Analisis pelaksanaan pola hubungan produksi subkontrak (kasus subkontraktor garmen kelurahan Pabuaran, kecamatan Cibinong, kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat)

6 \?
1)3,!
c4 1

+, ,/
I!

(2

~(37
C,' 3
*,

ANALISIS PELA
SUBKONTRAK
(Kasus Subkontraktor Garmen Kelurahan Pabuaran, Kecamatan
or, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:
AGUS SULISTIYONO


JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKLTTAS PERTANIAN
IR'STITUT PERTANIAN BOGOR

1999

People things:
Very easy to do something right but
Very difficult to know something right but
Still h o w something right: you will do it

(Fertig, l%eConfession)

If you can't be best be first, but
If you can't be first be best

Kepersembahkan karya ini untuk
kedua orangtuaku
sebagai tanda bakti dan terima kasih,
adik-adikku tersayang

dan Aya

ANALISIS PELAKSANAAN
POLA WBUNGAN PRODUKSI SUBKONTRAK
(Kasus Subkontraktor Garmen Kelurahan Pabuaran, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:
AGUS SULISTIYONO
A. 31 1783

Skripsi
Sebagai Syarat Untuk hlemperoleh Gelar
SARJANA PERTANL4N
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

JURUSAN ILMU-ILMU SOSL4L EKONOMI PERTANIAS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTAM

1999

BOGOR

AGUS SULISTIYONO. Analisis Pelaksanaan Hubungan Produksi Subkontrak
(Kasus Subkontraktor Garmen Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan NUNUNG NURYARTONO

~~.

~-

Penelitian ini akan menjawab permasalahan mendasar dalam pelaksanaan
hubungan produksi subkontrak yaitu mengapa hubungan produksi subkontrak tetap
berlangsung meskipun terdapat dampak negatif dalam pelaksanaannya. Berdasarkan
permasalahan tersebut akan dibuat nunusan konsep hubungan produksi subkontrak
yang ideal yang menguntungkan industri besar (perusahaan multinasional maupun
perusahaan domestik) tetapi tidak merugikan industri kecil sebagai pelaku utama
dalam hubungan produksi subkontrak.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah: (1).

mengetahui motivasi yang mendorong tejadinya hubungan produksi subkontrak,
baik dari prinsipal (pemberi order) maupun subkontraktor (penerima order), (2).
mengetahui bagaimana mekanisme order dalam hubungan produksi subkontrak, (3).
mengetahui bagaimana organisasi produksi dan organisasi keja dalam hubungan
produksi subkontrak, (4). mengetahui bagaimana tejadinya proses alih teknologi
dalam hubungan produski subkontrak dari industri besarlmenengah yang menjadi
prinsipal kepada industri kecil yang menjadi subkontraktor, dilihat dan: (a).
peningkatan pasar, (b). peningkatan pendapatan, (c). peningkatan produksi dan
pengembangan skala usaha, (5). mengetahui dampak negatif dalam hubungan
produksi subkontrak, dilihat dari: (a). ketergantungan sepihak, (b). pengalihan resiko,
(6). merumuskan konsep hubungan produksi subkontrak yang ideal, yang
menguntungkan industri besar (perusahaan multinasional maupun perusahaan
domestik) tetapi juga tidak merugikan industri kecil yang merupakan aktor terbesar
dalam hubungan produksi subkontrak.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Pabuaran, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan Juli 1999.
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey, melalui pengamatan langsung dan
wawancara mendalam dengan rensponden maupun informan. Penelitian didahului
dengan pengambilan data sekunder yang terdiri dan laporan penelitian terdahulu yang
relevan, dokumentasi desa seperti jumlah penduduk, tingkat pendidikan, luas

pengunaan lahan, dan sebagainya yang diperoleh dari kantor Kelurahan Pabuaran.
Sedangkan data primer yang mencakup berbagai variabel yang akan diteliti diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi prinsipal melakukan
hubungan produksi subkontrak dengan subkontraktor adalah untuk menekan biaya
produksi terutama berkaitan dengan biaya tenaga keja (misalnya tunjangan tenaga
keja) serta mengurangi biaya pajak dan menghindari resiko terhadap kesalahan
dalam produksi. Sedangkan motivasi subkontraktor melakukan hubungan produksi
subkont~akadalah untuk meningkatkan pendapatan (90,OO persen), mandiri (6,67
persen) serta untuk memperoleh kemudahan pasar dan bahan balm (3,33 persen).

~-.

Pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa hubungan produksi
subkontrak mulai dilaksanakan seiak oemberian order dari orinsioal keoada
subkontraktor yang dianggap mampu mengejakan produk tersebut, biasanya
disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas subkontraktor.
~engamatan;ang dilakukk juga menunjukkan bahwa hubungan produksi
subkontrak mempunyai organisasi produksi tersendiri yang memunglnnkan proses
produksi tersebut dilakukan di luar pabrik. Umumnya dimulai dari proses pemberim

bahan baku (benang) kepada subkontraktor dan diakhiri dengan proses finishing,
yaitu pemberian elemen pelengkap kepada produk yang dihasilkan subkontraktor dm
biasanya dilaksanakan dalam pabrik milik prinsipal. Hubungan produksi seperti itu
mendorong terbentuknya organisasi keja yang khas dalam hubungan produksi
subkontrak. Organisasi keja dalam hubungan produksi subkontrak terdiri dari
prinsipal, subkontralrtor dan pekeja. Kenyataannya, proses produksi tersebut tidak
berhenti dari satu prinsipal kepada satu subkontraktor tetapi terns berlanjut pada
beberapa tingkatan subkontraktor dan pekeja. Fenomena seperti ini dikenal dengan
istilah 17ubunganproduksi subkontrak bertingkat .
Struktur pasar yang terjadi dalam hubungan produksi subkontrak adatah
monopoli-monopsoni sebanyak 15 responden (50,OO persen) dan persaingan
monopolistik-persaingan monopolistik sebanyak 15 responden (50,OO persen).
Subkontraktor dengan smlchrr pasar monopoli-monopsoni (mempunyai satu
prinsipal) mempunyai karahieristik: menghasilkan produksi rata-rata sebulan sebesar
1742 piece, berproduksi dalam satu tahun selama 8 bulan, mempunyai rasio jumlah
tenaga keja dengan mesin sebesar 60,81 persen. Sedangkan subkontraktor dengan
stmktur pasar persaingan monopolistik-persaingan monopolistik (prinsipal lebih dari
satu) mempunyai produksi rata-rata sebulan sebesar 10862 piece, berproduksi dalam
satu tahun selama 10 bulan, mempunyai ratio jumlah tenaga keja dengan jumlah
mesin sebesar 90,4 .

Berdasarkan model fungsi produksi yang tejadi, jumlah koefisien regresi
seluruh variabel adalah 0.9317. Hal ini berarti bahwa jika semua fakior produksi
ditambah secara proporsional sebesar satu persen maka produksi akan meningkat
sebesar 0.93 17 persen. Berdasarkan pengujian terhadap skala usaha dengan
menggunakan melode pyndick diperoleh hasil bahwa kondisi usaha subkontraktor
garmen berada pada kondisi skala usaha yang semakin menurun (decreasing return of
scale). Tetapi secara ekonomis usaha subkontraktor belum efisien atau belurn
memberikan keuntungan maksimum. Agar tercapai keuntungan maksimum
subkontraktor h a m menambah input bahan baku dengan cam menambah order.
Pendapatan subkontraktor dengan satu prinsipal mempunyai pendapatan
rata-rata sebesar Rp. 553 950/bulan, WC atas biaya tunai sebesar 1.23 dan WC atas
biaya total sebesar 1.17, sedangkan subkontraktor dengan lebih dari satu prinsipal
mempunyai pendapatan rata-rata sebesar Rp. 10 869 600/bulan, R/C atas biaya tunai
sebesar 1.66 dan RIC atas biaya total sebesar 1.62.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa subkontraktor
yang melakukan hubungan produksi subkontrak dengan satu prinsipal mempunyai
pendapatan yang lebih kecil, mempunyai strukh~~
pasar monopoli-monopsoni.
Sedangkan subkontraMor yang melakukan hubungan produksi subkontrak dengan


6 \?
1)3,!
c4 1

+, ,/
I!

(2

~(37
C,' 3
*,

ANALISIS PELA
SUBKONTRAK
(Kasus Subkontraktor Garmen Kelurahan Pabuaran, Kecamatan
or, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:
AGUS SULISTIYONO


JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKLTTAS PERTANIAN
IR'STITUT PERTANIAN BOGOR

1999

People things:
Very easy to do something right but
Very difficult to know something right but
Still h o w something right: you will do it

(Fertig, l%eConfession)

If you can't be best be first, but
If you can't be first be best

Kepersembahkan karya ini untuk
kedua orangtuaku
sebagai tanda bakti dan terima kasih,

adik-adikku tersayang
dan Aya

ANALISIS PELAKSANAAN
POLA WBUNGAN PRODUKSI SUBKONTRAK
(Kasus Subkontraktor Garmen Kelurahan Pabuaran, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:
AGUS SULISTIYONO
A. 31 1783

Skripsi
Sebagai Syarat Untuk hlemperoleh Gelar
SARJANA PERTANL4N
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

JURUSAN ILMU-ILMU SOSL4L EKONOMI PERTANIAS
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTAM
1999

BOGOR

AGUS SULISTIYONO. Analisis Pelaksanaan Hubungan Produksi Subkontrak
(Kasus Subkontraktor Garmen Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan NUNUNG NURYARTONO

~~.

~-

Penelitian ini akan menjawab permasalahan mendasar dalam pelaksanaan
hubungan produksi subkontrak yaitu mengapa hubungan produksi subkontrak tetap
berlangsung meskipun terdapat dampak negatif dalam pelaksanaannya. Berdasarkan
permasalahan tersebut akan dibuat nunusan konsep hubungan produksi subkontrak
yang ideal yang menguntungkan industri besar (perusahaan multinasional maupun
perusahaan domestik) tetapi tidak merugikan industri kecil sebagai pelaku utama
dalam hubungan produksi subkontrak.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah: (1).
mengetahui motivasi yang mendorong tejadinya hubungan produksi subkontrak,
baik dari prinsipal (pemberi order) maupun subkontraktor (penerima order), (2).
mengetahui bagaimana mekanisme order dalam hubungan produksi subkontrak, (3).
mengetahui bagaimana organisasi produksi dan organisasi keja dalam hubungan
produksi subkontrak, (4). mengetahui bagaimana tejadinya proses alih teknologi
dalam hubungan produski subkontrak dari industri besarlmenengah yang menjadi
prinsipal kepada industri kecil yang menjadi subkontraktor, dilihat dan: (a).
peningkatan pasar, (b). peningkatan pendapatan, (c). peningkatan produksi dan
pengembangan skala usaha, (5). mengetahui dampak negatif dalam hubungan
produksi subkontrak, dilihat dari: (a). ketergantungan sepihak, (b). pengalihan resiko,
(6). merumuskan konsep hubungan produksi subkontrak yang ideal, yang
menguntungkan industri besar (perusahaan multinasional maupun perusahaan
domestik) tetapi juga tidak merugikan industri kecil yang merupakan aktor terbesar
dalam hubungan produksi subkontrak.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Pabuaran, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan Juli 1999.
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey, melalui pengamatan langsung dan
wawancara mendalam dengan rensponden maupun informan. Penelitian didahului
dengan pengambilan data sekunder yang terdiri dan laporan penelitian terdahulu yang
relevan, dokumentasi desa seperti jumlah penduduk, tingkat pendidikan, luas
pengunaan lahan, dan sebagainya yang diperoleh dari kantor Kelurahan Pabuaran.
Sedangkan data primer yang mencakup berbagai variabel yang akan diteliti diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi prinsipal melakukan
hubungan produksi subkontrak dengan subkontraktor adalah untuk menekan biaya
produksi terutama berkaitan dengan biaya tenaga keja (misalnya tunjangan tenaga
keja) serta mengurangi biaya pajak dan menghindari resiko terhadap kesalahan
dalam produksi. Sedangkan motivasi subkontraktor melakukan hubungan produksi
subkont~akadalah untuk meningkatkan pendapatan (90,OO persen), mandiri (6,67
persen) serta untuk memperoleh kemudahan pasar dan bahan balm (3,33 persen).

~-.

Pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa hubungan produksi
subkontrak mulai dilaksanakan seiak oemberian order dari orinsioal keoada
subkontraktor yang dianggap mampu mengejakan produk tersebut, biasanya
disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas subkontraktor.
~engamatan;ang dilakukk juga menunjukkan bahwa hubungan produksi
subkontrak mempunyai organisasi produksi tersendiri yang memunglnnkan proses
produksi tersebut dilakukan di luar pabrik. Umumnya dimulai dari proses pemberim
bahan baku (benang) kepada subkontraktor dan diakhiri dengan proses finishing,
yaitu pemberian elemen pelengkap kepada produk yang dihasilkan subkontraktor dm
biasanya dilaksanakan dalam pabrik milik prinsipal. Hubungan produksi seperti itu
mendorong terbentuknya organisasi keja yang khas dalam hubungan produksi
subkontrak. Organisasi keja dalam hubungan produksi subkontrak terdiri dari
prinsipal, subkontralrtor dan pekeja. Kenyataannya, proses produksi tersebut tidak
berhenti dari satu prinsipal kepada satu subkontraktor tetapi terns berlanjut pada
beberapa tingkatan subkontraktor dan pekeja. Fenomena seperti ini dikenal dengan
istilah 17ubunganproduksi subkontrak bertingkat .
Struktur pasar yang terjadi dalam hubungan produksi subkontrak adatah
monopoli-monopsoni sebanyak 15 responden (50,OO persen) dan persaingan
monopolistik-persaingan monopolistik sebanyak 15 responden (50,OO persen).
Subkontraktor dengan smlchrr pasar monopoli-monopsoni (mempunyai satu
prinsipal) mempunyai karahieristik: menghasilkan produksi rata-rata sebulan sebesar
1742 piece, berproduksi dalam satu tahun selama 8 bulan, mempunyai rasio jumlah
tenaga keja dengan mesin sebesar 60,81 persen. Sedangkan subkontraktor dengan
stmktur pasar persaingan monopolistik-persaingan monopolistik (prinsipal lebih dari
satu) mempunyai produksi rata-rata sebulan sebesar 10862 piece, berproduksi dalam
satu tahun selama 10 bulan, mempunyai ratio jumlah tenaga keja dengan jumlah
mesin sebesar 90,4 .
Berdasarkan model fungsi produksi yang tejadi, jumlah koefisien regresi
seluruh variabel adalah 0.9317. Hal ini berarti bahwa jika semua fakior produksi
ditambah secara proporsional sebesar satu persen maka produksi akan meningkat
sebesar 0.93 17 persen. Berdasarkan pengujian terhadap skala usaha dengan
menggunakan melode pyndick diperoleh hasil bahwa kondisi usaha subkontraktor
garmen berada pada kondisi skala usaha yang semakin menurun (decreasing return of
scale). Tetapi secara ekonomis usaha subkontraktor belum efisien atau belurn
memberikan keuntungan maksimum. Agar tercapai keuntungan maksimum
subkontraktor h a m menambah input bahan baku dengan cam menambah order.
Pendapatan subkontraktor dengan satu prinsipal mempunyai pendapatan
rata-rata sebesar Rp. 553 950/bulan, WC atas biaya tunai sebesar 1.23 dan WC atas
biaya total sebesar 1.17, sedangkan subkontraktor dengan lebih dari satu prinsipal
mempunyai pendapatan rata-rata sebesar Rp. 10 869 600/bulan, R/C atas biaya tunai
sebesar 1.66 dan RIC atas biaya total sebesar 1.62.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa subkontraktor
yang melakukan hubungan produksi subkontrak dengan satu prinsipal mempunyai
pendapatan yang lebih kecil, mempunyai strukh~~
pasar monopoli-monopsoni.
Sedangkan subkontraMor yang melakukan hubungan produksi subkontrak dengan