Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor
ANALISIS KEUNTUNGAN USAHATERNAK SAPI PERAH
(Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor)
AGUNG WIBOWO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor)” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2013
Agung Wibowo
(3)
AGUNG WIBOWO. Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor) . Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN
Produksi susu segar di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 959.732 liter. Sebagian besar peternak di Indonesia menjalankan usahaternak sapi perah dalam skala usaha kecil dan menengah. Produktifitas sapi perah erat kaitannya dengan lokasi peternakan. Salah satu sentra penghasil susu sapi di Kota Bogor adalah Kelurahan Kebon Pedes. Kegiatan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes sudah berlangsung selama puluhan tahun. Daerah ini memiliki suhu rata-rata sebesar 36o- 40o C serta tidak tersedianya lahan sebagai sumber pakan hijauan membuat produktifitas susu sapi rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan produktifitas sapi dalam menghasilkan susu rata-rata sebesar 10,51 liter per hari. Biaya pakan konsentrat menyumbangkan persentase biaya tertinggi dari total biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar 49,33% dari total biaya. Keuntungan rata-rata usahaternak sebesar Rp.2.296,30 per liter dengan R/C rasio sebesar 1,39. Faktor biaya pakan dan biaya kesehatan berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahaternak sapi perah.
(4)
AGUNG WIBOWO. Analysis of Profitability Dairy Farm (Case in Kebon Pedes sub-district, Bogor city). Supervised by UJANG SEHABUDIN
Indonesia’s milk production in 2012 equal 959.732 litre. Most of dairy cattle farmers in Indonesia run their business in small and medium scale. Productivity of dairy milk is closely related to the location of the farm. One of the location dairy farm in Bogor city is in Kebon Pedes sub-district. Dairy farm activities in Kebon Pedes sub-district been going on for decades. This area has an average temperature of 36o– 40o C and the unavailability of land as source of green feed making dairy milk productivity is not good. The results of this research showed milk productivity average by 10,51 litres per day. Cost of concentrate feed contributed the highest percentage of the total costs that equals to 49,33% of the total cost. Profit of dairy farm average by Rp.2.296,30 per litre and R/C ratio obtained 1,39. Feed cost factor and health cost factor significantly affect profitability of dairy farm business.
(5)
(Kasus Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor)
AGUNG WIBOWO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(6)
Kebon Pedes, Kota Bogor) Nama : Agung Wibowo
NIM : H44070058
Disetujui oleh
Ir. Ujang Sehabudin Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
(7)
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember 2012 hingga Oktober 2013 ini adalah Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor).
Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Ayahanda tercinta (Supramono), Ibunda tercinta (Tri Suhariyani), adik-adikku tersayang (Shinta Kartika dan Shania Ratri), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis.
2. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing utama skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, inspirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Adi Hadianto, S.P, M.Si sebagai dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji perwakilan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Dosen - dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan waktu serta tenaga dalam memberikan arahan, bimbingan serta motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Pihak Kelurahan Kebon Pedes, Ketua Kelompok Ternak RW.07 dan RW.10 Kelurahan Kebon Pedes, pihak Balai Penelitian Peternakan Kota Bogor, serta bapak-bapak peternak responden yang telah membantu penulis dalam memperoleh data serta informasi.
6. Teman-teman ESL 44 (Ario, Alfian, Yusuf, Wahyu) serta keluarga Besar ESL 44 atas segala pengalaman, bantuan, semangat dan motivasinya.
(8)
membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat
Bogor, November 2013
(9)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II.TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Usahaternak Sapi Perah ... 7
2.2. Keuntungan Usahaternak ... 8
2.3. Penelitian Terdahulu. ... 11
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 13
3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis ... 13
3.1.1. Analisis Usahaternak ... 13
3.1.2. Faktor Produksi ... 13
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 15
IV. METODE PENELITIAN ... 17
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 17
4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 18
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 18
4.4.1. Analisis Keuntungan ... 18
4.4.2. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) ... 19
4.4.3. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak 20
4.4.3.1. Uji Statistik ... 22
4.4.3.2. Uji Ekonometrik ... 23
4.4.3.2.1. Uji Normalitas ... 23
4.4.3.2.2. Uji Multikolinearitas ... 24
4.4.3.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 25
V. GAMBARAN UMUM ... 27
5.1. Keadaan Umum Kelurahan Kebon Pedes ... 27
5.1.1. Letak Geogerafis dan Batas Administratif ... 27
(10)
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31
6.1. Keragaan Usahaternak ... 31
6.1.1. Karakteristik Peternak ... 31
6.1.2. Populasi Sapi Perah ... 34
6.1.3. Tenaga Kerja ... 37
6.1.4. Pakan ... 37
6.1.5. Kandang ... 39
6.1.6. Perkawinan ... 40
6.1.7. Kesehatan Ternak ... 40
6.1.8. Pemerahan Susu ... 41
6.1.9. Pemasaran Susu ... 42
6.2. Keuntungan Usahaternak Sapi Perah ... 43
6.2.1. Penerimaan Usahaternak ... 43
6.2.2. Biaya Usahaternak ... 44
6.2.3. Keuntungan Usahaternak ... 44
6.3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Usahaternak. 46
VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 49
7.1. Simpulan ... 49
7.2. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
(11)
DAFTAR TABEL
1. Jumlah ternak sapi perah di Indonesia ... 1
2. Jumlah ternak sapi perah di Jawa Barat ... 2
3. Jenis dan sumber data ... 18
4. Jumlah populasi dan sampel ... 18
5. Penggunaan lahan di Kelurahan Kebon Pedes ... 29
6. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia ... 31
7. Karakteristik subjek penelitian menurut tingkat pendidikan ... 32
8. Karakteristik subjek penelitian menurut jumlah tanggungan keluarga ... 34
9. Populasi sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes ... 34
10. Kepemilikan sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes ... 35
11. Populasi sapi laktasi berdasarkan periode laktasi ... 36
12. Populasi sapi laktasi berdasarkan bulan laktasi ... 36
13. Produksi susu harian dan pemasaran ... 38
14. Total produksi susu berdasarkan bulan laktasi ... 43
15. Unit cost produksi susu berdasarkan periode laktasi ... 44
16. Struktur penerimaan, biaya, keuntungan, dan R/C rasio ... 45
17. Hasil estimasi model regresi terhadap nilai keuntungan usahaternak ... 46
(12)
DAFTAR GAMBAR
1. Kurva produksi susu ... 10
2. Diagram alur kerangka pemikiran operasional... 16
3. Kategori penduduk berdasarkan jenis kelamin... 28
4. Kategori penduduk berdasarkan usia ... 28
5. Kategori penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ... 29
6. Sapi perah jenis Fiesien Holstein ... 35
7. Pakan ampas tahu ... 38
8. Kandang sapi ... 40
9. Kegiatan pemerahan... 41
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner ... 522. Struktur kepemilikan sapi per peternak ... 55
3. Produksi susu harian dan pemasarannya ... 56
4. Hasil estimasi model regresi terhadap keuntungan usahaternak ... 57
(13)
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Peternakan merupakan bagian dari pertanian yang menghasilkan produk pangan. Pangan yang dihasilkan dari peternakan merupakan penghasil protein hewani yang bernilai gizi tinggi seperti daging, telur, dan susu. Peternakan diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat yang bekerja sebagai peternak. Pelaksanaan pengembangan peternakan sapi perah dan industri susu merupakan salah satu usaha peningkatan pendapatan peternak.
Pengembangan peternakan sapi perah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap hasil peternakan berupa susu. Peningkatan produksi dan produktivitas peternakan sapi perah di Indonesia cukup besar, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan produksi susu selama periode 2009-2011 sebesar rata-rata 8,5 % per tahun. Namun pada tahun 2012 jumlah produksi susu di Indonesia mengalami penurunan. Jumlah produksi susu segar di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 959.732 liter. Konsumsi susu di Indonesia tahun 2010 sebesar 11,95 liter susu per kapita dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 12,85 liter susu per kapita. (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013)
Tabel 1. Jumlah ternak sapi perah di Indonesia
Tahun Jumlah ternak sapi perah (ekor)
2008 474.701
2009 488.448
2010 597.213
2011 611.939
2012 636.064
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2013
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah ternak sapi perah di Indonesia pada tahun 2008 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 jumlah ternak sapi perah di Indonesia sebanyak 636.064 ekor. Adanya peningkatan jumlah peternak sapi perah di Indonesia menunjukkan bahwa bidang usaha ternak sapi perah masih memiliki potensi untuk terus berkembang.
(14)
Tabel 2. Jumlah ternak sapi perah di Jawa Barat
Tahun Jumlah ternak sapi perah (ekor)
2009 117.337
2010 120.475
2011 139.970
2012 136.054
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2013
Jawa Barat adalah salah satu propinsi yang menjadi sentra penghasil susu di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya jumlah peternak sapi perah di Jawa Barat. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah ternak sapi perah di propinsi Jawa barat pada periode 2009 hingga 2011 menunjukkan peningkatan namun pada tahun 2012 mengalami penurunan jumlah sapi perah. Pada tahun 2011 jumlah ternak sapi perah sebesar 139.970 ekor namun pada tahun 2012 menurun menjadi 136.054 ekor. Jumlah tersebut merupakan terbesar ketiga setelah propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Usaha ternak sapi perah merupakan salah satu usaha yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikembangkan. Kota Bogor adalah salah satu daerah yang memiliki usaha ternak sapi perah di Indonesia. Pada tahun 2010 di Kota Bogor terdapat jumlah sapi perah sebanyak 946 ekor. Jumlah tersebut merupakan terbesar kedua setelah Kota Bandung yaitu sebanyak 1.115 ekor sapi perah (Badan Pusat Statistik, 2012). Usaha ternak sapi perah saat ini masih tetap menjanjikan karena permintaan pasar terhadap susu akan selalu ada.
Usaha ternak sapi selain menghasilkan produk yang yang dapat dimanfaatkan seperti susu, daging, tulang, dan kulit juga menghasilkan produk yang tidak dapat dimanfaatkan seperti limbah kotoran ternak. Limbah kotoran ternak menimbulkan masalah diantaranya bau yang tidak sedap, bibit penyakit, dan pencemaran lingkungan. Mendirikan peternakan di lokasi yang dekat dengan pemukiman akan diprotes oleh warga disekitarnya karena pencemaran yang ditimbulkan kotoran ternak. Semakin jauh lokasi peternakan dari pemukiman penduduk maka akan semakin baik. Hal ini memang tidak menjadi masalah bagi peternakan skala besar sebab dengan dana yang besar, peternak dapat menyediakan segala fasilitas yang diperlukan di lokasi terseebut. Tetapi bagi peternak skala kecil, hal ini menjadi masalah karena akan menyebabkan kesulitan
(15)
dalam penanganannya. Tidak mengherankan jika lokasi peternakan skala kecil biasanya tidak jauh dari lokasi pemukiman penduduk.
Peternakan sapi perah dengan skala kecil hingga menengah di Kota Bogor terdapat di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pada tahun 2011 jumlah ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes sebesar 633 ekor (Badan Pusat Statistik, 2012). Jumlaah tersebut merupakan yang terbesar di Kota Bogor. Kepemilikan sapi perah di daerah ini yaitu antara dua hingga lima puluhan ekor dan sebagian besar kandang memiliki ukuran yang kecil. Jenis sapi yang banyak dipelihara yaitu peranakan Friesian Holstein (PFH) yaitu jenis sapi dari Eropa yang paling banyak diternakkan sebagai ternak sapi perah di Indonesia. Lokasi kandang sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes berdekatan dengan pemukiman penduduk bahkan lokasi kandang sapi berdekatan dengan tempat tinggal peternak.
1.2Perumusan Masalah
Usaha ternak sapi perah Kota Bogor salah satunya terdapat di Kelurahan Kebon Pedes, selain itu juga terdapat di Kelurahan Tajur Halang dan Kelurahan Cibeureum. Usaha ternak di Kelurahan Kebon Pedes tersebut didominasi oleh usaha ternak skala kecil hingga menengah namun sudah bersifat komersil yang artinya dalam mengelola usaha ternaknya mengutamakan untuk memperoleh keuntungan. Dalam mencapai tujuan tersebut, peternak menghadapi beberapa kendala. Tujuan yang ingin dicapai serta kendala yang dihadapi merupakan faktor penentu bagi peternak untuk mengambil keputusan dalam usaha ternaknya. Oleh sebab itu, peternak akan berusaha mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Usaha ternak di Kelurahan Kebon Pedes umumnya merupakan sumber mata pencaharian utama peternak. Hal ini dikarenakan sifat produksi sapi perah yang tidak bersifat musiman tetapi berkelanjutan sehingga dapat memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan bagi peternak.
Lokasi kandang yang berada dekat dengan pemukiman penduduk memiliki permasalahan yaitu limbah kotoran ternak sapi perah yang menimbulkan bau yang tidak sedap, selain itu kotoran ternak yang menumpuk juga sebagai sumber
(16)
penyakit. Lokasi peternakan sapi yang berada dekat dengan pemukiman penduduk juga menimbulkan permasalahan lain yaitu luas kandang yang sulit untuk bertambah karena lahan pemukiman yang semakin banyak, selain itu suhu udara yang hangat juga menjadi kendala dalam pemeliharaan sapi perah karena pada dasarnya peranakan sapi Friesian Holstein adalah jenis sapi yang hidup di daerah beriklim sub tropis yang tentu saja berbeda dengan kondisi di Indonesia terutama di Kelurahan Kebon Pedes. Diperlukan upaya-upaya pengelolaan peternakan yang baik sehingga dapat meningkatkan skala usaha ternak sapi perah secara optimal. Berdasarkan uraian diatas, makan akan dibahas beberapa aspek dalam penelitian, yaitu :
1. Bagaimana keragaan usaha ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes ? 2. Berapa keuntungan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan usahaternak sapi
perah di Kelurahan Kebon Pedes ?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi keragaan usaha sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes 2. Menganalisis keuntungan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon
Pedes
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi penulis dan civitas akademik mengenai analisa tata usahaternak sapi perah, analisa pendapatan usahaternak sapi perah, serta faktor-faktor yang mempengaruhi usahaternak perah. Bagi pelaku usahaternak sapi perah penelitian ini dapat dijadikan sumber rujukan untuk pengembangan usahaternak lebih lanjut. Penelitian ini dapat juga dijadikan sumber rujukan bagi pemerintah dalam
(17)
mengambil kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan usahaternak sapi perah di Kota Bogor pada khususnya.
1.5Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Sebagai objek penelitian yaitu peternak sapi perah yang berada di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10 Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini meliputi aspek ekonomi usahaternak sapi perah. Aspek ekonomi yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya produksi, R/C Ratio, serta keuntungan usahaternak. Penerimaan dibagi menjadi penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai berasal dari penjualaan susu dan penjualan sapi. Data yang dianalisis merupakan satu tahun masa produksi usahaternak sapi perah.
Analisis keuntungan yang dibahas pada penelitian ini terbatas pada jumlah dan komposisi jenis sapi yang tidak mengalami perubahan selama satu tahun. Sebagian besar peternak mengurus sendiri sapi mereka dan hanya beberapa yang ditambah menggunakan tenaga kerja. Biaya tenaga kerja peternak yang mengurus sendiri sapinya diasumsikan setara dengan besar upah pekerja sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes.
(18)
(19)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usahaternak Sapi Perah
Keberhasilan usahaternak sapi perah tergantung beberapa faktor, yaitu sebagai berikut : (1) sumberdaya manusia, bahwa efisiensi usahaternak tergantung dari peternak yang erat kaitannya dengan penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teknologi pengelolaan secaraa efisien, (2) sumberdaya alam, bahwa pengadaan bahan makanan berupa hijauan dan penguat memerlukan sumberdaya alam yang memadai, ternak memerlukan pakan hijauan dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh sebab itu tersedianya lahan sebagai sumber pakan hijauan sangat diperlukan, (3) sarana penunjang, seperti dukungan dari pihak pemerintah dan swasta. (Nuraeni, 2006)
Sudono (1999) menyatakan bahwa umumnya para peternak sapi perah di Indonesia cara beternaknya masih berdasarkan atas pengalaman orangtuanya dari generasi ke generasi. Keadaan ini sering dijumpai pada peternak yang sudah bertahun-tahun menjalani usaha ternak sapi perah yang belum mengerti teknik beternak yang baik. Faktor penting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri, peternak harus mengetahui bagaimana dan kapan menanamkan modal untuk usaha peternakannya serta dapat menentukan besarnya keuntungan yang didapat dari tiap investasi yang ditanamkan. Pengembangan usaha ternak ini sangat berdampak pada penciptaan lapangan lapangan kerja dan menjanjikan pendapatan tunai, sehingga dapat memotivasi peternak untuk berperan aktif dalam kegiatan agribisnis.
Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok : (1) Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional. Keterampilan sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Kalau siang hari diberi minumdan dimandikan seperlunya sebelum dimasukkan ke dalam kandang. Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh anggota kelompok peternak. Pada umunya biaya yang dikeluarkan hanya untuk membeli bibit, pembuatan kandang dan peralatan-peralatan lain.
(20)
Tujuan utamanya ialah sebagai hewan kerja dalam membajak sawah/tegalan, hewan penarik gerobak atau pengangkut beban, sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk. Biasanya hewan yang sudah berumur 4-5 tahun dijual dan jarang sekali ternak besar yang dipotong untuk konsumsi keluarga, kecuali untuk pesat-pesta tertentu. (2) Petenakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil. Keterampilan yang dimiliki sudah lebih baik. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan dan makanan penguat cenderung meningkat. Jumlah ternak yang dimiliki 2-5 ekor ternak besar. Bahan makanan berupa hasil ikutan panenseperti bekatul, jagung, jerami dan rumput-rumputan yang dikumpulkan oleh tenaga dari keluarga sendiri. Tujuan utama memelihara ternak untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. (3) Peternak komersial. Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal dan sarana produksi dengan teknologi yang mulai maju. Semua tenaga kerja dibayardan makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar. Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya. Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat menguasai pasar (Mubyarto , 1989).
Siahaan (2002), menyatakan bahwa peternak memiliki usaha peternakan sapi perah sebagai mata pencaharian utama terdorong oleh alasan sifat ternak sapi perah yang dapat menjamin kontinuitas pendapatan dan tidak bersifat musiman. Hal ini mendorong peternak untuk menjadikan usaha ternak sebagai mata pencarian utama karena adanya kemudahan berupa paket kredit sapi, pasokan pakan, dan penampungan susu seara kolektif oleh koperasi susu.
2.2 Keuntungan Usahaternak
Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran. Penerimaan tersebut bersumber dari hasil pemasaran atau penjualan hasil usaha sedangkan pengeluaran merupakan biaya total yang digunakan selama proses produksi (Kadarsan, 1995). Keberhasilan usahaternak dapat dilihat dengan cara melakukan analisis pendapatan usahaternak. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan yaitu : (a) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan (b) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Hernanto, 1996).
(21)
Menurut Mastuti (2011) Penerimaan usaha ternak sapi berasal dari beberapa komponen diantaranya adalah penjualan produk utama yaitu susu dan produk sampingan yaitu penjualan ternak (pedet jantan dan ternak afkir), kenaikan nilai ternak apabila ternak terseebut tidak dijual. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap (biaya penyusutan kandang dan peralatan, tenaga kerja tetap, pajak, sewa tanah, bunga pinjaman) dan biaya variabel (biaya pakan, tenaga kerja lepas, IB, obat, vitamin, transport, listrik, dan perbaikan sarana)
Pengeluaran usahaternak adalah semua biaya operasional tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahaternak dan nilai kerja pengelola usahaternak. Pengeluaran ini meliputi : (1) pengeluaran tunai, (2) penyusutan benda fisik, (3) pengeluaran nilai inventaris, dan (4) nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Untuk keperluan analisa pendapatan petani diperlukan empat unsur, yaitu : (1) rata-rata inventaris, (2) penerimaan usahaternak, (3) pengeluaran usahaternak dan (4) penerimaan dari berbagai sumber (Hermanto, 1995).
Boediono (1990) mengatakan bahwa biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktifitas-aktifitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan biaya dibedakan atas beaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Komponen biaya tetap meliputi sewa, penyusutan, pajak, dan sebagainya. Biaya ini selamanya sama atau tidak pernah berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksikan. Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung. Biaya ini jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume pruduksi sehingga biaya-biaya per satuannya cenderung berubah juga.
Jenis sapi perah yang banyak diternakkan di Indonesia yaitu jenis Friesien Holstein (FH). Sapi FH berasal dari provinsi Friesiend, Belanda. Sapi FH memiliki ciri-ciri yaitu warna kulit belang hitam dan putih, memiliki ujung ekor berwarna putih, bentuk kepala yang panjang, dahi seperti cawan, moncong luas, ambing yang besar serta simetris. Sapi FH memiliki berat 675 kg dengan rata-rata
(22)
produksi susu 5.759 sampai 6.250 kg per tahun. Karakteristik lainnya yaitu memiliki temperamen tenang, kemampuan merumputnya sedang dan waktu masak kelaminnya yang lambat. Kadar lemak susu sapi FH umumnya 3,5% - 3,7% dengan warna lemak kuning membentuk butiran-butiran atau globula (Blakely dan Blade, 1994).
Pada umunya lama masa laktasi adalah 10 bulan atau 305 hari pada sapi-sapi yang mempunyai selang beranak 12 bulan. Produksi susu total setiap laktasi bervariasi, tetapi pada umumnya puncak produksi dicapai pada umur 6 dan 7 tahun atau pada laktasi ke-3 dan ke-4. Kurva produksi susu dalam satu masa laktasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber : Blakely dan Blade 1994
Gambar 1. Kurva Produksi Susu
Mulai laktasi pertama, produksi susu akan meningkat sampai umur dewasa namun setelah laktasi ke-5 dan seterusnya produksi susu perlahan menurun. Produksi susu pada laktasi pertama adalah 70%, laktasi kedua adalah 80%, laktasi ketiga 90% dan laktasi keempat 95% dari produksi susu pada umur dewasa dengan selang beranak 12 bulan dan beranak pertama pada umur dua tahun (Tyler dan Ensminger, 2006)
(23)
2.3 Penelitian Terdahulu
Suherni (2007) meneliti tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, yang termasuk kedalam faktor pendukung diantaranya sumber daya peternak, populasi sapi kategori laktasi, pemasaran susu, penyediaan bibit sapi perah, dan potensi pasar konsumsi susu. Sedangkan yang termasuk kedalam faktor penghambat diantaranya iklim, keterbatasan lahan, dan limbah ternak. Sumber daya peternak di Kelurahan Kebon Pedes rata-rata sudah 17,9 tahun menjalankan usaha ternaknya. Populasi ternak sapi perah memiliki persentase sapi laktasi sebesar 68,91 %. Besar rata-rata pendapatan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes yaitu Rp.30.465.334,16 /peternak/tahun dengan nilai R/C 1,93.
Sanjaya (2010) meneliti tentang manfaat ekonomi limbah usahaternak sapi perah Kelompok Ternak Mekar Jaya di Kecamatan Megamendung Bogor. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan pendapatan rata-rata tahunan usahaternak antara peternak yang memanfaatkan limbah kotoran dengan yang tidak memanfaatkan limbah. Nilai limbah usahaternak yang dihasilkan oleh peternak yang memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.2,5 juta/tahun. Total pendapatan usahaternak yang memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.10.394.777,00 dengan R/C Rasio sebesar 1,36. Sementara total pendapatan usahaternak yang tidak memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.7.815.444 dengan R/C Rasio sebesar 1,27.
Priska et al. (2013) meneliti tentang Break Even Point (BEP) usaha ternak sapi perah di kelurahan Pinaras kota Tomohon. BEP dapat dicapai pada penerimaan atau hasil penjualan susu sebanyak 1767, 52 liter per bulan atau pada saat jumlah sapi laktasi sebanyak 10,16 ekor.
Ruth et al. (2013) meneliti tentang profitabilitas peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang. Rata-rata keuntungan usaha sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang sebesar Rp.9.207.255,00 per tahun atau Rp.767.271,00 per bulan. Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.21.181.695, 00 per tahun atau sebesar Rp.1.765.141,00 per bulan, sehingga diperoleh nilai profitabilitas usaha sapi perah sebesar 43,46%.
(24)
(25)
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Usahaternak
Analisis keuntungan usahatani atau usahaternak digunakan untuk mengevaluasi kegiatan peternak dalam setahun (Gittinger, 1986). Berguna untuk mengetahui dan mengukur kegiatan usaha yang dilakukan berhasil atau sebaliknya. Tingkat pendapatan usaha ternak dipengaruhi oleh keadaan harga faktor produksi dan harga hasil produksi, selain dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh peternak.
Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa pendapatan kotor usaha tani merupakan hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih usahatani merupakan selisis antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai usahatani yang menunjukkan kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.
Pendapatan, menurut Kadarsan (1995), adalah selisih antara penerimaan total perusahaan dengan pengeluarannya. Penerimaan tersebut bersumber dari hasil pemasaran atau penjualan hasil usaha sedangkan pengeluaran merupakan biaya total yang digunakan selama proses produksi.
Untuk menganalisis pendapatan usahaternak diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Ditambahkan pula bahwa tujuan analisis pendapatan ini adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat.
3.1.2 Faktor Produksi
Faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan diantaranya :
a. Lahan
Menurut Sudono (2003) dua hal yang harus diperhatikan dalam persiapan lahan beternak sapi perah yaitu lahan untuk kandang dan lahan untuk penanaman rumput. Lahan yang dibutuhkan untuk kandang
(26)
berdasarkan keadaansapi perah terbagi menjadi 3 yaitu : 1). Kandang seekor sapi masa produksi membutuhkan lahan seluas 380x140m. Luas lahan ini termasuk selokan, jalan kandang dan tempat pakan; 2) Kandang sapi dara siap bunting sampai bunting membutuhkan lahan 12x20 m untuk 10 ekor. Dalam hal ini, sapi-sapi dara dilepas secara berkelompok; dan 3) Kandang seekor pedet membutuhkan lahan seluas 150x120 cm. Lahan untuk penanaman rumput harus disesuaikan dengan jumlah sapi perah yang dipelihara, lahan seluas 1 ha bisa memenuhi kebutuhan hijauan sekitar 10-14 ekor sapi dewasa selama satu tahun.
b. Pakan
Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang produksinya tinggi, bila tidak mendapatkan pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnyatidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Untuk memenuhi kebutuhan seekor sapi laktasi dengan bobot badan 450 kg dengan produksi susu rata-rata 13 kg/hari dan lemak susu 3,5% dibutuhkan konsentrat 6,05 kg, rumput alam 20,75 kg dan rumput gajah 7,60 kg (Sudono, 2003)
c. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja. (Soekartawi, 2003). Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan peneerimaan informasi. Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah akan lebih memilih mempertahankan tradisi yang berhubungan dengan daya pikirnya, sehingga sulit menerima informasi baru (Kusumawati, 2004). Peningkatan kualitas pekerja yang dicerminkan oleh tingkat pendidikan yang rata-rata semakin baik, akan memberikan dampak positif terhadap produktifitas tenaga kerja (Mulyadi, 2003)
(27)
d. Bangunan Kandang
Kandang merupakan tempat berlindung bagi ternak. Jika dilihat bagi peruntukannya, kandang sapi perah dapat dibagi menjadi lima jenis kandang : 1) Kandang pedet, umur 0-4 bulan; 2) Kandang sapi remaja umur 4-8 bulan; 3) Kandang sapi dara, umur 8 bulan- 2 tahun; 4) Kandang sapi dewasa, umur lebih dari 2 tahun dan laktasi; 5) Kandang sapi kering kandang (Sudono, 2003).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha peternakan yang terdapat di Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar merupakan sumber mata pencaharian yang utama. Sebagian besar peternak mengusahakan peternakannya dalam skala kecil dan menengah.. Selain skala usaha, produktifitas susu sapi per ekor sapi laktasi juga menjadi hal yang menentukan keuntungan usahaternak sapi perah. Hal pertama yang perlu diidentifikasi yaitu masalah keuntungan. Keuntungan diperoleh dari pengurangan total penerimaan dengan total biaya. Penjualan susu merupakan sumber penerimaan yang utama dalam usahaternak sapi perah,. Selain itu penjualan sapi pedet dan afkir juga menjadi sumber penerimaan tambahan bagi peternak. Total Biaya terdiri atas biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai meliputi biaya pakan (hijauan, konsentrat, ampas kedelai dan dedak), biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya kesehatan, biaya peralatan, biaya transportasi dan biaya penunjang lainnya. Biaya non tunai meliputi biaya tenaga kerja keluarga dan biaya biaya penyusutan. Analisis yang diperlukan meliputi analisis R/C Rasio serta analisis keuntungan. Hal berikutnya yang perlu diidentifikasi yaitu identifikasi terhadap faktor-faktor yang menentukan keuntungan. Untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan maka diperlukan alat analisis regresi berganda.
Analisis-analisis yang telah dijabarkan tersebut akan memperoleh kesimpulan mengenai kondisi terkini usaha ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes. Kesimpulan tersebut akan direkomendasikan untuk membantu pengembangan usaha ternak sapi perah tersebut. Secara konseptual kerangka pemikiran operasional penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.
(28)
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Keterangan :
--- : metode yang digunakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan R/C Rasio
Kesimpulan
Penerimaan Biaya
Keuntungan
Regresi linier berganda Usahaternak Sapi Perah
Produksi susu belum mampu memenuhi permintaan
Produktivitas rendah
Skala produksi kecil
(29)
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Kebon Pedes, kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan karena Kelurahan Kebon Pedes adalah salah satu sentra penghasil susu terbesar yang terletak di Kota Bogor dan usaha peternakannya sudah berlangsung sejak lama. Para peternak di berada di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10 Kelurahan Kebon Pedes. Lokasi peternakan terletak di dekat pemukiman warga dan juga tidak ada sumber pakan hijauan. Oleh sebab itu diperlukan strategi tertentu dalam mengusahakan ternak sapi perah di lokasi tersebut. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai Maret 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berasal dari wawancara terstruktur dengan menggunakan alat kuesioner atau daftar pertanyaan terhadap peternak sapi perah yang berada di Kelurahan Kebon Pedes. Para peternak di Kelurahan Kebon Pedes berada di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10. Para peternak yang berada di RW.07 tergabung dalam Kelompok Peternak “Maju Terus” sedangkan para peternak yang berada di RW.10 tergabung dalam Kelompok Peternak “Sumber Makmur”. Selain itu dilakukan juga observasi dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui gejala yang tampak pada objek penelitian serta sebagai sumber informasi. Data sekunder yang dipakai berasal dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor, Direktorat Jenderal Peternakan, Balai Penelitian Peternakan, Kelurahan Kebon Pedes serta literatur lain yang mendukung penelitian yang dapat dijadikan bahan rujukan.
(30)
Tabel 3. Jenis dan sumber data
Data Jenis data Sumber
Nama peternak, usia, jenis kelamin, tanggungan keluarga, pendidikan
data primer kuesioner dan wawancara
Populasi sapi, jumlah pakan data primer kuesioner dan wawancara
biaya tunai dan non tunai data primer kuesioner dan wawancara
Produksi susu Indonesia, jumlah ternak Jawa Barat
data sekunder Direktorat Jenderal Peternakan Jumlah ternak Kota Bogor, Jumlah
ternak Kelurahan Kebon Pedes
data sekunder Badan Pusat Statistik Kota Bogor
Monografi kelurahan data Sekunder Kelurahan Kebon Pedes
Sumber : Data Primer diolah 2013
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan
purposive sampling. Kegiatan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor terdapat di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10. Jumlah sampel yang diambil di RW.07 sebanyak 20 orang peternak dengan populasi sebanyak 23 peternak. Jumlah sampel yang diambil di RW.10 sebanyak 10 orang peternak dengan populasi sebanyak 15 orang peternak. Penentuan jumlah sampel berdasarkan rasio populasi peternak yang ada di RW.07 dan RW.10 yaitu 2 : 1. Pengambilan sampel di tiap-tiap lokasi dilakukan secara acak.
Tabel 4. Jumlah populasi dan sampel
RW N (populasi) n (sampel)
07 23 20
10 15 10
Jumlah 38 30
Sumber : Data Primer diolah 2013
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 17 sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :
4.4.1 Analisis Keuntungan
Analisis keuntungan dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Biaya dibedakan menjadi biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
(31)
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Produksi yang diperoleh biasanya berkaitan langsung dengan penggunaan faktor produksi yang digunakan. Sebagai contoh biaya untuk sarana produksi. Secara umum rumus pendapatan (Lipsey et al., 1997) dapat ditulis sebagai berikut :
π = TR – TC
π = TR – (TVC+TFC) Keterangan:
π = pendapatan usahaternak
TR = Total Revenue (Totap Pendapatan) TC = Total Cost (Total Biaya)
TVC = Total Variabel Cost (Total Biaya Tidak Tetap) TFC = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap)
Kriteria yang digunakan : 1. π > 0 maka untung 2. π < 0 maka rugi 3. π = 0 maka impas
Salah satu komponen penerimaan dalam usahaternak yaitu berasal dari penjualan susu. Dalam satu kali masa produksi, seekor sapi laktasi memiliki masa produksi susu selama sepuluh bulan atau 305 hari, setelah itu sapi tersebut akan memasuki fase kering kandang. Produksi susu harian yaitu jumlah produksi susu ketika pemerahan pagi hari dan pemerahan sore hari, sehingga dapat ditulis sebagai berikut :
Prodh = Prodp + Prods Keterangan :
Prodh : produksi susu harian
Prodp : produksi susu pada pemerahan pagi hari Prods : produksi susu pada pemerahan sore hari
(32)
Nilai penyusutan pada usahaternak sapi perah yaitu nilai depresisi alat-alat yang digunakan pada kegiatan yang berhubungan pada kegiatan usahaternak sapi perah. Nilai penyusutan yang dihitung menggunakan metode garis lurus. Rumus nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dapat dituliskan sebagai berikut :
Nilai penyusutan = (harga perolehan – nilai sisa)/umur ekonomis 4.4.2 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahaternak. Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keuntungan relatif kegiatan usahaternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui apakah suatu usahaternak menguntungkan atau tidak (Kadarsan, 1995). Rumus yang digunakan :
R/C Rasio = TR/TC
Usahaternak dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari satu yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usahaternak akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usahaternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Usahaternak dikatakan impas bila nilai R/C rasio sama dengan satu.
4.4.3 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahaternak
Model regresi berganda adalah model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas. Terdapat hubungan antara variabel bebas dan terikat dalam regresi linier berganda. Sifat-sifat OLS (Ordinary Least Square) adalah: (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter atau variabel penjelas yang diamati (Gujarati, 2003).
Fungsi regresi linear berganda dituliskan sebagai berikut :
Ln π = Ln β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β3 LnX3 + β4 LnX4+ β5 LnX5 + β6 LnX6 + ei Keterangan:
(33)
π = Keuntungan usahaternak (Rp/liter) X1 = Penjualan susu (Rp/hari)
X2 = Biaya pakan (Rp/liter) X3 = Biaya peralatan (Rp/liter)
X4 = Biaya tenaga kerja (Rp/liter) X5 = Biaya kesehatan (Rp/liter) X6 = Biaya transportasi (Rp/liter) β0 = Intersep
β1, β2, β3, β4, …., β8 = Koefisien regresi variabel bebas
ei = Error
Nilai koefisien yang diharapkan antara lain: β1, β5 > 0 dan β2, β3, β4, β6 < 0
Definisi masing-masing peubah yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Keuntungan peternak (π)
Keuntungan peternak sapi perah merupakan selisih penerimaan dengan biaya total. Sumber penerimaan berasal dari penjualan susu, penjualan pedet jantan atau betina, dan sapi afkir. Total keuntungan dihitung dalam satu tahun dan dinyatakan dalam rupiah per liter.
2. Penjualan susu (X1)
Hasil utama dari usahaternak sapi perah yaitu susu. Hasil penjualan susu di Kelurahan Kebon Pedes dijual kepada loper, KPS, dan konsumen secara langsung. Dinyatakan dalam rupiah per hari. Semakin tinggi penerimaan dari hasil penjualan susu maka akan meningkatkan nilai keuntungan.
3. Biaya pakan (X2)
Pakan yang diberikan berupa pakan konsentrat, pakan hijauan dan pakan ampas serta dedak. Pakan ampas yang diberikan kepada sapi yaitu berupa ampas tahu, ampas tempe, dan dedak. Harga pakan dinyatakan dalam rupiah per liter. Semakin tinggi biaya pakan maka nilai keuntungan akan semakin menurun.
4. Biaya peralatan (X3)
Peralatan yang dimaksudkan yaitu berupa peralatan kandang yang dipergunakan untuk pemeliharaan ternak dan kegiatan produksi, seperti sapu, ember, kaleng susu dan lain-lain. Harga peralatan dinyatakan dalam rupiah
(34)
per tahun. Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan maka keuntungan akan semakin menurun.
5. Biaya tenaga kerja (X4)
Upah tenaga kerja luar keluarga dinilai dengan sejumlah nominal uang yang besarnya tergantung kemampuan setiap unit usahaternak dalam membayarnya serta kesepakatan yang terbentuk antara pekerja dan pemilik usahaternak. Semakin tinggi upah tenaga kerja maka besar keuntungan akan semakin menurun.
6. Biaya kesehatan (X5)
Biaya kesehatan merupakan total nilai pengeluaran untuk obat-obatan dan vaksinasi ternak. Semakin besar biaya kesehatan maka nilai keuntungan akan semakin meningkat. Biaya kesehatan dikeluarkan ketika sapi sedang dalam keadaan sakit maupu pemberian vitamin secara rutin.
7. Biaya transportasi (X6)
Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan peternak untuk mendatangkan pakan. Biaya transportasi dinyatakan dalam rupiah per tahun. Semakin tinggi biaya transportasi maka nilai keuntungan akan semakin menurun.
4.4.3.1 Uji Statistik
Untuk menguji apakah secara statistik variabel independen yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen digunakan uji statistik-f dan uji statistik-t. Pengujian uji statistik-f dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel dependen secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Uji statistik-t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing variabel secara terpisah. Apakah variabel ke-i berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Gujarati, 1991)
4.4.3.1.1 Uji t
Menurut Juanda (2009), uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel dependen. Uji t dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(35)
t
hitung =Keterangan: βˆ : parameter koefisien regresi dugaan Sbˆ : simpangan baku koefisien dugaan β : koefisien regresi
Hipotesis yang digunakan, yaitu:
thitung > ttabel (α; n-k) atau p-value< α maka tolak H0
thitung < ttabel (α; n-k) atau p-value> α maka terima H0
Jika tolak H0 maka variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, sedangkan jika terima H0 maka variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
4.4.3.1.2 Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji-f digunakan untuk menguji koefisien dugaan secara serentak apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari variabel-variabel dependen.
Pengujian yang dilakukan menggunakan distribusi dengan membandingkan antara nilai kritis f dengan nilai f-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Pengujian terhadap pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap perubahan nilai variabel dependen dilakukan melalui pengujian terhadap besarnya perubahan variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan semua nilai variabel independen.
Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai variabel dependen dapat dijelaaskan oleh variasi nilai variabel independen sebagai berikut :
a. Perumusan hipotesis
Ho : variasi perubahan nilai variabel independen tidak dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel independen.
H1 : variasi perubahan nilai variabel independen dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen.
(36)
f-hitung = keterangan :
JKRur : Jumlah Kuadrat Regresi tidak terestriksi JKRr : Jumlah Kuadrat Regresi terestriksi JKSur : Jumlah Kuadrat Sisa tidak terestriksi n : jumlah pengamatan (j = 1, 2, 3, ... , n) k : jumlah peubah bebas (i = 1, 2, 3, ... , n) q : jumlah koefisien yang sama dengan nol c. Penentuan atau penolakan Ho pada α = 5%
F hitung < F tabel = terima Ho F hitung > F tabel = tolak Ho
d. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak Ho maka dapat disimpulkan bahwa variasi perubahan nilai variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi perubaan nilai semua variabel independen. Artinya, semua variabel independen secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap variaber dependen.
4.4.3.2 Uji Ekonometrik 4.4.3.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data menyebar normal secara statistik. Model regresi linear pada uji normalitas ini harus memenuhi asumsi bahwa faktor kesalahan mempunyai nilai rata-rata sebesar nol dan dinotasikan dengan
ei ~ N(0, σ2) 4.4.3.2.1 Uji Multikolinearitas
Apabila kita menggunakan model regresi berganda, kita mempunyai asumsi bahwa variabel-variabel bebas tidak berkorelasi satu sama lain. Seandainya variabel-variabel bebas tersebut berkorelasi satu dengan yang lain maka dikatakan terjadi multikolinearitas. Hal ini sering terjadi pada data berkala, khususnya di bidang ekonomi. Secara ekstrim ada kemungkinan terjadi dua variabel bebas atau lebih mempunyai korelasi yang sangat kuat sehingga pengaruh masing-masing variabel tersebut terhadap variabel dependen sulit untuk dibedakan. Akibat langsung yang dirasakan adalah jika hubungan tersebut sempurna maka koefisien
(37)
regresi parsial tidak akan dapat diestimasi, jika hubungan tersebut tidak sempurna maka koefisien regresi parsial masih dapat diestimasi, tetapi kesalahan baku dari penduga koefisien regresi parsial sangat besar. Hal ini menyebabkan pendugaan nilai variabel dependen dengan menggunakan variabel-variabel independen yang saling berkorelasi menjadi kurang teliti.
Multikolinearitas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi linear diantara variabel bebas sebuah model. Jika dalam suatu model terdapat multikolinear maka akan menyebabkan nilai R2 yang tinggi dan lebih banyak variabel bebas yang tidak signifikan daripada variabel bebas yang signifikan atau bahkan tidak ada satupun, oleh karena itu multikolinear harus dihindari. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independennya. Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independennya kurang dari sepuluh maka variabel independen tersebut tidak terdapat masalah multikolinearitas.
Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan memperhatkan nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk koefisien regrasi ke-j yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
VIF = , j = 1, 2, ..., k
R2j yang dimaksud adalah koefisien determinasi dari regresi variabel independen ke-j pada ke-i variabel independen sisanya untuk k = 2 variabel independen. R2j adalah kuadrat dari korelasi sampel r. Jika variabel prediktor x ke-j tidak berkaitan dengan x sisa, maka R2j = 0. Jika terdapat hubungan, maka VIFj > 1. Nilai VIF mendekati 1 menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada variabel independen.
4.4.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji tingkat kehomogenan ragam galat dari suatu model regresi. Implikasi dari adanya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi dengan menggunakan metode OLS adalah bahwa penduga OLS tidak lagi efisien walaupun penduga tersebut dan peramalannya masih bersifat tidak bias dan konsisten. Selain itu varian dan kovarian dugaan dari
(38)
koefisien regresi akan bias dan tidak konsisten sehingga tes hipotesis menjadi tidak nyata. Heteroskedastisitas lebih sering muncul pada data cross section.
Variabilitas atau keragaman dalam deret waktu cenderung naik dengan tingkat deret. Variabilitas dapat naik apabila variabel berkembang pada tingkat yang konstan dibandingkan jumlah konstan sepanjang waktu. Variabilitas yang tidak konstan disebut heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi dalam linear berganda adalah mempunyai varian yang sama. Pengambilan keputusan yang digunakan adalah jika P-value lebih besar dari lima persen maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
(39)
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Keadaan Umum Kelurahan Kebon Pedes
Keadaan umum Kelurahan Kebon Pedes mendeskripsikan karakteristik dan profil Kelurahan Kebon Pedes. Keadaan umum Kelurahan Kebon Pedes dideskripsikan melalui penjelasan mengenai letak geografis, batas administratif, kependudukan, dan sarana prasarana.
5.1.1 Letak Geografis dan Batas Administratif
Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan luas wilayah 104 hektar yang terbagi menjadi 74 Rukun Tetangga (RT) dan 13 Rukun Warga (RW). Kelurahan Kebon Pedes merupakan daerah yang terletak di wilayah dataran rendah yaitu 250 meter diatas permukaan laut, suhu udara rata-rata 36-40oC dan curah hujan rata-rata 4000 mm per tahun. Tingkat kemiringan lahan berkisar antara 2-15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 25-40%.
Batas wilayah Kelurahan Kebon Pedes, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kedung Badak, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Cibogor, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin dan sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tanah Sareal. Jarak Kelurahan Kebon Pedes dari pusat pemerintahan kecamatan yaitu 1km (kilometer), jarak dengan pemerintahan Kota Bogor yaitu 3 km, jarak dengan ibukota provinsi yaitu 120 km, dan jarak dengan ibukota negara yaitu 60 km. Kelurahan Kebon Pedes dilewati oleh satu sungai besar yaitu sungai Cipakancilan dan dua sungan kecil yaitu sungai Cibalok dan Sungai Cikubang. Kelurahan Kebon Pedes merupakan pemukiman padat penduduk, selain itu di Kelurahan ini juga terdapat Tempat Pemakaman Umum. Akses jalan di Kelurahan ini sudah cukup baik yaitu dengan menggunakan aspal. Sarana dan prasarana di bidang kesehatan, pendidikan, olahraga, dan bidang lainnya yang terdapat di Kelurahan Kebon Pedes cukup baik.
(40)
5.1.2 Kependudukan
Gambar 3. Kategori penduduk berdasarkan jenis kelamin
Kelurahan Kebon Pedes merupakan daerah padat penduduk dengan jumlah penduduk sebesar 22.178 jiwa dan terdapat 5.961 kepala keluarga. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama besar yaitu penduduk laki-laki sebesar 11.268 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 10.910 jiwa. Berdasarkan usia penduduknya, Kelurahan Kebon Pedes memiliki penduduk paling banyak pada usia 30 – 39 tahun yaitu sebesar 5.817 jiwa atau sebesar 26% dan paling sedikit pada usia 50 – 59 tahun sebesar 591 jiwa atau sebesar 8% jika dikategorikan penduduk berusia 50 tahun ke atas.
Gambar 4. Kategori penduduk berdasarkan usia
Penduduk di kelurahan Kebon Pedes terdiri dari berbagai macam latar belakang pendidikan. Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk dengan pendidikan SD/MI memiliki jumlah paling besar yaitu sebesar 6.932 jiwa (32%),
(41)
sedangkan jumlah paling rendah pada pendidikan sarjana (S1-S3) yaitu 397 jiwa (2%) dan taman kanak-kanak yaitu sebesar 350 jiwa (2%). Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Kebon Pedes terdiri atas PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 891 orang, TNI sebanyak 40 orang, Polisi sebanyak 30 orang, swasta/BUMN/BUMD sebanyak 5.870 orang. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang atau wiraswasta sebanyak 950 orang, pertukangan sebanyak 295 orang , sektor jasa sebanyak 892 orang , dan pensiunan sebanyak 968 orang.
Gambar 5. Kategori penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Sebagai daerah yang padat penduduknya maka peruntukan lahan di Kelurahan Kebon Pedes paling besar yaitu berupa pemukiman (bangunan permanen, semi permanen, dan non permanen) seluas 66 Ha. Terdapat juga satu areal Tempat Pemakaman Umum yang cukup luas sebesar 6,6 Ha.
Tabel 5. Penggunaan lahan di Kelurahan Kebon Pedes
No Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)
1 Pemukiman umum 66 63,46
2 Pemakaman umum 6,6 6,35
3 Perkantoran 11 10,58
4 Jalur hijau 1 0,96
5 Prasarana umum lainnya 19,4 18,65
Jumlah 104 100,00
Sumber : Profil Kelurahan Kebon Pedes 2012
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan di Kelurahan Kebon Pedes paling besar yaitu digunakan untuk pemukiman (63,46 %).
(42)
Pemukiman tersebut terdiri atas rumah permanen sebanyak 3.420 bangunan, rumah semi permanen sebanyak 400 bangunan, dan rumah non permanen sebanyak 24 bangunan. Di Kelurahan Kebon Pedes terdapat satu tempat pemakaman umum yaitu TPU (Tempat Pemakaman Umum) Blender yang memiliki luas lahan 6,6 Ha.
Sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Kebon Pedes diantaranya Puskesmas sebanyak satu bangunan, Poliklinik sebanyak 4 bangunan, dan praktik bidan sebanyak 6 bangunan. Sarana pendidikan meliputi Sekolah Dasar sebanyak satu sekolah, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebanyak 12 bangunan, dan
Playgroup sebanyak satu bangunan.
Pada sektor usaha terbagi menjadi beberapa jenis. Usaha rumah tangga terdapat 20 usaha, usaha kecil terdapat 5 usaha, usaha besar terdapat satu usaha. Selain itu juga terdapat 5 usaha yang berstatus PT (Perseroan Terbatas) dan 10 usaha yang berstatus CV.
Jumlah rumah di Kelurahan Kebon Pedes yang sudah memiliki sarana air bersih sebanyak 3.844 rumah yang meliputi 595 rumah memiliki sumur gali, 950 rumah memiliki sumur pompa, dan 2.299 rumah sudah terlayani aliran PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).
(43)
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Keragaan Usahaternak 6.1.1 Karakteristik Peternak
Para peternak di Kelurahan Kebon berada di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10. Peternak yang berada di RW.07 tergabung dalam Kelompok ternak “Maju Terus” sedang peternak yang berada di RW.10 tergabung dalam Kelompok ternak “Sumber Makmur’. Sumber daya peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor dapat dilihat dari karakterisitk peternak yang meliputi usia peternak, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan jumlah tanggungan keluarga.
Peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes rata-rata memiliki usia 41,67 tahun dengan kisaran usia antara 20 – 62 tahun. Jika melihat indikator usia produktif yang berada di kisaran usia 15 – 64 tahun, maka seluruh peternak (100 %) merupakan penduduk usia produktif. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh peternak yang masih menjalankan usahanya merupakan tenaga kerja potensial sehingga masih memungkinkan bagi peternak untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam menjalankan usaha ternak sapi perahnya. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia
Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
20 - 29 4 13,33
30 - 39 11 36,67
40 - 49 6 20,00
50 - 59 6 20,00
60 - 69 3 10,00
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer diolah 2013
Berdasarkan tingkat pendidikannya maka peternak di Kelurahan Kebon Pedes memiliki latar belakang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sarjana Strata 1 (S1). Jika dilihat tingkat pendidikannya maka sebagian besar peternak merupakan tamatan SMA/sederajat yaitu sebanyak 22 orang (73,33%). Semua peternak sudah menyelesaikan pendidikan formal dan ada satu orang yang merupakan sarjana. Meskipun ada sebagian peternak yang merupakan tamatan
(44)
SD/sederajat dan SMP/sederajat, namun pengetahuan dan teknik beternak sapi perah dapat diperoleh peternak dari orang tua secara turun temurun, sesama peternak, maupun belajar sendiri. Terdapat beberapa peternak yang pernah mengikuti pelatihan atau keterampilan mengenai manajemen pemeliharaan sapi perah yang diselenggarakan oleh Dinas Peternakan Kota Bogor maupun Koperasi Produksi Susu (KPS).
Karakteristik subjek penelitian menurut tingkat pendidikan peternak sapi perah di Kelurahan Kebon PedesKota Bogor dapat dijelaskan pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Karakteristik subjek penelitian menurut tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
SD/sederajat 3 10,71
SMP/sederajat 4 13,33
SMA/sederajat 22 73,33
S1 1 3,33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer diolah 2013
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan peternak adalah SMA sebanyak 22 orang (73,33%), selanjutnya tingkat pendidikan SMP sebanyak 4 orang (13,33%) dan SD sebanyak 3 orang (10.71 %), sedangkan tingkat pendidikan peternak paling sedikit adalah S1 (sarjana strata 1) sebanyak 1 orang (3,33%). Menurut Martono (1995), bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir serta kemampuan seseorang dalam mengelola suatu usaha serta dapat mengubah serta menerima setiap perubahan yang ada serta cara menerapkannya.
Keberadaan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes sudah berlangsung puluhan tahun. Namun tidak semua peternak yang memiliki pengalaman dalam beternak sapi perah cukup lama. Rata-rata pengalaman beternak yaitu 13,5 tahun dengan kisaran pengalaman 2 – 35 tahun dalam beternak sapi perah. Sebagian peternak ada yang sudah menjalankan usaha ternak sapi perah sejak masih anak-anak dengan membantu usahaternak orang tua. Peternak yang memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebanyak 6 orang (20%), pengalaman 1 - 10 tahun sebanyak 13 orang (43,33%), dan yang memiliki pengalaman 11 – 20 tahun
(45)
sebanyak 11 orang (36,67%). Menurut Djamali (2002), tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja yang lebih lama tentunya akan memberikan hasil dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja baru. Semakin lama peternak menjalankan usahanya, semakin banyak juga pengalaman yang diperoleh dan dapat dijadikan pelajaran dalam menghadapi persoalan maupun dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dalam menjalankan usahaternak.
Seluruh peternak (100%) sudah menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama, dengan alasan karena sifat usahaternak sapi perah tidak bersifat musiman tetapi usaha berlanjut sehingga dapat memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan bagi peternak. Sebagian peternak juga ada yang memiliki usaha sampingan seperti usaha warung dan jual beli sapi.
Jumlah tanggungan keluarga meliputi peternak itu sendiri dan anggota keluarga (jika ada) yang meliputi istri dan anak. Besarnya jumlah tanggungan keluarga akan meningkatkan tanggung jawab peternak dalam mengelola usahanya karena semakin besar tanggungan maka biaya hidup akan semakin besar juga. Hal ini dapat menjadi salah satu pendorong bagi peternak dalam menjalankan usahaternaknya. Tanggungan keluarga peternak Kelurahan Kebon Pedes berjumlah antara satu sampai enam orang. Tanggungan keluarga satu orang memiliki persentase paling besar yaitu berjumlah 12 orang peternak (40%), sedangkan yang memiliki tanggungan keluarga enam orang memiliki persentase paling kecil yaitu berjumlah 1 orang peternak (3,33). Tanggungan keluarga peternak yaitu istri serta anak-anak yang belum memiliki penghasilan. Jumlah tanggungan keluarga juga mempengaruhi jumlah susu yang diambil oleh peternak untuk keperluan konsumsi. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka jumlah susu yang diambil buat konsumsi juga cenderung lebih banyak. Karakteristik subjek penelitian menurut tanggungan keluarga peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
(46)
Tabel 8. Karakteristik subjek penelitian menurut jumlah tanggungan keluarga Jumlah tanggungan keluarga
(orang)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 12 40,00
2 6 20,00
3 4 13,33
4 4 13,33
5 3 10,00
6 1 3,33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer diolah 2013
6.1.2 Populasi Sapi Perah
Populasi sapi di Kelurahan Kebon Pedes pada saat penelitian yaitu 289 ekor atau 268 Satuan Ternak (ST). Satuan Ternak (ST) yaitu satuan yang dipakai untuk ternak yang didasarkan atas konsumsi pakan. Sapi perah yang diternakkan seluruhnya adalah berjenis sapi perah peranakan Friesien Holstein (PFH). Jumlah sapi perah yang dimiliki peternak bervariasi, yaitu berkisar satu sampai 46 ekor dengan rataan kepemilikan 6,93 ekor per peternak. Populasi ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Populasi sapi di Kelurahan Kebon Pedes
Komposisi Jumlah
Ekor ST % ekor % ST
Pedet Jantan 22 5,5 7,62 2,15
Pedet betina 13 3,25 4,50 1,27
Dara 9 1,5 3,11 0,59
Laktasi 208 208 71,97 81,49
Jantan Dewasa 12 12 4,15 4,70
Betina kering kandang 25 25 8,65 9,80
Jumlah 289 255,25 100,00 100,00
Sumber : Data Primer diolah 2013
Berdasarkan Tabel 9 persentase sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes sebesar 71,97%. Menurut Sudono (2003) bahwa usahaternak sapi perah akan menguntungkan apabila peternak memiliki jumlah sapi laktasi minimal 60 – 70 %, sedangkan rasio sapi laktasi dan sapi tidak produktif sebesar 1 : 0,45. Rasio tersebut hampir mendekati angka ideal seperti yang disarankan oleh Kusnadi et al.
(47)
(1983) bahwa usaha sapi perah yang ekonomis yaitu apabila setiap ekor sapi laktasi hanya dibebani 0,40 ST sapi perah tidak produktif. Hal ini dikarenakan jika terlalu banyak sapi perah yang tidak produktif dibanding dengan yang produktif, maka sapi perah tidak produktif tersebut akan menjadi tanggungan sapi produktif atau laktasi dan menyebabkan tingginya biaya pemeliharaan.
Gambar 6. Sapi perah jenis Friesien Holstein
Sapi laktasi yaitu sapi yang sedang dalam masa menyusui yang artinya sedang produktif dalam menghasilkan susu. Jumlah sapi laktasi responden yang terdapat di Kelurahan Kebon Pedes berjumlah 208 ekor. Sapi pedet yaitu sapi yang baru lahir hingga berusia 12 bulan. Sapi dara yaitu sapi yang berusia 12 bulan hingga sapi tersebut bunting. Peternak memiliki sapi laktasi paling sedikit berjumlah satu ekor sedangkan jumlah sapi laktasi paling banyak yang dimiliki peternak berjumlah 46 ekor. Rata – rata jumlah sapi laktasi sebesar 6,93 ekor per peternak.
Tabel 10 . Kepemilikan sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes
Jumlah sapi laktasi (ekor)
Jumlah Peternak (orang)
Persentase (%)
1- 2 6 20,00
3- 4 12 40,00
5- 6 5 16,67
7- 8 2 6,67
9- 10 1 3,33
> 10 4 13,33
Jumlah 30 100,00
(48)
Berdasarkan Tabel 10, terdapat 6 peternak yang memiliki jumlah sapi laktasi sebesar 1 – 2 ekor atau sebesar 20 %. Jumlah peternak yang memiliki sapi laktasi sebanyak 3 – 4 ekor berjumlah 12 orang peternak (40 %). Terdapat empat orang peternak yang memiliki jumlah sapi laktasi lebih dari sepuluh ekor atau sebesar 13,33 %.
Tabel 11. Populasi sapi laktasi berdasarkan periode laktasi
Periode laktasi 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah sapi laktasi (ekor) 24 44 45 34 39 18 4
Sumber : Data Primer diolah 2013
Periode laktasi yaitu periode ketika sapi perah betina sedang dalam fase menyusui dan produktif menghasilkan susu. Pada umumnya seekor sapi laktasi mulai dapat menghasilkan susu ketika berusia tiga tahun dan disebut juga laktasi pertama. Volume susu yang dihasilkan saat laktasi pertama biasanya tidak terlalu banyak namun volumenya akan semakin bertambah banyak hingga mencapai puncaknya saat laktasi keempat dan kelima. Setelah itu produksi susu akan perlahan menurun. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kepemilikan sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes berada pada periode laktasi kesatu hingga ketujuh. Kepemilikan sapi pada laktasi ketujuh jauh lebih sedikit yaitu berjumlah empat ekor karena sapi pada periode laktasi ketujuh sudah sangat sedikit menghasilkan susu sehingga peternak lebih memilih untuk menjual sapi tersebut.
Tabel 10. Populasi sapi laktasi berdasarkan bulan laktasi
Bulan laktasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah sapi laktasi (ekor) 13 19 30 33 28 26 22 13 17 7
Sumber : Data Primer diolah 2013
Pada satu kali periode laktasi, pada umumnya seekor sapi betina akan menghasilkan susu selama sepuluh bulan atau 305 hari, dan setelah itu sapi tersebut akan memasuki fase kering kandang. Sapi yang sedang dalam masa kering kandang selama dua bulan
Peternak di Kelurahan Kebon Pedes masih memelihara sapi perah pejantan baik muda maupun dewasa dengan tujuan pemeliharaan sehingga sewaktu-waktu
(49)
dapat dijual. Namun, pemeliharaan pejantan tersebut kurang efisien karena disamping biaya pemeliharaannya tinggi, fasilitas untuk melaksanakan inseminasi buatan (IB) sudah memadai sehingga tidak memerlukan lagi pejantan kawin. Alasan lain peternak memelihara pejantan yaitu sebagai pengganti apabila IB tidak berhasil. Pemeliharaan pedet betina sebagai sapi pengganti menunjukkan bahwa peternak berupaya memenuhi kebutuhan regenerasi sapi induk dengan cara membesarkan pedet, disamping untuk meningkatkan skala usaha.
6.1.3 Tenaga Kerja
Para peternak mengerjakan sendiri pekerjaan-pekerjaan terkait pemeliharaan sapi, seperti memerah susu, membersihkan kandang, mengikatkan sapi, dan sebagainya. Selain itu ada sebagian peternak yang dibantu oleh anggota keluarga mereka yang meliputi istri dan anak-anak. Hanya ada tiga peternak yang membutuhkan tenaga kerja luar keluarga dalam mengurus ternak sapi setiap harinya, hal itu disebabkan jumlah sapi yang dipelihara berjumlah puluhan ekor sehingga akan kesulitan jika ditangani sendiri. Ada beberapa hal yang peternak tidak bisa tangani sendiri dalam memelihara sapi seperti mengurus kelahiran anak sapi, mengobati sapi yang sakit, inseminasi buatan, serta memasarkan susu. Sehingga ada tenaga kerja luar keluarga yang khusus diperlukan dalam menangani hal-hal tersebut. Upah tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp.700.000,00 per bulan. 6.1.4 Pakan
Kelurahan Kebon Pedes tidak mempunyai lahan khusus sebagai sumber pakan hijauan yang berupa rumput-rumputan, sehingga dalam memenuhi kebutuhan pakan hijauan mereka mendapatkannya dari berbagai sumber seperti perkebunan, limbah pertanian, dan limbah pasar. Pakan hijauan yang umumnya diberikan oleh peternak yaitu rumput lapang, rumput gajah dan kulit jagung yang berasal dari limbah pasar. Peternak di Kebon Pedes kesulitan dalam menyediakan pakan hijauan karena tidak tersedianya lahan rumput sebagai sumber pakan hijauan. Ketersediaan pakan hijauan didatangkan dari pasar dan daerah lain di sekitar Bogor.
Konsumsi pakan hijauan rata-rata untuk sapi betina dewasa dengan bobot rata-rata 350 kg yaitu sebesar 20 sampai 23 kg. Sapi pedet dengan bobot rata-rata 150 kg mengkonsumsi pakan hijauan sebesar 3 sampai 5 kg. Sedangkan untuk
(50)
sapi jantan dewasa mengkonsumsi rata-rata 18 sampai 20 kg pakan hijauan. Harga pakan hijauan sebesar Rp.250,00 / kg.
Pakan konsentrat dibeli peternak dari KPS (Koperasi Pengolah Susu) yang lokasinya tidak jauh dari peternakan di Kelurahan Kebon Pedes. Konsumsi pakan konsentrat sapi laktasi rata-rata sebesar 4 sampai 5 kg per ekor sapi. Harga pakan konsentrat yang dibeli dari KPS sebesar Rp.5000,00/kg. Pakan ampas dan dedak didatangkan dari tempat pembuatan tahu dan tempe, serta dari pasar. Komsumsi pakan ampas dan dedak pada sapi laktasi rata-rata sebesar 20 kg per ekor sapi. Harga pakan ampas sebesar Rp.200,00 /kg.
Gambar 7 . Pakan ampas tahu
Rata-rata biaya konsentrat pertahun peternak sapi perah yang berada di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor adalah sebesar Rp.39.600.000,00 per tahun atau rata-rata sebesar Rp.110.000,00 per hari dengan biaya terendah pertahun adalah sebesar Rp.8.640.000,00 per tahun dan biaya tertinggi adalah Rp.289.440.000,00 per tahun. Rata-rata jumlah biaya pakan hijauan pertahun peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor adalah Rp.16.500.000,00 per tahun atau rata-rata sebesar Rp.45.833,33 per hari dengan biaya pakan hijauan terendah pertahun adalah sebesar Rp.3.600.000,00 dan biaya tertinggi adalah Rp.120.600.000,00. Rata-rata jumlah biaya pakan ampas dan dedak pertahun peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor adalah Rp.13.200.000,00 atau sebesar Rp.36.666,67. Biaya pakan ampas terendah pertahun adalah sebesar Rp.2.880.000,00 dan biaya pakan ampas tertinggi adalah Rp.96.480.000,00.
(51)
6.1.5 Kandang
Kandang merupakan tempat tinggal bagi hewan ternak. Kebersihan perlu dijaga sehingga sapi merasa nyaman. Peternak di Kelurahan Kebon Pedes memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan di tempat terbuka seperti padang rumput karena keterbatasan lahan yang dimiliki peternak akibat semakin padatnya pemukiman. Kandang dibersihkan secara rutin yaitu kandang dibersihkan dua kali dalam sehari setiap pagi dan sore hari sebelum memberi makan dan memerah. Lokasi kandang berada di pemukiman padat penduduk. Letak kandang saling bersebelahan dengan rumah peternak dan juga dengan rumah penduduk lain. Jika dilihat dari segi kesehatan lingkungan maka hal tersebut tidak baik karena mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar akibat bau dari kotoran dan pakan.
Tipe kandang yang digunakan umumnya bertipe konvensional satu baris dan dua baris tergantung luas kandang yang tersedia. Bangunan kandang yang digunakan oleh peternak merupakan bangunan permanen sederhana dan bengunan permanen berkronstruksi beton. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 2 x 2,5 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi 1,5 x 1 m. Sebagian besar kandang sudah menggunakan genting sebagai atap kandang dan ada sebagian peternak yang menggunakan asbes sebagai atap kandang (ada juga yang menggunakan kombinasi genting dan asbes). Lantai kandang terbuat dari semen agar lantai kandang tetap kering dan tidak licin. Lantai merupakan salah satu bagian kandang yang paling sering direnovasi, yaitu sekitar sati sampai dua tahun sekali karena lantai kandang sering mengalami kerusakan seperti berubang dan retak-retak. Hal tersebut harus dihindari karena sangat membahayakan keselamatan ternak sapi. Dinding kandang terbuat dari campuran semen dan batu bata dengan dinding tertutup penuh, namun sebagian kandang ada yang tidak berdinding penuh.
(52)
Gambar 8. Kandang sapi
Biaya peralatan meliputi pembelian alat-alat terkait usahaternak sapi perah, seperti milk can, cangkul, sekop, selang air, tali, dan peralatan lainnya. Rata-rata jumlah biaya peralatan pertahun peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor adalah Rp.70.000,00 per tahun. Biaya peralatan terendah pertahun adalah sebesar Rp.45.000,00 per tahun dan biaya peralatan tertinggi adalah Rp.150.000,00 per tahun.
6.1.6 Perkawinan
Sistem perkawinan ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dilakukan dengan dua cara, yaitu Inseminasi Buatan (IB) dan perkawinan alami. Umumnya peternak telah menerapkan sistem perkawinan melalui IB dengan alasan lebih praktis dibandingkan dengan perkawinan alami.
Sebagian besar peternak masih membutuhkan bantuan dalam melakukan IB. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk IB yaitu sebesar Rp.30.000,00 sampai Rp.50.000,00 per pelayanan dan biaya tersebut tergantung dari kualitas semen beku yang digunakan. Harga semen beku impor relatif lebih mahal dibandingkan semen beku lokal. Inseminasi Buatan terkadang dilakukan tidak sekali jadi, namun bisa dilakukan beberapa kali hingga berhasil.
6.1.7 Kesehatan Ternak
Penyakit hewan yang pernah menyerang ternak sapi di Kelurahan Kebon Pedes diantaranya kembung, korengan, kekurangan nafsu makan, dan suhu badan tinggi. Penanganan penyakit berat dilakukan dengan memanggil mantri hewan, sedangkan untuk penyakit ringan peternak akan menanganinya sendiri dengan pengobatan tradisional seperti penggunaan kunyit, asam, minyak goreng, air hangat dan lainnya. Rata-rata jumlah biaya kesehatan pertahun peternak sapi
(53)
perah di Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor adalah Rp.136.607,14 per tahun dengan biaya kesehatan terendah pertahun adalah sebesar Rp.30.000 per tahun dan biaya kesehatan tertinggi adalah Rp.1.005.000,00 per tahun.
6.1.8 Pemerahan susu
Pemerahan yang dilakukan oleh peternak di Kelurahan Kebon Pedes masih bersifat tradisional yaitu memerah susu secara manual menggunakan tangan. Kegiatan pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu setelah ternak diberi pakan konsentrat dan sebelum pemberian pakan hijauan. Pada pagi hari pemerahan dilakukan sekitar pukul 04.30 – 06.30 dan sore hari sekitar pukul 14.30 – 15.30. Lama pemerahan tergantung jumlah sapi perah yang dimiliki oleh peternak. Kebersihan harus menjadi perhatian yang utama dalam pemerahan, karena untuk mencegah timbulnya penyakit pada ambing. Peternak membersihkan puting sapi dengan air hangat atau air biasa, setelah itu peternak baru melakukan pemerahan. Untuk melancarkan pemerahan biasanya peternak mengoleskan lotion
terlebih dahulu pada tanggannya.
Gambar 9. Kegiatan pemerahan
6.1.8 Pemasaran Susu
Peternak di Kelurahan Kebon Pedes memasarkan susunya melalui loper (pedagang perantara), KPS, dan menjual langsung ke konsumen. Harga jual susu berkisar antara Rp.4.000,00 sampai Rp.5.000,00. Sebagian besar peternak menjual hasil susu kepada loper, jika ada kelebihan susu yang tidak diserap oleh loper maka akan dijual ke KPS. Peternak memilih saluran pemasaran melalui loper karena selain dari segi harga yang relatif tinggi, peternak juga tidak harus mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan susunya karena loper langsung mendatangi peternak. Hasil susu juga dijual kepada konsumen yang
(1)
Lampiran 2. Struktur kepemilikan sapi per peternak
Jenis sapi
Peternak
jantan Pedet(ekor) Pedet betina (ekor) Dara (ekor) Laktasi (ekor) Jantan dewasa (ekor) Betina kering kandang (ekor) Jumlah (ekor)
1 - - - 2 - - 2
2 - - - 4 - - 4
3 1 - - 1 - 2 4
4 - - - 6 - 2 8
5 1 - - 3 - - 4
6 3 - - 9 - - 12
7 - - - 2 - - 2
8 3 - - 4 2 - 9
9 - 2 - 2 1 - 5
10 2 - - 1 - - 3
11 2 1 1 15 1 - 20
12 - - - 5 - 2 7
13 - - - 5 - 1 6
14 - - - 4 - 1 5
15 - 2 - 8 - 2 12
16 3 3 5 46 3 7 67
17 1 - - 3 - - 4
18 1 - - 3 1 - 5
19 - 1 - 2 1 1 5
20 2 - - 3 - - 5
21 - - - 3 - - 3
22 - - - 5 - - 5
23 - - - 8 - 2 10
24 - - - 3 - 2 5
25 - - - 6 - - 6
26 3 2 2 20 2 - 29
27 - - - 3 - 2 5
28 - - - 3 - - 3
29 - 1 1 25 1 1 29
30 - 1 - 4 - - 5
Jumlah 22 13 9 208 12 25 289
(2)
Lampiran 3. Produksi susu harian dan pemasarannya
Peternak
Produksi susu dan distribusi
Produksi/hari (liter/hari)
Loper
(liter/hari) Jual langsung (liter/hari)
Jual ke KPS (liter/hari)
Konsumsi (liter/hari)
1 21 20,5 - - 0,5
2 42 21,5 - 20 0,5
3 11 10,5 - - 0,5
4 60 40 10 9 1
5 31 20 - 6 5
6 94 81,5 10 2 0,5
7 20 19,5 - - 0,5
8 41 30 4 2 5
9 22 21,5 - - 0,5
10 11 10,5 - - 0,5
11 170 135 10 23 2
12 52 41,5 - 10 0,5
13 52 41 - 10 1
14 42 36,5 - 5 0,5
15 83 60 10 12 1
16 480 345 20 100 15
17 31 30,5 - - 0,5
18 33 32,5 - - 0,5
19 22 20 - - 2
20 32 31 - - 1
21 31 30,5 - - 0,5
22 52 51,5 - - 0,5
23 83 72,5 10 - 0,5
24 33 32,5 - - 0,5
25 62 56,5 5 - 0,5
26 210 160 20 20 10
27 33 32,5 - - 0,5
28 31 30,5 - - 0,5
29 260 119 20 120 1
30 41 35,5 - 5 0,5
Jumlah 2186 1669,5 119 344 53,5
(3)
Lampiran 4 . Hasil estimasi model regresi terhadap keuntungan usahaternak
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .553a .306 .117 1.240 1.376
a. Predictors: (Constant), pnysut, kshat, tkerja, pkan, pralat, jsusu b. Dependent Variable: kntngn
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 14.916 4 2.486 1.616 .190a
Residual 33.843 24 1.538
Total 48.759 28
a. Predictors: (Constant), pnysut, kshat, tkerja, pkan, pralat, jsusu b. Dependent Variable: kntngn
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1(Constant) 22.744 12.680 1.794 .087
jsusu .286 .528 .217 .541 .594 .196 5.114
pkan -2.889 1.649 -.407 -1.752 .094 .586 1.706
pralat -.477 .526 -.291 -.906 .375 .305 3.277
kshat 1.413 .583 .526 2.422 .024 .669 1.495
(4)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kntngn .225 30 .000 .851 30 .001
jsusu .232 30 .000 .899 30 .008
pkn .217 30 .001 .706 30 .000
tkerj .264 30 .000 .775 30 .000
alat .246 30 .000 .869 30 .002
kshat .305 30 .000 .739 30 .000
tsport .159 30 .053 .911 30 .016
(5)
Lampiran 5. Karakteristik peternak responden
No Nama
Jns kelamin
usia (tahun)
pend.tera khir
tang.keluarga (orang)
pengalaman beternak (tahun)
sifat usaha
1 Azis B L 26 2 1 2 1
2 M. Nur L 50 3 5 2 1
3 Dani L 36 3 2 10 1
4 H. Zaenal L 62 1 3 35 1
5 Wahyudi L 45 3 4 15 1
6 Effendi L 60 3 1 10 1
7 Andre L 35 3 1 2 1
8 Nurhasan Oyo L 34 3 3 25 1
9 Suganda L 58 2 2 15 1
10 Nadi L 39 3 1 12 1
11 Dede L 42 3 3 15 1
12 Yana L 31 3 2 8 1
13 Hadi L 28 3 2 7 1
14 Hasan L 52 3 1 24 1
15 Ardi L 50 3 2 21 1
16 H. Mahpudin L 46 3 4 15 1
17 Jaelani Ibrahim L 20 3 1 2 1
18 Sopan Sopian L 35 3 5 17 1
19 Koharudin L 53 3 5 20 1
20 Mukri L 60 1 4 22 1
21 Kurniamin L 30 3 1 5 1
22 Wahyudin L 37 1 1 7 1
23 H. Erwin Suryana L 42 3 1 12 1
24 Ephi Gunawan L 33 4 1 5 1
25 Muchtar L 55 2 1 30 1
26 H. Suharja L 48 3 4 20 1
27 Wawan Suhendra L 35 2 6 15 1
28 Fran Erwin L 36 3 1 10 1
29 Ujang L 43 3 3 15 1
(6)