Proteksi Pesawat Terbang Boeing 737 - 200 Terhadap Sambaran Petir

(1)

PROTEKSI PESAWAT TERBANG BOEING 737

-200 TERHADAP SAMBARAN PETIR

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro

Disusun Oleh :

Arizona Xaverius Siregar

050422005

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Petir merupakan salah satu bentuk gelombang yang memiliki tegangan dan arus yang tinggi dan menjadi fenomena alam yang tidak dapat dihindari. Loncatan muatan dari awan ke awan atau dari awan ke tanah dan sebaliknya menyebabkan petir akan menyambar pada objek didekatnya.

Ketika pesawat terbang sedang melintas di udara, tidak tertutup kemungkinan pesawat terbang berada didekat daerah tersambarnya petir. Apabila petir menyambar pesawat terbang, arus petir akan mengalir pada badan pesawat terbang yang akan menimbulkan kerusakan fisik. Apabila petir terjadi di dekat suatu benda, termasuk pesawat terbang, akan terjadinya radiasi gelombang elektromagnetik pada benda tersebut.

Struktur luar pesawat terbang yang tidak seluruhnya tersusun atas konduktor dapat memungkinkan terjadinya penetrasi fluks listrik. Penetrasi fluksi ini terjadi dengan cara sambaran langsung petir pada badan pesawat terbang maupun radiasi di sekitar pesawat terbang.

Penetrasi fluks ini akan menimbulkan tegangan induksi yang tentunya menjadi permasalahan bagi peralatan pada pesawat terbang yang umumnya menggunakan sistem komputer.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Adapun Tugas Akhir ini berjudul “Proteksi Pesawat Terbang Boeing 737 – 200 Terhadap Sambaran Petir “ (Aplikasi Pada PT. GMF Aero Asia Medan).

Penulisan Tugas Akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tugas akhir ini penulis banyak mengalami hambatan-hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka tugas akhir ini dapat diselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak, Ir. Nasrul Abdi MT, selaku Ketua Jurusan Depertemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Rahmad Fauzi ST, MT, selaku Sekretaris Jurusan Depertemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir.Syarifuddin Siregar, selaku Dosen Pembimbing penulis. Dalam penyusunan Tugas Akhir yang banyak memberi masukan dan inspirasi beliau kepada Penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai dengan baik. 4. Bapak Ir.R Sugih Arto Yusuf, selaku Dosen Wali penulis.


(4)

5. Bapak Kamarudin dan staff serta para teknisi pesawat terbang Boeing 737-200, selaku pembimbing lapangan dari PT. (GMF AA) Garuda Maintenance Facilities Aero Asia

6. Seluruh staff pengajar Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara, khusunya Konsentrasi Teknik Energi Listrik, yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

7. Teristimewa kepada Bapak dan Ibu saya yang telah banyak dan tidak henti–hentinya memberikan dorongan baik dorongan moril maupun materil, bimbingan dan motivasinya serta dukungan dari saudara-saudaraku yang selalu mengingatkan agar penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. De’ Vero yang tidak henti-hentinya memberi motivasi dan dukungan kepada penulis hingga sampai selesainya Tugas Akhir ini.

9. Semua Rekan – rekan yang telah banyak membantu dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini. Khususnya mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

10. Serta seorang teman dekat yang tidak dapat penulis sebutkan namanya yang telah banyak memberi masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa membahas jasa dan budi baik yang penulis peroleh dari berbagai pihak.


(5)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak luput dari kesalahan, kesilapan, baik bahasa maupun tulisan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan isi Tugas Akhir ini untuk masa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 18 April 2009

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGHANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Umum... 1

I.2. Latar Belakang Masalah... 2

I.3. Tujuan Pembahasan ... 3

I.4. Batasan Masalah... 4

I.5. Metode Penulisan ... 4

I.6. Sistematika Penulisan... 5

BAB II. LANDASAN TEORI II.1.Tegangan Lebih... 7

II.1.1. Penyebab Terjadinya Tegangan Lebih ... 7

II.2.Proses Timbulnya Petir ... 8

II.2.1. Pembentukan Muatan ... 10

II.2.2. Pelepasan Muatan ... 12


(7)

II.2.4. Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir………. 18

II.3. Gelombang Berjalan... 20

II.3.1. Bentuk Gelombang Berjalan ... 21

II.4. Gelombang Elektromagnetik ... 23

II.5. Medan Elektrostatik ... 25

BAB III.SAMBARAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG BOEING 737-200 III.1.Pengujian Pesawat Terhadap Sambaran Petir... 27

III.2. Daerah Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang ... 28

III.3. Static Discharger... 32

BAB IV. SISTEM PROTEKSI PADA PESAWAT TERBANG BOEING 737-200 TERHADAP SAMBARAN PETIR IV.1. Perlindungan Bagian Luar Pesawat Terbang Terhadap Sambaran Petir ... 34

IV.2. Perlindungan Bagian Dalam Pesawat Terbang Terhadap Sambaran Petir ... 43

IV.3. Flow Chart Proses Terjadinya Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang ... 47


(8)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan... 49 V.2. Saran... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar II.1. Proses Terjadinya Awan ... 9

Gambar II.2. Titik Air Yang Terpolarisasi ... 11

Gambar II.3. Muatan Petir ... 14

Gambar II.4. Pelepasan Utama ... 17

Gambar II.5. Sambaran Langsung Pada Penghantar ... 18

Gambar II.6. Sambaran Tidak Langsung... 19

Gambar II.7. Spesifikasi Gelombang Berjalan ... 21

Gambar III.1. Daerah Sambaran Petir Pada Pesawat... 29

Gambar III.2. Static Discharger ... 32

Gambar IV.1. Struktur Badan Pesawat Terbang ... 35

Gambar IV.2. Mekanisme Petir Pada Pesawat Terbang ... 38

Gambar IV.3. Schematic Diagram Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang . 40 Gambar IV.4. Static Discharger Pada Sayap Kiri Pesawat Boeing 737-200 41 Gambar IV.5. Static Discharger Pada Sayap Kanan Pesawat Boeing 737-200 41 Gambar IV.6. Static Discharger Pada Vertical Stabilizer ... 42

Gambar IV.7. Static Discharger Pada Horizontal Stabilizer ... 42

Gambar IV.8. Bentuk Fisik Static Discharger (Tip Discharger) ... 43

Gambar IV.9. Bentuk Fisik Static Discharger (Trailing Edge Discharger) . 43 Gambar IV.10.Static Grounding Pada Ban Pesawat Terbang... 44


(10)

ABSTRAK

Petir merupakan salah satu bentuk gelombang yang memiliki tegangan dan arus yang tinggi dan menjadi fenomena alam yang tidak dapat dihindari. Loncatan muatan dari awan ke awan atau dari awan ke tanah dan sebaliknya menyebabkan petir akan menyambar pada objek didekatnya.

Ketika pesawat terbang sedang melintas di udara, tidak tertutup kemungkinan pesawat terbang berada didekat daerah tersambarnya petir. Apabila petir menyambar pesawat terbang, arus petir akan mengalir pada badan pesawat terbang yang akan menimbulkan kerusakan fisik. Apabila petir terjadi di dekat suatu benda, termasuk pesawat terbang, akan terjadinya radiasi gelombang elektromagnetik pada benda tersebut.

Struktur luar pesawat terbang yang tidak seluruhnya tersusun atas konduktor dapat memungkinkan terjadinya penetrasi fluks listrik. Penetrasi fluksi ini terjadi dengan cara sambaran langsung petir pada badan pesawat terbang maupun radiasi di sekitar pesawat terbang.

Penetrasi fluks ini akan menimbulkan tegangan induksi yang tentunya menjadi permasalahan bagi peralatan pada pesawat terbang yang umumnya menggunakan sistem komputer.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Umum

Salah satu kebutuhan masyarakat modern sekarang adalah transportasi yang cepat dan aman. Pilihan jatuh diantaranya adalah kepada transportasi udara. Dengan memperhatikan masalah ini pemerintah serta pihak swasta sangat menaruh perhatian terhadap jasa pelayanan untuk angkutan udara (pesawat terbang), yang merupakan pilihan terbaik saat ini dalam mengatasi masalah kecepatan (waktu). Keadaan ini memungkinkan terjadi, dengan adanya kehadiran teknologi yang setiap waktu mengalami kemajuan yang cukup berarti.

Situasi yang berkembang tersebut mendapat perhatian pihak PT. Garuda

Indonesia dengan ikut berperan dalam menangani jasa transportasi udara di

Indonesia, khususnya PT. (GMF AA) Garuda Maintenance Facilities Aero Asia yang merupakan anak perusahaan PT. Garuda Indonesia membuka jasa perawatan pesawat terbang yang ada hampir setiap kepulauan atau propinsi yang memiliki bandara udara termasuk salah satunya yang ada di Propinsi Sumatera Utara yaitu Bandara Udara Polonia Medan.

Diantara armada pesawat terbang yang dimiliki oleh pihak PT. Garuda

Indonesia adalah jenis Boeing 737 series - 200, yang mempunyai kapasitas

sebagai berikut :

¾ 123 orang penumpang.


(12)

¾ 8 orang awak Cabin.

Juga spesifikasi pesawat sebagai berikut :

¾ 165.000 Kg, Bobot maksimum terbang ( take off ).

¾ 134.000 Kg, Bobot maksimum mendarat ( landing ).

¾ 44,83 meter, Lebar rentangan.

¾ 53,61 meter, Panjang.

¾ 16,7 meter, Tinggi.

¾ 62.000 liter, Kapasitas bahan bakar.

¾ 53.000 lbs, Daya dorong mesin.

Pelayanan transportasi udara PT. Garuda Indonesia dari waktu ke waktu semakin mengalami peningkatan jasa, khususnya pelayanan untuk kebutuhan penumpang yang menikmati perjalanan bersama armada PT. Garuda Indonesia, termasuk salah satunya yang penting yaitu sistem proteksi yang ada pada pesawat

Boeing 737-200. Dalam sistem proteksi yang ada pada pesawat terbang ini,

terdapat pengamanan dalam pesawat terhadap sambaran petir yang sangat berperan besar dalam mencegah terjadinya kerusakan terutama pada sistem kelistrikan dan sistem komunikasi pada pesawat terbang .

I.2. Latar Belakang Masalah

Semakin tinggi sebuah benda berada dari permukaan bumi maka akan semakin besar kemungkinan sambaran petir pun akan mengenai benda tersebut. Oleh karena itu pada bangunan-bangunan yang tinggi dibuatkan perlindungan terhadap sambaran petir yang didesain sedemikian rupa, yaitu dengan cara


(13)

meletakan batang tembaga yang ujungnya runcing disetiap sisi dari atap bangunan dan kemudian menyalurkan dengan mempergunakan kabel bawah tanah.

Dalam Tugas Akhir ini penulis membahas tentang sistem pentanahan pada sebuah pesawat terbang jenis Boeing 737-200 yang dirancang sedemikian rupa agar dapat mengamankan bahaya dari sebuah sambaran petir.

Pada transportasi udara, cuaca sangat berpengaruh pada layak atau tidak tidaknya pesawat dapat mengudara. Sebagaimana kita ketahui bahwa pesawat terbang berada lebih tinggi diatas permukaan bumi, dan juga bergerak diakibatkan dari daya dorong mesin jet dari pesawat tersebut sehingga badan pesawat bergesekan dengan awan yang dapat menghasilkan energi listrik dan juga dapat tersambar petir.

Untuk mengatasi gangguan tersebut maka dari segi teknis pesawat terbang tersebut haruslah dilengkapi dengan suatu sistem pengamanan (Proteksi). Dalam tugas akhir ini penulis pada bab IV akan membahas lebih rinci lagi terhadap surja tegangan lebih yang diakibatkan oleh sambaran petir dan kemudian mengamankannya, sehingga keadaan akan normal kembali.

I.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui sistem proteksi pada pesawat terbang Boeing 737-200 terhadap sambaran petir.

2. Dapat mengetahui serta membandingkan teori yang didapat diperkuliahan dari sebuah sambaran petir terhadap pesawat terbang.


(14)

I.4. Batasan Masalah

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis akan membatasi permasalahan yang akan dibahas, agar tidak terjadi pembahasan yang tidak sesuai dengan topik penulisan Tugas Akhir ini. Maka penulis hanya menekankan pembahasan pada sistem pengamanan ( Proteksi ) pesawat terbang Type Boeing 737-200 Series terhadap sambaran petir.

I.5. Metode Penulisan

Metode penyelesaian Tugas Akhir ini dilakukan dalam beberapa metode yang umum digunakan yaitu :

1. Studi literatur

Metode ini dilaksanakan dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas pada tugas akhir ini dan buku-buku lainnya yang sesuai.

2. Metode Diskusi

Metode ini dilakukan dengan cara berdiskusi atau konsultasi dengan kordinator, pembimbing lapangan yang melakukan perawatan pada pesawat Boeing 737 – 200 di PT. (GMF AA) Garuda Maintenance


(15)

I.6 Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Pendahuluan ini membahas tentang : - Latar Belakang Masalah

- Tujuan Penulisan - Batasan Masalah - Metode Penulisan - Sistematika Penulisan BAB II : Landasan Teori

Landasan teori mencakup : - Tegangan Lebih

- Penyebab Terjadinya Tegangan Lebih - Proses Terjadinya Petir

- Pembentukan Muatan - Pelepasan Muatan

- Mekanisme Sambaran Petir

- Tegangan Lebih Yang Diakibatkan Oleh Petir - Gelombang Berjalan

- Gelombang Elektromagnetik - Medan Elektrostatik


(16)

BAB III : Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang Boeing 737-200 Bab ini mencakup tentang :

- Pengujian Pesawat Terhadap Sambaran Petir - Daerah Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang - Static Discharger

BAB IV : Pembahasan

Pada bab ini berisikan :

- Perlindungan Bagian Luar Pesawat Terbang Terhadap Sambaran Petir

- Perlindungan Bagian Dalam Pesawat Terbang Terhadap Sambaran Petir

- Flow Chart Proses Terjadinya Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang

BAB V : Penutup

Bab ini berisikan :

- Kesimpulan pembahasan - Saran


(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tegangan Lebih

Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

hubungannya dengan tenaga atau arus listrik, maka perlu diperhatikan keadaan

peralatan itu pada waktu transient atau peralihan steady kepada suatu keadaan

steady state yang lain

Pada keadaan transient, tegangan yang terjadi lebih besar dari tegangan

kerja pada peralatan itu. Hal ini tentu saja dapat merusak peralatan tersebut, oleh

karena peralatan itu mempunyai kekuatan isolasi yang terbatas. Jadi jelaslah

bahwa peralatan itu harus dilindungi terhadap akibat yang merusak dari tegangan

lebih ini, harus sudah diperhitungkan pada waktu perencanaan tenaga listrik

tersebut.

II.1.1 Penyebab Terjadinya Tegangan Lebih.

Tegangan lebih yang terjadi pada sistem tenaga listrik dapat disebabkan

oleh berbagai hal antara lain :

External over voltage (tegangan lebih luar). Tegangan lebih yang disebabkan peristiwa yang terjadi di atmosfir bumi, dalam hal ini tegangan

lebih yang terjadi tidak mempunyai hubungan langsung dengan tegangan

kerja. External overvoltage ini dapat terjadi disebabkan oleh :


(18)

2. Induksi tegangan petir disebabkan oleh pelepasan muatan yang

terjadi antara awan dengan tanah dekat dengan bangunan listrik

3. Induksi tegangan yang disebabkan perubahan kondisi atmosfir

sepanjang kawat transmisi.

4. Induksi tegangan statis yang disebabkan oleh awan yang

bermuatan.

5. Induksi tegangan statis yang disebabkan oleh gesekan-gesekan

partikel-partikel kecil di awan.

II.2. Proses Terjadinya Petir

Proses yang tepat tentang sebab terjadinya kilat diangkasa raya sampai

saat ini belum mendapatkan jawaban yang dapat diterima oleh para ahli. Tetapi

menurut sebagian ahli bahwa pada waktu hujan lebat disertai petir kejadiannya

sering kali disebabkan oleh berbagai awan tebal dan biasanya disertai oleh angin

ribut. Disini awan-awan tebal itu sebagai akibat dari tidak stabilnya atmosfir dari

pemuaian udara oleh panas matahari.

Pada siang hari dimana udara cerah, sinar matahari mampu memanaskan

lapisan udara setebal 1 meter dengan temperatur/suhu 10c pada permukaan bumi.

Bumi sebagai benda padat akan lebih cepat menjadi panas dari pada lapisan udara

dipermukaan bumi, maka kerapatan udara pada bagian bawah menjadi berkurang

dan atmosfir menjadi tidak stabil untuk gerakan-gerakan partikel. Berkurangnya

kerapatan udara dibagian bawah atmosfir itu menyebabkan terjadinya aliran udara


(19)

Udara dipermukaan bumi yang lembab menguap dan naik menempati

lapisan udara yang lebih tinggi. Jika penguapan itu terjadi terus menerus maka,

pada ketinggian tertentu uap air dan partikel-partikel diawan yang dibawanya

mengalami kondensasi menjadi titik air yang sangat kecil. Titik-titik air ini yang

mempunyai garis tengah 610 µm menghambur di volume udara itu dengan kerapatan seratus atau lebih titik-titik air/cm3. Peristiwa tersebut berlangsung terus

menerus sehingga titik-titik air yang banyak akan terhimpun dalam suatu volume

sehingga terbentuk suatu awan yang terdiri dari titik-titik air

Gambar.2.1. Proses Terjadinya Awan

Gerakan udara didalam dan disekitar awan tersebut terbentuk akibat

adanya udara panas dibawah level yang mengalir keatas dengan udara kering

(udara stabil) pada sekeliling awan akan bercampur dengan awan yang jenuh dan

titik-titik air yang menyebabkan terjadinya penguapan dari titik-titik air yang


(20)

tersebut terdapat pengaruh gravitasi bumi maka akan menimbulkan gerakan/aliran

udara menuju kebawah.

Sebagai akibat dari peristiwa diatas maka awan-awan tersebut selalu

terdapat aliran - aliraan udara keatas yang umumnya lebih besar dari pada aliran

yang ke bawah, dimana aliran udara yang keatas mempunyai diameter sekitar 300

µm sampai 2000 µm tergantung dari ketebalan dan kerapataan lapisan sub awan

stabilitas atmosfir, kecepatan angin dan faktor-faktor lainnya. Jika aliran udara

keatas berlangsung secara kontiniu, maka ketika temperatur udara itu didalam

awan turun dibawah 00C sebahagian dari titik-titik air yang berkondensasi itu

menjadi kristal-kristal es akan membebaskan panasnya yang mana dapat

menambah daya mengapung dari awan pada awan tersebut. Hal ini tidak terjadi

pada terjadinya permulaan awan, karena air murni dalam jumlah yang sangat

kecil, berkemungkinan kecil membeku secara cepat sampai temperatur dibawah

400C.

Pada puncak awan dimana suhu atmosfir sangat dingin, uap kristal salju

pada puncaknya sedangkan pada dasar awan terdiri dari titik-titik air. Dari hasil

pengamatan meteorologi dan geofisika awan-awan ini (awan Cu Mulus) di

Indonesia mempunyai ketinggian 600 sampai 1500 meter pada basisnya dan

ketinggian puncaknya bisa mencapai 15 km2.

II.2.1. Pembentukan Muatan

Beberapa teori tentang bagaimana terjadinya penimbunan atau


(21)

diterima ialah yang dikemukakan oleh C.T.R Wilson dan G.C Simson ataupun

modifikasi keduanya sejumlah muatan listrik positif sebanding jumlahnya akan

terbesar diudara bebas dan sebagian besar menempati atmosfir di bagian bawah.

Disini medan listrik mempunyai intensitas 0.13 kV pada permukaan bumi dan

semakin tinggi pada permukaan bumi maka semakin berkurang intensitasnya.

Titik-titik air yang terbesar di awan, karena adanya aliran udara keatas

maupun kebawah akan bergerak melewati medan listrik yang arahnya kebawah

atmosfir, sehingga terpolarisasi dengan bagian bawah positif dan bagian atas

negatif

Gambar.2.2. Titik Air Yang Terpolarisasi

Seperti terlihat pada gambar diatas sebuah titik air yang terpolarisasi

dengan bagian bawah positif dan bagian atas negatif pada saat sebelum dan

sesudah mengalami benturan dengan partikel bermuatan di awan.

Titik-titik air yang terpolarisasi ini akan mengalami benturan-benturan

dengan muatan-muatan listrik terbesar di awan dan secara selektif menangkap


(22)

aliran-aliran udara yang naik keatas akan mengangkut muatan-muatan positif

beserta partikel-partikel awan lainnya menuju puncak awan, pada saat yang sama

pula titik-titik air yang lebih besar akan membawa muatan negatif tadi bergerak

turun kebawah awan dan akibatnya pada puncak awan terhimpun muatan-muatan

positif dan dibagian awan terhimpun muatan-muatan negatif.

Bila jumlah muatan-muatan tersebut bertambah, maka beda potensial

antara awan dan tanah juga naik, demikian gradien tegangan ini tidak sama,

biasanya pada pusat muatan di dalam awan mempunyai tegangan yang lebih

besar. Jika gradien tersebut telah melebihi kekuatan tembus udaranya itu tidak

pernah terjadi melampaui 1000 volt/cm, maka udara disini akan tembus

(breakdown) dan suatu aliran listrik (petir) terjadi dari awan menuju ketanah.

II.2.2. Pelepasan Muatan

Kilat atau halilintar ialah suatu gejala listrik di atmosfir. Gejala ini

timbul kalau terjadi banyak kondensasi dari uap air dan arus naik yang kuat.

Karena kondensasi akan timbul titik-titik air. Titik-titik air ini terbawa oleh arus

udara naik. Titik-titik yang lebih kecil akan naik lebih cepat daripada yang lebih

besar. Jadi akan terjadi gesekan antara titik-titik air itu. Gesekan ini menimbulkan

awan yang bermuatan listrik. Kalau muatan bertambah, lama kelamaan kuat

medan antara awan itu dan bumi akan menjadi sedemikian besar sehingga

pelepasan muatan terhadap bumi.

Pertama-tama akan terjadi suatu pelepasan awal ringan. Pelepasan awal


(23)

pelepasan utamanya, yang diiringi dengan cahaya, yaitu sinar kilat. Sinar kilat ini

terdiri dari sejumlah pelepasan bagian yang susul menyusul dengan cepat serta

mengikuti saluran yang sama.

Pelepasan-pelepasan ini berlangsung dengan cepat dengan kecepatan

3.104 km/s. Arus-arus yang timbul dapat mencapai 30 – 60 kA, kadang-kadang

bahkan lebih. Akan tetapi arus ini berlangsung sedemikian singkat hingga kalau

mengalir melalui penghantar 2,5 mm2 misalnya penghantar ini tidak akan menjadi

lebur. Energi yang sangat besar menjadi bebas karena pelepasan-pelepasan itu,

diubah menjadi panas dan diserap oleh tanah.

II.2.3. Mekanisme Sambaran Petir

Petir merupakan pelepasan muatan listrik di udara yang terjadi:

1. Diantara awan

2. Diantara pusat-pusat muatan didalam awan tersebut

3. Antara awan dan tanah.

Lebih banyak pelepasan muatan (discharge) terjadi antara awan-awan dan

didalam awan itu sendiri dari pada pelepasan muatan yang terjadi antara awan ke

tanah, tapi pelepasan muatan antara awan ketanah ini sudah cukup besar untuk

dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada benda-benda dipermukaan tanah.

Petir merupakan suatu proses alam yang terjadi di atmosfir pada waktu

hujan (thunder strom). Muatan akan terkonsentrasi di dalam awan atau bagian dari

awan dan muatan yang berlawanan akan timbul pada permukaan tanah di


(24)

naik, jika kuat medan ini melebihi kuat medan diantara awan-tanah tersebut maka

akan terjadi pelepasan muatan

Kuat medan yang diperlukan untuk memulai aliran (stremer) adalah EB

=10 – 40 kV/m, pada awan yang mempunyai ketinggian 1 – 2 km diatas tanah

dapat menghasilkan tegangan sampai 100 MV.

Gambar.2.3. Muatan Petir

Sambaran pengemudi (pilot leader) yang membawa muatan akan

mengawali aliran ketanah sehingga saluran yang dibuat oleh sambaran pengemudi

(pilot leader) ini menjadi bermuatan dan kuat medan (potensial gradient) dari

ujung leader ini sangat tinggi. Selama pusat muatan diawan mampu memberikan

muatannya pada ujung leader melalui kanal yang telah dibuatnya untuk

mempertahankan kuat medan pada ujung leader lebih besar dari kuat medan

udara, maka leader petir akan tetap mampu melanjutkan perjalanannya (lihat


(25)

muatan yang lengkap (tidak ada pukulan ke tanah). Adapun mekanismenya

terjadinya sambaran petir ke bumi terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Intial Leader ( Lidah Mula )

Sambaran dari suatu petir didahului oleh aliran pengemudi (pilot

streamer) yang diawali dengan penempatan muatan dari awan kea awan yang

ionisasinya rendah. Sesudah pilot steremer ini terjadi, akan diikuti oleh titik

cahaya yang bergerak secara melompat-lompat yang disebut stepped leader, yang

mempunyai bagian-bagian menyambung sampai bumi. Kecepatan dari stepped

leader diperkirakan 105 m/dtk. Arah tiap-tiap langkah dari stepped leader

berubah-ubah sehingga akan menyebabkan jalannya tidak lurus dan

terpatah-patah. Ketika lidah menuju bumi, cabang-cabang dari lidah utama akan terbentuk.

Bila stepped leader telah dekat bumi, akan terjadi kanal muatan positif

dari bumi ke awan, karena adanya beda potensial yang tinggi, kanal muatan

positif ini akan bertemu dengan ujung stepped leader dan titik pertemuan ini

disebut dengan point of strike yang berada 20 sampai 70 meter diatas permukaan

bumi.

b. Return Stroke ( Sambaran Kembali )

Ketika lidah kilat mengenai bumi, suatu sambaran kembali yang sangat

terang bergerak keatas melalui jalan yang sama, return stroke terjadi karena aliran

muatan positif dari awan ke bumi. Sesudah return stroke yang pertama, biasanya


(26)

mempunyai cukup banyak muatan. Arus kilat pada setiap sambaran biasanya

dihubungkan dengan pelepasan petir, dengan penyimpangan 1 kA sampai 20 kA

ampere. Arus kilat ini merupakan arus impuls dimana harga puncaknya dicapai

dalam beberapa mikro detik.

Tempat-tempat di permukaan bumi yang terkena sambaran petir

tergantung dari gradient potensial di bumi dan perjalanan dari stepped leader, di

samping faktor ketinggian dari tempat tersebut.

c. Multiple Stroke ( Sambaran Berulang )

Sesudah return stroke yang pertama, biasanya masih terdapat pusat

muatan yang lain diawan untuk memulai sambaran petir berikutnya. Sambaran

tersebut dimulai dengan leader yang mengikuti jalan yang dilalui oleh return

stroke sebelumnya. Ciri-cirinya tidak terdapat percabangan dan disebut dengan

lidah panah (dart leader). Dari leader ini awan tersebut langsung menuju ke titik

sambaran semula.

Pada saat leader mendekati tanah, maka medan statis pada permukaan

tanah akan naik cukup tinggi untuk menghasilkan aliran keatas yang pendek

menyongsong pilot leader, titik tempat bertemunya dua aliran yang berbeda

muatan ini disebut ‘striking point’ (titik pukul). Kecepatan naik bisa mencapai


(27)

Pelepasan Awal Menurut Golde

(Initial Leader)

d = 6.7.i 0,8

d = striking distarce;

jarak pukul petir

Pelepasan Utama


(28)

Jika muatan pada awan telah dilepas ke bumi maka tegangan pada awan

tersebut akan turun, akibatnya mungkin terjadi beda tegangan yang tinggi antara

awan ini dengan pusat muatan lainnya pada awan tersebut. Akibatnya akan

terulang kembali pelepasan muatan melalui kanal yang terbentuk oleh pelepasan

muatan pertama. Peristiwa ini disebut pelepasan muatan berurutan (multiple

lightning) yang sering terjadi di alam.

II.2.4. Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir

Bila petir menyambar suatu rangkaian, arus akan mengalir pada rangkaian

tersebut. Besarnya tegangan yang timbul akan tergantung pada besarnya arus petir

dan impedansi dari rangkaian dimana arus tersebut mengalir.

Bahaya tegangan lebih yang dapat terjadi pada power sistem (hantaran

udara, menara gardu induk) tetapi dalam hal penulisan ini adalah pada badan

pesawat terbang dapat berupa:

a. Sambaran Langsung (direct strike) pada badan pesawat terbang (simulasi pada kawat penghantar)


(29)

2 s L L

I Z

V = ……… (2.1) Dimana :

VL = Tegangan yang pada penghantar, (kV)

ZL = Impedansi pada penghantar, (ς)

IS = Arus sambaran, (kA)

Muatan yang dilepas oleh petir pada konduktor akan mengalir kedua arah dalam

bentuk gelombang berjalan.

b. Sambaran Tidak Langsung Atau Sambaran Induksi

Dapat terjadi karena :

¾ Induksi elektromagnetik (arus) akibat terjadinya pelepasan muatan didekat sistem.

¾ Induksi elektrostatis sebagai akibat adanya awan bermuatan diatas hantaran udara.


(30)

Muatan yang diinduksikan ke konduktor :

Q = c . V dimana: V = E . h ………..(2.2)

Dimana:

Q = Muatan (coulomb)

c = Kapasitansi (µF)

V = Tegangan (Volt)

II.3. Gelombang Berjalan ( Traveling Wave )

Jika suatu hantaran tenaga listrik (hantaran udara, kabel) yang

digambarkan dengan dua kawat tiba-tiba dihubungkan dengan suatu sumber

tegangan, maka seluruh hantaran tersebut tidak akan langsung bertegangan. Masih

diperlukan beberapa waktu untuk dapat merasakan tegangan ini pada suatu titik

dalam sistem yang mempunyai jarak tertentu dari sumber tegangan tersebut. Hal

ini disebabkan adanya induktansi dan kapasitansi pada sistem tanpa rugi-rugi (lose

less line). Proses ini sama dengan peluncuran sebuah gelombang tegangan yang

merambat sepanjang hantaran dengan kecepatan tertentu. Gelombang tegangan ini

merambat bersamaan dengan gelombang arus. Kedua gelombang ini akan

mencapai ujung yang lain dari hantaran dalam waktu tertentu.

Dalam perambatannya kedua gelombang ini umumnya akan menemukan

diskontinuitas dalam hantaran sehingga terjadi pemantulan gelombang. Umumnya

pada setiap saat, tegangan dan arus pada setiap titik merupakan superposisi dari


(31)

Gelombang berjalan ini timbul dalam sistem transmisi sebagai akibat

adanya tegangan lebih pada sistem yang disebabkan oleh proses sambaran petir

atau proses switching (pembukaan dan penutupan saklar daya). Sampai saat ini

sebab-sebab dari gelombang berjalan yang diketahui ialah:

a.Sambaran kilat secara langsung pada kawat.

b.Sambaran kilat secar tidak langsung pada kawat (induksi).

c.Operasi pemutusan (switching operations).

d.Busur tanah (arching grounds).

e.Gangguan-gangguan pada sistem oleh berbagai-bagai kesalahan.

f.Tegangan mantap sistem.

II.3.1 Bentuk Gelombang Berjalan

Bentuk umum dari suatu gelombang berjalan adalah tegangan inpuls yang

mempunyai spesifikasi seperti ditunjukan pada gambar di bawah ini:

Gambar.2.7. Spesifikasi Gelombang Berjalan


(32)

e(t) = E (e-at – e-bt) ……… (2.3)

Dimana :

E,a dan b merupakan suatu konstanta.

Dari variasi a dan b dapat dibentuk berbagai macam bentuk gelombang

yang dapat dipakai sebagai pendekatan gelombang berjalan.

Keterangan dari gambar adalah sebagai berikut :

a. Puncak (creat) gelombang, E (kV), yaitu amplitudo maksimum dari

gelombang.

b. Muka (front) gelombang, t1(mikrodetik), yaitu waktu dari permukaan

sampai puncak. Dalam hal ini gambar dimulai dari 10% E sampai 90% E.

c. Ekor (tail) gelombang, Yaitu bagian belakang puncak gelombang.

d. Panjang (length) gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan

sampai titik 50% E pada ekor gelombang.

e. Polaritas (polarity), yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negatif.

Suatu gelombang berjalan (surja) dinyatakan sebagai berikut :

E, t1 x t2……….(2.4)

Dimana:

t 1berharga106 + 10µs

t 2berharga 106 + 100µs

surja petir umumnya digambarkan sebagai t1 / t2.

Polaritas petir secara statistik Positif 14 %

Negatif 80%


(33)

II.4. Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik terjadi akibat timbulnya muatan yang

dipercepat, yang terdiri dari medan magnetik (B) dan medan listrik (E) yang

bergetar saling tegak lurus dan keduanya tegak lurus terhadap arah perambatan

gelombang. Oleh karena itu, gelombang elektromagnetik merupakan gelombang

Tranversal. Ada empat besaran vektor yang disebut medan elektromagnetik :

E = Kuat medan listrik (volt per meter)

D = Kerapatan fluks listrik (coulomb per meter persegi)

H = Kuat medan magnet (ampere per meter)

B = Kerapatan fluks magnet (weber per meter persegi) atau tesla

Dalam hipotesisnya, Maxwell mengemukakan bahwa gelombang

elektromagnetik akan memenuhi keempat persamaan (persamaan Maxwell).

Adapun persamaanMaxwell tersebut adalah sebagai berikut :

1. t B xE ∂ ∂ − =

∇ (Hukum induksi Faraday) ………..……..(2.5) 2. t D J xH ∂ ∂ + =

∇ (Hukum Ampere) ………(2.6) 3. ∇.B=0 (Hukum magnetik Gauss) ……….(2.7) 4. ∇.DV (Hukum listrik Gauss) ………(2.8)

Dimana :

J = Kerapatan arus listrik (Ampere per meter persegi)


(34)

Persamaan medan elektromagnetik diatas merupakan sumber

pembangkit medan elektromagnetik.persamaan (2.5)-(2.8) mengungkapkan

hukum fisik yang melingkupi medan E, D, H dan B dan sumber J dan ΡV pada

setiap titik diruang setiap saat. Dan persamaan itu Maxwell coba menghitung

cepat rambat gelombang elektromagnetik yang dihasilkan persamaan berikut :

0 0 1 ε μ =

c ……… ……...(2.9)

Dimana :

c = Cepat rambat gelombang elektromagnetik

µο = Permeabilitas ruang hampa = 4πx 10-7 Wb/A.m

™ο = Permitivitas ruang hampa = 8,85418 x 10-12 C2/N.m2

Dengan memasukan harga µο dan ™ο dalam persamaan (2.26), akan diperoleh cepat rambat gelombang elektromagnetik sebesar : 2,99792 x 108 m/s.

Nilai tersebut ternyata sesuai dengan cepat rambat cahaya dalam ruang

hampa. Dan dengan hasil ini Maxwell berani mengatakan bahwa cahaya adalah

(radiasi) gelombang elektromagnetik. Seperti halnya gelombang yang lain, maka

gelombang elektromagnetik dapat mengalami beberapa peristiwa gelombang,

seperti polarisasi, refleksi (pantulan), refraksi (pembiasan), iterferensi dan

difraksi.

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik sebagai berikut :

1. Perubahan medan listrik dan medan magnet terjadi pada saat yang

bersamaan sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan


(35)

2. Arah medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus dan keduanya

tegak lurus terhadap arah rambat gelombang.

3. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal.

4. Mengalami peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi, dan difraksi

juga dapat mengalami polarisasi karena termasuk gelombang tranversal.

5. Besar medan listrik dan medan magnet berbanding lurus satu sama lain

6. Tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnetik karena tidak

mempunyai muatan.

7. Dalam ruang hanya bergerak dengan cepat rambat gelombang = 3 x 108

m/s

II.5. Medan Elektrostatik

Medan elektrostatik adalah medan listrik yang tidak berubah terhadap

waktu. Medan ini terjadi bila ada muatan listrik yang tidak berpindah. Bila ada

dua titik muatan listrik sebesar q1 dan q2 pada jarak r dalam medium elektrik ™,

Gaya F diantara dua partikel muatan ini adalah

2 2 . 1 4 r q q F πε

= ………..(2.19) Arah gaya pada ini tergantung pada tanda muatan partikel tersebut. Bila

kedua partikel itu bertanda sama maka gaya yang terjadi adalah tolak menolak


(36)

Bila permitivitas medium relatif adalah

r untuk medium yang

homogen dan untuk permitivitas medium hampa/udara adalah

0, maka untuk

permitivitas medium yang homogen adalah

,

berlaku rumus:

=

r

0 ...……….(2.20)

Dimana :

0 = π

36 109

(F/m)

= 8,85 x 10-12 (F/m)

0 = Konstanta listrik (F/m)

Kuat medan listrik timbul dari gaya yang dihasilkan oleh suatu muatan

dengan satu unit muatan positif. Akibat dari muatan ini menimbulkan medan,

tetapi timbulnya medan bukan efek dari unit muatan tersebut. Dengan demikian

besar kuat medan dapat dituliskan seperti berikut.

2 0 4 r q E πε

= .………(2.21) di mana : E = Kuat medan listrik (v)

q = Muatan listrik (c)

r = Jarak muatan q ke satuan muatan positif (m)

Didalam konduktor yang bermuatan elektrostatik E = 0, karena bila

E ≠ o (E tidak nol) maka muatan-muatan dalam konduktor akan bergerak searah dengan E, hal ini berarti ada arus dalam konduktor pada hal dalam konduktor


(37)

BAB III

SAMBARAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG BOEING 737-200

III.1. Pengujian Pesawat Terbang Terhadap Sambaran Petir

Percobaan dan penerbangan terbaru bersifat menentukan kemungkinan penyebab terjadinya serangan petir pada pesawat terbang. Untuk mengetahui itu, maka dilakukan beberapa riset dalam menghadapi serangan petir pada pesawat terbang, diantaranya yaitu:

A. Proyek riset ICAO (International Civil Aviation Organization) yang melibatkan penggunaan dari suatu pesawat Convair 580, pesawat terbang pengangkutan secara instrumented khusus terbang dalam 42 jam dan mengalami 21 serangan petir.

B. Proyek riset FAA (Federation Aviation Admistratif) program resiko badai, yang melibatkan penggunaan dari suatu pesawat terbang Boeing 737 secara khusus pengukuran yang membuat 1,154 penetrasi hujan, badai dengan petir dan menerima 637 petir membentur.

Kedua Riset ini menunjukan bahwa :

1. Mayoritas dari serangan petir (>dari 90 persen ) disebabkan oleh pesawat terbang itu sendiri.

2. Kemungkinan dari suatu pesawat terbang tersambar suatu petir disebabkan oleh hujan badai dengan petir pada ketinggian pesawat itu sendiri.

3. Kemungkinan dari suatu petir menyambar pesawat terbang ditimbulkan oleh hujan badai dengan petir pada ketinggian ukuran minimum pada


(38)

pesawat hampir sama besar dengan ukuran maksimum antara 10,9 – 12,2 km . Temperatur pada tingkatan ini adalah dari 40 0C – 45 0C. Tingkat serangan yang ditemui pada ketinggian ini adalah dua serangan per menit dari waktu penetrasi. Pada 5,49 km , frekwensinya satu serangan tiap-tiap 20 menit pada lintasan pesawat. Dari hasil rata-rata hanya satu pesawat terbang membentur tiap-tiap 3 jam telah ditemui ketika penerbangan di bawah hujan badai dengan petir aktif.

4. Petir menghantam pada ketinggian yang 20 ribu kaki secara umum mengakibatkan lebih besar total alih muatan dibanding serangan petir terhadap ketinggian yang lebih rendah, bagaimana pun ketinggian rendah kadang-kadang membentur pelepasan yang spontan lebih besar.

5. Permukaan yang keseluruhan dari pesawat terbang mungkin peka terhadap serangan petir, serangan lebih yang mungkin ke area yang tertentu seperti ekstrimitas pesawat terbang (depan pesawat, ujung sayap, ekor dan permukaan pesawat).

III.2 Daerah Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang

Setiap pesawat udara memiliki ukuran perlindungan sambaran petir. Kebanyakan bagian luar dari pesawat udara adalah susunan alumunium dengan ketebalan yang cukup sehingga tahan terhadap sambaran petir. Alumunium ini adalah perlindungan dasarnya, permukaan alumunium cukup untuk melindungi daerah bagian dalam dari sebuah sambaran petir. Kulit alumunium juga memberi perlindungan dari jalan masuk energi elektromagnetik ke dalam kabel listrik dari


(39)

pesawat terbang, tetapi kulit alumunium tidak dapat mencegah semua energi elektromagnetik dari awal kedalam kabel listrik walaupun demikian itu juga menyimpan tenaga menuju tingkat yang optimal.

Jika sambaran petir pada pesawat, untuk itu harus menguji sepenuhnya semua bagian pesawat untuk menemukan daerah-daerah jalan masuk dari sambaran petir dan titik-titik jalan keluar.

Gambar.3.1. Daerah Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang

Titik jalan masuk dan jalan keluar sambaran petir sering ditemukan di zona 1 (high probality), tetapi juga dapat terjadi di zona 2 dan 3. walaupun


(40)

demikian, sambaran petir dapat terjadi ke beberapa bagian dari pesawat udara termasuk badan pesawat terbang, bagian body, wing, antena, stabilizer vertikal,

stabilizer horizontal, dan bagian tepi wing trailing (zona 2).

Dalam susunan–susunan logam ini, kerusakan akibat sambaran petir sering tampak seperti lubang, tanda pembakaran atau sirkuler kecil. Lubang– lubang itu dapat dikelompokan dalam satu lokasi atau dibagi disekitar daerah yang besar, terbakar atau kelengkungan pada kulit pesawat juga menunjukan kerusakan dari sambaran petir.

Komponen pesawat udara dibuat dari bahan besi belerang magnet dan dapat menjadi magnet yang kuat ketika tertuju untuk arus sambaran petir. Perubahan waktu yang besar mengalirkan arus di susunan logam pesawat udara, mengalirnya sebuah sambaran petir (gelombang berjalan) akan dapat menyebabkan kemagnetan yang besar.

Sambaran petir sering terjadi pada pesawat udara di daerah zona 1(high

probability) dan keluar disebelah daerah zona 1 yang berbeda. Dengan teratur

sebuah sambaran petir dapat memasuki nose randome dan keluar dari pesawat udara pada salah satu tepi jejak stabilizer. Daerah yang biasa bagi sambaran petir untuk membuat sebuah titik jalan masuk dan keluar adalah: nose randome, wing

tips, engine nacelle lip, horizontal stablizer tips, dan vertical stabilizer tips, tetapi

juga sering ditemukan titik jalan masuk dan keluar sambaran petir ditemukan pada tepi lampu luar, gigi roda pendaratan, pintu gigi roda pendaratan, tempat pembuangan air., tetapi dimana daerah zona 3 dimana sambaran petir tidak sering terjadi.


(41)

Daerah-daerah zona 2 adalah daerah-daerah dimana sebuah titik awal masuk atau keluar tetapi jarang terjadi, tapi dimana saluran sambaran dapat didorong dari awal masuk atau keluar. Sebagai contoh: nose randome dapat menjadi daerah dari sebuah titik awal masuk, tapi saluran sambaran dapat didorong sepanjang badan pesawat terbang dari randome dengan gerak maju dari pesawat udara.

Sambaran petir dapat menyebabkan masalah-masalah terhadap sistem-sistem tenaga listrik dan kabel penerangan luar. Sistem listrik dirancang agar tahan terhadap sambaran petir dan bisa terjadi sebuah sambaran petir tanpa kerusakan. Tapi sebuah sambaran dari intensitas ketidakstabilan yang tinggi dapat kemungkinan menyebabkan kerusakan terhadap komponen-komponen sistem kelistrikan.


(42)

III.3. Static Discharger

Pada pesawat terbang masalah proteksi petir merupakan suatu alat pengaman yang tidak boleh diabaikan. Static Discharger membantu pelepasan muatan akibat sambaran petir pada badan pesawat dan melepaskanya ke udara.

Static Discharger ini berupa jarum-jarum yang panjangnya 30 cm yang terletak

pada sirip-sirip pesawat.

Gambar.3.2. Static Discharger Pada Sayap Boeing 737-200

Prinsip dari alat proteksi petir ini sebagai pembuang muatan statis ke udara bebas, yang mana isolasi yang dipergunakan pada lapisan luar badan pesawat merupakan isolasi yang tebal, jika terjadi tegangan yang diterapkan mencapai ketinggian tertentu, maka bahan isolasi ini akan melepaskan muatan listrik. Dalam melaksanakan pelepasanmuatan listrik ini dibantu oleh sebuah alat


(43)

jarum untuk dibuang ke udara bebas. Disamping tidak mengalami sambaran petir, pesawat ini tetap mengadakan sentuhan molekul-molekul bebas yang terdapat di udara.

Tujuan pelepasan sumbu yang statis adalah untuk membuang keelektrikan statis yang terkumpul pada pesawat saat terbang. Keelektrikan statis diciptakan ketika objek dengan sifat elektrik berbeda kontak, dan elektron yang bermuatan negatif dari satu unsur ditransfer ke yang lain. Ketidakseimbangan elektron ini menyebabkan elektron gagal/kehilangan obyek untuk menjadi bermuatan positif sedang yang lain menjadi bermuatan negatif.

Pergesekan statis terhadap pesawat, unsur itu berpindah gerakan sampai ke angkasa, pergesekan ini melepaskan unsur elektron dari atmosfir dan menyebabkan elektron untuk terkumpul pada kulit pesawat terbang.

Udara adalah salah satu bahan isolasi yang baik, pada saat pesawat terbang mencapai ketinggian 20 ribu kaki, maka tekanan udara cendrung menjadi lebih besar dan akan mencegah elektron berlebih dan kemudian mengembalikannya ke angkasa.

Muatan elektrik yang berada pada kulit pesawat ini dapat secepatnya menjadi sangat besar bahwa elektron yang berlebihan akan mengionisasikan butiran air dan menciptakan korona di sekitar bagian-bagian dari pesawat.

Korona ini akan melepaskan elektron ke udara sekitar, tetapi korona dapat menganggu sistem komunikasi yang memancarkan dan penerima gelombang radio, dari frekwensi antara 10 kHz dan 350 MHz di mana kebanyakan radio dan sistem komunikasi beroperasi.


(44)

BAB IV

SISTEM PROTEKSI PADA PESAWAT TERBANG BOEING 737-200 TERHADAP SAMBARAN PETIR

IV.1. Perlindungan Bagian Luar Pesawat Terbang Terhadap Sambaran Petir Struktur dari pesawat terbang Boeing 737-200 dirancang untuk menyediakan kekuatan maksimum dengan berat/beban yang minimum. Badan pesawat terbang ini telah dibuat dengan perancangan alur beban yang sempurna untuk mengurangi kerusakan akibat sambaran petir yang terjadi pada pesawat terbang, sehingga kegagalan dari proteksi badan pesawat terbang tidak membahayakan pesawat terbang tersebut, seluruh struktur badan pesawat terbang merupakan campuran logam alumunium yang terbaik, yang disesuaikan untuk menahan sambaran petir pada permukaan pesawat terbang.

Bahan dari pesawat terbang merupakan logam alumenium yang menutupi seluruh badan pesawat terbang. Adapun bahan spesifiksi dari badan pesawat terbang sebagai Penangkap Petir (kulit luar pesawat terbang Boeing 737 -200).

¾ Jenis : Penghantar (konduktor)

¾ Bahan : Aluminium 2024

¾ Tahanan : 0,15 ohm


(45)

(46)

Ketika petir menyambar badan pesawat terbang yang terbuat dari alumunium 2024, yang memiliki tahanan 0,15 ohm badan pesawat akan menjadi konduktor (penghantar) dimana akan terjadi gelombang berjalan yang mengakibatkan tegangan lebih oleh petir dan apabila tidak segera diatasi akan mempengaruhi sistem kelistrikan dari pesawat. Badan pesawat terbang yang terbuat dari alumunium 2024 ini berfungsi sebagai penangkap petir (Lightning

Conductor) dan juga sebagai konduktor yang dapat mengalirkan energi listrik ke

seluruh badan pesawat terbang

Pesawat terbang yang telah dialiri energi listrik yang diakibatkan oleh sambaran petir tadi akan mengalirkan energi listrik tersebut ke Static Discharger (alat pelepas muatan listrik statis) yang memiliki nilai tahanan yang lebih rendah yaitu 0,01 ohm. Static Discharger ini dibantu dengan tekanan udara tinggi/padat pada ketinggian 20 kaki untuk melepaskan energi listrik saat terjadi sambaran petir.

Sesuai dengan pergerakan dari pesawat terbang yang aerodinamis maka lama kelamaan energi listrik yang berada pada pesawat terbang tadi akan berkurang dan apabila masih terdapat energi listrik pada pesawat terbang maka pada saat mendarat (landing) akan disalurkan ke tanah dengan menggunakan

Static Grounding yang besar tahanannya 0,10 ohm terpasang pada ban atau roda

pesawat terbang. Adapun lokasi penempatan Static Grounding

¾ Nose Landing Gear

¾ Left Main Landing Gear


(47)

Static Grounding adalah proses dari satu hubungan atau lebih pada material logam

yang diketanahkan yang ditanahkan dengan pentanahan elektroda (suatu alur elektrik yang terpasang ke bumi). Static Grounding dibantu oleh Bondimg (terminal penghubung) dimana proses menghubungkan dua atau lebih kabel konduktor pentanahan bersama-sama dengan kabel konduktor pentanahan yang lain diantaranya ialah:

¾ Sistem Tenaga listrik

¾ Sistem Penerangan

¾ Sistem Instrumentasi

Pada pesawat terbang terdapat 18 buah Static Discharger terpasang pada sayap (wing) dan horizontal stabilizer serta terpasang pada Triling Edge Surface pesawat terbang. Static Discharger ini terbuat dari logam alumunium yang dibuat sedemikian rupa agar dapat memancarkan energi listrik kembali keudara. Adapun Spesifikasi dari Static Discharger:

¾ Bahan : - Bases Alumunium sebagai penahan

- Batang penghantar Alumunium (Rod Konduktor ) panjangnya 30 cm

¾ Tahanan :- 0,10 ohm untuk Bases (penahan) - 0,10 ohm untuk Batang penghantar - 0,01 ohm untuk Static Discharger


(48)

Gambar.4.2. Mekanisme Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang

Sambaran petir

Gelombang

Berjalan


(49)

Keterangan gambar 4.2 :

Mekanisme sambaran petir pada pesawat terbang boeing 737-200 terjadi saat adanya pertambahan muatan-muatan listrik yang secara terus menurus di awan dan lama kelamaan kuat medan antara awan itu dan bumi akan menjadi sedemikian besar sehingga pelepasan muatan terhadap bumi. Namun karena lebih dekat jarak antara awan ke pesawat terbang maka sambaran petir itu akan lebih dulu mengenai pesawat terbang dari pada ke bumi.

Proses sambaran petir ini terjadi pada permukaan pesawat terbang, karena permukaan pesawat terbang terbuat dari konduktor alumenium maka aliran listrik dari sambaran petir ini akan diteruskan ke seluruh badan pesawat terbang. Untuk pelepasan muatan listrik pada pesawat terbang ini dilakukan oleh Static

Discharger yang berbentuk jarum-jarum pada ujung sayap pesawat saat aliran

listrik dari sambaran petir mengalir ke ujung sayap pesawat terbang. Sedangkan muatan listrik yang tersisa dari sambaran petir tadi akan dilepaskan oleh Static

Grounding melalui ban pesawat terbang saat pesawat mendarat.

Untuk lebih detail gambarnya dapat dilihat pada gambat 4.3. yang merupakan schematic diagram sambaran petir pada pesawat terbang dan gambar 4.4 sampai 4.10 yang merupakan gambar Static Discharger dan Static Grounding.


(50)

Gambar.4.3. Schematic Diagram Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang

Awan

Awan

Static Grounding

Static

Discharger

Static Discharger

Static Discharger

Static Discharger Static

Discharger

Sambaran


(51)

Gambar.4.4. Static Discharger Pada Sayap Kiri Pesawat Boeing 737-200


(52)

Gambar.4.6. Static Discharger Pada Vertical Stabilizer


(53)

Gambar.4.8. Bentuk Fisik Static Discharger (Tip Discharger)


(54)

(55)

IV.2. Perlindungan Bagian Dalam Pesawat Terbang Terhadap Sambaran Petir

Struktur luar pesawat terbang yang tidak seluruhnya tersususun atas konduktor dapat memungkinkan terjadinya penetrasi fluks listrik. Celah yang dikenal dengan aperture itu merupakan tempat terjadinya penetrasi fluks baik untuk petir yang langsung menyambar pada badan pesawat terbang maupun radiasi akibat terjadinya sambaran disekitar pesawat terbang. Maka dari itu pesawat terbang Boeing 737-200 dilengkapi dengan “Line Replaceable Unit“ (LRU) yang terpasang pada beberapa langit atas badan pesawat terbang.

Line Replaceable Unit (LRU) berisi komponen mikrocirkuit yang peka

terhadap penetrasi fluks listrik dan juga muatan statik sebelum masuk kedalam pengkabelan pesawat terbang. Komponen ini dikenal dengan Electrostatic

Discharger Sensitive Device (ESDS). Alat ini dapat merasakan adanya muatan

dari beda potensial elektrik yang datang, sehingga dapat mengalirkan pada Static

Grounding akan menyimpan dan melepaskan saat pesawat akan mendarat


(56)

Gambar.4.11. Typical Boeing ESDS

. Ada tiga jenis lambang Electrostatic Discharger Sensitive Device (ESDS) meliputi lambang, militer, komersil dan suatu lambang internasional. Pada pesawat

Boeing 737-200 menggunakan lambang internasional.

Tujuan dari pembuatan lambang Electrostatic Discharger Sensitive

Device (ESDS) itu adalah untuk membantu teknisi dalam melakukan perawatan

pesawat terbang, sehingga tidak salah dalam mengenali setiap lambang itu karena setiap lambang berbeda spesifikasinya..


(57)

IV.3. Flow Chart Proses Terjadinya Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang

Badan Pesawat Terbang

Terjadinya Sambaran Petir Pada Bodi Pesawat Terbang

Sistem Proteksi Pada Pesawat Terbang

Statik Discharger

Yes

No

Fenomena Dan Gelombang Sambaran Petir

Pelepasan Muatan ke Udara

Static Grounding ESDS

&LRU START


(58)

Keterangan Flow Chart:

Proses terjadinya sambaran petir pada pesawat terbang Boeing 737-200 dimulai dari fenomena dan gelombang sambaran petir yang terjadi pada awan, kemudian setelah itu terjadi sambaran petir pada badan pesawat terbang, maka sistem proteksi yang ada pada badan pesawat terbang dan static discharger pun mulai bekerja, yang selanjutnya akan dilakukan pelepasan muatan listrik ke udara.

Jika semua muatan listrik telah dilepaskan ke udara maka sistem proteksi pesawat terbang terhadap sambaran petir berjalan dengan sempurna. Namun jika masih ada sisa muatan listrik pada saat pelepasan ke udara, maka ESDS (Electrostatic

Discharger Sensitive Device) atau LRU (line replaceable unit) pun bekerja

dengan merasakan adanya sisa muatan listrik pada pesawat, yang selanjutnya pelepasan sisa muatan listrik yang ada pada pesawat itu dilakukan dengan menggunakan static grounding dimana sisa muatan listrik akan dilepaskan saat pesawat mendarat (Landing).


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian diatas dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Akibat sambaran petir maka akan timbul tegangan lebih pada pesawat terbang dan apabila tidak diatasi akan merusak peralatan yang ada di pesawat.

2. Tegangan lebih akibat sambaran petir akan di Proteksi dengan peralatan yang dapat membuang muatan listrik statis yang terpasang pada badan pesawat terbang disebut dengan Static Discharger yang memiliki tahanan lebih rendah (0.01 ohm) disbanding dengan tahanan pada body pesawat (0.15 ohm).

3. Untuk Perlindungan (proteksi) di dalam pesawat terdapat LRU (line

replaceable unit) yang berisi komponen mikrocircuit komponen ini

dikenal dengan nama ESDS (Electrostatic Discharger Sensitif Device) yang dapat melindungi penetrasi fluks ke dalam pengkabelan pasa pesawat.

4. Kecepatan pesawat terbang akan mempengaruhi proses pembuangan (pelepasan) muatan listrik statis oleh Static Discharger yang diakibatkan oleh petir dan apabila masih terdapat muatan pada pesawat terbang akan dilepaskan pada saat pesawat mendarat (landing) dengan menggunakan


(60)

5. Generator merupakan sumber tegangan utama dari sistem kelistrikan pesawat terbang sehingga harus dilindungi dan proteksi pada generator menggunakan GCR (Generator Control Relay) yang berada pada GCU (Generator Control Unit).

V.2. Saran

Adapun saran penulis setelah mengambil kesimpulan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dari bahaya sambaran petir, kulit alumunium dari badan pesawat terbang harus dilakukan pemeriksaan secara teratur terutama akibat korosi yang disebabkan oleh cuaca.

2. Pembuangan muatan (Static Discharger) adalah alat pengaman yang mempunyai karakteristik tertentu yang harus dilakukan inspeksi secara priodik (pemeriksaan secara teratur).

3. Pada para teknisi, bekerja harus selalu berdasarkan prosedur yang telah ditentukan di dalam buku manual Boeing 737 series 200 dalam pelaksanaan pemeriksaan secara priodik (pemeriksaan secara teratur).


(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar A, Teknik teganganTinggi, PT. Pradya Paramita 2. Boeing Industri, Maintenance Manual, Electrical Power Boeing 737 3. Boeing Industri, Training Manual, Electrical Power Boeing 737 4. Boeing Industri, Training Manual, Demensions and Area Boeing 737 5. Boeing Industri, Maintenance Checks, Time Limits Boeing 737 6. Boing Industri, Standart Practise, Air Frame, Boeing 737

7. Dauglas C. Giancoli “ Fisika “ Edisi Kelima Jilid 2 Penerbit Erlangga.

8. Hutauruk. TS “ Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Institut Teknologi Bandung 1991.

9. Iwa Garniwa MK, Arif Irawanto, dan Made Ardita, “Seminar Analisis Transien Tegangan.”

10. Liang Chi Shen/Jin Au Kong “Aplikasi Elektromagnetik” Edisi Ketiga, PT. Gelora Aksara Pratama.


(1)

Gambar.4.11. Typical Boeing ESDS

. Ada tiga jenis lambang Electrostatic Discharger Sensitive Device (ESDS) meliputi lambang, militer, komersil dan suatu lambang internasional. Pada pesawat

Boeing 737-200 menggunakan lambang internasional.

Tujuan dari pembuatan lambang Electrostatic Discharger Sensitive

Device (ESDS) itu adalah untuk membantu teknisi dalam melakukan perawatan

pesawat terbang, sehingga tidak salah dalam mengenali setiap lambang itu karena setiap lambang berbeda spesifikasinya..


(2)

IV.3. Flow Chart Proses Terjadinya Sambaran Petir Pada Pesawat Terbang

Badan Pesawat Terbang

Terjadinya Sambaran Petir Pada Bodi Pesawat Terbang

Sistem Proteksi Pada Pesawat Terbang

Statik Discharger

Yes

No Fenomena Dan

Gelombang Sambaran Petir

Pelepasan Muatan ke Udara

Static Grounding ESDS

&LRU

START


(3)

Keterangan Flow Chart:

Proses terjadinya sambaran petir pada pesawat terbang Boeing 737-200 dimulai dari fenomena dan gelombang sambaran petir yang terjadi pada awan, kemudian setelah itu terjadi sambaran petir pada badan pesawat terbang, maka sistem proteksi yang ada pada badan pesawat terbang dan static discharger pun mulai bekerja, yang selanjutnya akan dilakukan pelepasan muatan listrik ke udara.

Jika semua muatan listrik telah dilepaskan ke udara maka sistem proteksi pesawat terbang terhadap sambaran petir berjalan dengan sempurna. Namun jika masih ada sisa muatan listrik pada saat pelepasan ke udara, maka ESDS (Electrostatic

Discharger Sensitive Device) atau LRU (line replaceable unit) pun bekerja

dengan merasakan adanya sisa muatan listrik pada pesawat, yang selanjutnya pelepasan sisa muatan listrik yang ada pada pesawat itu dilakukan dengan menggunakan static grounding dimana sisa muatan listrik akan dilepaskan saat pesawat mendarat (Landing).


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian diatas dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Akibat sambaran petir maka akan timbul tegangan lebih pada pesawat terbang dan apabila tidak diatasi akan merusak peralatan yang ada di pesawat.

2. Tegangan lebih akibat sambaran petir akan di Proteksi dengan peralatan yang dapat membuang muatan listrik statis yang terpasang pada badan pesawat terbang disebut dengan Static Discharger yang memiliki tahanan lebih rendah (0.01 ohm) disbanding dengan tahanan pada body pesawat (0.15 ohm).

3. Untuk Perlindungan (proteksi) di dalam pesawat terdapat LRU (line

replaceable unit) yang berisi komponen mikrocircuit komponen ini

dikenal dengan nama ESDS (Electrostatic Discharger Sensitif Device) yang dapat melindungi penetrasi fluks ke dalam pengkabelan pasa pesawat.

4. Kecepatan pesawat terbang akan mempengaruhi proses pembuangan (pelepasan) muatan listrik statis oleh Static Discharger yang diakibatkan oleh petir dan apabila masih terdapat muatan pada pesawat terbang akan dilepaskan pada saat pesawat mendarat (landing) dengan menggunakan


(5)

5. Generator merupakan sumber tegangan utama dari sistem kelistrikan pesawat terbang sehingga harus dilindungi dan proteksi pada generator menggunakan GCR (Generator Control Relay) yang berada pada GCU (Generator Control Unit).

V.2. Saran

Adapun saran penulis setelah mengambil kesimpulan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dari bahaya sambaran petir, kulit alumunium dari badan pesawat terbang harus dilakukan pemeriksaan secara teratur terutama akibat korosi yang disebabkan oleh cuaca.

2. Pembuangan muatan (Static Discharger) adalah alat pengaman yang mempunyai karakteristik tertentu yang harus dilakukan inspeksi secara priodik (pemeriksaan secara teratur).

3. Pada para teknisi, bekerja harus selalu berdasarkan prosedur yang telah ditentukan di dalam buku manual Boeing 737 series 200 dalam pelaksanaan pemeriksaan secara priodik (pemeriksaan secara teratur).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar A, Teknik teganganTinggi, PT. Pradya Paramita 2. Boeing Industri, Maintenance Manual, Electrical Power Boeing 737 3. Boeing Industri, Training Manual, Electrical Power Boeing 737 4. Boeing Industri, Training Manual, Demensions and Area Boeing 737 5. Boeing Industri, Maintenance Checks, Time Limits Boeing 737 6. Boing Industri, Standart Practise, Air Frame, Boeing 737

7. Dauglas C. Giancoli “ Fisika “ Edisi Kelima Jilid 2 Penerbit Erlangga.

8. Hutauruk. TS “ Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Institut Teknologi Bandung 1991.

9. Iwa Garniwa MK, Arif Irawanto, dan Made Ardita, “Seminar Analisis Transien Tegangan.”

10. Liang Chi Shen/Jin Au Kong “Aplikasi Elektromagnetik” Edisi Ketiga, PT. Gelora Aksara Pratama.