Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB

(1)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN

PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH UTARA

DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

T E S I S

Oleh

FACHRURRAZY

077003016/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN

PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH UTARA

DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FACHRURRAZY

077003016/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH

UTARA DENGAN PENDEKATAN SEKTOR

PEMBENTUK PDRB Nama Mahasiswa : Fachrurrazy

Nomor Pokok : 077003016

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua

(Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE) Anggota

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B,M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE Anggota : 1. Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE

2. Dr. Ir. Rahmanta 3. Kasyful Mahalli, SE, M.Si 4. Drs. Rujiman, MA


(5)

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan

output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

setiap tahun.

Untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1993-2007. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share.

Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis di Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, sektor sektor bank dan lembaga keuangan lainnya.

Hasil analisis per sektor berdasarkan ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Utara dengan kriteria sektor maju dan tumbuh pesat, sektor basis, dan kompetitif adalah sektor pertanian. Kata Kunci : Sektor unggulan, Klassen Typology, Location Quotient dan Shift Share.


(6)

ABSTRACT

Economic growth and its process are the main condition for the sustainability of the regional economic development. Because of the continuing population growth means economic needs also increase so that additional revenue required each year. This can be obtained with the increase in aggregate output (goods and services) or the Gross Regional Domestic Product (GRDP) each year.

To carry out development with limited resources as a consequence should be focused to develop the sectors that provide great multiplier effect on other sectors or the whole economy.

This research is focused to determine the regional leading sector of North Aceh Regency as the information and considerations in planning economic development. Secondary data such as time series of the Gross Regional Domestic

Product (GRDP) of North Aceh Regency and Aceh province in the period 1993–2007

are applied. Klassen Typology, Location Quotient (LQ) and Shift Share are tools of analysis.

Klassen Typology indicates that the developed sectors are agriculture and transportation and communication. Location Quotient analysis indicates agricultural, mining and quarrying, manufacturing industry, and transportation and communication are base sectors in the North Aceh Regency. Shift Share analysis indicates that the competitive sectors are agricultural, construction, and bank and other financial institutions.

The results of the analysis based on three analysis tools indicate that the leading sector with the criteria’s developed, base, and competitive is agricultural sector.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pembahasan utama dalam tesis ini adalah menentukan sektor unggulan perekonomian wilayah dan diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Aceh Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung kepada:

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing.

3. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.


(8)

5. Dr. Ir. Rahmanta, MS, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Drs. Rujiman, MA, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran bagi kesempurnaan tesis ini. 6. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Bupati Aceh Utara, atas bantuan dan dukungannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan materil kepada penulis.

9. Isteri dan putri-putri tercinta, yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam mengikuti studi selama ini.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya dengan berserah diri kepada Allah SWT, semoga tesis ini dengan segala kelemahan dan kekurangannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Agustus 2009 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Fachrurrazy lahir di Banda Aceh pada tanggal 10 Juli 1970. Anak ketujuh dari tujuh bersaudara. Ayah Teuku Raden dan Ibu Hj. Rohani. Isteri Erni Widya, telah dikaruniai dua putri Cut Meurah Meuthia dan Cut Intan Danisha.

Tamat Sekolah Dasar Persit II pada tahun 1983 di Banda Aceh. Melanjutkan ke SMP Negeri I di Banda Aceh dan tamat pada tahun 1986. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Banda Aceh pada tahun 1989. Melanjutkan pendidikan pada tahun 1990 di Fakultas Teknik Industri Universitas Sumatera Utara dan memperoleh gelar sarjana.

Pada tahun 2002 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2007 memperoleh kesempatan mengikuti Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pembangunan Ekonomi Regional ... 9

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 10

2.3. Pendapatan Regional ... 13

2.4. Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 16

2.5. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory) ... 18

2.6. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah ... 19

2.7. Penelitian Terdahulu ... 23

2.8. Kerangka Pemikiran... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Lokasi Penelitian... 29

3.2. Jenis dan Sumber Data... 29

3.3. Metode Analisis Data... 30

3.3.1. Analisis Tipologi Klassen ... 30

3.3.2. Analisis Location Quotient (LQ) ... 32

3.3.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis) ... 34

3.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39


(11)

4.1.2. Wilayah Administrasi ... 39

4.1.3. Topografis ... 40

4.1.4. Demografi ... 40

4.2. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara ... 40

4.3. Analisis Location Quotient (LQ) ... 46

4.4. Analisis Shift Share... 50

4.5. Pembahasan Per Sektor... 60

4.5.1. Analisis Sektor Pertanian ... 60

4.5.2. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 63

4.5.3. Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 64

4.5.4. Analisis Sektor Listrik dan Air Minum ... 66

4.5.5. Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi... 68

4.5.6. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 70

4.5.7. Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 72

4.5.8. Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 74

4.5.9. Analisis Sektor Jasa-jasa... 76

4.6. Sektor Unggulan Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Saran ... 85


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara Tahun 2003-2007 menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah) ... 4 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen... 32 4.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan

Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 dengan Migas ... 41 4.2. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993- 2007

dengan Migas berdasarkan Tipologi Klassen ... 42 4.3. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan

Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 tanpa Migas... 43 4.4. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007

tanpa Migas berdasarkan Tipologi Klassen ... 44 4.5. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) dengan Migas

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 ... 47 4.6. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) tanpa Migas

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 ... 48 4.7. Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Aceh Utara

Tahun 2000-2007 dengan Migas ... 52 4.8. Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Aceh Utara

Tahun 2000-2007 tanpa Migas ... 55 4.9. Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas

Tahun 2000-2007 (dalam persen) ... 56 4.10. Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas

Tahun 2000-2007 (dalam persen) ... 58 4.11. Analisis Sektor Petanian ... 61


(13)

4.12. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 63

4.13. Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 65

4.14. Analisis Sektor Listrik dan Air Minum ... 67

4.15. Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi... 69

4.16. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 71

4.17. Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 72

4.18. Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya... 74

4.19. Analisis Sektor Jasa-jasa... 76

4.20. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam persentase)... 79


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Kerangka Pemikiran... 28

4.1. Grafik Perkembangan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas Tahun 2000-2007... 57

4.2. Grafik Perkembangan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas Tahun 2000-2007... 59

4.3. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertanian... 62

4.4. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 64

4.5. Grafik Perkembangan LQ Sektor Industri Pengolahan... 66

4.6. Grafik Perkembangan LQ Sektor Listrik dan Air Minum ... 68

4.7. Grafik Perkembangan LQ Sektor Bangunan dan Konstruksi ... 70

4.8. Grafik Perkembangan LQ Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 71

4.9. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 74

4.10. Grafik Perkembangan LQ Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 75

4.11. Grafik Perkembangan LQ Sektor Jasa-jasa ... 77

4.12. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Aceh Utara menurut Sektor... 79


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Peta Kabupaten Aceh Utara ... 88 2. Perkembangan PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam Tahun 1993-2007 menurut Lapangan Usaha atas

dasar Harga Konstan Tahun 1993 dan 2000 ... 89 3. Perhitungan Analisis Tipology Klassen PDRB Kabupaten Aceh Utara

dengan Migas Tahun 1993-2007... 91 4. Perhitungan Analisis Tipology Klassen PDRB Kabupaten Aceh Utara

tanpa Migas 1993-2007... 95 5. Perhitungan Location Quotient PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan

Migas Tahun 2000-2007 ... 99 6. Perhitungan Location Quotient PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa

Migas Tahun 2000-2007 ... 107 7. Perhitungan Analisis Shift Share PDRB Kabupaten Aceh Utara

dengan Migas Tahun 2000-2007... 115 8. Perhitungan Analisis Shift Share PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa

Migas Tahun 2000-2007 ... 119 9. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Bahan Makanan

di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007... 123 10. Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2007 ... 123 11. Populasi Ternak di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007... 124 12. Produksi Ikan menurut Asal Tangkapan di Kabupaten Aceh Utara


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan atau mendorong perubahan-perubahan atau pembaharuan bidang kehidupan lainnya.

Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Siagian (1984:128) bahwa keterbelakangan utama yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang adalah di bidang ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan, bahkan dapat dikatakan merupakan tuntutan sejarah apabila pembangunan ekonomi mendapat perhatian utama.

Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan berbagai usaha yang konsisten dari berbagai pihak untuk memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi umat manusia.

Tujuan pokok pembangunan ekonomi menurut Jhingan (1992:420) ialah untuk membangun peralatan modal dalam skala yang cukup untuk meningkatkan produktivitas di bidang pertanian, pertambangan, perkebunan dan industri. Modal juga diperlukan untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, jalan raya, jalan kereta api, dan sebagainya. Singkatnya, hakekat pembangunan ekonomi adalah penciptaan


(17)

modal overhead sosial dan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108).

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menuntut pemerintah daerah untuk melaksanakan desentralisasi dan memacu pertumbuhan ekonomi guna peningkatan kesejahteraan masyarakat di mana tujuan penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Kedua Undang-Undang tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi daerah, karena terjadinya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan yang selama ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Kewenangan dimaksud mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaannya, yaitu daerah dapat menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi, serta sumber daya alamnya tanpa ada intervensi terlalu jauh dari Pemerintah Pusat. Hal ini akan berdampak terhadap perekonomian daerah yang pada akhirnya tercipta peningkatan pembangunan daerah.


(18)

Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memperoleh 70 % pendapatan dari migas, hidrokarbon dan sumber-sumber daya alam lainnya, serta tambahan pendapatan dari 2 % alokasi DAU nasional selama 15 tahun dan 1 % untuk 5 tahun berikutnya. Hal ini berarti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki sumber pendapatan yang lebih potensial dibandingkan Provinsi-provinsi lain untuk membiayai pembangunan.

Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut kreatif dalam mengembangkan perekonomian, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Investasi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan dapat menimbulkan multiplier effect terhadap sektor-sektor lainnya.

Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan


(19)

setiap tahun (Tambunan, 2001:2).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia pada dasarnya terdiri atas 9 (sembilan) sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik dan air minum; (5) bangunan dan konsturksi; 6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) jasa-jasa.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara Tahun 2003-2007 menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah)

Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006*) 2007**)

1. Pertanian 975,53 1.065,45 1.095,43 1.114,65 1.114,74

2. Pertambangan dan Penggalian

14.207,34 12.046,85 5.664,47 5.255,16 3.782,95 a. Pertambangan

Migas

14.180,96 12.019,93 5.636,57 5.225,34 3.751,90 b. Penggalian dan

Penggaraman

26,38 26,93 27,90 29,82 31,05

3. Industri Pengolahan 416,50 387,98 199,36 202,88 209,20

4. Listrik dan Air Minum 4,39 4,28 4,37 4,52 4,63

5. Bangunan dan Konstruksi

106,70 113,09 121,02 128,75 138,18 6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran

313,74 321,43 330,65 347,63 371,03 7. Pengangkutan dan

Komunikasi

229,41 229,35 234,28 241,56 249,26 8. Bank dan Lembaga

Keuangan Lainnya

13,69 12,01 23,17 31,60 14,41


(20)

Lanjutan Tabel 1.1.

PDRB Migas 16.381,43 14.295,31 7.788,45 7.445,47 6.036,79

PDRB Non Migas 2.200,46 2.275,39 2.151,87 2.220,13 2.284,89 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Utara

Keterangan:

*) = Angka Diperbaiki **) = Angka Sementara

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebagai salah satu daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, memiliki kewenangan yang luas untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal, yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan Tabel 1.1. terlihat bahwa Kabupaten Aceh Utara memiliki Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 secara rata-rata dari tahun 2003-2007 dengan minyak dan gas sebesar Rp. 10.389,49 milyar, sedangkan tanpa minyak dan gas sebesar Rp. 2.226,55 milyar.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan penggalian, terutama sub sektor pertambangan minyak dan gas. Selama kurun waktu tahun 2004 hingga 2007, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan sub sektor


(21)

pertambangan minyak dan gas. Bahkan sejak tahun 2004 hingga tahun 2007 kondisi ekonomi perekonomian Kabupaten Aceh Utara mengalami pertumbuhan negatif rata-rata -18,82 %.

Sementara itu, bila melihat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara tanpa migas, maka perekonomian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Pada tahun 2003 mampu tumbuh sebesar 1,57 %, kemudian naik menjadi 3,54 % di tahun 2004. Namun pada tahun 2005, pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Utara mengalami perlambatan yang cukup tinggi hingga -5,86 %, tetapi pada tahun 2007 kembali mengalami peningkatan hingga mencapai sebesar 3,63 %.

Dengan seluruh kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan kontribusi sektoral yang terjadi telah di dasarkan kepada strategi kebijakan pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini mencoba menggambarkan pola perubahan dan pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor-sektor unggulan sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Aceh Utara.


(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara?

2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara?

3. Bagaimanakah perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara?

4. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka ditetapkan tujuan penelitian, yaitu:

1. Untuk mengetahui klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

2. Untuk mengetahui sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

3. Untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.


(23)

Aceh Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan ekonomi Kabupaten Aceh Utara.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang terkait dengan pembangunan dan perencanaan ekonomi daerah.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi Regional

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output per kapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang tercipta di suatu wilayah.


(25)

Todaro dalam Sirojuzilam (2008:16), mendefinisikan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional, yang melibatkan kepada perubahan besar, baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi.

Menurut Adisasmita (2008:13), pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas. Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi.

Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan


(26)

laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008:18).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang terjadi dapat ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah. Menurut Glasson (1977:86) pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen ataupun eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar daerah, atau kombinasi dari keduanya. Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal sedangkan penentu eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.

Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu, pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, 2008:86).


(27)

signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di daerah. Penetapan kebijaksanaan yang sebelumnya hanya sebagai pendukung kebijaksanaan nasional telah mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah. Kondisi ini juga memicu persaingan antara daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.

Menurut Richardson (2001:35) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors

movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan

modal menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi regional. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008:26).

Pembangunan dengan pendekatan sektoral mengkaji pembangunan berdasarkan kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam sektor dan sub sektor. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, pertambangan, konstruksi (bangunan), perindustrian, perdagangan, perhubungan, keuangan dan perbankan, dan jasa.


(28)

pertumbuhan dan stabilitas dari perekonomian wilayahnya. Identifikasi sektor dan sub sektor yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif daerah merupakan tugas utama pemerintah daerah.

2.3. Pendapatan Regional

Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk dapat mengukur seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi salah satu alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan regional.

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985:17). Sedangkan menurut Tarigan (2007:13), pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.

Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional, diantaranya adalah:

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.


(29)

Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, yaitu:

a. Pertanian.

b. Pertambangan dan Penggalian. c. Industri Pengolahan.

d. Listrik, Gas dan Air Bersih. e. Bangunan/Konstruksi.

f. Perdagangan, Hotel dan Restoran. g. Pengangkutan dan Komunikasi.

h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. i. Jasa-jasa.

2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar.

PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud di sini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lainnya) karena


(30)

barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.

3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor.

Jika pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga Pasar, maka didapatkan Produk Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi. Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan.

Perhitungan pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:

1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).

Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa dipergunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok dan eskpor netto (ekspor-impor).

2. Pendekatan Produksi (Production Approach).

Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung pendapatan


(31)

regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor.

3. Pendekatan Penerimaan (Income Approach).

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

2.4. Perencanaan Pembangunan Wilayah

Menurut Arsyad (1999:23), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara umum adalah:

1. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.

2. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospek-prospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang.

3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik.


(32)

tujuan.

5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan evaluasi.

Perencanaan pembangunan regional merupakan suatu entitas ekonomi dengan unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah diidentifikasi berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi skala wilayah.

Nugroho dalam Sirojuzilam (2008:60) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang


(33)

berkembang dalam masyarakat.

2.5. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)

Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi lokal yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005:28).

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008:89).

Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location

Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau


(34)

menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Location Quotient merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama dengan daerah yang lebih tinggi (referensi).

2.6. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah Menurut Arsyad (1999:108) permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi.

Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya sumber daya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak.


(35)

Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001:198).

Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut.

Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball

effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.

Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi.

Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun


(36)

nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik.

Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.

Menurut Rachbini (2001) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi sektor prioritas, yakni (1) sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut; (2) karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan kapasitas yang lebih luas; (3) harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun pemerintah; (4) sektor tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberi pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.

Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui

output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu


(37)

sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi di daerah.

Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

2.7. Penelitian Terdahulu

Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Marhayanie tahun 2003, dengan judul Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota


(38)

Medan. Hasil penelitian dengan menganalisis kontribusi per sektor, analisis linkage, analisis angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat tahun 2002, dengan judul penelitian Analisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan Pembangunan Daerah Kabupaten Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan pembangunan di daerah Kabupaten Asahan, terutama sub sektor perkebunan, perikanan dan industri besar, serta sedang.

Penelitian Tampubolon (2001), dengan judul Pembangunan dan Ketimpangan Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa karakteristik wilayah mempengaruhi ketimpangan pendapatan antar wilayah. Potensi sektor-sektor wilayah mempengaruhi perubahan struktur ekonomi. Struktur ekonomi wilayah pantai barat menuju industri pengolahan hasil pertanian dan struktur ekonomi wilayah pantai timur menuju industri pengolahan barang jadi.

Penelitian Amir dan Riphat tahun 2005, dengan judul Analisis Sektor Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel

Input-Output 1994 dan 2000. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan

angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri, pusat perdagangan, dan pusat pertanian.


(39)

2.8. Kerangka Pemikiran

Ketimpangan pembangunan ekonomi antara wilayah merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi daerah. Perbedaan geografi dan potensi ekonomi wilayah merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan ini. Di samping itu, kurang lancarnya arus barang dan faktor produksi antar wilayah turut pula memicu terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi daerah. Karena itu, upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi wilayah merupakan kebijaksanaan ekonomi daerah yang sangat penting dan strategis dalam mendorong proses pembangunan daerah.

Analisis tentang faktor penentu pertumbuhan ekonomi daerah dibutuhkan sebagai dasar utama untuk perumusan kebijakan pembangunan ekonomi daerah di masa mendatang. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut, maka pembangunan daerah dapat diarahkan ke sektor-sektor yang secara potensial dapat mendorong percepatan pembangunan daerah.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya, serta menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor.

Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator penting untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang digunakan


(40)

untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan. Oleh karena itu strategi pembangunan diupayakan untuk menggali potensi yang ada, agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di daerah.

Berdasarkan data dan informasi yang terkandung dalam PDRB, maka dapat dilakukan beberapa analisis untuk memperoleh informasi tentang:

1. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor

Analisis ini diperlukan untuk mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan mengacu pada perekonomian daerah yang lebih tinggi. Hasil analisis akan menunjukkan posisi sektor dalam PDRB yang diklasifikasikan atas sektor maju dan tumbuh pesat, sektor potensial atau masih dapat berkembang, sektor relatif tertinggal, dan sektor maju tapi tertekan. Berdasarkan klasifikasi ini dapat dijadikan dasar bagi penentuan kebijakan pembangunan atas posisi perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian daerah yang menjadi referensi.

2. Sektor Basis dan Non basis

Kegiatan ekonomi wilayah berdasarkan teori ekonomi basis diklasifikasikan ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Analisis ini diperlukan untuk mengidentifikasi kegiatan ekonomi daerah yang bersifat ekspor dan non ekspor dan mengetahui laju pertumbuhan sektor basis dari tahun ke tahun. Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah secara keseluruhan, sementara sektor non basis hanya merupakan konsekuensi-konsekuensi dari pembangunan daerah. Barang dan jasa dari sektor basis yang


(41)

di ekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah, serta meningkatkan konsumsi dan investasi. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan kenaikan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga akan meningkatkan permintaan terhadap sektor non basis yang berarti juga mendorong kenaikan investasi sektor non basis.

3. Perubahan dan Pergeseran Sektor

Analisis ini dibutuhkan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada perekonomian suatu daerah. Hasil analisis akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB suatu daerah dibandingkan wilayah referensi. Apabila penyimpangan positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.

Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan yang berorientasi pada pencapaian target sektoral, keberhasilannya dapat dilihat dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB dari tahun ke tahun. Pertumbuhan positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian dan apabila negatif berarti terjadinya penurunan dalam kegiatan perekonomian. Pertumbuhan perekonomian mengakibatkan terjadinya perubahan perkembangan pembangunan suatu daerah.

Perencanaan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat meningkat, bila ada satu atau beberapa sektor ekonomi yang berkembang lebih cepat dari pada sektor-sektor lain. Dengan


(42)

demikian, sektor yang mempunyai perkembangan lebih cepat dari sektor lain akan menjadi suatu sektor unggulan.

Sektor unggulan yang dimiliki suatu daerah akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena akan memberikan keuntungan kompetitif atau komparatif yang selanjutnya akan mendorong pengembangan ekspor barang maupun jasa.

Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sektor unggulan yang diperoleh melalui analisis dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di masa mendatang.

Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan dalam Gambar 2.1.


(43)

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

Perekonomian Wilayah

Klasifikasi Pertumbuhan Sektor

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Sektor Basis dan Non Basis

Perubahan dan Pergeseran Sektor

Penentuan Sektor Unggulan


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Aceh Utara, yang merupakan salah satu Kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pertimbangan penelitian dilakukan di Kapubaten Aceh Utara, agar hasil penelitian ini berupa sektor-sektor unggulan perekonomian dapat digunakan sebagai informasi dan dapat diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Aceh Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara lain:

1. PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam periode 1993-2007, data ini digunakan untuk analisis klasifikasi pertumbuhan sektor, analisis sektor basis dan non basis, dan analisis perubahan dan pergeseran sektor ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tujuan penelitian ini.

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan beberapa metode analisis data, yaitu:


(45)

1. Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk memperoleh klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

2. Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

3. Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

3.3.1. Analisis Tipologi Klassen

Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang

dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai daerah referensi.

Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008:180):

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut


(46)

terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski > sk.

2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski > sk.

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski < sk.

4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap


(47)

PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski < sk.

Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen Kuadran I

Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)

si > s dan ski > sk

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan (stagnant

sector)

si < s dan ski > sk Kuadran III

Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector)

si > s dan ski < sk

Kuadran IV Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector)

si < s dan ski < sk Sumber: Sjafrizal, 2008:180

3.3.2. Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Aceh Utara digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Aceh Utara yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak


(48)

pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004:183) sebagai berikut:

PDRBAU,i

∑PDRBAU PDRBNAD,i LQ =

∑PDRBNAD

Di mana:

PDRBAU,i = PDRB sektor i di Kabupaten Aceh Utara pada tahun tertentu.

∑PDRBAU = Total PDRB di Kabupaten Aceh Utara pada tahun tertentu.

PDRBNAD,i = PDRB sektor i di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun tertentu.

∑PDRBNAD = Total PDRB di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun tertentu.

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro, 2004:183), yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Aceh Utara adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


(49)

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Aceh Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Aceh Utara lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Aceh Utara. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Aceh Utara.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000-2007 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

3.3.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)

Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis shift share akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara dibandingkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bila


(50)

penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.

Data yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000-2007 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan menjadi valid (Tarigan, 2007:86).

Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:

1. Provincial Share (PS), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau

pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan melihat nilai PDRB Kabupaten Aceh Utara sebagai daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan peranan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Utara. Jika pertumbuhan Kabupaten Aceh Utara sama dengan pertumbuhan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam maka peranannya terhadap provinsi tetap.

2. Proportional Shift (P) adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i pada

Kabupaten Aceh Utara dibandingkan total sektor di tingkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


(51)

3. Differential Shift (D) adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Aceh Utara dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan

Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88;

Sjafrizal, 2008:91):

1. Provincial Share (PS)

2. Proportional Shift (P)

3. Differential Shift (D)

Di mana:

NAD = Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai wilayah referensi yang lebih tinggi jenjangnya.

AU = Kabupaten Aceh Utara sebagai wilayah analisis. Y = Nilai tambah bruto

i = Sektor dalam PDRB t = tahun 2007


(52)

t-1 = tahun awal (tahun 2000)

Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah bruto sektor tertentu (i) dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara merupakan penjumlahan Provincial Share (PS), Proportional

Shift (P), dan Differential Shift (D) sebagai berikut:

Kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift (P) dan Differential

Shift (D) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal

yang bekerja secara nasional (Provinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Glasson, 1977:95).

Sektor-sektor di Kabupaten Aceh Utara yang memiliki Differential Shift (D) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama pada Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki nilai D positif berarti bahwa sektor-sektor tersebut terkonsentrasi di Kabupaten Aceh Utara dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila nilai D negatif, maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.


(53)

Untuk menyamakan persepsi tentang variabel-variabel yang digunakan dan menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan definisi operasional sebagai berikut:

1. Sektor Unggulan (leading sector) adalah sektor yang memiliki peranan (share) relatif besar dibanding sektor-sektor lainnya terhadap ekonomi wilayah (PDRB). 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto (gross value

added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam

jangka waktu tertentu berdasarkan harga konstan.

3. Sektor Ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB, yang mencakup 9 (sembilan) sektor utama.


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak pada posisi 960 52’-970 31’BT dan 040 46’ -050 00’LU dengan luas wilayah 3.296,86 km2 serta terletak di antara:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan: Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan: Kabupaten Bener Meriah.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan: Kabupaten Aceh Timur. d. Sebelah Barat berbatasan dengan: Kabupaten Bireuen. Peta Kabupaten Aceh Utara tercantum pada Lampiran 1.

4.1.2. Wilayah Administrasi

Secara administrasi Kabupaten Aceh Utara terbagi atas 27 Kecamatan, 70 pemukiman, 2 Kelurahan dan 850 Desa. 27 Kecamatan tersebut adalah: Kecamatan Sawang, Nisam, Nisam Antara, Banda Baro, Kuta Makmur, Simpang Kramat, Syamtalira Bayu, Meurah Mulia, Geureudong Pase, Matang Kuli, Paya Bakong, Tanah Luas, Pirak Timu, Nibong, Samudera, Syamtalira Aron, Tanah Pasir, Lapang, Lhoksukon, Baktiya, Baktiya Barat, Tanah Jambo Aye, Langkahan, Seunuddon, Cot Girek, Muara Batu dan Dewantara.


(55)

4.1.3. Topografis

Topografis Kabupaten Aceh Utara sebagian besar merupakan daerah relatif datar yang terdapat pada sejumlah 760 Desa dan daerah yang berbukit pada sejumlah 92 Desa.

4.1.4. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Utara pada akhir tahun 2007 tercatat sejumlah 515.974 jiwa dengan komposisi penduduk 252.889 pria dan 263.085 perempuan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Aceh Utara mencapai 157 jiwa/km2 dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,75 % per tahun.

4.2. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara

Metode Klassen Tipology digunakan untuk mengetahui pengelompokkan sektor ekonomi dalam Kabupaten Aceh Utara menurut struktur pertumbuhannya. Dengan menggunakan Matrix Klassen dapat dilakukan empat pengelompokkan sektor dengan memanfaatkan laju pertumbuhan dan nilai kontribusi.

Tabel 4.1. menyajikan hasil pengolahan data pada Lampiran 3, yaitu berupa rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi sektor PDRB Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 dengan Migas.

Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa sektor yang memiliki kontribusi rata-rata paling besar terhadap PDRB Kabupaten Aceh Utara adalah sektor pertambangan dan


(56)

penggalian, lalu diikuti sektor pertanian dan industri pengolahan. Untuk pertumbuhan rata-rata, paling besar ditunjukkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi kemudian diikuti sektor bangunan dan konstruksi dan sektor listrik dan air minum. Sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan rata-rata paling kecil bahkan negatif, yaitu sektor bank dan lembaga keuangan lainnya.

Tabel 4.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 dengan Migas

NAD Aceh Utara

No. Sektor Rata-Rata

Pertumbuhan (S) Rata-Rata Kontribusi (Sk) Rata-Rata Pertumbuhan (Si) Rata-Rata Kontribusi (Ski) 1 Pertanian 3,065 20,687 3,257 8,772 2 Pertambangan dan

Penggalian

-6,281 28,510 -8,690 77,663 3 Industri Pengolahan -2,224 22,238 -2,603 5,421 4 Listrik dan Air

Minum

10,675 0,176 8,122 0,045 5 Bangunan dan

Konstruksi

2,787 4,310 5,181 1,224 6 Perdagangan, Hotel

dan Restoran

4,425 9,759 2,256 2,792 7 Pengangkutan dan

Komunikasi

8,527 5,369 10,115 2,286 8 Bank dan Lembaga

Keuangan Lainnya

-4,985 1,013 -32,695 0,263 9 Jasa-Jasa 8,609 7,937 1,498 1,534

Sumber: Lampiran 3

Selain itu, secara Provinsi sektor-sektor yang memiliki kontribusi rata-rata paling besar adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian. Sedangkan sektor yang menyumbangkan kontribusi rata-rata paling kecil, yaitu sektor listrik dan air minum. Pertumbuhan rata-rata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling tinggi adalah sektor listrik dan air minum diikuti


(57)

sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sementara sektor pertambangan dan penggalian mempunyai pertumbuhan paling kecil bahkan negatif.

Selanjutnya, melalui data pada Tabel 4.1. dapat diklasifikasikan sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tahun 1993-2007 dengan migas berdasarkan Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 dengan Migas berdasarkan Tipologi Klassen

Kuadran I

Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)

si > s dan ski > sk

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan (stagnant

sector)

si < s dan ski > sk - Sektor Pertambangan dan

Penggalian Kuadran III

Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector)

si > s dan ski < sk - Sektor Pertanian - Sektor Bangunan dan

Konstruksi

- Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Kuadran IV Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector)

si < s dan ski < sk - Sektor Industri Pengolahan - Sektor Listrik dan Air Minum - Sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran

- Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

- Sektor Jasa-Jasa Sumber: Data diolah dari Tabel 4.1.


(58)

Sesuai hasil analisis pada Tabel 4.2. terhadap PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan migas, tidak terdapat sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian termasuk ke dalam sektor maju tapi tertekan, walaupun sektor ini memiliki kontribusi yang paling besar tetapi pertumbuhan rata-rata terus menurun. Sektor-sektor yang tergolong ke dalam sektor potensial untuk berkembang adalah sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor pengangkutan komunikasi. Ternyata hasil analisis menunjukkan banyak sektor-sektor di Kabupaten Aceh Utara tergolong ke dalam sektor relatif tertinggal, yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air minum, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, dan sektor jasa-jasa.

Tabel 4.3. menyajikan hasil pengolahan data pada Lampiran 4, yaitu berupa rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi sektor PDRB Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 tanpa migas.

Tabel 4.3. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 tanpa Migas

NAD Aceh Utara

No. Sektor Rata-Rata

Pertumbuhan (S) Rata-Rata Kontribusi (Sk) Rata-Rata Pertumbuhan (Si) Rata-Rata Kontribusi (Ski) 1 Pertanian 3,065 37,056 3,257 38,607 2 Pertambangan dan

Penggalian

11,510 1,206 7,582 1,310 3 Industri Pengolahan 2,360 11,188 -2,603 24,284 4 Listrik dan Air Minum 10,675 0,313 8,122 0,194


(59)

Lanjutan Tabel 4.3.

5 Bangunan dan Konstruksi

2,787 7,723 5,181 5,354 6 Perdagangan, Hotel

dan Restoran

4,425 17,157 2,256 12,432 7 Pengangkutan dan

Komunikasi

8,527 9,588 10,115 9,894 8 Bank dan Lembaga

Keuangan Lainnya

-4,985 1,863 -32,695 1,200 9 Jasa-Jasa 8,609 13,907 1,498 6,726

Sumber: Lampiran 4

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi rata-rata paling tinggi terhadap PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa migas diikuti oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa migas yang memiliki pertumbuhan paling tinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi diikuti sektor listrik dan air minum, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor bangunan dan konstruksi.

Tabel 4.4. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 tanpa Migas berdasarkan Tipologi Klassen

Kuadran I

Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)

si > s dan ski > sk - Sektor Pertanian

- Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan (stagnant

sector)

si < s dan ski > sk - Sektor Pertambangan dan

Penggalian


(60)

Lanjutan Tabel 4.4. Kuadran III

Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector)

si > s dan ski < sk - Sektor Bangunan dan

Konstruksi

Kuadran IV Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector)

si < s dan ski < sk

- Sektor Listrik dan Air Minum - Sektor Perdagangan, Hotel

dan Restoran

- Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

- Sektor Jasa-Jasa Sumber: Data diolah dari Tabel 4.3.

Tabel 4.4. menunjukkan bahwa, klasifikasi sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa migas tahun 1993-2007 berdasarkan Tipologi Klassen, hanya terdapat dua sektor yang termasuk dalam kategori sektor maju dan tumbuh dengan pesat, yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor pertanian memberikan konstribusi rata-rata yang terbesar terhadap PDRB sebesar 38,61 %, sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,89 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang dominan apabila menganalisa PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa migas. Sementara itu sektor yang potensial atau masih dapat berkembang, yaitu sektor bangunan dan kontruksi dengan kontribusi rata-rata mencapai 5,5 %.


(1)

Seunuddon, Samudera, Muara Batu dan Dewantara.

Pemahaman terhadap kondisi ekonomi daerah menjadi semakin penting dengan diberlakukannya otonomi daerah. Pelimpahan kewenangan dan sumber daya finansial yang besar kepada Kabupaten Aceh Utara harus diikuti dengan peningkatan efektivitas pembangunan ekonomi. Perencanaan harus didukung dengan data yang akurat dan analisis yang komprehensif untuk pengambilan keputusan yang berkualitas dalam pembangunan ekonomi.

Potensi pertumbuhan ekonomi adalah penting untuk diidentifikasi, melalui penerapan alat analisis ekonomi regional dapat diperoleh informasi untuk membantu perencana dan pengambil keputusan di daerah guna mengetahui kondisi perekonomian, mengendalikan tingkat pertumbuhan, mengetahui kecenderungannya dan meramalkan dampak keputusan di masa mendatang.

Prioritas pembangunan ekonomi di Kabupaten Aceh Utara haruslah di dasarkan pada sektor dan sub sektor unggulan, tidak hanya di dasarkan pada sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga memperhatikan teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Sehingga produk-produk yang dihasilkan akan mempunyai daya saing yang tinggi, karena didukung oleh potensi spesifik yang dimiliki Kabupaten Aceh Utara.

Perkembangan sektor pertanian dan sub sektornya akan mendorong perkembangan sektor yang menggunakan produk sektor pertanian sebagai inputnya (forward linkage) dan sektor yang produknya merupakan input bagi sektor pertanian


(2)

mendorong penambahan jumlah produksi, sehingga berimplikasi pada peningkatan kebutuhan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat. Kondisi yang sama akan terjadi pada sektor lainnya, sehingga pengembangan sektor pertanian akan mendorong terjadi pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Utara.

Sebagai basis perekonomian masyarakat, maka pembangunan pada sektor pertanian di pedesaan juga dapat lebih menjamin pemerataan pendapatan, karena sebagian besar masyarakat Kabupaten Aceh Utara tinggal di pedesaan dan menggantungkan hidupnya pada sektor ini.

Analisis penentuan sektor unggulan diperlukan sebagai dasar untuk perumusan pola kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Aceh Utara di masa mendatang, sehingga kebijaksanaan pembangunan ekonomi dapat di arahkan untuk menggerakkan sektor-sektor tersebut. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dapat menentukan alokasi dan prioritas anggaran untuk sektor pertanian secara signifikan untuk memacu perkembangan atau pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga mendorong tercapainya kesejahteraan masyarakat.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan tentang analisis penentuan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan pendekatan sektor pembentuk PDRB dapat ditentukan beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Hasil analisis menurut Klassen Typology menunjukkan bahwa sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat, yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi.

2. Hasil perhitungan indeks Location Quotient sektor yang merupakan sektor basis (LQ>1), yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.

3. Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya

4. Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor pertanian. Sub sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub sektor unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor


(4)

tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor perikanan.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penulis menyarankan beberapa hal untuk pihak-pihak terkait, yaitu:

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara dalam upaya meningkatkan PDRB agar lebih mengutamakan pengembangan sektor dan sub sektor unggulan dengan tidak mengabaikan sektor dan sub sektor lain dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

2. Sektor pertanian sebagai sektor unggulan dan memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara perlu mendapatkan prioritas pengembangan, sehingga memberikan dampak yang tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan lapangan pekerjaan.

3. Penelitian ini masih terbatas pada tahapan menentukan sektor dan sub sektor unggulan, kepada peneliti lainnya disarankan untuk melanjutkan penelitian ini sampai pada tahapan menentukan komoditi unggulan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R, 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta. Adisasmita, R, 2008. Ekonomi Archipelago, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Amir, Hidayat, & Riphat, Singgih, 2005. Analisis Sektor Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000, Jurnal Keuangan dan Moneter-Departemen Keuangan RI. Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi

Daerah. BPFE, Yogyakarta.

Aswandi, H, & Kuncoro, M, 2002. Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan : Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17(1), 27-45.

Azis, Iwan J, 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2004. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam 1993-2003.

Badan Pusat Statistik, 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara

1993-2003.

Badan Pusat Statistik, 2008. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam 2004-2007.

Badan Pusat Statistik, 2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara

2000-2007.

Badan Pusat Statistik, 2008. Aceh Utara dalam Angka 2008.

Glasson, John, 1977. Pengantar Perencanaan Regional, Terjemahan Paul Sitohang, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Jhingan, M. L, 1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terjemahan D. Guritno. Rajawali, Jakarta.


(6)

Marhayanie, 2003. “Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan”. Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan. Modul 4, Tipologi Klassen,

http://www.scribd.com/doc/2908449/Modul-4-Tipologi-Klassen, diakses pada tanggal 4 Februari 2009.

Mukhyi, Muhammad, Abdul. Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO, Fakultas Ekonomi Gunadarma Jakarta http://ejournal.gunadarma.ac.id/files/MA%20Mukhyi.pdf, diakses pada tanggal 9 Februari 2009.

Rachbini, Didik J, 2001. Pembangunan Ekonomi & Sumber Daya Manusia. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Richardson, Harry W, 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional, Terjemahan Paul Sitohang, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Siagian, Sondang P, 1984. Proses Pengelolaan Pembangunan Nasional. Gunung Agung, Jakarta.

Sirojuzilam, 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional, Ketimpangan

Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara,

Pustaka Bangsa Press.

Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Baduose Media, Cetakan Pertama, Padang.

Sukirno, Sadono, 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan dasar

Kebijakan, LPFE-UI, Jakarta.

Supangkat, Harlan, 2002. “Analisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan Pembangunan Daerah Kabupaten Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB”. Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan. Tambunan, Tulus T. H, 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia: Teori &

Penemuan Empiris. Salemba Empat Jakarta.

Tampubolon, Dahlan, 2001. “Pembangunan dan Ketimpangan Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara”. Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan.

Tarigan, Robinson, 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, PT. Bumi Aksara, Cetakan Keempat, Jakarta.

Todaro, Michael P, 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Penerbit Erlangga, Edisi Keenam, Jakarta.