Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)

(1)

PERSEPSI IBU BEKERJA TERHADAP IMPLEMENTASI ASI

EKSKLUSIF

(Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)

ASIH MULYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis saya.

Bogor, Maret 2010

Asih Mulyaningsih I351080021


(3)

ABSTRACT

ASIH MULYANINGSIH. Perception of Working Mother’s on Exclusive Breastfeeding and It’s Implementation. Under direction of AIDA VITAYALA S HUBEIS and DJOKO SUSANTO.

Due to modernization atmosphere there are so many young mothers got involve in various kind of jobs especially in factories. The aims of the research were: (1) to determine factors of mother’s perception on exclusive breastfeeding and (2) to study working mother’s perception on exclusive breastfeeding implementation. The research’s location is Karadenan Village, District of Cibinong, Regency of Bogor. The number of sample is 100 respondents selected based on simple random sampling from 239 of working mothers who have infants of 6-24 months. The method of data collection was survey and in depth interview. Data collection were carried out as long as 3 months, from October to December 2009. Data were analyzed descriptively using non-parametric statistic with Spearman rank correlation test. The results show that independent variable namely have, significant and high correlation to perception of working mothers on exclusive breastfeeding. The dependent variable, namely perception of working mother on tapped milk, has significant correlation to implementation of exclusive breastfeeding. However, there are 11 working mothers do exclusive breastfeeding, while the others namely 89 of working mothers do not. This fact shows that the better working mothers perception on tapped milk, working mothers will do breastfeeding to their babies, especially when the managers of the factories permit them to do so in their factories and supply special room to tapped breast milk.


(4)

RINGKASAN

ASIH MULYANINGSIH. 2010. Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan DJOKO SUSANTO.

Sejalan dengan arus modernisasi di mana partisipasi angkatan kerja wanita, baik di sektor formal dan informal cenderung meningkat, hal ini merupakan kendala bagi ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Turut sertanya ibu mencari nafkah khususnya ibu yang masih menyusui menyebabkan bayinya tidak dapat disusui dengan baik dan teratur. Pada ibu yang bekerja dan singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir, sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Ibu yang sering keluar rumah baik karena bekerja maupun tugas-tugas sosial, maka penggunaan susu formula merupakan jalan keluar dalam pemberian makan bagi bayi. Oleh karena itu salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan. Pemahaman persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif perlu diteliti secara mendalam, dimana faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yaitu faktor dari dalam maupun faktor dari luar ibu bekerja.

Dalam penelitian ini dikaji persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif. Tujuan penelitian adalah untuk: (1) menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif, dan (2) mengkaji persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yang berhubungan dengan implementasi ASI eksklusif.

Penelitian dilakukan di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Pertimbangan dipilihnya lokasi ini adalah karena Kecamatan Cibinong memiliki jumlah balita tertinggi di Kabupaten Bogor. Pemilihan Kelurahan Karadenan sebagai lokasi penelitian dilakukan secara acak. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 100 responden yang dipilih secara acak dari populasi yang berjumlah 239 ibu bekerja yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan. Pengumpulan data dilaksanakan selama tiga bulan, sejak bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik ibu bekerja dilihat dari faktor internal ibu bekerja yaitu tingkat pendidikan tergolong sedang, dan umumnya ibu bekerja di sektor formal, dengan tingkat pendapatan ibu tinggi yaitu di atas UMR Kabupaten Bogor, dan tingkat pendapatan keluarga tergolong tinggi, dan umumnya bayi yang disusui ASI berjumlah satu orang dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif tergolong tinggi. Faktor eksternal ibu bekerja dilihat dari jumlah jam kerja ibu tergolong sedang dan jarak tempat kerja tergolong dekat namun pemberi kerja tergolong tidak memberikan peluang kepada ibu bekerja untuk memerah ASI dan tidak menyediakan fasilitas memerah ASI. Namun demikian dukungan suami tentang ASI eksklusif tergolong tinggi. Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif bermanfaat


(5)

perahan adalah tergolong baik namun demikian hanya 11 orang ibu bekerja yang memberikan ASI eksklusif sedangkan 89 ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif.

Terkait hubungan antara faktor internal ibu bekerja dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif memperlihatkan bahwa pendidikan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan. Jenis pekerjaan ibu berkorelasi nyata pada taraf α≤ 5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi bayi. Pendapatan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan. Pendapatan keluarga berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan. Pengetahuan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan.

Hubungan antara faktor eksternal ibu bekerja dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif memperlihatkan bahwa jumlah jam kerja berkorelasi nyata pada taraf α≤ 5 persen dengan persepsi ibu tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi. Jarak tempat kerja berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan serta berkorelasi nyata pada taraf α ≤5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi ibu. Peluang pemberi kerja berkorelasi sangat nyata pada taraf α≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi ibu dan ASI perahan serta berkorelasi nyata pada taraf α ≤ 5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi bayi. Dukungan suami berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan.

Hubungan antara persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ibu tidak berkorelasi nyata dengan implementasi ASI eksklusif dan persepsi ibu bekerja tentang ASI perahan berkorelasi secara nyata pada taraf α ≤ 5 persen dengan implementasi ASI eksklusif.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

PERSEPSI IBU BEKERJA TERHADAP IMPLEMENTASI ASI

EKSKLUSIF

(Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)

ASIH MULYANINGSIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Herien Puspitawati., MSc., MSc


(9)

Judul Tesis : Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)

Nama : Asih Mulyaningsih NIM : I351080021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Aida Vitayala S Hubeis Prof . (Ris) Dr. Djoko Susanto, SKM Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. H. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2009 adalah persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Aida Vitayala S Hubeis dan Bapak Prof. (R) Dr. Djoko Susanto, SKM, selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan, dan Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc., MSc atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi, Serta Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, Msi, wakil Program Studi Penyuluhan Pembangunan atas kesediaannya menghadiri sidang tesis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Tami selaku Kepala Puskesmas Karadenan, Ibu Uti selaku bidan Peskesmas, Ibu Iin yang menemani dan membatu penulis mengumpulkan responden serta seluruh kader Kelurahan Karadenan atas kerjasamanya, Bapak Lurah Karadenan dan Kepala UPTD Puskesmas Cibinong atas ijin dan kemudahan dalam pengambilan data. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan ibu bekerja yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai, serta rekan-rekan mahasiswa Program Studi Penyuluhan Pembangunan angkatan 2008 atas segala bantuan dan motivasi yang diberikan.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Bapak H. M. Supardi dan Ibu Hj. Lely Malia selaku orang tua yang senantiasa memberikan doa, kasih dan sayang kepada penulis. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada suami, Suprapto, SE dan anakku Cita Nafisah Putri dan Andhika Widyadhana atas dukungan dan pengertiannya sehingga memberikan iklim yang kondusif bagi penulis selama menjalankan studi hingga menyelesaikan tugas belajar pada Program Pascasarjana IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2010 Asih Mulyaningsih


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung, 4 September 1975 dari Bapak H. M. Supardi dan Ibu Hj. Lely Malia. Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara.

Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SDN 3 Panjang Utara Bandar Lampung, pendidikan SLTP di SMPN I Teluk Betung Bandar Lampung, dan pendidikan SLTA di SMAN 2 Tanjungkarang Bandar Lampung, lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan memilih Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister pada Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh tahun 2008. Beasiswa pendidikan diperoleh dari BPPS melalui IPB. Studi S2 di IPB pada Fakultas Ekologi Manusia dengan Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) mulai tahun 2008.

Pada saat ini penulis bekerja sebagai Dosen pada Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN ...

Latar Belakang ... Masalah Penelitian ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ...

1 1 4 4 4 TINJAUAN PUSTAKA ...

ASI Eksklusif... ... Implementasi ASI Eksklusif... Penyuluhan……….. Persepsi... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Ibu Bekerja...

5 5 8 9 10 12 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ...

Kerangka Berpikir ... Hipotesis Penelitian ... ...

23 23 25 METODE PENELITIAN ...

Rancangan Penelitian ... Lokasi dan Waktu Penelitian ... Populasi dan Sampel ... Data dan Instrumentasi ... ... Definisi Operasional ... Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ...

26 26 27 27 27 28 30 32 HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... Faktor-faktor Internal Ibu Bekerja... ... Faktor-faktor Eksternal Ibu Bekerja.. ... Persepsi Ibu Bekerja tentang ASI Eksklusif... ... Implementasi ASI Eksklusif... Hubungan Faktor Internal Ibu Bekerja dengan Persepsi tentang ASI Eksklusif ... Hubungan Faktor Eksternal Ibu Bekerja dengan Persepsi tentang ASI Eksklusif ... 34 34 37 41 45 48 50 54


(13)

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ...

70 70 70 DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN ... 75


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Peubah, definisi operasional, dan pengukuran penelitian ... 28

2 Validitas peubah... ... 31

3 Reliabilitas peubah... ... 32

4 Jarak Kelurahan Karadenan ke pusat pemerintahan... 34

5 Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin... 35

6 Sebaran penduduk Kelurahan Karadenan berdasarkan jenis pekerjaan... 36

7 Prasarana pendidikan di Kelurahan Karadenan ... 36

8 Deskripsi faktor internal ibu bekerja... ... 37

9 Deskripsi faktor eksternal ibu bekerja... ... 41

10 Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif berdasarkan rataan skor... 45

11 Hubungan faktor internal dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif .. 51

12 Hubungan faktor eksternal dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif 54 13 Hubungan persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif... 57


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner penelitian ... 75

2 Peta Kelurahan Karadenan ... 80

3 Sebaran lokasi pemukiman RT, RW, dan Posyandu di Kelurahan Karadenan... 81

4 Persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan... 82

5 Rataan persepsi ibu bekerja... 83

6 Korelasi faktor internal ibu bekerja dengan persepsi ibu tentang ASI eksklusif... 84

7 Korelasi faktor eksternal ibu bekerja dengan persepsi ibu tentang ASI eksklusif... 85

8 Korelasi ibu bekerja dengan implementasi ASI eksklusif... 86

9 Dukungan suami tentangASI eksklusif……… 87

10 Kendala-kendala memberikan ASI eksklusif……….. 88

11 Deskripsi dukungan perusahaan tentang ASI eksklusif... 89

12 Deskripsi lamanya ibu memberikan ASI saja pada bayi... 90


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menyusui merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak dahulu, namun dengan perkembangan teknologi, di mana pabrik pengolahan susu mengalami kemajuan pesat dan gencarnya promosi susu formula yang agresif, tidak hanya membuat ibu-ibu tertarik untuk memberikan bayinya susu formula, tetapi juga membuat percaya bahwa susu formula sungguh praktis dan aman, sehingga bagi ibu dapat memberikan bayinya susu formula selama ibu pergi bekerja. Kondisi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap praktek pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya.

Sosialisasi ASI eksklusif di Indonesia belum tersebar secara merata, di mana masih sering ditemukan bayi diberi susu botol daripada disusui oleh ibunya. Sementara di pedesaan, bayi yang baru berusia satu bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Sebenarnya menyusui khususnya secara eksklusif merupakan cara pemberian makan bayi yang alamiah, namun sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapat informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif, tentang bagaimana cara menyusui yang benar, dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya. ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk waktu sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, maka mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih (Roesli 2004).

Air susu ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang paling sempurna bagi bayi dan anak. Sempurna bukan hanya karena lengkapnya kandungan zat gizi yang ada pada ASI, namun lebih dari itu ASI mengandung zat kekebalan yang mampu melindungi bayi dan anak dari berbagai macam penyakit infeksi, dan ASI memberikan sentuhan emosional bagi bayi dan ibu yaitu rasa terlindungi, aman, dan damai (Depkes 2001). ASI sangat penting bagi tumbuh


(17)

kembang anak secara optimal dan kecerdasannya. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif. Maksud menyusui secara dini adalah menyusui bayi langsung setelah bayi keluar dari kandungan ibu.

Pemerintah Indonesia terus mengupayakan peningkatan pemberian ASI eksklusif melalui berbagai program, tetapi pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih tetap memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2004) di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor hanya 2,6 persen bayi yang disusui secara eksklusif sampai 4 bulan. Mengingat begitu pentingya ASI eksklusif bagi perkembangan bayi maka Pemerintah telah menetapkan dengan Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia adalah sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan (Depkes 2004).

Tujuan utama penyuluhan pembangunan (termasuk pembangunan kesehatan) adalah perbuatan konkrit, untuk itu diperlukan dukungan pelatihan-pelatihan yang mencakup berbagai keterampilan, pemberian contoh nyata, penyediaan berbagai macam sarana yang diperlukan untuk dapat memunculkan perbuatan konkrit masyarakat. Oleh sebab itu, tugas penyuluh dinilai berhasil apabila penyuluhan yang dilakukan menimbulkan perubahan dalam aspek perilaku sasaran penyuluhan yang mengarah ke perbaikan taraf hidup, sehingga diharapkan ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif. Penyuluhan ASI eksklusif sudah dilakukan Departemen Kesehatan dengan memberikan pelatihan konseling menyusui dan pelatihan fasilitator konseling menyusui serta menginstruksikan kepada semua tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan agar menginformasikan kepada semua ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif (Depkes 2007). Namun pada kenyataannya dari beberapa hasil penelitian masih sedikit bayi yang di berikan ASI eksklusif.

Partisipasi angkatan kerja wanita di sektor formal dan informal cenderung meningkat sejalan dengan arus mordenisasi. Hal ini menjadikan kendala bagi ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif (Setyowaty dan Budiarso 1998). Turut sertanya ibu mencari nafkah kususnya ibu yang masih menyusui anaknya


(18)

menyebabkan bayinya tidak dapat menyusu dengan baik dan teratur (Tumbelaka 1989). Pada ibu yang bekerja dan singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir, sudah harus kembali bekerja, hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Selanjutnya Moehji (1989) mengemukakan bahwa para ibu yang sering ke luar rumah baik karena bekerja maupun tugas-tugas sosial, maka susu sapi atau susu formula merupakan satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makan bagi bayi yang ditinggalkan di rumah. Oleh karena itu salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan. Mengingat begitu pentingnya pemberian ASI eksklusif maka dikeluarkan peraturan bersama menteri negara pemberdayaan perempuan, menteri tenaga kerja dan transmigrasi, dan menteri kesehatan Nomor: 48/Men.PP/XII/2008, Nomor PER. 27/MEN/XII/2008, dan Nomor: 1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang peningkatan pemberian Air Susu Ibu selama waktu kerja di tempat kerja (Depkes 2008).

Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dapat berupa kesan, penafsiran, atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh, dimana persepsi merupakan suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang dalam hal ini ibu bekerja dikaitkan dengan suatu obyek (ASI eksklusif). Seseorang dalam memberikan arti pada suatu pola seringkali tidak sama yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Pembentukan persepsi tersebut sangat dipengaruhi oleh pengamatan, pengindraaan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati. Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau, harapan, dan nilai yang ada pada diri individu, di mana ibu bekerja melihat, memperhatikan dan memahami stimulus dan akhirnya mengambil keputusan apakah akan memberikan ASI eksklusif atau tidak.

Persepsi yang benar terhadap suatu objek sangat diperlukan, karena persepsi merupakan dasar pembentukan perilaku. Asngari (1984) mengatakan bahwa persepsi individu terhadap lingkungannya merupakan faktor penting,


(19)

karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan tersebut. Penelitian ini menitikberatkan pada pentingnya persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif. Dengan memiliki persepsi tentang ASI eksklusif secara benar, maka ibu bekerja diharapkan dapat mengubah perilakunya kearah yang lebih baik, dengan memberikan ASI eksklusif. Oleh karena itu maka penelitian mengenai persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif menjadi sangat penting untuk dapat dilakukan, di mana faktor-faktor yang berasal dari dalam dan dari luar ibu bekerja diduga berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dan terhadap implementasi ASI eksklusif. Penelitian ini dilakukan pada ibu bekerja yang memiliki bayi berusia 6 – 24 bulan di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.

Masalah Penelitian

Berdasarkan keadaan yang dijelaskan di atas maka timbul beberapa permasalahan penelitian:

1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif.

2. Apakah persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif berhubungan dengan implementasi ASI eksklusif.

Tujuan Penelitian

1. Menemukan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif

2. Mengkaji persepsi ibu bekerja yang berhubungan dengan implementasi ASI eksklusif

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan tentang persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif, selain itu juga sebagai masukan bagi penyempurnaan program pemberian ASI eksklusif yang telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Departemen Kesehatan.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

ASI Eksklusif

Pengertian ASI Ekslusif

ASI ekslusif adalah pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Depkes 2004). UNICEF pada tahun 1999 memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI menjadi 6 bulan dan pada tanggal 13 – 17 Maret 2000 sebanyak dua puluh ahli berkumpul di Geneva untuk membantu WHO dan UNICEF dalam merumuskan waktu pemberian ASI eksklusif. Para ahli berpendapat bahwa sepanjang 10 tahun setelah Deklarasi Innocenti, cukup bukti ilmiah untuk mengubah jangka waktu pemberian ASI eksklusif menjadi 6 bulan, maka ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif dari mulai lahir sampai 6 bulan (UNICEF 2006).

ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai berusia 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (Roesli 2004). Menurut WHO (2003) bagi keluarga miskin pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan akan lebih bermakna karena dapat mencegah kejadian infeksi, diare dan menghemat pengeluaran. Keputusan ibu erat kaitannya dengan pemberian ASI pada bayinya. Penelitian Dermer (2001) bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan ibu memberikan ASI adalah kurangnya informasi tentang manfaat ASI. Kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan persepsi yang kurang tepat tentang ASI yang pada akhirnya akan mempengaruhi praktek ibu untuk memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif, oleh karena itu ibu perlu memperoleh informasi yang tepat tentang ASI eksklusif.

Jumlah bayi yang meninggal karena tidak diberikan ASI eksklusif setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Bayi yang disusui secara eksklusif selama 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13 persen.


(21)

Selain itu ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000). Hasil penelitian di Jakarta-Indonesia (Roesli 2008), menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk inisiasi dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil bagi ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif dari pada ibu yang tidak melakukan inisiasi dini. Selain itu, inisiasi dini atau menyusui dini dapat menurunkan resiko kematian bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada tahun 1997 sebesar 42,4 persen turun menjadi 39,5 persen pada tahun 2003, sementara pemakaian susu formula meningkat dari 10,8 persen tahun 1997 menjadi 32,4 persen pada tahun 2003. Proporsi penurunan pemberian ASI eksklusif dan peningkatan pemakaian susu formula ini mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya. Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat bagi bayi dan mengurangi resiko kanker payudara dan rahim pada ibu.

Manfaat Pemberian dan Keunggulan ASI Eksklusif:

Keuntungan menyusui ASI eksklusif tidak hanya dirasakan oleh bayi saja tetapi dirasakan pula manfaatnya oleh ibu (Roesli 2008). Manfaat menyusui bagi bayi: (1) ASI mengandung nutrisi yang optimal, baik kuantitas maupun kualitasnya, (2) ASI meningkatkan kesehatan bayi, (3) ASI meningkatkan kecerdasan bayi, dan (4) ASI meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-anak (bonding). Manfaat menyusui bagi ibu: (1) mengurangi resiko kanker payudara, (2) mengurangi resiko kanker indung telur dan kanker rahim, (3) mengurangi resiko keropos tulang, (4) mengurangi resiko rheumatoid artritis, (5) metode KB paling aman, (6) mengurangi diabetes maternal, (7) mengurangi stress dan gelisah, dan (8) berat badan lebih cepat kembali normal.

Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang tepat. Hal ini disebabkan karena bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit, seperti: 1) infeksi saluran pencernaan, 2) infeksi saluran pernapasan, 3) meningkatkan resiko alergi, 4) meningkatkan resiko serangan asma, 5) menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, 6) meningkatkan resiko kegemukan, 7) meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah, 8) meningkatkan resiko kencing manis, 9) meningkatkan resiko


(22)

kanker pada anak, 10) meningkatkan resiko penyakit menahun, 11) meningkatkan resiko infeksi telinga tengah, 12) meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar, 13) meningkatkan resiko efek samping zat pencemar lingkungan, 14) meningkatkan kurang gizi, dan 15) meningkatkan resiko kematian (Roesli, 2008).

ASI Perahan

ASI perahan adalah ASI yang dikeluarkan dari puting susu baik dengan menggunakan alat pemompa maupun menggunakan tangan secara manual. Kandungan gizi ASI perahan dapat bertahan 6-8 jam pada udara luar, 24 jam di dalam termos es, 2x 24 jam pada lemari es dan 2 minggu di freezer serta 3 bulan di freezer pada lemari es dua pintu, Roesli (2000). Adapun manfaat ASI perah atau ASI pompa adalah: (1) Memerah ASI untuk persediaan saat ibu bekerja; bagi ibu bekerja yang tidak dapat membawa bayinya ke tempat kerja, pemberian ASI perah akan tetap memungkinkan bayi untuk memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan. (2) Memerah ASI untuk bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) atau bayi sakit yang lemah; bila bayi terlalu kecil atau terlalu lemah sehingga belum dapat minum langsung pada ibu, ASI perah dapat diberikan melalui pipet atau sendok. Hal ini dilakukan supaya tidak menyebabkan bayi lelah. Bila keadaan bayi sudah memungkinkan dianjurkan untuk secepatnya menyusu pada ibunya. (3) Menghilangkan bendungan; perahlah sesering dan sebanyak mungkin, yang diperlukan agar payudara tetap nyaman dan kelenturan puting susu terjaga. Beberapa ibu mungkin perlu memerah setiap kali sebelum menyusui. Pada ibu yang lain mungkin hanya perlu memerah satu atau dua kali sehari. Beberapa ibu mendapatkan bahwa kompres hangat atau pijatan lembut membuat ASI mengalir. (4) Menjaga kelangsungan persediaan ASI saat bayi sakit atau berat badan bayi sangat rendah; Saat bayi sakit atau sangat kecil sehingga belum dapat diberi minum melalui mulut, memerah ASI merupakan jalan untuk mempertahankan persediaan ASI. Ibu harus memerah sebanyak mungkin dan sesering mungkin agar pasokan ASI terjaga. (5) Menghilangkan rembesan/penetesan ASI; Pemerahan ASI yang cukup banyak akan mengurangi tekanan pada payudara sehingga akan mengurangi perembesan atau penetesan. (6) Memudahkan bayi minum bila ASI terlalu banyak; Bila ASI ibu terlalu banyak, perahlah ASI


(23)

sebelum menyusui agar bayi tidak tersedak. ASI perahan diberikan dengan sendok saat bayi selesai disusui (Roesli 2000).

Semua ibu dapat belajar memerah ASI. Memerah dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu sehingga ibu dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja. Memerah dengan tangan mudah dilakukan bila payudara lunak. Namun, jika payudara sangat terbendung dan nyeri maka harus menggunakan alat untuk memerah yang banyak dijual di apotik atau toko perlengkapan bayi.

Implementasi ASI Eksklusif

Implementasi ASI eksklusif adalah tindakan ibu untuk memberikan bayinya ASI secara eksklusif atau tidak. Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu: (1) mempersiapkan payudara bila diperlukan, (2) mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui, (3) menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya, (4) memilih tempat melahirkan yang ”sayang bayi”, (5) memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif, (6) Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu menemui kesukaran dalam menyusui bayinya, dan (7) menciptakan pikiran positif tentang ASI dan menyusui.

Ibu yang sedang hamil dan memasuki trimester akhir hendaknya mengurut payudara sehingga setelah melahirkan, ASI dapat langsung keluar dan bisa disusukan kepada bayinya. Kegagalam pemberian ASI eksklusif umumnya adalah karena setelah melahirkan ASI tidak keluar sehingga banyak ibu memberikan bayinya madu atau susu formula karena khawatir bayinya kekurangan cairan. Selain faktor ASI tidak keluar begitu melahirkan masih banyak faktor lain yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif seperti tradisi memberikan nasi pisang yang dilumatkan kepada bayi sebelum bayi berusia 6 bulan dengan alasan supaya bayinya kenyang dan nantinya tidak rewel, serta memberikan susu formula ketika ibu bepergian atau bekerja.

Sosialisasi ASI perahan yang belum tersebar luas juga merupakan salah satu penyebab kegagalan pemberian ASI eksklusif di mana banyak ibu-ibu yang menyangka ASI yang sudah dikeluarkan akan cepat basi dan belum terbiasanya memerah ASI. Dengan demikian susu formula merupakan alternatif pengganti


(24)

ASI, jika ibu tidak berada di rumah. Bayi yang sudah merasakan susu formula atau dot susu sebelum mendapatkan ASI umumnya tidak mau minum ASI (Roesli 2000).

Penyuluhan

Ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia membangun terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik (Margono 2003). Selanjutnya yang dimaksud dengan penyuluhan pembangunan (termasuk pembangunan di bidang kesehatan) adalah upaya transformatif melalui pendekatan pendidikan, komunikasi, dan partisipasi agar masyarakat dapat mengambil keputusan mengelola kegiatan menuju kesejahteraannya (Amanah 2005).

Secara internal manusia cenderung mempertahankan pola perilaku, kebiasaan-kebiasaan, dan adat istiadat yang telah dimiliki. Kalaupun manusia ternyata berubah dari zaman ke zaman, itu terutama karena pengaruh lingkungan. Penyuluhan pembangunan berusaha mengendalikan atau memanipulasi lingkungan tersebut sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang-orang tertentu untuk mau mengubah pola perilakunya yang akan memperbaiki mutu hidup mereka.

Perubahan perilaku kearah yang berkualitas pada dasarnya merupakan esensi dari penyuluhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara mandiri. Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa perilaku adalah hal-hal yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang dapat diamati secara tidak langsung. Secara umum perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hereditas (keturunan) merupakan konsepsi dasar atau modal bagi perkembangan perilaku, sedangkan lingkungan merupakan kondisi untuk perkembangan perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).


(25)

Bloom (Winkel 1996) membagi perilaku ke dalam tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik yang kemudian oleh para ahli pendidikan dikembangkan menjadi hal yang dapat diukur yaitu pengetahuan, sikap, dan praktek atau tindakan. Bloom mengklasifikasi ranah kognitif atas tujuh: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi; ranah afektif atas lima: (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3) penilaian, (4) organisasi, dan (5) pembentukan pola hidup; serta ranah psikomotorik atas tujuh: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan terbimbing, (4) gerakan terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola gerakan, dan (7) kreativitas.

Asngari (2001) mengatakan bahwa untuk mengubah perilaku seseorang, dapat dilakukan dengan mengubah salah satu ranah itu atau ketiga-tiganya. Perubahan masing-masing ranah itu saling mempengaruhi. Sehubungan dengan itu, kebutuhan menjadi salah satu faktor yang nyata bagi seseorang berperilaku. Kebutuhan itu sendiri ada yang dirasakan (felt needs) dan kebutuhan yang nyata (real needs). Masalahnya tidak semua kebutuhan yang dirasakan seseorang itu merupakan kebutuhan yang nyata, demikian juga sebaliknya, tidak semua kebutuhan yang nyata benar-benar dirasakan seseorang. Dalam kaitan ini penting bagi penyuluh untuk mengubah kebutuhan yang nyata menjadi kebutuhan yang dirasakan individu sasaran penyuluhan. Mardikanto (1992) menjelaskan bahwa hal yang utama adalah felt needs dari pada real needs.

Persepsi

Persepsi adalah interpretasi individu akan makna sesuatu bagi dirinya dalam menafsirkan suatu obyek dalam lingkungannya. Seseorang dalam memberikan arti pada suatu obyek seringkali tidak sama yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Pembentukan persepsi tersebut sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan pengindraaan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati. Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau, harapan, dan nilai yang ada pada diri individu. Hal ini dirasa penting untuk mengetahui prinsip persepsi bagi penyuluh dalam


(26)

mengapresiasikan bagaimana seseorang menginterpretasikan persepsi terhadap lingkungannya dan sejauhmana persepsi tersebut berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek persepsi ibu bekerja adalah ASI eksklusif.

Sehubungan dengan itu menurut Asngari (1984), persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure, interpretation. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam memegang peranan penting

Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami oleh seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam konteks persepsi ibu bekerja, respon terhadap ASI eksklusif dapat berupa memberikan atau tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Di antara karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi adalah kepribadian, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya faktor personal dan faktor situasional atau yang disebut oleh Krech dan Crutchfield yaitu faktor fungsional dan struktural (Rakhmat 2007). Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi di antaranya kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan faktor personal seseorang. Adapun faktor struktural yang mempengaruhi persepsi adalah faktor-faktor yang berasal dari stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang timbul pada sistem syaraf individu.

Kunci utama untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan pencatatan yang benar terhadap suatu situasi (Thoha 1999). Satu orang dan atau beberapa orang berada dalam tempat yang sama, mengalami kejadian yang sama serta menerima stimulus yang sama, kemungkinan terjadi penerimaan dan


(27)

penafsiran yang berbeda terhadap obyek atau peristiwa yang dialami. Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami oleh seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain.

Persepsi merupakan proses yang didahului oleh penginderaan, di mana penginderaan merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu panca indera. Proses ini tidak berhenti di sini saja. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito 2002). Persepsi bersamaan dengan keterlibatan dan memori ibu bekerja akan mempengaruhi pengolahan informasi. Setelah ibu bekerja melihat, memperhatikan, dan memahami stimulus maka ibu bekerja dapat mengambil kesimpulan dalam pengimplementasian ASI eksklusif pada bayinya. Pengertian persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandangan atau interpretasi ibu bekerja tentang ASI eksklusif terhadap implementasi pada bayi yang dimilikinya.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Ibu Bekerja

Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari dalam dan faktor yang berasal dari luar. Adapun faktor dari dalam yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja yaitu: tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak yang pernah disusui, dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Adapun faktor dari luar yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yaitu: jumlah jam kerja, jarak tempat tinggal ke tempat kerja, peluang pemberi kerja terhadap ASI eksklusif, dan dukungan suami.


(28)

Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi seseorang melalui proses belajar yang dilakukan baik secara formal maupun nonformal. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pendidikan merupakan sarana belajar yang selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian dan sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Di era modern ini pendidikan bagi wanita terus meningkat sehingga banyak wanita yang bekerja di luar rumah. Dengan semakin banyaknya wanita yang bekerja khususnya pada wanita yang memiliki bayi menyebabkan terganggunya rutinitas menyusui.

Pendidikan orang tua juga merupakan salah satu faktor yang berperan dalam tumbuh kembang anak. Dengan pendidikan yang lebih baik, orang tua lebih dapat menerima segala informasi terutama yang berkaitan dengan cara pengasuhan anak dan menjaga kesehatan anaknya (Soetjiningsih 1995). Menurut Khomsan (2002) ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan bayinya.

Kasnodihardjo dan Budiarso (1996) mengemukakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Sharma di Burundi mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap perilaku pemberian ASI eksklusif. Wanita yang berpendidikan SMP ke atas kemungkinan untuk menyusui secara eksklusif adalah dua pertiga dibandingkan dengan wanita yang pendidikannya rendah. Dilihat dari besarnya persentase bayi yang mendapatkan ASI tidak eksklusif, ternyata tidak sama tinggi pada semua strata pendidikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa diantara ibu-ibu yang berpendidikan tinggi besarnya persentase bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ibu-ibu yang berpendidikan rendah. Keadaan demikian mencerminkan belum adanya perubahan yang mencolok beberapa tahun terakhir. Hasil analisis menunjukkan semakin rendah pendidikan ibu, semakin besar proporsi bayi yang diberi ASI tidak eksklusif.


(29)

Jenis Pekerjaan

Ibu bekerja adalah ibu yang mencurahkan waktunya untuk bekerja baik pada sektor formal maupun informal dengan imbalan berupa uang setiap bulannya. Pekerja di sektor informal menurut istilah umum Depnakertrans, diartikan sebagai seluruh usaha komersial dan tidak komersial yang tidak terdaftar, yang tidak mempunyai struktur organisasi resmi, dan pada umumnya bercirikan: dimiliki oleh keluarga, kegiatan dalam skala kecil, padat tenaga kerja, menggunakan teknologi yang telah diadaptasi, dan adanya ketergantungan kepada sumber daya lokal. Sektor informal juga dapat diartikan sebagai unit usaha skala kecil yang memproduksi barang dan jasa, dan umumnya masuk dalam golongan yang belum mendapatkan pelayanan dari pemerintah, atau mendapatkan bantuan dari pemerintah yang membuat usaha tersebut berkembang. Pekerja formal diartikan sebagai seluruh usaha komersial yang terdaftar dan memiliki struktur organisasi resmi memiliki ketentuan dan aturan yang jelas dengan mempersyaratkan keahlian yang dimiliki pekerja (Depnakertrans 2006).

Gambaran pekerja wanita di sektor formal dan informal menurut Sakernas (Februari 2007) adalah menurut jenis pekerjaan, wanita yang bekerja di sektor formal sebanyak 9,1 juta (sebagai pengusaha hanya 5,5% dan sisanya 94,5% persen sebagai pekerja), sedangkan yang lainnya sebanyak 26,3 juta bekerja di sektor informal (berusaha sendiri, berusaha sendiri dibantu pekerja tidak tetap, dan pekerja bebas di pertanian dan non-pertanian). Peningkatan partisipasi wanita dalam memasuki lapangan pekerjaan di luar rumah dari waktu ke waktu semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan tuntutan ekonomi yang menyebabkan sebagian keluarga tidak dapat mempertahankan kesejahteraannya hanya dari satu sumber pendapatan. Selain itu dengan semakin tingginya tingkat pendidikan wanita juga menyebabkan semakin banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah. Masuknya wanita dalam dunia kerja akan mengubah peran ibu dalam mengasuh anak (Sumarwan 1993).

Khomsan (2004) menyatakan bahwa konsep tentang ASI eksklusif sekarang ini terasa semakin sulit untuk dilaksanakan oleh ibu-ibu bekerja. Kesibukan akibat bekerja di luar rumah merupakan penghambat utama seorang ibu untuk menyusui anaknya dengan lebih baik. Sedangkan menurut Azwar


(30)

(2003), terbatasnya waktu cuti hamil dan melahirkan bagi ibu-ibu yang bekerja menyebabkan masa pemberian ASI eksklusif tidak dapat berlangsung lebih lama, karena ibu harus segera kembali bekerja. Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya upaya untuk memberikan ASI secara eksklusif.

Ibu yang bekerja masih dapat memberikan ASI eksklusif dengan cara memerah ASI sebelum berangkat ke tempat kerja, dengan demikian bukanlah suatu alasan bagi ibu untuk tidak menyusui ASI secara eksklusif (Roesli 2001). Kualitas dan kuantitas ASI tidak berpengaruh dengan kondisi ibu bekerja. Pada ibu telah diajarkan cara mempertahankan produksi ASI dengan cara memompa ASI pada saat berada di tempat kerja serta dengan menyusui bayi lebih sering pada malam hari, ternyata jumlah ibu yang ASI nya masih cukup sampai bayi umur 6 bulan lebih sedikit jika dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, Kondisi ini diduga akibat beban fisik ibu karena pekerjaan sehingga tidak dapat mempertahankan produksi ASI ( Suradi 1992).

Pendapatan Ibu dan Keluarga

Pendapatan adalah imbalan yang diperoleh seseorang karena pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan yang diterima pada umumnya dalam bentuk uang. Pendapatan keluarga biasanya diukur bukan hanya dari pendapatan seorang saja misalnya pendapatan ibu, tetapi berdasarkan pendapatan dari seluruh anggota keluarga yang bekerja (Sumarwan 2003).

Ibu yang bekerja pada sektor informal dimana pekerjaannya tidak terikat oleh peraturan dan jumlah jam yang ditentukan pihak perusahaan cenderung pendapatannya pun rendah. Berbeda dengan ibu yang bekerja pada sektor formal di mana aturan dan pekerjaannya jelas, pendapatan perbulan disesuaikan dengan perjanjian atau aturan yang ada pada perusahaan, di mana UMR Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah Rp. 873.231 (UMR 2009). Biasanya pada perusahaan swasta waktu lembur bekerja diperhitungkan dengan imbalan pendapatan yang lebih banyak daripada kerja normal. Dengan kata lain semakin banyak jumlah jam dalam melakukan kegiatan pada tempat ibu bekerja maka akan semakin banyak pula imbalan berupa gaji yang didapatkan. Hal ini berbeda pada Ibu yang bekerja pada sektor pemerintahan di mana perhitugan pendapatan bukan berdasarkan jumlah jam yang mereka gunakan untuk bekerja tetapi berdasarkan pangkat atau


(31)

jabatan ibu pada tempat kerja. Dengan demikian jenis pekerjaan di sektor formal maupun informal memiliki pendapatan perbulan yang bervariasi tergantung di mana ibu bekerja. Menurut Soetjiningsih (1995) keluarga yang berpendapatan memadai dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak, karena dengan pendapatan tersebut orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak baik primer maupun sekunder.

Keluarga dengan pendapatan yang tinggi, maka pembelian susu formula semakin menunjukkan peningkatan yang cukup besar, tetapi menyusui anak justru mengalami penurunan yang sangat cepat. Contoh ini dapat dilihat dari 60 persen ibu di Gujarat yang memiliki penghasilan rendah menyusui anaknya hingga umur 6 bulan. Persentase ini menurun dengan tajam ketika pendapatan meningkat dan hanya 8 persen saja dari ibu yang pendapatannya tinggi menyusui anaknya (Berg 1986). Sedangkan menurut Depkes (2001) ASI memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi keluarga. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif memerlukan setidaknya 10 kaleng perbulan selama 4 bulan pertama kehidupan bayi. Biaya tersebut seharusnya tidak dikeluarkan jika ibu memberi ASI eksklusif. Meskipun demikian menurut Pudjiadi (2000) ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi baik umumnya telah mendapat pendidikan yang cukup, sehingga mengetahui jenis makanan yang diperlukan ibu selama hamil. Bayi yang dilahirkan juga cukup bulan dan sehat serta dapat memproduksi ASI yang cukup banyak. Oleh sebab itu bayi pada golongan tingkat sosial ekonomi ini umumnya memiliki kesehatan yang lebih baik pula.

Jumlah Anak yang Pernah Disusui Ibu

Pengalaman menyusui bagi ibu merupakan suatu riwayat menyusui yang akan mempengaruhi proses menyusui selanjutnya. Menurut Nelson (2000) pengalaman menyusui yang baik akan mendorong keinginan ibu untuk menyusui kembali pada kelahiran bayi berikutnya. Sebaliknya pengalaman yang buruk akan membuat ibu menjadi trauma untuk mulai menyusui kembali. Petugas kesehatan perlu mengetahui pengalaman ibu sehubungan dengan pemberian makanan bayi. Hal ini berkaitan dengan jumlah anak yang pernah disusui ibunya, di mana menurut Sajogyo et al. (1994) perlu ada jarak antara kelahiran anak yang satu dengan kehamilan berikutnya setidaknya 18 bulan sampai 2 tahun agar ibu


(32)

memiliki kesempatan untuk menyusui. Keadaan fisik ibu akan terlalu berat jika harus menyusui dan hamil lagi. Di samping itu kehamilan juga akan mengurangi jumlah ASI yang dikeluarkan bahkan mungkin berhenti sama sekali.

Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif

Menurut Azis (1995) pengetahuan adalah segala informasi yang diperoleh dari pihak luar diri subyek yang disertai pemahaman pada informasi yang diterima. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara bertanya kepada orang lain, pengalaman sendiri, mendengarkan cerita orang atau melalui media massa. Pengetahuan tentang manfaat breastfeeding (menyusui) berpengaruh kuat terhadap awal dan periode menyusui. Ibu yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui sebelum melahirkan bayi merupakan langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif.

Suradi (1992) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seorang ibu mau menyusui karena ibu mengetahui cara menyusui yang benar, manfaat, dan keunggulan ASI. Faktor tersebut merupakan pendorong yang mampu memberikan dukungan kepada ibu untuk berhasil menyusui. Hal ini sama dengan pendapat Widjaya (2002) bahwa faktor yang mengakibatkan seorang ibu tidak termotivasi untuk menyusui bayi di antaranya karena kurangnya informasi yang diperoleh ibu tentang manfaat dan keunggulan ASI serta ketidaktahuan ibu untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas ASI pada masa menyusui.

Kendala dalam meningkatkan penggunaan ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui di mana banyak ibu masa kini mendapati bahwa ibu dan nenek mereka kurang pengetahuannya tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan (Welford 2001). Agar pemberian ASI eksklusif dapat berjalan dengan baik, diperlukan manajemen yang baik dalam menyusui, meliputi: perawatan payudara, praktek menyusui yang benar, serta dikenalinya masalah dalam laktasi dan penatalaksanaannya (Mansjoer

et al. 2000). Dengan demikian ibu yang ingin berhasil dalam menyusui sebaiknya mempersiapkan diri dengan mempelajari sebanyak mungkin pengetahuan dasar ASI eksklusif dan manajemen laktasi (Riordan dan Auerbach 1998).


(33)

Pengetahuan tentang manfaat dan keunggulan ASI eksklusif dari berbagai penelitian sebenarnya sudah dikenal luas oleh masyarakat namun dari penelitian tersebut terungkap bahwa hanya sedikit ibu yang mengetahui bahwa ASI dapat mencegah penyakit tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan di Semarang menunjukkan bahwa wanita dari semua tingkat ekonomi mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang kegunaan ASI dan mempunyai sikap positif terhadap upaya pemberian ASI, akan tetapi dalam prakteknya tidak selalu konsisten dengan pengetahuan mereka, sehingga walaupun pengetahuan dan sikap

masyarakat positif, belum menunjukkan perilaku menyusui yang positif ( Kasnodihardjo dan Budiarso 1996).

Pengetahuan tentang perawatan payudara perlu diperhatikan oleh ibu menyusui, hal ini diperlukan supaya ibu menyusui tidak mengalami kesulitan selama masa penyusuan pada bayinya. Adapun cara melakukan perawatan payudara dimaksudkan untuk memperbaiki sirkulasi darah dan cairan limfe di daerah payudara, untuk merawat dan melatih puting susu, agar selalu bersih dan tahan terhadap mekanisme gesekan waktu bayi menyusu, dan untuk memperlancar pengeluaran kolostrum dan ASI. Untuk itu perawatan payudara sebaiknya sudah dilakukan sejak ibu hamil pada trimester akhir masa kehamilan. Mengurut payudara juga sangat diperlukan pada minggu-minggu pertama masa menyusui dan sepanjang masa menyusui. Pengetahuan ini seharusnya dimiliki oleh para ibu hamil supaya nantinya dapat memberikan ASI secara eksklusif.

Jumlah Jam Kerja

Jumlah jam kerja adalah curahan waktu yang dikeluarkan untuk bekerja baik di rumah maupun di luar rumah dengan imbalan pendapatan atau upah setiap bulannya. Ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan ibu selain fungsi utamanya sebagai ibu rumah tangga baik kegiatan di sektor formal maupun informal yang dilaksanakan di luar rumah secara rutin dengan tujuan untuk mencari nafkah. Berdasarkan hasil penelitian Arifin (2002), ibu yang bekerja mempunyai waktu yang relatif sedikit untuk rumah tangga, sehingga dengan turut sertanya ibu bekerja untuk mencari nafkah khususnya ibu yang masih menyusui bayinya menyebabkan bayi tidak dapat menyusu ASI dengan baik dan teratur sehingga


(34)

fungsi pengasuhan baralih kepada anggota keluarga yang tinggal di rumah, pada saat itulah umumnya bayi mendapat makanan dan minuman selain ASI.

Jumlah jam kerja yang digunakan ibu untuk bekerja di luar rumah akan berdampak pada pola pengasuhan dan pemberian ASI pada bayi yang dimilikinya. Bagi ibu yang bekerja di luar rumah, curahan waktu yang diberikan untuk pekerjaan rumah tangga terutama untuk mangasuh anak relatif berkurang. Peran dan tugas ibu untuk mengasuh, merawat, dan mendidik anak seringkali diserahkan kepada orang lain. Pada hakekatnya kesibukan karena bekerja tidak selalu mutlak menimbulkan akibat yang kurang baik untuk perkembangan anak, sebab yang lebih penting adalah kualitas hubungan antara ibu dan anak. Kegiatan ekonomi wanita akan berdampak negatif jika kegiatan itu tidak dapat dijalankan selaras dan bersama-sama dengan mengasuh anak atau jika ibu tidak mendapatkan orang lain untuk merawat anaknya (Riphat 1991).

Jarak Tempat Tinggal ke Tempat Kerja

Jarak tempat tinggal ke tempat kerja adalah ukuran jauh dekatnya lokasi tempat ibu bekerja yang diukur dengan satuan kilometer. Pada tempat kerja yang mempekerjakan perempuan, secara ideal hendaknya memiliki tempat penitipan bayi/anak, terlepas jauh atau tidaknya lokasi tempat kerja ke rumah. Dengan demikian ibu dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan dapat menyusui setiap beberapa jam. Namun bila tidak memungkinkan karena tempat kerja jauh dari rumah dan tidak memiliki kendaraan sendiri ataupun mobil jemputan dari kantor, menjadikan waktu yang digunakan ibu di luar rumah bertambah karena jauhnya jarak rumah dengan tempat kerja. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan ibu berada di luar rumah karena harus menempuh lokasi pekerjaan yang cukup jauh serta ditambah jumlah jam kerja yang relatif lama. Kondisi demikian menyebabkan curahan waktu untuk anaknya menjadi berkurang.

Jarak tempat tinggal ke tempat kerja yang setiap hari harus ditempuh menyebabkan ibu yang bekerja harus berangkat pagi-pagi dan sampai di rumah sore hari. Hal ini berdampak pada berkurangnya curahan waktu yang dimiliki ibu untuk mengasuh bayinya.


(35)

Peluang Pemberi Kerja terhadap ASI Eksklusif

Peningkatan pemberian ASI dilaksanakan sebagai upaya peningkatan kualitas SDM yang merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional, khususnya dalam meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran pihak manajemen untuk meningkatkan status kesehatan ibu bekerja dan bayinya dilaksanakan secara lintas sektoral dan terpadu dengan melibatkan peran serta masyarakat khususnya masyarakat pekerja.

Program peningkatan pemberian ASI menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dan keluarga untuk mendukung ibu hamil dan ibu menyusui dalam melaksanakan tugas sesuai kodratnya sebagai perempuan dengan memantapkan tanggung jawab dan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah yang terkait, asosiasi pengusaha, serikat pekerja, LSM dalam program pemberian ASI di tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Implementasi program pemberian ASI eksklusif mengupayakan setiap petugas dan sarana pelayanan kesehatan di tempat kerja mendukung perilaku menyusui yang optimal, dengan: 1) Menyediakan sarana ruang memerah. 2) Menyediakan perlengkapan untuk memerah dan penyimpanan ASI. 3) Menyediakan materi penyuluhan ASI. 4) Memberikan penyuluhan ASI. 5) Mengembangkan dan memantapkan pelaksanaan ASI bagi pekerja wanita melalui pembinaan dan dukungan penuh dari pihak pengusaha (Depkes 2005). Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilakukan yaitu: 1) Mengembangkan KIE melalui peningkatan penyuluhan dan promosi dengan mengembangkan KIE yang spesifik melalui metode dan media yang sesuai dengan sasaran, antara lain: seminar, pelatihan, kampanye, siaran melalui media elektronik, dan media cetak. 2) Menggerakkan pengusaha melalui advokasi dan sosialisasi kepada dunia usaha agar memberikan dukungan kepada pekerja wanita yang menyusui bayinya dengan memberikan izin untuk memerah susunya serta menyediakan ruangan khusus untuk memerah ASI yang dilengkapi dengan tempat penyimpanan ASI sementara, (ASI dalam lemari es dapat bertahan selama 2 x 24 jam, sedangkan di luar lemari es bertahan selama 6-8 jam. 3) Meningkatkan keterpaduan, koordinasi, dan integrasi yang dilakukan secara lintas sektoral melalui kegiatan dalam tim baik di tingkat pusat, Propinsi, dan Kabupaten. 4) Mengembangkan dan membina Tempat Penitipan Anak (TPA). 5)


(36)

Memantapkan pemantauan dan evaluasi dengan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan secara berkala untuk menilai keberhasilan program ASI eksklusif bagi pekerja wanita baik dari segi pelaksanaan maupun dampaknya pada peningkatan produktivitas kerja dan peningkatan status kesehatan dan gizi ibu maupun bayinya (Depkes 2005).

Suatu program peningkatan pemberian ASI pada pekerja wanita mempunyai dampak positif tidak hanya untuk pekerja tersebut tetapi juga untuk keluarganya, masyarakat, dan terutama untuk organisasi atau perusahaan di mana wanita tersebut bekerja. Untuk mendukung keberhasilan program PP-ASI bagi pekerja wanita maka perlu adanya dukungan dari semua pihak khususnya pihak manajemen perusahaan.

Peraturan bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan tentang peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja dimana masing-masing menteri memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu: 1) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan bertugas dan bertanggung jawab memberikan pengetahuan dan pemahaman pada pekerja/buruh perempuan tentang pentingnya ASI bagi tumbuh kembang anak serta kesehatan pekerja/buruh perempuan dan memberikan pemahaman dan kesadaran pengusaha/pengurus di tempat kerja tentang pemberian kesempatan kepada pekerja/buruh perempuan untuk memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja. 2) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertanggung jawab mendorong pengusaha/pengurus, serikat pekerja/serikat buruh agar mengatur tata cara pelaksanaan pemberian ASI dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan mengkoordinasikan pemasyarakatan pemberian ASI di tempat kerja. 3) Menteri kesehatan bertanggung jawab melakukan pelatihan dan menyediakan petugas terlatih pemberian ASI dan menyediakan, meyebarluaskan bahan-bahan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang peningkatan pemberian ASI (Depkes 2008).


(37)

Dukungan Suami

Dukungan suami berperan aktif terhadap keberhasilan seorang ibu dalam praktek pemberian ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang diperolehnya (Roesli 2000). Wanita secara fisik mampu menyusui, ditambah lagi jika mereka mendapatkan dorongan yang cukup dari anggota keluarga untuk menyusui secara eksklusif. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan ibu menyusui, dukungan suami adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Suami cukup memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis. Ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari suami. Sebenarnya suami mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu (Roesli 2000).

Proses menyusui bukan hanya hubungan antara ibu dan bayi, tetapi suami juga mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya. Upaya yang dapat dilakukan suami adalah membantu merawat bayi dan menciptakan suasana nyaman. Suami dapat membantu menggendong bayi dan memberikannya kepada ibu saat bayi ingin disusui, kemudian suami membantu mengganti popok, memandikan bayinya, mengajak bermain, serta mendendangkan lagu buat bayinya. Suami juga diharapkan membantu pekerjaan rumah tangga bahkan membantu memijat bayinya (Roesli 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Clinical Pedriatric pada tahun 1994, terdapat 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan bahwa kelancaran menyusui hanya 26,9 persen karena suami tidak mengerti peranannya. Sedangkan keberhasilan menyusui mencapai 98 persen karena suami paham akan peranannya. Oleh sebab itu maka keterlibatan suami dalam keberhasilan menyusui sangat besar, bahkan Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah (Roesli 2004). Lebih lanjut Roesli (2008) menjelaskan bahwa di Australia dan di beberapa negara bagian di Amerika, selain empat bulan cuti ibu melahirkan, ada juga cuti bagi ayah yang mempunyai bayi baru lahir selama 2-4 minggu.


(38)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kerangka Berpikir

ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. Keuntungan pemberian ASI akan optimal apabila bayi diberi ASI selama 6 bulan pertama kehidupan, yang disebut ASI eksklusif. Banyaknya wanita yang bekerja mencari nafkah mengakibatkan mereka tidak dapat menyusui secara teratur. Keterbatasan waktu cuti hamil dan melahirkan bagi ibu yang bekerja menyebabkan masa pemberian ASI eksklusif tidak dapat berlangsung lebih lama, karena ibu harus segera kembali bekerja. Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya upaya untuk memberikan ASI secara eksklusif. Salah satu hal penting yang diduga berhubungan dengan tindakan ibu untuk memberikan atau tidak memberikan ASI secara eksklusif adalah persepsi ibu tentang ASI eksklusif.

Persepsi adalah suatu proses di mana seseorang berpandangan suatu pola dalam lingkungannya. Seseorang dalam memberikan arti pada suatu pola seringkali tidak sama yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan ibu selain fungsi utamanya sebagai ibu rumah tangga baik bekerja di sektor formal maupun informal yang dilaksanakan di luar rumah secara rutin dengan tujuan untuk mencari nafkah, sehingga curahan waktu yang diberikan untuk mengasuh anak relatif berkurang, hal ini mempengaruhi persepsi ibu terhadap implementasi ASI eksklusif. Dalam penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dan hubungan persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif. Adapun faktor dari dalam diri ibu bekerja yaitu: tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu, pendapatan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak yang pernah disusui, dan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi persepsi ibu bekerja adalah: jumlah jam kerja, jarak tempat tinggal ke tempat kerja, dan peluang pemberi kerja terhadap ASI eksklusif, serta dukungan suami.


(39)

Faktor-faktor tersebut diduga berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif.

Seorang ibu yang memberikan ASI eksklusif karena ibu tersebut mengetahui cara menyusui yang benar, manfaat dan keunggulan ASI, oleh sebab itu pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif berhubungan dengan persepsi ibu. Tingkat pendidikan ibu yang tinggi juga menyebabkan semakin banyaknya ibu yang memiliki bayi, bekerja di luar rumah untuk memperoleh pendapatan, hal ini menyebabkan semakin berkurangnya pola pengasuhan pada bayinya. Pada ibu yang bekerja dan memiliki bayi maka lamanya waktu bekerja di luar rumah menyebabkan bayi tidak mendapatkan ASI sesering mungkin, tetapi ini bukanlah suatu alasan bahwa dengan bekerja, ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya, karena dapat diantisipasi dengan memberikan ASI perahan yang dapat disimpan dan diberikan kepada bayi saat ibu tidak berada di rumah.

Implementasi ASI eksklusif pada ibu muda yang baru pertama kali melahirkan dan meyusui bayinya akan berbeda pada ibu yang pernah menyusui bayi sebelumnya. Jumlah jam kerja ibu dan jarak tempat tinggal ke tempat kerja secara langsung berhubungan dengan waktu ibu berada di luar rumah sehingga kegiatan rutinitas menyusui bayi menjadi berkurang, selain itu peluang pemberi kerja terhadap ASI eksklusif seperti penyediaan sarana memerah susu di tempat kerja, dukungan tempat kerja terhadap ASI eksklusif juga berhubungan dengan persepsi ibu tentang ASI eksklusif. Selain hal yang telah disebutkan, dukungan suami sangat penting sekali dalam menyukseskan pemberian ASI eksklusif. Secara terstruktur kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 1.


(40)

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Hipotesis

1. Faktor-faktor persepsi dari dalam dan dari luar ibu bekerja berhubungan secara nyata dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif.

2. Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif berhubungan secara nyata dengan implementasi ASI eksklusif.

Faktor dari luar (X2)

X2.1. Jumlah Jam Kerja X2.2. Jarak tempat tinggal

ke tempat kerja X2.3. Peluang pemberi kerja

terhadap ASI eksklusif X2.4. Dukungan Suami

Persepsi Ibu bekerja tentang ASI eksklusif (Y1)

Y1.1. Manfaat ASI eksklusif bagi bayi Y1.2.Manfaat ASI

eksklusif bagi ibu Y1.3. ASI Perahan

Status gizi balita Implementasi ASI eksklusif

(Y2) Faktor dari dalam (X1)

X1.1. Tingkat Pendidikan Ibu

X1.2. Jenis Pekerjaan Ibu X1.3. Pendapatan ibu X1.4. Pendapatan Keluarga X1.5. Jumlah Anak yang

Pernah disusui X1.6. Pengetahuan Ibu

tentang ASI eksklusif


(41)

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan desain deskriptif korelasional untuk mendeskripsikan semua peubah yang diteliti. Kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan peubah-peubah yang bermakna dan mengukur serta menjelaskan hubungan antar peubah. Dalam penelitian ini diamati dua peubah bebas, yaitu: (X1) adalah faktor yang berasal dari dalam yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif, (X2) adalah faktor yang berasal dari luar yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif. Sedangkan peubah tidak bebas adalah persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif (Y1) dan Implementasi ASI eksklusif (Y2).

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah survei. Di samping itu, guna memperoleh informasi lebih dalam, dilakukan pengamatan dan wawancara serta melakukan kegiatan kelompok diskusi terarah (focus group discussion) untuk melengkapi data dan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui metode survei.

Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) merupakan salah satu metode pengidentifikasian masalah ataupun kebutuhan yang dirasakan (felt needs) masyarakat yang diadaptasi dari metode penelitian dengan nama yang sama. Pada penelitian ini menggunakan diskusi kelompok terfokus dengan mengumpulkan perwakilan kader posyandu, dimana masing-masing posyandu mengirimkan dua orang kader, dan masing-masing kader membawa data ibu bekerja yang memiliki bayi yang berusia 6-24 bulan yang tinggal diwilayah kerja kader posyandu (RW). Data ibu bekerja yang memiliki bayi yang telah dikumpulkan masing-masing kader, dibawa pada saat pelaksanaan Diskusi Kelompok Terarah. Adapun jumlah posyandu di Kelurahan Karadenan ada 19 posyandu. Selain kader posyandu, kegiatan diskusi ini juga dihadiri oleh PLKB (Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana), dan petugas kesehatan dari Puskesmas Karadenan yaitu dokter dan bidan. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang fenomena ibu-ibu bekerja yang menyusui bayinya di Kelurahan Karadenan. Pada kegiatan


(42)

24 bulan sebanyak 239 ibu yang merupakan populasi penelitian. Responden berjumlah 100 orang ibu, diambil secara acak sederhana dengan bantuan program SPSS 13. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan fenomena ibu bekerja yang memiliki bayi yang berusia 6-24 bulan dalam usahanya mengimlementasikan ASI eksklusif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Pemilihan Kecamatan Cibinong dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan dipilihnya lokasi ini dikarenakan bedasarkan data BKKBN Kabupaten Bogor tahun 2008, Kecamatan Cibinong memiliki jumlah balita tertinggi yaitu 19.658 jiwa dan memiliki jumlah ibu menyusui yang tertinggi yaitu 6.802 jiwa. Pemilihan lokasi didasarkan pada persyaratan: 1) Berdasarkan angka Total Fertility Rate (TFR) pada tahun 2008, Kabupaten Bogor menempati angka tertinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain yang ada di Provinsi Jawa Barat. 2) Kecamatan Cibinong merupakan kawasan industri dan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor, di mana banyak wanita yang bekerja dan memiliki bayi. 3) Jarak yang terjangkau dengan lokasi peneliti. Pemilihan lokasi dilakukan secara acak dengan mengocok 12 kelurahan yang berada di Kecamatan Cibinong dan didapat Kelurahan Karadenan sebagai lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai bulan Desember 2009.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bekerja yang memiliki bayi yang berusia 6-24 bulan yang tinggal di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel dipilih secara acak sederhana sebanyak 100 responden dari populasi berjumlah 239 ibu.

Data dan Instrumen Data

Data yang dikumpulkan atau yang diukur adalah data yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari hipotesis yang telah disusun. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh


(43)

melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan langsung di lokasi penelitian yang meliputi karakteristik internal dan eksternal, persepsi ibu tentang ASI eksklusif dan implementasi ASI eksklusif. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di wilayah penelitian yang berfungsi sebagai pendukung dan pelengkap data primer.

Instrumen

Instrumen merupakan keragaan alat ukur yang digunakan untuk mengukur peubah-peubah yang ada dalam pengumpulan data penelitian. Peubah dikembangkan berdasarkan parameter ke dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan, sehingga menjadi suatu instrumen penelitian. Pengisian kuisioner disertai wawancara diharapkan dapat memperkaya informasi pertanyaan tertutup. Instrumen yang digunakan untuk mengukur peubah-peubah yang ada adalah skala Likert (Oppenheim 1992). Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.

Definisi Operasional Peubah Penelitian

Definisi operasional dari peubah-peubah penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Peubah, definisi operasional, dan pengukuran penelitian

No Peubah Definisi Operasional Parameter Tipe Skala X1 Faktor Internal : Faktor-faktor dari dalam diri responden yang berhubungan dengan

persepsi responden tentang ASI eksklusif 1 Tingkat Pendidikan

Ibu

Latar belakang tingkat pendidikan responden yang dilaluinya pada pendidikan formal

Skor 1= SD-SMP Skor 2= SMA-D3 Skor 3= S1-S3

Ordinal

2 Jenis pekerjaan ibu Jenis pekerjaan yang dilakukan ibu yang menghasilkan

pendapatan/upah

Skor 1= informal Skor 2= formal

Ordinal

3. Pendapatan ibu Jumlah nominal rupiah yang diterima ibu tiap bulannya berasarkan UMR Kabupaten Bogor tahun 2009.

Skor 1= rendah (≤ Rp 873.231)

Skor 2= tinggi (> Rp 873.231)

Ordinal

4. Pendapatan keluarga Jumlah nominal rupiah yang diterima suami dan istri setiap bulannya berdasarkan dua kali UMR Kabupaten Bogor tahun 2009.

Skor 1= rendah (≤Rp1.746.462 ) Skor 2= tinggi (> Rp 1.746.462)


(44)

Lanjutan Tabel 1

No Peubah Definisi Operasional Parameter Tipe Skala 5 Jumlah anak yang

disusui ibu

Jumlah anak yang pernah disusui ibunya

Skor 1=1 orang Skor 2= 2 orang Skor 3= 3 orang Skor 4 = 4 orang

Ordinal

6 Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif

Wawasan pengertian atau pemahaman ibu yang berhubungan dengan ASI eksklusif yang dinyatakan dengan jumlah jawaban yang benar pada setiap pertanyaan seputar ASI eksklusif

Skor 1= Tidak Skor 2 = Ya

Ordinal

X2 Faktor Eksternal : Faktor-faktor dari luar diri responden yang berhubungan dengan persepsi responden terhadap ASI eksklusif

1 Jumlah Jam Kerja Jumlah jam yang rutin dihabiskan ibu berada di luar rumah untuk menyelesaikan tugasnya sebagai pekerja

Skor 1= pendek (< 6,67 jam)

Skor 2= sedang (6,67-10,33 jam) Skor 3= panjang (>10,33 jam)

Ordinal

2 Jarak tempat tinggal ke tempat kerja

Ukuran jarak dalam kilometer yang ditempuh responden menuju tempat kerja yang diukur dari rumah ke tempat kerja.

Skor 1 = dekat (≤1km)

Skor 2 = jauh (>1km)

Ordinal

3 Peluang pemberi kerja terhadap ASI eksklusif

Peluang ibu untuk memerah ASI dan menyediakan sarana memerah ASI ditempat kerja yang mendukung prilaku menyusui ibu bekerja dalam menyusui bayi secara eksklusif

Skor 1 = Tidak Skor 2 = Ya

Ordinal

4 Dukungan Suami Perilaku atau tindakan suami yang mendukung atau membantu ibu memberikan ASI kepada bayinya

Skor1= Tidak pernah

Skor2=Kadang-kadang Skor 3= Sering

Ordinal

Y1 Persepsi Ibu Bekerja tentang ASI eksklusif : Cara pandang ibu tentang ASI eksklusif

1 Persepsi tentang manfaat ASI bagi bayi

Pandangan responden tentang manfaat ASI eksklusif untuk bayi

Skor 1= sangat tidak setuju

Skor 2= tidak setuju Skor3= setuju Skor4= sangat setuju


(45)

Lanjutan Tabel 1

No Peubah Definisi Operasional Parameter Tipe Skala 2 Persepsi tentang

manfaat ASI bagi ibu

Pandangan responden tentang manfaat ASI untuk ibu

Skor 1= sangat tidak setuju

Skor 2= tidak setuju Skor3= setuju Skor4=sangat setuju

Ordinal

3 Persepsi tentang ASI Perahan

Pandangan responden tentang ASI yang dipompa atau diperah ibu dan diberikan kepada bayi saat ibu berada di luar rumah

Skor 1= sangat tidak setuju

Skor 2= tidak setuju Skor3= setuju Skor4= sangat setuju

Ordinal

No Peubah Definisi Operasional Parameter Tipe Skala

Y2 Implementasi ASI eksklusif : Tindakan ibu memberikan atau tidak memberikan ASI eksklusif

1 Implementasi ASI Eksklusif

Tindakan responden terhadap ASI eksklusif yang dilihat dari memberikan atau tidak memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya selam 6 bulan

Skor 1= tidak eksklusif

Skor 2 = eksklusif

Ordinal

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan cara membuat tolok ukur dari konsep-konsep yang ingin diukur dengan mempertimbangkan landasan teori dan konsultasi dengan berbagai pihak yang dianggap menguasai materi seperti dosen pembimbing atau peneliti senior, yang secara keilmuan dianggap relevan dengan bidang ilmu yang diteliti. Kerlinger (2006) mengungkapkan bahwa suatu alat ukur dikatakan sahih/valid apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya ingin diukur. Adapun keterandalan suatu instrumen menyangkut tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur, meskipun digunakan berulang-ulang pada subyek yang sama atau berbeda (Kerlinger 2006).

Uji instrumen digunakan untuk menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dapat konsisten apabila dilakukan pengukuran oleh orang lain.


(46)

Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama (Singarimbun dan Effendi 2006). Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut mempunyai sifat kekonsistenan, kestabilan, dan ketepatan, jika alat tersebut digunakan berulang kali terhadap suatu gejala yang sama walaupun dalam waktu yang berbeda (Sugiyono 2009). Keterandalan instrumen dilakukan melalui ujicoba terhadap instrumen pada sejumlah responden yang memiliki karakteristik yang relatif sama dengan responden yang sesungguhnya, di tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda. Uji Validitas

Validitas instrumen diperlukan untuk memberikan keyakinan tentang ketepatan perangkat pengukuran yang digunakan sehingga mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu instrumen alat ukur telah menjalankan fungsi ukurnya. Untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen dilakukan uji validitas dengan analisis faktor menggunakan SPSS for Window release 13. Skala pengukuran dikatakan valid bila memiliki nilai faktor loading > 0,4. Dengan uji coba penelitian sebanyak 9 orang maka hasil uji validitas disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Validitas Peubah

No Peubah Sub peubah Nilai Keterangan

1 Karakteristik internal (X1)

Pendidikan ibu 0,954 Valid

Pendapatan ibu 0,922 Valid

Pendapatan keluarga 0,965 Valid

Jumlah anak yang disusui 0,964 Valid

Pengetahuan ibu 0,848 Valid

2 Karakteristik internal (X2)

Jumlah jam kerja 0,867 Valid Jarak tempat kerja 0,823 Valid

Peluang pemberi kerja 0,803 Valid

Dukungan suami 0,574 Valid

3 Persepsi ibu tentang ASI eksklusif (Y1)

Manfaat ASI eksklusif bagi bayi karna kandungan gizi yang lengkap

0,974 Valid Manfaat ASI eksklusif bagi ibu karna ASI

praktis

0,954 Valid ASI perahan dpat diberikan ketika ibu

bekerja

0,878 Valid 4 Implementasi ASI

eksklusif (Y2)

Memberikan ASI eksklusif atau tidak 0,567 Valid


(47)

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan analisis faktor diketahui bahwa semua peubah valid.

Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas adalah berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap instrumen. Suatu instrumen dapat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi jika hasil dari pengujian instrumen tersebut menunjukkan hasil yang tetap. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan alat ukur. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan melihat hasil Cronbach Alpha untuk mengidentifikasi seberapa baik item-item dalam kuisioner berhubungan antara satu dengan lainnya. Sebuah faktor dinyatakan reliabel/handal jika nilai koefisien Alpha lebih besar dari 0,6 (Wijaya 2009). Sebagaimana uji validitas, uji reliabilitas juga dilakukan dengan bantuan program SPSS for Window release 13.0. Dengan sampel uji coba penelitian sebanyak 9 orang maka diperoleh hasil uji reliabilitas disajikan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Reliabilitas Peubah

No Peubah Cronbach alpha Keterangan 1 Karakteristik internal (X1) 0,795 Reliabel

2 Karakteristik eksternal (X2) 0,877 Reliabel 3 Persepsi ibu tentang Manfaat ASI

eksklusif bagi bayi (Y1.1)

0,894 Reliabel 4 Persepsi ibu tentang Manfaat ASI

eksklusif bagi ibu (Y1.2)

0,868 Reliabel 5 Persepsi ibu tentang ASI perahan

dan implementasi ASI eksklusif (Y1.3 )

0,869 Reliabel

6 Implementasi ASI eksklusif (Y2) 0,709 Reliabel

Berdasarkan uji reliabilitas menggunakan Cronbach alpha, semua item yang dikumpulkan melalui instrumen penelitian adalah reliabel/handal karena nilai koefisien Alpha lebih besar dari 0,6.

Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui pengisian kuisioner yang disertai dengan wawancara terhadap 100 ibu bekerja yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan, sejak bulan Oktober sampai bulan Desember 2009. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di wilayah penelitian. Setelah data terkumpul maka data di-coding dan di-entri kemudian dianalisis secara analisis


(48)

statistik deskriptif yaitu dengan menampilkan distribusi frekuensi, persentase, dan rataan serta analisis statistik inferensial dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman.

Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan faktor internal dan eksternal ibu bekerja dan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif. Untuk mengetahui korelasi peubah antara faktor internal dan eksternal dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dan hubungan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dengan implementasi ASI eksklusif dilakukan pengujian menggunakan uji korelasi Rank Spearman (Siegel 1997). Pengujian yang dilakukan bersifat bivariat yaitu menguji apakah terdapat korelasi yang nyata (selang kepercayaan 95%) atau sangat nyata (selang kepercayaan 99%) diantara peubah-peubah yang diteliti. Pengujian ini dipilih dengan tujuan agar dapat melihat sejauh mana hubungan diantara peubah-peubah yang diuji. Rumus korelasi Rank Spearman (Siegel 1997):

rs = 1 -

n(n2 - 1) Keterangan :

rs = korelasi Rank Spearman n = banyaknya pasangan data

di = jumlah selisih antara peringkat bagi xi dan yi.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer dengan bantuan perangkat lunak (software) SPSS.13 (Wijaya 2009). Namun demikian, terlebih dahulu dilakukan transfer data yang bersifat kualitatif menjadi kuantitatif dengan cara memberi skor yang konsisten.

6

d i =1

2 i


(1)

perahan adalah tergolong baik namun demikian hanya 11 orang ibu bekerja yang memberikan ASI eksklusif sedangkan 89 ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif.

Terkait hubungan antara faktor internal ibu bekerja dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif memperlihatkan bahwa pendidikan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan. Jenis pekerjaan ibu berkorelasi nyata pada taraf α≤ 5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi bayi. Pendapatan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan. Pendapatan keluarga berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan. Pengetahuan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan.

Hubungan antara faktor eksternal ibu bekerja dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif memperlihatkan bahwa jumlah jam kerja berkorelasi nyata pada taraf α≤ 5 persen dengan persepsi ibu tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi. Jarak tempat kerja berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan serta berkorelasi nyata pada taraf α ≤5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi ibu. Peluang pemberi kerja berkorelasi sangat nyata pada taraf α≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi ibu dan ASI perahan serta berkorelasi nyata pada taraf α ≤ 5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi bayi. Dukungan suami berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan.

Hubungan antara persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ibu tidak berkorelasi nyata dengan implementasi ASI eksklusif dan persepsi ibu bekerja tentang ASI perahan berkorelasi secara nyata pada taraf α ≤ 5 persen dengan implementasi ASI eksklusif.


(2)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(3)

PERSEPSI IBU BEKERJA TERHADAP IMPLEMENTASI ASI

EKSKLUSIF

(Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)

ASIH MULYANINGSIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(4)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Herien Puspitawati., MSc., MSc


(5)

Judul Tesis : Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)

Nama : Asih Mulyaningsih NIM : I351080021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Aida Vitayala S Hubeis Prof . (Ris) Dr. Djoko Susanto, SKM Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. H. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2009 adalah persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Aida Vitayala S Hubeis dan Bapak Prof. (R) Dr. Djoko Susanto, SKM, selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan, dan Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc., MSc atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi, Serta Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, Msi, wakil Program Studi Penyuluhan Pembangunan atas kesediaannya menghadiri sidang tesis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Tami selaku Kepala Puskesmas Karadenan, Ibu Uti selaku bidan Peskesmas, Ibu Iin yang menemani dan membatu penulis mengumpulkan responden serta seluruh kader Kelurahan Karadenan atas kerjasamanya, Bapak Lurah Karadenan dan Kepala UPTD Puskesmas Cibinong atas ijin dan kemudahan dalam pengambilan data. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan ibu bekerja yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai, serta rekan-rekan mahasiswa Program Studi Penyuluhan Pembangunan angkatan 2008 atas segala bantuan dan motivasi yang diberikan.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Bapak H. M. Supardi dan Ibu Hj. Lely Malia selaku orang tua yang senantiasa memberikan doa, kasih dan sayang kepada penulis. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada suami, Suprapto, SE dan anakku Cita Nafisah Putri dan Andhika Widyadhana atas dukungan dan pengertiannya sehingga memberikan iklim yang kondusif bagi penulis selama menjalankan studi hingga menyelesaikan tugas belajar pada Program Pascasarjana IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2010 Asih Mulyaningsih