Pola Pemberian Makan dan Preferensi Makanan Tambahan Anak di Bawah Umur Dua Tahun di Desa dan Kota (Studi Kasus di Desa Caringin, Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor)
-
i,L-,
POLA PEbfBERIAN MAKAN DAM PREFERENSI
MAKANAN YAfdBAHAS WHAK DB BiWAEI UMIBW DUA TAMUN
Dl DESA DAN Dl KOTA
(Studi Kasus Di Desa Caringin, IKabupaten Bogor dan
Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor)
Oleh :
ROHYANI S A R W E N D A H
A.241260
JURUSAN GlZl MASYARAKAT DAF! SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANlAN BDGOR
1994
RINGKASAN
R O W A N 1 SARWENDAH.
Pola pemberian Makan dan Preferensi Makanan Tambahan Anak Di Bawah Umur Dua Tahun di Desa
dan di Kota (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir, Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor). Di
bawah bimbingan HIDAJAT SYARIEF dan AHMAD SULAEMAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan anak baduta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta preferensi makanan anak baduta, di desa
dan di kota.
Penelitian -dilaksanakandi desa Pasir Buncir , Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor, dari
bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 1991. Pengambilan contoh dilakukan secara acak, dengan jumlah contoh
masing-masing di desa dan di kota yaitu 11 anak berumur 4-6
bulan, 25 anak berumur 7-12 bulan dan 24 anak berumur 13-24
bulan. Jadi seluruhnya ada 60 anak di desa dan 60 di kota.
Pola pemberian makan anak baduta meliputi ketepatan
pemberian, umur pertama pemberian, jenis dan bentuk makanan
yang diberikan, dan frekuensi pemberian. Sedangkan preferensi jenis makanan baduta diukur dengan menggunakan skor.
Pengetahuan gizi ibu
mencakup pertanyaan mengenai pola
pemberian makan anak baduta yang tepat, yang diukur dengan
menggunakan skor. Analisa data dilakukan secara deskripsi
dan menggunakan uji statistik.
Jumlah responden yang masih memberikan AS1 kepada anak
baduta, lebih banyak di kota dibanding di desa. Untuk di
desa, AS1 umumnya digantikan dengan susu sapi segar dan
susu kental manis. Sedangkan di kota digantikan dengan
susu formula khusus untuk anak baduta. Sebanyak 78% responden di desa, telah memberikan makanan selain AS1 kepada
anaknya pada saat umur anak kurang dari 2 bulan. Sedangkan
di kota 63% memberikannya pada saat usia anak lebih dari 3
bulan. Jenis makanan yang pertama kali diberikan di desa
umumnya berupa pisang dan biskuit atau bubur nasi. Untuk
di kota umumnya diberikan pisang dan makanan tambahan
kemasan. Pada anak baduta di desa berumur 4-6 bulan, 91%
diberikan makanan kurang dari 2 kali sehari. Sedangkan
untuk anak berumur 7-24 bulan umumnya 2-3 kali sehari.
Lebih dari 50% responden di kota memberikan makan 2-3 kali
sehari kepada anak baduta pada semua golongan umur.
Jenis serealia yang dikonsumsi anak baduta di desa
umumnya berupa makanan yang terbuat dari beras seperti ketupat, bubur nasi dan nasi. Sedangkan jenis serealia lainnya yang banyak dikonsumsi yaitu mie instan, terutama untuk
anak berumur 7-24 bulan baik di desa maupun di kota. Jenis
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
desa adalah tempe dan tahu. Bubur kacang hijau dan tempe
paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di kota, terutama
untuk golongan umur 7-24 bulan. Jenis sayuran jarang dan
hanya sedikit dikonsumsi oleh anak baduta di desa. Bayam
dan wortel paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
kota. Pisang merupakan jenis buah yang jumlahnya lebih
dari 50% dikonsumsi oleh semua golongan umur anak baduta di
desa dan di kota. Di kota jenis buah yang dikonsumsi selain pisang lebih beragam dibanding di desa. Anak baduta
yang mengkonsumsi jenis pangan hewani seperti telur, daging
ayam, daging sapi, dan hati, lebih banyak di kota dibanding
di desa. Ikan asin merupakan jenis yang banyak dikonsumsi
oleh anak baduta 13-24 bulan di desa. Jenis makanan selingan seperti chiki, kuai-kuai paling banyak dikonsumsi oleh
anak baduta berumur 13-24 bulan di desa dan di kota, meskipun jumlahnya lebih banyak di desa dibanding di kota.
Responden yang memberikan makanan tambahan kemasan, lebih
banyak di kota dibanding di desa. Susunan makanan pada
anak baduta di kota untuk semua golongan umur lebih bervariasi dan umumnya lebih lengkap. Sedangkan di desa jenisnya terbatas dan kurang memenuhi kebutuhan tubuh akan zat
gizi.
Jenis makanan yang paling disukai yaitu dengan skor 3,
untuk anak baduta di desa adalah biskuit, pisang, kuaikuai, nasi, mie instant, tempe, dan ikan asin. Sedangkan
sayuran merupakan jenis makanan yang paling tidak disukai.
Untuk anak baduta di kota, umumnya menyukai jenis makanan
seperti bubur tepung beras, pisang, biskuit, nasi, bayam,
wortel, mie instant, bubur kacang hijau, dan berbagai jenis
buah, juga pangan hewani seperti telur, daging ayam dan
daging sapi.
Uji statistik mengungkapkan bahwa pola pemberian makan
memiliki hubungan yang bermakna dengan pengetahuan gizi
ibu, tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga, baik di
desa maupun di kota. Selain itu terungkap pula bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara pengetahuan
gizi ibu di desa dan di kota. Juga terdapat perbedaan pada
pola pemberian makan, konsumsi energi, protein, dan vitamin
A, dan status gizi antara responden di kota dengan di desa.
Pengetahuan gizi ibu dan pola pemberian makan anak
baduta di kota relatif lebih baik dibanding di desa. Demikian juga untuk prevalensi status gizi baik di kota, lebih
banyak jumlahnya dibanding di desa. Konsumsi energi, protein, dan vitamin A di desa masih belum memenuhi kecukupan
zat gizi. Faktor pengetahuan gizi ibu, pendidikan, dan.
pendapatan sangat berperan dalam membentuk pola pemberian
makan dan status gizi yang baik. Selain itu faktor ketersediaan bahan pangan, mempengaruhi keragaman pemberian dan
konsumsi makanan.
POLA PEMBERIAN MAKAN DAN PREFEXSXSI
MAKANAN TAMBAHAN ANAK DIBAWAH UPIUR DUA TAHUN
DI DESA DAN DI KOTA
(Studi Kasus di Desa Pasir ~uncirKecamatan caringin Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes Kotamadya Bogor)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Rohyani Sarwendah
A 24 1260
JURUSAN GIZI HASYARAKAT DAN SUHBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PWTANIAN BM;OR
1994
Judul
: POLA P E W B W I A N MAKAN DAN PREFWENSI MAKANAN
TAMBAHAN ANAK DI BAWAH UMUR DUA TAHUN DI DESA
DAN DI KOTA (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir
Kabupaten Bogor dan di Kelurahan Kebon Pedes,
Kotamadya Bogor).
Nama
: Rohyani Sarwendah
NrP
: A 24 1260
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing I1
Dr.Ir.Hidavat Svarief. M.S.
NIP. 130516871
Ir. Ahmad Sulaeman. M.S.
NIP. 131803658
(94
Tanggal Lulus : '7- 5e~'embar
-
i,L-,
POLA PEbfBERIAN MAKAN DAM PREFERENSI
MAKANAN YAfdBAHAS WHAK DB BiWAEI UMIBW DUA TAMUN
Dl DESA DAN Dl KOTA
(Studi Kasus Di Desa Caringin, IKabupaten Bogor dan
Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor)
Oleh :
ROHYANI S A R W E N D A H
A.241260
JURUSAN GlZl MASYARAKAT DAF! SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANlAN BDGOR
1994
RINGKASAN
R O W A N 1 SARWENDAH.
Pola pemberian Makan dan Preferensi Makanan Tambahan Anak Di Bawah Umur Dua Tahun di Desa
dan di Kota (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir, Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor). Di
bawah bimbingan HIDAJAT SYARIEF dan AHMAD SULAEMAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan anak baduta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta preferensi makanan anak baduta, di desa
dan di kota.
Penelitian -dilaksanakandi desa Pasir Buncir , Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor, dari
bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 1991. Pengambilan contoh dilakukan secara acak, dengan jumlah contoh
masing-masing di desa dan di kota yaitu 11 anak berumur 4-6
bulan, 25 anak berumur 7-12 bulan dan 24 anak berumur 13-24
bulan. Jadi seluruhnya ada 60 anak di desa dan 60 di kota.
Pola pemberian makan anak baduta meliputi ketepatan
pemberian, umur pertama pemberian, jenis dan bentuk makanan
yang diberikan, dan frekuensi pemberian. Sedangkan preferensi jenis makanan baduta diukur dengan menggunakan skor.
Pengetahuan gizi ibu
mencakup pertanyaan mengenai pola
pemberian makan anak baduta yang tepat, yang diukur dengan
menggunakan skor. Analisa data dilakukan secara deskripsi
dan menggunakan uji statistik.
Jumlah responden yang masih memberikan AS1 kepada anak
baduta, lebih banyak di kota dibanding di desa. Untuk di
desa, AS1 umumnya digantikan dengan susu sapi segar dan
susu kental manis. Sedangkan di kota digantikan dengan
susu formula khusus untuk anak baduta. Sebanyak 78% responden di desa, telah memberikan makanan selain AS1 kepada
anaknya pada saat umur anak kurang dari 2 bulan. Sedangkan
di kota 63% memberikannya pada saat usia anak lebih dari 3
bulan. Jenis makanan yang pertama kali diberikan di desa
umumnya berupa pisang dan biskuit atau bubur nasi. Untuk
di kota umumnya diberikan pisang dan makanan tambahan
kemasan. Pada anak baduta di desa berumur 4-6 bulan, 91%
diberikan makanan kurang dari 2 kali sehari. Sedangkan
untuk anak berumur 7-24 bulan umumnya 2-3 kali sehari.
Lebih dari 50% responden di kota memberikan makan 2-3 kali
sehari kepada anak baduta pada semua golongan umur.
Jenis serealia yang dikonsumsi anak baduta di desa
umumnya berupa makanan yang terbuat dari beras seperti ketupat, bubur nasi dan nasi. Sedangkan jenis serealia lainnya yang banyak dikonsumsi yaitu mie instan, terutama untuk
anak berumur 7-24 bulan baik di desa maupun di kota. Jenis
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
desa adalah tempe dan tahu. Bubur kacang hijau dan tempe
paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di kota, terutama
untuk golongan umur 7-24 bulan. Jenis sayuran jarang dan
hanya sedikit dikonsumsi oleh anak baduta di desa. Bayam
dan wortel paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
kota. Pisang merupakan jenis buah yang jumlahnya lebih
dari 50% dikonsumsi oleh semua golongan umur anak baduta di
desa dan di kota. Di kota jenis buah yang dikonsumsi selain pisang lebih beragam dibanding di desa. Anak baduta
yang mengkonsumsi jenis pangan hewani seperti telur, daging
ayam, daging sapi, dan hati, lebih banyak di kota dibanding
di desa. Ikan asin merupakan jenis yang banyak dikonsumsi
oleh anak baduta 13-24 bulan di desa. Jenis makanan selingan seperti chiki, kuai-kuai paling banyak dikonsumsi oleh
anak baduta berumur 13-24 bulan di desa dan di kota, meskipun jumlahnya lebih banyak di desa dibanding di kota.
Responden yang memberikan makanan tambahan kemasan, lebih
banyak di kota dibanding di desa. Susunan makanan pada
anak baduta di kota untuk semua golongan umur lebih bervariasi dan umumnya lebih lengkap. Sedangkan di desa jenisnya terbatas dan kurang memenuhi kebutuhan tubuh akan zat
gizi.
Jenis makanan yang paling disukai yaitu dengan skor 3,
untuk anak baduta di desa adalah biskuit, pisang, kuaikuai, nasi, mie instant, tempe, dan ikan asin. Sedangkan
sayuran merupakan jenis makanan yang paling tidak disukai.
Untuk anak baduta di kota, umumnya menyukai jenis makanan
seperti bubur tepung beras, pisang, biskuit, nasi, bayam,
wortel, mie instant, bubur kacang hijau, dan berbagai jenis
buah, juga pangan hewani seperti telur, daging ayam dan
daging sapi.
Uji statistik mengungkapkan bahwa pola pemberian makan
memiliki hubungan yang bermakna dengan pengetahuan gizi
ibu, tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga, baik di
desa maupun di kota. Selain itu terungkap pula bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara pengetahuan
gizi ibu di desa dan di kota. Juga terdapat perbedaan pada
pola pemberian makan, konsumsi energi, protein, dan vitamin
A, dan status gizi antara responden di kota dengan di desa.
Pengetahuan gizi ibu dan pola pemberian makan anak
baduta di kota relatif lebih baik dibanding di desa. Demikian juga untuk prevalensi status gizi baik di kota, lebih
banyak jumlahnya dibanding di desa. Konsumsi energi, protein, dan vitamin A di desa masih belum memenuhi kecukupan
zat gizi. Faktor pengetahuan gizi ibu, pendidikan, dan.
pendapatan sangat berperan dalam membentuk pola pemberian
makan dan status gizi yang baik. Selain itu faktor ketersediaan bahan pangan, mempengaruhi keragaman pemberian dan
konsumsi makanan.
POLA PEMBERIAN MAKAN DAN PREFEXSXSI
MAKANAN TAMBAHAN ANAK DIBAWAH UPIUR DUA TAHUN
DI DESA DAN DI KOTA
(Studi Kasus di Desa Pasir ~uncirKecamatan caringin Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes Kotamadya Bogor)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Rohyani Sarwendah
A 24 1260
JURUSAN GIZI HASYARAKAT DAN SUHBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PWTANIAN BM;OR
1994
Judul
: POLA P E W B W I A N MAKAN DAN PREFWENSI MAKANAN
TAMBAHAN ANAK DI BAWAH UMUR DUA TAHUN DI DESA
DAN DI KOTA (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir
Kabupaten Bogor dan di Kelurahan Kebon Pedes,
Kotamadya Bogor).
Nama
: Rohyani Sarwendah
NrP
: A 24 1260
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing I1
Dr.Ir.Hidavat Svarief. M.S.
NIP. 130516871
Ir. Ahmad Sulaeman. M.S.
NIP. 131803658
(94
Tanggal Lulus : '7- 5e~'embar
i,L-,
POLA PEbfBERIAN MAKAN DAM PREFERENSI
MAKANAN YAfdBAHAS WHAK DB BiWAEI UMIBW DUA TAMUN
Dl DESA DAN Dl KOTA
(Studi Kasus Di Desa Caringin, IKabupaten Bogor dan
Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor)
Oleh :
ROHYANI S A R W E N D A H
A.241260
JURUSAN GlZl MASYARAKAT DAF! SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANlAN BDGOR
1994
RINGKASAN
R O W A N 1 SARWENDAH.
Pola pemberian Makan dan Preferensi Makanan Tambahan Anak Di Bawah Umur Dua Tahun di Desa
dan di Kota (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir, Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor). Di
bawah bimbingan HIDAJAT SYARIEF dan AHMAD SULAEMAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan anak baduta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta preferensi makanan anak baduta, di desa
dan di kota.
Penelitian -dilaksanakandi desa Pasir Buncir , Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor, dari
bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 1991. Pengambilan contoh dilakukan secara acak, dengan jumlah contoh
masing-masing di desa dan di kota yaitu 11 anak berumur 4-6
bulan, 25 anak berumur 7-12 bulan dan 24 anak berumur 13-24
bulan. Jadi seluruhnya ada 60 anak di desa dan 60 di kota.
Pola pemberian makan anak baduta meliputi ketepatan
pemberian, umur pertama pemberian, jenis dan bentuk makanan
yang diberikan, dan frekuensi pemberian. Sedangkan preferensi jenis makanan baduta diukur dengan menggunakan skor.
Pengetahuan gizi ibu
mencakup pertanyaan mengenai pola
pemberian makan anak baduta yang tepat, yang diukur dengan
menggunakan skor. Analisa data dilakukan secara deskripsi
dan menggunakan uji statistik.
Jumlah responden yang masih memberikan AS1 kepada anak
baduta, lebih banyak di kota dibanding di desa. Untuk di
desa, AS1 umumnya digantikan dengan susu sapi segar dan
susu kental manis. Sedangkan di kota digantikan dengan
susu formula khusus untuk anak baduta. Sebanyak 78% responden di desa, telah memberikan makanan selain AS1 kepada
anaknya pada saat umur anak kurang dari 2 bulan. Sedangkan
di kota 63% memberikannya pada saat usia anak lebih dari 3
bulan. Jenis makanan yang pertama kali diberikan di desa
umumnya berupa pisang dan biskuit atau bubur nasi. Untuk
di kota umumnya diberikan pisang dan makanan tambahan
kemasan. Pada anak baduta di desa berumur 4-6 bulan, 91%
diberikan makanan kurang dari 2 kali sehari. Sedangkan
untuk anak berumur 7-24 bulan umumnya 2-3 kali sehari.
Lebih dari 50% responden di kota memberikan makan 2-3 kali
sehari kepada anak baduta pada semua golongan umur.
Jenis serealia yang dikonsumsi anak baduta di desa
umumnya berupa makanan yang terbuat dari beras seperti ketupat, bubur nasi dan nasi. Sedangkan jenis serealia lainnya yang banyak dikonsumsi yaitu mie instan, terutama untuk
anak berumur 7-24 bulan baik di desa maupun di kota. Jenis
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
desa adalah tempe dan tahu. Bubur kacang hijau dan tempe
paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di kota, terutama
untuk golongan umur 7-24 bulan. Jenis sayuran jarang dan
hanya sedikit dikonsumsi oleh anak baduta di desa. Bayam
dan wortel paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
kota. Pisang merupakan jenis buah yang jumlahnya lebih
dari 50% dikonsumsi oleh semua golongan umur anak baduta di
desa dan di kota. Di kota jenis buah yang dikonsumsi selain pisang lebih beragam dibanding di desa. Anak baduta
yang mengkonsumsi jenis pangan hewani seperti telur, daging
ayam, daging sapi, dan hati, lebih banyak di kota dibanding
di desa. Ikan asin merupakan jenis yang banyak dikonsumsi
oleh anak baduta 13-24 bulan di desa. Jenis makanan selingan seperti chiki, kuai-kuai paling banyak dikonsumsi oleh
anak baduta berumur 13-24 bulan di desa dan di kota, meskipun jumlahnya lebih banyak di desa dibanding di kota.
Responden yang memberikan makanan tambahan kemasan, lebih
banyak di kota dibanding di desa. Susunan makanan pada
anak baduta di kota untuk semua golongan umur lebih bervariasi dan umumnya lebih lengkap. Sedangkan di desa jenisnya terbatas dan kurang memenuhi kebutuhan tubuh akan zat
gizi.
Jenis makanan yang paling disukai yaitu dengan skor 3,
untuk anak baduta di desa adalah biskuit, pisang, kuaikuai, nasi, mie instant, tempe, dan ikan asin. Sedangkan
sayuran merupakan jenis makanan yang paling tidak disukai.
Untuk anak baduta di kota, umumnya menyukai jenis makanan
seperti bubur tepung beras, pisang, biskuit, nasi, bayam,
wortel, mie instant, bubur kacang hijau, dan berbagai jenis
buah, juga pangan hewani seperti telur, daging ayam dan
daging sapi.
Uji statistik mengungkapkan bahwa pola pemberian makan
memiliki hubungan yang bermakna dengan pengetahuan gizi
ibu, tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga, baik di
desa maupun di kota. Selain itu terungkap pula bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara pengetahuan
gizi ibu di desa dan di kota. Juga terdapat perbedaan pada
pola pemberian makan, konsumsi energi, protein, dan vitamin
A, dan status gizi antara responden di kota dengan di desa.
Pengetahuan gizi ibu dan pola pemberian makan anak
baduta di kota relatif lebih baik dibanding di desa. Demikian juga untuk prevalensi status gizi baik di kota, lebih
banyak jumlahnya dibanding di desa. Konsumsi energi, protein, dan vitamin A di desa masih belum memenuhi kecukupan
zat gizi. Faktor pengetahuan gizi ibu, pendidikan, dan.
pendapatan sangat berperan dalam membentuk pola pemberian
makan dan status gizi yang baik. Selain itu faktor ketersediaan bahan pangan, mempengaruhi keragaman pemberian dan
konsumsi makanan.
POLA PEMBERIAN MAKAN DAN PREFEXSXSI
MAKANAN TAMBAHAN ANAK DIBAWAH UPIUR DUA TAHUN
DI DESA DAN DI KOTA
(Studi Kasus di Desa Pasir ~uncirKecamatan caringin Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes Kotamadya Bogor)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Rohyani Sarwendah
A 24 1260
JURUSAN GIZI HASYARAKAT DAN SUHBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PWTANIAN BM;OR
1994
Judul
: POLA P E W B W I A N MAKAN DAN PREFWENSI MAKANAN
TAMBAHAN ANAK DI BAWAH UMUR DUA TAHUN DI DESA
DAN DI KOTA (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir
Kabupaten Bogor dan di Kelurahan Kebon Pedes,
Kotamadya Bogor).
Nama
: Rohyani Sarwendah
NrP
: A 24 1260
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing I1
Dr.Ir.Hidavat Svarief. M.S.
NIP. 130516871
Ir. Ahmad Sulaeman. M.S.
NIP. 131803658
(94
Tanggal Lulus : '7- 5e~'embar
-
i,L-,
POLA PEbfBERIAN MAKAN DAM PREFERENSI
MAKANAN YAfdBAHAS WHAK DB BiWAEI UMIBW DUA TAMUN
Dl DESA DAN Dl KOTA
(Studi Kasus Di Desa Caringin, IKabupaten Bogor dan
Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor)
Oleh :
ROHYANI S A R W E N D A H
A.241260
JURUSAN GlZl MASYARAKAT DAF! SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANlAN BDGOR
1994
RINGKASAN
R O W A N 1 SARWENDAH.
Pola pemberian Makan dan Preferensi Makanan Tambahan Anak Di Bawah Umur Dua Tahun di Desa
dan di Kota (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir, Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor). Di
bawah bimbingan HIDAJAT SYARIEF dan AHMAD SULAEMAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan anak baduta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta preferensi makanan anak baduta, di desa
dan di kota.
Penelitian -dilaksanakandi desa Pasir Buncir , Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor, dari
bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 1991. Pengambilan contoh dilakukan secara acak, dengan jumlah contoh
masing-masing di desa dan di kota yaitu 11 anak berumur 4-6
bulan, 25 anak berumur 7-12 bulan dan 24 anak berumur 13-24
bulan. Jadi seluruhnya ada 60 anak di desa dan 60 di kota.
Pola pemberian makan anak baduta meliputi ketepatan
pemberian, umur pertama pemberian, jenis dan bentuk makanan
yang diberikan, dan frekuensi pemberian. Sedangkan preferensi jenis makanan baduta diukur dengan menggunakan skor.
Pengetahuan gizi ibu
mencakup pertanyaan mengenai pola
pemberian makan anak baduta yang tepat, yang diukur dengan
menggunakan skor. Analisa data dilakukan secara deskripsi
dan menggunakan uji statistik.
Jumlah responden yang masih memberikan AS1 kepada anak
baduta, lebih banyak di kota dibanding di desa. Untuk di
desa, AS1 umumnya digantikan dengan susu sapi segar dan
susu kental manis. Sedangkan di kota digantikan dengan
susu formula khusus untuk anak baduta. Sebanyak 78% responden di desa, telah memberikan makanan selain AS1 kepada
anaknya pada saat umur anak kurang dari 2 bulan. Sedangkan
di kota 63% memberikannya pada saat usia anak lebih dari 3
bulan. Jenis makanan yang pertama kali diberikan di desa
umumnya berupa pisang dan biskuit atau bubur nasi. Untuk
di kota umumnya diberikan pisang dan makanan tambahan
kemasan. Pada anak baduta di desa berumur 4-6 bulan, 91%
diberikan makanan kurang dari 2 kali sehari. Sedangkan
untuk anak berumur 7-24 bulan umumnya 2-3 kali sehari.
Lebih dari 50% responden di kota memberikan makan 2-3 kali
sehari kepada anak baduta pada semua golongan umur.
Jenis serealia yang dikonsumsi anak baduta di desa
umumnya berupa makanan yang terbuat dari beras seperti ketupat, bubur nasi dan nasi. Sedangkan jenis serealia lainnya yang banyak dikonsumsi yaitu mie instan, terutama untuk
anak berumur 7-24 bulan baik di desa maupun di kota. Jenis
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
desa adalah tempe dan tahu. Bubur kacang hijau dan tempe
paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di kota, terutama
untuk golongan umur 7-24 bulan. Jenis sayuran jarang dan
hanya sedikit dikonsumsi oleh anak baduta di desa. Bayam
dan wortel paling banyak dikonsumsi oleh anak baduta di
kota. Pisang merupakan jenis buah yang jumlahnya lebih
dari 50% dikonsumsi oleh semua golongan umur anak baduta di
desa dan di kota. Di kota jenis buah yang dikonsumsi selain pisang lebih beragam dibanding di desa. Anak baduta
yang mengkonsumsi jenis pangan hewani seperti telur, daging
ayam, daging sapi, dan hati, lebih banyak di kota dibanding
di desa. Ikan asin merupakan jenis yang banyak dikonsumsi
oleh anak baduta 13-24 bulan di desa. Jenis makanan selingan seperti chiki, kuai-kuai paling banyak dikonsumsi oleh
anak baduta berumur 13-24 bulan di desa dan di kota, meskipun jumlahnya lebih banyak di desa dibanding di kota.
Responden yang memberikan makanan tambahan kemasan, lebih
banyak di kota dibanding di desa. Susunan makanan pada
anak baduta di kota untuk semua golongan umur lebih bervariasi dan umumnya lebih lengkap. Sedangkan di desa jenisnya terbatas dan kurang memenuhi kebutuhan tubuh akan zat
gizi.
Jenis makanan yang paling disukai yaitu dengan skor 3,
untuk anak baduta di desa adalah biskuit, pisang, kuaikuai, nasi, mie instant, tempe, dan ikan asin. Sedangkan
sayuran merupakan jenis makanan yang paling tidak disukai.
Untuk anak baduta di kota, umumnya menyukai jenis makanan
seperti bubur tepung beras, pisang, biskuit, nasi, bayam,
wortel, mie instant, bubur kacang hijau, dan berbagai jenis
buah, juga pangan hewani seperti telur, daging ayam dan
daging sapi.
Uji statistik mengungkapkan bahwa pola pemberian makan
memiliki hubungan yang bermakna dengan pengetahuan gizi
ibu, tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga, baik di
desa maupun di kota. Selain itu terungkap pula bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara pengetahuan
gizi ibu di desa dan di kota. Juga terdapat perbedaan pada
pola pemberian makan, konsumsi energi, protein, dan vitamin
A, dan status gizi antara responden di kota dengan di desa.
Pengetahuan gizi ibu dan pola pemberian makan anak
baduta di kota relatif lebih baik dibanding di desa. Demikian juga untuk prevalensi status gizi baik di kota, lebih
banyak jumlahnya dibanding di desa. Konsumsi energi, protein, dan vitamin A di desa masih belum memenuhi kecukupan
zat gizi. Faktor pengetahuan gizi ibu, pendidikan, dan.
pendapatan sangat berperan dalam membentuk pola pemberian
makan dan status gizi yang baik. Selain itu faktor ketersediaan bahan pangan, mempengaruhi keragaman pemberian dan
konsumsi makanan.
POLA PEMBERIAN MAKAN DAN PREFEXSXSI
MAKANAN TAMBAHAN ANAK DIBAWAH UPIUR DUA TAHUN
DI DESA DAN DI KOTA
(Studi Kasus di Desa Pasir ~uncirKecamatan caringin Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kebon Pedes Kotamadya Bogor)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Rohyani Sarwendah
A 24 1260
JURUSAN GIZI HASYARAKAT DAN SUHBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PWTANIAN BM;OR
1994
Judul
: POLA P E W B W I A N MAKAN DAN PREFWENSI MAKANAN
TAMBAHAN ANAK DI BAWAH UMUR DUA TAHUN DI DESA
DAN DI KOTA (Studi Kasus di Desa Pasir Buncir
Kabupaten Bogor dan di Kelurahan Kebon Pedes,
Kotamadya Bogor).
Nama
: Rohyani Sarwendah
NrP
: A 24 1260
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing I1
Dr.Ir.Hidavat Svarief. M.S.
NIP. 130516871
Ir. Ahmad Sulaeman. M.S.
NIP. 131803658
(94
Tanggal Lulus : '7- 5e~'embar