Valuasi Ekonomi Hutan Sebagai Pencegah Banjir Berdasarkan Metode Kontingensi Dan Biaya Pengendalian Banjir Di DAS Deli

(1)

VALUASI EKONOMI HUTAN SEBAGAI PENCEGAH BANJIR

BERDASARKAN METODE KONTINGENSI DAN BIAYA

PENGENDALI BANJIR DI DAS DELI

SKRIPSI

Oleh

LAMRIA BUTAR BUTAR 051201041/ Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

ABSTRACT

LAMRIA BUTAR BUTAR. Economic valuation of forest as flood prevention contingency based on the methods and flood controller costs in Deli Cactcment Area. Guided by NURDIN SULISTIYONO and PINDI PATANA

This Research aimed to calculate the economic value of forest as a flood prevention contingency based on the methods and flood controller costs and to determine the factors that influence the level of willingness to pay benefits forest as flood prevention forest in the Deli Catchment Area. Analytical in use contingency methods and flood controller costs as the economic value of forest, descriptive analysis of questionare, correlation analysis regression analysis to determine the factors that influency the level of willingness to pay benefits forest as flood pevention. Research result show the economic value of forest as a method of flood contingency and flood controller costs of each is Rp. 127.824.000.000,00/ year and Rp. 16.917.757,00/year. Based on regression models which can be formed in the conclusion that the factors that effect the level of willingness to pay benefits forest as flood prevention in the Deli Catchment Area is income and education.

Key Words : Economic value, willingness to pay, the cost of flood controller,


(3)

ABSTRAK

LAMRIA BUTARBUTAR. Valuasi ekonomi hutan sebagai pencegah banjir berdasarkan metode kontingensi dan biaya pengendalian banjir di DAS Deli. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan PINDI PATANA

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir berdasarkan metode kontingensi dan biaya pengendali banjir dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli. Metode analisis yang digunakan metode kontingensi dan biaya pengendali sebagai nilai ekonomi hutan, analisis deskriptif dari data kuisioner, analisis korelasi dan analisis regresi untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir. Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir dengan metode kontingensi dan biaya

pengendali masing-masing adalah Rp 127.824.000.000/tahun dan Rp 16.917.757.688/tahun. Berdasarkan model regresi yang terbentuk dapat

disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli adalah pendapatan dan pendidikan

Kata Kunci : Nilai ekonomi, kesediaan membayar, biaya pengendalian, pencegah banjir, DAS Deli


(4)

RIWAYAT HIDUP

Lamria Butarbutar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 10 Januari 1987, anak keempat dari enam bersaudara dari Ayahanda J. Butarbutar dan Ibunda B. Br Sihite. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD HKBP Medan, pada tahun 2002 lulus dari SLTP Santa Maria Medan, pada tahun 2005 lulus dari SMUN 2 Plus Matauli Sibolga, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departeman Kehutanan, Program Studi Manajemen Hutan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani KPH Bandung Selatan Unit III Jawa Barat, pada bulan Juni sampai Agustus 2009. Penulis melakukan penelitian dari bulan April 2009 dengan judul “Valuasi Ekonomi Hutan Sebagai Pencegahan Banjir Berdasarkan Metode Kontingensi dan Biaya Pengendalian Banjir di DAS Deli”, di bawah bimbingan Nurdin Sulistyono, S.Hut., M.Si dan Pindi Patana, S.Hut., M,Sc.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiaan ini hingga selesai.

Penelitian ini membahas tentang valuasi ekonomi hutan sebagai pencegah banjir berdasarkan metode kontingensi dan biaya pengendali banjir di DAS Deli. Metode kontigensi merupakan teknik survey untuk menyatakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si dan Bapak Pindi Patana, S,Hut, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan teman-teman yang telah memberikan dukungan baik dalam doa, semangat maupun materi.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan hasil penelitian ini hingga selesai. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukannya.


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Kerangka Pemikiran... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Sebagai Pengatur Sistem Hidrologi ... 4

Daerah Aliran Sungai Deli ... 5

Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 7

Nilai Ekonomi Produk Lingkungan ... 9

Metode Valuasi Kontingen ... 12

Analisis Ekonomi Pengendali Banjir ... 13

Analisis Korelasi dan Analisis Regresi ... 14

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Metode Penelitian ... 16

Teknik Pengumpulan Data ... 17

Populasi dan Sampel ... 17

Pengumpulan Data ... 17

Analisis Data ... 18

Biaya Pengendali Banjir ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 21

Umur ... 21

Pekerjaan ... 22

Pendidikan ... 24

Pendapatan... 25

Lama Bermukim ... 26 Nilai Willingness to Pay (WTP) Manfaat Hutan sebagai


(7)

Pencegah Banjir ... 27

Hubungan Karakteristik Responden dengan Willingness to Pay ... 28

Korelasi Pearson ... 28

Korelasi Spearman ... 29

Nilai Ekonomi Hutan sebagai Pencegah Banjir ... 33

Analisis Peran Para Pihak ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Skoring Data Persepsi Responden Dengan Skala Likert ... 19

2. Skoring Data Perilaku Responden Dengan Skala Likert ... 19

3. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 22

4. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan ... 23

5. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 24

6. Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan ... 26

7. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bermukim ... 27

8. Nilai Willingess to Pay Manfaat Hutan sebagai Pencegah Banjir ... 28

9. Korelasi Pearson antara Karakteristik Responden dengan WTP ... 29

10. Korelasi Spearman antara Karakteristik Responden dengan WTP ... 30

11. Perincian Biaya Pengendali Banjir secara Struktur Pemangunan Kanal di DAS Deli Bagian Hilir ... 34

12. Perincian Biaya Pengendali Banjir secara non Struktur di Kabupaten Deli Serdang ... 35

13. Persentase Alasan Positif dari Masyarakat Ikut Berperan... 39

Aktif jika ada Kegiatan Gerhan 14. Upaya dan kendala dari beberapa stekholder yang terkait dalam ... 39 pengendalian hutan di DAS Deli


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Kerangka Pemikiran Penelitian………3

2. Grafik Perbandingan Nilai Ekonomi Hutan Berdasarkan Willingness


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Nilai Ekonomi Hutan Sebagai Pencegah Banjir Berdasarkan

Metode Kontingensi di DAS Deli ... 46

2. Perhitungan Kesediaan Membayar ... 50

3. Data Skoring Menggunakan Skala Likert ... 51

4. Nilai Ekonomi Hutan Berdasarkan Biaya Pengendali secara non Struktur seperti Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 53

5. Korelasi Pearson ... 54

6. Korelasi Spearman ... 55

7. Regression ... 56

8. Kuisioner Penelitian ... 57

9. Foto Penelitian ... 59

10. Alat Bantu Gambar untuk Mendeskripsikan Objek Penelitian... 60

11. Pembangunan Kanal di Jalan Bridjen Zein Deli Tua ... 61


(11)

ABSTRACT

LAMRIA BUTAR BUTAR. Economic valuation of forest as flood prevention contingency based on the methods and flood controller costs in Deli Cactcment Area. Guided by NURDIN SULISTIYONO and PINDI PATANA

This Research aimed to calculate the economic value of forest as a flood prevention contingency based on the methods and flood controller costs and to determine the factors that influence the level of willingness to pay benefits forest as flood prevention forest in the Deli Catchment Area. Analytical in use contingency methods and flood controller costs as the economic value of forest, descriptive analysis of questionare, correlation analysis regression analysis to determine the factors that influency the level of willingness to pay benefits forest as flood pevention. Research result show the economic value of forest as a method of flood contingency and flood controller costs of each is Rp. 127.824.000.000,00/ year and Rp. 16.917.757,00/year. Based on regression models which can be formed in the conclusion that the factors that effect the level of willingness to pay benefits forest as flood prevention in the Deli Catchment Area is income and education.

Key Words : Economic value, willingness to pay, the cost of flood controller,


(12)

ABSTRAK

LAMRIA BUTARBUTAR. Valuasi ekonomi hutan sebagai pencegah banjir berdasarkan metode kontingensi dan biaya pengendalian banjir di DAS Deli. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan PINDI PATANA

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir berdasarkan metode kontingensi dan biaya pengendali banjir dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli. Metode analisis yang digunakan metode kontingensi dan biaya pengendali sebagai nilai ekonomi hutan, analisis deskriptif dari data kuisioner, analisis korelasi dan analisis regresi untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir. Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir dengan metode kontingensi dan biaya

pengendali masing-masing adalah Rp 127.824.000.000/tahun dan Rp 16.917.757.688/tahun. Berdasarkan model regresi yang terbentuk dapat

disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli adalah pendapatan dan pendidikan

Kata Kunci : Nilai ekonomi, kesediaan membayar, biaya pengendalian, pencegah banjir, DAS Deli


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Sianturi (2001) Hutan sebagai sumberdaya alam (resources) mempunyai fungsi ganda yaitu sebagi penghasil kayu dan sebagai penghasil kenyamanan seperti penghasil oxigen, penyerap CO2, pengatur tata air, pencegah erosi, serta ruang hidup untuk flora dan fauna. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Banyak kota yang menggantungkan diri terhadap persediaan air dari hutan dengan sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi maupun banjir. Kondisi hutan saat ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Salah satu kawasan hutan yang mengalami kerusakan adalah hutan yang terdapat di sekitar DAS Deli.

Daerah Aliran Sungai Deli terletak di 3 kabupaten yakni Kabupaten Karo, Deli Serdang dan Kota Medan. Daerah aliran sungai ini dalam kondisi kritis. Banyaknya kerusakan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan debit air secara tajam pada saat musim kemarau dan musim hujan. Hal ini dikarenakan kerusakan hutan yang terjadi menyebabkan fungsi hidrologi DAS Deli terganggu. Ketika musim hujan tiba, DAS Deli tidak lagi mampu menampung banyaknya debit air yang masuk sehingga terjadi banjir di daerah tengah dan hilir.

Saat ini, banjir merupakan permasalahan umum yang telah terjadi di sebagian wilayah Indonesia, terutama di daerah padat penduduk misalnya di kawasan perkotaan. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir meliputi materi


(14)

maupun kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir mendapatkan perhatian yang serius dan merupakan permasalahan semua pihak. Sementara kerugian ekonomi akibat banjir sangat berkaitan dengan nilai keberadaan hutan.

Namun, informasi tentang nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli belum tersedia. Hal inilah yang menjadi alasan penulis melakukan penelitian untuk mengkaji nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir dengan menggunakan metode valuasi kontingen dan biaya pengendalian banjir. Metode kontingensi digunakan untuk menanyakan kepada responden tentang ketersediaan membayar jika mereka ditempatkan pada situasi yang sesungguhnya, dan kesediaan membayar tersebut akan ditransformasikan ke dalam bentuk nilai uang. Biaya pengendali banjir diperoleh dari biaya-biaya yang dikeluarkan di dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan banjir di DAS Deli.

Tujuan Penelitian

1. Menghitung nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir berdasarkan metode kontingensi dan biaya pengendalian banjir di DAS Deli

2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memunculkan nilai ekonomi yang dimiliki oleh hutan sehingga dapat mengarahkan prilaku masyarakat yang berada di Daerah Aliran Sungai Deli dan stakeholder yang terkait dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan lingkungan


(15)

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Hutan

Manfaat Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan

(Pencegah Banjir)

Nilai Ekonomi Hutan Sebagai Pencegahan Banjir

Metode Kontingensi (Willingness to pay)

Biaya Pengendali (Struktur dan non Struktur)

Manfaat Hutan Sebagai Penyedia Kayu

Manfaat Hutan Sebagai Penyedia HHNK


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Hutan Sebagai Pengatur Sistem Hidrologi

Hutan mempunyai manfaat sebagai pelindung lingkungan yang berfungsi mengatur tata air, melindungi kesuburan tanah, mencegah erosi dan lain-lain. Air merupakan produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Banyak kota yang menggantungkan diri terhadap persediaan air dari hutan dengan sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi maupun banjir (Suparmoko, 2000).

Menurut Seyhan (1990), banjir adalah peristiwa dimana daratan yang biasanya kering menjadi tergenang air. Banjir disebabkan oleh tingginya curah hujan dan topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung ataupun kemampuan infiltrasi tanah rendah sehingga tanah tidak mampu menyerap air. Selain itu banjir didefinisikan sebagai luapan air sungai akibat ketidakmampuan sungai menampung air.

Daerah Aliran Sungai Deli

Daerah aliran sungai (DAS) yang diartikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh pembatas topografi (topography divide) yang menangkap, menampung dan mengalirkan air hujan ke suatu titik patusan (outlet) menuju ke laut atau danau. Pengertian DAS sebagaimana definisi ini sebenarnya telah secara luas diterima sebagai satuan (unit) pengelolaan sumberdaya alam yang ada di


(17)

dalam DAS. Istilah “one river, one plan, one management” yang popular mengindikasikan pentingnya DAS dikelola sebagai suatu kesatuan utuh ekosistem sumberdaya alam (Kartodiharjo, 2000).

Pada dasarnya DAS merupakan satu kesatuan hidrologi. DAS menampung dan mendistribusikan air yang tertampung lewat suatu sistem saluran dari hulu ke hilir, dan berakhir di suatu tubuh air berupa danau atau laut. Bersama dengan atmosfir dan laut (atau danau), DAS menjadi tempat kelangsungan daur hidrologi. Hubungan hidrologi antara atmosfir dan tubuh air bumi dapat berjalan secara langsung, atau lewat peranan DAS. Terjadi pula hubungan hidrologi segitiga antara atmosfir, DAS dan laut. Adapun Lokasi, fungsi dan wilayah sungai dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) DAS bagian atas (hulu), daerah ini berfungsi sebagai daerah konservasi tanah dan air, kawasan lindung dan resapan air serta kontrol terhadap erosi.

2) DAS bagian tengah, daerah ini berfungsi sebagai daerah untuk pengumpulan, penyimpanan, pengalokasian, pendistribusian serta pengendalian banjir. 3) DAS bagian bawah (hilir), daerah ini berfungsi sebagai daerah kontrol banjir

dan drainase serta pencegahan intrusi air laut. Masalah banjir sangat terkait dengan ada tidaknya tindakan konservasi di daerah hulu dan untuk mengkoordinasikannya sangat sulit karena berhubungan dengan masalah tataguna lahan pada masing-masing daerah kabupaten/kota (Richard, 1990).

Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli terletak di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Kota Madya Medan, Propinsi Sumatera Utara. DAS Deli di sebelah timur berbatasan dengan DAS Percut, sedangkan di sebelah barat dengan DAS Belawan. DAS tersebut terdiri dari tujuh Sub DAS yakni Sub DAS Petani, Sub


(18)

DAS Simai-mai, Sub DAS Deli, Sub DAS Babura, Sub DAS Bekala, Sub DAS Sei Kambing dan Sub DAS Paluh Besar (BPDAS Wampu-Sei Ular, 2003).

Letak Sub DAS tersebut dalam DAS antara lain : Sub DAS Petani terletak di hulu, yakni ujung selatan berbatasan langsung dengan DAS yang alirannya mengalir ke selatan. Sub DAS Simai-mai berada di bagian hulu sebelah timur Sub DAS Petani, berbatasan langsung dengan DAS Percut. Sub DAS Deli terletak di tengah berbatasan langsung dengan Sub DAS Simai-mai, DAS Percut dan Sub DAS Babura. Sub DAS Babura dijumpai di tengah berbatasan dengan Sub DAS Petani, Sub DAS Bekala, Sub DAS Deli dan Sub DAS Sei Kambing (BPDAS Wampu-Sei Ular, 2003).

Panjang dan kemiringan DAS Deli diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu kelas I (datar), kelas II (landai), kelas III (agak curam), kelasIV (curam), kelas V (sangat curam). Penutupan lahan atau penggunaan lahan adalah aktivitas manusia atas lahan, yang ditunjukkan dengan adanya bentuk pemanfaatan oleh manusia seperti permukiman dan sebagainya. DAS Deli memiliki bentuk penggunaan lahan yang dapat dikelolmpokkan menjadi 12 kategori penutupan lahan. Lahan berupa hutan dijumpai pada bagian hulu DAS (Sibolangit ke selatan) dan di bagian pantai (Hamparan Perak). Hutan dibagian hulu biasanya didominasi oleh jenis-jenis campuran, sedang hutan pantai ditempati dengan jenis-jenis bakau. Berdasarkan peta tanah DAS Deli terdapat jenis tanah yang tersebar menurut fisiografinya, yaitu yang berada di wilayah daratan dan yang terdapat di wilayah perbukitan hingga pegunungan. Peta tanah daerah DAS Deli didominasi oleh jenis hidromorfik kelagu glei seluas 22.688 Ha (47,11 %) dan podsolik coklat kekuningan seluas 11.307 Ha (23,48 %) (BPDAS Wampu-Sei Ular, 2003).


(19)

Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka Daerah Aliran Sungai (DAS). Rehabilitasi mengambil posisi dalam mengisi kesenjangan antara sistem perlindungan yang tidak dapat mengimbangi hasil dengan sistem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degradasi fungsi hutan dan lahan. Sistem RHL dicirikan oleh komponen sebagai berikut:

1. Komponen obyek rehabilitasi hutan dan lahan 2. Komponen teknologi

3. Komponen institusi

Sistem RHL tersebut merupakan sistem yang terbuka, yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dengan penggunaan hutan dan lahan. Dengan demikian, pada prinsipnya RHL diselenggarakan atas inisiatif bersama para pihak. Ini berbeda dengan penyelenggaraan RHL, selalu melalui inisiatif pemerintah dan menjadi beban tanggungan pemerintah. Dengan kata lain, ke depannya RHL dilaksanakan oleh masyarakat dengan kekuatan utama dari masyarakat sendiri (Fathoni, 2003).

Menurut Dishut Kabupaten Deli Serdang (2007) ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan tersebut berada pada Kabupaten Deli Serdang yang tersebar di beberapa kecamatan. Beberapa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut diantaranya adalah:

1. Hutan Kota adalah upaya penanaman pada hamparan lahan dengan pohon-pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota


(20)

2. Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/ terbuka, alang-alang atau semak belukar dan hutan rawan untuk mengembalikan fungsi hutan

3. Dam Penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan konstruksi bronjong batu atau kerucut bambu/kayu yang dibuat pada alur sungai dengan tinggi maksimum 4 meter

4. Embung air adalah bangunan penampung air berbentuk kolam berfungsi untuk menampung air hujan/air limpasan, atau air rembesan pada lahan tadah hujan yang berguna sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan pada musim kemarau

5. Sumur resapan air adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air yang dibuat sedemikian rupa menyerupai sumur pada daerah pemukiman dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan dan meresapnya kedalam tanah.

Nilai Ekonomi Lingkungan

Menurut Nahib (2006) Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Sumberdaya alam (baik renewable dan non renewable) merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi (Fauzi, 2004). Kekayaan sumberdaya alam Indonesia ini pula yang menyebabkan negara kita dijajah selama berabad-abad oleh negara Belanda dan juga selama tiga setengah tahun oleh negara Jepang.


(21)

Menurut Reksohadiprodjo dan Andreas (2000) lingkungan merupakan media hubungan timbal-balik antara manusia dan makhluk lain dengan faktor-faktor alam. Ekonomi lingkungan sebagai bagian dari ilmu ekonomi bersifat positif yaitu mengemukakan tentang kenyataan yang ada. Selain itu ekonomi lingkungan bersifat normatif, yaitu mengemukakan apa yang sebenarnya dilakukan. Pada aspek yang kedua kita memberikan usulan tentang cara-cara mendapatkan apa yang seharusnya.

Mekanisme pasar dapat dibedakan menjadi tiga kategori besar: kesepakatan yang diatur sendiri (self-organized private agreements), skema pembayaran publik (public payment schemes) dan skema pasar terbuka (open

trading schemes). Dalam setiap kategori ditemukan beragam mekanisme pasar

menurut tingkat keterlibatan publik di dalamnya. Transaksi-transaksi yang termasuk di dalam kesepakatan biasanya bersifat tertutup, antar pihak-pihak yang memperoleh manfaat dan yang menjadi penyedia jasa lingkungan. Karena jasa DAS seringkali dianggap "barang publik", maka skema pembayaran publik merupakan mekanisme finansial yang paling sering dimanfaatkan untuk melindungi jasa DAS. Skema pasar terbuka merupakan skema yang paling jarang diterapkan dibandingkan dengan kedua mekanisme lainnya dan cenderung lebih banyak diterapkan di negara-negara yang sudah maju. Pemerintah mendefinisikan dan menentukan batas-batas komoditas jasa yang dapat diperjual belikan. Lalu dibuat regulasi yang dapat menciptakan munculnya permintaan. Dalam hal ini, diperlukan kerangka regulasi yang kuat. Di sisi lain, setiap sistem perdagangan kredit yang berbasis pasar mempersyaratkan kerangka transparansi, penghitungan yang akurat, dan sistem verifikasi (Purwanto, 2003).


(22)

Menurut Yakin (1997) lingkungan pada dasarnya barang publik, yang keberadaan dan kualitasnya tergantung dari prilaku masyarakat. Kajian ekonomi sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang publik (Public goods atau common property resources). Dua ciri utama barang publik yaitu:

1. Barang ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (non

rivalry in consumtion).

2. Tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa penawaran tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya.

Menggunakan teori-teori Ekonomi Lingkungan, maka dapat diidentifikasi dan dinilai secara moneter manfaat sosial ekosistem. Terdapat dua variabel pokok-pokok yang diperlukan untuk kepentingan analisis, yaitu variabel manfaat sosial (social benefit) dan variabel biaya sosial (social costs). Dalam variabel manfaat sosial di dalamnya terkandung enam komponen variabel yang secara ekonomis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga nilai penggunaan, yakni sebagai nilai terhadap penggunaan baik secara langsung (direct use value) maupun penggunaan secara tidak langsung (indirect use value), kemudian nilai penggunaan alternatif (option use value) dan nilai keberadaan (existence value) (Wiradharma dan Antara, 2001)

Sejumlah konsep berharga, dan teknik penilaian praktis telah dikembangkan untuk menghitung dampak kesejahteraan dari perubahan mutu lingkungan. Menurut Munasinghe dan Lutz (1993), Dixon and Hufschmidt (1986), Pearce and Kerry (1990) dalam Sudita dan Antara (2008) secara


(23)

konseptual total nilai ekonomi atau Total Ekonomic Value (TEV) suatu sumber daya terdiri dari nilai penggunaan atau Use Value (UV) dan nilai non penggunaan atau Non Use Value (NUV). Nilai penggunaan dapat dibagi menjadi nilai penggunaan langsung atau Direct Use Value (DUV), nilai penggunaan tidak langsung atau The Indirect Use Value (IUV), dan nilai pilihan atau Option Value (OV). Sedangkan nilai non penggunaan atau Non Use Value (NUV) terdiri dari nilai keberadaan atau Existence Value (EV) dan nilai hibah wasiat atau Bequest

Value (BV), sehingga Total Ekonomic Value (TEV) dapat dituliskan sebagai

berikut: TEV = UV + NUV atau TEV = (DUV+IUV+OV) + (EV+BV). Keterangan:

TEV = Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) UV = Nilai Penggunaan (Use Value)

NUV = Nilai non penggunaan (Non Use value)

DUV = Nilai Penggunaan Langsung (Direct Use Value) IUV = Nilai Penggunaan tak langsung (Indirect Use Value). OV = Nilai pilihan (Option Value).

EV = Nilai keberadaan (Existence Value) BV = Nilai Warisan (Bequest Value).

Keuntungan ekonomi dari kebijaksanaan perubahan kualitas lingkungan adalah terhindarnya biaya yang besar dalam hal menangani biaya yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan. Biaya untuk memperbaiki lingkungan bisa juga disebut sebagai keuntungan yang hilang. Nilai dari perubahan kondisi lingkungan atau biaya dari kerusakan lingkungan yang ditentukan oleh semua individu atau baik secara langsung maupun tidak langsung bisa dinyatakan dalam


(24)

bentuk uang, dan ini sering disebut dengan istilah kesediaan untuk membayar (Willingnes to pay) untuk barang-barang lingkungan yang disediakan (Yakin, 1977).

Lebih lanjut Yakin (1997) menambahkan beberapa sumber benefit yang bisa diperoleh bukan pengguna langsung jasa lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Nilai pilihan (option value)

Meskipun seseorang tidak mempunyai rencana untuk menggunakan jasa lingkungan (amenity) itu, mereka kadang-kadang mau membayar sebagai pilihan untuk memanfaatkannya di masa datang.

2. Nilai eksistensi/keberadaan (existence value)

Nilai atau harga yang diberikan oleh seseorang terhadap eksistensi barang lingkungan tertentu.

3. Nilai masa depan (bequest value)

Sebagian orang akan membayar agar ketersediaan barang-barang lingkungan tetap ada untuk diwariskan pada generasi yang akan datang.

Metode Valuasi Kontingen

Metode Valuasi Kontingen (MVK) adalah metode teknik survey untuk menyatakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa orang yang mempunyai preferensi yang besar tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dia katakana ketika suatu hipotesis yang disodorkan kepadanya akan menjadi kenyataan pada masa yang akan datang (Yakin, 1997).


(25)

Disebut metode kontingen, karena metode ini mencoba untuk menanyakan kepada masyarakat tentang bagaimana sikap mereka terhadap suatu komoditi lingkungan yang non-maketable, jika mereka ditempatkan pada situasi yang sesungguhnya, dimana transaksi sedang terjadi. Metode Valuasi Kontingen (MKV) didasari pada kaida sederhana karena jika kita ingin mengetahui kesediaan membayar seseorang terhadap produk lingkungan maka kita dapat bertanya kepada mereka tentang berapa karakteristik dari lingkungan mereka (Field, 2002).

Analisis Ekonomi Pengendali Banjir

Kajian ekonomi merupakan salah satu bagian dari kajian komprehensif dari sistem pengendali banjir. Kajian digunakan untuk menjustifikasi dan mendukung kajian-kaijan lainnya atas dampak yang ditimbulkan oleh proyek pengendali banjir yang ada bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah proyek. Ada bermacam-macam kajian ekonomi termasuk diantaranya:

1. Opportunity Cost (OC)

Menurut Sughen dan Alan Williams (1990) dalam Kodoatie (2002) OC didefenisikan sebagai biaya yang timbul sebagai akibat tidak memilih alternatif proyek yang memberikan manfaat yang terbaik bagi masyarakat (best choice).

2. Pareto Optimum (PO)

Menurut Paret (2002) dalam Kodoatie (2002) PO didefenisikan pada kondisi optimum segala upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang satu dapat mengakibatkan penurunan kesejahteraan masyarakat yang lain. Dengan perkataan lain setiap upaya perubahan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat (dengan adanya proyek) pasti ada yang diuntungkan dan ada yang


(26)

dirugikan. Kaldor dan Hicks (2002) dalam Kodoatie (2002) melengkapi teori tersebut dengan menyatakan bahwa pihak yang dirugikan oleh adanya proyek dapat diberikan kompensasi sehingga kondisi masyarakat yang dirugikan tetap pada posisi kesejahteraan saat sebelum ada proyek.

Analisis Korelasi dan Analisis Regresi

Menurut Trihendradi (2007) bahwa uji korelasi digunakan untuk mencari besarnya hubungan dan arah hubungan. Nilai korelasi berkisar dalam rentang 0 sampai 1 atau 0 samapai -1. Tanda positif dan negative menunjukkan arah hubungan. Tanda positif menunjukkan arah perubahan yang sama, dimana jika satu variabel naik maka variabel yang lain juga naik. Demikian sebaliknya, tanda negative menunjukkan arah perubahan yang berlawanan dimana jika satu variabel naik maka variabel yang lain justru akan turun.

Menurut Sarwono (2005) bahwa besar kecilnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan kedua variabel. Kriteria angkanya adalah sebagai berikut:

- Angka 0 - 0,25 = korelasi lemah - Angka 0,25 - 0,5 = korelasi cukup - Angka 0,5 - 0,75 = korelasi kuat

- Angka 0,75 - 1 = korelasi sangat kuat

Lebih lanjut Sarwono (2005) menambahkan bahwa dalam pengambilan keputusan ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara dua variabel pada dilihat dari angka probabilitas. Jika probabilitas < 0,05 maka hubungan kedua variabel signifikan dan sebaliknya jika probabilitas > 0,05 maka hubungan kedua variabel tidak signifikan.


(27)

Menurut Al-Gifari (2000) koefisien regresi bertujuan untuk memastikan apakah variabel bebas yang terdapat dalam suatu persamaan secara individu berpengaruh terhadap nilai variabel tidak bebas. Caranya adalah dengan melakukan pengujian terhadap koefisien regresi setiap variabel bebas. Persamaan regresi yang menggunakan lebih dari dua variabel bebas adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b2X3 + ………+ bnXn

Al-Gifari (2000) menambahkan bahwa besarnya persentase pengaruh semua variabel bebas terhadap nilai variabel tidak bebas dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi (R2) persamaan regresi. Besarnya koefisien deteminasi (R2) adalah 0 sampai 1. Semakin mendekati 0 besarnya koefisien determinasi (R2) suatu persamaan regresi, semakin kecilnya pula pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya semakin mendekati 1 besarnya koefisien determinasi (R20) suatu persamaan regresi, semakin besar pula pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.


(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di DAS Deli meliputi empat wilayah yang terletak pada Desa Doluo (Kabupaten Karo), Desa Sikeben dan Sibiru-biru(Kabupaten Deli Serdang) dan Belawan Bahari(Kota Medan). Pengambilan data dilapangan dilakukan sejak bulan April sampai September 2009.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat komputer, printer untuk mencetak data/peta, kamera digital, alat bantu gambar berupa spanduk, dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Metode Valuasi Kontingen (MVK). Menurut Field (2002) langkah-langkah dalam Metode Valuasi Kontingen (MVK) yaitu: 1. Identifikasi dan deskripsi karakter kualitas lingkungan yang akan digunakan 2. Identifikasi responden untuk menentukan prosedur sampling yang digunakan

untuk pemilihan responden 3. Desain dan aplikasi kuesioner 4. Analisis hasil

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data Willingness to pay (WTP) di lapangan berdasarkan penyebaran kuisioner dan wawancara kepada responden. Alat bantu gambar


(29)

(dapat dilihat pada lampiran 9) juga dipergunakan untuk mempermudah peneliti dalam memberikan penjelasan dan gambaran mengenai manfaat hutan sebagai pencegah banjir, sehingga responden dapat memberikan nilai WTP yang realistis.

Populasi dan Sampel

Unit sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Populasinya adalah seluruh rumah tangga yang tersebar di sepanjang DAS Deli. Penarikan unit sampel dilakukan dengan metode purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan peneliti). Jumlah responden yang diambil adalah 30 kepala keluarga yang menyebar tiap desa, sehinggat total responden adalah 120 kepala keluarga. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat yang berada di dalam DAS Deli mulai dari hulu, tengah, hilir sebanyak 333.243 kepala keluarga (BPS Sumut, 2008).

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara dan penyebaran daftar pertanyaan/kuesioner kepada masyarakat di DAS Deli tentang kesediaan masyarakat dalam membayar manfaat hutan sebagai pengendali banjir pada DAS Deli. Menurut Teguh (1999) data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian secara langsung dan yang masih memerlukan pengolahan lebih lanjut. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan data-data pendukung lainnya yang diperoleh dari studi pustaka.


(30)

Analisa Data

Data-data yang dihasilkan dari penyebaran kuisioner dikumpulkan berdasarkan karakteristiknya, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Kemudian menghitung jumlah uang yang bersedia dibayar setiap tahun untuk manfaat hutan sebagai pencegah banjir pada DAS Deli. Formula Metode Valuasi Kontingen:

NE = WTPr x JP WTPr =

=

n

i ni

WTPi

1

Keterangan :

NE = Nilai Ekonomi (Rp/tahun)

WTPr = Rata-rata kesediaan membayar (Rp/tahun/orang) WTPi = Kesediaan membayar responden ke I (Rp/tahun) ni = Jumlah responden

JP = Jumlah populasi

Analisis korelasi dan analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan tingkat umur terhadap tingkat kesediaan membayar masyarakat. Variabel bebas yaitu tingkat pendidikan (X1), tingkat pendapatan (X2), tingkat umur (X3, persepsi (X4), perilaku (X5), dan lama bermukim (X6) dan tingkat kesediaan membayar (WTP) sebagai variabel tidak bebas. Perilaku, persepsi dan pendidikan merupakan data ordinal. Menurut Sudita dan Antara (2008) dengan menggunakan skala ordinal, obyek-obyek dapat digolongkan dalam kategori tertentu. Angka atau huruf yang diberikan disini mengandung tingkatan, sehingga dari kelompok yang terbentuk dapat dibuat peringkat yang menyatakan hubungan lebih atau kurang dari menurut


(31)

aturan penataan tertentu misalnya pemberian skor untuk setiap persepsi dan perilaku digunakan Skala Likert seperti dalam Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Skoring data persepsi responden dengan skala likert

No Persepsi Responden Skor

1 Sangat tidak setuju 1

2 Tidak setuju 2

3 Ragu-ragu 3

4 Setuju 4

5 Sangat setuju 5

Tabel 2. Skoring data perilaku responden dengan skala likert

No Perilaku Responden Skor

1 Tidak pernah 1

2 Sangat jarang 2

3 Jarang 3

4 Sering 4

5 Sangat sering 5

Pendidikan dalam hal ini dibatasi pada pendidikan formal seperti lulusan SD diberi skor 1, SMP skor 2, SMU skor 3 dan Perguruan Tinggi skor 4.

Sementara untuk variabel WTP, umur, lama bermukim dan pendapatan merupakan data nominal. Kemudian semua data diolah dengan menggunakan SPSS 16.0 sehingga diperoleh persamaan regresi seperti dibawah ini: Y = a + b1X + b2X2 + b3X3 + ………+ bnXn

Keterangan:

Y = Tingkat kesediaan membayar

a = Konstanta

b1, b2, bn = Koefisien regresi dari X X1 = Tingkat pendidikan X2 = Tingkat pendapatan X3 = Tingkat umur


(32)

X5 = Perilaku masyarakat terhadap hutan

X6 = Lama bermukim

Biaya Pengendali Banjir

Biaya pengendali banjir adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan di dalam pencegahan/mengantisipasi banjir di Daerah Aliran Sungai Deli, salah satunya pembangunan kanal dan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan. Informasi mengenai biaya pengendalian banjir diperoleh dari instansi yang bersangkutan dalam pembangunan kegiatan pengendalian banjir di DAS Deli yang merupakan data sekunder. Adapun biaya-biaya pencegahan tersebut meliputi biaya pembangunan mulai dari ide, studi kelayakan, perencanaan, pelaksanaan, sampai pada operasi dan pemeliharaan yang membutuhkan bermacam-macam biaya.


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden dan WTP (Willingness to pay)

Karakteristik dari seluruh masyarakat yang menjadi respoden dalam penelitian ini adalah umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, dan lama bermukim. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:

Umur

Berdasarkan hasil tabulasi kuisioner dapat dilihat bahwa untuk seluruh responden dimulai dari usia 20 sampai lebih dari 45 cenderung memilih kesediaan

membayar hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli kurang dari Rp 250.000,00/thn. Tingkat kesediaan membayar pada kisaran umur 20 – 35

tahun, responden memberikan pilihan tersebar pada kisaran Rp 250.000,00/thn; Rp 500.000,00/thn – Rp 750.000,00/thn dan > Rp 1.000.000,00/thn, namun responden di Desa Biru –biru seluruhnya memilih WTP kurang dari Rp. 250.000,00/thn. Tingkat kesediaan membayar pada kisaran umur 35 – 45 tahun responden cenderung memilih WTP kurang dari Rp 250.000,00/thn dan untuk kisaran umur > 45 tahun responden juga cenderung memilih WTP kurang dari Rp. 250.00,00/thn. Sehingga untuk variabel umur baik umur produktif dan non produktif tidak memberikan pengaruh terhadap nilai kesediaan membayar, karena masyarakat responden mempunyai pemahaman yang sama terhadap manfaat hutan yang mampu mencegah banjir ketika musim hujan sehingga tidak memberikan perbedaan dalam memberikan nilai hutan tersebut. Lebih jelasnya mengenai kesediaan untuk membayar berdasarkan kisaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 3.


(34)

Tabel 3. Komposisi responden berdasarkan kelompok umur D E S A Umur

(thn)

WTP (Rp)

Doulo Sikeben Biru-biru

Belawan Bahari

Total

n1 n2 n3 n4 N %

20 - 35 < 250.000 3 2 9 5 19 15,83

250.000 – 500.000 - - - -

500.000 – 750.000 2 1 - 2 5 4,17

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 - - - 6 6 5,00

Sub Total 5 3 9 13 30 25,00

35 – 45 < 250.000 2 10 10 7 29 24,17

250.000 – 500.000 5 2 1 - 8 6,67

500.000 – 750.000 1 1 1 3 6 5,00

750.000 – 1.000.000 2 1 - - 3 2,50

> 1.000.000 - 2 - - 2 1,67

Sub Total 10 16 12 10 48 40,04

> 45 < 250.000 6 5 9 5 25 20,83

250.000 – 500.000 4 1 - 3 8 5,83

500.000 – 750.000 4 1 - - 5 4,17

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 3 - - 4 3,33

Sub Total 15 10 9 8 42 34,16 TOTAL 30 30 30 30 120 100

Keterangan: n = Jumlah Penduduk Tiap Desa

N = n1+ n2+ n3+ n4 Pekerjaan

Untuk karakteristik pekerjaan responden terdiri atas pekerjaan sebagai petani, wiraswasta, PNS, nelayan, dll. Pekerjaan sebagai petani didominasi di Desa Doulo, Sikeben dan Biru-biru, sementara untuk pekerjaan nelayan di dominasi di Belawan Bahari, perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan letak lokasi penelitian, Belawan Bahari merupakan daerah pantai dan Desa Doulo, Sikeben dan Biru-biru merupakan daerah pertanian. Petani cenderung memilih kesediaan untuk membayar pada kisaran kurang dari Rp 250.000,00/thn. Nelayan memilih kesediaan untuk membayar menyebar pada kisaran Rp 250.000,00/thn – Rp 750.000,00/thn. Wiraswasta cenderung memilih kesediaan untuk membayar cenderung memilih WTP pada kurang dari Rp 250.000,00/thn. Responden yang bekerja sebagai PNS terdapat di Desa Sikeben, karena pada desa tersebut terdapat fasilitas sekolah negeri. Kesediaan membayar PNS berada pada kurang dari Rp 250.000,00/thn; Rp 500.000,00/thn – Rp 750.000,00/thn dan lebih dari Rp


(35)

1.000.000,00/thn. Pekerjaan sebagai Guru SD, bangunan, karyawan swasta, buruh, pendeta dan NGO (non government organization) kesediaan membayar cenderung berada pada kurang dari Rp 250.000,00/thn walaupun responden di Desa Sikeben ada juga yang memilih kesediaan untuk membayar pada kisaran > Rp 1.000.000,00/thn. Hal ini disebabkan karena dari keempat lokasi penelitian Desa Sikeben merupakan desa yang lebih maju walaupun pekerjaan di Desa Sikeben dominasi petani namun untuk tingkat pendapatannya dari bertani lebih tinggi karena dari segi luas lahan Desa Sikeben mempunyai luas lahan yang lebih luas. Lebih jelasnya mengenai kesediaan untuk membayar berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi responden berdasarkan kelompok pekerjaan D E S A

Pekerjaan WTP (Rp) Doulo Sikeben Biru-biru Belawan Bahari Total

n1 n2 n3 n4 N %

Petani < 250.000 12 12 16 - 40 33,33

250.000 – 500.000 3 2 - - 5 4,17

500.000 – 750.000 4 1 1 - 6 5,00

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 2 - - 3 2,50

Sub Total 20 17 17 - 54 45,00

Wirasawasta < 250.000 2 2 9 12 25 20,83

250.000 – 500.000 1 - 1 1 3 2,50

500.000 – 750.000 2 - - - 2 1,67

750.000 – 1.000.000 - 2 - - 2 1,67

> 1.000.000 - 1 - 6 7 5,83

Sub Total 5 5 10 19 39 32,50

PNS < 250.000 - 1 - - 1 0,83

250.000 – 500.000 - - - -

500.000 – 750.000 - 2 - - 2 1,67

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 2 - 3 6 5,00

Sub Total 1 5 - 3 9 7,50

Nelayan < 250.000 - - - 1 1 0,83

250.000 – 500.000 - - - 3 3 2,50

500.000 – 750.000 - - - -

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 - - - -

Sub Total - - - 4 4 3,33

DLL < 250.000 1 1 2 2 6 5,00

250.000 – 500.000 1 - - - 1 0,83

500.000 – 750.000 1 - 1 2 4 2,50

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 2 - - 3 2,50

Sub Total 4 3 3 4 14 10,83 TOTAL 30 30 30 30 120 100

Keterangan: n = Jumlah Penduduk Tiap Desa N = n1+ n2+ n3+ n4


(36)

Pendidikan

Pendidikan responden dari lokasi penelitian memiliki variasi yang berjenjang satu sama lain, dari pendidikan yang dasar sampai pada tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh tingkat pendidikan pada lokasi penelitian ini sudah cukup tinggi. Tingkat pendidikan yang paling tinggi adalah perguruan tinggi yang terdapat di Desa Sikeben sedangkan tingkat pendidikan yang mendominasi adalah SMU. Lebih jelasnya mengenai kesediaan untuk membayar berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan

D E S A Pendidikan WTP

(Rp)

Doulo Sikeben Biru-biru

Belawan Bahari

Total n1 n2 n3 n4 N %

SD < 250.000 5 4 8 8 25 20,83

250.000 – 500.000 1 - - - 1 0,83

500.000 – 750.000 - 1 - 3 4 3,33

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 - - - -

Sub Total 6 5 8 11 30 24,99

SLTP < 250.000 5 4 8 2 19 15,83

250.000 – 500.000 2 1 - - 3 2,50

500.000 – 750.000 3 - - 3 6 5,00

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 - 1 - - 1 0,83

Sub Total 10 6 8 5 29 24,16

SMU < 250.000 5 7 10 4 26 21,67

250.000 – 500.000 3 2 1 - 6 5,00

500.000 – 750.000 3 - 1 2 6 5,00

750.000 – 1.000.000 - 1 - - 1 0,83

> 1.000.000 1 - - 6 7 5,83

Sub Total 12 10 12 12 46 38,33

Perguruan Tinggi

< 250.000 - 2 2 2 6 5,00

250.000 – 500.000 - - - -

500.000 – 750.000 1 1 - - 2 1,67

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 6 - - 7 6,66

Sub Total 2 7 - - 16 13,34

TOTAL 120 100

Keterangan: n = Jumlah Penduduk Tiap Desa

N = n1+ n2+ n3+ n4

Dari sebaran WTP berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa kesediaan untuk membayar meningkat seiring dengan semakin tinggi pendidikan responden. Responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi memiliki kesediaan membayar yang lebih tinggi yakni > Rp 1.000.000,00/thn berada di


(37)

Desa Sikeben. Hal ini dikarenakan Desa Sikeben merupakan masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian yang lebih tinggi baik sehingga .

Tabel 5 juga menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga nilai ekonomi hutan yang diberikan responden berdasarkan metode kontingensi. Besarnya nilai yang diberikan berdasarkan kesediaan membayar, sehingga kesadaran masyarakat untuk menjaga keberadaan hutan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pemahaman masyarakat terhadap manfaat hutan sudah lebih mengerti dan paham.

Pendapatan

Berdasarkan tabulasi karateristik pendapatan dengan kesediaan membayar hutan sebagai pencegahan banjir diperoleh hasil bahwa kesediaan membayar cenderung kurang dari Rp 250.000,00/thn. Tingkat pendapatan di lokasi penelitian dari Rp < 500.000,00/thn – Rp 4.000.000,00/thn. Desa Sikeben memiliki responden yang berpendapatan lebih dari Rp 4.000.000,00/thn dengan kesediaan membayar lebih dari Rp 1.000.000,00/thn yang merupakan tingkat kesediaan membayar tertinggi. Hal ini disebabkan karena didominasi pekerjaan sebagai petani Desa Sikeben lebih mendukung dari segi luas lahan dibandingkan ketiga desa lainnya.

Kesediaan masyarakat responden membayar manfaat hutan dipengaruhi oleh tingkat perekonomian masyarakat responden yaitu pendapatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesediaan masyarakat membayar manfaat hutan sebagai pencegah


(38)

banjir di DAS Deli. Lebih jelasnya mengenai kesediaan untuk membayar berdasarkan tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi responden berdasarkan pendapatan D E S A Pendapatan

(Rp)

WTP (Rp)

Doulo Sikeben Biru-biru

Belawan Bahari

Total

n1 n2 n3 n4 N %

< 500.000 < 250.000 2 1 1 1 5 4,17

250.000 – 500.000 - - - -

500.000 – 750.000 - 1 - - 1 0,83

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 - - - -

Sub Total 2 2 1 1 6 5,00

500.000 – 1.000.000 < 250.000 3 4 8 5 20 16,67

250.000 – 500.000 2 - - - 2 1,67

500.000 – 750.000 2 - 1 2 5 4,17

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 1 - 1 3 2,50

Sub Total 8 5 9 8 30 25,01

1.000.000–2.000.000 < 250.000 9 5 13 6 33 27,50

250.000 – 500.000 3 3 1 1 8 6,67

500.000 – 750.000 3 - - 1 4 3,33

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 - 1 - 3 4 3,33

Sub Total 15 9 14 11 49 40,83

2.000.0000– 4.000.0000

< 250.000 - 7 5 5 17 14,17

250.000 – 500.000 - - - -

500.000 – 750.000 3 1 1 1 6 5,00

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 2 3 - 1 6 5,00

Sub Total 5 11 6 7 29 24,17

> 4.000.000 < 250.000 - - - -

250.000 – 500.000 - - - -

500.000 – 750.000 - 1 - - 1 0,83

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 - 2 - 3 5 4,17

Sub Total - 3 - 3 6 5,00 TOTAL 30 30 30 30 120 100

Keterangan: n = Jumlah Penduduk Tiap Desa N = n1+ n2+ n3+ n4

Lama Bermukim

Masyarakat yang berada di lokasi penelitian merupakan masyarakat penduduk asli yaitu sejak lahir telah tinggal dan menetap di desa tersebut. Sementara untuk masyarakat yang tinggal selama < 5 tahun merupakan masyarakat pendatang. Lama bermukim respoden di setiap desa dari < 5 - > 20 tahun memberikan kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir tersebar pada kisaran terendah sebesar kurang dari Rp 250.000,00/thn sedangkan tertinggi sebesar lebih dari Rp 1.000.000,00/thn. Hal ini berarti baik penduduk asli


(39)

ataupun pendatang tidak memberikan perubahan terhadap nilai WTP, karena masyarakat sudah terbiasa melihat kejadian banjir di desanya sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap kesediaan membayar manfaat hutan pencegah banjir. Lebih jelasnya mengenai kesediaan untuk membayar berdasarkan lama bermukim dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi responden berdasarkan lama bermukim D E S A Lama

Bermukim (thn)

WTP (Rp)

Doulo Sikeben Biru-biru Belawan Bahari

Total n1 n2 n3 n4 N %

< 5 < 250.000 2 1 2 1 6 5,00

250.000 – 500.000 1 - - - 1 0,83

500.000 – 750.000 1 1 - - 2 1,67

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 - - - 1 0,83

Sub Total 5 2 2 1 10 8,33

5 – 20 < 250.000 - 7 4 7 18 15,00

250.000 – 500.000 1 2 1 - 4 3,33

500.000 – 750.000 - - 1 - 1 0,83

750.000 – 1.000.000 - - - -

> 1.000.000 1 1 - - 2 1,67

Sub Total 2 3 6 7 25 20,83

> 20 < 250.000 14 6 16 13 49 40,83

250.000 – 500.000 3 3 1 2 9 7,50

500.000 – 750.000 5 3 - 5 13 10,83

750.000 – 1.000.000 - 3 - 3 2,50

> 1.000.000 1 3 - 7 11 9,16

Sub Total 23 18 17 27 85 64,15

TOTAL 30 30 30 30 120 100

Keterangan: n = Jumlah Penduduk Tiap Desa N = n1+ n2+ n3+ n4

Nilai Willingness to pay (WTP) Manfaat Hutan Sebagai Pencegah Banjir

Berdasarkan hasil di lapangan diperoleh bahwa nilai willingness to pay yang terkecil adalah Rp 60.000,00/thn dan tertinggi adalah Rp 2.400.000,00/thn. Namun, ada responden yang tidak memberikan WTP dengan alasan bahwa mereka menganggap yang wajib harus memberikan iuran konservasi hutan adalah pemerintah khususnya yang berada di Dinas Kehutanan dan masyarakat yang berada di bagian hilir. Karena masyarakat yang tinggal di bagian hilir Das Deli


(40)

langsung terkena dampak akibat degradasi hutan, sehingga mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap kelestarian hutan. Selain itu, ada juga responden yang memberikan nilai WTP lebih tinggi dibanding pendapatan responden. Hal ini disebabkan karena responden menganggap menjaga kelestarian hutan itu penting. Tabel 8 menggambarkan bahwa kisaran WTP terbanyak untuk

seluruh responden yang berada di keempat lokasi penelitian sebesar Rp 250.000,00.

Tabel 8. Nilai willingnes to pay (WTP) hutan sebagai pencegah banjir Desa Total No WTP

(Rp)

DL SB Bb BB N %

n1 % n2 % n3 % n4 %

1 >250.000 15 50,00 12 40,00 28 93,33 17 56,67 72 60,00 2 250.000 -

< 500.000

5 16,67 8 26,67 1 3,33 2 6,67 16 13,33

3 500.000 - < 750.000

7 23,33 3 10,00 1 3,33 4 13,33 15 12,5

4 750.000 - < 1.000.000

0 0 1 3,33 0 0 0 0 1 0,83

5 > 1.000.000 3 10,00 6 20,00 0 0 0 0 16 13,33

Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Keterangan: DL = Doulo SB = Sikeben Bb = Biru-biru BB = Belawan Bahari n = Jumlah Penduduk Tiap Desa N = n1+ n2+ n3+ n4

Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Willingness to pay (WTP)

Korelasi Pearson

Menurut Sugiarto (2000) Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui tingkat (derajat) keeratan hubungan linier antara dua atau lebih variabel yang minimal berskala ukur interval. Bila variabel yang terlibat hanya dua, maka analisis korelasinya disebut analisis korelasi sederhana. Koefisien korelasi Pearson hanya mencerminkan keeratan hubungan linier antara X dan Y. Besar kecilnya hubungan dalam analisis korelasi dinyatakan dalam bilangan yang disebut koefisien hubungan atau koefisien korelasi. Koefisien yang bertanda positif menunjukkan arah korelasi positif. Koefisien yang bertanda negative menunjukkan arah korelasi negative. Angka korelasi diatas 0,5 menunjukkan


(41)

korelasi yang cukup kuat, sedangkan di bawah 0,5 kolerasi lemah. Signifikansi digunakan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Tingkat signifikansi sebesar 10% diikuti tanda **. Faktor – faktor yang mempengaruhi responden untuk membayar jasa – jasa hutan sebagai pencegah banjir diuji dengan menghitung korelasi pearson. Hasil uji kesediaan membayar berdasarkan karakteristik lama bermukim, pendapatan dan umur lebih lanjut disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Korelasi Pearson antara karakteristik responden dengan WTP

Karakteristik Responden Koefisien Korelasi Pearson Terhadap WTP

Lama bermukim -.054

Umur -.035

Pendapatan (Rp/bulan) .447**

Keterangan: = berkorelasi nyata pada level 0,01 atau 99 % korelasinya nyata

Tabel 9 menunjukkan karakteristik pendapatan terhadap kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel (signifikan). Keduanya memiliki korelasi yang positif sebesar 0,447. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya pendatapan, maka semakin tinggi pula nilai willingness to pay yang diberikan, hal ini sesuai dengan pernyataan Sukirno (1985) dalam Manaek (2005) bahwa besar kecilnya pendapatan berhubungan dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup.

Tabel 9 menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan umur tidak menunjukkan hubungan terhadap WTP. Hal ini dibuktikan bahwa baik muda dan tua memiliki kesediaan membayar yang cenderung sama sebesar Rp 250.000,00 sehingga tidak memberikan perubahan terbadap nilai WTP. Karena masyarakat responden baik muda dan tua sama-sama mempunyai pemahaman yang sama bahwa hutan mampu mencegah terjadinya banjir.


(42)

Selain itu karakteristik responden berdasarkan lama bermukim juga tidak menunjukkan hubungan nyata terhadap WTP. Hal ini karena responden penelitian didominasi penduduk asli sehingga persepsi responden yang telah lama tinggal merasa telah terbiasa dengan bencana banjir setiap kali musim hujan tiba.

Korelasi Spearman

Menurut Sugiyono (2001) metode korelasi ranking ini dikemukakan oleh

Carl Spearman tahun 1904. Metode ini diperlukan untuk mengukur keeratan

hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui derajat keeratan dua variabel yang memiliki skala pengukuran minimal ordinal. Bila pada perhitungan korelasi Pearson data observasinya yang dikorelasikan, maka pada korelasi Spearman adalah data peringkatnya. Angka korelasi diatas 0,5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedangkan di bawah 0,5 kolerasi lemah. Signifikansi digunakan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Tingkat signifikansi sebesar 10% diikuti tanda **.

Begitu dengan persepsi, perilaku, pendidikan, yang menunjukkan adanya korelasi terhadap kesediaan masyarakat membayar nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir. Pada Tabel 10 ditampilkan hubungan antara karakteristik responden dengan willingness to pay berdasarkan korelasi Spearman.

Tabel 10. Korelasi Spearman antara karakteristik responden dengan WTP

Keterangan: = berkorelasi nyata pada level 0,01 atau 99 % korelasinya nyata

Karakteristik Responden Koefisien Korelasi Spearman terhadap WTP

pendidikan .311**

persepsi 1 .093

persepsi 2 .081

persepsi 3 .074

persepsi 4 -.012

perilaku 1 -.123

perilaku 2 -.030

perilaku 3 .082


(43)

Tabel 10 menunjukkan bahwa korelasi pendidikan dengan kesediaan masyarakat membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir menunjukkan adanya hubungan (signifikan) sebesar 0,311. Keduanya memiliki korelasi positif. Korelasi ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka mereka semakin mengerti dan paham mengenai manfaat hutan dan pentingnya keberadaan hutan.

Dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa responden yang berpendidikan tinggi lebih memahami bahwa tanah hutan mampu menyerap air hujan yang jatuh sehingga mencegah terjadinya banjir khususnya di daerah hilir. Jika pohon ditebang maka hutan akan rusak sehingga tanah dihutan akan gundul, dan tidak dapat menyerap air hujan sehingga terjadilah banjir. Artinya mereka lebih memahami dampak-dampak negatif akibat kerusakan hutan.

Persepsi responden tidak menunjukkan hubungan terhadap kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir. Akan tetapi, dari hasil kuisioner diperoleh persepsi masyarakat terhadap tanah di hutan dapat menyerap air hujan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah, apabila pohon di hutan ditebang maka tanah langsung terbuka sehingga bila hujan turun dapat menyebabkan banjir, pentingnya pelestarian hutan, dan kerusakan hutan dapat mengakibatkan banjir memberikan persepsi yang cenderung setuju dan sangat setuju terhadap fungsi hutan yang mampu mencegah banjir. Namun, persepsi itu tidak memberikan pengaruh terhadap kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir. Perilaku responden mengambil hasil hutan, melakukan ritual sembahyang di dalam hutan, dan melakukan perburuan satwa juga tidak menunjukkan hubungan nyata terhadap kesediaan membayar. sehingga tidak


(44)

memberikan perubahan terhadap nilai WTP. Karena kesediaan membayar dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat tanpa memperhatikan persepsi dan perilaku masyarakat.

Menurut Santoso (2006) analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Analisis regresi digunakan terutama untuk tujuan peramalan, dimana dalam model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel independen (bebas). Pada masa ini, analisis regresi berguna dalam menelaah hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama utuk menyelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna sehingga dalam terapannya lebih bersifat eksploratif.

Analisis regresi antara kesediaan masyarakat membayar (Y) dengan karakteristik responden seperti pendidikan, pendapatan, umur, persepsi, perilaku, lama bermukim merupakan variabel X. Adapun persamaan regresi yang diperoleh adalah: Y = 141349,350 + 110163,355X1 + 0.121X2

Berdasarkan model diatas dapat dilihat bahwa variabel pendidikan (X1) dan pendapatan (X2) adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan membayar responden (Y). Hasil diperoleh konstanta sebesar 141349,350 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel pendidikan dan pendapatan, maka besar kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir adalah Rp 141.349,35. Koefisien regresi sebesar 110163,355 untuk variabel pendidikan menyatakan bahwa setiap peningkatan tingkat pendidikan satu satuan (karena tanda +) akan meningkatan nilai kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir sebesar Rp 110.163,355, begitu juga dengan variabel pendapatan.


(45)

Jadi tanda + menyatakan arah hubungan yang searah, dimana kenaikan atau penurunan variabel independen (X) akan mengakibatkan kenaikan/penurunan variabel dependen (Y).

Namun, untuk variabel umur, persepsi, perilaku dan lama bermukim tidak berpengaruh terhadap kesediaan masyarakat membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir. Hal ini disebabkan besar kecilnya kesediaan masyarakat membayar manfaat hutan tergantung dari tingkat perekonomian masyarakat responden, walaupun dari hasil dilapangan dapat dilihat bahwa rata-rata persepsi dan perilaku masyarakat terhadap keberadaan hutan menyatakan bahwa hutan penting dan sangat perlu untuk dilestarikan untuk mencegah terjadinya banjir.

Untuk masing-masing variabel pendidikan (X1) dan pendapatan (X2) besar koefisien determinasi (R2) adalah 0,20 dan 0,25 (adalah pengkuadratan dari koefisien korelasi). R square bisa disebut koefisien determinasi, yang dalam hal ini berarti 20% dan 25% dari kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir, bisa dijelaskan oleh variabel pendidikan dan pendapatan. Untuk sisanya 80% dan 75% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain. R squer berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan catatan semakin kecil angka R squer, semakin lemah hubungan kedua variabel. Tingkat signifikansi koefisien satu sisi dari output (diukur dari probabilitas) menghasilkan angka 0,000 dan 0,003. Oleh karena probabilitas jauh di bawah 0,05, maka korelasi antara kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pencegah banjir dengan pendidikan dan pendapatan sangat nyata.


(46)

Nilai Ekonomi Hutan sebagai Pencegah Banjir

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

kesediaan responden untuk membayar iuran konservasi hutan adalah Rp 127.824.000.000,00/thn. Nilai rupiah tersebut diperoleh dari hasil kali jumlah

populasi (333.243 jiwa) terhadap nilai rata-rata dari total kesediaan membayar setiap orang (WTPr) senilai Rp 383.575,00/thn. Nilai nominal tersebut merupakan nilai ekonomi hutan dari keseluruhan populasi penduduk DAS Deli mulai dari hulu sampai hilir, dan nilai ini merupakan nilai tertinggi yang bersedia mereka keluarkan. Menurut Irawan (2008) pada prinsipnya semakin besar nilai WTP artinya semakin tinggi perhatian dan pemahaman seseorang terhadap multifungsi sumberdaya alam.

Biaya pengendalian banjir yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan dengan membangun kanal adalah Rp 727.896.854.487,00. Dana tersebut ditujukan untuk pembangunan kanal dengan masa pakai diperkirakan selama 50 tahun. Sehingga dana yang dikeluarkan pemerintah setiap tahun berkisar Rp 14.559.937.088,00. Perincian Biaya Pengendalian secara struktur dalam Pembangunan Kanal di DAS Deli bagian hilir dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Perincian biaya pengendalian banjir secara struktur pembangunan kanal di DAS Deli bagian hilir

No Komponen Tahun Biaya (Rp)

1 Biaya Konsultan 1999 36.972.227.492,00

2 Tahap 1 2007 41.380.081.049,84

3 Tahap 2 2006 74.713.816.406,86

4 Tahap 3 2006 91.923.853.267,00

5 Tahap 4 2007 78.228.133.205,00

6 Tahap 5 2008 137.170.740.548,00

7 Tahap 6 2008 141.330.837.721,30

8 Tahap 7 2008 110.291.870.671,00

9 Tahap 8 2008 16.185.294.124,49

Total Biaya 727.896.854.487,00

Total Biaya per Tahun 14.559.937.089,79


(47)

Selain biaya pengendalian banjir secara struktur, pemerintah juga mengeluarkan biaya pengendalian banjir secara non struktur berupa gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan) yang berada pada Kabupaten Deli Serdang. Kegiatan Gerhan yang dilakukan dibagi menjadi 2 yaitu secara vegetasi dan silviteknis. Metode vegetasi yang digunakan adalah hutan rakyat (HR), reboisasi (R), hutan rakyat insentif (HRI), hutan rakyat pengkayaan (HRP) dan hutan kota (HK). Metode lain yaitu silviteknis dengan cara membuat sumur resapan (SR), penahan sistem bronjong (PSB) dan embung air (EA). Biaya pengendalian banjir yang dikeluarkan pemerintah untuk kegiatan tersebut adalah Rp 2.357.820.600,00/thn. Perincian biaya pengendalian banjir secara non struktur dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Perincian biayap pengendali banjir secara non struktur di Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Luas (Ha) Kegiatan Rp/thn

Kec. Sibolangit 623 HR, HRP, R, HRI, HK, SR, EA, PSB 1.705.265.000

Kec. Namorambe 52 HR, PSB 140.005.600

Kec. Kutalimbaru 302 HRP, R, EA 512.550.000

Total 977 2.357.820.600

Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Deli Serdang (2004-2007)

Nilai total rupiah dari biaya pengendalian banjir secara struktur dan non struktur sebesar Rp 16.917.757.688,00/thn. Biaya pengendalian banjir merupakan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mencegah dan mengantisipasi banjir di DAS Deli. Upaya pengendalian banjir ini belum dilakukan secara keseluruhan di DAS Deli, misalnya: untuk Gerhan yang telah dilakukan baru mencapai 977 ha dari 10.794 ha. Biaya pengendalian banjir yang seharusnya dikeluarkan untuk keseluruhan DAS Deli secara non struktur sebesar Rp 26.049.452.975,00/thn. Nilai total rupiah yang seharusnya dikeluarkan pemerintah


(48)

kota Medan sebesar Rp 40.609.390.063,00/thn ketika hutan mengalami kerusakan di DAS Deli. Perbedaan nilai ekonomi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Nilai Ekonomi Hutan Berdasarkan Willingness to Pay dengan Biaya Pengendali Banjir

Jika dengan asumsi besarnya nilai yang dikorbankan sama dengan besarnya biaya pencegahan maka kepuasaan atau surplus bagi konsumen yang didapat sebesar Rp 87.214.609.937,00. Dimana nilai yang dikorbankan itu merupakan biaya pengendalian banjir (meliputi biaya untuk pembangunan kanal dan gerhan) yang dikeluarkan pemerintah kota Medan setiap tahunnya untuk mengantisipasi banjir di DAS Deli yaitu sebesar Rp 40.609.390.063,00. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang dikorbankan jauh lebih kecil dari manfaat yang diperoleh. Dengan mengorbankan biaya sebesar Rp 40.609.390.063,00/thn maka diperoleh kepuasan atau surplus konsumen sebesar Rp 87.214.609.937,00. Dari hasil ini diketahui nilai yang dikorbankan sangat tidak sebanding dengan manfaat ataupun surplus konsumen yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena manfaat

40,609,390,063 127,824,000,000

16,917,757,688

0 20,000,000,000 40,000,000,000 60,000,000,000 80,000,000,000 100,000,000,000 120,000,000,000 140,000,000,000

WTP Biaya

Pengendali Banjir yang real

Biaya Pengendalian

banjir yang seharusnya dikeluarkan

N

il

ai

E

konom

i H

ut

an (Rp)

Nilai Ekonomi (RP/Thn)


(49)

hutan sebagai pencegah banjir merupakan barang public (public goods) yang merupakan penyedia jasa lingkungan yang belum mempunyai harga pasar (non

marketable), tersedia dalam jumlah yang melimpah dan bersifat intangible yaitu

produk-produk hutan yang tidak berwujud secara nyata (tidak dapat diraba/dipegang).

Sesuai dengan pernyataan Suyana (2009) hutan sebagai penyedia jasa lingkungan seperti rekreasi, fungsi hidrologi, dan habitat flora dan fauna dipandang sebagai public goods atau common property resources sebagai sumber daya milik bersama, maka prinsipnya siapa cepat dia yang dapat menjadi kaidah umum dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut. Setiap individu masyarakat akan berlomba-lomba untuk sedapat mungkin memperoleh hasil sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat tanpa memperdulikan kebutuhan bersama atau kelestarian sumberdaya milik bersama tersebut.

Sehingga ciri umum sumberdaya public goods ini adalah sangat rendahnya tingkat proteksi oleh masing-masing individu terhadap sumberdaya tersebut. Sehingga sumberdaya alam menjadi habis. Walaupun sumberdaya alam tersebut bersifat renewable, dapat dipastikan kehancurannya akan sangat mudah, karena setiap orang hanya berfikir bagaimana mengambil sumberdaya alam milik bersama sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Secara individual, masyarakat tidak akan tergolong/tidak ada insentif untuk menjaga dengan baik keberadaan hutan. Hal ini akan berbeda dengan barang yang bersifat personal right, dimana setiap individu akan mempertahankan dengan segenap kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan apa yang menjadi miliknya.


(50)

Disamping itu, produk hutan sebagai fungsi hidrologis (Pencegah banjir) yang jika dikonsumsi oleh seseorang tidak mempengaruhi/mengurangi jumlah yang didapat oleh orang yang lainnya karena merupakan milik bersama dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Sehingga masyarakat dengan sesuka hatinya dapat merasakan manfaat hutan tersebut. Selain itu juga barang publik bersifat underpricing yaitu tidak masuknya public goods ke dalam market system membuat masyarakat sebagai individu dan kelompok sulit di dalam menentukan harga dari public goods. Sementara harga juga sesungguhnya mencerminkan nilai relatif suatu sumberdaya terhadap sumberdaya lainnya.

Tabel 13 menunjukkan beberapa alasan mengapa masyarakat bersedia berperan aktif jika ada kegiatan rehabilitasi hutan. Respon masyarakat sangat tinggi terhadap kesediaan ikut berperan aktif terhadap kegiatan rehabilitasi hutan. Keempat desa yang menjadi lokasi penelitian mempunyai alasan yang berbeda-beda ikut dalam kegiataan rehabilitasi hutan. Untuk desa Doulo dan Biru-biru lebih cenderung bersedia ikut dalam kegiatan rehabilitasi hutan untuk memperoleh udara bersih dan melestarikan flora dan fauna. Hal ini disebabkan karena di Desa Doulo yang hutannya merupakan hutan lindung terdapat banyak keanekaragaman flora dan fauna. Sementara itu untuk desa Sikeben dan Belawan Bahari nilai kesediaan membayar lebih cenderung di dasari alasan untuk mencegah terjadinya banjir, longsor, dan erosi. Hal ini disebabkan karena pada lokasi penelitian seperti Belawan Bahari yang merupakan hilir DAS Deli sering terjadi banjir. Beberapa alasan positif tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.


(51)

Tabel 13. Persentase alasan positif dari masyarakat ikut berperan aktif jika ada kegiatan rehabilitasi hutan

No Beberapa Alasan Masyarakat Ikut Berperan

Aktif dalam Gerhan

Doulo Sikeben Sibiru –Biru Belawan Bahari

Total

n1 % n2 % n3 % n4 % N %

1 Agar hutan di desa saya tetap lestari dan menghijaukan hutan

4 11,76 3 8,10 4 12,50 2 6,67 13 9,77

2 Hutan dapat mencegah banjir, erosi, dan longsor

3 8,82 5 13,51 2 6,25 4 13,33 14 10,5 2 3 Hutan dapat menjaga

keseimbangan ekosistem

4 11,76 1 2,70 3 9,37 4 13,33 12 9,02

4 Hutan dapat menjaga kelestarian flora dan fauna

5 14.70 6 16,21 4 12,50 2 6,67 17 12,7 8 5 Menjaga ketersediaan air

bersih pada musim kemarau

2 5,88 2 5,40 3 9,37 1 3,33 8 6,01

6 Hutan menyangkut kepentingan umum

3 8,82 2 5,40 4 12,50 1 3,33 10 7,51

7 Hutan paru-paru dunia 4 11,76 3 8,10 2 6,25 3 10,00 12 9,02 8 Agar suhu udara tidak panas 2 5,88 4 10,81 3 9,37 3 10,00 12 9,02 9 Supaya dapat menikmati

udara segar

5 14,70 4 10,81 4 12,50 5 16,67 18 13,5 3 10 Hutan merupakan sumber

kehidupan sekarang dan untuk generasi

5 14,70 3 8,10 3 9,37 5 16,67 17 12,7 8

Total 34 100 37 100 32 100 30 100 13

3 100

Keterangan : Jawaban responden boleh lebih dari 1

n = Jumlah Penduduk Tiap Desa N = n1+ n2+ n3+ n4

Analisis Peran Para Pihak

Analisis peran para pihak dilakukan pada 3 lembaga di DAS Deli. Membahas tentang upaya dan kendala yang dihadapi dalam penanggulangan banjir di DAS Deli, serta melihat tupoksi dari lembaga tersebut. Lembaga yang terkait dalam pengendalian banjir di DAS Deli diantaranya adalah BPDAS Wampu- Sei Ular, Dishut Kabupaten Karo, dan Dishut Kabupaten Deli Serdang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Upaya dan kendala dari beberapa stekholder yang terkait dalam pengendalian hutan di DAS Deli

No Lembaga Upaya Pengendalian Banjir

Kendala Yang Dihadapi

1 BPDAS Wampu – Sei Ular Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)

1. Perubahan lahan hutan yang cepat 2. Ketergantungan masyarakat dengan hutan 3. Pemanfaatan kanan kiri sungai

2 Dishut Karo Melakukan pengawasan dan penanaman pohon

Musim kemarau yang panjang

3 Dishut Deli Serdang Gerakan Rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan)

1. Kebakaran hutan

2. Kurangnya Pengetahuan masyarakat dalam budidaya Pohon


(52)

Tabel 14 menunjukkan informasi bahwa dalam penanganan banjir di Daerah Aliran Sungai Deli didominasi oleh kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Dalam Rencana Teknik Lapangan rehabilitasi hutan dan lahan terdapat kegiatan reboisasi, penghijauan dan bangunan konstruksi (silvikultur teknis) yang dilakukan selama 5 tahun. Namun dalam prakteknya banyak kendala yang dihadapi seperti perubahan lahan yang cepat yang menyebabkan ketidakseimbangan antara luasan lahan rehabilitasi dengan perubahan lahan hutan yang cepat menjadi lahan budidaya tanaman pertanian yang dilakukan masyarakat, pola prilaku masyarakat yang sangat tergantung dengan hutan seperti pengambilan humus dan adanya pemanfaatan lahan kosong kanan kiri sungai yang menyebabkan penyempitan lebar sungai.

Walaupun banyak kendala yang dihadapi, BPDAS tetap mengupayakan penanggulangan terhadap kendala tersebut. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh lembaga berdasarkan tugas pokok dan fungsi yaitu pengembangan pengelolaan DAS, salah satunya adalah:

1. Sosialisasi, membentuk forum-forum koordinasi, pembentukan kelompok tani hutan sehingga memumculkan masyarakat yang cinta lingkungan.

2. Penyuluhan, pelatihan, dan penyebaran brosur mengenai pentingnya kelestarian hutan dalam mencegah terjadinya erosi, longsor dan banjir.

Walaupun demikian, setelah dilakukan penanggulangan masih ditemukan kendala yang berasal dari masyarakat yaitu lebih mengupayakan lahan untuk kepentingan ekonomi daripada fungsi hutan sebagai pengendali banjir. Sementara BPDAS berkeinginan besar dapat mengembalikan fungsi hutan sebagai pengendali banjir sesuai dengan UU 41 1999 tentang kehutanan pasal 18 ayat 2


(53)

yaitu luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud 30 % dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proposional.

Dinas Kehutanan Deli Serdang diperoleh informasi upaya yang sudah dilakukan oleh pihak Dinas Kehutanan dalam pengendalian banjir adalah rehabilitasi lingkungan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) pada daerah hulu (pegunungan) agar dapat berfungsi optimal kembali sebagai pengatur tata air dan produksi, salah satu upaya adalah melalui pembuatan bangunan konservasi tanah dan air berupa dam penahan dengan kontruksi bronjong, dimana menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dan melibatkan langsung masyarakat setempat.

Pihak dinas juga telah melakukan Proyek Gerhan baik diluar kawasan dan di dalam kawasan, hutan rakyat, dan teras sering (silvikultur teknis). Semua kegiatan bertujuan untuk pengendalian banjir. Namun dalam pelaksanaannya dilapangan, terdapat kendala yang dihadapi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Deli Serdang yaitu seringnya terjadi kebakaran hutan secara alami yg disebabkan musim kemarau yang panjang, kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat dalam penanaman, perawatan dan pemeliharaan pohon, dan jenis bibit yang disediakan BPDAS tidak sesuai dengan iklim di Kabupaten Deli Serdang.

Melihat kendala tersebut pihak Dinas Kehutanan Deli Serdang melakukan penyuluhan dan unit pelaksanaan teknis di beberapa kecamatan di Kabupaten Deli Serdang. Dan harapan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Deli Serdang Kepada pemerintah daerah yaitu pembuatan kebun bibit di Kabupaten dan bantuan teknis dalam pemberian pelatihan kepada masyarakat yang berada di kecamatan.


(54)

Namun dari Dinas Kehutanan Kabupaten Karo diperoleh informasi bahwa dalam penanggulangan banjir belum ada program yang dilakukan, disebabkan karena kondisi topografi dari Kabupaten Karo yang berada di dataran tinggi. Namun mereka menjaga kelestarian hutan yang berada di Kabupaten Karo sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagai pengawasan dan penanaman kayu. Pengawasan hutan seperti Polhut dan Jagawana, pelaksanaan reboisasi di tanah milik negara dan penghijauan di tanah milik masyarakat. Untuk reboisasi dilakukan pada lahan kritis. Kendala yang dihadapi oleh pihak Dinas Kehutanan dalam kegiatan penghijauan adalah musim kemarau yang panjang yang menyebabkan seringnya kebakaran hutan.

Respon masyarakat di Kabupaten Karo untuk melakukan penghijaun sangat tinggi, terbukti dengan banyaknya permintaan masyarakat akan bibit pohon kepada Dinas Kehutanan. Salah satu kendala oleh Dinas Kehutanan dalam menyediakan bibit tersebut, karena pengadaan bibit dari BPDAS terjadwal, sementara permintaan masyarakat tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Untuk jenis bibit yang sering ditanam oleh masyarakat adalah jenis MPTS , kayu-kayuan seperti durian, nangka, rambutan, suren, mahoni.

Melihat respon masyarakat yang cukup tinggi, Dinas Kehutanan Kabupaten Karo memiliki suatu kepercayaan diri untuk menciptakan hutan yang lebat dan lestari. Dan harapan untuk pihak yang berada di bagian hilir khususnya Kota Medan untuk memberikan kontribusi kepada Pemerintah Kabupaten Karo, baik dalam segi dana dan tenaga kerja dalam mengembalikan kelestarian hutan.


(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir di DAS Deli berdasarkan metode kontingensi dan biaya pengendali banjir masing-masing sebesar Rp 127.824.000.000,00/thn dan Rp 16.917.757.688,00/thn.

2. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar manfaat hutan sebagai pengendali banjir di DAS Deli adalah pendidikan (X1) dan pendapatan (X2).

Saran

Perlunya sosialisasi besarnya nilai ekonomi hutan sebagai pencegah banjir kepada semua stakeholder, dengan harapan mampu mengurangi kerugian yang lebih besar akibat bencana banjir.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gifari. 2000. Analisis Regresi. BPFE. Yogyakarta

[BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wampu – Sei Ular. 2003. Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu Deli. BPDAS Wampu – Sei Ular. Medan.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Jumlah Populasi Penduduk Sumatera Utara. BPS Sumut. Medan

[Dishut] Dinas Kehutanan. 2007. Rencana Teknik Lapang Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Dishut Kabupaten Deli Serdang. Pakam

Fathoni T. 2003. Tiga Menko Bentuk Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan

Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi. Siaran Pers Kepala Pusat Informasi

Kehutanan No. 56/II/PIK-1/2003. Dari

Field, B. C dan Martha, K. F. 2002. Environmental Economics. McGraw Hill

Companies. Inc. New York

Irawan dkk. 2008. Persepsi Dan Apresiasi Masyarakat Terhadap Multifungsi Pertanian. Hutan dan Masyarakat 3(13): 65-77

Katodihardjo, H., K. Murtilaksono, , H. S. Pasaribu, U. Sudadi, N. Nuryantono. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. K3SB. Bogor

Kodoatie, Dr. Ir. Robert J dan Ir. Sugiyanto, M.Eng. 2002. Banjir. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Nahib, Irmadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Tidak Pulih Berbasis Ekonomi Sumberdaya. Ilmiah Geomatika 12(1): 37-45

Purwanto dkk. 2003. Praktek pengelolaan sumber daya lahan dan Hutan masyarakat tradisional kampung naga (land and forest management

practice in kampong naga Traditional community). Pengelolaan DAS

Dinamika Komunitas Vegetasi 9(3): 1-12

Reksohadiprodjo, S dan Andreas, B. 2000. Ekonomi Lingkungan. BPFE. Yogyyakarta

Richard, Lee. 1990. Hidrologi Hutan. Diterjemahkan oleh Ir. Sentot Subagio. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta\ Sarwono, J. 2005. Riset Pemasaran dengan SPSS. Penerbit Andi. Yogyakarta


(1)

3. Ragu-ragu : (n= 0 ; %= 0) 4. Setuju : (n= 70 ; %= 58,33%) 5. Sangat setuju : (n= 50 ; %= 41,67%)

3. Pentingkah menurut anda pelestarian dan pemeliharaan hutan. 1. Sangat tidak penting : (n= 0 ; %= 0)

2. Tidak penting : (n= 0 ; %= 0)

3. Ragu-ragu : (n= 0 ; %= 0)

4. Penting : (n= 53; %= 44,17%) 5. Sangat penting : (n= 67; %= 55,83%)

4. Kerusakan hutan dapat mengakibatkan banjir. Bagaimana menurut anda. 1. Sangat tidak setuju : (n= 0 ; %= 0)

2. Tidak setuju : (n= 0 ; %= 0) 3. Ragu-ragu : (n= 0 ; %= 0) 4. Setuju : (n= 71 ; %= 59,17%) 5. Sangat setuju : (n= 49 ; %= 40,83%) C. Perilaku Masyarakat Terhadap Hutan

1. Apakah anda pernah menebang pohon di hutan. 1. Tidak pernah : (n= 72 ; %= 60,00%) 2. Sangat jarang : (n= 48 ; %= 40,00%) 3. Jarang : (n= 0 ; %= 0) 4. Sering : (n= 0 ; %= 0) 5. Sangat sering : (n= 0 ; %= 0)

2. Apakah anda pernah memanfaatkan hutan untuk keperluan sehari-hari 1. Tidak pernah : (n= 70 ; %= 58,33%)

2. Sangat jarang : (n= 50 ; %= 41,67%) 3. Jarang : (n= 0 ; %= 0) 4. Sering : (n= 0 ; %= 0) 5. Sangat sering : (n= 0 ; %= 0)

3. Apakah anda pernah melakukan Ritual sembahyang atau upacara adat istiadat dalam hutan.

1. Tidak pernah : (n= 64 ; %= 53,33%) 2. Sangat jarang : (n= 56 ; %= 46,67%) 3. Jarang : (n= 0 ; %= 0) 4. Sering : (n= 0 ; %= 0) 5. Sangat sering : (n=0 ; %= 0)

4. Apakah anda Pernah melakukan perburuan satwa di hutan. 1. Tidak pernah : (n= 77 ; %= 64,16%)

2. Sangat jarang : (n= 43 ; %= 35,8%) 3. Jarang : (n= 0 ; %= 0) 4. Sering : (n= 0 ; %= 0) 5. Sangat sering : (n= 0 ; %= 0)

5. Apabila ada program pemerintah maupun pihak lainnya yang mencanangkan kegiatan menjaga dan melestarikan hutan agar kondisi hutan tetap lestari (tidak terjadi banjir) berapa besar biaya maksimal yang bersedia anda keluarkan sebagai iuran konservasi?

(Rp. ………../ Tahun)

6. Jika ada kegiatan rehabilitasi hutan dan penghijauan, bersediakah anda ikut serta atau berperan

aktif dalam kegiatan tersebut?

1. Sangat tidak bersedia : (n= 0 ; %= 0) 2. Tidak bersedia : (n= 0 ; %= 0)


(2)

3. Bersedia : (n= 56 ; %= 46,67%) 4. Sangat bersedia : (n= 64 ; %= 53,33%)

Alasan……… ……… ……… ……… ……… ………..


(3)

Lampiran 9. Gambar foto penelitian

a

b

a. Pemaparan kepada responden mengenai manfaat hutan sebagai pencegah banjir dengan alat bantu

b. Responden mengisi kuisioner penelitian setelah mendengarkan keterngan dari peneliti

c

d

c & d. Pengisian kuisioner penelitian dibimbing oleh peneliti


(4)

74

Lampiran 10. Alat bantu gambar untuk mendeskripsikan objek penelitian


(5)

Lampiran 11. Pembangunan kanal di jalan bridjen zein deli tua

a

b

a. Pintu saluran sungai

b. Saluran air

c

d

c & d. Badan kiri kanan kanal

e

f

e & f. Saluran pembuangan air


(6)

Lampiran 12. Peta Sebaran Responden di DAS Deli