Loans to Deposit Ratio. Pada penelitian ini, variabel klasifikasi bank tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Dari kelima variabel tersebut, Capital
Adequacy Ratio mempunyai pengaruh dominan terhadap profitabilitas bank.
Penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu memiliki persamaan dalam obyek penelitian maupun variabel yang diteliti.
Perbedaannya terdapat pada tahun atau periode penelitian yang dilakukan.
F. Tinjauan Teori
Dalam analisis tentang profitabilitas bank, rasio Return On Asset ROA merupakan hal yang paling efektif sebagai dasar analisis untuk
mengetahui kinerja suatu perbankan di dalam pemberdayaan seluruh sumber daya yang dimilikinya aset untuk menghasilkan profit yang maksimum.
Dalam dunia perbankan, tingkat besar kecilnya ROA dapat dipengaruhi beberapa variabel pembentuknya. Variabel-variabel tersebut memiliki fungsi
sendiri-sendiri di dalam mempengaruhi kinerja suatu bank ROA. Dengan memadukan kesemua variabel tersebut, maka akan dapat diketahui pengaruh
terbesar atau dominasi atas suatu variabel terhadap profitabilitas bank. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa besar kecilnya rasio
Return On Asset ROA di pengaruhi oleh beberapa variabel termasuk beberapa variabel yang di analisis dalam penelitian ini yaitu: pangsa pasar
dana pihak ketiga, kecukupan modal, efisiensi, likuiditas, dan klasifikasi bank.
Variabel-variabel yang mempengaruhi profitabilitas bank antara lain : 1. Pangsa Pasar dan Dana Pihak Ketiga Yang Dihimpun Oleh Bank.
Dana masyarakat merupakan sumber dana terbesar bagi bank. Hal itu dikaitkan dengan peranan bank sebagai perantara masyarakat dan agen
masyarakat. Dana yang berasal dari simpanan masyarakat dana pihak ketiga dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito adalah sumber
pembiayaan kredit terbesar bagi bank. Meraih atau membangun pangsa pasar merupakan strategi ofensif
yang ditujukan untuk memperbaiki posisi pasar dengan cara merebut pangsa pasar pesaing. Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa
sekalipun strategi ini beresiko dan berbiaya tinggi, namun bila diterapkan pada situasi yang tepat akan memberikan hasil yang optimal.
Pangsa diukur dari dan pihak ketiga yang dihimpun oleh masing- masing bank dibagi dengan dana pihak ketiga total bank. Rasio ini
mencerminkan posisi perusahaan dalam persaingan pasar. Van Horne 1992 mengemukakan bahwa pangsa pasar yang luas akan mempersempit
peluang pasar bagi pesaing dan pendatang baru yang ingin memasuki industri. Jadi semakin tinggi rasio ini, cenderung semakin menguntungkan
bagi perusahaan. Menurut Sinungan 1997, semakin meningkat pangsa pasar dana
pihak ketiga, semakin meningkat kredit yang diberikan. Meningkatnya kapasitas kredit menyebabkan perolehan pendapatan bunga meningkat
sehingga laba yang diperoleh bank juga meningkat.
2. Kecukupan Modal Capital Adequacy Rasio CAR. Jumlah modal suatu bank memegang peranan penting. Modal bank
tidak hanya berperan sebagai dana yang siap dioperasikan tetapi juga merupakan faktor yang kritis dalam mempertimbangkan hubungan antara
risiko-hasil return-risk trade off. Disamping itu, modal bank juga berperan dalam menentukan pertumbuhan kegiatan usaha suatu bank.
Bank tidak dapat tumbuh tanpa dukungan modal minimal yang telah ditetapkan. Kenaikan aktiva harus didukung oleh kenaikan modal agar
bank tersebut memberikan hasil yang optimal bagi pemiliknya dan dipercaya oleh nasabahnya.
Menurut Dendawijaya 2001, Capital Adequacy Ratio CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang
mengandung risiko kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh
dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman, dan sebagainya. Menurut Mulyono 1999, CAR digunakan
untuk menunjukkan kemampuan permodalan bank untuk menutup kemungkinan kerugian atas kredit yang diberikan beserta kerugian pada
investasi surat-surat berharga. Capital Adequacy atau kecukupan modal merupakan faktor yang
penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian, sehingga semakin tinggi nilai CAR mengindikasikan bahwa
bank telah mempunyai modal yang cukup baik dalam menunjang
kebutuhannya, sehingga kenaikan rasio CAR akan diikuti oleh pemenuhan laba yang lebih baik pula karena dengan naiknya CAR membuat bank
lebih leluasa dalam mengembangkan usahanya dan lebih baik dalam menampung kemungkinan adanya risiko kerugian Susilo, 2000.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit
sebesar 8. Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang ditetapkan oleh BIS Bank for International Settlement.
3. Efisiensi. Efisiensi merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
perusahaan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan tersebut. Efisiensi merupakan suatu ukuran yang membandingkan nilai output dari
suatu proses dengan nilai inputnya. Proses dalam suatu sistem dikatakan efisien bilamana nilai outputnya melebihi nilai inputnya, sehingga sumber
daya dalam suatu system akan terjaga kelangsungan operasionalnya Menipaz, 1984.
Jika semakin tidak efisien suatu bank dalam mengelola usahanya yang ditandai dengan meningkatnya BOPO, maka akan semakin kecil pula
kemungkinan bank untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal sehingga akan memperkecil rasio profitabilitasnya. Dengan kata lain,
semakin tinggi BOPO mengindikasikan bahwa biaya operasionalnya semakin tinggi, dan semakin tinggi biaya operasionalnya maka akan
semakin rendah tingkat labanya Mulyono, 1999.
4. Likuiditas Suatu bank dikatakan likuid jika bank dapat memenuhi kewajiban
hutang-hutangnya, dapat membayar kembali deposannya serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.
Tingkat likuiditas bank dapat dilihat dari rasio LDR Loan to Deposit Ratio. LDR merupakan perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang
diberikan bank dengan dana yang diterima bank Dendawijaya, 2001. Dengan kata lain, LDR digunakan untuk mengukur jumlah dana pihak
ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa bank meminjamkan
seluruh dananya atau relatif tidak likuid. Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap
untuk dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat untuk memberi isyarat apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau
sebaliknya dibatasi. Jika bank mempunyai LDR yang terlalu kecil maka bank akan
kesulitan untuk menutup simpanan nasabah dengan jumlah kredit yang ada, sehingga bank akan dibebani dengan bunga simpanan yang besar
sementara bunga dari pinjaman yang telah diterima oleh bank terlalu sedikit. Jika bank mempunyai LDR yang sangat tinggi, maka bank akan
mempunyai risiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi pada titik tertentu bank akan mengalami kerugian Susilo, 2000. Oleh karenanya
Bank Indonesia telah menetapkan standar untuk LDR yaitu berkisar antara 85 sampai dengan 100. Dengan demikian jika bank mempunyai LDR
terlalu rendah atau terlalu tinggi maka bank akan sulit untuk meningkatkan labanya.
5. Klasifikasi Bank. Berdasarkan kepemilikan modalnya, bank-bank di Indonesia
dibagi empat yaitu : a. Bank pemerintah, yaitu bank yang seluruh sahamnya dimiliki
pemerintah atau Negara. contohnya: BRI, BNI 46, Bank Mandiri, dan lain-lain yang mana sekarang telah dikelola secara swasta.
b. Bank Swasta Nasional, yaitu bank yang seluruh sahamnya dimiliki pihak swasta. Contohnya: BII, BCA, Lippo Bank, Bank Danamon, dan
lain-lain. Bank swasta nasional ini dibagi lagi menjadi dua yaitu: 1.
Bank Devisa, yaitu bank yang dapat mengadakan transaksi seperti ekspor-impor, jual beli valuta asing, dan lain-lain.
2. Bank Non-Devisa, yaitu bank yang tidak dapat mengadakan
transaksi internasional. c. Bank Asing yaitu bank yang sahamnya dimiliki pihak asing. Untuk ini
mereka hanya membuka cabang di Indonesia dan kantor pusat berada diluar negeri. Contoh: Citibank, Chase Manhatan, dan lain-lain.
d. Bank Campuran yaitu bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak swasta nasional dan sebagian lagi dimiliki oleh pihak asing.
Contoh: Fuji Internasional Bank Bank Internasional Indonesia dengan F uji Bank Jepang.
Penilaian terhadap kinerja suatu bank tertentu dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya sehingga akan diperoleh
rasio-rasio keuangan yang akan memperlihatkan posisi dan kondisi keuangan suatu bank pada periode tertentu. Laporan keuangan prestasi historis dari
suatu perusahaan bersama dengan analisis bisnis dan ekonomis yang memberikan dasar untuk membuat proyeksi dan peramalan untuk masa depan
Westo Copeland, 1990. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama
tingkat profitabilitasnya yang tinggi dan mampu membagi deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi
ketentuan dengan baik, maka ada kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan di pasar sekunder dan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil
dikumpulkan akan baik. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada
bank yang bersangkutan. Kepercayaan dan loyalitas pemilik dana terhadap bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak
manajemen bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Menurut Caves 1992, kinerja perbankan dapat diukur dengan
menggunakan: a. Rata-rata tingkat bunga pinjaman
b. Rata-rata tingkat bunga simpanan c. Profitabilitas perbankan
Gilbert 1994, dalam surveynya terhadap beberapa penelitian mengambil kesimpulan bahwa tingkat bunga pinjaman atau tingkat bunga
simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah. Apabila tingkat bunga pinjaman yang digunakan sebagai ukuran kinerja,
kemungkinan ukuran tersebut akan bias, karena rata-rata tingkat bunga pinjaman akan tergantung pada portofolio pinjaman bank. Begitu juga dengan
rata-rata tingkat bunga simpanan tergantung pada distribusi jatuh temponya bermacam-macam simpanan.
G. Kerangka Konseptual