Kajian Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Supermini Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani Kelapa Sawit Di Sumatera Utara (The Study On The Development Of Supermini Palm Oil Factory In Order To Increase The Palm Oil Farmers Income In North Sumater

KAJIAN PENGEMBANGAN PABRIK KELAPA SAWIT (PKS)
SUPERMINI DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI
KELAPA SAWIT DI SUMATERA UTARA
(The Study on The Development of Supermini Palm Oil Factory in Order
To Increase The Palm Oil Farmers Income in North Sumatera)
Terip Karo-Karo
Abstrak: Pengkajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebaran kebun kelapa sawit rakyat di
Sumatera Utara dan menetapkan lokasi PKS Supermini yang sesuai dengan penyebaran kebun kelapa sawit
rakyat di daerah kajian (Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, dan Tapanuli
Tengah), mengetahui dampak pengembangan PKS Supermini terhadap peningkatan pendapatan petani kelapa
sawit di daerah kajian, dan menyusun arahan pengembangan dalam bentuk arahan prioritas lokasi dan arahan
program pengembangan PKS Supermini di daerah kajian.
Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif yang didukung dengan tabulasi. Penetapan lokasi PKS
Supermini dilakukan dengan bantuan kriteria teknik penentuan lokasi. Penetapan jumlah PKS di suatu wilayah
sampai tahun 2012 dilakukan atas dasar prediksi produksi dengan mempertimbangkan hubungan kapasitas PKS
Supermini dan luas lahan pertanaman kelapa sawit pendukung. Analisis dampak terhadap pendapatan petani
dilakukan dengan metode deskriptif yang didukung oleh perhitungan nilai tambah bersih produk olahan
gabungan. Sementara itu, penetapan prioritas lokasi dan arahan pengembangan dilakukan secara deskriptif
melaui skoring terhadap beberapa parameter.
Hasil survai terhadap kinerja perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah kajian menyatakan bahwa penyebaran
lahan pengembangan kelapa sawit rakyat dan PKS tidak merata, sementara itu produktivitas dan pendapatan

petani kelapa sawit bervariasi dalam rentang relatif rendah. Peningkatan pendapatan yang akan diperoleh petani
dengan adanya pengembangan PKS Supermini rata-rata adalah sekitar 5,74%-32,76%. Hasil skoring
menyatakan bahwa kecamatan-kecamatan yang perlu diprioritaskan pengembangannya adalah Sei Kepayang
(Asahan), Merbau (Labuhan Batu), Sosa (Tapanuli Selatan), Batang Natal (Mandailing Natal), dan Lumut
(Tapanuli Tengah).
Untuk mendorong pengembangan PKS Supermini dalam rangka merealisasikan dan memberdayakan
perekonomian rakyat maka program-program yang mendesak untuk dilakukan adalah pelatihan teknis bagi para
petani, pengembangan kelembagaan petani (seperti kelompok tani sawit dan koperasi agribisnis),
penyederhanaan prosedur perizinan, pengaturan perpajakan/retribusi., pengembangan sistem insentif ,dan
pengembangan infrastruktur pendukung.
Kata kunci: PKS Supermini, pendapatan petani, perkebunan rakyat kelapa sawit.
Abstract: The study was conducted to know the spreading of palm oil small holders in North Sumatera and to
determine the location of supermini palm oil factories according to the palm oil small holders spreading in the
study area (Asahan, Labuhan Batu, South Tapanuli, Mandailing Natal and Central Tapanuli), to know the
impact of supermini palm oil factory development on the farmer income increase, to arrange the development
direction of supermini palm oil factories.The analysis methods that was used to study the performance of palm
oil small holder was descriptive analysis that was supported by tabulation. Identification of factory location was
done by technical criteria for location. The total of supermini palm oil factory in a region up to 2012 was
determined by prediction of production and supported by the relationship between capacity of supermini palm
oil factory and total area of palm oil land. The impact of the development of supermini palm oil factory on the

farmer income was analyzed by descriptive methods that was supported by calculation of net value added of
processed product. Determination of the priority location was done by scoring for some parameters.
The results of this study indicated that the spreading of palm oil small holders in the study area and palm oil
factories are unbalanced, on the other hand the productivity and farmer income showed the variation but within
the relative low range. After the development, the farmers income will increase around 5.74 up to 32.76 %. The
result of scoring showed that the priority subdistricts are Sei Kepayang (Asahan), Merbau (Labuhan Batu),
Sosa (South Tapanuli), Batang Natal (Mandailing Natal) and Lumut (Central Tapanuli). The urgent programs
that will support the development of supermini palm oil factories in the study area are technical training for
farmers, farmer institutions development (farmer groups and agribusiness cooperation), deregulation of
dispensation procedures, tax regulation, incentive system improvement and infrastructures development.

Key words: Supermini palm oil factory, farmer income, palm oil small holder.

134

Kajian Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Supermini
dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani Kelapa Sawit di Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir,

telah terjadi pergeseran secara bertahap dalam
pengusahaan perkebunan kelapa sawit, yaitu dari
usaha yang hanya dilaksanakan oleh perusahaan
besar swasta maupun BUMN menjadi usaha yang
dilaksanakan oleh petani perkebunan (swadaya) di
luar petani perkebunan yang bermitra dengan
perusahaan besar swasta atau BUMN (Deptan,
2002).
Pembangunan areal kebun kelapa sawit
yang dilakukan oleh petani perkebunan atau
perkebunan kelapa sawit rakyat terus mengalami
peningkatan cukup signifikan, sejalan dengan
semakin membaiknya bisnis produk olahan kelapa
sawit baik di pasar domestik maupun di pasar
internasional. Pada umumnya perkebunan kelapa
sawit rakyat ini dibangun secara bertahap dan
terpencar dengan skala usaha 0,5 sampai 2 ha dan
beberapa tahun terakhir terlihat adanya gejala
ketidakmampuan sarana yang dimiliki oleh
perusahaan besar dan BUMN dalam mengolah hasil

perkebunan kelapa sawit rakyat yang semakin
melimpah. Kalaupun mereka menampung dengan
harga yang sangat rendah pada tingkat petani.
Salah satu solusi menghadapi permasalahan
tersebut adalah melaksanakan pembangunan unit
pengolahan kelapa sawit di lokasi atau di sekitar
perkebunan kelapa sawit rakyat. Mengingat lokasi
perkebunan kelapa sawit rakyat relatif menyebar dan
dalam skala luasan yang relatif kecil maka unit
pengolahan kelapa sawit yang memungkinkan untuk
dibangun adalah yang berskala kecil atau supermini
yaitu dengan kapasitas ≤ 1 ton TBS per jam (PPKS,
2000). Dalam kenyataannya, kebun kelapa sawit
rakyat memiliki keterbatasan luasan dan jarak
antarkebun saling berjauhan, sehingga tidak
memungkinkan (kurang sesuai) apabila dibangun
satu pabrik kelapa sawit berkapasitas standar.
Untuk mengatasi permasalahan di atas maka
perlu dilakukan kajian mengenai prospek
pengembangan PKS Supermini untuk mengolah

tandan buah segar kelapa sawit rakyat yang tersebar
di Sumatera Utara. Adapun tujuan kajian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penyebaran kebun kelapa
sawit rakyat di Sumatera Utara dan menetapkan
lokasi PKS Supermini yang sesuai dengan
penyebaran kebun kelapa sawit rakyat di daerah
kajian.
2. Untuk mengetahui dampak pengembangan PKS
Supermini terhadap peningkatan pendapatan
petani kelapa sawit di daerah kajian.
3. Menyusun arahan pengembangan dalam bentuk
arahan prioritas lokasi dan arahan program
pengembangan PKS Supermini di daerah kajian.
Daerah kajian yang dimaksud dalam hal ini
meliputi Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal, dan Tapanuli Tengah.
Asahan dan Labuhan Batu merupakan dua kabupaten
di wilayah Pantai Timur yang merupakan daerah

pengembangan kelapa sawit yang sudah relatif lama,

sementara itu Tapanuli Selatan, Mandailing Natal,
dan Tapanuli Tengah adalah tiga kabupaten di
wilayah Pantai Barat yang merupakan daerah
pengembangan kelapa sawit yang relatif baru.
METODE PENGKAJIAN
Metode analisis yang digunakan adalah
metode deskriptif yang didukung dengan tabulasi.
Penetapan lokasi PKS Supermini dilakukan dengan
bantuan kriteria teknik penentuan lokasi, sedangkan
penetapan jumlah PKS di suatu wilayah sampai
tahun 2012 dilakukan atas dasar prediksi produksi
sampai
dengan
tahun
tersebut
serta
mempertimbangkan hubungan kapasitas PKS
Supermini dan luas lahan pertanaman kelapa sawit
pendukung yang dibutuhkan. Analisis dampak
terhadap pendapatan petani dilakukan dengan

metode deskriptif yang didukung oleh perhitungan
nilai tambah bersih produk olahan gabungan (kernel
dan minyak sawit).
Penentuan lokasi prioritas pengembangan
dilakukan melalui skoring terhadap wilayah
kecamatan menggunakan beberapa parameter yaitu
luas areal pertanaman, produksi, produktivitas,
jumlah petani kelapa sawit, peningkatan luas areal,
laju peningkatan produksi, peningkatan produktivitas
kelapa sawit rakyat selama 5 tahun terakhir, jumlah
PKS, kapasitas olah PKS, rasio antara produksi
dengan jumlah PKS, rasio antara produksi dengan
kapasitas olah PKS, dan jumlah desa tertinggal setiap
kecamatan. Adapun langkah-langkah skoring adalah
sebagai berikut:
a. Menyusun nilai atau kinerja setiap parameter
skoring pada setiap kecamatan di daerah kajian.
b. Menyusun ranking nilai setiap parameter
skoring dari ranking pertama sampai yang
terakhir, menurut karakteristik hubungan setiap

parameter dengan ranking.
c. Menjumlahkan nilai rank semua parameter
skoring di setiap kecamatan.
d. Menyusun urutan prioritas pengembangan bagi
semua kecamatan yang dikaji dan menetapkan
kecamatan dengan total skor tertinggi sebagai
kecamatan prioritas pengembangan.
KINERJA DAN PERMASALAHAN
PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT RAKYAT
DI DAERAH KAJIAN

Total luas perkebunan kelapa sawit rakyat
pada tahun 2001 di wilayah Kabupaten Labuhan
adalah 79.000,50 ha tersebar pada 22 kecamatan,
Kabupaten Asahan 17.680 ha tersebar pada 20
kecamatan, Kabupaten Tapanuli Selatan 21.168,47
ha tersebar pada 16 kecamatan, Kabupaten
Mandailing Natal 310,88 ha tersebar pada 8
kecamatan, Kabupaten Tapanuli Tengah 1785 ha
tersebar pada 8 kecamatan.

Total produksi kelapa sawit rakyat pada
tahun 2001di Kabupaten Labuhan Batu 1.057.994

135

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005

ton dan produktivitas 13,39 ton/ha, Kabupaten
Asahan 232.826 ton dan produktivitas 13,17 ton/ha,
Kabupaten Tapanuli Selatan 157.224,24 ton dan
produktivitas 7,43 ton/ha, Kabupaten Mandailing
Natal 66,11 ton dan produktivitas 0,21 ton/ha,
Kabupaten Tapanuli Tengah 19.623,90 ton dan
produktivitas 10,99 ton/ha (Dinas Perkebunan
Propinsi Sumatera Utara, 2001).
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat
bahwa produksi dan produktivitas perkebunan kelapa
sawit rakyat antarwilayah di daerah kajian tidak
merata. Hal ini lebih dipengaruhi oleh usia
pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat.

Produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit
rakyat masih jauh di bawah tanaman yang dikelola
oleh perkebunan besar. Hal ini antara lain
disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan petani dan
adanya kendala penyerapan terhadap paket teknologi
oleh petani, belum terlaksananya intensivikasi secara
baik dan kurangnya modal petani.
Kelembagaan petani masih lemah. Sampai
saat ini kemitraan antara lembaga di tingkat petani
dengan lembaga-lembaga yang ada di Sumatera
Utara seperti lembaga penelitian, perguruan tinggi,
asosiasi pengusaha dan organisasi profesi, lembaga
keuangan, penangkaran benih, masih sangat terbatas.
Berdasarkan survai sampel terhadap petani
kelapa sawit maka diperoleh hasil rata-rata
pendapatan usaha tani kelapa sawit per ha di
Kabupaten Asahan Rp 4.691.714 (merupakan yang
tertinggi) dan Mandailing Natal Rp 474.000 (yang
terendah). Rendahnya pendapatan usaha tani kelapa
sawit per ha di Kabupaten Mandailing Natal

disebabkan oleh masih rendahnya produktivitas
(yaitu rata-rata hanya 0,28 ton/ha). Sementara itu,
didasarkan atas luas areal rata-rata per petani maka
rata-rata pendapatan usaha tani setiap petani di setiap
kabupaten didaerah kajian seperti disajikan pada
Tabel-1.
Tabel-1. Rata-Rata Pendapatan Usaha Tani
Kelapa Sawit di Daerah Kajian
Kabupaten

Labuhan Batu

Luas
Lahan/
Petani
(ha/KK)
2.6

Pendapatan Pendapatan
Usaha Tani Usaha Tani
Per ha (Rp)* Per KK
(Rp)*
4.582.045
11.913.317

Asahan

1.8

4.691.714

8.445.085

Tapanuli
Selatan
Mandailing
Natal
Tapanuli
Tengah

2.3

2.260.702

5.199.615

2.5

474.000

1.185.000

3.5

3.260.982

11.413.437

Berdasarkan analisis tentang kinerja kelapa
sawit rakyat di daerah kajian maka permasalahan
pengembangan pemasaran dan pengolahan hasil
panen kelapa sawit rakyat di daerah kajian

136

diidentifikasi sebagai berikut:
1. Rendahnya aksesibilitas lokasi kebun kelapa
sawit rakyat ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) akibat
terbatasnya alat transportasi, topografi wilayah
yang bervariasi dan kondisi jalan yang tidak
memadai. Hal ini berpengaruh terhadap tingginya
biaya input pertanian dan penurunan kualitas
TBS pascatransportasi.
2. Penyebaran lahan pengembangan tidak merata
dan sering berada pada kondisi geografis yang
berawa-rawa, top soil yang tipis, gambut, dan
lain-lain.
3. Keterbatasan pengetahuan tentang berbagai aspek
budidaya dan kurangnya modal petani yang
berdampak
terhadap
rendahnya
tingkat
penyediaan input pertanian dan kurang tuntasnya
sistem pengelolaan lahan oleh petani.
4. Penetapan harga TBS oleh pabrik atau pedagang
pengumpul sering lebih rendah dari harga pasar.
5. Pendapatan pekebun kelapa sawit masih relatif
rendah dibanding dengan biaya produksinya.
6. Belum tersedianya strategi yang memadai dalam
upaya meningkatkan pendapatan petani pekebun.
SKENARIO PENGEMBANGAN PKS
SUPERMINI DI DAERAH KAJIAN
1. Strategi Pengembangan PKS Supermini
Orientasi sektor agribisnis petani harus
harus berubah dari orientasi produksi kepada
orientasi pasar, yang artinya untuk mengembangkan
sektor agribisnis yang modern dan berdaya saing
maka agroindustri menjadi penentu kegiatan pada
subsistem usaha tani dan selanjutnya menentukan
subsistem agribisnis hulu.
Strategi pengembangan agroindustri sebagai
motor
penggerak
sektor
agribisnis
harus
dilaksanakan melalui pengembangan strategi
pemasaran, pemantapan sumberdaya, pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan
infrastruktur agribisnis.
Pembangunan pertanian dengan pendekatan
agribisnis perlu disertai dengan pengembangan
organisasi bisnis petani yaitu koperasi agribisnis,
baik koperasi primer maupun koperasi sekunder,
agar mampu berperan sebagai aktor utama pada
kegiatan non-usaha tani sehingga nilai tambah dapat
direbut para petani di masa mendatang (Dinas
Perkebunan Propinsi Sumatera Utara, 2001)
Selanjutnya
strategi
pengembangan
teknologi pengolahan dalam hal ini pengolahan
kelapa sawit dan juga pengembangan teknologi
produk pada subsektor agribisnis hilir (agroindustri
hilir) diarahkan untuk peningkatan efisiensi,
pengembangan diversifikasi teknologi pengolahan
untuk
menghasilkan
diversifikasi
produk,
meminimumkan hasil buangan (waste) serta bahan
polusi (pollutan), dan lain-lain. Percepatan
pengembangan agroindustri dalam agribisnis
diharapkan akan menarik pertumbuhan kegiatan
pertanian yang tersebar luas di Indonesia, sehingga

Kajian Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Supermini
dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani Kelapa Sawit di Sumatera Utara

dapat meningkatkan pendapatan penduduk secara
lebih adil dan merata.
Teknologi pengolahan yang ditawarkan
dalam mengatasi permasalahan petani kelapa sawit
adalah yang disebut dengan PKS Supermini.
Teknologi ini diharapkan segera diadopsi oleh petani
sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraannya.
2. Kriteria Penetapan Lokasi PKS Supermini

Mempertimbangkan adanya keharusan
Tandan Buah Segar sampai di pabrik tepat pada
waktunya (dalam rentang waktu kurang dari 6 jam),
maka sebaiknya letak PKS Supermini berada di
tengah areal/kawasan kebun kelapa sawit rakyat.
Pengertian berada di tengah-tengah hamparan kebun
rakyat yang dimaksud dalam hal ini mengandung
implikasi luas dan fleksibel dalam arti bukan sematamata hanya ditentukan oleh jarak. Namun juga perlu
diperhitungkan waktu tempuh yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi jalan dan moda transportasi
yang ada. Hal ini penting diperhatikan untuk tujuan
mendapatkan
kualitas
minyak
yang
baik
(mengantisipasi pembentukan asam lemak bebas
yang lebih banyak) serta efisiensi biaya transportasi
bahan baku.
Faktor lain yang juga perlu diperhitungkan
dalam penempatan pabrik adalah aksesibilitas
dengan jaringan jalan utama, supaya hasil olahan
pabrik mudah dibawa ke luar atau ditransportir ke
konsumen. Dari sisi ekologis, perlu diperkirakan
aspek penanganan limbah, sehingga hasil buangan
limbah mudah ditangani dan tidak memberikan
dampak negatif yang berati bagi lingkungan (Apple,
1990; Smith, 1980).
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam
pengembangunan PKS Supermini adalah: Dalam
konteks kajian mekanika tanah, pabrik seharusnya di
bangun di tempat yang datar atau daya dukung lahan
kuat, tapak tidak terletak di lokasi banjir dan perlu
dipertimbangkan adanya kemungkinan perluasan
dikemudian hari.
3.

Hubungan Luas Areal dengan Kapasitas
PKS Supermini

Sesuai dengan kondisi wilayah dan
masyarakatnya, pengembangan PKS Supermini di
daerah kajian dapat dilakukan dengan memilih 2
alternatif kapasitas, yaitu 500 Kg/Jam atau 1000
Kg/Jam. PKS Supermini kapasitas 500 Kg TBS/jam
memerlukan bahan baku 10 ton TBS/hari atau 3000
ton TBS/tahun yang dihasilkan dari pertanaman
kelapa sawit seluas 300 ha. Sedangkan, PKS
Supermini kapasitas 1000 kg TBS/Jam memerlukan
bahan baku 20 ton TBS/hari
atau 6000 ton
TBS/tahun yang dihasilkan dari pertanaman kelapa
sawit seluas 600 ha. (Perkiraan rata-rata
produktivitas: 10 ton/ha/tahun).

Sebelum membangun PKS Supermini yang
perlu diperhatikan adalah luas areal kelapa sawit
rakyat yang telah menghasilkan (TM) di kawasan
tersebut minimal seluas 300 ha untuk PKS Supermini
kapasitas 500 kg TBS/jam atau 600 ha untuk
kapasitas 1 ton/jam. Untuk mencapai jumlah bahan
baku (produksi dan luas areal) yang diperlukan untuk
1 (satu) unit PKS Supermini, dapat diperoleh dari
beberapa kecamatan lain yang berdekatan dengan
lokasi.
4.

Rencana Penyebaran PKS Supermini di
Daerah Kajian

Berdasarkan data yang ada dan dengan
mengacu pada keterkaitan antara luas areal dan
kapasitas tersebut maka dapat dilihat bahwa di
Kabupaten Asahan hampir setiap kecamatan
memiliki luas areal tanaman kelapa sawit rakyat
lebih dari 300 ha dan produksi lebih dari 3.000
ton/tahun, kecuali Kecamatan Tanjung Balai, Sei
Balei, Air Putih, Kisaran Barat, dan Kisaran Timur.
Artinya pada umumnya kecamatan-kecamatan
tersebut memiliki potensi bahan baku Tandan Buah
Segar (TBS) yang cukup untuk mendukung
pengembangan PKS Supermini dengan kapasitas 0,5
ton/jam.
Dari 22 kecamatan yang ada, 16 kecamatan
mempunyai potensi TBS untuk mendukung
didirikannya PKS Supermini sampai ke PKS Mini
(kapasitas ≥ 1 ton/jam), 1 kecamatan punya potensi
TBS untuk mendukung didirikannya PKS Supermini
(kapasitas 0,5 ton/jam), sedangkan 5 kecamatan
mempunyai potensi yang belum cukup mendukung
untuk pendirian PKS Supermini. Di Kabupaten
Labuhan Batu, semua kecamatan (22 kecamatan)
telah mempunyai potensi untuk mendukung
pendirian PKS Supermini dengan kapasitas 0,5
ton/jam. Bahkan telah banyak kecamatan yang
memiliki potensi TBS untuk mendukung PKS mini,
PKS kecil, PKS sedang maupun PKS besar. Di
Kabupaten Tapanuli Selatan, terdapat 6 kecamatan
yang telah mempunyai potensi produksi TBS untuk
mendukung pendirian PKS, 3 kecamatan diantaranya
dapat mendukung PKS Supermini dengan kapasitas
0,5 ton/jam dan 3 kecamatan lagi telah mampu
menyediakan bahan baku untuk PKS Supermini
dengan kapasitas 1 ton/jam hingga PKS Mini.
Sementara
10
kecamatan
lainnya
baru
mengembangkan tanaman kelapa sawit dan beberapa
tahun mendatang baru memerlukan PKS.
Di Kabupaten Tapanuli Tengah, ada 3
kecamatan yang telah mempunyai potensi produksi
TBS untuk dapat mendukung PKS yaitu, Kecamatan
Manduamas memerlukan 1 unit PKS Supermini
dengan kapasitas 0,5 ton/jam, Kecamatan
Sibabangun memerlukan 1 unit PKS Supermini
dengan kapasitas 0,5 ton/jam, dan Kecamatan Lumut
memerlukan 1 unit PKS Supermini dengan kapasitas
1 ton/jam. Sedangkan kecamatan lainnya

137

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005

memerlukan PKS Supermini 2-5 tahun mendatang.
Di Kabupaten Mandailing Natal, belum ada
kecamatan yang telah mempunyai potensi produksi
TBS yang cukup untuk mendukung pendirian PKS
Supermini. Berdasarkan hasil prediksi total produksi
TBS per wilayah sampai dengan tahun 2012 (sepuluh
tahun ke depan), maka selanjutnya dapat
diperkirakan kebutuhan PKS Supermini pada setiap
wilayah tersebut.
Hasil perkiraan jumlah PKS Supermini
menyatakan bahwa sampai pada tahun 2003,
perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten
Labuhan Batu membutuhkan sekitar 465 unit PKS
Supermini, sementara itu Kabupaten Asahan
membutuhkan 122 unit, Tapanuli Selatan 113 unit,
dan Tapanuli Tengah 14 unit. Berdasarkan hasil
perhitungan, sampai dengan tahun 2005 Kabupaten
Mandailing Natal belum membutuhkan PKS
Supermini dan tim menyarankan agar mulai tahun
2008 di wilayah tersebut dibangun 1 unit PKS
Supermini yang didukung oleh produksi TBS
beberapa kecamatan.
Tahun 2012 diperkirakan Kabupaten
Labuhan Batu membutuhkan sekitar 968 unit PKS
Supermini yang tersebar pada semua kecamatan.
Kecamatan yang terbanyak membutuhkan adalah
Kecamatan Merbau (135 unit) dan paling sedikit
Kualuh Hilir (6 unit). Kabupaten Asahan
membutuhkan 319 unit PKS Supermini yang tersebar
pada semua kecamatan di luar wilayah Kisaran dan
Tanjung Balai. Kecamatan yang terbanyak
membutuhkan adalah Kecamatan Buntu Pane (85
unit), sementara yang membutuhkan paling sedikit
Kecamatan Sei Bale dan Air Putih (masing-masing 2
unit). Kabupaten Tapanuli Selatan membutuhkan

388 unit PKS Supermini yang tersebar pada 7
kecamatan.
Kecamatan
yang
terbanyak
membutuhkan adalah Kecamatan Sosa (216 unit) dan
paling sedikit Sosopan dan Dolok (masing-masing 1
unit). Kabupaten Mandailing Natal hanya
membutuhkan 1 unit PKS Supermini di Kecamatan
Batang Natal. Namun sebagai respon terhadap
perkembangan luas areal dan produktivitas yang
kemungkinan cukup pesat untuk masa yang akan
datang tim menyarankan agar ditambahkan satu unit
tambahan di Kecamatan Batang Natal atau Natal.
Kabupaten Tapanuli Tengah membutuhkan 48 unit
PKS Supermini yang tersebar pada semua
kecamatan.
Kecamatan
yang
terbanyak
membutuhkan adalah Kecamatan Lumut (216 unit)
dan paling sedikit Sibolga (1 unit).
5. Dampak Pengembangan PKS Supermini Terhadap
Pendapatan Petani
Dampak pengembangan PKS Supermini
dapat dilihat dari besarnya nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan TBS menggunakan
teknologi PKS Supermini. Nilai tambah dapat
dihitung menggunakan pendekatan nilai bahan baku
dan nilai produksi olahan per tahun pada industri
PKS Supermini kapasitas 1 ton/jam. Nilai Tambah
(NT) bersih dari produksi gabungan (CPO + kernel)
adalah Rp 388,67 per kg.
Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat
diperkirakan besarnya nilai tambah yang akan
diperoleh tiap petani per kabupaten disajikan pada
Tabel 2.

Tabel 2. Perkiraan Tambahan Pendapatan Yang Diperoleh
Petani Tiap Kabupaten Sebagai Dampak Penerapan
Teknologi PKS Supermini

Kabupaten

Luas
Lahan/Peta
ni (ha/KK)

Rata-Rata
Produktivita
s (Ton/ha)

Total NT dgn
PKS Supermini (Rp)

Pendapata
n Usaha
Tani (Rp)

Pendapatan
Usaha Tani
+ NT (Rp)

Labuhan Batu

2,6

12,99

3.282.833

11.913.317

15.196.150

Asahan

1,8

13,23

2.314.721

8.445.085

10.759.806

Tapanuli Selatan

2,3

7,91

1.768.360

5.199.615

6.967.974

Mandailing Natal

2,5

0,28

68.040

1.185.000

1.253.040

Tapanuli Tengah

3,5

10,99

3.738.798

11.413.437

15.152.235

Dari tabel terlihat bahwa dengan adanya pengembangan PKS Supermini maka pendapatan petani di daerah
kajian diperkirakan akan meningkat rata-rata sebesar 5,74 - 32,76 % dibanding pendapatan tanpa pengembangan
PKS Supermini.

138

Kajian Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Supermini
dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani Kelapa Sawit di Sumatera Utara

ARAHAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PKS
SUPERMINI DI DAERAH KAJIAN

d.
1. Lokasi Pengembangan Prioritas

Lokasi atau kecamatan yang diprioritaskan
dalam kajian ini dapat diinterpretasikan sebagai
kecamatan yang memiliki potensi cukup besar bagi
pengembangan agribisnis kelapa sawit, sementara itu
pada sisi lain kapasitas sosial ekonominya sangat
terbatas.
Berdasarkan hasil skoring ternyata pada
Kabupaten Labuhan Batu terdapat 3 kecamatan yang
perlu diprioritaskan pengembangannya yaitu
kecamatan Merbau, Kualuh Hulu dan Torgamba.
Untuk wilayah Kabupaten Asahan adalah Kecamatan
Sei Kepayang, Meranti, dan Air Joman. Kabupaten
Tapanuli
Selatan
kecamatan
yang
perlu
diprioritaskan adalah Kecamatan Sosa, Padang
Bolak, dan Halongonan; wilayah Kabupaten
Mandailing
Natal
adalah
Batang
Natal,
Penyabungan, dan Batahan; sedangkan untuk
Kabupaten Tapanuli Tengah adalah Kecamatan
Lumut, Sorkam, Barus, dan Manduamas.

2. Arahan
Supermini

Program

Pengembangan

PKS

Untuk mendorong pengembangan PKS
Supermini dalam rangka merealisasikan dan
memberdayakan perekonomian rakyat maka
program-progran yang mendesak untuk dilakukan
adalah:
a. Program pengembangan kemampuan dan
pelatihan bagi para petani atau kelompok tani
dengan materi yang berkenaan dengan:
• Pengembangan kelembagaan petani (seperti
kelompok tani sawit dan koperasi).
• Tahapan pembangunan PKS Supermini,
meliputi antara lain pengkajian lapangan
dan pemilihan lokasi, pembuatan desain dan
perhitungan kapasitas dan rendemen,
pembebasan lahan, ketersediaan dana,
tender, negosiasi, pembangunan fisik, uji
coba, perizinan, faktor-faktor nonteknis,
penggunaan/pemeliharaan alat dan mesin,
pengangkutan, sistem evaluasi kinerja, dan
lain sebagainya.
b. Program pengembangan kemampuan perangkat
kelembagaan penunjang dan pemerintahan,
dengan materi berkenaan dengan evaluasi
kinerja petani kelapa sawit dan pabriknya,
sistem perizinan, sistem insentif, aspek
ketataruangan, aspek lingkungan, penyusunan
produk peraturan yang sesuai, sistem
perpajakan/retribusi,
pengembangan
infrastruktur pendukung, dan sebagainya.
c. Pengembangan kerjasama antara Pemerintah
Daerah, petani dan perguruan tinggi dalam
rangka pengembangan PKS Supermini beserta

e.

pembangunan
pranata
sosial-ekonomi
pendukungnya.
Penetapan prosedur perizinan yang sesuai. Hal
ini sangat perlu mengingat sampai saat ini
konsep perizinan untuk PKS Supermini ini
masih terus menjadi bahan diskusi pada banyak
kalangan. Masalahnya adalah bagaimana
menciptakan prosedur perizinan yang tidak
bertele-tele dan tidak sulit dijangkau oleh petani
atau kelompok tani. Dengan demikian, hal-hal
yang perlu menjadi pertimbangan pokok dalam
penentuan prosedur perizinan antara lain:
• PKS Supermini lebih berorientasi kepada
skala usaha kecil, sehingga penetapan
prosedur perizinan harus benar-benar
didasari semangat kerakyatan.
• Diperkirakan akan terjadi peningkatan pesat
jumlah PKS Supermini di berbagai daerah
dalam waktu yang relatif singkat, sehingga
Pemerintah Daerah perlu segera menetapkan
prosedur perizinan beserta perangkat
pendukungnya.
• PKS Supermini bersifat ramah lingkungan
sehingga prasyarat analisis dampak
lingkungan yang memerlukan biaya tinggi
menjadi kurang relevan.
Pengembangan koperasi-koperasi agribisnis dan
PKS-PKS Supermini pada wilayah-wilayah non
prioritas. Pengembangan ini mengacu pada
seluruh hasil perbaikan sistem yang telah
disempurnakan berdasarkan hasil evaluasi
terhadap kinerja PKS-PKS Supermini di wilayah
prioritas.

PENUTUP

Berdasarkan hasil kajian di atas dapat
disimpulkan bahwa pengembangan PKS Supermini
pada 5 kabupaten (Labuhan Batu, Asahan, Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal, dan Tapanuli Tengah)
diperkirakan akan dapat meningkatkan pendapatan
petani kelapa sawit.
Agar pengembangan tersebut dapat
dilaksanakan dengan segera dan benar-benar
mencapai sasarannya, maka dibutuhkan spirit
kerakyatan dan kerjasama antarsemua pihak yang
terkait, pelatihan teknis bagi para petani,
petani
(seperti
pengembangan
kelembagaan
kelompok tani sawit dan koperasi agribisnis),
penyederhanaan prosedur perizinan pengembangan,
pengaturan perpajakan/retribusi, dan pengembangan
infrastruktur pendukung.

139

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005

DAFTAR PUSTAKA

Apple,

J.M. 1980. Tata Letak Pabrik dan
Pemindahan Bahan. Bandung: Penerbit ITB.

Deptan. 2000. Program Pengembangan Unit
Pengolahan Kelapa Sawit Skala Kecil (Mini
Plant) Dalam Rangka Penyelamatan Hasil
Panen Kebun Kelapa Sawit Rakyat Swadaya.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.
Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara. 2001.
Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara
Tahun 2001. Medan: Bagian Statistik Dinas
Perkebunan Propinsi Sumatera Utara.
Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara. 2002.
Rencana Strategis Dinas Perkebunan
Propinsi Sumatera Utara.
PPKS.

2000. Pemberdayaan Pekebun Kecil,
Perkebunan Besar Skala Kecil, dan
Menengah Melalui Pabrik Kelapa Sawit
Supermini. Medan: PPKS.

Smith, David. 1980. Industrial Location, An
Economic Geographical Analysis. New
York: John Wiley and Sons Inc.

140