Konsep Pembangunan Ekonomi TINJAUAN PUSTAKA

47 proses yang akan melibatkan pengorganisasi dan peninjauan kembali terhadap keseluruhan sistem ekonomi dan sosial, bahkan sikap-sikap, kebiasaan, adat istiadat, sistem kepercayaan dan aspek sosial lainnya. Selanjutnya Simanjuntak dan Muklis 2012, mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang bukan saja mencakup pertumbuhan ekonomi melainkan juga terjadinya perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, dimana hasil konkritnya ditunjukkan dengan terjadinya penurunan ketimpangan distribusi pendapatan, berkurangnya kemiskinan absolut dan mengecilnya tingkat pengangguran. Sukirno 2010, mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai terjadinya pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara yang dibarengi dengan terjadinya perkembangan dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi lainnya, seperti: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, teknologi, pendapatan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan pada hakekatnya harus mencerminkan adanya perubahan total atau penyesuaian sistem sosial masyarakat secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dan keinginan individual maupun kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju kehidupan yang lebih baik secara material maupun spiritual. Oleh karena itu, indikator pembangunan ekonomi tidak saja diukur dengan indikator ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, melainkan dilengkapi juga dengan indikator sosial lainnya, seperti: ketenagakerjaan, pendidikan, distribusi pendapatan dan penduduk miskin. Melengkapi dengan indikator sosial, pembangunan ekonomi sudah mengarah kepada paradigma pembangunan modern yang mulai mengedepankan 48 pengentasan kemiskinan, penurunan ketimpangan distribusi pendapatan, serta penurunan tingkat pengangguran Todaro Smith, 2006. 2.3.1 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Setelah Perang Dunia II, teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi didominasi oleh empat pendekatan dalam pemikiran pembangunan ekonomi. Empat pendekatan tersebut antara lain; 1 pertumbuhan linear atau klasik, seperti teori Adam Smith, David Ricardi, dan Arthur Lewis; 2 perubahan struktural, seperti teori Roy F. Harrod dan Evsey D. Domar, Nicholas Kaldor, dan Simon Kuznets; 3 teori ketergantungan; dan 4 neo klasik, seperti teori Robert Solow dan Trevor Swan Todaro dan Smith, 2006. Mulai tahun 1970, pendekatan model pertumbuhan linear diganti dengan pendekatan model perubahan struktural dan teori ketergantungan. Dalam model perubahan struktural, teori dan materi perubahan struktural menggunakan teori ekonomi modern dan analisis statistik sehingga dapat dianalisis bagaimana upaya suatu negara dalam melakukan proses pembangunan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selanjutnya, mulai tahun 1980 dan awal tahun 1990, pendekatan model perubahan struktural dan teori ketergantungan diganti dengan model neo klasik melalui peran perdagangan bebas, keterbukaan ekonomi, dan privatisasi perusahaan-perusahaan publik. Model neo klasik memandang bahwa ketergantungan suatu negara menjadi semakin bertambah karena ketidakmampuan aspek teori ketergantungan dalam mengelola eksploitasi faktor eksternaldan internal, sepeti negara luar serta struktur sosial-budaya dan pola perilaku masyarakat setempat yang mengakibatkan intervensi pemerintah berupa regulasi dalam perekonomian. 49 Beberapa teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, antara lain. 1 Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations pada tahun 1776 mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Menurut Adam Smith, ada dua aspek utama pertumbuhan ekonomi, yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Unsur pokok dalam pertumbuhan output total adalah sumber daya alam yang tersedia faktor produksi tanah, sumber daya insani jumlah penduduk, dan stok barang modal yang ada Arsyad, 2010. Ada lima hal penting dalam teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi menurut Adam Smith, yaitu: a tingkat perkembangan suatu negara tergantung jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan teknologi; b pendapatan nasional masyarakat meliputi pendapatan dari sewa tanah, upah bekerja dan keuntungan pengusaha; c kenaikan upah menyebabkan pertambahan penduduk; d pembentukan modal dipengaruhi tingkat keuntungan sehingga apabila tidak ada tingkat keuntungan maka perekonomian mengalami stationary state; dan e the law of diminishing return mengakibatkan pertambahan penduduk menurunkan tingkat upah, menurunkan tingkat keuntungan, meningkatkan tingkat sewa tanah apabila tidak ada kemajuan teknologi. 2 David Ricardo dalam bukunya The Principles of Political Economy and Taxation pada tahun 1917 menyatakan bahwa teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi bertumpu pada laju pertumbuhan output dan lau pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan output tergantung dari faktor 50 produksi yang tersedia. Faktor produksi tanah sumber daya alam tidak dapat bertambah, karena tidak semua faktor produksi tanah merupakan faktor produksi yang produktif. Oleh karena itu, faktor tanah menjadi faktor pembatas dalam proses pertumbuhan ekonomi. Jumlah faktor produksi tenaga kerja atau penduduk tergantung pada tingkat upah yang diperolehnya apakah lebih tinggi atau lebih rendah daripada tingkat upah minimal atau tingkat upah alamiah. Akumulasi faktor produksi modal terjadi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal lebih besar daripada tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik investor melakukan investasi. Selanjutnya, David Ricardo menambahkan bahwa kemajuan teknologi terjadi sepanjang waktu dan sektor dominan dalam perekonomian adalah sektor pertanian Sukirno, 2010. 3 Arthur Lewis pada tahun 1954 membahas bahwa proses transformasi industrialisasi pada tahap awal pembangunan kapitalis di Eropa dengan melihat hubungan antara sektor pertanian tradisional dan industri modern dalam perekonomian yang terjadi antara daerah pedesaan dan perkotaan dengan memasukkan proses urbanisasi yang terjadi di daerah tersebut. Asumsi teori pembangunan dan pertumbuhan Arthur Lewis adalah sektor pedesaan merupakan sektor pertanian tradisional yang subsisten dengan jumlah penduduk yang berkelebihan yang ditandai dengan produktivitas marginal tenaga kerja sebesar nol dan tingkat upah riil yang rendah, sedangkan sektor perkotaan merupakan sektor industri modern yang produktivitas marginalnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga 51 kerja yang dialihkan sedikit demi sedikit dari sektor pertanian yang terjadi kelebihan jumlah tenaga kerja Sukirno, 2006. 4 Harrod-Domar yang dikembangkan oleh Roy F. Harrod dan Evsey D. Domar. Harrod mengemukkan teorinya pada tahun 1939 dalam jurnal Economic Journal sedangkan Domar mengemukakan teorinya pada tahun 1947 dalam jurnal American Economic Review. Teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisis John Maynard Keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Teori Harrod-Domar ini menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang. Dengan kata lain, teori Harrod–Domar berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dengan mantap Badrudin, 2012. 5 Menurut Solow-Swan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal dan tingkat kemajuan teknologi. Peran kemajuan teknologi di dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi. Pandangan ini didasarkan pada anggapan yang mendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh dan kapasitas modal tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan demikian, seberapa perkembangan perekonomian akan tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi modal, dan kemajuan teknologi. 52 6 Simon Kuznets mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya. Pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian idiologi yang dibutuhkan. Ada tiga komponen pokok penting yaitu kenaikan otuput nasional secara terus menerus, kemajuan teknologi sebagai prasyarat pertumbuhan ekonomi, dan penyesuaian kelembagaan, sikap, dan ideologi. Simon Kuznets memisahkan enam karakteristik proses pertumbuhan pada hampir semua negara maju, yaitu a tingginya tingkat pertumbuhan output per kapita dan penduduk; b tingginya tingkat kenaikan produktivitas faktor produksi secara keseluruhan terutama produktivitas tenaga kerja; c tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi; d tingginya tingkat transformasi sosial dan ideologi; e kecenderungan negara-negara maju secara ekonomis untuk menjangkau seluruh dunia untuk mendapatkan pasar dan bahan baku; dan f pertumbuhan ekonomi ini hanya terbatas pada sepertiga populasi dunia. 7 Joseph Schumpeter dalam bukunya The Theory of Economics Development pada tahun 1934 dan Business Cycle tahun 1939 menjelaskan dua hal penting, pertama sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat dan kedua faktor utama yang mengakibatkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi yang dilakukan oleh inovator atau entrepreneur. Lima macam kegiatan yang dimasukkan sebagai proses inovasi adalah a diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada; b diperkenalkannya cara berproduksi baru; c 53 pembukaan daerah pasar baru; d penemuan sumber bahan mentah baru; dan e perubahan organisasi industri sehingga menjadi industri yang efisiensi. Menurut Schumpeter, perkembangan ekonomi diartikan sebagai peningkatan output total masyarakat terdiri dari pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. 2.3.2 Kinerja Pembangunan Ekonomi Pembangunan selalu menimbulkan dampak positif dan negatif. Oleh karena itu, diperlukan indikator sebagai tolak ukur terjadinya pembangunan. Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan agar dapat menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya Kuncoro, 2010. Proses pembangunan sendiri menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan dalam: pertama, perubahan struktur ekonomi: dari pertanian ke industri atau jasa; kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Proses pembangunan ekonomi sering diartikan sebagai kemajuan ekonomi atau kenaikan kesejahteraan ekonomi. Peningkatan pendapatan riil per kapita hanyalah merupakan sebagian dari indeks kesejahteraan ekonomi. Kesejahteraan ekonomi mengandung pertimbangan nilai mengenai tingkat distribusi pendapatan yang diinginkan. Dengan demikian, indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada 54 dasarnya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial Kuncoro, 2013. Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan negaraorganisasi. Indikator kinerja daerah sebagai alat untuk menilai keberhasilan pembangunan secara kuantitatif maupun kualitatif, merupakan gambaran yang mencerminkan capaian indikator kinerja program outcomeshasil dari kegiatan outputkeluaran. Indikator kinerja program adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah efek langsung. Pengukuran indikator hasil lebih utama daripada sektor keluaran, karena hasil outcomes, menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin mencakup kegiatan banyak pihak. Indikator kinerja akan dapat dijadikan sebagai media perantara untuk memberi gambaran tentang prestasi organisasi yang diharapkan di masa mendatang. Kinerja pembangunan pada dasarnya digambarkan melalui tingkat capaian sasaran dan tingkat efisiensi dan efektivitas pencapaian sasaran. Dengan demikian, makna penetapan kinerja pembangunan tersebut untuk dapat mengukur tingkat capaian kinerja pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan penetapan indikator kinerja daerah dalam bentuk penetapan indikator kinerja program pembangunan daerah sebagai indikator kinerja utama. Untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi ada beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain: PDB; pertumbuhan ekonomi; pendapatan per kapita; inflasi; kependudukan; 55 ketenagakerjaan; pengangguran; distribusi pendapatan; dan tren ketimpangan Kuncoro, 2013. 2.3.3 Pengangguran Sebelum mendefinisikan tentang pengangguran, ada baiknya didefinisikan terlebih dahulu penduduk usia kerja. Menurut Badan Pusat Statistik BPS, konsep dan definisi penduduk usia kerja adalah mereka yang berdasarkan golongan umurnya sudah bisa diharapkan untuk bekerja dan untuk di Indonesia batasan umur 15 tahun digunakan sebagai batas seseorang diangap mulai bisa bekerja. Jadi penduduk usia kerja adalah penduduk yang telah berusia15 tahun atau lebih. Penduduk usia kerja terbagi menjadi dua kelompok besar yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja 15 tahun ke atas yang tidak termasuk ke dalam angkatan kerja. Golongan ini secara ekonomi memang tidak aktif non-economically active population. Kegiatan mereka biasanya adalah sekolah, mengurus rumah tangga, pensiun, dan cacat jasmani. Sementara angkatan kerja didefinisikan sebagai jumlah orang yang bekerja dan orang yang menganggur. Menurut BPS 2012 bekerja didefinisikan sebagai kegiatan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. Seseorang dikatakan menganggur atau mencari pekerjaan apabila termasuk penduduk usia kerja yang 1 tidak bekerja, atau 2 sedang mencari pekerjaan baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah berkerja, atau 3 sedang mempersiapkan suatu usaha, atau 4 yang tidak 56 mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, atau 5 yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Secara skematis konsep tersebut digambarkan dalam Gambar 2.4. Gambar 2.4 Skematis Konsep Ketengarakerjaan di Indonesia Sumber : BPS Jakarta, 2012 Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu untuk menyerap para pencari kerja yang senantias mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk BPS, 2012. Samuelson dan Nordhaus 1992, menyebutkan bahwa para ahli ekonomi menggolongkan pengangguran dalam tiga kelompok berikut. 1 Pengangguran friksional, pengangguran terjadi karena berpindahnya orang-orang dari satu daerah ke daerah lainnya, dan dari satu jenis pekerjaan ke pekerjaan lain atau melalui berbagai tingkat siklus kehidupan yang berbeda. 57 2 Pengangguran struktural, pengangguran yang terjadi karena ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan. Seringkali terjadi peningkatan permintaan terhadap satu pekerjaan dan penurunan permintaan terhadap pekerjaan yang lainnya, sedangkan penawaran tidak dapat menyesuaikan dengan cepat atas situasi yang terjadi tersebut. 3 Pengangguran siklis, pengangguran yang timbul karena terjadinya kemerosotan pada beberapa faktor produksi sehingga kegiatan produki mengalami penurunan. Ada dua pendekatan yang lazim dipergunakan untuk mendefinisikan pengangguran, yaitu. 1 Pendekatan angkatan kerja labor force approach Pendekatan ini mendefinisikan pengangguran sebagai angkat kerja yang tidak bekerja. 2 Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja labor utilization approach Indikator pengangguran menurut pendekatan ini adalah berdasarkan pada tingkat pemanfaatan tenaga kerja, yaitu diantaranya adalah menggunakan jam kerja, produktivitas dan pendapatan yang diperoleh. Menurut Sadono Sukirno 2011 pendekatan pemanfaatan tenaga kerja juga menggolongkan angkatan kerja kedalam tiga kelompok, yaitu : 1 menganggur unemployed merupakan keadaan di mana orang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan, atau sering juga disebut sebagai pengangguran terbuka open unemployment, 2 setengah menganggur underemployed, merupakan suatu keadaan di mana orang bekerja tetapi belum 58 dapat dimanfaatkan secara penuh, dan keadaan ini lebih lanjut digolongkan menjadi dua yaitu: setengah menganggur kentara visible underemployed merupakan suatu keadaan di mana orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan setengah menganggur tidak kentara invisible underemployed merupakan orang yang produktivitas dan pendapatannya rendah, dan 3 Bekerja penuh employed merupakan orang yang cukup dimanfaatkan. Menurut para ahli- ahli ekonomi, pada masa ini pengangguran terselubung di daera-daerah pertanian telah menjadi sangat memburuk sebagai akibat dari perkembangan penduduk yang sangat pesat. Perkembangan penduduk yang sangat besar tersebut tidak diikuti oleh pertambahan luas tanah yang ditanami. Oleh karenanya, pertambahan penduduk yang tetap berada di daerah pedesaan terutama berada di daerah-daerah pertanian yang sudah lama dikembangkan. Terbatasnya pertambahan luas area pertanian menyebabkan perbandingan antara luas tanah yang ditanami dengan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian bertambah kecil. Keadaan ini memperburuk masalah pengangguran terselubung dan masalah underemployment yang dihadapi oleh penduduk di sektor pertanian. 2.3.4 Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan defenisi kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan 59 mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini dimulai dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi sesorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun laki- laki. Menurut Perpres Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, pemahaman mengenai kemiskinan semestinya berawal dari pendekatan berbasis hak right based approach. Pendekatan right based approach memiliki arti bahwa negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya. 60 Friedman mendefinisikan kemiskinan Usman, 2001 sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial tidak terbatas hanya pada 1 modal produktif atau aset misalnya organisasi sosial politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama, partai politik, sindikasi, koperasi, dan lain-lain; tetapi juga pada 2 net work atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain- lain; 3 pengetahuan dan keterampilan yang memadai; dan 4 informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan mereka. Scott menerangkan Usman, 2001 bahwa kemiskinan setidaknya memiliki kondisi-kondisi yang pada umumnya didekati dengan 1 dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non material yang diterima oleh seseorang sehingga secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan sehat yang buruk atau kekurangan transportasi yang dibutuhkan masyarakat; 2 kadang-kadang didefenisikan dari segi kepemilikan aset yakni tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain; 3 kemiskinan non materi meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga dan kehidupan yang layak. United Nations Development Program UNDP mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan dalam hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian “tidak adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan publik” sebagai salah satu indikator kemiskinan Chayat, 2007. Selanjutnya Chayat 2007 juga menambahkan bahwa di penghujung abad 61 ke 20 muncul pengertian terbaru mengenai kemiskinan yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi voicelessness. Jadi dikatakan sebagai kemiskinan berwajah majemuk atau bersifat multidimensi. Definisi kemiskinan menurut Kuncoro 1997 adalah sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum. Permasalahan standar hidup yang rendah memiliki keterkaitan dengan tingkat pendidikan, kesehatan dan pelayanan kesehatan yang buruk, sehingga berakibat pada rendahnya sumber daya manusia dan tentunya akan bermuara kepada jumlah pendapatan yang sedikit. Beberapa indikator sederhana yang seringkali dipergunakan untuk mengukur tingkat standar hidup dalam suatu negara antara lain Gross National Product GNP per capita, pertumbuhan relatif nasional dan pendapatan per kapita, distribusi pendapatan nasional, tingkat kemiskinan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Menurut Todaro 2000, kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan proverty line. Konsep pengukuran kemiskinan yang mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep pengukuran kemiskinan yang tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Hal ini merupakan suatu ukuran tetap tidak berubah di dalam bentuk suatu kebutuhan kalori minimum di tambah komponen- komponen non makanan yang juga sangat diperlukan untuk bertahan hidup 62 survive. Sedangkan kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Terdapat dua pendekatan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu pendekatan absolut dan pendekatan relatif. Pertama, pendekatan kemiskinan absolut, yaitu pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang bersifat mutlak dan yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik, atau batas kemiskinan. Seseorang atau masyarkat yang tidak mampu keluar dari ukuran- ukuran tersebut dikelompokkan sebagai miskin. Ukurannya antara lain berupa tingkat pendapatan, pengeluaran atau konsumsi, atau kalori seseorang atau keluarga dalam satu waktu tertentu dan hal-hal yang disetarakan dengan ukuran tersebut. Pendekatan absolut lebih mudah diterapkan karena hanya membandingkan saja dengan batasan yang dikehendaki Nugroho dan Dahuri, 2004. Kemiskinan absolut dapat diartikan pula sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan absolut dari suatu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti pangan, sandang, pemukiman, kesehatan, dan pendidikan. Besarnya atau dimensi masalah kemiskinan absolut tercermin dari jumlah penduduk yang tingkat pendapatan atau tingkat konsumsinya berada dibawah “tingkat minimum” yang telah ditetapkan Wie, 1983. Kedua, pendekatan kemiskinan relatif, yaitu pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang dipengaruhi ukuran-ukuran lainnya yang berhubungan dengan proporsi atau distribusi. Ukurannya berasal dari ukuran absolut, namun lebih ditekankan pada proporsi relatif. Misalnya, garis 63 kemiskinan adalah 20 persen pendapatan terendah, median dari distribusi pendapatan dan lain-lain Nugroho dan Dahuri, 2004. Berdasarkan konsep kemiskinan relatif ini garis kemiskinan akan mengalami perubahan. Hal ini jelas merupakan perbaikan dari konsep kemiskinan absolutmutlak. Kelemahan konsep ini justru terletak pada sifatnya yang dinamis. Secara implisit akan terlihat bahwa “kemungkinan kemiskinan akan selalu berada di antara kita”. Dalam setiap waktu akan selalu terdapat sejumlah penduduk dari total penduduk yang dapat dikategorikan sebagai penduduk miskin. Sehingga berbeda dengan konsep kemiskinan absolut dimana jumlah orang miskin tidak mungkin habis sepanjang zaman Esmara, 1986. Termonologi kemiskinan lain selain kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut adalah kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan karena tatanan itu tidak hanya menyebabkan kemiskinan tetapi juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. Di dalam kondisi struktur yang demikian, kemiskinan menggejala bukan oleh sebab-sebab yang alami melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tidak adil. Tatanan yang tidak adil ini menyebabkan banyak warga masyarakat gagal memperoleh peluang danatau akses untuk mengembangkan dirinya serta meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga penduduk yang malang dan terperangkap ke dalam perlakuan yang tidak adil ini menjadi serba kekurangan, tidak setara dengan tuntutan untuk hidup yang layak dan bermartabat sebagai manusia. Kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya 64 suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Menurut Kuncoro 1997 penyebab kemiskinan adalah 1 secara mikro, kemiskinan karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah; 2 kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia yang rendah, yang berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan; dan 3 kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan vicious circle poverty. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas, sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Rendahnya pendapatan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi yang berkaitan pada keterbelakangan, dan seterusnya. Teori yang menarik yang sering dijadikan acuan dalam membahas permasalahan kemiskinan serta sekaligus menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan bersifat multidimensional adalah Teori Lingkaran Setan vicious cicle of poverty. Pencetus teori ini, Myrdal, pada tahun 1957 menjelaskan bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain dalam menciptakan suatu problem yang muncul di dalam masyarakat. Teori ini 65 kemudian dikembangkan lagi oleh para pengamat permasalahan kemiskinan, diantaranya Jonathan Secher. Ia menjelaskan bahwa pendidikan dan ketenagakerjaan di masyarakat berinteraksi dalam bentuk sebuah lingkaran yang saling kait terkait satu sama lain. Masyarakat yang tidak memiliki akses untuk berkembang dengan baik akan terdorong untuk berimigrasi ke tempat lain dan meninggalkan usahanya di tempat asal. Akibatnya, terjadi penurunan produktivitas dan penerimaan pajak di daerah tersebut. Penurunan penerimaan pajak akan berdampak pada pengurangan anggaran pembangunan di daerah itu termasuk belanja pembangunan untuk pendidikan. Penurunan kualitas pendidikan dan kualitas tenaga kerja pada akhirnya tidak dapat dihindari. Dengan tenaga kerja berkualitas rendah, industri tidak dapat mengadopsi teknologi yang lebih baik dan tidak mampu mengembangkan usahanya sehingga berakibat pada berkurangnya penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya pengangguran. 2.3.4.1 Ukuran Kemiskinan Secara umum kemiskinan dijelaskan oleh indikator berikut 1 kekurangan kebutuhan dasar: ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan dan gizi, pakaian, pendidikan, dan kesehatan; 2 ketidakproduktifan: ketidakmampuan melakukan upaya-upaya produktif; 3 ketertutupan akses terhadap sumber daya sosial dan ekonomi; 4 keterpurukan: ketidakmampuan menentukan nasibnya sendiri, diperlakukan secara tidak adil, didera ketakuan dan keraguan, dan berlaku apatis serta pesimistik; dan 5 ketergantungan: tidak mampu melepaskan diri dari kemiskinan dan mentalitas kultural serta rendah dalam apresiasi diri. 66 Ada beberapa ukuran kemiskinan yang telah diterapkan di Indonesia, diantaranya adalah ukuran dari Badan Pusat Statistik BPS, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN, dan United Nations Development Program UNDP. BPS sejak tahun 1984 melaporkan hasil pengukuran tingkat kemiskinan melalui perhitungan tingkat konsumsi penduduk atas kebutuhan dasar yang meliputi konsumsi dasar pangan dan konsumsi dasar non pangan sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Dari sisi konsumsi dasar pangan, BPS menggunakan indikator yang direkomendasikan oleh Widyakara Pangan dan Gizi tahun 1998, yaitu kebutuhan gizi 2.100 kalori per orang per hari, sedangkan dari sisi konsumsi non pangan tidak hanya terbatas pada sandang dan papan melainkan termasuk pendidikan dan kesehatan. Model ini pada intinya membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan suatu garis kemiskinan, yaitu jumlah rupiah untuk konsumsi per orang per bulan. Sedangkan data yang digunakan adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional SUSENAS. Selain melakukan perhitungan jumlah penduduk miskin dalam analisis tentang penduduk miskin, BPS juga menyertakan hasil analisis tentang karakteristik rumah tangga miskin. Di dalamnya tergambar kondisi rumah tangga miskin berdasarkan karakteristik sosial demografi, pendidikan, kesehatan, sumber penghasilan, rasio ketergantungan, ketenagakerjaan, kondisi perumahan, dan lain- lainnya. Karakterisktik rumah tangga yang dianggap BPS memiliki keterkaitan erat dengan kemiskinan diantaranya adalah jumlah anggota rumah tangga, mereka yang kepala rumah tangganya berstatus janda, pendidikan kepala rumah tangga rendah atau kepala rumah tangga buta huruf, perbedaan geografis antara kota dan 67 desa, lapangan usaha dan status pekerjaan, penguasaan luas lantai per kapita, rumah tangga tanpa akses air bersih, fasilitas buang air besar, pemanfaatan listrik, dan sebagainya. Pengukuran kemiskinan melalui pendekatan pengeluaran, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar basic needs approach untuk mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan GK yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan GKM dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan GKBM. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Berkaitan dengan hal itu, setiap tahun BPS melakukan penyesuaian terhadap garis kemiskinannya. Sebab utamanya adalah perubahan harga inflasi, namun kadang juga oleh perubahan pola konsumsi masyarakat. selama ini GK selalu naik, dan hampir bisa dipastikan pula untuk tahun-tahun mendatang. Sumber data utama yang dipakai BPS untuk menentukan GK adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS dan Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar SPKKD. Ukuran lain kemiskinan yang dikembangkan oleh BKKBN menggunakan data mikro hasil pendaftaran keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Dalam ukuran ini, sebuah keluarga disebut miskin jika: 1 tidak bisa melakukan kewajiban- kewajiban rutin dalam agamanya; 2 tidak bisa makan dua kali dalam sehari; 3 tidak mempunyai pakaian lain untuk bekerjabersekolah dan melakukan aktivitas 68 lainnya; 4 tinggal di rumah yang sebagian besar ruangannya berlantai tanah; dan 5 tidak bisa membayar biaya fasilitas kesehatan. Selain itu, model pembangunan manusia dari UNDP juga digunakan sebagai ukuran kemiskinan di Indonesia. Lembaga ini secara berkala – setiap tiga tahun – sejak tahun 1990 mempublikasikan Laporan Pembangunan Manusia atau Human Development Report HDR. Tabel 2.2 Indeks HDR – UNDP dan Indikatornya Jenis Indeks Indikator Human Development Index HDI a. Tingkat harapan hidup b. Tingkat melek huruf orang dewasa c. Rata-rata lama bersekolah d. Tingkat daya beli per kapita Human Poverty Index HPI a. Kelahiran yang tidak dapat bertahan sampai usia 40 tahun b. Tingkat buta huruf orang dewasa c. Persentase penduduk yang tidak memiliki akses pada air yang aman untuk digunakan d. Persentase penduduk yang tidak memiliki akses pada fasilitas kesehatan e. Persentase balita yang kurang makan Gender Development Index GDI a. Tingkat harapan hidup lelaki dan perempuan b. Tingkat melek huruf orang dewasa lelaki dan perempuan c. Rata-rata lama bersekolah untuk lelaki dan perempuan d. Perkiraan tingkat pendapatan lelaki dan perempuan Gender Empowerment Measures GEM a. Persentase jumlah anggota DPR lelaki dan perempuan b. Persentase jumlah pegawai tingkat senior, manager, profesional dan posisi teknis dari lelaki dan perempuan c. Perkiraan tingkat pendapatan lelaki dan perempuan Sumber : Sugiarto, 2007 69 HDR berisi penjelasan tentang empat indeks, yaitu Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development IndexHDI, tingkat Upaya Pemberdayaan Gender atau Gender Empowerment Measure GEM, Indeks Pembangunan Gender atau Gender Development Index GDI, dan Indeks Kemiskinan Manusia atau Human Poverty Index HPI. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 2.2. 2.3.5 Hubungan Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat Secara umum kinerja dari ekonomi daerah ditunjukkan oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang dicapai oleh masyarakat secara keseluruhan. Kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari aktivitas ekonomi yang terjadi di masyarakat tersebut. Aktivitas ekonomi akan menghasilkan barang dan jasa serta nilai tambah ekonomi dan nilai tambah sosial masyarakat. Nilai tambah value added tersebut antara lain timbulnya balas jasa faktor produksi, berupa balas jasa modal, kesempatan kerja, sewa yang timbul dari pemanfaatan asetfaktor produksi yang tidak terpakai atau menganggur idle, surplus usaha serta nilai tambah sosial, yang adalah sumber utama pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu maka makin tinggi aktivitas ekonomi di suatu daerah, makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut, dan sebaliknya. Untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, dimana rakyatnya memiliki pendapatan, karena memiliki pekerjaan, dan negara bias melayani masyarakatnya dengan memadai, karena memiliki APBN yang juga memadai, diperlukan aktivitas bisnis di masyarakat yang juga memadai. Untuk mendorong aktivitas ekonomi publik yang memadai, diperlukan perkembangan investasi yang memadai pula. Sehubungan dangan hal 70 ini diperlukan iklim usaha yang kondusif, dimana peran negara atau pemerintah sangat menentukkan dalam penciptaan iklim investasi tersebut Noor, 2013. Aspek pendapatan income memerlukan dua faktor penting sebagai penunjang, yaitu tersedianya lapangan pekerjaan dan stabilitas nilai tukar internal maupun eksternal. Tersedianya lapangan pekerjaan memberikan masyarakat pekerjaan yang adalah sumber nafkah bagi masyarakat. Tanpa tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai bagi masyarakat, tentu akan berakibat pada sumber nafkah yang juga tidak memadai. Bila masyarakat banyak yang tidak dapat bekerja, atau menganggur, maka hal ini akan menimbulkan berbagai masalah, tidak hanya masalah bagi yang bersangkutan penganggur saja, tetapi juga masalah bagi keluarga, masyarakat lingkungan dan negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, maka salah satu indikator penting kinerja ekonomi publik adalah tingkat pengangguran unemployment rate yang terjadi di masyarakat. Makin tinggi angka pengangguran, mengindikasikan kinerja ekonomi publik makin buruk, dan sebaliknya. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas jumlah, aksesibilitas, kualitas, dan keragamannya sangat menentukan kesejahteraan masyarakat. Stabilitas nilai tukar, baik internal stabilitas harga barang dan jasa domestik, yang dikonsumsi setiap hari maupun eksternal kurs, juga berpengaruh pada peningkatan pendapatan, khususnya daya beli konsumen. Bila pendapatan naik sementara harga barang dan jasa naik lebih tinggi dari kenaikan pendapatan, maka daya beli dari pendapatan konsumen akan menurun. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan perlu menorong aktivitas ekonomi di 71 masyarakat, melalui pengembangan bisnis, sehingga akan mendorong terciptanya keseimbangan antara penawaran supply dan permintaan demand barang dan jasa di masyarakat yang akan membantu terbangunnya stabilitas harga nilai tukar, baik untuk harga barang dan jasa domestik internal stability maupun untuk nilai tukar uang domestik dengan uang asing external stability. Makin berfluktuasi nilai tukar mengindikasikan kinerja ekonomi publik makin buruk. Ketersediaan dan banyaknya konsumsi barang dan jasa yang ada di masyarakat menunjukkan masyarakat tersebut makin sejahtera. Faktor penunjang ketersediaan barang dan jasa adalah investasi. Dengan banyaknya investasi di berbagai sektor akan menghasilkan makin banyak jenis dan ragam barang dan jasa, sehingga jumlah atau alternatif pilihan konsumsi masyarakat juga bertambah. Ketersediaan barang dan jasa yang dimaksud bukan hanyalah barang kebutuhan pokok primer tetapi juga menyangkut barang dan jasa lainnya yang dibutuhkan untuk melengkapi kualitas hidup masyarakat, seperti sarana pendidikan dan jaminan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Dengan demikian indikator penting lainnya dari kinerja ekonomi publik adalah tingkat ketersediaan barang dan jasa yang memadai sufficient supply di masyarakat. Ketersediaan barang dan jasa strategis seperti pangan dan energi merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga kinerja ekonomi publik, karena berkaitan dengan kedaulatan dan ketahanan pangan serta kedaulatan dan ketahanan energi Noor, 2013. Untuk meningkatkan persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, maka pemerintah perlu mendorong pertumbuhan investasi. 72 Pertumbuhan investasi yang meningkat dapat membawa dampak baik bagi kesejahteraan masyarakat dan juga memberikan tambahan pendapatan negara melalui pajak dan retribusi. Jika pendapatan negara meningkat, maka akan mendorong peningkatan pelayanan masyarakat, baik di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, transportasi, dan lain sebagainya. Hal ini akan membawa dampak memperkuat persatuan serta mempercepat kemakmuran. Sebaliknya jika pendapatan negara karena meningkatnya aktivitas ekonomi di masyarakat melalui investasi, namun pelayanan publik tidak meningkat, maka hal ini menunjukkan perlunya perbaikan, karena terdapat kebijakan penggunaan anggaran yang tidak tepat. Meningkatnya investasi akan menambah tersedianya lapangan pekerjaan dan bertambahnya pendapatan asli masyarakat, berkurangnya kemiskinan, serta meningkatnya pendapatan negara, yang digambarkan oleh meningkatnya peran pendapatan asli negara baik dari pajak maupun luar pajak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang diikuti dengan peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat, baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitas sarana publik, maupun bentuk pelayanan sosial, dan sebagainya. Namun bila APBN meningkat, sementara tingkat kemiskinan tidak berkurang, dan pelayanan publik juga tidak meningkat, maka artinya peningkatan APBN tersebut cenderung pemborosan dan tidak berkontribusi pada ekonomi publik. 2.3.6 Hubungan Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Struktur Ekonomi Perubahan struktur ekonomi ditandai dengan perkembangan produksi sektor pertanian yang lebih lambat dibandingkan perkembangan produksi 73 nasional, sedangkan tingkat pertambahan produksi sektor industri lebih cepat dari pada tingkat pertambahan produksi nasional dan tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa dalam produksi nasional, yang artinya bahwa tingkat perkembangan sektor jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional. Perubahan struktur ekonomi demikian disebabkan oleh beberapa faktor melalui proses pembangunan. Pertama, keadaan yang demikian disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan income elasticity of demand adalah rendah untuk konsumsi atas bahan-bahan makanan. Sedangkan permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan, dan barang- barang konsumsi hasil industri keadaannya adalah sebaliknya. Sifat permintaan masyarakat yang seperti ini ditujukkan oleh Engels yang disebut sebagai hukum Engels. Pada hakikatnya teori ini mengatakan bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat, maka akan makin sedikit proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pertanian. Akan tetapi sebaliknya, proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli produksi barang-barang industri menjadi bertambah besar Sukirno, 2011. Kedua, perubahan struktur yang disebabkan oleh perubahan teknologi yang terus menerus berlangsung. Perubahan teknologi yang terjadi dalam proses pembangunan akan menimbulkan perubahan struktur produksi yang bersifat compulsory dan inducive. Kemajuan teknologi akan mempertinggi produktivitas kegiatan-kegiatan ekonomi yang selanjutnya akan memperluas pasar serta kegiatan perdagangan. Perubahan-perubahan ini akan menimbulkan kebutuhan 74 untuk menghasilkan barang-barang baru. Demikian pula industrialisasi, urbanisasi, dan pengembangan kota yang selalu mengikuti proses pembangunan ekonomi memerlukan perumahan yang lebih baik, jaringan pengangkutan dan perhubungan yang lebih sempurna dan administrasi pemerintahan yang lebih luas, untuk menjamin agar kehidupan di kota-kota dan kegiatan ekonomi yang semakin bertambah kompleks dapat berjalan dengan teratur. Barang-barang dan jasa tersebut merupakan benda-benda yang harus diciptakan untuk memenuhi keperluan masyarakat baru, yang timbul sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu, perubahan tersebut dinamakan perubahan struktur produksi nasional yang bersifat compulsory. Selanjutnya, kemajuan teknologi menyebabkan pula perubahan dalam struktur produksi nasional yang bersifat inducive, yaitu kemajuan tersebut menciptakan barang- barang baru yang menambah pilihan barang-barang yang dapat dikonsumsi masyarakat.

2.4 Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan suatu istilah pemerintahan yang dipahami sebagai penyerahan wewenang yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. 75 Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan yaitu perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi kecuali bidang luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan peraturan pemerintah. Kewenangan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan daerah dalam bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah. Kewenangan otonomi yang bertanggungjawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah tersebut, maka daerah diberi kewenangan untuk menggali sumber keuangan daerah sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupatenkota sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Pemberian otonomi kepada daerah sangat diperlukan untuk memperbesar partisipasi masyarakat di seluruh Indonesia dalam memberikan keputusan yang berdampak langsung kepada daerahnya, sebab sangatlah tidak realistik jika Pemerintah Pusat membuat keputusan mengenai pelayanan masyarakat untuk seluruh negeri. Demikian juga diyakini bahwa masyarakat lokal melalui kabupatenkota memiliki pengetahuan yang lebih tentang kebutuhan, kondisi dan yang diprioritaskan. Mobilisasi sumber daya lebih dimungkinkan dilakukan oleh masyarakat yang dekat dengan pengambil keputusan di tingkat lokal Simanjuntak, 2003. Dengan demikian hakikat otonomi adalah meletakkan 76 landasan pembangunan yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh rakyat, dan hasilnya dinikmati oleh seluruh rakyat. Harapan dilaksanakannya otonomi daerah adalah agar pemerintah daerah daerah lebih fleksibel dalam mengatur strategi pembangunannya, karena dengan adanya otonomi pemerintah akan lebih dekat dengan masyarakatnya, sehingga makin banyak keinginan masyarakat dapat dipenuhi oleh pemerintah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang. Selain itu, pemberian otonomi terhadap daerah sangat perlu karena makin berkembangnya kesadaran terhadap pembangunan yang bercirikan “growth and equitya” dan juga munculnya kebutuhan untuk menciptakan “sustainable development” serta terciptanya “good governance”, mengisyaratkan perlunya partisipasi pembangunan dari masyarakat. Untuk itu, maka peran pemerintah daerah meratakan pembangunan dan menciptakan kelestarian pembangunan menjadi sangat penting Suwandi, 2000. Desentralisasi sebagai pengembangan otonomi daerah memiliki prinsip money should follow function yang artinya setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Jumlah bidang pemerintahan yang menjadi tanggungjawab birokrasi adalah sama di antara pemerintahan kabupatenkota dan provinsi di Indonesia, namun keberhasilan masing-masing daerah melaksanakan kewenangannya tergatung kepada daerah yang bersangkutan