Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah ( Kasus di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah

RINGKASAN
EKti DIAN NUR A N G G M I N I . Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang
Merah. Kasus di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa
Tengah. Dibawah b i m b i n g a ~DWI
~ MCHMINA.
Sayuran sebagai komoditas hortikultura kembali menjadi perhatian yang
cukup serius dalam beberapa tahun terakhir ini. Permintaan konsumen terhadap
produk hortikultura tersebut sudah semakin selektif, baik untuk produk hortikultura
yang dihasilkan dalam negeri maupun luar negeri.
Bawang merah (Allizrm nscoloniczmz L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang cukup penting dan sangat berperan dalam masyarakat. Bawang
merah menjadi komoditas yang cukup penting sebagai sumber penghasilan petani.
Jenis sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu
masakan guna menambah citarasa dan kenikmatan makanan.
Sampai saat ini pusat produksi bawang merah di Indonesia masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama Jawa Timur yang mempunyai luas panen rataI

rata selama tahun 1991 - 1998 sebesar 19.816,63 hektar, produksi 173.059,88 ton dan
dengan produktivitas 87,29 ton per hektar. Kemudian disusul oleh Jawa Tengah
dengan luas panen 18.160,63 hektar, produksi 163.945,25 ton dan dengan
produktivitas 90,30 ton per hektardan Jawa Barat dengan luas panen 12.501,50

hektar, produksi 90.889,63 ton, dan produktivitas 71,320 ton per hektar (Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2000).
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) mengetahui
bagaimana keragaan usahatani bawang merah di daerah penelitian, (2) menganalisis
bagaimana pendapatan usahatani yang diperoleh di daerah penelitian, dan (5)
menganalisis bagaimana saluran dan marjin pemasaran yang terjadi di daerah
penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brehes,
/-

Propinsi Jawa Tengah dengan alasan Kecamatan Wanasari dianggap debagai
penghasil bawang merah terbesar di Kabupaten Brebes

Berdasarkan hasil analisis pendapatan bawang merah, maka diperoleh
penerimaan rata-rata di Desa Klampok lebih besar yaitu sebesar Rp 25.423.250.74
per hektar per musim tanam, dibandingkan dengan di Desa Dukuhwringin yaitu
sebesar Rp 25.79.856,88 per hektar per musim tanam. Hal ini disebabkan hasil
produksi bawang merah di Desa Klampok lebih besar yaitu 10.696,33 kilogram per
hektar per musim tanam sedangkan di Desa Dukuhwringin sebesar 9.971,49 kilogram
per hektar per musim tanam.
Biaya total di Desa Klampok lebih kecil dibandingkan dengan Desa

Dukuhwringin, yaitu sebesar Rp 17.982.263,64 per hektar per musim tanam, dengan
perincian biaya tunai sebesar Rp 10.331.033,54 per hektar per musirn tanam atau
57,45 persen dari biaya total dan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 7.651.230,lO
per hektar per musim tanam atau 42,55 persen dari biaya total. Sedangkan untuk
biaya total di Desa Dukuhwringin sebesar Rp 18.110.511,89 per hektar per musim
tanam, dengan perincian biaya tunai sebesar Rp 9.970.157,ll per hektar per musirn
tanam atau 55,05 persen dari biaya total, dan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp
8.140.354,78 per hektar per musim tanam atau 44,95 persen dari biaya total. Biaya
tunai di Desa IClampok lebih besar dibandingkan dengan di Desa Dukuhwringin,
sedangkan untuk biaya yang diperhitungkan di Desa Dukuhwringin lebih besar
dibandingkan dengan Desa Klarnpok.
Pendapatan atas biaya tunai di Desa Klampok sebesar Rp 18.092.217,20 per
hektar per musim tanam, di Desa Dukuhwringin sebesar Rp 15.109.699,77 per hektar
per musim tanam. Pendapatan atas biaya total di Desa Klampok sebesar
Rp10.440.987,lO per hektar per musim tanam, dan di Desa Dukuhwringin sebesar Rp
6.969.344,99 per hektar per musim tanam. RIC-rasio atas biaya tunai di Desa
IClampok sebesar 2,75 dan di Desa Dukuhwringin 2,52. Untuk RIC-rasio atas biaya
total di Desa IClarnpok sebesar l,5S dan di Desa Dukuhwringin sebesar 1,38.
ICegiatan usahatani yang berlangsung di Desa IClarnpok dan Desa
Dukuhwringin hampir sama, baik dalam waktu penanaman maupun tahap-tahap dari

rnulai penanaman sampai panen. Perbedaan yang terjadi hanya pada hal-ha1 tertentu
saja, seperti pada jenis bibit yang digunakan, penggunaan pupuk, dan penggunaan

obat-obatan, karena ini tergantung dari kemampuan masing-masing petani.
Permasalahan yang dialami oleh petani bawang merah di kedua desa tersebut pun
hampir sama, seperti mahalnya harga obat-obatan, serangan hama dan penyakit dan
fluktuasi harga.
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, maka dapat disimpulkan bahwa
usahatani bawang merah di Desa Klampok dan Desa Dukuhwringin cukup
menguntungkan. Ini dapat dilihat dari pendapatan baik atas biaya total maupun atas
biaya tunai yang bernilai positif Selain itu dapat dilihat dari nilai WC-rasio baik atas
biaya tunai maupun atas biaya total yang lebih besar dari satu.
Jika terjadi musim yang tidak menentu dan adanya serangan hama dan
penyakit tanaman yang dapat rnenurunkan produksi bawang merah 3 - 4 ton per
hektar, maka usahatani bawang merah di Desa Klampok dan Desa Dukuhwringin
masih menguntungkan jika dilihat pada pendapatan dan WC-rasio atas biaya tunai
saja. Jika dilihat dari pendapatan dan Wc-rasio atas biaya total

maka kegiatan


usahatani bawang merah di Desa Klampok dan Desa Dukuhwringin tidalc
menguntungkan karena bernilai negatif dan kurang dari satu.
Fluktuasi harga bawang merah

selama ini disebabkan oleh

perubahan

penawaran. Jika terjadi panen raya, dimana penawaran meningkat, dengan asumsi
permintaan tetap, produktivitas tetap, harga dan jumlah input yang digunakan tetap
malca dapat menyebabkan turunnya tetap. Apabila harga turun sampai pada tingkat
harga Rp 675 per kilogram, maka usahtani bawang merah di Desa Klampok dan Desa
Dulcuhwringin tidak menguntungkan baik dilihat dari pendapatan dan WC-rasio atas
biaya tunai maupun pendapatan dan WC-rasio atas biaya total, karena bernilai negatif
dan kurang dari satu.
Sistem pemasaran yang terjadi baik di Desa Klampok dan Desa
Dukuhwringin hampir sama, baik saluran pemasaran yang terjadi maupun lembagalembaga yang terlibat. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat antara lain petani,
pedagang pengumpul desa, pedagang besar pengirim, pedagang grosir, pedagang
pengecer, dan konsumen akhir. Saluran pemasaran tersebut dapat melalui pasar
bawang maupun tanpa melaluinya, tetapi pada umumnya para petani maupun


pedagang pengumpul desa jarang melalui pasar bawang. Hal ini disebabkan jika
melalui pasar bawang hams ada biaya tambahan yang hams dikeluarkan dan besarnya
potongan pada saat penimbangan.
Berdasarkan analisis marjin pemasaran, maka dapat diketahui bahwa bagian
yang diterima petani dfnmzeLl-:rshue) sangat kecil jika dibandingkan dengan harga
yang hams dibayarkan oleh konsumen. Hal ini disebabkan panjangnya jalur
pemasararan atau jauhnya jarak antara petani sebagi produsen dengan konsumen.
Selain itu petani tidak dapat menentukan harga, sehingga keuntungan yang diterima
petani tidak begitu besar.
Saran-saran yang perlu diperhatikan adalah perlu adanya sistem penyimpanan
bibit bawang merah yang lebih baik agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Untuk
pemasaran bawang merah, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang fungsi pasar
bawang dalam memperlancar pemasaran bawang merah bagi petani.

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG MEEWH
(Kasus di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah)

Oleh:
EKA DIAN NUR ANGGRAINI

A07496033

SKRlPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

JURUSAN %MU-ILNSU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000

JURUSAN E M U - E M U SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:
Nama

: Eka Dian Nur Anggraini


Nolnor Pokok

: A07496033

Program Studi

: Agribisnis

Judul

: ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BAWANG

MERAH @