Analisis profil dan pemanfaatan kredit oleh usaha mikro serta dampaknya pada perkembangan usaha (Kasus Desa Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor)

(1)

(Kasus Desa Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor)

OLEH

JOHANA ELVIRA PUTRI H14070080

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

PROFILE ANALYSIS AND UTILIZATION OF CREDIT BY MICRO BUSSINESS ENTERPRISES AND ITS IMPACT ON DEVELOPMENT

(Case: Pabuaran Village, District Cibinong, Bogor Regency) By:

JOHANA ELVIRA PUTRI nrp : H14070080

Concentration: Industry

Main supervisor : Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi. M.Sc., Agr.

Difficult to get a job to make the most of the poor have to do an activity that can generate income. One of the many activities undertaken by the poor in Indonesia is to set up micro-enterprises. Ministry of Cooperatives and SMEs in 2010 stated that of the total number of SMEs in Indonesia was 98.85 percent is absorbed by the large number of micro enterprises. The presence of micro-businesses face some problems such as the problem of capital. In addressing this, the government has issued funding programs for micro of Financial Institutions Bank, but the existence of programs that are available are still not well achieved.

This research aims to study the socio-economic profile of households and micro-entrepreneurs, assess the utilization of credit by micro enterprises, as well as knowing the factors that affect the loan decision and analyze the impact of credit on the development of micro-enterprises in the village of General Category, Sub-District Cibinong Bogor. The data used are primary data for a total of 109 respondents microentrepreneurs. The analysis method used is descriptive analysis and econometric methods were analyzed using a simultaneous equations model. Proxies are used to see the development of micro-enterprises in the village Pabuaran is changing business turnover

The results showed that micro entrepreneurs in the village Pabuaran average formal education at the most between 9-12 years at 33.33 percent and the most educated only 6 years old at 32.32 percent, while those between 6-9 years of education only 29.29 per cent and 5.05 per cent of employers were educated more than 12 years. Great entrepreneurs income earned by an average of Rp. 20,616 per capita per day, of which the largest revenue of Rp. 173,056 per capita per day and the lowest Rp. 1718 per capita per day. Meanwhile, all employers rely on sources of income from the micro to the average per capita income of more than 10,000 per day amounted to 64.65 per cent, which shows that the value of


(3)

PROFILE ANALYSIS AND UTILIZATION OF CREDIT BY MICRO BUSSINESS ENTERPRISES AND ITS IMPACT ON DEVELOPMENT

(Case: Pabuaran Village, District Cibinong, Bogor Regency) By:

JOHANA ELVIRA PUTRI nrp : H14070080

Concentration: Industry

Main supervisor : Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi. M.Sc., Agr.

Indonesia merupakan salah satu Negara terpadat keempat penduduknya. Banyaknya penduduk di Indonesia, ternyata sebagian besar masih tergolong dalam penduduk miskin. Keberadaan penduduk miskin dapat disebabkan karena sulitnya ekonomi sehingga mereka menghadapi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kemiskinan juga dapat disebabkan oleh terbatasnya tingkat pendidikan yang menyebabkan penduduk sulit memperoleh pekerjaan yang pada akhirnya berdampak pada kesulitan memperoleh pendapatan. Sulitnya memperoleh pekerjaan membuat sebagian penduduk miskin harus melakukan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan. Salah satu kegiatan yang banyak dilakukan oleh penduduk miskin di Indonesia ialah mendirikan usaha mikro. Kementrian Koperasi dan UKM tahun 2010 menyebutkan bahwa dari keseluruhan jumlah UMKM di Indonesia ternyata 98,85 persen diserap oleh banyaknya usaha mikro. Salah satu keunggulan usaha mikro ialah mampu mengentaskan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan mendukung pendapatan rumah tangga.

Keberadaan usaha mikro menghadapi beberapa permasalahan seperti masalah permodalan sehingga usaha sulit berkembang. Dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan program-program pendanaan untuk usaha mikro dari Lembaga Keuangan Bank. Keberadaan lembaga keuangan tersebut diharapkan pelaku usaha mikro dapat membangun atau mengembangkan usaha mikro lebih baik lagi sehingga usaha yang dilakukan dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Namun keberadaan program-program yang disediakan oleh pemerintah masih belum tercapai dengan baik sehingga perlu dilakukan pengamatan-pengamatan mengenai kondisi sosial ekonomi rumah


(4)

JOHANA ELVIRA PUTRI. Analisis Profil dan Pemanfaatan Kredit oleh Usaha Mikro serta Dampaknya pada Perkembangan Usaha (Kasus: Desa Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor). (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI).

Indonesia merupakan salah satu Negara terpadat keempat penduduknya. Banyaknya penduduk di Indonesia, ternyata sebagian besar masih tergolong dalam penduduk miskin. Keberadaan penduduk miskin dapat disebabkan karena sulitnya ekonomi sehingga mereka menghadapi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kemiskinan juga dapat disebabkan oleh terbatasnya tingkat pendidikan yang menyebabkan penduduk sulit memperoleh pekerjaan yang pada akhirnya berdampak pada kesulitan memperoleh pendapatan. Sulitnya memperoleh pekerjaan membuat sebagian penduduk miskin harus melakukan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan. Salah satu kegiatan yang banyak dilakukan oleh penduduk miskin di Indonesia ialah mendirikan usaha mikro. Kementrian Koperasi dan UKM tahun 2010 menyebutkan bahwa dari keseluruhan jumlah UMKM di Indonesia ternyata 98,85 persen diserap oleh banyaknya usaha mikro. Salah satu keunggulan usaha mikro ialah mampu mengentaskan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan mendukung pendapatan rumah tangga.

Keberadaan usaha mikro menghadapi beberapa permasalahan seperti masalah permodalan sehingga usaha sulit berkembang. Dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan program-program pendanaan untuk usaha mikro dari Lembaga Keuangan Bank. Keberadaan lembaga keuangan tersebut diharapkan pelaku usaha mikro dapat membangun atau mengembangkan usaha mikro lebih baik lagi sehingga usaha yang dilakukan dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Namun keberadaan program-program yang disediakan oleh pemerintah masih belum tercapai dengan baik sehingga perlu dilakukan pengamatan-pengamatan mengenai kondisi sosial ekonomi rumah tangga pengusaha dan usaha mikro, pemanfaatan kredit yang diambil oleh pengusaha usaha mikro, serta dampak pengambilan kredit terhadap perkembangan usaha mikro tersebut. Pada penelitian ini, daerah yang diamati ialah Desa Pabuaran yang merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi yang berada di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan mempelajari profil sosial ekonomi rumah tangga pengusaha dan usaha mikro, mengkaji


(5)

Kabupaten Bogor. Data yang digunakan adalah data primer dengan total responden pengusaha mikro sebanyak 109 orang. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif untuk menjawab tujuan penelitian pertama dan kedua. Sedangkan metode analisis ekonometrika digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga yang dianalisis dengan menggunakan model persamaan simultan. Proxy yang digunakan untuk melihat perkembangan usaha mikro di Desa Pabuaran adalah perubahan omset usaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sisi pendidikan formalnya, 33,33 persen pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran berpendidikan formal paling lama antara 9-12 tahun. Selain itu, sebagian pengusaha juga banyak yang berpendidikan paling lama hanya 6 tahun yaitu sebesar 32,32 persen, sedangkan yang berpendidikan antara 6-9 tahun sebesar 29,29 persen dan hanya 5,05 persen pengusaha yang berpendidikan lebih dari 12 tahun. Dari segi pendapatan perkapita, besar pendapatan yang diperoleh pengusaha rata-rata sebesar Rp. 20.616 perkapita perhari, dimana pendapatan terbesar Rp. 173.056 perkapita perhari dan terendah sebesar Rp. 1.718 perkapita perhari. Sementara itu, semua pengusaha mengandalkan sumber pendapatan utama dari hasil usaha mikro dengan rata-rata besar pendapatan lebih dari Rp.10.000 perkapita perhari sebesar 64,65 persen, dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga pengusaha usaha mikro tergolong dalam rumah tangga non-miskin. Sedangkan pengusaha yang tergolong dalam rumah tangga miskin hanya sebesar 35,35 persen.

Sementara itu, profil usaha mikro di Desa Pabuaran yaitu usaha mikro rata-rata dijalankan oleh pengusaha itu sendiri dan hanya 8,08 persen pengusaha yang menggunakan tenaga kerja luar, jenis komoditi yang diusahakan relatif lebih banyak berupa komoditi makanan dan minuman, dan kegiatan usaha rata-rata banyak dilakukan di rumah. Namun terdapat beberapa perbedaan karakteristik omset, asset, dan lama usaha dimana usaha mikro yang mengambil kredit memiliki rata-rata omset usaha yang lebih besar yaitu Rp. 119.284.607 pertahun dan nilai asset usaha sebesar Rp. 4.060.550, serta memiliki rata-rata lama usaha rata-rata 8 tahun. Sedangkan usaha mikro yang tidak mengambil kredit memiliki rata-rata omset usaha sebesar Rp. 99.993.969 pertahun dan rata-rata asset usaha sebesar Rp. 3.595.116 serta rata-rata lama usaha 5 tahun.

Hasil kajian pemanfaatan kredit oleh usaha mikro menunjukkan dari 109 pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran hanya 36,70 persen yang memanfaatkan kredit, sedangkan 63,30 persen lainnya memilih untuk tidak memanfaatkan kredit. Alasan pengusaha tidak mengambil kredit lebih banyak disebabkan karena adanya perasaan kekhawatiran atau pesimis tidak mampu membayar cicilan kredit dengan proporsi sebesar 59,42 persen, selain itu yang beralasan belum merasa membutuhkan sebesar 28,99 persen. Sedangkan yang disebabkan karena prosedur peminjaman tidak cocok hanya sebesar 11,6 persen. Persyaratan yang banyak digunakan adalah jenis jaminan berupa sertifikat rumah atau tanah sebesar 30


(6)

Lembaga Keuangan Bukan Bank sebesar 42,50 persen dengan rata-rata besar kredit yang diambil Rp. 9.667.008. Sebagian besar kredit yang diambil, 37,50 persen hanya untuk usaha, dan 37,50 persen lainnya untuk kebutuhan non usaha, sedangkan 25 persen lainnya digunakan untuk kebutuhan keduanya.

Berdasarkan hasil olahan dengan menggunakan model persamaan simultan menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi dan signifikan secara nyata pada taraf 10 persen terhadap pengambilan kredit oleh pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran adalah omset usaha sebelum mengambil kredit, pengalaman usaha, pendidikan pengusaha, dan kepemilikan agunan. Sedangkan dampak pengambilan kredit terhadap perkembangan usaha mikro menunjukkan bahwa kredit memberikan dampak positif dan signifikan secara nyata pada taraf 5 persen terhadap perkembangan omset usaha mikro di Desa Pabuaran. Perkembangan omset usaha tersebut memengaruhi peningkatan asset usaha tetapi tidak memengaruhi dalam penyerapan jumlah tenaga kerja.

Kata Kunci: Profil rumah tangga dan usaha mikro, pemanfaatan kredit, perkembangan omset usaha, simutan.


(7)

(Kasus Desa Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor)

OLEH

JOHANA ELVIRA PUTRI H14070080

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(8)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Johana Elvira Putri

Nomor Registrasi Pokok : H14070080

Program Studi : Ekonomi dan Studi Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis Profil dan Pemanfaatan Kredit oleh Usaha Mikro serta Dampaknya pada Perkembangan Usaha (Kasus Desa Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr.Ir.Yeti Lis Purnamadewi, MSc.Agr. NIP. 19641018 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,M. Ec. NIP. 19641022 198903 1 003


(9)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“MENGANALISIS PROFIL DAN PEMANFAATAN KREDIT OLEH USAHA

MIKRO SERTA DAMPAKNYA PADA PERKEMBANGAN USAHA (KASUS

DESA PABUARANA, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN BOGOR)”

ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAISKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Maret 2013

Johana Elvira Putri H14070080


(10)

Penulis bernama Johana Elvira Putri lahir pada tanggal 16 September 1989 di Lenteng Agung, sebuah kota yang berada di Jakarta. Penulis anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Johanes dan Ellya Ratni. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Muara Beres, kemudian melanjutkan ke bangku SLTP di SLTP Islam Al-Azhar 12 Jakarta hanya sampai kelas 1, kemudian pendidikan SLTP kelas 2 dilanjutkan di SLTP Negeri 8 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA PGRI 3 Bogor dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga sumber daya yang berperan bagi pembangunan kota Bogor tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Hipotesa pada divisi CER, kepanitiaan Espresso, Hipotex-R ke 5, dan lain-lain.


(11)

Pertama-tama dipanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terbentuk. Skripsi ini berjudul “Analisis Profil dan Pemanfaatan Kredit oleh Usaha Mikro serta Dampaknya pada Perkembangan Usaha (Kasus: Desa Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor)”. Usaha mikro dan kredit merupakan topik yang menarik karena usaha mikro memiliki beberapa potensi, salah satunya dalam mengentaskan kemiskinan, sedangkan kredit menjadi salah satu sarana yang dapat digunakan oleh pelaku usaha mikro untuk memperoleh tambahan modal untuk mengembangkan usaha. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Imu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Intitut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr.Ir.Yeti Lis Purnamadewi,M.Sc.Agr selaku pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan saran dan bimbingannya hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dr.Ir. Sri Mulatsih selaku penguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam menyempurnakan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Dewi Ulfa Wardani, M.Si selaku penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan perbaikan dalam penggunaan tata bahasa penulisan skripsi.

4. Seluruh dosen dan staff Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan banyak ilmu dan dukungan sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini.


(12)

penelitian ini.

6. Teman-teman satu bimbingan Paramitha, Zahra, dan Dani yang telah menjadi teman dalam suka maupun duka selama berjalannya skripsi ini. 7. Teman-teman di lingkungan Program S1 Ilmu Ekonomi angkatan ’44 serta

pihak-pihak lainnya yang telah mendukung sejak perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

8. Ayahanda Ir. Johanes, M.Si, ibunda Ellya Ratni, adik-adik tercinta (M. Haris Wirawan, Fani Az-Zahra, Raihan Agro Lestari, dan M. Andika Hakim) serta Ajat Sudrajat tersayang yang senantiasa mendukung usaha ananda dalam bentuk moril dan do’a.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan mereka yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2013

Johana Elvira Putri H14070080


(13)

DAFTAR TABEL………..

DAFTAR GAMBAR………...

DAFTAR LAMPIRAN………...

BAB I PENDAHULUAN………

1.1. Latar Belakang ………. 1.2. Perumusan Masalah ………. 1.3. Tujuan Penelitian ………. 1.4. Manfaat Penelitian ……… 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………

BAB II KERANGKA BERFIKIR………..

2.1. Konsep Usaha Mikro ……… 2.1.1. Karakteristik Usaha Mikro ………... 2.1.2. Potensi dan Permasalan Usaha Mikro ……….. 2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Usaha Mikro ……….

2.2. Konsep dan Prosedur Penyaluran Kredit………...

2.2.1. Konsep Kredit ………...

2.2.2. Prosedur Penyaluran Kredit ……….. 2.2.2.1. Persyaratan Umum Peminjaman Kredit … 2.2.2.2. Kredit Berdasarkan Jenis Agunan ………. 2.2.2.3. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit ……….. 2.3. Lembaga Perkreditan yang Melayani Kredit Usaha

Mikro……….

2.3.1. Lembaga Keuangan Bank ……….

2.3.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank ………. 2.4. Peranan Kredit dalam Perkembangan Usaha Mikro ………. 2.5.1. Teori Penawaran Kredit ………

2.5.2. Teori Produksi ………..

2.5.3. Teori Pola Konsumsi Masyarakat ………. 2.5. Studi-studi Terdahulu ………... 2.6. Kerangka Pemikiran ………. 2.6.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ……….. 2.6.2. Struktur Kerangka Pemikiran ………...

BAB III METODE PENELITIAN………..

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 3.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data …………... 3.3. Metode Penentuan Contoh ……… 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……….

3.4.1. Analisis Deskriptif ………

iii v vi 1 1 8 9 10 10 12 12 14 16 19 21 21 23 24 26 26 28 29 30 31 31 33 39 41 45 45 47 48 48 48 49 51 51


(14)

3.5. Definisi Operasional ……….

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA PABUARAN………..

4.1. Kondisi Geografis Desa Pabuaran ……… 4.2. Kondisi Demografis Desa Pabuaran ………. 4.3. Kondisi Perekonomian Desa Pabuaran ………. 4.4. Situasi dan Keadaan Sekitar Desa Pabuaran ………... BAB V PROFIL SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA

PENGUSAHA DAN USAHA MIKRO………..

5.1. Profil Sosial Ekonomi Pengusaha Usaha Mikro……… 5.2. Profil Sosial Ekonomi Rumah Tangga Pengusaha Usaha

Mikro ………

5.3. Profil Sosial Ekonomi Usaha Mikro ………. 5.3.1. Kondisi Sosial Usaha Mikro……….. 5.3.2. Kondisi Ekonomi Usaha Mikro………. BAB VI PEMANFAATIN KREDIT OLEH USAHA MIKRO DI

DESA PABUARAN... 6.1. Pemanfaatan Kredit oleh Usaha Mikro ……… 6.2. Sumber Lembaga Perkreditan yang di Manfaatkan oleh

Pengusaha Usaha Mikro ………...

6.3. Besar Kredit dan Frekuensi Pengambilan Kredit oleh

Pengusaha Mikro………...

6.4. Persyaratan Kredit yang Dipenuhi Pengusaha Mikro..…….. 6.5. Alokasi Pemanfaatan Kredit Pengusaha Mikro ……… BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN KREDIT SERTA DAMPAKNYA PADA PERKEMBANGAN USAHA MIKRO DI DESA

PABUARAN... 7.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengusaha Mikro Desa

Pabuaran Mengambil Kredit ……….

7.2. Dampak Pengambilan Kredit terhadap Perkembangan

Usaha Mikro di Desa Pabuaran ………

7.2.1. Perkembangan Omset Usaha ……… 7.2.2. Asset Usaha Saat ini ……….

7.2.3. Tenaga Kerja ……….

BAB VIII PENUTUP……….

8.1. Kesimpulan ………... 8.2. Saran ……….

DAFTAR PUSTAKA………

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………

58 61 61 62 63 64 67 67 71 74 74 79 82 82 85 90 94 95 99 99 103 104 107 109 112 112 115 117 121


(15)

1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut

Daerah Tahun 2005-2010 ……….

1.2. Banyaknya Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia

Tahun 2006-2010 (unit) ………

1.3. Perkembangan Usaha Mikro di Indonesia Berdasarkan Sektor

Ekonomi Tahun 2006-2010 (unit) ………

1.4. Penyerapan Jumlah Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Menurut

Provinsi Tahun 2006 ……….

2.1. Karakteristik-karakteristik Usaha Mikro di NSB ………. 3.1. Hasil Identifikasi Model ………. 5.1. Karakteristik Pengusaha Usaha Mikro di Desa Pabuaran

Berdasarkan Pemanfaatan Kredit ……….

5.2. Karakteristik Rumah Tangga Pengusaha Usaha Mikro di Desa Pabuaran Berdasarkan Pemanfaatan Kredit ………. 5.3. Jenis Komoditi Usaha Mikro di Desa Pabuaran ………... 5.4. Karakteristik Sosial Ekonomi Usaha Mikro di Desa Pabuaran

Berdasarkan Pemanfaatan Kredit ……….…

6.1. Proporsi Pengusaha Usaha Mikro di Desa Pabuaran yang Memanfaatkan Kredit Berdasarkan Sektor Usaha (orang/persen)………... 6.2. Alasan Pengusaha Mikro Tidak Memanfaatkan Kredit …………... 6.3. Proporsi Lembaga Keuangan yang di Manfaatkan oleh Pengusaha

Usaha Mikro Desa Pabuaran Berdasarkan Sektor Usaha ………….

6.4. Proporsi Lembaga Keuangan Bank Milik Pemerintah yang di

Manfaatkan oleh Pengusaha Usaha Mikro di Desa Pabuaran……...

6.5. Proporsi Lembaga Keuangan Bank Milik Swasta yang di

Manfaatkan oleh Pengusaha Usaha Mikro di Desa Pabuaran……...

6.6. Proporsi Lembaga Keuangan Bukan Bank yang di Manfaatkan

oleh Pengusaha Usaha Mikro di Desa Pabuaran……...

1

3

4

6 14 57

69

72 76

77

83 84

86

87

88


(16)

6.8. Frekuensi Pengusaha Mikro di Desa Pabuaran Mengambil Kredit... 6.9. Rata-rata Tahun Pinjam Kredit oleh Pengusaha Mikro (unit) …….. 6.10. Alokasi Pinjaman yang dimanfaatkan oleh Pengusaha Usaha

Mikro di Desa Pabuaran ………...

6.11. Jenis Alokasi Pemanfaatan Kredit untuk Kebutuhan Lainnya oleh

Pengusaha Usaha Mikro ………...

7.1. Hasil Pendugaan Besar Kredit ……….. 7.2. Proporsi Pengusaha Usaha Mikro di Desa Pabuaran yang

Menggunakan Jaminan dalam Mengambil Kredit……….

7.3. Hasil Pendugaan Perubahan Omset Usaha ………... 7.4. Hasil Pendugaan Asset Usaha Saat ini ………. 7.5. Perbandingan Rata-rata Asset Usaha terhadap Rata-rata Lama

Usaha Mikro Berjalan ………...

7.6. Hasil Pendugaan Total Tenaga Kerja ………..

92 93

96

97 100

102 104 107

108 109


(17)

2.2. Fungsi Produksi dimana M tetap, TK variabel (a) dan Fungsi

Produksi dimana TK tetap, M variabel (b) ………...

2.3. Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal

dan Produk Rata-rata ………

2.4. Struktur Kerangka Pemikiran ………...

3.1. Tahapan Penarikan Contoh ………...

3.2. Bagan Keterkaitan Persamaan Simultan ………... 6.1. Jenis jaminan yang digunakan pengusaha mikro (persen) ...

35

37 47 50 57 94


(18)

2.5. Kuisioner Penelitian ………... 2.6. Surat Ijin Penelitian dari Desa Pabuaran ………... 2.7. Peta Wilayah Desa Pabuaran ……… 2.8. Data 30 Responden yang Pernah Mengambil Kredit Tahun 2008

sampai Tahun 2011 ………... 2.9. Data 30 Besar Omset Usaha Mikro Sebelum dan Sesudah

Menerima Kredit (Rp/thn)……….

2.10. Data 30 Nilai Asset Usaha Mikro Sebelum dan Sesudah

Menerima Kredit ………..

2.11. Data 30 Besar Keuntungan Usaha Mikro Sebelum dan Sesudah

Menerima Kredit ………..

2.12. Karakteristik 30 Pengusaha Usaha Mikro yang Mengambil Kredit

Tahun 2008 sampai Tahun 2011 ………..

2.13. Data Pendapatan Rumah Tangga Perkapita Pengusah Usaha Mikro di Desa Pabuaran ……….. 2.14. Hasil Pendugaan Parameter Model Dampak Pengambilan Kredit

Terhadap Perkembangan Usaha dengan Metode Persamaan

Simultan menggunakan Aplikasi SAS.9.1 ………...

121 122 123

124

125

126

127

128

129


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Sensus (2010), Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat didunia setelah negara China, India, USA yaitu sebanyak 237,56 juta jiwa, namun masih sebagian besar dari jumlah tersebut merupakan penduduk miskin. Pertumbuhan jumlah penduduk miskin Indonesia sampai saat ini mengalami penurunan dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Data jumlah penduduk miskin di Indonesia disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut DaerahTahun 2005-2010

Thn

Jumlah Penduduk Miskin (juta orang)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58

2008 12,77 22,19 34,96 11,56 18,93 15,42

2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15

2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33

Sumber: Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2010 dalam BPS (2010). (Diolah)

Dari Tabel 1.1 menunjukkan kondisi pertumbuhan penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2005-2010 terus mengalami penurunan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, yaitu dari 15,97 persen pada tahun 2005 menjadi 13,33 persen pada tahun 2010 yang sebagian besar penduduknya terdapat di daerah perdesaan.


(20)

Dengan demikian pertumbuhan penduduk miskin Indonesia semakin baik dengan menurunnya jumlah penduduk miskin dari tahun 2005 sampai tahun 2010, namun besarnya penurunan jumlah kemiskinan tersebut masih harus ditingkatkan agar jumlah penduduk miskin baik di kota maupun di desa semakin berkurang sehingga tercapainya pemerataan kesejahteraan sosial.

Dalam mewujudkan kesejahteraan sosial perlu adanya upaya yang dilakukan, salah satunya melalui kegiatan-kegiatan yang dapat dijangkau oleh penduduk sehingga kesejahteraan sosial dapat tercapai, khususnya bagi penduduk miskin. Pemerintah telah melakukan upaya-upaya dalam mengentaskan kemiskinan, salah satunya dengan mendorong kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar dapat berkembang lebih baik. UMKM memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia, salah satunya berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, mengatasi masalah kemiskinan, dan merupakan salah satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal (Tambunan, 2002). Hal ini jelas bahwa dengan mendorong kegiatan UMKM, masalah kemiskinan dapat diatasi sehingga dalam jangka panjang UMKM mampu memperbaiki kesejahteraan penduduk Indonesia.

Pada Tabel 1.2 ditunjukkan penyerapan kegiatan usaha di Indonesia, ternyata 99,99 persen diserap oleh kegiatan UMKM sedangkan hanya 0,01 yang diserap oleh usaha besar. Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat dengan ditunjukkan pertumbuhan jumlah UMKM pada tahun 2006 sampai tahun 2010. Banyaknya jumlah UMKM ternyata banyak didukung oleh keberadaan usaha mikro dengan proporsi rata-rata sebesar 98,90 persen. Hal ini


(21)

menunjukkan usaha mikro ikut berperan penting dalam mewujudkan kesejahteraan sebagai salah satu sumber mata pencaharian untuk memperoleh sumber pendapatan.

Tabel 1.2. Banyaknya Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia Tahun 2006-2010 (unit)

No Tahun Usaha Mikro Usaha Kecil

Usaha Menengah

Jumlah UMKM 1 2006 48.512.438

(98,95) 472.602 (0,96) 36.763 (0,07) 49.021.803 (99,99) 2 2007 49.608.953

(98,92) 498.565 (0,99) 38.282 (0,08) 50.145.800 (99,99) 3 2008 50.847.771

(98,90) 522.124 (1,02) 39.717 (0,08) 51.409.612 (99,99) 4 2009 52.176.795

(98,88) 546.675 (1,04) 41.133 (0,08) 52.764.603 (99.99) 5 2010 53.823.732

(98,85) 573.601 (1,07) 42.631 (0,08) 53.823.732 (99,99) Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM,2010.

Ket: angka dalam kurung menunjukkan persen

Selain memiliki penyerapan usaha paling besar, usaha mikro juga memiliki kontribusi dalam perekonomian melalui pertumbuhan sektor-sektor ekonomi. Sektor ekonomi di Indonesia terdiri dari 9 sektor, yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, pesewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa swasta.

Pada Tabel 1.3, sektor-sektor ekonomi di Indonesia mengalami perkembangan yang berbeda-beda dari tahun ke tahun dalam menyerap usaha mikro. Usaha mikro banyak dilakukan di sektor pertanian, hal ini ditunjukkan pada tahun 2006 sampai tahun 2009, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan


(22)

perikanan merupakan sektor ekonomi yang paling banyak terdapat usaha mikro dengan proporsi penyerapan rata-rata 50 persen. Namun, jika dilihat dari perkembangan penyerapannya tiap tahun mengalami penurunan dari 54,02 persen pada tahun 2006 menjadi 50,53 persen.

Tabel 1.3. Perkembangan Usaha Mikro di Indonesia Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006-2010 (Unit)

No Sektor Ekonomi 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan

26.206.689 (54,02) 26.380.742 (53,18) 26.222.578 (52,02) 26.364.440 (50,53) 2 Pertambangan dan

Penggalian 244.133 (0,50) 260.917 (0,53) 258.974 (0,51) 269.516 (0,52) 3 Industri Pengolahan 3.104.565

(6,40) 3.118.382 (6,29) 3.176.471 (6,30) 3.205.046 (6,14) 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 10.582

(0,02) 10.655 (0,02) 10.756 (0,02) 10.838 (0,02)

5 Bangunan 560.472

(1,16) 475.053 (0,96) 485.530 (0,10) 538.603 (1,03) 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 12.920.980 (26,63) 13.627.285 (27,47) 14.387.690 (28,54) 15.112.028 (28,96) 7 Pengangkutan dan

Komunikasi 2.667.642 (5,50) 2.756.787 (5,56) 3.186.181 (6,32) 3.388.742 (6,49) 8 Keuangan, Pesewaan dan

Jasa Perusahaan 844.315 (1,74) 902.804 (1,82) 970.163 (1,92) 1.031.609 (1,98) 9 Jasa-jasa Swasta 1.953.060

(4,03) 2.076.382 (4,19) 2.149.428 (4,26) 2.255.973 (4,32)

JUMLAH 48.512.438

(100,00) 49.608.953 (100,00) 50.410.794 (100,00) 52.176.795 (100,00) Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM, 2010.(Diolah)

Ket: angka dalam kurung menunjukkan persen

Sektor lain yang juga memiliki penyerapan jumlah usaha mikro paling banyak adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor ini dalam kurun waktu empat tahun terakhir juga terus mengalami peningkatan dan menjadi sektor ekonomi kedua yang menyerap usaha mikro paling banyak, yaitu dari 26,63 persen pada tahun 2006 menjadi 28,96 persen pada tahun 2009. Hal ini memperlihatkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran cukup banyak


(23)

diminati oleh sekelompok usaha mikro di Indonesia. Selain itu sektor industri pengolahan juga menjadi sektor ekonomi ketiga yang menyerap usaha mikro paling banyak di Indonesia dengan proporsi 6,14 persen pada tahun 2009 dan 6,40 persen di tahun 2006. Persentase tersebut memang menurun, namun penurunannya tidak terlalu besar. Dengan demikian usaha mikro menjadi salah satu unit usaha yang berperan penting sebagai penggerak pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Usaha mikro merupakan unit usaha yang memiliki potensi dalam mengentaskan kemiskinan salah satunya melalui penyerapan tenaga kerja. Namun jumlah yang berbeda-beda harus tetap diberdayakan agar perkembangan usaha mikro di berbagai wilayah dapat berkembang secara merata. Pada Tabel 1.4 memperlihatkan provinsi yang banyak terdapat usaha mikro dan tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan banyaknya usaha mikro, terdapat 5 provinsi yang menjadi sentral usaha mikro. Adapun provinsi yang terbanyak usaha mikro ialah provinsi Jawa Barat dengan proporsi sebesar 18,55 persen atau sebanyak 4.178.030 unit. Sedangkan wilayah yang terdapat usaha mikro terbesar kedua yaitu Provinsi Jawa Timur, kemudian Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi DKI Jakarta. Selain memiliki banyak unit usaha mikro terbanyak, Jawa Barat juga menjadi wilayah kedua yang menyerap tenaga kerja paling banyak dengan proporsi sebesar 17,43 persen atau sebanyak 7.654.034 tenaga kerja. Sedangkan wilayah yang terbanyak kedua menyerap tenaga kerja yaitu Provinsi Jawa Timur dengan proporsi sebesar 18,36 persen atau sebanyak 8.063.621 tenaga kerja. Sedangkan wilayah terbesar ketiga yang menyerap tenaga kerja ialah Provinsi Jawa Tengah, kemudian Provinsi DKI Jakarta, dan terakhir Provinsi Sumatera


(24)

Utara. Dengan demikian, banyaknya usaha mikro di Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang banyak dipilih penduduk untuk melakukan usaha mikro karena Jawa Barat juga menjadi salah satu daerah pusat kegiatan ekonomi Indonesia.

Tabel 1.4. Penyerapan Jumlah Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Menurut Provinsi tahun 2006

No Pulau-Pulau di Indonesia Jml Usaha Mikro (unit/persen)

Jml Tenaga Kerja (orang/persen) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Nanggroe Aceh Darussalam

Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung

Kep. Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua 366.797 1.045.158 496.698 362.404 233.050 541.809 140.470 638.088 73.750 97.454 1.103.229 4.178.030 3.664.253 397.779 4.177.274 842.340 369.498 540.960 285.218 241.377 183.763 391.756 270.172 248.499 191.918 754.835 197.161 104.025 86.573 88.800 51.743 45.324 112.347 1,63 4,64 2,21 1,61 1,03 2,41 0,62 2,83 0,33 0,43 4,90 18,55 16,27 1,77 18,55 3,74 1,64 2,40 1,27 1,07 0,82 1,74 1,20 1,10 0,85 3,35 0,88 0,46 0,38 0,39 0,23 0,20 0,50 754.238 2.106.797 972.036 771.023 480.753 1.060.733 278.220 1.250.216 180.272 207.981 2.212.813 7.654.043 7.119.423 829.367 8.063.621 1.518.356 842.580 1.038.508 588.052 582.491 391.493 708.213 565.664 466.880 395.009 1.474.442 415.405 186.999 165.201 193.483 111.698 95.829 229.882 1,72 4,80 2,21 1,76 1,09 2,42 0,63 2,85 0,41 0,47 5,04 17,43 16,21 1,89 18,36 3,46 1,92 2,36 1,34 1,33 0,89 1,61 1,29 1,06 0,90 3,36 0,95 0,43 0,38 0,44 0,25 0,22 0,52

TOTAL 22.522.552 100,00 43.911.721 100,00 Sumber: Sensus Ekonomi 2006, 2006. (Diolah)


(25)

Keberadaan usaha mikro yang berkontribusi dalam mencapai kesejahteraan dan juga penggerak perekonomian suatu wiayah tidak lepas dari berbagai permasalahan. Beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh kelompok usaha mikro dalam membangun maupun mengembangan usaha mikro adalah masalah permodalan. Modal memang menjadi kebutuhan pokok dalam melakukan kegiatan usaha. Besar kecilnya modal akan berpengaruh pada kondisi usaha yang dilakukan. Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan berbagai alternatif agar pelaku usaha mikro dapat memperoleh kemudahan untuk mendapatkan sumber modal. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk usaha mikro adalah dengan memberikan kemudahan akses bagi usaha mikro untuk memperoleh pinjaman atau kredit melalui bank yang telah disediakan. Kemudahan yang diberikan pemerintah kepada UMKM untuk memperoleh kredit telah dilakukan sejak Repelita I, dimana kredit diberikan kepada petani dan pengusaha kecil dan mikro yang dimulai dengan Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Proyek Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K), Kredit Usaha Tani (KUT) dan sampai saat ini masih berlangsung Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Akan tetapi, program-program kredit yang telah dikucurkan masih belum mencapai tujuan yang diharapkan.

Salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan modal ialah dengan meningkatkan dan mengembangakan lembaga perkreditan yang mudah diakses oleh kelompok usaha mikro. Lembaga perkreditan yang memberikan layanan peminjaman kepada usaha mikro ialah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Azhari (2006), LKM merupakan salah satu kelembagaan


(26)

keuangan yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di pedesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro.

1.2. Perumusan Masalah

Banyaknya jumlah usaha mikro salah satunya disebabkan sulitnya memperoleh pekerjaan yang diakibatkan rendahnya tingkat pendidikan dan juga sulitnya memperoleh modal yang cukup. Walaupun demikian secara tidak langsung usaha mikro memiliki peranan penting dalam penyediaan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat yang tidak atau belum memperoleh pekerjaan dapat mendirikan usaha mikro agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari serta memperbaiki pendapatan.

Disamping itu, usaha mikro juga memiliki beberapa permasalahan antara lain keterbatasan modal usaha sehingga dalam mengembangkan usaha menjadi terhambat. Hal ini bisa disebabkan belum terpenuhinya kebutuhan sehari-hari (kebutuhan primer) sehingga sebagian dari modal atau penghasilan usaha digunakan untuk kebutuhan primer. Oleh karena itu, dalam menyalurkan kredit khususnya kepada kelompok usaha mikro perlu dilakukan pengamatan yang lebih dalam, salah satunya dengan mempelajari kondisi sosial ekonomi rumah tangga pengusaha dan usaha mikro sehingga kredit yang akan dikucurkan dapat lebih mencapai titik sasaran.

Pada umumnya, usaha mikro merupakan unit usaha yang agak sulit dalam memperoleh kredit dari perbankan pemerintah. Hal ini disebabkan usaha mikro memiliki beberapa kekurangan dalam pemenuhan prosedur peminjaman, seperti


(27)

usaha bersifat tidak resmi (informal) karena tidak mendapat izin usaha, tidak berbadan hukum, tidak membayar pajak, dan tidak memiliki pembukuan (Tambunan, 2009). Hal ini menyebabkan lembaga perkreditan pemerintah kurang diminati oleh segelintir usaha mikro, sehingga hal ini dapat menjadi salah satu permasalahan mengapa program-program kredit yang dikucurkan pemerintah kurang tercapai. Dengan kondisi seperti ini perlu dikaji lebih jauh lembaga perkreditan seperti apa yang selama ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, apakah memanfaatkan kredit dari LKM bank atau LKM non-bank.

Penelitian ini menjadi penting, mengingat beberapa permasalahan yang diuraikan diatas yaitu:

1. Bagaimanakah kondisi sosial ekonomi rumah tangga pengusaha dan usaha mikro di Desa Pabuaran, Kabupaten Bogor?

2. Lembaga Keuangan apakah yang banyak dimanfaatkan oleh pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran, Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana dampak pengambilan kredit terhadap perkembangan usaha serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengambilan kredit oleh pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran, Kabupaten Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahn tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari profil sosial ekonomi rumah tangga pengusaha dan usaha mikro di Desa Pabuaran, Kabupaten Bogor.

2. Mengkaji Lembaga Keuangan yang dimanfaatkan pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran, Kabupaten Bogor untuk memperoleh kredit.


(28)

3. Menganalisis dampak pengambilan kredit terhadap perkembangan usaha mikro serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan kredit oleh pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran, Kabupaten Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi setiap instansi, yaitu:

1. Para mahasiswa/i memperoleh informasi mengenai karakteristik rumah tangga pengusaha dan usaha mikro serta dapat mengetahui Lembaga Keuangan yang dimanfaatkan oleh pengusaha usaha mikro di Desa Pabuaran, Kabupaten Bogor.

2. Pelaku usaha mikro dapat memperoleh informasi mengenai lembaga-lembaga perkreditan yang memberikan pelayanan untuk kelompok usaha mikro sehingga para pengusaha dapat lebih mudah dalam membangun usaha mikro lebih baik lagi.

3. Pemerintah memperoleh informasi tentang usaha mikro melalui rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya yang dapat dilakukan agar sasaran kredit kepada usaha mikro dapat mancapai tujuan dan memberikan informasi mengenai permasalahan yang selama ini dirasakan oleh usaha mikro, khususnya di Desa Pabuaran.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini memiliki batasan-batasan yaitu lokasi yang diamati adalah Desa Pabuaran yang merupakan salah satu daerah yang banyak


(29)

terdapat aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor. Responden yang diamati ialah pelaku usaha mikro di Desa Pabuaran yang usahanya bergerak di sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan. Dalam menentukan usaha kedalam usaha mikro, penelitian ini menggunakan kriteria usaha mikro berdasarkan ketetapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu usaha yang memiliki penjualan paling banyak Rp. 300 juta per tahun dan memiliki kekayaan usaha paling banyak Rp. 50 juta diluar tanah dan bangunan usaha. Selain itu juga digunakan kriteria berdasarkan jumlah tenaga kerja paling banyak 4 orang.

Dalam mengkaji pemanfaatan kredit oleh pengusaha usaha mikro, maka lembaga keuangan dikelompokkan menjadi Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Responden yang digunakan dalam kajian ini digunakan keseluruhan responden yang diamati sebanyak 109 yang dari jumlah tersebut akan diketahui persentasi pengusaha usaha mikro yang memanfaatkan kredit dan tidak. Sedangkan dalam mempelajari profil sosial ekonomi rumah tangga pengusaha dan usaha mikro serta dalam menganalisis dampak pengambilan kredit terhadap perkembangan usaha mikro hanya menggunakan responden pengusaha usaha mikro yang mengambil kredit pada tahun 2008 sampai tahun 2011.


(30)

BAB II

KERANGKA BERFIKIR

2.1. Konsep Usaha Mikro

Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008, Bab I pasal 1). Usaha mikro merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan badan usaha milik pemerintah (Sakur, 2011). Adapun kriteria-kriteria usaha mikro di setiap instansi berbeda-beda, yaitu:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 6 Usaha mikro ialah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).


(31)

2. Badan Pusat Statistik (BPS)

BPS memberikan definisi usaha mikro berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang termasuk tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar (Sakur, 2011). BPS juga menjelaskan karekteristik usaha mikro lainnya, yaitu usaha mikro lebih banyak tidak memiliki badan hukum sehingga sulit untuk mengakses lembaga keuangan perkreditan formal; dan usaha mikro tersebar di setiap kelompok usia (Tambunan, 2009).

3. Kementrian Keuangan Republik Indonesia

Berdasarkan SK Menteri Keuangan RI No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,00. Ciri-ciri usaha mikro (Sakur, 2011):

a. Jenis barang/ komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;

b. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;

c. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;

d. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;

e. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;


(32)

f. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

2.1.1. Karakteristik Usaha Mikro

Karakteristik usaha mikro dapat dilihat sehari-hari di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia yaitu (Tambunan, 2009):

Tabel 2.1.Karakteristik – Karakteristik Usaha Mikro di NSB

No Aspek Usaha Mikro

1 Formalitas Beroperasi disektor informal; usaha tidak terdaftar; tidak/jarang bayar pajak

2 Organisasi & Manajemen

Dijalankan oleh pemilik; tidak menerapkan pembagian kerjainternal (ILD), manajemen dan struktur oganisasi formal (MOF), sistem pembukuan formal (ACS)

3

Sifat dari kesempatan kerja

Kebanyakan menggunakan anggota-anggota keluarga tidak dibayar

4

Pola/sifat dari proses produksi

Derajat mekanisasi sangat rendah/umumnya manual; tingkat teknologi sangat rendah

5 Orientasi pasar

Umumnya menjual kepasar lokal untuk kelompok berpendapatan rendah 6 Profil ekonomi & sosial dari pemilik usaha

Pendidikan rendah & dari rumah tangga miskin; motivasi utama adalah survival

7

Sumber-sumber dari bahan baku dan modal

Kebanyakan memakai bahan baku lokal dan uang sendiri

8

Hubungan-hubungan eksternal

Kebanyakan tidak punya akses ke program-program pemerintah dan tidak punya hubungan-hubungan bisnis dengan usaha besar

9 Wanita pengusaha

Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat tinggi


(33)

Selain itu, BPS (2006) dalam Tambunan (2009) juga menjelaskan karakteristik usaha mikro dalam suatu laporan, yaitu:

1. Berdasarkan latar belakang atau motivasi pengusaha mikro, sebagian besar pengusaha mikro mempunyai alasan utama melakukan kegiatan tersebut adalah ingin memperoleh perbaikan penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu juga dapat disebabkan karena faktor keturunan, merasa telah dibekali keahlian dan tidak ada kesempatan untuk berkarir dibidang lain.

2. Berdasarkan kepemilikan status badan hukum, usaha mikro lebih banyak memiliki status tidak berbadan hukum, artinya usaha mikro cenderung lebih sulit untuk mengakses ke lembaga keuangan perkreditan formal dalam memperoleh modal usaha.

3. Berdasarkan jenis kelamin pengusaha, usaha mikro dan kecil banyak dilakukan oleh kaum wanita. Struktur ini menunjukkan ada korelasi positif antara tingkat partisipasi wanita sebagai pengusaha dan skala usaha yang artinya semakin besar skala usaha semakin sedikit wanita pengusaha.

4. Berdasarkan struktur umur pengusaha, jumlah pengusaha mikro tersebar disetiap kelompok umur karena kemudahan untuk mendirikan usaha.

5. Berdasarkan tingkat rata-rata pendidikan formal pengusaha, pengusaha mikro lebih banyak berpendidikan sekolah dasar.


(34)

2.1.2. Potensi dan Permasalan Usaha Mikro 2.1.2.1. Potensi Usaha Mikro

Terdapat tiga alasan mengapa UMKM penting, yaitu pertama, karena kinerja UMKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif; kedua, UMKM sering mencapai peningkatan produktivitas melalui investasi dan perubahan teknologi; ketiga, UMKM sering diyakini memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dibandingkan usaha besar (Kementrian Koperasi dan UKM, 2008). Peran usaha mikro dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penyediaan kesempatan kerja; pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat; penciptaan pasar dan inovasi melalui fleksibilitas dan sensitivitas atas keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan; dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non-migas (Sakur, 2011).

2.1.2.2. Permasalahan Usaha Mikro

Permasalahan usaha mikro dapat dilihat dua aspek, yaitu persoalan internal yang berasal dari internal UMKM maupun persoalan eksternal yang berasal dari luar UMKM (Sakur, 2011).

a. Faktor Internal berasal dari Internal UMKM

1. Kurangnya permodalan usaha yaitu pada umumnya usaha mikro, kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup yang mengandalkan pada modal usaha dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal usaha dari pihak lain (bank atau lembaga


(35)

keuangan lainnya) sulit untuk diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank sulit untuk dipenuhi UMKM.

2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas yaitu baik keterbatasan dari pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilan yang sangat berpengaruh pada kemampuan UMKM untuk mengembangkan usahanya.

3. Lemahnya jaringan dan kemampuan penetrasi pasar lemah karena sebagian besar UMKM merupakan unit usaha keluarga sehingga jaringan usaha sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar rendah oleh karena itu kualitas kurang kompetitif.

b. Faktor Eksternal

1. Iklim usaha yang belum sepenuhnya kondusif, hal ini bisa dilihat adanya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar.

2. Keterbatasan sarana dan prasarana membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat.

3. Dampak otonomi daerah akan banyak mempengaruhi para pelaku bisnis kecil dan menengah, jika kebijakan ini tidak dibuat maka akan menurunkan daya saing UMKM.


(36)

4. Terbatasnya akses pasar, UMKM menghadapi tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan industri besar dan impor, maupun di pasar ekspor.

5. Keterbatasan SDM merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro di Indonesia yang akan menghambat usaha mikro di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional.

6. Keterbatasan finansial mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja, seperti finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Kendala ini disebabkan karena lokasi bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu berbelit-belit, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan prosedur.

UMKM, khususnya usaha mikro menjadi salah satu bentuk usaha yang memiliki peranan penting dalam mendukung peningkatan pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Dengan besarnya manfaat keberadaan UMKM untuk perekonomian Indonesia, maka perlu adanya perhatian mengenai permasalahan-permasalahan yang sampai saat ini banyak dihadapi oleh segelintir pengusaha agar UMKM menjadi lebih baik dan dapat mencapai sasaran untuk kesejahteraan masyarakat. Masalah utama yang banyak dihadapi oleh para pengusaha mikro ialah masalah keterbatasan modal yang dimiliki,


(37)

sehingga permasalah ini perlu diupayakan sebagai langkah awal dalam mengembangkan usaha mikro.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Mikro Perkembangan usaha dapat dilakukan selain dengan adanya dukungan dari program pemerintah seperti adanya pemberian pinjaman atau kredit, namun dalam mengembangkan usaha perlu memperhatikan pula beberapa faktor lainnya yang ikut mempengaruhi pertumbuhan usaha. Alimudin (2010) menyebutkan beberapa pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha dari beberapa peneliti seperti Davidson et,al, Shanmugam and Bhaduri (2002) mengatakan pertumbuhan usaha dapat dilihat berdasarkan empat kondisi, yaitu pertumbuhan produksi, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pendapatan, dan pertumbuhan laba. Keempat kondisi memiliki peranan yang sama dalam melihat suatu pertumbuhan usaha yang dilakukan, namun ada kondisi yang berperan paling penting dalam melihat pertumbuhan usaha yaitu pertumbuhan keuntungan. Farris et,al (2006) menyebutkan bahwa tujuan dari setiap bisnis adalah menciptakan pelanggan, namun hal ini sebenarnya belum lengkap karena untuk bisa sukses dan bertahan, bisnis harus mampu mendapatkan margin keuntungan. Selain itu Doyle dalam Ujang (2011) juga mengungkapakan konsep value-based marketing bahwa tujuan keberadaan marketing dalam perusahaan adalah berkontribusi dalam memaksimalkan nilai pemegang saham atau shareholder dan evaluasi strategi marketing harus berdasar pada seberapa besar nilai yang diciptakan untuk investasi yang telah dilakukan oleh pemegang saham. Suatu strategi dianggap


(38)

baik, jika nilai akan mampu meningkatkan nilai suatu bisnis, khususnya dalam menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar.

Suatu usaha dapat berkembang atau menurun dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dilihat melalui faktor internal dan faktor eksternal (Alimudin, 2010). Adapun faktor-faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan usaha, yaitu a) Kemampuan manajerial; b) Pengalaman pemilik atau pengelola; c) Kemampuan untuk akses pasar input dan output; d) teknologi produksi dan sumber-sumber permodalan; e) Besar kecilnya modal yang dimiliki; f) Besar unit usaha (firm size) (ISBRC – Pupuk, 2003); (g) Lamanya usaha (age); h) dan Legalitas dari unit usaha (legal form).

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha, yaitu a) Dukungan berupa bantuan teknis dan keuangan dari pihak pemerintah/swasta; b) Kondisi perekonomian yang dicerminkan dari permintaan pasar domestik maupun dunia dan; c) Kemajuan teknologi dalam produksi (Tambunan, 1999 dalam Alimudin 2010).

Menurut Arasy (2010), Shanmugam dan Bhaduri (2002) menemukan bahwa pertumbuhan usaha juga dipengaruhi secara signifikan oleh a) Umur unit usaha (age) dimana unit usaha yang baru berdiri maka lambat pertumbuhan usahanya; b) Ukuran perusahaan (firm size) dimana semakin besar ukuran unit usaha maka akan lambat pertumbuhan usahanya; dan c) Komoditi usaha dimana industri makanan cenderung lebih besar perkembangan usahanya dibandingkan dengan industri bukan barang logam.


(39)

Selain itu, Becchetti dan Trovato (2002) juga menemukan bahwa ukuran unit usaha (size) dan umur perusahaan (age) juga berpengaruh secara signifikan, tetapi dalam penelitiannya juga terdapat faktor lainnya yang berpengaruh, yaitu a) Kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspor; b) Pengambilan kredit perbankan yang dilakukan secara rasional berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha IKM. Sedangkan Glancey (1998) menunjukkan bahwa pertumbuhan usaha industri kecil dipengaruhi secara signifikan oleh variabel ukuran usaha (size) dan umur perusahaan (age). Namun, dalam temuan tersebut juga menemukan bahwa lokasi dari unit usaha industri juga berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha.

2.2. Konsep dan Prosedur Penyaluran Kredit 2.2.1. Konsep Kredit

Kredit berasal dari kata italia, credere yang artinya kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditor bahwa debitornya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak (Hasibuan, 2008).

Pengertian kredit menurut Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan Bab I, Pasal 1, ayat (12) adalah:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam atau peminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.


(40)

Berdasarkan kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan Gubernur BI tentang Penanggulangan Kemiskinan melalui Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah No.11/KEP/MENKO/KESRA.IV/2002 dan No.4/2/KEP/GBI/2002 Tanggal 22 April 2002 dalam Zuliastri (2012), menyebutkan kredit mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut BPS yaitu berdasarkan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, dengan plafon kredit maksimal Rp. 50 juta.

Kredit memiliki tujuan yaitu (a) Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit; (b) Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada; (c) Melaksanakan kegiatan operasional bank; (d) Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat; (e) Memperlancar lalu lintas pembayaran; (f) Menambah modal kerja perusahaan; dan (g) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Hasibuan, 2008).

Sedangkan fungsi kredit bagi masyarakat, yaitu (a) Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian; (b) Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat; (c) Memperlancar arus barang dan arus uang; (d) Meningkatkan hubungan internasional; (e) Meningkatkan produktifitas dana yang ada; (f) Meningkatkan daya guna (utility) barang; (g) Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat; (h) Memperbesar modal kerja; (i) Meningkatkan income per capita (IPC) masyarakat; dan (j) Mengubah cara berfikir/bertindak masyarakat untuk lebih ekonomis (Hasibuan, 2008).


(41)

Dalam transaksi kredit terdapat enam unsur kredit, yaitu (a) Kepercayaan (trust) antara kreditur dan debitur agar terwujud sinergi kerja yang baik; (b) Waktu (time) yaitu limit waktu antara penyerahan dan pengembalian uang yang ditandatangani kedua belah pihak; (c) Resiko yaitu mengkaji keadaan terburuk pada saat kredit tersebut tidak kembali atau timbulnya kredit macet; (d) Prestasi yang dimiliki oleh kreditur dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang atau jasa (good and service); (e) Adanya kreditur dengan harapan diperoleh keuntungan dalam bentuk bunga; dan (f) Adanya debitur yang berkomitmen untuk mampu mengembalikan tepat waktu (Hasibuan, 2008).

2.2.2. Prosedur Penyaluran Kredit

Meminjam sejumlah uang kepada orang perorangan maupun kepada suatu lembaga perkreditan dengan besaran yang diperlukan tidaklah mudah. Dalam meminjamkan dana kepada penerima dana, maka pihak bank perlu melakukan perencanaan penyaluran kredit agar kredit dapat berfungsi dan mencapai tujuan. Menurut Hasibuan (2008), salah satu perencanaan penyaluran kredit yang harus dilakukan adalah dengan penyalurkan kredit sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Adapaun prosedur penyaluran kredit yang harus dipenuhi oleh peminjam dana (debitur), antara lain:

1. Calon debitur menulis nama, alamat, agunan, dan jumlah kredit yang diinginkan pada formulir aplikasi permohonan kredit,


(42)

3. Analisis kredit dengan cara mengikuti asas 5C, 7P, dan 3R dari permohonan kredit tersebut,

4. Karyawan analisis kredit menetapkan besarnya plafond kredit atau Legal Lending Limit (L3) atan BPMK-nya, dan

5. Jika BPMK disetujui nasabah, akad kredit (perjanjian kredit) ditandatangani oleh kedua belah pihak.

2.2.2.1. Persyaratan Umum Peminjaman Kredit

Meminjam sejumlah uang kepada orang perorangan maupun kepada suatu lembaga perkreditan dengan besaran yang diperlukan tidaklah mudah. Dalam memperlancar proses peminjaman dibutuhkan beberapa persyaratan peminjaman. Pada umumnya, bank membagi debiturnya ke dalam dua golongan besar, yaitu debitur perorangan dan debitur perusahaan (Akutansi Perbankan, 2012):

1. Persyaratan Pinjaman bagi Debitur Perorangan

Debitur perorangan terdiri tiap-tiap profesi yang oleh bank dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu wirausahawan, karyawan, dan professional. Persyaratan yang diminta untuk masing-masing debitur perorangan pada umumnya sama seperti: a. Fotokopi identitas diri (KTP , SIM, atau paspor),

b. Fotokopi akte nikah (bagi yang sudah menikah), c. Fotokopi kartu keluarga,

d. Fotokopi rekekening koran/rekening giro atau buku tabungan di bank manapun antara 6 s/d 3 bulan terakhir yang digunakan bank untuk melakukan analisa keuangan calon debiturnya, dan e. Fotokopi slip gaji dan surat keterangan bekerja dari perusahaan.


(43)

2. Persyaratan Pinjaman bagi Debitur Badan Usaha/Perusahaan Debitur yang berbentuk perusahaan meliputi bentuk badan usaha seperti CV, PT, firma, dan lain-lain. Persyaratan umum yang diminta antara lain:

a. Fotokopi identitas diri dari para pengurus perusahaan (direktur & komisaris),

b. Fotokopi NPWP (Nomor Pokok wajib pajak), c. Fotokopi SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan ), d. Fotokopi Akte Pendirian Perusahaan dari Notaris, dan e. Fotokopi TDP (Tanda Daftar Perusahaan).

Selain itu untuk melakukan berbagai analisa keuangan terhadap calon debiturnya dibutuhkan bukti berupa:

f. Fotokopi rekening koran/giro atau buku tabungan di bank manapun selama 6 s/d 3 bulan terakhir, dan

g. Data keuangan lainnya, seperti neraca keuangan, laporan rugi laba, catatan penjualan & pembelian harian, dan data pembukuan lainnya.

2.2.2.2. Kredit Berdasarkan Jenis Agunan

Agunan biasa disebut sebagai jaminan. Jaminan (collateral) adalah barang atau sesuatu yang dapat dijadikan jaminan pada saat seseorang akan melakukan pinjaman dana dalam bentuk kredit ke sebuah perbankan atau leasing. Tujuannya adalah untuk memperkecil resiko yang akan diterima dikemudian hari (future risk), maka guna meng hadging dana yang disalurkan, perbankan, leasing dan sejenisnya harus memperhatikan sekali berapa flatform pengajuan kredit yang digunakan dengan jumlah jaminan


(44)

yang tertera pada proposal. Bila flatform nya seharga dari angka pinjaman, jelas pihak kreditur akan menolaknya (Fahmi dan Yovi, 2010).

Berdasarkan jenis jaminannya, kredit dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu kredit dengan jaminan (secured loans) dan kredit tanpa jaminan (insecured loans). Kredit dengan jaminan adalah kredit yang kepemilikan dananya berasal dari bank dan debitur bertugas untuk menjamin resiko yang akan timbul kedepan nantinya. Jaminan yang digunakan dapat berupa kebendaan seperti mesin, otomotive (motor/mobil), tanah (loan), bangunan (bilding), surat berharga (commercial paper), slip gaji bagi seorang karyawan dengan disertai KTP, KK, dan surat lainnya. Sedangkan jaminan tanpa jaminan sering disebut sebagai blanko adalah kredit yang diberikan kepada debitur tanpa adanya jaminan tapi atas dasar kepercayaan saja karena debitur dianggap mampu untuk mengembalikan pinjaman tersebut (Fahmi dan Yovi, 2010).

2.2.2.3. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit

Setelah debitur menentukan jenis kredit yang akan diperoleh, maka pihak bank perlu melakukan analisa debitur itu sendiri untuk menentukan layak atau tidaknya debitur untuk memperoleh kredit. Menurut Hasibuan (2008), dalam menganalisis kredit harus mengikuti asas 5C, 7P, dan 3R yang dilihat dari permohonan kredit tersebut. Adapun asas 5C, yaitu:

1. Character (watak) pemohon kredit dapat diperoleh dengan mengumpukan informasi dari referensi nasabah dan bank-bank lain tentang perilaku, pergaulan, perkataannya.


(45)

2. Capacity (kemampuan) untuk melihat apakah calon debitur mampu memimpin perusahaan dengan baik dan benar.

3. Capital (modal) dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modal yang terlihat dari neraca lajur perusahaan yang memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidaknya perusahaan.

4. Condition of Economic (kondisi ekonomi) untuk melihat kondisi usaha calon debitur, jika baik dan memiliki prospek yang baik maka prospek permohonannya akan disetujui.

5. Collateral (jaminan) merupakan syarat utama yang menentukan disetujui atau ditolaknya permohonan kredit.

Sedangkan asas 7P terdiri dari personality, party, purpose, prospect, payment, profitability, dan protection.

a. Personality (kepribadian) yaitu menilai sifat dan perilaku calon debitur yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit dengan informasi melalui keturunan, pekerjaan, pendidikan, dan pergaulannya.

b. Party yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, karakter, dan loyalitas serta akan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda dari bank.

c. Purpose (tujuan) yaitu mengetahui tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur apakah untuk konsumtif (tidak diterima) atau sebagai modal kerja (diterima).


(46)

d. Prospect yaitu prospek perusahaan di masa datang, apakah akan menguntungkan atau merugikan.

e. Payment merupakan ukuran untuk mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan.

f. Profitability untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam memperoleh laba yang diukur per periode.

g. Protection bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.

Sementara itu, analisi 3R terdiri dari return, repayment, dan risk bearing ability.

1. Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit.

2. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaannya tetap berjalan.

3. Risk Bearing Ability adalah memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi resiko, apakah resiko tersebut besar atau kecil.

2.3. Lembaga Perkreditan yang Melayani Kredit Usaha Mikro

Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, secara langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat, terutama membiayai investasi perusahaanperusahaan (Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor


(47)

Kep/38/MKIV/I/72). Sedangkan Lembaga Keuanagan Mikro (LKM) adalah Lembaga yang menyadiakan beragam pelayanan keuanagn, seperti tabungan, pinjaman atau kredit yang melayani masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha mikro yang terpinggirkan oleh system keuangan formal. LKM berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro dan masyarakat kecil (Suyatno, 1997). LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu LKM yang berwujud bank dan non bank (Azriani, 2008).

2.3.1. Lembaga Keuangan Bank

Lembaga keuangan bank adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dimana kegiatannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana (Pramutoko dalam www.wordpress.com). LKM yang berwujud bank adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit desa, BPR, BKD (Badan Kredit Desa) (Azriani, 2008). Berdasarkan kepemilikannya, bank dikelompokkan menjadi bank milik pemerintah, bank milik swasta, bank milik koperasi, bank milik asing, dan bank campuran (Kasmir, 2005).

1. Bank Milik Pemerintah merupakan bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah. Contohnya bank BNI 1946, BRI, BTN, Mandiri, Bank Pemerintah Daerah (BPD) seperti BPD DKI Jakarta.

2. Bank Milik Swasta Nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar saham milik swasta nasional. Akte pendirian oleh


(48)

swasta sepenuhnya dan keuntungan. Contohnya bank Bumiputera, BCA, Danamon, BII, Mega, Lippo, Muamalat, Niaga, dan Permata.

3. Bank Milik Koperasi adalah bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi, contohnya Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin).

4. Bank Milik Asing merupakan bank yang kepemilikannya 100 persen dimiliki oleh pihak asing di Indonesia dan merupakan cabang dari luar negeri. Contohnya City Bank, Bank of America.

5. Bank Campuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh kedua belah pihak yaitu pihak dalam negeri dan luar negeri. Contohnya Mitsubishi Buana Bank, Sumitomo Niaga Bank, dan Inter Pacific Bank.

2.3.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank

Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, secara langsung ataupun tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk kegiatan produktif. Usaha – Usaha yang dilakukan LKBB antara lain menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan kertas berharga, sebagai perantara untuk mendapatkan kompanyon ( dukungan dalam bentuk dana ) dalam usaha patungan, dan perantara untuk mendapatkan tenaga ahli. LKBB juga memiliki peran, antara lain membantu dunia usaha dalam meningkatkan produktivitas barang atau jasa, memperlancar distribusi barang,


(49)

dan mendorong terbukanya lapangan pekerjaan. Jenis-jenis LKBB terdiri dari 8 jenis, yaitu perusahaan asuransi, perusahaan dana pensiun, koperasi simpan pinjam, bursa efek, perusahaan anjak piutang, perusahaan modal ventura, pegadaian, dan perusahaan sewa guna (Pramutoko dalam

www.wordpress.com). Sedangkan LKM yang bersifat non bank adalah

Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Baitul Mal Wattanwil (BMT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), arisan, pola pembiyaan Grameen, Kelompok Swadaya Mayarakat (KSM), dan credit union (Azriani, 2008).

2.4. Peranan Kredit dalam Perkembangan Usaha Mikro 2.4.1. Teori Penawaran Kredit

Permintaan dan penawaran suatu barang juga dapat terjadi pada permintaan dan penawaran terhadap kredit. Pasar kredit merupakan pasar yang sangat dinamis, dimana didalamnya terdapat dua kekuatan yang saling berinteraksi yaitu penawaran dan permintaan akan kredit. Interaksi kedua kekuatan tersebut tentunya memerlukan proses waktu yang tidaklah cepat, ini sangat terkait dengan keberadaan informasi diantara kedua belah pihak. Ketika informasi yang tersedia bagi para pelaku pasar adalah sempurna maka proses penyesuaian akan berjalan cepat menuju keseimbangan, akan tetapi jika informasi yang terjadi tidak sempurna (asimetris) maka proses penyesuaian akan sangat lambat dan dapat terjadi ketidakkeseimbangan, ataupun keseimbangan yang terjadi diikuti dengan penjatahan kuantitas kredit (credit rationing equilibrium). Dengan demikian, permintaan dan penawaran akan


(50)

kredit memiliki interaksi yang saling kuat, apabila informasi mengenai kredit bersifat simetris maka penyesuaian akan cepat menuju keseimbangan, dan sebaliknya jika informasinya asimetris maka penyesuaian pun akan menjadi lambat. Dalam kredit terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran kredit, yaitu tingkat bunga, defisit anggaran pemerintah, kepercayaan konsumen, tingkat keuntungan perusahaan, variabel demografi, kekayaan dan tingkat pertumbuhan pendapatan, nilai tukar, dan lain sebagainya (Hervino,November 2008).

Terjadinya penurunan penawaran kredit perbankan atau disebut dengan credit crunch akibat menurunnya keinginan bank dalam menyalurkan kredit pada suku bunga yang berlaku. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan penawaran kredit yaitu menurunnya tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan, sehingga menyebabkan debitur dengan tingkat kelayakan kredit yang sama akan terkena credit rationing yaitu pembatasan terhadap kredit untuk sektor tertentu (kredit konsumsi) atau kelompok debitur tertentu (usaha kecil). Selain itu, debitur yang layak memperoleh kredit juga akan ditolak karena bank tidak memiliki informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur mengenai tingkat resiko kredit sehingga bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan pertimbangan utama dalam memberikan kredit. Meskipun suku bunga kredit tinggi karena adanya penurunan penawaran kredit, akan tetapi permintaan kredit tetap tinggi (Zeller,2006 dalam Zuliastri,2012).


(51)

2.4.2. Teori Produksi

Produksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Dalam memproduksi dibutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi. Adapun faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi ialah manusia (tenaga kerja=TK), modal (seperti mesin=M), sumberdaya alam (tanah=T), dan skill (teknologi=T) (Putong, 2003). Faktor produksi disedehanakan menjadi dua bagian yaitu modal dan tenaga kerja karena keduanya berbeda dan dapat segera dikontraskan (Sudarsono, 1998).

Menurut Nicholson (1999), Fungsi produksi (Production Function) adalah fungsi matematis konseptual yang mencatat hubungan antara masukan perusahaan dan keluarannya. Jika keluaran adalah fungsi dari modal dan tenaga kerja saja, maka fungsi umumnya adalah:

q= f(K,L) (2.1)

Keterangan:

q : Keluaran atau output (Hasil produksi) K : Kapital atau modal (Faktor produksi) L : Labor atau tenaga kerja (Faktor Produksi)

Persamaan 2.1 memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa dihasilkan dengan menggunakan berbagai altenatif kombinasi dari modal (K) dan tenaga kerja (L).

Kombinasi faktor produksi tenaga kerja dan modal dapat menghasilkan satu satuan produk secara teknik efisien. Fungsi produksi dapat bersifat sebanding dan tidak sebanding. Fungsi produksi bersifat sebanding (fixed proportion) artinya produsen dapat menghasilkan produksi 10 kali lipat satuan


(52)

produksi asalkan kuantitas tenaga kerja dan modal juga dikalikan dengan kelipatan yang sama, sehingga perbandingan antara kuantitas tenaga kerja dan modal juga tetap (Sudarsono, 1998). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003 dalam Nuryani, 2010):

zY = zq = f(zK , zL) (2.2)

Meskipun jumlah ini dapat ditambah dengan bebas tetapi tetap belum mencukupi karena data memilih satu macam proses akan berlaku pola kombinasi faktor produksi yang sebanding.

Pola kombinasi faktor produksi yang tidak sebanding (variable proportions) biasanya digunakan isoquant (iso quan-tities) yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi (tenaga kerja dan modal) yang menghasilkan produksi yang sama. Untuk menggunakan produksi dibutuhkan minimal dua buah isokuan. Bila salah satu faktor produksi dibuat tetap, sedang faktor produksi lain variabel maka hubungan antara faktor produksi variabel dan kuantitas produksi mempunyai perilaku tertentu, tidak masalah faktor mana yang tetap dan mana variabel karena keduanya akan mengahasilkan pola hubungan yang sama.

Pada waktu faktor variabel nol, kuantitas produksi juga nol. Makin banyak kuantitas faktor variabel yang digunakan, makin besar besar kuantitas produksi. Penambahan kuantitas produksi berjalan terus sampai suatu ketika penambahan kuantitas faktor variabel ini sudah terlalu banyak sehingga bila dikombinasikan dengan faktor lain yang tetap justru akan menurunkan kuantitas produksi.


(53)

Fase Ekonomis

Fase Ekonomis

Q

0

Q

0

TK

M

Mc Md

M TK

TKa TKb

A

B

C

D

Gambar 2.1. Fungsi Produksi dimana M tetap, TK variabel (a) dan Fungsi Produksi dimana TK tetap, M variabel (b)

Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.1 diatas dimana antara 0 sampai TKa (atau 0 sampai Mc) lereng kurva positif dan terus naik. Pada kurva TKb (atau Md) lereng kurva sama dengan nol. Penggunaan faktor variabel lebih besar dari TKb (atau Md) menghasilkan lereng yang negatif. Titik A dan B (C dan D) disebut titik inflection point yaitu titik dimana lereng kurvanya berubah arah (Sudarsono, 1998).

Produk total (PT) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode tertentu. Produk marjinal (PM) dari suatu input adalah outut tambahan yang dapat diperoleh dengan adanya penambahan input yang bersangkutan sebanyak satu unit, sedang input-input lain dianggap konstan (Mankiw, 2003

a). M Tetap, TK Variabel

b).TK Tetap, M Variabel


(1)

Lampiran 7. Data 30 Besar Keuntungan Usaha Mikro Sebelum dan Sesudah

Menerima Kredit

No Responden Jenis Usaha Sektor usaha Sebelum Sesudah

1 A Bakso Industri Pengolahan 18,200,000 23,200,000 2 B Cakwe Industri Pengolahan 22,176,000 64,680,000 3 N Warung Nasi Industri Pengolahan 118,400,000 72,920,000 4 Q Minuman Es Industri Pengolahan 6,412,000 24,600,800 5 R Warung Nasi Industri Pengolahan 44,960,000 29,540,000 6 S Soto dan Nasi Uduk Industri Pengolahan 115,960,000 23,472,000 7 AE Martabak mini Industri Pengolahan 24,220,000 36,400,000 8 AP Kue basah Industri Pengolahan 4,785,000 16,225,000 9 AR Sembako dan sayur Perdagangan 7,414,000 4,204,200

10 AX Sembako Perdagangan 20,082,300 10,301,400

11 AY Sembako dan

Makanan Ringan Perdagangan 24,150,000 32,900,000

12 BE Helm Perdagangan 30,100,000 37,800,000

13 BN Makanan Ringan Perdagangan 82,600,000 124,600,000

14 BP Sembako Perdagangan 10,083,500 13,338,500

15 BR Buah Perdagangan 46,788,000 58,716,000

16 BT Jamu, mie ayam,es

kelapa Perdagangan 6,930,000 16,170,000

17 BX Sembako Perdagangan 14,553,000 6,289,800

18 CA Sembako Perdagangan 7,915,600 9,817,500

19 CC Sembako Perdagangan 4,085,200 13,168,400

20 CD Parfume Perdagangan 34,860,000 31,500,000

21 CE sembako Perdagangan 8,611,400 15,740,200

22 CF Sembako Perdagangan 24,388,000 18,844,000

23 CJ Pakaian Perdagangan 31,280,000 54,020,000 24 CO Pakaian Perdagangan 15,120,000 38,080,000

25 CT Sembako Perdagangan 11,482,800 7,478,800

26 CW Sayuran Perdagangan 31,500,000 72,000,000

27 CX Kelontongan Perdagangan 8,680,000 5,040,000 28 CY Aksesoris Perdagangan 5,600,000 11,200,000 29 DA Aksesoris Perdagangan 12,000,000 15,000,000

30 DF Sembako Perdagangan 21,051,100 6,566,000

Jumlah : 814,387,900 893,812,600

Rata-rata : 27,146,263 29,793,753

Paling Besar : 118,400,000 124,600,000


(2)

Lampiran 8. Karakteristik 30 Pengusaha Usaha Mikro yang Mengambil Kredit

Tahun 2008 sampai Tahun 2011

No. Responden Jenis Kelamin

Usia (thn)

Lama Pendidikan

(thn)

Jumlah Anggota Keluarga

Lama Usaha (thn)

Kepemilikan Agunan

1 A L 40 6 4 29 Punya

2 B L 21 9 3 3 Punya

3 N P 31 9 7 14 Punya

4 Q L 32 12 3 3 Tidak punya

5 R P 40 6 4 5 Punya

6 S P 50 6 6 17 Tidak punya

7 AE L 23 12 8 4 Tidak punya

8 AP P 40 6 7 3 Tidak punya

9 AR P 56 9 1 30 Punya

10 AX P 35 12 3 10 Punya

11 AY L 45 12 4 8 Punya

12 BE L 39 12 5 3 Punya

13 BN P 21 6 2 3 Punya

14 BP P 36 12 5 2 Punya

15 BR L 67 6 6 6 Punya

16 BT L 31 12 4 5 Punya

17 BX L 56 6 3 31 Punya

18 CA P 40 12 3 3 Punya

19 CC L 53 16 5 3 Punya

20 CD L 9 12 4 3 Punya

21 CE L 84 9 5 6 Punya

22 CF P 18 12 4 5 Punya

23 CJ L 22 6 5 3 Punya

24 CO P 49 9 6 22 Punya

25 CT L 25 9 2 3 Punya

26 CW P 30 9 3 7 Punya

27 CX L 71 9 3 7 Tidak punya

28 CY L 21 9 3 3 Tidak punya

29 DA L 21 6 4 3 Tidak punya

30 DF P 50 6 7 10 Punya


(3)

Lampiran 9. Data Pendapatan Rumah Tangga Per Kapita Pengusaha Usaha Mikro

di Desa Pabuaran

No Pendapatan

Rumah Tangga JAK

Pendapatan Per Kapita

per tahun per bulan per hari 1 23,200,000 4 5,800,000 483,333 16,111 2 64,680,000 3 21,560,000 1,796,667 59,889 3 28,784,000 6 4,797,333 399,778 13,326 4 17,658,000 3 5,886,000 490,500 16,350

5 13,600,000 6 2,266,667 188,889 6,296

6 35,200,000 6 5,866,667 488,889 16,296 7 65,520,000 3 21,840,000 1,820,000 60,667 8 48,200,000 4 12,050,000 1,004,167 33,472

9 7,266,000 2 3,633,000 302,750 10,092

10 14,840,000 4 3,710,000 309,167 10,306 11 11,600,000 4 2,900,000 241,667 8,056 12 46,992,000 3 15,664,000 1,305,333 43,511 13 72,920,000 7 10,417,143 868,095 28,937 14 25,200,000 4 6,300,000 525,000 17,500 15 29,798,000 8 3,724,750 310,396 10,347 16 24,600,800 3 8,200,267 683,356 22,779 17 29,540,000 4 7,385,000 615,417 20,514 18 23,472,000 6 3,912,000 326,000 10,867 19 11,200,000 5 2,240,000 186,667 6,222 20 33,320,000 4 8,330,000 694,167 23,139 21 70,950,000 4 17,737,500 1,478,125 49,271 22 26,870,000 3 8,956,667 746,389 24,880 23 11,200,000 4 2,800,000 233,333 7,778 24 12,600,000 3 4,200,000 350,000 11,667

25 6,784,000 5 1,356,800 113,067 3,769

26 46,728,000 6 7,788,000 649,000 21,633 27 22,875,000 4 5,718,750 476,563 15,885 28 36,400,000 8 4,550,000 379,167 12,639 29 18,480,000 6 3,080,000 256,667 8,556 30 11,940,000 6 1,990,000 165,833 5,528

31 8,680,000 5 1,736,000 144,667 4,822

32 17,270,000 4 4,317,500 359,792 11,993

33 3,710,000 6 618,333 51,528 1,718


(4)

37 20,680,000 7 2,954,286 246,190 8,206 38 16,225,000 7 2,317,857 193,155 6,438 39 4,204,200 1 4,204,200 350,350 11,678

40 8,246,000 3 2,748,667 229,056 7,635

41 28,714,000 5 5,742,800 478,567 15,952 42 21,806,400 5 4,361,280 363,440 12,115 43 14,357,200 3 4,785,733 398,811 13,294 44 10,301,400 3 3,433,800 286,150 9,538 45 32,900,000 4 8,225,000 685,417 22,847

46 8,019,000 6 1,336,500 111,375 3,713

47 14,129,500 4 3,532,375 294,365 9,812 48 17,924,200 4 4,481,050 373,421 12,447

49 6,930,000 2 3,465,000 288,750 9,625

50 37,800,000 5 7,560,000 630,000 21,000 51 46,200,000 3 15,400,000 1,283,333 42,778 52 32,000,000 3 10,666,667 888,889 29,630 53 30,996,000 4 7,749,000 645,750 21,525 54 20,580,000 5 4,116,000 343,000 11,433 55 44,072,000 4 11,018,000 918,167 30,606 56 124,600,000 2 62,300,000 5,191,667 173,056 57 40,656,000 2 20,328,000 1,694,000 56,467 58 13,338,500 5 2,667,700 222,308 7,410 59 12,427,800 4 3,106,950 258,913 8,630 60 58,716,000 6 9,786,000 815,500 27,183 61 13,423,200 4 3,355,800 279,650 9,322 62 16,170,000 4 4,042,500 336,875 11,229 63 20,860,000 3 6,953,333 579,444 19,315 64 38,240,000 3 12,746,667 1,062,222 35,407 65 22,540,000 5 4,508,000 375,667 12,522

66 6,289,800 3 2,096,600 174,717 5,824

67 79,620,000 3 26,540,000 2,211,667 73,722

68 9,817,500 3 3,272,500 272,708 9,090

69 14,210,000 4 3,552,500 296,042 9,868 70 13,168,400 5 2,633,680 219,473 7,316 71 31,500,000 4 7,875,000 656,250 21,875 72 15,740,200 5 3,148,040 262,337 8,745 73 18,844,000 4 4,711,000 392,583 13,086 74 11,096,400 4 2,774,100 231,175 7,706 75 95,760,000 5 19,152,000 1,596,000 53,200 76 21,400,000 3 7,133,333 594,444 19,815 77 54,020,000 5 10,804,000 900,333 30,011


(5)

78 12,320,000 4 3,080,000 256,667 8,556

79 5,400,000 5 1,080,000 90,000 3,000

80 117,740,000 3 39,246,667 3,270,556 109,019 81 46,830,000 4 11,707,500 975,625 32,521 82 38,080,000 6 6,346,667 528,889 17,630 83 18,608,800 5 3,721,760 310,147 10,338

84 7,823,200 4 1,955,800 162,983 5,433

85 14,519,400 4 3,629,850 302,488 10,083 86 27,300,000 3 9,100,000 758,333 25,278 87 7,478,800 2 3,739,400 311,617 10,387 88 27,216,000 4 6,804,000 567,000 18,900 89 68,400,000 3 22,800,000 1,900,000 63,333 90 72,000,000 3 24,000,000 2,000,000 66,667

91 5,040,000 3 1,680,000 140,000 4,667

92 11,200,000 3 3,733,333 311,111 10,370 93 23,296,000 5 4,659,200 388,267 12,942 94 15,000,000 4 3,750,000 312,500 10,417

95 7,044,000 6 1,174,000 97,833 3,261

96 13,880,000 4 3,470,000 289,167 9,639 97 11,268,600 5 2,253,720 187,810 6,260 98 13,855,800 4 3,463,950 288,663 9,622

99 6,566,000 7 938,000 78,167 2,606

Rata-rata 4 7,421,873 618,489 20,616 Paling Besar 8 62,300,000 5,191,667 173,056

Paling Kecil 1 618,333 51,528 1,718

Keterangan :

Rumah tangga miskin yang memiliki pendapatan perkapita kurang dari US$ 1 perhari atau sama dengan ±Rp.10.000 perhari Pengusaha yang berpendapatan ≤ Rp.10.000 = 35 pengusaha Pengusaha yang berpendapatan > Rp.10.000 = 64 pengusaha


(6)