Analisis Pemetaan Sambaran Petir Akibat Bangunan BTS Terhadap Lingkungan Dan Sekitarnya Di Kota Medan

(1)

ANALISIS PEMETAAN SAMBARAN PETIR AKIBAT

BANGUNAN BTS TERHADAP LINGKUNGAN DAN

SEKITARNYA DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

LESTARI NAOMI LYDIA PANDIANGAN

087004003/PSL

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ANALISIS PEMETAAN SAMBARAN PETIR AKIBAT

BANGUNAN BTS TERHADAP LINGKUNGAN DAN

SEKITARNYA DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LESTARI NAOMI LYDIA PANDIANGAN

087004003/PSL


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PEMETAAN SAMBARAN PETIR AKIBAT BANGUNAN BTS TERHADAP LINGKUNGAN DAN SEKITARNYA DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Lestari Naomi Lydia Pandiangan

Nomor Pokok : 087004003

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D) Ketua

(Ir. O.K. Nazaruddin Hisyam, M.S) (Ir. Tuban Wiyoso, M.Si)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 15 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D

Anggota : 1. Ir. OK. Nazaruddin Hisyam, MS


(5)

ABSTRAK

Sumatera bagian utara mempunyai daerah potensi rawan petir karena daerah ini mempunyai topografi yang memungkinkan tumbuhnya awan-awan konvektif di sekitar lereng pegunungan arah timur seperti Kota Medan. Bencana petir dapat berupa serangan petir yang mengganggu transmisi listrik tegangan tinggi, dan dapat merenggut nyawa bagi yang terkena serangan langsung.

Begitu besar bahaya yang ditimbulkan akibat adanya sambaran petir ini, sehingga masyarakat perlu waspada dan hati-hati pada saat terjadi hujan disertai petir, apalagi bagi masyarakat yang tinggal berada di bawah atau di sekitar menara BTS

(base tranceiver station). Hal ini dikarenakan secara umum petir akan lebih suka

menyambar bagian-bagian di permukaan bumi yang memiliki struktur tinggi

(gedung-gedung tinggi, tower BTS, menara transmisi tegangan tinggi) dan lebih suka

memilih struktur yang terbuat dari material konduktif seperti metal.

Adanya analisis pemetaan sambaran petir akibat bangunan BTS terhadap lingkungan dan sekitarnya di Kota Medan dapat membantu semua pihak dalam meminimalisir resiko bencana yang diakibatkan oleh sambaran petir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh bangunan BTS terhadap intensitas sambaran petir dikawasan perkotaan dan pemukiman penduduk dan membuat klasifikasi intensitas daerah sambaran petir di Kota Medan.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data primer yaitu data sebaran BTS di Kota Medan dan data sekunder yaitu data petir di Kota Medan yang didapat dari Stasiun Geofisika Tuntungan,BMKG. Data yang digunakan adalah data

kejadian petir CG (cloud to ground) di Kota Medan selama 4 tahun (2006 – 2009)

dan 190 BTS pada 16 kecamatan di Kota Medan.

Analisis data untuk menentukan apakah ada pengaruh pertambahan jumlah BTS dan kejadian petir CG di selama 4 tahun digunakan uji statistik beda rata-rata (uji t), uji probabilitas dan korelasi-regresi terhadap jumlah BTS dan jumlah kejadian petir CG (2006 - 2009). Untuk membuat peta klasifikasi intensitas sambaran petir

digunakan software arcview gis 3.3.

Hasil penelitian dan pengolahan menunjukan adanya pengaruh yang sangat nyata antara pertambahan jumlah BTS dan kejadian petir CG pada tahun 2006 - 2009.

Berdasarkan hasil overlay peta klasifikasi intensitas sambaran petir menunjukkan

intensitas petir tinggi terdapat pada kecamatan yang banyak terdapat bangunan BTS.


(6)

ABSTRACT

Northern Sumatra has a lightning-prone areas because it has topography that allows the growth of convective clouds around the mountain slopes direct to the east, such as Medan. Lightning disasters can manifest as lightning attack which with interfere the high voltage electricity transmission, and can be fatal whoever who comes into direct contact with it.

The danger caused by a lightning strike is so great, so that the community has to be extra needs to be vigilant and cautious at the time of rain accompanied by lightning, especially for those living under or around the base tranceiver station (BTS). This is because lightning generally prefer to strike parts of the earth that has high structures, such as tall buildings, tower base stations, high voltage transmission towers and are more attracted to structures that made of conductive material like metal.

With the existence of the mapping analysis of lightning strike because of BTS Building towards the environment and its surrounding in Medan can help all parties in minimalize the risk of disaster caused by lightning strikes.

This study is aimed to investigate whether the BTS buildings have an effect on the intensity of the lightning strike in city and residential area, it is also to make classification of the intensity of lightning strike areas in the city of Medan.

This study was conducted using primary data, BTS data distribution in Medan and secondary data, lightning data in Medan obtained from Tuntungan Geophysical Station, BMKG. The data is coming from the cloud to ground (CG) lightning occurrence data in the city of Medan in four years (2006-2009) and from 190 base stations in 16 districts in the city of Medan.

Data analysis is used to determine whether there is an influence from the increase of base stations and event of the CG lightning during this four years. It is analysed with using of statistical average (t test), test probability and correlation-regression to the number of base stations and the number of CG lightning events (2006-2009). Further more, in making influence from lightning strike intensity classification map, it is used the GIS software arcView 3.3.

Results of the study showed the significant influence from the number of BTS to CG lightning events in the year 2006-2009. Based on the intensity classification map overlay, it is shown that the intensity of a lightning attack high in


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena penyertaan dan berkat serta anugrahNya maka penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Selesainya penyusunan tesis ini merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa melalui kerja keras, bantuan, pengorbanan dan dukungan doa dari berbagai pihak.

Oleh karena itu penulis merasa wajib untuk menghaturkan terima kasih secara

khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D.,Bapak

Ir. OK. Nazaruddin Hisyam, MS dan Bapak Ir. Tuban Wiyoso, M.Si yang telah memberikan bimbingan penyusunan tesis ini dengan sangat simpatik, telaten, sabar dan bijaksana.

Penulis juga merasa harus mengucapkan terima kasih kepada:

1. Direktur Sekolah Pascasarjana USU dan Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah berkenan menerima penulis untuk belajar di Program Studi ini.

2. Kepala Stasiun Geofisika Tuntungan, yang telah memberikan dukungan kepada

penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2.

3. Mama tercinta, bang Julius, eda Carolin, bang Togar, kak Rumindang, bang

Sebastian, kak Deborah, keponakanku Cedric, Abisya, Vania serta yang terkasih Renol Simatupang yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan untuk suksesnya penulis dalam menyelesaikan S2 ini. Serta penulis persembahkan tesis


(8)

ini untuk Papa terkasih yang telah pulang kepangkuan BAPA di sorga karena selama hidupnya menjadi panutan buat penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan setinggi-tingginya.

4. Rekan-rekan pegawai Stasiun Geofisika Tuntungan juga khususnya Harry dan

Wisnu yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

5. Rekan-rekan mahasiswa S2 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan USU dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.

Di dalam tesis ini tentu masih banyak terdapat banyak kekurangan, meskipun telah disusun dengan cermat dan bersumber dari berbagai acuan. Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih dan sangat bangga apabila pembaca berkenan memberi saran dan koreksi. Saran dan koreksi dapat disampaikan melalui LestariPandiangan@yahoo.co.id. Kendatipun disadari masih banyak kekurangan di dalam tesis ini, penulis tetap berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2010


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 24 Nopember 1982. Penulis merupakan anak ke-5 dari 5 bersaudara sebagai puteri dari Bapak Samuel P. Pandiangan, Dipl. Eng, SE (alm) dan Ibu Ida Rismawati Sinaga.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1988-1994, menempuh pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 12 Pagi

Jakarta.

2. Tahun 1994-1997, menempuh pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri 134

Jakarta.

3. Tahun 1997-2000, menempuh pendidikan tingkat atas di SMU Negeri 112 Jakarta.

4. Tahun 2000-2003, menempuh pendidikan DIII Geofisika di Akademi Meteorologi

dan Geofisika Jakarta.

5. Tahun 2005-2008, menempuh pendidikan S1 Matematika di FMIPA Universitas

Sumatera Utara.

6. Tahun 2008, memasuki Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 4

1.3. Perumusan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian... 4

1.5. Hipotesis Penelitian ... 4

1.6. Manfaat Penelitian ... 5

1.7. Kerangka Konseptual ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Landasan Teori ... 7

2.2. Petir ... 8

2.3. Tipe Petir ... 14

2.3.1. Petir Awan ke Tanah (CG) ... 14

2.3.2. Petir dalam Awan (IC) ... 15

2.3.3. Petir Awan ke Awan (CC)... 15

2.3.4. Petir Awan ke Udara (CA)... 16

2.4. Bahaya Petir ... 16

2.4.1. Bahaya Petir pada Manusia ... 16

2.4.2. Bahaya Petir pada Pohon... 17

2.4.3. Bahaya Petir pada Bangunan... 17

2.5. BTS (Base Transceiver Station)... 18

2.5.1. Lightning Arrester... 22


(11)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 31

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.3.1. Pengumpulan Data ... 31

3.4. Analisis Data ... 32

3.4.1. Pembuktian Hipotesis yang Pertama ... 32

3.4.1.1. Uji beda rata-rata (uji-t)... 32

3.4.1.2. Uji dengan perhitungan regresi-korelasi ... 33

3.4.1.3. Uji probabilitas ... 33

3.4.2. Pembuktian Hipotesis yang Kedua... 34

3.4.2.1 ArcView GIS... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

4.1. Analisis Rata-rata Jumlah BTS dan Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2006-2009 ... 37

4.1.1. Hasil Uji Hipotesis yang Pertama dengan Menggunakan Uji Statistik ... 37

4.1.1.1. Hasil uji beda rata-rata (uji-t) ... 37

4.1.1.2. Hasil uji regresi-korelasi ... 40

4.1.1.3. Hasil uji probabilitas ... 46

4.1.2. Hasil Uji Hipotesis yang Kedua ... 48

4.1.2.1. Pemetaan persebaran petir dan BTS dengan menggunakan ArcView GIS 3.3 ... 48

4.2. Pemetaan Iso Strokes Daerah Penelitian ... 70

4.3. Evaluasi Hasil Analisis dan Pemetaan Intesitas Sambaran Petir ... 72

4.3.1. Dampak terhadap Lingkungan Sekitar Tower BTS ... 73

4.3.2. Pemanfaatan Informasi Jumlah Sebaran Petir dan BTS ... 74

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1. Kesimpulan ... 76

5.2. Saran... 76


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Uji Beda Rata-rata ... 37

2. Rekapitulasi Hasil Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Petir CG ... 46

3. Probabilitas Jumlah Petir pada awan Cb... 46


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Atlas Awan... 9

2. Proses Pelepasan Muatan dari Awan ke Tanah (a) ... 9

3. Proses Pelepasan Muatan dari Awan ke Tanah (b)... 10

4. Peta Iso Kronik Level Tahun 1991-2006 ... 13

5. Tipe Awan Ke Tanah/Cloud to Ground (CG)... 15

6. Tipe Petir dalam Awan/Intercloud (IC) ... 15

7. Tipe Awan ke Awan/Cloud to Cloud (CC)... 15

8. Tipe Awan Ke Udara/Cloud to Air (CA) ... 16

9. Tower BTS ... 18

10. Peta Lokasi Sebaran Data Penelitian... 30

11. Peta Persebaran BTS Tahun 2006-2009 ... 36

12. Grafik (Histogram) Jumlah BTS Tahun 2006... 38

13. Grafik (Histogram) Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2006 ... 38

14. Grafik (Histogram) Jumlah BTS Tahun 2007... 38

15. Grafik (Histogram) Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2007 ... 39

16. Grafik (Histogram) Jumlah BTS Tahun 2008... 39

17. Grafik (Histogram) Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2008 ... 39


(14)

19. Grafik (Histogram) Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2009 ... 40

20. Grafik Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Kota Medan Tahun 2006-2009 ... 41

21. Grafik Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2006-2009... 42

22. Grafik Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut Tahun 2006-2009 ... 43

23. Grafik Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2006-2009 ... 44

24. Grafik Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Barat Daya Tahun 2006-2009 ... 45

25. Peta Persebaran BTS dan Petir Tahun 2006 ... 48

26. Peta Persebaran BTS dan Petir Tahun 2007 ... 49

27. Peta Persebaran BTS dan Petir Tahun 2008 ... 50

28. Peta Persebaran BTS dan Petir Tahun 2009 ... 51

29. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2006 ... 52

30. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2007 ... 53

31. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2008 ... 54

32. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2009 ... 55 33. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut


(15)

35. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut

Tahun 2008 ... 58

36. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut Tahun 2009 ... 59

37. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2006 ... 60

38. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2007 ... 61

39. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2008 ... 62

40. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2009 ... 63

41. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Daya Tahun 2006 ... 64

42. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Daya Tahun 2007 ... 65

43. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Daya Tahun 2008 ... 66

44. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Daya Tahun 2009 ... 67

45. Peta Klasifikasi Intensitas Sebaran Petir Daerah Penelitian ... 69

46. Peta Iso Strokes Daerah Penelitian (a) ... 70


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Hasil Perhitungan Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG

Kota Medan... 81

2. Hasil Perhitungan Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut ... 82

3. Hasil Perhitungan Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut... 83

4. Hasil Perhitungan Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Tenggara ... 84

5. Hasil Perhitungan Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Barat Daya ... 85

6. Jarak aman Tower BTS dengan Bangunan sekitar ... 86

7. Peta Persebaran Petir pada awan CB 7 Maret 2008 ... 87

8. Peta Persebaran Petir pada awan CB 1 Juni 2008 ... 88

9. Layout Radar 7 Maret 2008... 89

10. Layout Radar 1 Juni 2008 ... 90

11. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Amplas ... 91

12. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Area... 92

13. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Barat ... 93


(17)

17. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Johor... 97

18. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Kota... 98

19. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Maimun ... 99

20. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Perjuangan... 100

21. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Petisah ... 101

22. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Polonia ... 102

23. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Selayang ... 103

24. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Sunggal... 104

25. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Timur... 105

26. Peta Persebaran Petir Kecamatan Medan Tuntungan ... 106

27. Data Time Series Petir CG di Kota Medan Tahun 2006-2009 ... 107

28. Data Jumlah BTS di Kota Medan Tahun 2006-2009... 109

29. Data Lokasi BTS Penelitian Tahun 2006... 110

30. Data Lokasi BTS Penelitian Tahun 2007... 114

31. Data Lokasi BTS Penelitian Tahun 2008... 115


(18)

ABSTRAK

Sumatera bagian utara mempunyai daerah potensi rawan petir karena daerah ini mempunyai topografi yang memungkinkan tumbuhnya awan-awan konvektif di sekitar lereng pegunungan arah timur seperti Kota Medan. Bencana petir dapat berupa serangan petir yang mengganggu transmisi listrik tegangan tinggi, dan dapat merenggut nyawa bagi yang terkena serangan langsung.

Begitu besar bahaya yang ditimbulkan akibat adanya sambaran petir ini, sehingga masyarakat perlu waspada dan hati-hati pada saat terjadi hujan disertai petir, apalagi bagi masyarakat yang tinggal berada di bawah atau di sekitar menara BTS

(base tranceiver station). Hal ini dikarenakan secara umum petir akan lebih suka

menyambar bagian-bagian di permukaan bumi yang memiliki struktur tinggi

(gedung-gedung tinggi, tower BTS, menara transmisi tegangan tinggi) dan lebih suka

memilih struktur yang terbuat dari material konduktif seperti metal.

Adanya analisis pemetaan sambaran petir akibat bangunan BTS terhadap lingkungan dan sekitarnya di Kota Medan dapat membantu semua pihak dalam meminimalisir resiko bencana yang diakibatkan oleh sambaran petir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh bangunan BTS terhadap intensitas sambaran petir dikawasan perkotaan dan pemukiman penduduk dan membuat klasifikasi intensitas daerah sambaran petir di Kota Medan.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data primer yaitu data sebaran BTS di Kota Medan dan data sekunder yaitu data petir di Kota Medan yang didapat dari Stasiun Geofisika Tuntungan,BMKG. Data yang digunakan adalah data

kejadian petir CG (cloud to ground) di Kota Medan selama 4 tahun (2006 – 2009)

dan 190 BTS pada 16 kecamatan di Kota Medan.

Analisis data untuk menentukan apakah ada pengaruh pertambahan jumlah BTS dan kejadian petir CG di selama 4 tahun digunakan uji statistik beda rata-rata (uji t), uji probabilitas dan korelasi-regresi terhadap jumlah BTS dan jumlah kejadian petir CG (2006 - 2009). Untuk membuat peta klasifikasi intensitas sambaran petir

digunakan software arcview gis 3.3.

Hasil penelitian dan pengolahan menunjukan adanya pengaruh yang sangat nyata antara pertambahan jumlah BTS dan kejadian petir CG pada tahun 2006 - 2009.

Berdasarkan hasil overlay peta klasifikasi intensitas sambaran petir menunjukkan


(19)

ABSTRACT

Northern Sumatra has a lightning-prone areas because it has topography that allows the growth of convective clouds around the mountain slopes direct to the east, such as Medan. Lightning disasters can manifest as lightning attack which with interfere the high voltage electricity transmission, and can be fatal whoever who comes into direct contact with it.

The danger caused by a lightning strike is so great, so that the community has to be extra needs to be vigilant and cautious at the time of rain accompanied by lightning, especially for those living under or around the base tranceiver station (BTS). This is because lightning generally prefer to strike parts of the earth that has high structures, such as tall buildings, tower base stations, high voltage transmission towers and are more attracted to structures that made of conductive material like metal.

With the existence of the mapping analysis of lightning strike because of BTS Building towards the environment and its surrounding in Medan can help all parties in minimalize the risk of disaster caused by lightning strikes.

This study is aimed to investigate whether the BTS buildings have an effect on the intensity of the lightning strike in city and residential area, it is also to make classification of the intensity of lightning strike areas in the city of Medan.

This study was conducted using primary data, BTS data distribution in Medan and secondary data, lightning data in Medan obtained from Tuntungan Geophysical Station, BMKG. The data is coming from the cloud to ground (CG) lightning occurrence data in the city of Medan in four years (2006-2009) and from 190 base stations in 16 districts in the city of Medan.

Data analysis is used to determine whether there is an influence from the increase of base stations and event of the CG lightning during this four years. It is analysed with using of statistical average (t test), test probability and correlation-regression to the number of base stations and the number of CG lightning events (2006-2009). Further more, in making influence from lightning strike intensity classification map, it is used the GIS software arcView 3.3.

Results of the study showed the significant influence from the number of BTS to CG lightning events in the year 2006-2009. Based on the intensity classification map overlay, it is shown that the intensity of a lightning attack high in

the area that has many BTS buildings.


(20)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya alam ialah sumber daya yang terbentuk karena kekuatan alamiah misalnya tanah, air, dan perairan, biotis (sumber daya hayati), udara, ruang, mineral,

bentang alam (landscape), panas bumi dan gas bumi, angin, pasang surut/arus laut.

Sumber daya alam yang ada merupakan unsur dari lingkungan hidup yang mendukung kehidupan di muka bumi (Soeyani, 1987).

Meski teknologi relatif sudah canggih, masih ada orang yang tewas disambar

petir. Bukan hanya di luar rumah, lecutan listrik di angkasa ini bisa masuk rumah dan mengenai orang-orang di dalamnya. Tak terhitung harta benda yang rusak akibat sambaran petir.

Sumatera bagian utara mempunyai daerah potensi rawan petir karena daerah ini mempunyai topografi yang memungkinkan tumbuhnya awan-awan konvektif di sekitar lereng pegunungan dengan bentuk geomorfologi yang landai dan curam. Bencana petir dapat berupa serangan petir yang mengganggu transmisi listrik tegangan tinggi, dan dapat merenggut nyawa bagi yang terkena serangan langsung.

Begitu besar bahaya yang ditimbulkan akibat adanya sambaran petir ini, sehingga masyarakat perlu waspada dan hati-hati pada saat terjadi hujan disertai petir,


(21)

Hal ini dikarenakan secara umum petir akan lebih memilih menyambar bagian-bagian di permukaan bumi yang memiliki bangunan tinggi (gedung-gedung tinggi, tower BTS, menara transmisi tegangan tinggi) dan lebih suka memilih struktur

yang terbuat dari metal. Tower BTS telah menjadi problem perkotaan dengan isu

yang dikemukakan adanya efek negatif gelombang elektromagnetik. Problem utama

menara BTS bukanlah radiasi yang melainkan justru problem utama kehadiran tower

BTS di sekitar pemukiman penduduk adalah sambaran petir yang mengenainya. Jika terdapat sejumlah awan bermuatan dengan medan statis yang cukup untuk terjadi

petir, maka obyek yang pertama kali dikenai sambaran petir yaitu tower BTS, karena

memiliki struktur yang menjulang tinggi dan terbuat dari bahan logam. Praktis jumlah

sambaran petir di sekitar tower BTS akan meningkat, bukannya berkurang, sehingga

apabila dipasang logam lancip di ujung tower, bukan penangkal petir namanya,

namun lebih tepat sebagai pemicu/pemanggil petir (Gallangher and Pearmain, 1991).

Indonesia memiliki 200 hari guruh, jika dibandingkan dengan USA 100 hari, Brasil 140 hari dan Afrika 60 hari (Husni, 2006). Hal ini pernah tercatat dalam

Guinness Book of Records pada tahun 1988. Besar medan listrik minimal yang

dihasilkan oleh petir bisa mencapai 1 mega volt per meter. Sehingga bisa

dibayangkan, apa yang terjadi jika sambaran petir mengenai tower BTS ataupun


(22)

Pihak pemilik tower BTS tentu sudah mengetahui dan memperhitungkan bahaya yang diakibatkan oleh sambaran petir ini, sehingga untuk mengantisipasi

adanya kenaikan tegangan yang sangat tinggi secara tiba-tiba karena petir, tower BTS

telah dilengkapi dengan sistem penyalur arus petir yang disebut grounding system

dan peralatan proteksi yang disebut arrester. Jika kondisi sistem pengetanahan tidak

baik, misalnya di daerah bebatuan, hal ini dapat menyebabkan nilai resistensi tinggi. Maka tegangan akibat sambaran petir yang melewati sistem pengetanahan akan semakin tinggi. Efek medan listrik yang timbul akibat adanya sambaran petir pada

tower BTS akan semakin besar sehingga dapat merusak piranti elektronik, jaringan

kabel telekomunikasi, jaringan data, dan keselamatan manusia yang ada di sekitarnya (As-syakur, 2009).

Saat ini hampir di seluruh kawasan Sumatera Utara rawan petir. Namun, lebih nyata di kawasan lereng pegunungan arah timur seperti Medan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian khususnya “Analisis Pemetaan Sambaran Petir Akibat Bangunan BTS terhadap Lingkungan dan Sekitarnya di Kota Medan”. Penelitian tersebut dilakukan dalam upaya meneliti dan mengetahui daerah mana yang mempunyai tingkat intensitas sambaran petir yang tinggi yang diakibatkan bangunan BTS di Kota Medan.


(23)

1.2. Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah pada penentuan intensitas sambaran petir, lokasi dan jumlah BTS di daerah kawasan perkotaan dan pemukiman penduduk di Kota Medan.

1.3. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah bangunan BTS di Kota Medan berpengaruh terhadap tingkat intensitas

petir di kawasan perkotaan dan pemukiman penduduk.

2. Bagaimana klasifikasi intensitas daerah sambaran petir di Kota Medan.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui adanya pengaruh bangunan BTS terhadap intensitas sambaran

petir di kawasan perkotaan dan pemukiman penduduk di Kota Medan.

2. Membuat klasifikasi intensitas daerah sambaran petir di Kota Medan.

1.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dalam penulisan ini maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagi berikut:

1. Ada pengaruh bangunan BTS terhadap intensitas sambaran petir di kawasan


(24)

2. Di duga daerah di Kota Medan yang mempunyai tingkat intensitas sambaran petir tinggi daerah yang dekat dengan bangunan BTS.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai:

1. Dasar pertimbangan bagi perusahaan telekomunikasi di Kota Medan dalam

melakukan perencanaan perlindungan terhadap sambaran petir di kawasan pemukiman penduduk yang terdapat bangunan BTS.

2. Bagi pengambil kebijakan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

menyusun rencana pembangunan di Kota Medan.

3. Dapat diketahui daerah yang mempunyai tingkat intensitas sambaran petir yang


(25)

1.7. Kerangka Konseptual

Tahapan proses teknis analisis daerah intensitas petir sebagai berikut:

 

Lightning Detector

(LD) 

Radar Peta Rupa Bumi Indonesia Hasil Wawancara Data BTS Data Petir Peta Sebaran Petir CG Peta Sebaran BTS Peta Sebaran Petir pada Awan Cb Uji Statistik Peta Sebaran Petir CG dan BTS Probabilitas Data Petir pada awan Cb Klasifikasi Intensitas Sambaran Petir CG Peta Klasifikasi Intensitas Sambaran Petir CG

Evaluasi Pengaruh Bangunan BTS terhadap Intensitas Sambaran Petir di Kawasan

Perkotaan dan Pemukiman Penduduk di Kota Medan.

Survei Lapangan                                       


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Guntur adalah bunyi yang diikuti dengan cahaya kilat, hal ini disebabkan adanya pemanasan secara mendadak yang berkembang di sepanjang lintasan kilat tersebut. Munculnya guntur diawali dengan adanya pelepasan muatan listrik positif (+) ke medan listrik yang bermuatan negatif (-) dari awan-awan konvektif yang

disertai dengan adanya cahaya kilat (lightning). Sumber terjadinya kilat berasal dari

lompatan bunga api listrik yang terjadi antar medan muatan listrik dari awan dengan

awan (intra/inter cloud), awan dengan massa udara (cloud and air mass), dan terjadi

antara awan dengan permukaan bumi (cloud and ground). Sedangkan badai guntur

didefinisikan sebagai peristiwa satu atau lebih pelepasan listrik udara secara mendadak. Hal ini sebagai perwujudan dari cahaya kilat dan disertai adanya suara gemuruh yang sangat keras (Byers, 1997).

Petir terjadi karena ada pergerakan vertikal di udara. Pergerakan vertikal ini menyebabkan pemisahan muatan elektro negatif dan elektro positif. Pemisahan muatan ini pada akhirnya akan menimbulkan loncatan muatan di udara yang disebut petir (Malan, 1963).


(27)

2.2. Petir

Petir merupakan pelepasan muatan elektrostatis berasal dari badai guntur. Pelepasan muatan ini disertai dengan pancaran cahaya dan radiasi elektromagnetik lainnya (Uman, 1987). Pada musim hujan petir perlu diwaspadai, petir biasanya muncul pada saat akan hujan atau ketika hujan sudah turun. Namun, bukan berarti setiap hujan dan mendung akan selalu disertai petir dan hanya terjadi jika ada awan

cumulonimbus (Cb). Awan cumulonimbus adalah awan yang terjadi sangat cepat

akibat pemanasan tinggi di permukaan bumi. Pemanasan di permukaan bumi ini mendorong uap air naik ke atas dengan cepat. Oleh karena itu, ciri-ciri awan cumulonimbus adalah bentuknya yang menggumpal seperti kapas dan membubung tinggi di langit (Byers, 1997). Dari kejauhan awan cumulonimbus penghasil petir mudah dikenali. Namun, kalau orang tepat berada di bawahnya, keberadaan awan ini agak sulit dideteksi, kalau tiba-tiba langit berubah menjadi gelap dan angin sedikit kencang, berarti kita berada di bawah cumulonimbus. Jika sejak pagi sudah turun hujan, bisa dipastikan petir tidak akan muncul. Ini disebabkan kondisi permukaan bumi tidak cukup panas untuk membentuk awan petir (Hidayat, 2008).

Energi pelepasan petir itu begitu besar sehingga menimbulkan rentetan cahaya, panas, dan bunyi menggelegar yang disebut geluduk atau geledek. Ada juga yang menyebut guntur atau halilintar. Geluduk, guntur, atau halilintar ini dapat menghancurkan bangunan, membunuh manusia, dan memusnahkan pohon. Sedemikian besarnya energi petir itu sampai-sampai langit menjadi terang (Byers, 1997).


(28)

Gambar 1. Atlas Awan

Terbentuknya petir (Viemeister, 1972) adalah sebagai berikut (Gambar 2):

1. Pemisahan muatan positif dan negatif dalam awan atau udara.

2. Bintik hujan atau es terpolarisasi melalui medan listrik di atmosfir.

3. Kristal positif naik sehingga puncak awan bermuatan positif, yang bermuatan

negatif dan batu es berkumpul di lapisan tengah dan bawah awan sehingga membentuk muatan negatif.

   


(29)

 

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3

 

Langkah 4 Langkah 5

Gambar 3. Proses Pelepasan Muatan dari Awan ke Tanah (b) Keterangan Gambar 3

Langkah 1

1. Sambaran petir tipe CG bermula dari badai. Di bawah pengaruh medan listrik

antara awan dan tanah terbentuk saluran bermuatan negatif sangat lemah yang

disebut dengan “stepped leader ” (lidah petir) yang muncul dari dasar badai dan

menjalar ke tanah berbentuk seperti tangga-tangga sepanjang 50 meter dalam waktu 1 mikro detik.

2. Stepped leader ini biasanya bercabang ke segala arah sewaktu mendekati tanah

dengan potensial listrik yang sangat kuat kira-kira 100 juta volt dan muatan negatif sekitar 5 coulumb.


(30)

3. Diantara masing-masing tangga berhenti sekitar 50 mikro detik untuk mencari objek yang akan disambar. Jika tidak terdapat objek yang terlihat maka tangga yang lain akan mencari objek lain yang akan disambar.

4. Stepped leader (sambaran perintis) ini perlu waktu 50 millidetik untuk

membentuk panjang maksimum. Studi mengenai sambaran tunggal membuktikan

bahwa single leader dapat terdiri dari lebih 10000 tangga.

Langkah 2

1. Ketika stepped leader (lidah petir) mendekati tanah muatan negatif yang kuat

menolak semua muatan negatif dekat daerah sambaran di permukaan dan menarik semua muatan positif dalam jumlah yang besar. Masuknya muatan positif ke dalam daerah sambaran begitu kuatnya sehingga lidah petir menginduksi saluran

listrik ke atas dari tanah yang disebut dengan "streamers".

2. Jika salah satu streamer yang bermuatan positif ini terhubung dengan lidah petir

yang bermuatan negatif, maka akan terbentuk tangga berikut dalam waktu < 100 mikro detik.

Langkah 3

Potensial listrik dari lidah petir terhubung dengan tanah dan muatan negatif mulai mengalir ke bawah melalui saluran yang sudah terbentuk.


(31)

2. Kemudian muatan listrik mengalir melalui saluran dan menimbulkan arus di tanah. Diperlukan waktu 1 mikro detik untuk mencapai arus puncak sekitar 30.000 ampere.

3. Sambaran balik menimbulkan lebih dari 99% cahaya kilat yang dilihat sebagai

petir.

4. Sambaran atau stroke sebenarnya mengalir dari tanah ke awan, tapi karena proses

sambarannya terjadi sangat cepat, maka mata melihat kejadian yang sebaliknya. Langkah 5

1. Setelah return stroke (sambaran balik) berhenti mengalir ada tenggang waktu

sekitar 20 sampai 50 millidetik.

2. Setelah itu, jika muatan masih terdapat dalam awan, maka leader yang lain akan

menjalar ke tanah. Leader ini disebut dengan “dart leader (lidah panah)” atau

sambaran berikut ini menggunakan saluran yang telah terbentuk oleh lidah petir sehingga jalannya tidak terputus-putus.

3. Lidah panah ini menimbulkan cahaya namun tidak bercabang-cabang seperti lidah

petir.

4. Tidak setiap petir menghasilkan lidah panah tergantung dengan kecukupan

muatan yang tersedia dalam waktu 100 milidetik setelah lidah petir terjadi mula-mula.

5. Lidah panah menghasilkan potensi listrik tambahan dan menginduksi saluran


(32)

6. Arus puncak lidah panah biasanya lebih kecil dari lidah petir awal dan (sambaran balik) waktunya lebih cepat. Karena sebagai tambahan, lidah panah menghasilkan arus puncak yang makin berkurang. Lidah panah dan sambaran balik tidak selalu terjadi pada saluran dari awan ke tanah yang sama karena sudah terbakar oleh lidah petir yang pertama (Viemeister, 1972).

Gambar 4. Peta Iso Kronik Level Tahun 1991-2006

Sumatera pada tahun 1991-2006 mempunyai rata-rata hari guruh 140 hari

guruh/tahun, kepadatan/kerapatan petir 8 sambaran/km2/tahun. Di mana daerah

tertinggi di Gunung Sitoli (211 hari guruh/tahun), kepadatan/kerapatan petir 12

sambaran/km2/tahun dan daerah terendah: Sabang (58 hari guruh/tahun),


(33)

yang sangat besar dalam waktu yang sangat singkat namun bahaya yang dapat ditimbulkannya sangat besar (Fisher and Schnetzer, 1994).

Kemajuan teknologi hasil penelitian bidang teknik tegangan dan arus tinggi memberikan manfaat bagi pencegahan bahaya yang ditimbulkan sambaran petir dengan diketahuinya parameter-parameter arus petir dan diperolehnya kemajuan dalam bidang peralatan-peralatan penangkal petir (Lowke, 1995). Langkah-langkah utama dalam pencegahan bahaya sambaran petir pada dasarnya ditujukan kepada dua sasaran pokok, yaitu:

1. Sambaran petir yang terjadi langsung maupun tidak langsung yang tidak

menimbulkan bahaya kebakaran, kerusakan, dan kematian.

2. Sambaran petir tidak menyebabkan terjadinya gangguan pengoperasian peralatan

listrik maupun elektronik.

2.3. Tipe Petir

Ada 4 jenis tipe petir (Husni, 2002) yaitu:

2.3.1. Petir Awan ke Tanah (CG)

Petir awan ke tanah adalah petir yang paling berbahaya dan merusak, kebanyakan berasal dari pusat muatan yang lebih rendah dan mengalirkan muatan negatif ke tanah, walaupun kadang-kadang bermuatan positif terutama pada musim dingin.


(34)

Gambar 5. Tipe Awan ke Tanah/Cloud to Ground (CG)

2.3.2. Petir dalam Awan (IC)

Petir dalam awan adalah tipe petir yang paling umum terjadi antara pusat-pusat muatan yang berlawanan pada awan yang sama, biasanya kelihatan seperti cahaya yang menghambur secara kelap-kelip, kadang-kadang kilat keluar dari batas awan dan seperti saluran yang bercahaya yang terlihat beberapa mil seperti tipe CG.

Gambar 6. Tipe Petir dalam Awan/Intercloud (IC)

2.3.3. Petir Awan ke Awan (CC)

  

Petir dalam awan terjadi antara pusat-pusat muatan pada awan yang berbeda, pelepasan muatan terjadi pada udara cerah antara awan-awan tersebut.


(35)

2.3.4. Petir Awan ke Udara (CA)

Petir awan ke udara biasanya terjadi jika udara di sekitar awan (+) berinteraksi dengan udara yang bermuatan (-). Jika ini terjadi pada awan bagian bawah maka merupakan kombinasi dengan petir tipe CG. Petir AC tampak seperti jari-jari yang berasal dari petir CG.

Gambar 8. Tipe Awan ke Udara/Cloud to Air (CA)

2.4. Bahaya Petir

Ada 3 macam klasifikasi bahaya petir (Husni, 2006), yaitu:

2.4.1. Bahaya Petir pada Manusia

1. Jika seseorang disambar petir, 50% kemungkinan akan fatal. Biasanya petir

menyambar kepala atau salah satu telinga.

2. Setelah itu petir menyerang lagi kulit tubuh manusia sedalam beberapa cm

sehingga terbakar, karena petir merupakan arus listrik yang sangat tiba-tiba dan aliran arus terjadi pada permukaan benda konduktor seperti daging.

3. Orang bisa mendapat serangan jantung, buta dan tuli sementara.

4. Petir mempunyai efek yang sangat besar jika seseorang bisa hidup dari sambaran


(36)

2.4.2. Bahaya Petir pada Pohon

1. Jika pohon tersambar petir maka cairan dalam batang atau cabang pohon akan

kering seketika menimbulkan tekanan yang sangat kuat sehingga bisa terjadi ledakan.

2. Biasanya arus petir mengalir di bawah kulit pohon ke tanah sehingga pohon

tercabik karena kulit pohon terkelupas tapi masih bisa tumbuh.

3. Kadang-kadang arus petir menjalar sampai pusat batang pohon sehingga daun

pohon menjadi layu.

4. Oleh karena itu tidak aman berlindung di bawah pohon selama terjadi petir.

Dahan dan ranting akan beterbangan dengan kecepatan sangat tinggi seperti peluru.

2.4.3. Bahaya Petir pada bangunan

1. Jika sebuah bangunan tersambar petir, arus listrik akan mencari jalan yang

bersifat konduktif terutama di sekitar sisi luar atau tepi luar bangunan, misalnya antena pipa saluran air dan pembuangan.

2. Seseorang yang sedang mandi, memakai telepon, cuci tangan atau memegang

pipa logam secara langsung maupun tidak kemungkinan dapat tersambar petir.

3. Peralatan dari listrik bisa rusak oleh arus puncak yang besar atau oleh gelombang


(37)

2.5. BTS(Base Transceiver Station)

Terminologi ini termasuk baru dan mulai populer di era booming seluler saat

ini. BTS berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan

menuju jaringan lain. Satu cakupan pancaran BTS dapat disebut Cell. Komunikasi

seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Dari

beberapa BTS kemudian dikontrol oleh satu Base Station Controller (BSC) yang

terhubungkan dengan koneksi microwave ataupun serat optik (Febriani, 2008).

Gambar 9. Tower BTS

Tower telekomunikasi untuk BTS adalah memancarkan gelombang

elektromagnetik dengan frekuensi rendah berkisar antara 900 s/d 1800 Mhz, yang dipancarkan oleh antena sektoral yang nantinya akan ditangkap oleh antena HP pada masing-masing pelanggan HP.


(38)

Secara teknologi gelombang radio dapat dinyatakan aman untuk kesehatan manusia dan peralatan listrik di rumah tangga. Sudah lama sekali gelombang radio dipergunakan manusia untuk komunikasi mulai dari Abraham Bell menemukan

Telegraph, sampai kepada teknologi seluler saat ini yang dapat memudahkan manusia

untuk berkomunikasi satu dengan lainnya (As-Syakur, 2008).

Sejauh ini protes dan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih

banyak datang dari mereka yang tinggal di sekitar tower BTS (base transceiver

station). Problem utama kehadiran tower BTS di sekitar pemukiman penduduk adalah

sambaran petir yang mengenainya. Jika terdapat sejumlah awan bermuatan dengan medan statis yang cukup untuk terjadi petir, maka obyek yang pertama kali dikenai

sambaran petir yaitu tower BTS, karena memiliki struktur yang menjulang tinggi dan

terbuat dari bahan logam. Praktis jumlah sambaran petir di sekitar tower BTS akan

meningkat, bukannya berkurang, sehingga apabila dipasang logam lancip di ujung

tower, bukan penangkal petir namanya, namun lebih tepat sebagai pemicu/pemanggil

petir (Gallangher, 1991).

Jika kondisi sistem pengetanahan tidak baik, misalnya di daerah bebatuan, hal ini dapat menyebabkan nilai resistensi tinggi. Maka tegangan akibat sambaran petir yang melewati sistem pengetanahan akan semakin tinggi. Efek medan listrik yang


(39)

Rentang aman (safety range) dapat diperoleh dengan menghitung radius

sambaran petir terhadap tower BTS dengan bangunan lain, yang ditentukan dengan

rumus pada persamaan 1 berikut.

... (1)

Di mana: d = Jarak tower terhadap bangunan (feet)

h1 = Tinggi tower BTS (feet)

h2 = Tinggi bangunan sekitar tower BTS (feet)

(Lightning and grounding, 2008).

Kerusakan yang terjadi di sekitar area BTS oleh sambaran dianalisa secara teknis sebagai berikut:

1. Tinggi tower minimal 42 meter, sebelum ada tower ketinggian maksimum dari

area tersebut ± 8 meter (rumah 2 tingkat). Sehingga ketika ada petir pada area tersebut, jarak sambaran petir kurang lebih 50 meter. Jadi besar kemungkinan


(40)

2. Material tower adalah bahan metal. Ketika terjadi badai petir, semua material yang ada di bumi mengalami suatu proses yang disebut ionisasi (berkumpulnya ion-ion positif bumi pada bagian ujung sebuah material/melingkupi material).

Dan material dengan bahan metal dengan konduktivitas tinggi serta bentuk tower

yang mendukung high ionization, menyebabkan probabilitas tersambarnya tower

akan semakin tinggi (Harger, 2008).

Ketika petir menyambar tower, efek-efek petir yang akan terjadi adalah:

1. Sambaran langsung (direct striking). Mengingat konstruksi dan kekuatan materil

tower, bisa dipastikan secara fisik tidak akan berpengaruh terhadap tower.

2. Sambaran tidak langsung.

1. Galvanic Coupling (Sambungan oleh tanah)

Pada saat petir menyambar, arus petir akan masuk ke bumi dan akan

menyebabkan yang namanya GPR (Ground Potential Rising) atau dikenal

sebagai kenaikan tegangan tanah. Luasnya cakupan GPR mencapai n km dari titik sambaran. Semakin dekat dengan titik sambaran GPR akan semakin

besar perangkat di dalam shelter tidak mengalami kerusakan karena telah

memiliki sistem proteksi petir (Integrasi Grounding, Arrester, dan lain-lain).

2. Inductive Coupling


(41)

3. Capasitif Coupling

Besarnya muatan petir yang mengenai tower menyebabkan terjadinya potential difference antara tower dengan material di sekelilingnya. Yang akan

menyebabkan terjadinya loncatan energi (discharge). Kenapa material yang

berada di dalam BTS tidak apa-apa, karena semua material yang ada di dalam

BTS telah ter-bonding (terikat)/terintegrasi satu sama lain. Mulai dari pagar,

shelter, pintu shelter, rangka shelter, tower, tiang lampu, tiang listrik. Jadi jelas tidak ada beda potensial didalam BTS (Golde dan Rolling, 2005).

2.5.1. Lightning Arrester

Domain Arrester digunakan untuk menamai suatu perangkat (device) yang

berfungsi untuk menurunkan/men-discharge arus petir atau memotong tegangan

(voltage clamping) akibat sambaran petir. Bukan untuk perangkat yang digunakan

sebagai titik sambaran petir (Mahmudsyah, 1995).

Lightning Arrester adalah apa yang disebut sebagai finial/air terminal/splitzen

yang terpasang di atas tiang/menara setinggi 20 meter. Air terminal yang terpasang

adalah jenis Early Streamer Emission (ESE) atau lebih dikenal sebagai anti petir

aktif. Semua sistem proteksi petir eksternal (terdiri dari finial, down conductor dan

grounding) adalah pasif.

Kualitas grouding bukan ditentukan oleh nilai tahanan tanah (resistensi), tapi

oleh seberapa luas area grounding yang mampu kita buat. Semakin luas area


(42)

sebagai parameter praktis, tapi setelah parameter-parameter lainnya

diimplementasikan dalam pembuatan grounding (Harger, 2008).

Menurut Suryawan (2003), Apabila sebuah BTS tersambar petir secara langsung, maka akan terjadi arus lebih yang mengalir pada sistem yang berasal dari arus surya petir, arus surya tersebut akan terdistribusi ke saluran-saluran yang

terhubung dengan sistem pentanahan melalui bonding bar antara lain saluran daya

dan saluran peralatan radio. Semakin besar arus surya petir yang diinjeksikan ke BTS semakin besar pula arus yang terdistribusi pada sistem di dalam BTS. Hal ini dikarenakan petir merupakan fenomena alam yang terjadi secara random dan tidak dapat dikendalikan kejadiannya dan dapat mengakibatkan kerusakan pada objek yang menjadi sasarannya.

Maliki (2008) mengemukakan, saluran transmisi tegangan tinggi jarang sekali mengalami gangguan akibat sambaran petir dikarenakan level tegangan petir hampir sama dengan level tegangan transmisi. Namun ketika petir menyambar di saluran tegangan rendah yang dekat dengan transmisi di pelanggan (rumah), maka transien tegangan dan arus yang diakibatkan oleh petir akan berdampak pada sistem kelistrikan di pelanggan (rumah) dan bisa merusak peralatan tegangan rendah dan elektronik.


(43)

arrester yang seharusnya melindungi peralatan elektronik tersebut. Kerusakan arrester tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh sambaran petir tidak langsung di sekitar jaringan tegangan rendah SPP-ITB. Sambaran petir tidak langsung menginduksikan tegangan lebih pada jaringan tegangan rendah tersebut dan kemudian menghantarkan gelombang berjalan (konduksi) pada kedua ujung jaringan tegangan rendah yang salah satunya adalah SPP-ITB.

Jika terjadi sambaran petir terhadap tiang maka menyebabkan gelombang tegangan balik dan kemudian berjalan sepanjang tiang, terkumpul di puncak maupun di dasar tiang sehingga meningkatkan tegangan dan diikuti dengan kenaikan arus. Gejala ini berlanjut tidak saja di tiang transmisi tetapi juga pada lengan tiang penyangga dan kemudian mengganggu isolator, dan jika tegangan transien yang

timbul melebihi kemampuan isolator maka menyebabkan sambaran balik (back flash)

Abduh (2002).

2.6. Perencanaan Penataan Ruang

Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup dan pemanfaatannya. Rencana tata ruang yang dihasilkan harus merupakan perpaduan antara tata guna tanah, air, udara dan tata guna sumberdaya lainnya dan dilengkapi dengan peta tata ruang. Peta tersebut harus menunjukkan pembagian ruang, misalnya letak dan batas lokasi perkembangan jalan raya, dan lokasi perkembangan pemukiman (CIFOR, 2002).


(44)

Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang untuk nasional, pulau dan pulau-pulau kecil, propinsi dan kabupaten, rencana tata ruang nasional menjadi acuan dan pedoman bagi seluruh program pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Demikian pula, rencana tata ruang kota yang dijabarkan dari rencana nasional merupakan acuan dan pedoman bagi penyusunan program pembangunan di kabupaten.

2.7. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pada perkembangan teknologi pada saat ini yang telah maju pesat hampir setiap bidang telah menggunakan kemampuan teknologi komputer. Tidak ketinggalan pula dalam bidang ilmu geografi. Secara umum, terdapat dua jenis data yang digunakan untuk mempresentasikan fenomena-fenomena yang terdapat di dunia nyata. Yang pertama adalah jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek keruangan dari fenomena yang bersangkutan. Jenis data ini sering disebut sebagai data-data posisi, koordinat dan ruang. Sedangkan yang kedua adalah jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkan. Kedua jenis data tersebut dalam mempresentasikan suatu fenomena dalam dunia nyata tentunya akan sangat besar dan kompleks, sehingga timbul kesulitan untuk mengolah data-data yang sangat banyak itu untuk disajikan menjadi informasi yang penting


(45)

berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. SIG juga merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran geografis besarta atribut-atributnya. SIG dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Dua sistem ini dibedakan pada cara pengelolaannya. Sistem informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun

(overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survei lapangan. Semua data

tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer, sedangkan sistem informasi geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Dengan digitasi ini mempunyai fungsi pengolahan citra digital, fungsi ini dimiliki oleh perangkat GIS yang berbasiskan raster. Karena data spasial permukaan bumi (citra digital) banyak didapat dari perekaman data satelit yang berformat raster, maka banyak GIS raster yang dilengkapi dengan fungsi analisis ini. Fungsi analisis spasial ini terdiri dari banyak sub-sub fungsi analisis pengolahan citra digital. Sebagai contoh adalah sub fungsi

untuk koreksi radiometrik, geometrik. Filtering, clustering dan sebagainya (Prahasta,

2001).

SIG menyajikan pandangan atau persepsi terhadap dunia nyata yang telah disederhanakan. Untuk menghasilkan persepsi ini dilibatkan proses-proses yang jarang sekali bersifat langsung dan mudah dipahami seketika karena dunia nyata bersifat tidak teratur (irregular), kompleks, dan secara tetap mengalami perubahan


(46)

yang tidak mudah diprediksi. Kompleksitas dan keluasan dunia nyata, dikombinasikan dengan keseluruhan spektrum interpretasinya, mengimplikasikan bahwa perancangan sistem-sistem SIG bisa bervariasi sesuai dengan pilihan para penciptanya. Faktor-faktor manusia ini, kemudian dapat menimbulkan elemen-elemen yang menjadi pembatasnya, sebagaimana data yang telah dikompilasi dengan baik untuk suatu aplikasi tertentu bisa jadi tidak bermanfaat untuk aplikasi-aplikasi lainnya. Penstrukturan data secara sistematik akan menentukan manfaat, tujuan dan keberhasilan aplikasi SIG yang bersangkutan. Aspek ini juga merupakan karakteristik-karakteristik data yang terdapat pada peta-peta biasa (Aronoff, 1989).

Untuk membawa dunia nyata ke dalam SIG, harus digunakan model dunia nyata yang telah disederhanakan. Fenomena-fenomena yang serupa dan mirip dapat diklasifikasikan dan dideskripsikan dalam bentuk model dunia nyata. Model dunia nyata ini dikonversikan ke dalam bentuk model data dengan menggunakan elemen-elemen geometri. Kemudian model ini ditransfer ke dalam bentuk basis data yang dapat menangani data-data digital yang dapat dipresentasikan ke dalam bentuk peta-peta dan laporan (Aronoff, 1989).

Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor.

Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel


(47)

pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks

di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file


(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang

terletak antara 2º.27' − 2º.47' lintang Utara dan 98º.35' − 98º.44' bujur Timur. Kota

Medan memiliki 21 kecamatan, namun dalam penelitian ini lokasi penelitian terdiri dari 16 kecamatan yaitu 3 kecamatan di Medan Barat Laut yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Petisah dan Medan Helvetia; 2 kecamatan di Medan Timur Laut yaitu Kecamatan Medan Perjuangan dan Medan Timur; 5 kecamatan di Medan Tenggara yaitu Kecamatan Medan Area, Medan Denai, Medan Maimun, Medan Kota, Medan Amplas; 6 kecamatan di Medan Barat Daya yaitu Kecamatan Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Polonia, Medan Selayang, Medan Tuntungan, Medan Johor (BPS, 2008).

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2009 sampai April tahun 2010. Adapun pemilihan lokasi ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa banyak terjadi sambaran petir yang memakan korban jiwa di daerah perkotaan yang mana di kawasan perkotaan terdapat bangunan-bangunan tinggi dan bangunan BTS yang dapat memicu/memanggil petir.


(49)

Sunggal

Pancur Batu

Percut Sei Tuan

Tanjung Morawa

Namo Rambe

Petumbak Medan Deli

Medan Tuntungan Medan Johor Medan Sunggal Medan Selayang Medan Helvetia Deli Tua Medan Amplas Medan Denai Medan Timur Medan Polonia Medan Barat Medan Tembung Medan Baru Medan Area Medan Kota Medan Petisah Medan Perjuangan Medan Maimun

PETA ADMINISTRASI DAERAH PENELITAN

U

2 0 2 4 Km

Legenda :

Daerah Penelitian Jalan Utama

Dibuat oleh :

Lestari Naomi Lydia Pandiangan NIM: 087004003

Sumber data : BAKOSURTANAL

 


(50)

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data petir periode 4 tahun terakhir dari BMKG di wilayah Kota Medan, peta rupa bumi Kota Medan, data sebaran bangunan BTS di wilayah Kota Medan.

Alat yang digunakan adalah: komputer (hardware), arcview 3.3, MS word

2007, MS. excel 2007 (software), Global Positioning System (GPS).

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1. Data Primer, yaitu data sebaran bangunan BTS di Kota Medan.

2. Data Sekunder, yaitu data petir di Kota Medan.

3.3.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan lima cara, yaitu:

1. Mengambil data petir sebagai bahan pembuatan klasifikasi intensitas sambaran

petir di Kota Medan.

2. Mengambil data petir yang terdapat pada awan cumulonimbus (Cb) pada saat

terjadi hujan dan tidak terjadi hujan di atas daerah yang terdapat bangunan BTS.

3. Mengambil data sebaran bangunan BTS pada kecamatan-kecamatan di Kota


(51)

5. Wawancara langsung kepada penduduk yang bermukim di daerah sekitar bangunan BTS.

Data yang digunakan adalah data petir 4 tahun terakhir di Kota Medan yang berasal dari Stasiun Geofisika Tuntungan, BMKG di Kota Medan dan data sebaran bangunan BTS di Kota Medan. Data yang lain yaitu data informasi geografis kota Medan diambil dari peta rupa bumi Kota Medan dari Bakosurtanal Jakarta.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Pembuktian Hipotesis yang Pertama

Untuk membuktikan hipotesis yang pertama digunakan perhitungan uji statistik yang terdiri dari 3 uji yaitu uji beda rata-rata (t-hitung), uji regresi-korelasi dan uji probabilitas sebagai berikut:

3.4.1.1. Uji beda rata-rata (uji-t)

Uji beda rata-rata dengan rumus sebagai berikut:

t hitung = X1 + X2

S1² + S2²

n1 n2

Ho : tidak ada hubungan antara pertambahan jumlah BTS dengan kejadian petir


(52)

Kriteria pengujian ini adalah : terima Ho jika t hitung ≤ t tabel dan tolak Ho jika t

hitung > t tabel dengan derajat kebebasan (dk) = (n1 + n2 – 2) dan peluang (1-α),

di mana:

X1 : rata-rata jumlah sebaran petir tahun 2006-2009

X2 : rata-rata jumlah sebaran bangunan BTS

n : besar sampel S : simpangan baku

n1 : jumlah data sebaran petir tahun 2006-2009

n2 : jumlah data sebaran bangunan BTS

S1 : besarnya varians data rata-rata sebaran petir tahun 2006-2009

S2 : besarnya varians data rata-rata sebaran bangunan BTS

3.4.1.2. Uji dengan perhitungan regresi-korelasi

Membandingkan intensitas petir di daerah penelitian pada saat sebelum dan sesudah dibangunnya BTS dengan perhitungan regresi dan korelasi menggunakan excel.

3.4.1.3. Uji probabilitas

Menggunakan uji teori probabilitas dengan rumus sebagai berikut:

P(E) = ne

N


(53)

N = jumlah data sebaran petir tahun 2006-2009

ne = jumlah data sebaran petir yang terdapat pada awan Cb tahun 2006-2009

3.4.2. Pembuktian Hipotesis yang Kedua

Untuk membuktikan hipotesis yang kedua dengan cara sebagai berikut: 3.4.2.1. ArcView GIS

Untuk menjawab hipotesis yang kedua digunakan cara studi literatur

mengenai prinsip dasar dalam penentuan masing-masing klasifikasi dan dioverlaykan

ke dalam pemetaan. Untuk memetakan klasifikasi intensitas petir masing-masing dianalisis dengan menggunakan software arcView GIS. Data-data yang digunakan yaitu data sebaran bangunan BTS pada kecamatan-kecamatan di Kota Medan dan data petir sebagai bahan pembuatan klasifikasi intensitas sambaran petir di Kota Medan yang berisi data atribut koordinat lintang dan bujur serta nilai masing-masing titik, serta peta digital wilayah Kota Medan sebagai batasan analisis. Tahapan berikutnya adalah merubah data koordinat tabel dalam format *.xls menjadi format *.dbf dengan menggunakan mikrosoft excel, dengan menggunakan software arcview data point *.dbf dirubah kedalam bentuk *.shp dengan terlebih dahulu menyiapkan peta dasar Kota Medan. Setelah data atribut menjadi *.shp dan peta batas administrasinya Kota Medan disiapkan serta extension spasial analisisnya aktif, maka

langkah selanjutnya adalah melakukan interpolasi titik BTS melalui menu surface-

interpolate grid. Setelah itu akan muncul hasil dengan peta sebaran BTS. Untuk


(54)

sebaran BTS berturut-turut (2006-2009) sehingga didapatkan peta sebaran petir tiap tahunnya.


(55)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk menjelaskan posisi 190 BTS yang digunakan pada 16 kecamatan di Kota Medan bisa dilihat pada Gambar 11 berikut ini (objek data penelitian terdapat pada Lampiran 29 s/d 32).


(56)

4.1. Analisis Rata-rata Jumlah BTS dan Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2006-2009

4.1.1. Hasil Uji Hipotesis yang Pertama dengan Menggunakan Uji Statistik

4.1.1.1. Hasil uji beda rata-rata (uji t)

Berdasarkan hasil uji beda rata-rata jumlah kejadian petir CG dan BTS pada 16 kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Beda Rata-rata

Variabel t- hitung t-tabel Α dk

Petir CG BTS

3,247** 1,943 0.05 6

** t- hitung > 1,943

Berdasarkan Tabel 1 dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada uji t. Hal tersebut ditunjukkan pada nilai hitung (3,247) lebih besar dari pada t-tabel (1,943), dengan menggunakan kaidah yang digunakan dalam uji beda rata-rata

(uji t) maka Ho ditolak berarti H1 diterima, artinya ada hubungan antara jumlah BTS

dengan jumlah kejadian petir CG. Hal ini menunjukkan jumlah BTS yang semakin meningkat sangat mempengaruhi jumlah sambaran petir di suatu daerah, ini disebabkan karena secara umum petir akan lebih suka menyambar bagian-bagian

di permukaan bumi yang memiliki struktur tinggi (gedung-gedung tinggi, tower BTS,

menara transmisi tegangan tinggi) dan lebih suka memilih struktur yang terbuat dari metal (Khalifa, 1990).


(57)

7 6 3 7 2 7 11 6 4 5 9 12 13 11 2 7 0 2 4 6 8 10 12 14 Meda n A

mpl as Meda n A rea Med

an b arat Meda n Ba

ru Meda n de

nai Meda n he lvet ia Meda

n joho r Meda

n K ota Meda

n M aim un Meda n P erjua ngan Med

an P etis

ah Meda

n Pol onia Meda

n Se laya

ng Med

an S ungg

al Meda

n Tim ur Meda n T untu ngan Ju m la h B T S Jumlah BTS  

Gambar 12. Grafik (Histogram) Jumlah BTS Tahun 2006

756 404 247 473 291 443 756 604 278 226 602 778 1215 1433 110 723 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Med an A mpl as Meda n A rea Meda n ba

rat Meda n B

aru Meda n de

nai Meda n he lvet ia Meda

n joho r Med an K

ota Med

an M aim

un

Med an P

erjua ngan Med

an P etis

ah Meda

n Po loni a Med an S elaya ng Med

an S ung

gal Med

an T imur Meda

n Tun tung an P eti r (s a m b a ra n

) Jumlah Petir

 

Gambar 13. Grafik (Histogram) Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2006

8 7 3 11 2 10 12 7 4 8 10 13 17 22 2 8 0 5 10 15 20 25 Meda n A mpl as Med an A

rea Med

an ba rat Med

an B aru Meda n de

nai Meda

n hel vetia Med

an jo hor Med an K

ota Meda n M aim un Meda n Per

juanga n Med

an P etisah Med

an P oloni

a

Meda n Sel

ayang Meda n S ung gal Med

an T imur Med an T untun gan Ju m lah B T S Jumlah BTS


(58)

2953 2478 2981 3041 2447 2528 2832 2510 126 2902 2523 3383 3492 2712 2395 2836 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Med an A

mpl as Med an A

rea Med an b

arat Meda

n Bar u Meda n de

nai Med

an h elve

tia Med

an jo hor Meda n K

ota Med

an M aim

un

Meda n Pe

rjuan gan Meda

n Pet isah Meda

n Po loni a Meda n S elaya ng Meda

n Sung gal Med

an T imur Meda

n Tun tunga n P eti r (s a m b a ra n ) Jumlah Petir  

Gambar 15. Grafik (Histogram) Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2007

13 7 4 12 3 10 13 7 6 11 12 20 19 25 3 9 0 5 10 15 20 25 30 Meda n A

mpl as Med an A

rea Med

an b arat Med

an Ba ru Med

an d enai Med

an h elve tia Med an j ohor Meda n K ota Med an M aim un Med an Pe

rjuan gan Med

an P etis

ah Meda

n Pol onia Med an S elaya ng Med

an S ungg

al Meda

n Tim ur Med an T untu nga n Ju m la h B T S Jumlah BTS

Gambar 16. Grafik (Histogram) Jumlah BTS Tahun 2008

1735 1076 478 812 415 1020 1415 918 2008 454 1258 2094 1800 2629 726 909 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Meda n A mpl as Med an A

rea

Med an ba

rat

Med an Ba

ru

Med an d

enai

Meda n hel

vetia

Med an joh

or

Med an K

ota

Med an M

aim un Med an P erju anga n Med an P

etis ah

Med an P

oloni a

Med an S

elay ang

Meda n Sun

ggal

Med an T

imur

Med an T

untu ngan

P

eti

r ( s

a mb a ra n ) Jumlah Petir  


(59)

15 8 5 13 4 10 13 8 7 13 13 22 21 27 3 9 0 5 10 15 20 25 30 Meda n A mpl as Meda n A rea Med an ba rat Med an B aru Med an de nai Med an he

lvetia Meda

n johor Med an K

ota Meda n M aim un Med an P

erju anga

n

Meda n Pet

isah

Meda n Pol

onia

Meda n Se

laya ng

Med an Su

ngga l

Med an T

imur

Med an T

untung an J u m la h BTS Jumlah BTS

Gambar 18. Grafik (Histogram) Jumlah BTS Tahun 2009

4723 2400 1632 4030 1388 3100 4093 25713230 4155 4252 6903 6592 8487 826 2826 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Med an A

mpl as

Med an A

rea

Meda n ba

rat

Med an Ba

ru

Med an de

nai

Med an he

lvetia Meda

n johor Med an K

ota Med an M aim un Med an Pe

rjuanga n

Meda n Pet

isah

Meda n Pol

onia Med an S elaya ng Med an Sun

ggal

Meda n Tim

ur Med an T untunga n P et ir ( sam b a ra n

) Jumlah Petir

 

Gambar 19. Grafik (Histogram) Jumlah Kejadian Petir CG Tahun 2009 Jumlah kejadian petir CG dan BTS tahun 2006 sampai dengan 2009 seperti terlihat pada Gambar 12 sampai dengan 19 di atas menunjukkan pola yang sama yaitu bahwa semakin bertambahnya jumlah BTS setiap tahunnya maka semakin tinggi pula kejadian petir CG di masing-masing kecamatan di Kota Medan.

4.1.1.2. Hasil uji regresi-korelasi

Hubungan antara jumlah BTS dan kejadian petir CG di Kota Medan pada tahun 2006 sampai dengan 2009 juga dapat dilihat pada analisa korelasi dan regresi dengan menggunakan excel. Untuk pengolahan data, jumlah BTS dinyatakan sebagai variabel bebas (X) sedangkan jumlah kejadian petir CG sebagai variabel terikat (Y).


(60)

Penarikan kesimpulan dilakukan sebagai berikut:

Ho : tidak ada hubungan antara pertambahan jumlah BTS dengan kejadian petir

H1 : ada hubungan antara pertambahan jumlah BTS dengan kejadian petir

Dari hasil perhitungan (Lampiran 1) diperoleh nilai korelasi antara jumlah BTS dan kejadian petir CG di Kota Medan adalah 0.7662. Hal ini menyatakan bahwa 76,62% variasi jumlah kejadian petir CG dapat dijelaskan dengan variasi jumlah BTS.

Dengan selang kepercayaan 95% diperoleh F yang berbeda nyata dengan F critical, di

mana F sebesar 203.2262 sedangkan F critical 4.4131E-21. Karena F > F critical

maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara pertambahan jumlah BTS dengan kejadian petir. Dari hasil perhitungan juga di dapat suatu persamaan yang dapat dilihat pada grafik (Gambar 20), sehingga prakiraan terjadinya jumlah kejadian petir CG di daerah Kota Medan dapat diketahui dengan memasukkan jumlah data BTS.

y = -6E-14x3 + 3E-12x2 + 208.82x - 5E-12

0 2000 4000 6000 8000 10000

0 10 20 30

Jum lah BTS

P e ti r (s a m ba ra n ) Petir Predicted Petir Poly. (Predicted Petir) Poly. (Petir)

 

Gambar 20. Grafik Regresi - Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Kota Medan Tahun 2006-2009


(61)

pada Lampiran 27 dan 28) juga dapat dilihat pada hasil perhitungan regresi dan korelasi menggunakan excel sebagai berikut.

1. Regresi - Korelasi Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut

Perhitungan pada wilayah Kecamatan Medan Barat Laut meliputi penggabungan dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Petisah, Medan Helvetia. Dari hasil perhitungan (Lampiran 2) diperoleh nilai korelasi antara jumlah BTS dan kejadian petir CG adalah 0.7396. Hal ini menyatakan bahwa 73,96% variasi jumlah

kejadian petir CG dapat dijelaskan dengan variasi jumlah BTS.  

Dengan selang kepercayaan 95% diperoleh F yang berbeda nyata dengan F critical, di mana F sebesar 28.40989 sedangkan F critical 0.000474626. Karena F > F

critical maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara pertambahan jumlah BTS

dengan kejadian petir. Dari hasil perhitungan juga didapat suatu persamaan yang dapat dilihat pada grafik (Gambar 21) sehingga prakiraan terjadinya jumlah kejadian petir CG di wilayah kecamatan Medan Barat Laut dapat diketahui dengan

memasukkan jumlah data BTS. 

y = -1E-13x3 + 3E-12x2 + 219.85x + 2E-10

0 1000 2000 3000 4000 5000

0 5 10 15

Jum lah BTS

P e ti r ( s a m b a ra n ) Petir Predicted Petir Poly. (Predicted Petir) Poly. (Petir)

 

Gambar 21. Grafik Regresi - Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2006 - 2009


(62)

2. Regresi - Korelasi pada Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut

Perhitungan pada wilayah Kecamatan Medan Timur Laut meliputi penggabungan dari 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Perjuangan dan Medan Timur. Dari hasil perhitungan (Lampiran 3) diperoleh nilai korelasi antara jumlah BTS dan kejadian Petir CG adalah 0.6772. Hal ini menyatakan bahwa 67,72% variasi jumlah kejadian petir CG dapat dijelaskan dengan variasi jumlah BTS. Dengan selang

kepercayaan 95% diperoleh F yang berbeda nyata dengan F critical, di mana F

sebesar 12.58971 sedangkan F critical 0.016418903. Karena F > F critical maka Ho

ditolak yang artinya ada hubungan antara pertambahan jumlah BTS dengan kejadian petir. Dari hasil perhitungan juga didapat suatu persamaan yang dapat dilihat pada grafik (Gambar 22) sehingga prakiraan terjadinya jumlah kejadian petir CG di wilayah Kecamatan Medan Timur Laut dapat diketahui dengan memasukkan

jumlah data BTS.

 

y = -5E-13x3 + 6E-12x2 + 241.73x + 4E-11

0 1000 2000 3000 4000 5000

0 5 10 15

Jum lah BTS

P e ti r (s a m ba ra n ) Petir Predicted Petir Poly. (Predicted Petir) Poly. (Petir)

 

Gambar 22. Grafik Regresi - Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut Tahun 2006 - 2009


(63)

3. Regresi – Korelasi Wilayah Kecamatan Medan Tenggara

Perhitungan pada wilayah Kecamatan Medan Tenggara meliputi penggabungan dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Area, Medan Denai, Medan Maimun, Medan Kota, Medan Amplas. Dari hasil perhitungan (Lampiran 4) diperoleh nilai korelasi antara jumlah BTS dan kejadian petir CG adalah 0.8040. Hal ini menyatakan bahwa 80,40% variasi jumlah kejadian petir CG dapat dijelaskan dengan variasi jumlah BTS. Dengan selang kepercayaan 95% diperoleh F yang

berbeda nyata dengan F critical, di mana F sebesar 73.84174 sedangkan F critical

1.36015E-07. Karena F > F critical maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan

antara pertambahan jumlah BTS dengan kejadian petir. Dari hasil perhitungan juga didapat suatu persamaan yang dapat dilihat pada grafik (Gambar 23) sehingga prakiraan terjadinya jumlah kejadian petir CG di wilayah Kecamatan Medan

Tenggara dapat diketahui dengan memasukkan jumlah data BTS.

 

y = 1E-13x3 - 4E-12x2 + 258.69x - 1E-10

0 1000 2000 3000 4000 5000

0 5 10 15 20

Jum lah BTS

P e ti r (s a m ba ra n ) Petir Predicted Petir Poly. (Predicted Petir) Poly. (Petir)

 

Gambar 23. Grafik Regresi - Korelasi Jumlah BTS dan Kejadian Petir CG Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2006 - 2009


(64)

4. Regresi – Korelasi Wilayah Kecamatan Medan Barat Daya

Perhitungan pada wilayah Kecamatan Medan Barat Daya meliputi penggabungan dari 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Polonia, Medan Selayang, Medan Tuntungan, Medan Johor. Dari hasil perhitungan (Lampiran 5) diperoleh nilai korelasi antara jumlah BTS dan kejadian petir CG adalah 0.7925. Hal ini menyatakan bahwa 79,25% variasi jumlah kejadian petir CG dapat dijelaskan dengan variasi jumlah BTS. Dengan selang kepercayaan

95% diperoleh F yang berbeda nyata dengan F critical, di mana F sebesar 84.06898

sedangkan F critical 8.655557E-09. Karena F > F critical maka Ho ditolak yang

artinya ada hubungan antara pertambahan jumlah BTS dengan kejadian petir. Dari hasil perhitungan juga didapat suatu persamaan yang dapat dilihat pada grafik (Gambar 24) sehingga prakiraan terjadinya jumlah kejadian petir CG di wilayah Kecamatan Medan Barat Daya dapat diketahui dengan memasukkan jumlah data BTS.

y = 6E-14x3 - 3E-12x2 + 199.11x - 1E-10

0 2000 4000 6000 8000 10000

0 5 10 15 20 25 30

Jum lah BTS

P e ti r (s a m ba ra n ) Petir Predicted Petir Poly. (Predicted Petir) Poly. (Petir)


(65)

Berdasarkan hasil Regresi-Korelasi dari 4 wilayah kecamatan di Kota Medan diperoleh rekapitulasi jumlah BTS dan petir CG tahun 2006-2009 pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Regresi-Korelasi Jumlah BTS dan Petir CG

Wilayah Kecamatan Regresi-Korelasi

Medan Barat Laut 0.7396

Medan Timur Laut 0.6772

Medan Tenggara 0.8040

Medan Barat Daya 0.7925

Ket : Range : 0.67 – 0.81

4.1.1.3. Hasil uji probabilitas

Berdasarkan analisis probabilitas banyaknya sambaran petir yang terdapat pada awan cumulonimbus (Cb) ketika terjadi hujan di atas daerah yang terdapat sebaran bangunan BTS tahun 2006 – 2009.

Tabel 3. Probabilitas Jumlah Petir pada Awan Cb

Kecamatan Petir CG Petir CG

Jumlah

BTS P(E) P(E) %

2006-2009 di awan Cb 2006-2009

Medan Amplas 10167 7214 15 0.7095 70.95

Medan Area 6358 3880 8 0.6103 61.03

Medan Barat 5338 2357 5 0.4415 44.15

Medan Baru 8356 5315 13 0.6360 63.60

Medan Denai 4541 2094 4 0.4612 46.12

Medan Helvetia 7091 4563 10 0.6435 64.35

Medan Johor 9096 6264 13 0.6887 68.87

Medan Kota 6603 4093 8 0.6199 61.99

Medan Maimun 5642 4520 7 0.8011 80.11

Medan Perjuangan 7737 4835 13 0.6249 62.49


(66)

Lanjutan Tabel 3

Petir CG

Jumlah

BTS P(E) P(E) %

Kecamatan Petir CG

2006-2009 di awan Cb 2006-2009

Medan Polonia 13158 9775 22 0.7429 74.29

Medan Selayang 13099 9607 21 0.7334 73.34

Medan Sunggal 15261 12549 27 0.8223 82.23

Medan Timur 4057 1662 3 0.4095 40.95

Medan Tuntungan 7294 4458 9 0.6112 61.12

Keterangan:

Probabilitas Tinggi = 61.03% - 82.23%

Probabilitas Rendah = 40.95% - 46.12%

Berdasarkan Tabel 3 dapat kita lihat bahwa probabilitas banyaknya sambaran petir CG pada awan Cb dengan probabilitas tinggi dengan nilai lebih dari 50% dengan jumlah BTS lebih dari 5 unit ada 13 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Amplas, Medan Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Tuntungan, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Perjuangan dan probabilitas rendah yaitu kurang dari 50% dengan jumlah BTS kurang dari 5 unit ada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Denai, Medan Timur.

Hal ini juga menunjukkan pertumbuhan awan Cb di suatu daerah mempengaruhi intensitas terjadinya sambaran petir, dan semakin banyak jumlah BTS semakin banyak juga sambaran petir CG di daerah tersebut. Contoh peta sebaran petir pada awan Cb ketika terjadi hujan dan tidak terjadi hujan dapat dilihat pada Lampiran


(67)

4.1.2. Hasil Uji Hipotesis yang Kedua

4.1.2.1.Pemetaan persebaran petir dan BTS dengan menggunakan ArcView GIS 3.3

  Dari tabel data sebaran petir CG dan BTS di Kota Medan pada Lampiran 27

dan 28, maka dapat dipetakan persebaran jumlah kejadian petir CG dan BTS di Kota Medan pada tahun 2006 sampai dengan 2009 seperti terlihat pada Gambar 25 sampai dengan 28 berikut.


(68)

(69)

(70)

(71)

Perkembangan jumlah kejadian petir CG dan bangunan BTS pada 16 kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 11 sampai dengan 26 dan pada 4 wilayah kecamatan dalam waktu 4 tahun dapat dilihat pada Gambar 29 sampai dengan Gambar 44 berikut.

Gambar 29. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2006


(72)

Gambar 30. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2007


(73)

Gambar 31. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2008


(74)

Gambar 32. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Barat Laut Tahun 2009


(75)

 

Gambar 33. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut Tahun 2006


(76)

Gambar 34. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut Tahun 2007


(77)

Gambar 35. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut Tahun 2008


(78)

Gambar 36. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Timur Laut Tahun 2009


(79)

Gambar 37. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2006


(80)

Gambar 38. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2007


(81)

Gambar 39. Peta Persebaran BTS dan Petir Wilayah Kecamatan Medan Tenggara Tahun 2008


(1)

pembuatan grounding agar terhindar atau meminimalisir resiko bencana yang diakibatkan oleh sambaran petir.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Semakin bertambahnya bangunan BTS mempengaruhi intensitas sambaran petir CG di masing-masing kecamatan di Kota Medan pada tahun 2006 sampai dengan 2009.

2. Daerah di Kota Medan pada tahun 2006 – 2009 terdapat 13 kecamatan dengan jumlah petir antara 5642 hingga 15261 kejadian dengan jumlah BTS sebanyak 7 sampai 27 unit yaitu pada Kecamatan Medan Johor, Medan Amplas, Medan Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Perjuangan, Medan Tuntungan dengan jumlah BTS antara 7 sampai 27 unit dan terdapat 3 kecamatan dengan jumlah 4057 hingga 5338 kejadian dengan jumlah BTS 3 sampai 5 unit yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Denai, Medan Timur.

5.2. Saran

Dengan adanya hasil penelitian ini maka penulis menyarankan beberapa hal antara lain:

1. Pemetaan klasifikasi daerah sebaran petir ini harus direvisi minimal satu tahun sekali.


(3)

2. Kepada semua instansi terkait dalam hal ini perusahaan telekomunikasi dan pemerintah daerah hendaknya memperhatikan sebaran petir ini sebelum mengambil keputusan membangun BTS di dekat daerah pemukiman dan perkotaan.

3. Pemetaan sebaran petir ini tentunya mempunyai kekurangan terutama jumlah dan sebaran data penelitian yang masih jauh dari ideal dan untuk itu bagi para peneliti yang tertarik dengan bidang yang yang sama bisa lebih memperdalam lagi kajian ini di masa yang akan datang dengan jumlah dan sebaran data yang lebih baik. 4. Khusus untuk BMKG agar dapat membuat pemetaan petir di setiap wilayah

bagian Indonesia dan dapat diketahui daerah yang mempunyai intensitas petir yang tinggi sehingga resiko bencana yang diakibatkan oleh sambaran petir dapat dihindari atau diminimalisir.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, S. 2002. Analisis Sambaran Petir pada Tiang Transmisi dengan Menggunakan Metode Lattice. Jurnal Volume 1. Nomor 2. Februari 2002. Halaman 1-12, ISSN 1412-0372. Universitas Trisakti. Jakarta.

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa.

As-Syakur. 2008. Petir Fenomena Alam yang Bisa Menarik. http://lightningbooster.blogspot.com/2008/11/html. [10 Nopember 2009]. As-Syakur. 2009. Waspada Petir di Sekitar Menara BTS.

http://abdulsyakur.blog.undip.ac.id/2009/06/16/html. [10 Nopember 2009]. Barus, B., dan Wiradisastra, U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium

Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

BMKG, 2008. Monitoring Petir di Indonesia. Jakarta.

BPS. 2008. Sumatera Utara dalam Angka. BPS Sumatera Utara. Medan.

Byers, J.R. 1997. Element of Cloud Physics. The University of Chicago Press. Vol 1 Geneva WMO. p. 76

CIFOR. 2002. Rencana Tata Ruang. Edisi Agustus. No. 5. Jakarta.

Febriani, R. 2008. Gelombang Elektromagnetik. http://my-blog-its-me.blogspot.com/2008/08/html. [19 Desember 2009]

Feynman, R. and Leighton, R. 1966. "Chapter 9: Electricity in the Atmosphere." In The Feynman Lectures on Physics. Volume 2. Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Fisher, R.J and Schnetzer. 1994. Triggered Lightning, Sandia National, Albuquerque. Frango, F. 1786. Enlight'ning Moments In History. 6 : 23-28


(5)

Gallangher, T.J. and Pearmain, A.J. 1991. High Voltage Measurement Testing and Design. Hal 30.

Golde and Rolling. 2005. Grounding. Oxford University Press. Oxford. 178 p. Harger. 2008. Lightning and Grounding. London.

Hidayat, S. 2008. Ketika Petir Menyambar Tower BTS. http://wordpress.com/2008/04/10/html/[10 Nopember 2010].

Husni, M. 2002. Mengenal Bahaya Petir. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol 3. No. 4 Oktober – Desember 2002. Jakarta.

Husni, M. 2006. Workshop Penanggulangan Bencana Alam, Gempa Bumi, Cuaca dan Iklim. BMKG.Jakarta.

Hutauruk, T.S. 1994. Pentanahan Netral Sistem Tenaga dan Pentanahan. Erlangga. Jakarta.

Khalifa, M. 1990. High Voltage Engineering (Theory and Practice). Marcel Dekker, Inc.

Lowke, J.J. 1995. A Theory of Ball Lightning as an Electric Discharge. Physic. 1: 47-52.

Mahmudsyah. 1995. Makalah Sistem Proteksi Petir. LAPI-ITB. Bandung. Malan, D.J. 1963. Physics of Lightning. English Universities Press. London.

Maliki, R. 2008. Studi Dampak Sambaran Petir pada Peralatan Tegangan Rendah Rumah Tangga Menggunakan Perangkat Lunak EMTP. ITS. Surabaya. 1: 3-21.

Paul, S. 2007.Recommended Grounding Guidelines.

http://www.lightningsafety.com/nlsi_lhm/rtaf3.html. [12 Nopember 2009]. Prahasta, E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis, CV.

Informatika. Bandung.

Soeryani, M, dkk. 1987. Lingkungan, Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta.


(6)

Suryawan, D. 2003. Pengaruh Sambaran Petir terhadap Sistem Proteksi pada Tower BTS. [Tesis]. Universitas Negeri Lampung, Program Pascasarjana. Lampung. Uman. M.A. 1987. The Lightning Discharge. Academic. Newyork.

Viemeister, P.E. 1972. The Lightning Book. MA: MIT Press. Cambridge.

Wikipedia. 2006. Lightning. http://en.wikipedia.org/wiki/Lightning. [12 Nopember 2009].

Wikipedia. 2006. Electrical Potential Energy. http://en.wikipedia.org/wiki/electric-potential-energy.html. [12 Nopember 2009].

Zoro, R. 2009. Induksi dan Konduksi Gelombang Elektromagnetik Akibat Sambaran Petir pada Jaringan Tegangan Rendah. Makalah, Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2009: 25-32. ITB. Bandung.