merancang primer spesifik untuk mendapatkan gen utuh dari transkrip tersebut. Apabila pada tahap lanjut terbukti bahwa gen
tersebut selalu berkorelasi dengan mekanisme resistensi klon karet terhadap infeksi C. cassiicola , maka dapat digunakan sebagai penanda marka resistensi
dalam program pemuliaan karet. Penggunaan marka genetik jauh lebih menguntungkan karena marka diwariskan dan tingkat akurasinya lebih tinggi
dibandingkan dengan marka fenotipik yang selama ini dipakai, serta seleksi dapat dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman. Dengan demikian maka siklus
pemuliaan tanaman karet dapat diperpendek.
12 Di samping sebagai marka , gen tersebut juga dapat diintroduksikan ke
berbagai klon karet yang memiliki potensi produksi tinggi namun rentan terhadap C. cassiicola , sehingga klon dengan produksi tinggi tersebut akan memiliki sifat
positif lainnya yaitu resisten terhadap patogen. Secara keseluruhan penerapan hasil penelitian ini untuk riset-riset mendatang yang ditujukan untuk memperbaiki
kualitas tanaman karet akan berdampak positif terhadap perkembangan indus tri perkaretan di tanah air.
BAB 2
PERKEMBANGAN GEJALA PENYAKIT DAN PENGUJIAN TINGKAT RESISTENSI KLON KARET
Hevea brasiliensis TERHADAP INFEKSI
Corynespora cassiicola
ABSTRAK
Corynespora cassiicola memiliki kemampuan menginfeksi daun tanaman karet dan menyebabkan penyakit gugur daun. Studi ekspresi gen untuk
mempelajari transkrip atau gen yang berperan dalam resistensi klon karet terhadap C. cassiicola memerlukan informasi tentang perkembangan gejala penyakit serta
tingkat resistensi klon. Oleh karena itu dalam percobaan ini evaluasi dilakukan terhadap kedua hal tersebut. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai salah
satu dasar untuk menentukan waktu pengambilan sampel serta jenis klon resisten dan rentan yang dapat dipilih untuk studi ekspresi gen selanjutnya. Penga matan
perkembangan gejala penyakit dilakukan terhadap tiga klon, yaitu klon AVROS 2037, PR 300 dan PPN 2444, sedangkan pengujian tingkat resistensi klon
dilakukan terhadap sepuluh klon yaitu klon AVROS 2037, BPM 1, PR 255, RRIC 100, IRR 100, GT 1, RRIM 600, RRIC 103, PPN 2444, dan IAN 873. Isolat C.
cassiicola cGT1 SS yang telah teruji virulensinya digunakan untuk menginfeksi daun karet umur dua minggu pada bibit di polibeg yang pertumbuhannya telah
memiliki dua unit daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala berupa bercak mulai terlihat hari kedua setelah daun diinokulasi dengan konidia C.
cassiicola, baik pada klon resisten maupun rentan. Perkembangan gejala berlanjut pada klon rentan sampai akhirnya lebih dari setengah daun mengalami nekrosis,
namun gejala terhenti atau tidak berlanjut pada klon resisten. Intensitas penyakit dari klon karet yang diuji berkisar antara 0-86. Berdasarkan intensitas
penyakit tersebut, klon karet dapat dikelompokkan menjadi sangat resisten BPM 1, resisten IRR 100, RRIC 100, AVROS 2037, PR 255, moderat rentan RRIM
600, dan sangat rentan RRIC 103, PPN 2444, IAN 873. Kata kunci:
Penyakit gugur daun, Corynespora cassiicola, intensitas penyakit, tingkat resistensi, Hevea brasiliensis.
PENDAHULUAN
Corynespora cassiicola yang termasuk ke dalam famili Dematiaceae, kelas Deuteromycetes adalah cendawan patogen penyebab penyakit gugur daun
pada tanaman karet. Penyakit tersebut pertama kali dideteksi di Indonesia pada tahun 1980-an, terdapat di kebun percobaan dan kebun komersil yang ada di
14 Sumatera dan Jawa Soepena 1983; Situmorang dan Budiman 1984; Hadi et al.
1990. Belakangan dilaporkan bahwa patogen yang sama terdapat pada hampir semua wilayah pertanaman karet di Indonesia, karena juga ditemukan di
Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan Suwarto et al. 1996; Sinulingga et al. 1996; Situmorang 2002.
Penyakit gugur daun dapat menimbulkan kerugian yang amat be sar pada perkebunan karet karena serangan pada klon rentan menyebabkan pengguguran
daun secara terus menerus sehingga tajuk tanaman menjadi gundul. Keadaan yang demikian menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan yang sangat
terhambat dan apabila serangan terjadi pada tanaman belum menghasilkan maka kriteria matang sadap sangat sulit dicapai sehingga lateks sebagai produk utama
dari pohon karet tidak dapat dipanen. Serangan pada tanaman dewasa menyebabkan penurunan produksi lateks secara nyata, dapat mencapai 20 persen,
dan apabila serangan berlanjut dapat menyebabkan kematian tanaman secara total Sabu et al. 2000; Situmorang dan Budiman 1984; Soepena et al. 1996.
Daun adalah organ utama yang diserang oleh C. cassiicola , meskipun dilaporkan juga bahwa infeksi dapat terjadi pada bagian lain tanaman seperti
tangkai daun, pucuk serta ranting dan cabang tanaman Wei 1950; Soepena 1983, Situmorang dan Budiman 1984. Gejala awal serangan terlihat berupa bercak
coklat atau hitam pada helaian daun yang menandakan bahwa patogen telah melakukan penetrasi ke jaringan daun. Selanjutnya C. cassiicola mensekresikan
toksin ‘cassiicoline’, yang merupakan suatu host-selective toxin HST Breton et al. 1996; Liyanage dan Liyanage 1986.
Kemampuan C. cassiicola berkembang secara efisien di dalam jaringan daun ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain jenis klon yang ber korelasi
dengan sifat genetik tanaman serta tingkat virulensi patogen yang berkorelasi dengan jenis isolat serta kondisi lingkungan. Pada klon karet resisten meskipun
terjadi penetrasi patogen ke dalam jaringan daun, namun gejala bercak biasanya tidak berkembang lebih lanjut. Ada dua kemungkinan penyebab kondisi tersebut,
yaitu tanaman resisten mampu menetralisir toksin sehingga patogen tidak dapat berkembang di dalam jaringan tanaman atau tanaman resisten tidak sensitif
terhadap toksin yang disekresikan oleh C. cassiicola. Resistensi yang demikian
15 diduga lebih stabil karena hanya bisa diatasi oleh patogen melalui peningkatan
fungsinya gain of function Zhang dan Birch 1997. Berbeda dengan klon resisten, pada klon rentan bercak selanjutnya akan melebar sepanjang tulang daun
sehingga terbentuk struktur yang menyerupai sirip tulang ikan. Pada tahap berikutnya sebagian besar daun mengalami nekrosis dan kemudian gugur.
Menurut Breton et al. 1996, gejala kerusakan jaringan tanaman karena pengaruh toksin pada klon rentan terjadi dalam waktu relatif singkat, yaitu sekitar 24 jam
setelah patogen menginfeksi daun. Berbagai klon karet yang tersedia saat ini memiliki tingkat resistensi yang
berbeda terhadap infeksi C. cassiicola , mulai dari ya ng sangat resisten sampai sangat rentan. Ketersediaan klon karet dengan respon yang demikian memberi
peluang untuk mempelajari transkrip atau gen yang diekspresikan secara diferensial oleh klon resisten maupun klon rentan selama terjadi interaksi dengan
patogen tersebut. Metode yang relatif sederhana untuk mengamati perbedaan profil ekspresi
gen adalah cDNA-amplified fragment length polymorphism cDNA -AFLP, yang didasarkan pada reaksi amplifikasi terhadap populasi cDNA secara selektif
Bachem et al. 1996; Bachem et al. 1998. Menurut Zhang et al. 2003 keberhasilan analisis cDNA-AFLP dalam interaksi inang-patogen sangat
ditentukan oleh proses pengambilan sampel yang tepat, yaitu sesuai dengan perkembangan gejala penyakit pada tanaman yang diinfeksi.
Oleh karena itu, untuk mempelajari transkrip atau gen yang berperan dalam resistensi klon karet terhadap C. cassiicola diperlukan informasi tentang
perkembangan gejala penyakit serta tingkat resistensi klon. Informasi perkembangan gejala penyakit aka n digunakan untuk menentukan waktu yang
tepat dalam pengambilan sampel daun sebagai sumber RNA, sedangkan informasi tingkat resistensi klon diperlukan untuk me nentukan kelompok masing-masing
klon berdasarkan responnya terhadap isolat C. cassiicola tertentu. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan gejala penyakit pada klon karet
resisten dan rentan serta untuk mengevaluasi reaksi beberapa klon karet terhadap satu isolat C. cassiicola virulen.
16
BAHAN DAN METODE Bahan tanam karet
Untuk mengamati perkembangan gejala penyakit gugur daun Corynespora, digunakan dua klon karet resisten yaitu PR 300 dan AVROS 2037 serta satu klon
rentan PPN 2444 yang dipilih secara acak berdasarkan informasi tingkat resistensinya di lapang. Bahan tanam karet yang digunakan untuk mengevaluasi
respon ketahanan klon karet terhadap satu isolat C. cassiicola terdiri atas 10 klon yang ditanam dalam kantong plastik hitam polibeg dan diper sia pkan dengan cara
okulasi. Kesepuluh klon tersebut adalah AVROS 2037, BPM 1, PR 255, RRIC 100, IRR 100, GT 1, RRIM 600, RRIC 103, PPN 2444, dan IAN 873.
Okulasi dilaksanakan di kebun Cikasungka PT Perkebunan Negara VIII Jawa Barat dengan cara menempelkan mata tunas batang atas masing-masing
klon ke batang bawah yang berasal dari biji klon GT 1. Duplikat setiap klon dibuat paling tidak sebanyak 10 tanaman. Semua bahan tanam ditumbuhkan di
dalam kantong plastik hitam berisi campuran tanah dan pupuk kandang 3 : 1 dan dipelihara di rumah kaca. Tanaman disiram setiap hari, serta dipupuk dengan
pupuk N, P, K dan Mg sekali dalam sebula n, dengan dosis 10 grtanaman. Untuk menginduksi pembentukan tunas-tunas baru dilakukan pemangkasan sedangkan
untuk mencegah serangan hama dan patogen, terutama pada daun-daun muda yang baru tumbuh dilakukan penyemprotan dengan belerang dan obat anti hama.
Isolat C. cassiicola
Isolat C. cassiicola cGT1 SS diperoleh dari Balai Penelitian Karet BPK Sembawa Sumatera Selatan yang telah teruji virulensinya dan mampu
menyebabkan penyakit gugur daun Corynespora pada berbagai klon karet Situmorang, 2002. Konidia sebagai sumber inokulum untuk diinokulasikan
pada daun karet, diproduksi berdasarkan metode Situmorang 2002. Isolat cendawan dibiakkan pada media ASK agar sukrosa kentang yang mengandung
kentang 200 g, sukrosa 30 g dan agar 15 g dalam satu liter akuades di dalam cawan Petri selama 4 - 7 hari, sehingga terbentuk lapisan miselia Gambar 2 A.
17 Sebanyak 8 - 10 potong biakan isolat tersebut diameter 5 mm diletakkan
dengan posisi terbalik pada permukaan bawah daun karet steril dalam cawan Petri sehingga bagian miselia dapat kontak secara langsung dengan permukaan daun.
Daun yang digunakan adalah daun dari klon karet asal isolat agar patogenitas isolat dapat dipertahankan. Dengan demikian untuk memproduksi konidia dalam
percobaan ini digunakan daun karet klon GT 1 karena isolat diisolasi dari daun klon tersebut. Setelah 3 - 4 hari daun dibalikkan dan 4 - 5 hari kemudian konidia
akan terbentuk pada bagian atas permukaan daun Gambar 2 B.
A B
Gambar 2. A Pembentukan miselia Corynespora cassiicola pada media ASK, B Pembentukan konidia pada permukaan daun tanda panah
Untuk mengumpulkan konidia dari permukaan daun terlebih dahulu daun dikering-anginkan selama satu hari agar pelepasan konidia dari tangkainya lebih
mudah. Konidia dilepaskan dari permukaan daun dengan menggunakan kuas, dimasukkan dalam erlenmeyer berisi air dan kemudian disaring dengan kasa nilon
untuk memisahkan konidia yang menggumpal. Konsentrasi konidia di dalam air dibuat sekitar 4 x 10
4
konidiaml, yang dihitung dengan menggunakan haemocytometer melalai pengamatan dengan mikroskop.
Inokulasi, skoring gejala dan penentuan tingkat kerusakan daun
Daun umur ± 2 minggu yang terdapat pada bibit karet dengan stadia pertumbuhan dua unit daun diinokulasi dengan cara menyemprotkan suspensi
yang mengandung konidia secara merata ke permukaan bawah daun. Dalam
18 kondisi pertumbuhan yang demikian pada masing-masing unit daun umumnya
terdapat 9 tangkai daun dan setiap tangkai daun mendukung tiga daun trifoliat. Inokula si konidia untuk masing-masing klon dilakukan pada 12 daun yang
memiliki umur relatif sama . Daun yang telah diinokulasi kemudian disungkup dengan kantong plastik transparan sekitar 2-3 hari, sungkup plastik selanjutnya
dilepas dan inkubasi diteruskan sampai hari ke dua belas. Pengamatan gejala penyakit dilakukan pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12 hari setelah inokulasi
sedangkan skoring gejala dilakukan pada hari ke-12. Penentuan tingkat kerusakan daun didasarkan pada empat skala, yaitu: 0 :
tidak ada gejala klorosisnekrosis, 1 : ada gejala bercak coklat kehitaman, 2 : 1 – 50 daun kuning kecoklatan, 3 : 51 – 100 daun kuning kecoklatan atau gugur.
Hasil skala serangan dimasukkan ke rumus Towsendt dan Hueberger Unterstenhover, 1963, sbb :
Σ n x v
I = --------------- x 100 Z x N
dengan keterangan, I
n v
Z N
= =
= =
= Indeks tingkat kerusakan daunintensitas penyakit
Banyaknya daun dalam setiap kategori kerusakan Nilai kategori kerusakan
Nilai kategori kerusakan tertinggi Banyaknya daun yang diamati
Dari nilai di atas kemudian dapat ditentukan kelompok masing-masing klon, yaitu :
= tanaman sangat resisten 0 – 33
= tanaman resisten 34 – 67
= tanaman moderat rentan 68 – 100
= tanaman sangat rentan Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak
Lengkap dengan empat ulangan. Setiap unit perlakuan terdiri atas tiga helaian daun yang diinokulasi dengan konidia C. cassiicola dan sebagai kontrol daun
diberi perlakuan dengan menyemprotkan akuades steril.
19
HASIL Perkembangan Gejala Penyakit Gugur Daun
Pengamatan secara makroskopis pada permukaan daun klon AVROS 2037, PR 300 dan PPN 2444 pada hari pertama setelah inokulasi tidak
menunjukkan adanya gejala penyakit. Gejala bercak seperti titik berwarna coklat tua dan kadang-kadang hitam mulai terlihat pada hari kedua setelah inokulasi,
baik pada klon resisten AVROS 2037 dan PR 300, maupun pada klon rentan PPN 2444 Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan gejala penyakit gugur daun pada klon karet PR 300, AVROS 2037 dan PPN 2444.
Klon resisten Klon rentan
Hari setelah
inokulasi PR 300
AVROS 2037 PPN 2444
Pengamatan mikroskopis pada klon
PPN 2444 1
2
3
4 8
12 Tidak ada gejala
Tidak ada gejala Bercak seperti
titik Bercak seperti
titik Bercak sep erti
titik Bercak agak
melebar Bercak tidak
berkembang Tidak ada gejala
Tidak ada gejala Bercak seperti
titik Bercak seperti
titik Bercak seperti
titik Bercak seperti
titik Bercak tidak
berkembang Tidak ada gejala
Tidak ada gejala Bercak seperti
titik Bercak seperti
titik merata di daun
Bercak melebar Bercak melebar,
sebagian berbentuk sirip
tulang ikan Lebih dar 50
daun nekrosis -
Kerusakan pada sebagian kutikula dan
epidermis bawah daun, miselium belum terlihat .
Kerusakan pada sebagian parenkim
bunga karang, miselium terdapat pada ruang
intraseluler. Parenkim a bunga
karang hancur, sebagian parenkima palisade
rusak
Sumber Rouli 1987.
Setelah 3 – 4 hari, jumlah bercak terlihat semakin banyak dan melebar pada permukaan daun klon PPN 2444, namun tidak menunjukkan perkembangan
20 yang berarti pada klon AVROS 2037 dan PR 300. Dengan bertambahnya waktu,
gejala bercak pada klon PPN 2444 semakin melebar, beberapa di antaranya berkembang di sekitar tulang daun sehingga menyerupai sirip tulang ikan dan
setelah 12 hari lebih dari setengah permukaan daun mengalami gejala nekrosis dan kemudian daun menggulung Gambar 3. Umumnya dalam kondisi yang
demikian daun tidak mampu bertahan dan kemudian gugur. Sebaliknya gejala pada klon AVROS 2037 dan PR 300 hampir tidak berkembang, setelah 8 hari
hanya terlihat sedikit bercak, beberapa bercak agak melebar, namun setelah itu tidak terjadi perkembangan lebih lanjut.
Gejala nekrotik
AVROS 2037 PPN 2444
Gambar 3. Pe nampakan gejala penyakit gugur daun pada klon karet resisten AVROS 2037 dan rentan PPN 2444 akibat infeksi C. cassiicola
pada permukaa n bawah daun karet, setelah 12 hari inokulasi.
Tingkat Resistensi Sepuluh Klon Karet terhadap Infeksi C. cassiicola
Secara umum klon yang dilaporkan memiliki resistensi tinggi di lapang ternyata juga menunjukkan respon yang sama dalam pengujian terkontr ol dengan
isolat yang digunakan dalam penelitian ini. Demikian juga hal-nya klon yang digolongkan rentan di lapang juga memberikan respon kerentanan yang tinggi
Tabel 2. Di samping perbedaan dalam perkembangan gejala penyakit , klon karet
yang diuji juga menunjukkan perbedaan dalam intensitas penyakit. Di antara 5
21 klon resisten, klon BPM 1 menunjukkan intensitas penyakit paling rendah I =
0, yang mengindikasikan bahwa klon tersebut memiliki resistensi paling tinggi karena tidak ditemukan adanya infeksi patogen pada permukaan daun. Kemudian
diikuti oleh klon IRR 100, RRIC 100, AVROS 2037 dan PR 255 0 I 33, klon moderat RRIM 600 34 I 67, dan 3 klon sangat rentan yaitu RRIC
103, PPN 2444 dan IAN 873 68 I 100 Tabel 2. Berdasarkan persentase intensitas penyakit tersebut, maka klon karet yang diuji dapat
digolongkan dalam kelompok sangat resisten BPM 1, resisten IRR 100, RRIC 100, AVROS 2037, PR 255, moderat rentan RRIM 600, dan sangat rentan
RRIC 103, PPN 2444, IAN 873.
Tabel 2. Gejala dan intensitas penyakit pada pengujian terkontrol klon karet terhadap C. cassiicola .
No. Klon
Tingkat resistensi
di lapang D aun
bergejala Gejala pada daun
Intensitas penyakit
I 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8.
9. 10.
AVROS 2037 BPM 1
PR 255 RRIC 100
IRR 100 GT 1
RRIM 600 RRIC 103
PPN 2444 IAN 873
Resisten Resisten
Resisten Resisten
Resisten Moderat
Moderat Rentan
Rentan Rentan
66 75
50 41
- 91
100 100
100 Ada bercak coklathitam, tidak
berkembang Tidak ada bercaktidak terinfeksi
Ada bercak coklathitam, tidak berkembang
Ada bercak coklathitam, tidak berkembang
Ada bercak coklathitam, tidak berkembang
- Ada bercak coklathitam, melebar
Lebih dari 50 helaian daun nekrosis
Lebih dari 50 helaian daun nekrosis
Lebih dari 50 helaian daun nekrosis
22,2 22,2
17,8 13,9
- 40,5
85,7 85,7
86,0
Tidak diinokulasi karena daun umur ± 2 minggu tidak tersedia
PEMBAHASAN
Gejala penyakit pada permukaan daun klon rentan PPN 2444 belum terlihat pada hari pertama setelah inokulasi, namun pengamatan anatomi daun
secara mikroskopis yang dilaporkan oleh Rouli 1987 menunjukkan kerusakan
22 telah mulai pada lapisan kutikula dan epidermis bawah daun Tabel 1. Meskipun
demikian miselium cendawan belum terlihat pada ruang sel. Pada hari kedua setelah inokulasi, kerusakan berlanjut pada sebagian parenkima bunga karang
sedangkan miselium cendawan mulai terlihat pada ruang intraseluler. Hari berikutnya kerusakan lapisan jaringan daun semakin banyak, dimana lapisan
parenkima bunga karang hancur dan kerusakan terjadi pada sebagian lapisan parenkima palisade. Hal tersebut sejalan dengan pengamatan secara visual yang
dilakukan dalam penelitian ini. Pengujian tingkat resistensi menunjukkan bahwa 5 klon yaitu klon
AVROS 2037, BPM 1, PR 255, RRIC 100 dan IRR 100 me miliki kemampuan untuk mengatasi infeksi C. cassiicola isolat cGT1 SS. Selain BPM 1, ke-empat
klon lainnya dapat diinfeksi oleh patogen, yang ditandai dengan terbentuknya bercak coklat atau hitam pada helaian daun, namun bercak tidak berkembang
lebih lanjut. Pada klon RRIM 600 bercak melebar yang menandakan terjadinya perkembangan patogen, namun masih terbatas pada beberapa bagian helaian daun.
Perkembangan patogen yang sangat signifikan dengan kerusakan daun terjadi pada 3 klon, yaitu RRIC 103, PPN 2444 dan IAN 873, dimana hampir seluruh
permukaan daun mengalami nekrosis. Pengelompokan 10 klon karet yang diuji berdasarkan intensitas penyakit
pada masing-masing klon menunjukkan hasil yang sejalan dengan respon klon di lapang yang telah dilaporkan sebelumnya oleh sejumlah peneliti Pusat Penelitian
Karet 1992; Suwarto et al. 1996; Situmorang 2002. Dari pengamatan lapang di beberapa lokasi perkebunan karet di Indone sia seperti di Jambi dan Kalimantan
Barat, klon BPM 1 serta klon seri BPM lainnya seperti BPM 24 dilaporkan tidak pernah menunjukkan gejala terserang atau hanya terserang ringan oleh C.
cassiicola Suwarto et al. 1996. Pusat Penelitian Karet 1992 juga melaporkan bahwa klon BPM 1 yang termasuk klon unggul anjuran memiliki tingkat resistensi
tinggi terhadap infeksi cendawan tersebut. Pengamatan sebaran penyakit yang lebih luas di beberapa sentra perkebunan karet yang terdapat di Sumatera dan
Kalimantan menunjukkan gejala serangan tidak terdapat pada klon BPM 1 Situmorang 2002. Namun pada percobaan rumah kaca dilaporkan bahwa klon
23 BPM 1 terinfeksi ringan oleh tiga isolat C. cassiicola virulen yang diinokulasikan
pada daun Hadi 2003 . Laporan tentang tingkat resistensi klon AVROS 2037 di berbagai lokasi
perkebunan karet tidak banyak ditemukan. Namun di Jambi dilaporkan bahwa klon tersebut tidak terserang oleh C. cassiicola dan dalam klasifikasi tingkat
resistensi klon yang dilaporkan oleh Pusat Penelitian Karet 1992, klon AVROS 2037 termasuk klon yang sangat resisten. Pada pengujian secara terkontrol
dengan menggunakan tiga macam isolat C. cassiicola , respon klon AVROS 2037 dilaporkan bervariasi Hadi 2003. Hal tersebut ditunjukkan dari intensitas
penyakit klon AVROS 2037 terhadap isolat Cc
1
isolat dari Kalimantan Selatan adalah 20, terhadap isolat Cc
2
isolat Jawa Tengah adalah 30 dan terhadap isolat Cc
3
isolat Sumatera Selatan adalah 43. Hasil penelitian ini menunjukkan klon AVROS 2037 memiliki intensitas penyakit sebesar 22,2.
Di berbagai sentra perkebunan karet dilaporkan bahwa klon PR 255 tidak terserang oleh C. cassiicola Suwarto et al. 1996; Situmorang 2002. Dalam
daftar klon anjuran, klon PR 255 tergolong dalam klon dengan resistensi tinggi terhadap infeksi C. cassiicola dan termasuk dalam klon anjuran skala besar Pusat
Penelitian Karet 1992. Hal yang sama juga dilaporkan pada klon RRIC 100 yang juga termasuk klon anjuran skala besar dengan tingkat resistensi tinggi terhadap
infeksi patogen yang sama Pusat Penelitian Karet 1992. Pengamatan di berbagai sentra perkebunan di Indonesia menunjukkan bahwa klon RRIC 100 tidak
terserang C. cassiicola Suwarto et al. 1996; Situmorang 2002. Hadi 2003 melaporkan bahwa klon RRIC 100 menunjukkan respon resistensi tinggi terhadap
3 isolat C. cassiicola yang berbeda. Klon RRIM 600 meskpun sebelumnya termasuk dalam klon anjuran skala besar Pusat Penelitian Karet 1992, namun
belakangan diketahui merupakan klon yang mengalami kerusakan cukup berat di beberapa sentra perkebunan karet Sinulingga et al. 1996; Suwarto et al. 1996;
Situmorang 2002. Data tentang respon klon rentan RRIC 103, PPN 2444 dan IAN 873 di
berbagai lokasi perkebunan sulit ditemukan karena setelah kedua klon ter sebut terserang sangat berat oleh C. cassiicola pada tahun 1980-an, telah dilakukan
pembongkaran dan pemusnahan. Hal tersebut dilaksanakan untuk mencegah
24 perkembangan patogen ke areal tanaman sehat. Saat ini klon RRIC 103 dan
beberapa seri PPN hanya dite mukan di lembaga penelitian dan penggunaannya terbatas hanya untuk aktivitas penelitian.
Heath 1980 mengemukakan bahwa dari sisi tanaman, resistensi terhadap patogen umumnya diikuti oleh suatu reaksi yang dapat dideteksi. Reaksi tersebut
dapat dibedakan atas dua kategori, pertama adalah perubahan tanaman secara morf ologi dan kedua adalah perubahan fungsi yang berhubungan dengan proses
metabolisme atau fisiologis tanaman. Perubahan morfologi biasanya hanya dapat diamati melalui penggunaan mikroskop karena gejala penyakit seperti yang terjadi
pada tanaman rentan tidak muncul pada tanaman resisten. Salah satu perubahan morfologi tanaman setelah diinokulasi dengan cendawan patogen adalah tejadinya
penebalan pada dinding sel akibat deposisi bahan yang terbentuk antara dinding sel dan membran sel, dan secara umum disebut sebagai papila. Komponen papila
sangat bervariasi, antara lain bisa berupa kalose, selulose, pektin, suberin , tilose maupun lignin Heath 1980; Ride dan Pearce 1979. Pembentukan papila dapat
terjadi pada tanaman resisten dan rentan, namun juga dapat terjadi hanya pada tanaman resisten Bushnell dan Berquist 1975; Vance dan Sherwood 1976.
Perubahan pada tingkat fisiologi dan metabolisme sering berhubungan dengan sintesis suatu protein, enzim ataupun senyawa fenolik dan fitoaleksin.
Dalam interaksi H. brasiliensisC. cassiicola, antara klon resisten dan rentan tidak terdapat perbedaan kecepatan penetrasi cendawan. Artinya patogen
yang sama memiliki kemampuan untuk menembus lapisan permukaan daun, baik pada klon resisten maupun klon rentan dan kemudian masuk ke dalam jaringan
tanaman. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa ketebalan kutikula, epidermis ataupun pembentukan lapisan lignin pada dinding sel bukan merupakan
mekanisme yang digunakan klon karet resisten untuk bertahan terhadap serangan patogen tersebut Breton et al. 2000.
Perbedaan nyata antara respon klon resisten dan rentan terlihat pada invasi cendawan dalam jaringan tanaman. Serangan pada klon rentan menyebabkan
kerusakan pada sel epidermis, nukleus dan organel lainnya sehingga akhirnya menimbulkan kerusakan parah pada daun. Pada klon resisten kolonisasi
cendawan terbatas hanya pada beberapa sel di sekitar hifa. Kondisi tersebut
25 menimbulkan dugaan bahwa klon resisten memiliki suatu molekul yang
disandikan oleh suatu gen tertentu sehingga mampu mengenal atau langsung mengatasi perkembangan cendawan. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa
ketika menginfeksi tanaman karet, C. cassiicola mengeluarkan toksin Onesirosan et al., 1975; Liyanage dan Liyanage 1986; Purwantara 1987; Suwarto 1989;
Breton et al. 1996; Breton et al. 2000 . Toksin yang disebut sebagai ‘cassiicolin’ diduga merupakan faktor penentu utama dalam patogenisitas C. cassiicola.
Cassiicolin merupakan Host-selectiv e toxins HST, termasuk dalam kelompok glikoprotein dengan berat molekul sekitar 21 kDa Breton dan d’Auzac 1999.
Kemampuan tanaman resisten mengatasi penyebaran toksin melalui aktivasi gen telah dilaporkan pada interaksi antara tanaman jagung yang memiliki
alel dominan pada lokus Hm1 dengan cendawan patogen Cochliobolus carbonum ras 1. Gen Hm1 menyandikan karbonil reduktase, HC-toxin reductase HCTR
Johal dan Briggs 1992 yang meng-inaktifkan toksin yang diproduksi oleh C. carbonum melalui reduksi enzimatik Meeley et al. 1992; Meeley dan Walton
1991. Genotipe homozigot hm1hm1 tidak memiliki aktivitas HCTR, ternyata rentan terhadap C. carbonum ras 1.
Pada klon karet rentan yang terinfeksi, berlanjutnya gejala penyakit diduga berhubungan dengan ketidak mampuan klon tersebut mengatasi penyebaran
toksin. Konidia C. cassiicola biasanya akan berkecambah dalam waktu 4 jam Chee 1988 dan penetrasi fungi terjadi 12 jam setelah inokulasi Breton et al.
2000. Pada klon rentan, pengaruh toksin terjadi dalam waktu yang relatif singkat, sekitar 24 jam setelah patogen diinfeksikan ke daun tanaman Breton et
al. 1996. Hal ini sejalan dengan pengamatan makroskopis pada hari ke-1 yaitu 24 jam setelah inokulasi tidak menunjukkan adanya gejala, namun secara
mikroskopis melalui pengamatan anatomi daun telah terjadi kerusakan pada lapisan kutikula dan epidermis bawah daun Rouli 1987. Kerusakan tersebut
berlanjut pada sebagian parenkima bunga karang. Pada hari ketiga kerusakan lapisan jaringan daun semakin banya k, dimana lapisan parenkima bunga karang
hancur dan kerusakan terjadi pada sebagian lapisan parenkima palisade. Di antara klon yang diuji, meskipun klon BPM 1 memiliki tingkat
keparahan penyakit paling rendah, namun untuk studi ekspresi gen bahan tanam
26 dengan respon yang demikian kurang sesuai untuk digunakan karena
dikhawatirkan tidak terjadi aktivasi mekanisme resistensi sebagai akibat tidak adanya infeksi patogen. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit serta
terbentuknya bercak hitam pada permukaan da un, maka empat klon resisten lainnya yaitu, AVROS 2037, PR 255, RRIC 100 dan IRR 100 lebih sesuai
digunakan dalam mempelajari transkripgen yang berperan dalam resistensi tanaman karet terhadap C. cassiicola . Hal ini disebabkan adanya indikasi bahwa
patogen mampu menginfeksi tanaman, namun tanaman tersebut dapat mencegah perkembangan patogen lebih lanjut. Sedangkan ketiga klon rentan, yakni RRIC
103, PPN 2444 dan IAN 873 dapat digunakan untuk penelitian studi transkrip atau gen yang tertekan atau terinduksi ekspresinya akibat adanya infeksi cendawan
patogen C. cassiicola .
KESIMPULAN
Berdasarkan perkembangan gejala penyakit pada klon karet resisten dan rentan, gejala berupa bercak mulai terlihat pada hari kedua setelah daun karet
diinokulasi dengan konidia C. cassiicola , baik pada klon resisten maupun klon rentan. Perkembangan gejala berlanjut pada klon rentan sehingga pada
pengamatan hari ke -12 hampir seluruh bagian daun rusak, sedangkan pada klon resisten gejala penyakit tidak berkembang.
Berdasarkan perkembangan gejala tersebut pengambilan sampel daun sebagai sumber RNA dapat dilakukan mulai pada saat sebelum munculnya gejala
penyakit dan pada beberapa titik waktu setelah inokulasi patogen. Pengambilan sampel daun dibatasi sampai hari ke-tiga setela h inokulasi, dengan pertimbangan
bahwa dalam waktu tiga hari tersebut diduga transkrip yang terinduksi atau tertekan ekspresinya pada klon resisten maupun rentan akan dapat diamati.
Intensitas penyakit dari klon karet yang diuji berkisar antara 0 - 86, dan pengelompokan klon adalah sangat resisten BPM 1, resisten IRR 100,
RRIC 100, AVROS 2037, PR 255, moderat rentan RRIM 600, dan sangat rentan RRIC 103, PPN 2444, IAN 873.
BAB 3
KERAGAMAN GENETIK KLON KARET DENGAN BERBAGAI TINGKAT RESISTENSI TERHADAP
C. cassiicola BERDASARKAN METODE