Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Derliana 44306011

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

i

Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia”. Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung 2011.

Jepang masih menjadi tujuan utama ekspor perikanan khususnya di komoditas udang dan tuna Indonesia. Selain karena Jepang adalah mitra dagang Indonesia dan hubungan kerjasama ekonomi antara kedua belah pihak sudah berlangsung sangat lama, sejak dimulainya bantuan yang diberikan oleh Jepang yang disebut Official Development Assistance (ODA) ke Indonesia. Hal itulah yang mendasari kerjasama ekonomi yang disebut Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) diberlakukannya kerjasama ini pada tahun 2008 dengan beberapa penurunan tarif bea masuk atas barang dan jasa.

Berdasarkan acuan permasalahan tersebut metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanatif – deduktif, dimana dengan menggunakan metode ini dapat menjelaskan hubungan antara dua variabel, termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh satu variabel terhadap variabel lainnya.

Jika kerangka kerjasama IJEPA dapat diimplementasikan dengan baik, maka akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke Jepang pada komoditas udang dan tuna”

kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan kerjasama IJEPA yang dilakukan oleh Indonesia dengan Jepang ini dapat dikatakan berhasil. Hal ini dilihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor ekspor Indonesia ke Jepang.

Kata kunci: Kerjasama Internasional, Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Komoditas Udang dan Tuna, Perikanan


(3)

ii ABSTRACT

Derliana (44306011) "Implementation of Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) for Indonesia's particularly Fishing Sector In Commodities Shrimp And Tuna. Department of International Relations Science, Faculty of Social and Political Sciences, Indonesia Computer University, 2011.

Still, Japan is the primary destiny in export, shrimps and tuna from Indonesia. In the other hand, Japan is the Indonesia’s trade partner and economic cooperation between two countries has been taking place for long time, since the financial aids was given by Japan called Official Development Assistance (ODA) to Indonesia. Those are basis for economic cooperation which called Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) was established since 2008 with numoreus of tariffs decreasing for Goods and Services.

Research of this method is explanative-deductive where is by this method will able to describe correlation between both of two variable include the influence which is caused by one variable to other variable

.By this method, researcher can describe how economic cooperation in the IJEPA framework could increasing economic growth in the commodities export, particularly Shrimp and Tuna to Japan.

Hypothesis of this research is: “ if IJEPA Framework could be implemented as well, then it can increasing export value Indonesia to Japan particularly in Commodities of Shrimp and Tuna”.

The conclusion of this research is IJEPA cooperation between Indonesia – JAPAN is success. That point is increasing of economic growth in export Shrimp and Tuna from Indonesia to Japan.

Keyword : International Cooperation, Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Commodities Of Shrimp and Tuna, Particularly Fishing


(4)

iii

Allah SWT. Atas segala karunia yang selalu Kau berikan dan setiap tetes berkah dalam hidup hamba-Mu sampai saat ini dan akhir nanti, sehingga peneliti senantiasa mendapatkan pencerahan, semangat serta kekuatan dalam diri untuk menyelesaikan skripsi dengan judul, “Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia”. Terimakasih kepada Nabi Akhirul Zaman, Muhammad SAW atas segala perjuangan untuk menegakkan kedamaian Islam. Sehingga peneliti selalu termotivasi oleh semangat dan keteguhan hati beliau.

Tak lupa ungkapan terimakasih tiada tara peneliti haturkan kepada kedua orang tua terkasih Alm. Bapak Wajahirin Bangun Harahap dan Ibu Marsaulina Hasugian. S.Kep yang telah mendidik serta memberi kasih sayang tanpa henti sejak anakmu ini tak tahu apapun. Terimakasih untuk segala doa serta perjuangan tak kenal lelah untuk mendukung anakmu ini baik dukungan moral dan material. Semoga Othe bisa membalas setiap tetes peluh yang mama perjuangin buat Othe dan abang. Othe bangga mempunyai mama yang hebat dan begitu penyabar dalam menghadapi sifat dan sikap Othe yang kadang membuat mama kecewa dan sedih. Terimakasih pula pada Super Broda Wahid Ali Guntur Harahap “You’re the best brother that I have”. Dan untuk keluarga besar peneliti di Jakarta, Palu dan sekitarnya, terima kasih.


(5)

iv

banyak sekali mendapatkan bantuan serta motivasi dari orang-orang terbaik yang ada dalam hidup peneliti. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati, peneliti haturkan terimakasih kepada:

1. Bpk. DR. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Ibu Hj. DR. Aelina Surya, Dra, selaku Pembantu Rektor III, Universitas Komputer Indonesia. Terimakasih Bu atas segala ilmu serta kemudahan yang diberikan pada peneliti.

3. Bpk. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs,. MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Atas segala kemudahan dalam perijinan peneliti untuk melaksanakan penelitian.

4. Bpk. Andrias Darmayadi, S.IP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional. Terimakasih untuk segala ilmu dan didikan yang bapak berikan untuk kami. Bapak adalah pengajar, orang tua dan sahabat bagi kami semua.

5. Ibu. Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si, selaku Dosen dan Pembimbing Utama, terima kasih atas dukungan dan bimbingannya. Terima kasih atas segala bantuan ibu dalam penyusunan skripsi ini, bantuan buku, dukungan moril dan spiritual, nasehat-nasehat yang sudah ibu berikan dan waktu yang ibu berikan.


(6)

v

6. Bpk. Budi Mulyana S.IP, selaku Dosen Hubungan Internasional dan dosen wali saya,terima kasih atas dukungan dan bimbingannya, Ilmu yang telah bapak berikan sangat bermanfaat dan berarti. Maaf juga saya sering menyusahkan bapak selama saya melakukan revisi hehehe ^_^.

7. Ibu. Yesi Marince, S.IP, selaku Dosen Hubungan Internasional terima kasih atas dukungan dan bimbingannya. Segala masukan yang ibu berikan telah membantu saya.

8. Ibu. Sylvia Octa Putri, S.IP, selaku Dosen Hubungan Internasional terima kasih atas dukungan dan bimbingannya. Maaf kalau selama bimbingan dan revisi ke Ibu saya sering telat hehehe.

9. Dwi Endah Susanti, SE, selaku Sekretaris Prodi Hubungan Internasional yang telah membantu dalam segala urusan akademik. Hatur thank you banget teteh ^_^.

10. Agus Hasan Lanampe, S.Khut yang selalu memberi keceriaan dalam diri ini ketika Othe merasakan lelah dan suntuk, menemani ketika Othe bingung untuk mengolah dan mencari data. Terimakasih ya Bogel...untuk kesabaran, doa dan rasa sayang di hati kamu yang selalu kamu jaga dan kasih buat Othe. Kamu adalah salah satu bagian dari cerita indah dalam hidup Othe, Semoga semua yang kita bangun dari awal tidak akan pernah menjadi sia – sia


(7)

vi

11. Sahabat – sahabat yang ga akan mungkin terlupakan sepanjang jalan hidup : Amir (selalu semangat Mir’, ada apa – apa Othe pasti datang buat temenin Amir dimanapun Othe berada nanti ^_^), Edo (satu perjuangan dalam bimbingan menempuh hujan dan teriknya panas matahari hahaha), Intan (meskipun sering salah paham tapi Intan tetatp jadi sahabat terbaik dalam hidup Othe), Nadhea Lady Sandjaya (hahahahah lengkap kan Othe pajang nama mu hahahaha, jangan kebanyakan nilep uang kuliah supaya cepet lulus daripada nanti dinikahin sama bapak sandjaya hahahaha ^_^). HIDUP TELETUBBIES!

12. Teman –teman seangkatan ’06 yang g bisa disebutin satu persatu “I LOVE U GUYS”. Adik –adik angkatan ’07, ’08, ’09, ’10 tetap semangat ya!

13. Semua pihak yang telah membantu lancarnya penelitian ini. Terima kasih…..

Bandung, Agustus 2011


(8)

1 1.1Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sangat aktif melakukan kerjasama ekonomi. Tidak hanya dalam forum ekonomi multilateral seperti World Trade Organization (WTO), tetapi juga dalam berbagai kerjasama bilateral maupun regional Free Trade Agreement (FTA). Sejak krisis Tahun 1997 – 1998, semakin banyak kesepakatan ekonomi yang diikuti oleh Indonesia dalam kerangka FTA regional, seperti ASEAN – China, ASEAN – Eropa, ASEAN – Australia – New Zealand, ASEAN – India, dan lain sebagainya, maupun kerjasama dalam bingkai Economic Partnership Agreement (EPA) dengan Jepang, Amerika, Rusia (Khor, 2010:1).

Umumnya, alasan pemerintah untuk lebih agresif dalam berbagai FTA karena strategi FTA dianggap akan menjadi terobosan baru bagi perundingan di forum multilateral yang lamban. Memang, dalam forum multilateral prinsip – prinsip dan perbedaan tingkat kemajuan pembangunan antar negara anggota masih menjadi faktor penting, sehingga masih sangat dipertimbangkan dan diberi peluang untuk diperjuangkan dan dinegosiasikan oleh masing – masing anggota sebelum penyusunan kesepakatan. Sedangkan dalam FTA, terutama dalam FTA bilateral, pertimbangan perbedaan – perbedaan tersebut seolah semakin tipis dan menjadi hambatan yang lebih cepat diselesaikan. Tidak heran bila banyak negara, termasuk Indonesia, yang ingin mempercepat liberalisasi ekonomi akan memilih


(9)

memperbanyak kesepakatan FTA dibanding mendorong kerjasama multilateral (Khor, 2010:1-2).

Bagi Indonesia, kerjasama ekonomi pasar bebas bukanlah hal baru, karena liberalisasi ekonomi telah dimulai pada tahun 1983 dengan membuka dan membebaskan pasar uang. Sedangkan liberalisasi ekonomi yang mencakup bidang yang lebih luas, tidak hanya sektor keuangan, diawali pada 2 November 1994. Setelah menghadiri pertemuan di Marakesh pada 14 April 1994, pemerintah Indonesia pada tanggal 2 November 1994 meratifikasi pembentukan WTO dengan menerbitkan UU. 7 Tahun 1994. Kemudian, pada 15 November 1994 Indonesia menjadi tuan rumah dan salah satu inisiator Bogor Declaration, yang merupakan awal dari Asia Pacific Economic Co-operation (APEC) atau salah satu kerjasama ekonomi regional yang cakupannya sangat luas (Khor, 2010:2-3).

Dalam mendorong liberalisasi ekonomi, Jepang lebih banyak melakukan kerjasama melalui berbagai FTA baik bilateral maupun regional, dibanding aktif dalam forum multilateral. Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang dikenal dengan Economic Partnership Agreement (EPA). Secara ringkas, EPA merupakan strategi dan kebijakan perdagangan luar negeri untuk mendorong daya saing ekonomi. Tujuan utama Jepang melakukan EPA dengan banyak negara adalah untuk menjamin pasokan energi dalam jangka panjang. Bagi Jepang keterjaminan pasokan energi dan bahan baku akan menjadi kunci untuk mengembangkan dan menjaga daya saing industrinya. Jepang merupakan salah satu negara yang sangat maju di sektor industri manufaktur karena keunggulan sumber daya manusia, teknologi dan ilmu pengetahuan. Namun, tanpa jaminan energi dan bahan baku,


(10)

daya saing jepang sebagai negara industri akan luntur dan digantikan oleh negara – negara industri baru yang memiliki bahan baku dan menguasai energi dan telah berhasil menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi (Khor, 2010: 11).

Didalam kesepakatannya bersama dengan Indonesia, antara lain basic study, pelatihan, pengiriman tenaga ahli, seminar dan lokakarya. Kegiatan tersebut tentu bukanlah sesuatu yang baru dalam kerjasama Indonesia – Jepang. Sudah sejak lama Indonesia dan Jepang melakukan kegiatan kerjasama ekonomi di sektor industri manufaktur, bahkan juga pengembangan usaha kecil dan menengah. Jika ditelaah lebih jauh sejak 1980 Jepang sangat agresif memberikan Official Development Assistance (ODA atau bantuan pembangunan resmi) kepada negara – negara yang akan dijadikan tujuan utama investasi. Dengan strategi ODA, Jepang akan mendapatkan manfaat langsung yakni menekan biaya investasi perusahaan – perusahaan Jepang di negara penerima ODA. Alasannya, dana ODA telah mengarahkan pembangunan fasilitas infrastruktur untuk mendukung bisnis perusahaan – perusahaan Jepang yang akan masuk ke negara penerima ODA. Namun, di era 2000-an, strategi perdagangan dan investasi internasional Jepang telah bergeser dan lebih menekankan pada strategi kerjasama FTA atau EPA, bukan lagi mengandalkan ODA (Khor, 2010: 13).

Dengan strategi yang matang, dukungan pengembangan bagi industri negara – negara mitra pada akhirnya juga akan menguntungkan Jepang. Saran untuk mengembangkan industri di negara – negara mitra, pada dasarnya juga bertujuan untuk mendorong negara – negara mitra menjadi pemasok dan penyedia pasar yang efisien bagi bisnis dan industri Jepang. Karena kemampuan teknologi


(11)

dan kepemilikan sumber daya yang relatif sama, negara – negara mitra Jepang tersebut harus bersaing satu sama lain, sementara Jepang bisa mendapat manfaat yang optimal dari persaingan diantara para pemasok tersebut (Khor, 2010:14).

Pada bulan November 2004 disela – sela pertemuan APEC, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan mitranya Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe sepakat untuk membahas kemungkinan pembentukan Economic Partnership Agreement (EPA). Hasil pembicaraan tersebut ditindaklanjuti antara Menteri Perdagangan kedua pihak pada bulan Desember 2004. Sebagai langkah awal adalah diadakannya Joint Study, melalui Joint Study Group meeting (JSG) sebanyak 3 kali pertemuan informal Desember 2004 – Juli 2005) . Hasil JSG merekomendasi manfaat perlunya EPA antara kedua negara berupa Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), yang kemudian diikuti dengan seri perundingan atau negosiasi sebanyak 6 (enam) putaran sejak Juli 2005 sampai dengan November 2006 (http://www.indonesianembassy.jp/perdagangan/man faat_epa .pdf).

Pada akhir negosiasi tanggal 24 November 2006 di Tokyo, kedua Chief Negotiator, Ambassador Soemadi DM Brotodiningrat dan Mr. Mitoji Yabunaka menandatangani Record Of Discussion yang mencakup persetujuan prinsip atas bagian – bagian utama dari 13 kelompok negosiasi dan menyepakati untuk melakukan finalisasi dari perjanjian sesegera mungkin. Kemudian pada tanggal 21 – 22 Juni 2007, telah dilakukan negosiasi akhir dalam kerangka wrap – up meeting. Hasil negosiasi tersebut berupa Record Of Discussion yang kemudian disepakati oleh kedua Chief Negotiator, yaitu Ambassador Soemadi DM


(12)

Brotodiningrat dan Mr. Masaharu Kohno, wakil menteri luar negeri. Hasil tersebut sebagai landasan bagi langkah selanjutnya yang akan menyelesaikan pending issue dan merapikan draft dari sisi bahasa dan hukum (http://www.Indonesian embassy.jp/perdagangan/manfaat_epa.pdf).

Dan pada akhirnya tanggal 20 Agustus 2007 telah ditandatangani kesepakatan kemitraan ekonomi Indonesia-Jepang dalam kerangka IJEPA oleh kedua negara, yaitu antara Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, yang datang secara khusus ke Indonesia, dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Penandatanganan tersebut menghasilkan beberapa inti dasar dari kerjasama IJEPA yang dilakukan oleh Indonesia – Jepang.

Inti dasar dari kerjasama IJEPA adalah :

1. Memfasilitasi, mempromosikan, dan meliberalisasi perdagangan barang dan jasa antara Jepang dan Indonesia

2. Meningkatkan kesempatan investasi dan mempromosikan aktivitas investasi melalui penguatan perlindungan untuk investasi dan aktivitasnya antara Jepang – Indonesia

3. Menjamin proteksi hak – hak intelektual dan mempromosikan kerjasama di bidang – bidang yang sudah disepakati

4. Meningkatkan transparansi rezim pemerintahan kedua negara dan mempromosikan kerjasama yang saling menguntungkan antara Jepang – Indonesia

5. Mempromosikan kompetisi


(13)

7. Membuat sebuah kerangka kerja untuk meningkatkan kerjasama yang lebih erat didalam bidang – bidang yang telah disepakati

8. Menciptakan prosedur yang efektif untuk implementasi dan aplikasi kesepakatan ini untuk resolusi resolusi dari pertikaian yang mungkin muncul dikemudian hari (http://ditjenkpi. depdag.go.id/website_ kpi/Umum/IJEPA/ Basic%20 Agreement %20 %28ID%29.pdf).

Dari 11 bidang atau kelompok perundingan yang dibahas diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam tentang Trade in goods: tariffs and non-tariff measures, rules of origin trade remedies (Perdagangan dalam barang : ketentuan tarif, non-tarif, ketentuan asal produk, penyelesaian dispute mengenai mutu barang). Perdagangan dalam barang disini adalah ekspor Indonesia ke Jepang di bidang perikanan khususnya di komoditas udang dan tuna.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, luas laut Indonesia lebih besar daripada daratannya. Dengan panjang garis pantai yang sekitar 81.000 km, potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk kegiatan budidaya laut sangat besar (http://binaukm.com/2010/05/potensi-usaha-budidaya-udang/). Tidak heran bila Indonesia bisa menghasilkan perikanan laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, Mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, Perairan Umum 356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, Budidaya Tambak 1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, Budidaya Air Tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai


(14)

US$ 5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000. Secara total potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbaru, serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan (http://www.lfip.org/english/pdf/ bali-seminar/pemberdayaan%20sumber%20daya%20kelautan%20-%20tridiyo% 20kusumastanto.pdf).

Hal inilah yang mendasari mengapa pihak Jepang sangat tertarik untuk melakukan kerjasama lebih lanjut dengan Indonesia dan membuat suatu kesepakatan yaitu IJEPA, dan sebagai bentuk implementasi dari perjanjian tersebut, pada 30 Juni 2008 Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tarif Bea Masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang akan berlaku efektif mulai 1 Juli 2008. Adapun PMK-PMK tersebut yaitu:

1. PMK No. 94/PMK.011/2008 tentang Modalitas Penurunan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;

2. PMK No.95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;

3. PMK No. 96/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka User Specific Duty Free Scheme (USDFS) dalam


(15)

Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (http://www.indonesia.go.id /id/index.php/content /files/www.bengkulu.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=7730&Itemid=688).

Dengan ditandatangani kesepakatan ini, Indonesia berharap mendapatkan keuntungan dari kerjasama IJEPA. Maka berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan”

Ketertarikan penulis terhadap penelitian ini didukung oleh beberapa matakuliah pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, antara lain :

1. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, mata kuliah ini membantu dalam memberikan gambaran mengenai dinamika hubungan internasional, konsep-konsep dasar dan umum mengenai Ilmu Hubungan Internasional.

2. Ekonomi-politik internasional membahas keterkaitan sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi sektor politik.

3. Hubungan Internasional Asia Pasifik membahas keterkaitan hubungan dua negara di kawasan Asia Pasifik.


(16)

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah

Dengan melihat kerjasama kemitraan ekonomi Indonesia – Jepang yang dilakukan dalam bingkai EPA yakni IJEPA disepakati pada tanggal 20 Agustus 2007 dan berlaku efektif 1 Juli 2008 telah mengakibatkan banyak sektor yang menjadi acuan penurunan tarif bea masuk khususnya ekspor dibidang perikanan Indonesia ke Jepang, untuk mengidentifikasi masalah tersebut, maka peneliti merangkumnya dalam beberapa pertanyaan :

1. Faktor apakah yang menjadi latar belakang alasan utama pemerintah Indonesia melakukan kerjasama IJEPA?

2. Upaya – upaya apa saja yang disepakati kedua negara dalam kerangka IJEPA?

3. Kendala apa saja yang menjadi implementasi kerjasama IJEPA? 4. Permasalahan apa saja yang dihadapi pemerintah indonesia di

bidang ekspor perikanan?

5. Sejauh mana kerjasama IJEPA khususnya di sektor perikanan membantu nilai ekspor Indonesia?

1.2.2 Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan, maka berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan memiliki lingkup-lingkup pembahasan terhadap fenomena yang akan diteliti. Sebagai variabel dependen, peneliti akan memusatkan pada impelementasi IJEPA. Sedangkan untuk variabel independen yang dipilih adalah bagi


(17)

perekonomian Indonesia pada sektor udang dan tuna. Pembatasan masalah ini berupaya untuk menentukan batas-batas permasalahannya dengan jelas yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan faktor - faktor apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup permasalahan.

Penelitian ini akan dibatasi pada kajian terhadap implementasi IJEPA bagi perekonomian Indonesia pada sektor perikanan khususnya komoditas udang dan tuna. Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian ini berada dalam kurun waktu tahun 2006 – 2010, karena dalam rentang waktu tersebut penandatanganan record of discussion oleh Ambassador Soemadi DM Brotodiningrat dengan Mr. Mitoji Yabunaka dan dilanjutkan oleh negosiasi akhir serta penetapan tentang tarif bea masuk. Pembatasan waktu dilakukan untuk menghindari luasnya rentang waktu yang diteliti sehingga mempermudah penelitian.

1.2.3 Perumusan Masalah

Dengan berdasarkan hasil uraian dari identifikasi dan pembatasan masalah, maka penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut :

Bagaimana implementasi yang terjadi atas kerjasama Indonesia dengan Jepang dalam kerangka Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) khususnya ekspor perikanan pada komoditas udang dan tuna?


(18)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan yang dilakukan hendaknya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui, memahami, dan meneliti berbagai faktor atau alasan pemerintah Indonesia melakukan kerjasama IJEPA dengan pihak Jepang.

2. Mengetahui, memahami, dan meneliti kerjasama – kerjasama yang disepakati dalam kerangka IJEPA.

3. Mengetahui, memahami, dan meneliti kendala – kendala dalam mengimplementasikan kerjasama IJEPA.

4. Mengetahui, memahami, dan meneliti peningkatan nilai ekspor Indonesia ke Jepang sebelum dan sesudah diadakannya kerjasama IJEPA khususnya di sektor perikanan dalam komoditas udang dan tuna.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan teori-teori ilmu hubungan internasional serta dapat memberikan wawasan bagi para peneliti dan para akademisi ilmu Hubungan Internasional mengenai kebijakan luar negeri suatu negara


(19)

yang memiliki pengaruh terhadap negara lain, baik itu dalam kesepakatan maupun kerjasama internasional.

2. Secara Pragmatis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap perkembangan ilmu Hubungan Internasional dan menambah wawasan mengenai kerjasama internasional

1.4 Kerangka Pemikiran, Hipotesis, dan Definisi Operasional 1.4.1 Kerangka Pemikiran

Dalam membuat sebuah karya ilmiah, keberadaan teori-teori menjadi sangatlah penting adanya, karena dengan adanya teori-teori tersebut dapat membantu dalam memenuhi kaidah-kaidah keilmuan. Oleh karena itu untuk mempermudah suatu penelitian, penulis menggunakan kerangka konseptual yang akan mengutip dari teori-teori atau pendapat para ahli sehingga menjadi landasan bagi pembangunan hipotesis yang akan diajukan untuk kemudian diuji kebenarannya dalam penelitian ini.

Dinamika Hubungan Internasional dewasa ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hubungan Internasional yang pada awalnya hanya mempelajari tentang hubungan antar negara-negara yang berdaulat saja, telah mengalami pergeseran, dimana, muncul aktor-aktor lain dalam Hubungan Internasional yang juga mempunyai peranan yang penting.

Banyak pakar yang memberikan pengertian mengenai Hubungan Internasional. DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani


(20)

dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”. Menyatakan Hubungan Internasional:

“Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat lain. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar”(Perwita&Yanyan, 2005:3-4).

Dalam mempelajari Hubungan Internasional, berbagai aspek dan aktor-aktor dapat dilibatkan. Inti dari Hubungan internasional adalah interaksi yang terjadi antara aktor negara maupun aktor non-negara yang melewati batas negara dan meliputi segala aspek dan bidang. Dalam mempelajari ilmu Hubungan Internasional terdapat tujuan dasar mempelajari ilmu ini, seperti yang disampaikan oleh DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” yaitu untuk:

“Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku antara aktor negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi didalam organisasi internasional” (Perwita&Yanyan. 2005:4-5).

Salah satu konsep dalam hubungan internasional yang juga kembali dibicarakan baik oleh praktisi maupun akademisi Hubungan Internasional adalah konsep regionalisme (Perwita&Yanyan, 2005:103).

Dengan kata lain, negara – negara dalam satu kawasan telah melakukan distribusi kekuasaan mereka untuk mencapai tujuan bersama. Bentuk tertinggi dari kerjasama ini adalah integrasi ekonomi. Bentuk integrasi ini sendiri terbagi ke dalam dua tingkat, tingkat pertama disebut integrasi dangkal yang hanya mengacu


(21)

pada upaya regional untuk mengurangi atau menghapuskan kendala – kendala dalam perdagangan. Sedangkan bentuk kedua berupa integrasi dalam yang bertujuan untuk mencapai kesatuan ekonomi dan fiskal secara menyeluruh (Perwita&Yanyan. 2005: 108).

Kerjasama Indonesia – Jepang dalam suatu kerangka IJEPA dapat dipelajari dan diteliti melalui Hubungan Internasional, karena dalam hal ini kerjasama IJEPA ini dapat digolongkan sebagai bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang lain, terlebih lagi terjadinya kerjasama IJEPA antara kedua negara ini akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga tidak memungkinkan adanya suatu negara menutup diri terhadap dunia luar.

Didalam Hubungan Internasional, politik luar negeri merupakan alat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap lingkungan eksternalnya yang merupakan negara lain dalam mencapai, memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan nasionalnya.

Politik luar negeri pada dasarnya merupakan kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara umum, politik luar negeri merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah, serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional didalam percaturan dunia internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya merupakan strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks di dalam dan diluar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu


(22)

negara di dalam isu – isu internasional atau lingkungan sekitarnya (Perwita&Yanyan. 2005:47).

Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya, negara – negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral (Perwita&Yanyan. 2005:49).

Kerjasama Bilateral antara Indonesia – Jepang dalam kerangka Indonesian Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) secara teoritis, merupakan satu bentuk pengembangan dari konsep kawasan (regionalisme). Regionalisme pada saat ini bisa dibentuk dalam bentuk pluralisme atau bilateral antara dua negara atau dengan kelompok kawasan lainnya.

Adanya suatu bentuk interaksi dan pengembangan yang dilakukan oleh masing - masing negara akan menghasilkan konsep kerjasama internasional. Kerjasama internasional juga timbul akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional. Tidak ada suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar dan konsep kerjasama internasional merupakan solusi dari adanya kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh negaranya sendiri.

Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat


(23)

mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

Kerjasama Indonesia – Jepang dalam kerangka IJEPA merupakan suatu kerjasama ekonomi dimana kedua negara akan saling menguntungkan dengan beberapa ketentuan – ketentuan yang berlaku dan disepakati oleh kedua negara tersebut. Ketentuan – ketentuan yang berlaku itu tertuang didalam suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian internasional.

Perjanjian internasional yang pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama adalah instrumen – instrumen yuridik yang menampung kehendak dan persetujuan negara atau subjek hukum internasional lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Persetujuan bersama yang dirumuskan dalam perjanjian tersebut merupakan dasar hukum internasional untuk mengatur kegiatan negara – negara atau subjek hukum internasional lainnya di dunia ini (Mauna, 2001:82).

Pembuatan perjanjian internasional biasanya melalui beberapa tahap yaitu perundingan, penandatanganan, dan pengesahan. Untuk perjanjian bilateral suatu perjanjian mulai berlaku setelah pertukaran piagam pengesahan atau setelah pemberitahuan masing – masing pihak bahwa prosedur konstitusional untuk pengesahan telah dipenuhi (Mauna, 2001:83-84).

Hubungan Indonesia – Jepang dalam kerangka kerjasama IJEPA atau bisa dikatakan sebagai suatu hubungan bilateral yang mempengaruhi suatu


(24)

pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dimana definisi pertumbuhan ekonomi adalah:

Pertumbuhan ekonomi adalah bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian serta pertumbuhannya sepanjang waktu (Mankiw, 2003:174).

Rumus dasar menghitung pertumbuhan ekonomi dilihat dari perhitungan PDB dimana definisi dari PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Rumus menghitung PDB adalah: Y = C + I + G + NX Keterangan:

- Y adalah PDB yang artinya jumlah konsumsi, investasi, pembelian, dan ekspor bersih.

- C adalah konsumsi yang terdiri dari dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga

- I adalah investasi yang terdiri dari barang – barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan.

- G adalah pembelian pemerintah dimana barangd dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat, negara baghian, dan daerah.

- NX adalah ekspor neto adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor neto menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas


(25)

barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik (Mankiw. 2003: 24-27).

Dengan adanya perhitungan dari PDB itu sendiri kita bisa melihat nilai ekspor Indonesia dalam melakukan suatu kerjasama dengan negara lain. Dalam hal ini Jepang adalah tujuan utama ekspor perikanan dengan dua komoditi utama yaitu udang dan tuna.

1.4.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, penulis menarik sebuah hipotesis sebagai berikut :

Jika kerangka kerjasama IJEPA dapat diimplementasikan dengan baik, maka akan meningkatkan nilai ekspor perikanan Indonesia ke Jepang pada komoditas udang dan tuna

1.4.3 Definisi Operasional

Berdasarkan pemaparan sebelumnya maka dapat dikemukakan beberapa definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu:

1. Kerjasama internasional adalah bentuk hubungan kerjasama suatu negara dengan negara lain dalam bidang tertentu (ekonomi, budaya / sosial, politik, dan pertahanan serta keamanan)

2. Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) merupakan bentuk kerjasama yang mencakup isu tradisional FTA yakni liberalisasi barang dan jasa maupun isu tambahan penting yang


(26)

tidak dibahas dalam WTO atau disebut WTO Plus.

3. Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi.

4. Nilai Ekspor merupakan nilai uang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir, yaitu nilai yang tercantum dalam suatu dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (PEB).

5. Komoditi udang dan tuna merupakan bahan mentah yang dapat digolongkan menurut mutunya sesuai dengan standar perdagangan internasional.

1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Metode Eksplanatif - Deduktif . Menurut James A. Black dan Dean J. Champion, metode eksplanatif merupakan metode yang bermaksud untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel, termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh satu variabel terhadap variabel lainnya. Penjelasan dari suatu penelitian dapat diperoleh apabila hubungan tersebut dapat ditunjukkan (Silalahi, 1999 : 53).

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Teknik ini


(27)

mengasumsikan bahwa setiap kumpulan informasi tertulis dapat digunakan sebagai indikator sikap, nilai, dan maksud politik dengan cara menelaah secara sistematis menurut kriteria penafsiran kata dan pesan tertentu. Dengan demikian data-data yang digunakan adalah data-data sekunder yang berasal dari dokumentasi dan publikasi. Bentuk data-data tersebut dapat ditemui pada buku referensi, jurnal, majalah atau laporan dari instansi terkait, di samping pemanfaatan sumber-sumber tulisan lainnya seperti fasilitas dan jasa internet untuk mendapatkan data tertulis yang telah didokumentasikan.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jl. Dipati Ukur 116. Bandung.

2. Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan, Jl. Lengkong Besar. Bandung.

3. Perpustakaan FISIP Universitas Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit. Bandung.

4. Perpustakaan FISIP Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Jatinangor. Sumedang.

5. Perpustakaan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik, Jl. Sangkuriang 14. Bandung.

6. Perpustakaan Kementerian Kelautan Dan Perikanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan, Komplek Bina


(28)

Samuder, Jl. Pasir Putih I Ancol Timur. Jakarta Utara.

1.6.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan oleh peneliti untuk pra penelitian (tahap pengenalan, pemahaman dan pendalaman masalah) yaitu dimulai sejak bulan Februari 2011 dan direncanakan selesai pada bulan Agustus 2011. Adapun rencana kegiatan penelitian yang akan dilakukan, penulis jelaskan pada tabel waktu penelitian di bawah ini.

Tabel 1.6.2 Tabel Waktu Penelitian

No KEGIATAN

Waktu Penelitian 2011

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 Pencarian Data

2 Pengajuan Judul 3 Pembuatan

Usulan Penelitian 4 Seminar Usulan

Penelitian 5 Pengumpulan

Data 6 Bimbingan

Skripsi 7 Sidang


(29)

1.7 Sistematika Penulisan

Peneliti mencoba menjabarkan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang

penelitian, indentifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, anggapan dasar dalam hipotesis, definisi operasional, metodelogi penelitian dan teknik pengumpulan data, serta waktu dan lokasi penelitian.

BAB II : Bab ini memaparkan tinjauan kepustakaan dari literatur-literatur yang dipilih untuk menjelaskan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang diteliti. Merupakan bab tinjauan pustaka yang berisikan: Seperti teori hubungan internasional, politik luar negeri, kebijakan luar negeri, kerjasama internasional. Tinjauan pustaka ini dapat pula berisi uraian tentang data sekunder yang diperoleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian yang dapat dijadikan asumsi yang memungkinkan penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan.

BAB III : Didalam Bab ini, peneliti akan memaparkan secara umum mengenai implementasi dari kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dengan Jepang dalam kerangka IJEPA termasuk strategi – strategi yang dipersiapkan oleh Indonesia dalam menjalani kerjasama tersebut.


(30)

BAB IV : Merupakan bab analisa tentang seberapa besar implementasi dari kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dengan jepang dalam kerangka IJEPA.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan penelitian yang dilakukan, meliputi penolakan atau penerimaan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, serta saran-saran bagi peneliti selanjutnya yang berminat mengamati objek penelitian yang serupa.


(31)

24 2.1 Hubungan Internasional

Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis utama pada tahun 1990-an memunculkan corak perkembangan Hubungan Internasional yang khas. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik pada aspek akademis maupun praktis.

1. Aspek Praktis

Berakhirnya perang dingin telah mengakhiri semangat sistem internasional bipolar dan berubah pada multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan yang bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi di antara negara – negara di dunia ini. Dengan kata lain, dapat pula dinyatakan bahwa dengan berakhirnya perang dingin, maka dunia dipenuhi oleh harapan – harapan akan terciptanya tata dunia baru yang lebih damai, aman, dan sejahtera. Saat ini persaingan ideologi dan kekuatan militer dapat diturunkan dari skala prioritas yang utama, dan masyarakat internasional sepertinya ingin berkonsentrasi pada masalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan di bidang ekonomi. Kini masalah – masalah pembangunan dan kerjasama ekonomi menjadi agenda utama dalam politik internasional. Jika selama masa perang dingin bargaining position suatu negara dapat ditunjang oleh keterlibatannya


(32)

dalam suatu blok keamanan, maka sekarang posisi tawar menawar tersebut bisa didapat dengan cara melibatkan diri pada suatu blok perdagangan.

2. Aspek Akademis

Secara akademis, pasca-perang dingin ini memunculkan beragam perubahan mulai dari aspek ontologis, epistemologis¸ dan aksiologis dari Hubungan Internasional. Hubungan Internasional adalah interaksi aktor – aktor yang tindakan dan kondisinya memiliki konsekuensi penting terhadap aktor lain di luar jurisdiksi efektif unit politiknya. Dari definisi diatas terkaji bahwa negara – bangsa dapat dipandang sebagai pelaku utama dari Hubungan Internasional. Hal itu karena yang melakukan tindakan dan dampak dari tindakan itu adalah unit politik walaupun tidak tertutup kemungkinan yang melakukan tindakan itu adalah aktor – aktor non negara (Perwita&Yanyan, 2005:5-7).

Beberapa konsep umum yang terdapat di dalam Hubungan Internasional, yaitu:

1. Peranan

Peranan merupakan aspek dinamis. Peranan dapat juga dikatakan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang atau struktur tertentu yang menduduki suatu posisi di dalam suatu sistem. Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku


(33)

2. Konsep pengaruh didefiniskan sebagai kemampuan pelaku politik untuk mempengaruhi tingkah laku orang dalam cara yang dikehendaki oleh pelaku tersebut.

3. Kerjasama

Dalam Hubungan Internasional dikenal apa yang dinamakan kerjasama internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi didalam negerinya sendiri.

4. Analisis Sistem

Analisis sistem dalam Hubungan Internasional berpandangan bahwa fenomena internasional yang beragam secara sederhana tidak dapat dibagi – bagi, sehingga suatu sistem harus dianggap ada dalam lingkungan dan membentuk interaksi melalui bagian – bagian yang berhubungan satu sama lain (Perwita&Yanyan, 2005:29-34).

2.2 Kerjasama Internasional

Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktor-aktor internasional lainnya. Keharusan tersebut diakibatkan adanya saling ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan oleh para aktor internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama


(34)

internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam kerjasama internasional, adalah:

1. Pertama, negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil.

2. Kedua, kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara – negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri. (Sugiono, 2006; 6).


(35)

2.2.1 Negara Dalam Kerjasama Internasional

Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup bersama – sama dalam satu kelompok. Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama – sama mempertahankan hidupnya, seperti dalam hal mencari makan, melawan bahaya dan menanggulangi bencana serta melanjutkan keturunan.

Pada awalnya kelompok manusia ini hidup dari hasil perburuan kelompoknya, setelah sumber buruan habis, maka mereka pindah ke lokasi lain dengan cara hidup nomaden. Kemudian sejalan dengan perkembangan peradaban, mereka mulai hidup secara menetap pada satu tempat tertentu dan mereka mulai mengenal bagaimana beternak dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhannya. Kemudian terjadi pertentangan – pertentangan antarkelompok untuk memperbutkan satu wilayah tertentu, dan untuk mempertahankan hak hidup mereka pada lokasi yang mereka anggap baik bagi sumber penghidupan kelompoknya, mereka memilih seseorang atau sekelompok kecil orangnya yang ditugaskan untuk mengatur dan memimpin kelompoknya. Kemudian dengan meluasnya kepentingan kelompok yang ada dan untuk dapat mengatasi kesulitan yang mereka hadapi, baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar, mereka merasakan perlu adanya suatu organisasi seperti dikenal sekarang yang mengatur tugas dan tanggung jawab masing – masing dalam kelompok yang bergabung menjadi kelompok yang lebih besar (Rudy, 2009:65-66).

Dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa kelompok kecil yang kemudian bergabung menjadi kelompok yang lebih besar juga merupakan suatu bentuk


(36)

organisasi pada zaman dahulu. Kemudian dari sinilah mulai berkembang menjadi kerajaan atau negara sebagai perwujudan dari kelompok manusia yang lebih tertib dan teratur sebagaiman persyaratan sebagai suatu organisasi. Kemudian kerajaan atau negara dengan kerajaan atau negara lain saling berhubungan yang pada mulanya adalah hubungan perdagangan yang lama kelamaan berkembang serta meluas ke bidang – bidang lain seperti kebudayaan, politik, militer, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini, terdapat keadaan yang memudahkan pencapaian tujuan masing – masing dan dalam konteks hubungan inilah sering terjadi benturan kepentingan diantara negara yang berhubungan, bahkan dapat berkembang menjadi konflik bersenjata, yang dalam sejarah dunia telah terbukti beberapa kali bahkan beratus kali terjadi peperangan antar bangsa (Rudy, 2009:66-67).

2.2.2 Kerjasama Multilateral

Meskipun kerjasama multilateral dianggap fenomena penting abad ke-20, aktifitas ini sebenarnya telah berkembang jauh sebelumnya. Dalam berbagai situasi, kerjasama multilateral memberi kemungkinan paling besar untuk keberhasilan negosiasi. Kerjasama multilateral perlu diupayakan, karena konferensi negara – negara besar pada dasarnya merupakan sebuah upaya identifikasi dan promosi keanggotaan dalam kelompok negara besar. Maka negara manapun yang diundang, secara definitif merupakan negara besar. Undangan juga menunjukkan prestise (Djelantik, 2008: 136-138).


(37)

Konferensi multilateral memberi kesempatan untuk membahas masalah – masalah di luar agenda formal dan yang menjadi perhatian bersama, khususnya pada konferensi internasional seperti PBB. Pada akhirnya, konferensi multilateral memberi harapan bahwa semua kesepakatan yang telah diambil telah mendapatkan persetujuan bersama. Cara yang dipakai misalnya dengan upacara penandatangan kesepakatan untuk menunjukkan konsensus yang telah dicapai, cara lainnya adalah dengan menerapkan mekanisme pengawasan langsung dan tindak lanjut kesepakatan (Djelantik, 2008: 138-139).

2.2.3 Kerjasama Bilateral

Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara, contohnya:

1. Penandatanganan atau perjanjian 2. Tukar menukar Duta Besar 3. Kunjungan kenegaraan

Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi kedutaan besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup Kedutaan Besar terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara (Djelantik, 2008: 85-87).

Kerjasama bilateral adalah suatu kerjasama politik, budaya dan ekonomi di antara 2 negara. Kebanyakan kerjasama internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran kedutaan besar, dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubungan bilateral adalah kerjasama multilateral;


(38)

yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu negara berlaku semaunya sendiri (freewill).

“Dalam diplomasi bilateral konsep utama yang digunakan adalah sebuah negara akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan membuat hubungan baik dan berkepanjangan antar negara” (Rana, 2002:15-16). Perjanjian bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, perjanjian bilateral bersifat tertutup. Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut.

2.3Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional. Sebagaimana tercantum dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, sumber – sumber hukum internasional terdiri dari:

1. Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus 2. Kebiasaan Internasional

3. Prinsip – prinsip hukum umum yang diakui oleh negara – negara beradab

4. Keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya merupakan sumber tambahan hukum internasional (Mauna, 2001:84).

Dapat disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan – ikatan yang mempunyai


(39)

akibat – akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu:

1. Adanya Subjek Hukum Internasional

Negara adalah subjek hukum internasional, yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian – perjanjian internasional.

2. Rejim Hukum Internasional

Suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional (Mauna, 2001:88).

2.3.1 Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Mulai berlakunya suatu perjanjian baik bilateral maupun multilateral, pada umumnya ditentukan oleh aturan penutup dari perjanjian itu sendiri. Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa para pihak dari perjanjian itulah yang menentukan bila perjanjian tersebut mulai berlaku secara efektif. Adapun suatu perjanjian mulai berlaku dan aturan – aturan yang umumnya dipakai dalam perjanjian tersebut, yaitu:

1. Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional Segera Sesudah Tanggal Penandatanganan

Bagi perjanjian bilateral tertentu yang materinya tidak begitu penting dan yang biasanya merupakan suatu perjanjian pelaksanaan, maka umumnya mulai berlaku sejak penandatanganan. Jadi pada prinsipnya dapat dinyatakan bahwa penandatanganan saja sudah cukup untuk dapat berlakunya suatu perjanjian.


(40)

2. Notifikasi Telah Dipenuhinya Persyaratan Konstitusional

Suatu perjanjian bilateral yang tidak langsung berlaku sejak tanggal penandatanganan haruslah disahkan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di negara masing – masing pihak. Untuk dapat berlakunya perjanjian tersebut secara efektif maka setelah pengesahan, hal tersebut harus diberitahukan pada pihak lainnya dan demikian pula sebaliknya.

3. Pertukaran Piagam Pengesahan

Suatu perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat mensyaratkan para pihak pada perjanjian tersebut untuk membuat piagam pengesahan. Piagam pengesahan ini dibuat oleh masing – masing negara pihak setelah mereka mengesahkan perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan prosedur konstitusional yang berlaku di negara masing – masing.

4. Penyimpanan Piagam Pengesahan

Bagi perjanjian multilateral yang memerlukan piagam pengesahan mengingat banyaknya pihak – pihak pada perjanjian tersebut maka piagam pengesahannya tidaklah dipertukarkan sebagaimana halnya dalam perjanjian bilateral.

5. Aksesi

Bagi perjanjian – perjanjian yang bersifat terbuka maka negara yang tidak ikut membuat atau menandatangani suatu perjanjiandapat


(41)

menjadi pihak pada perjanjian tersebut di kemudian hari (Mauna, 2001:124-132).

2.3.2 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional

Setiap perjanjian internasional setelah mulai berlaku dan mengikat pihak – pihak yang bersangkutan, haruslah diterapkan atau dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwa dari perjanjian itu demi tercapainya apa yang menjadi maksud dan tujuannya.

Secara umum, alasan atau faktor yang dapat mengakibatkan berakhirnya masa berlaku suatu perjanjian internasional, adalah:

1. Batas waktu berlakunya perjanjian sudah berakhir 2. Tujuan perjanjian sudah berhasil dicapai

3. Dibuat perjanjian baru yang menggantikan atau mengakhiri berlakunya perjanjian yang lama

4. Adanya persetujuan dari pihak – pihak untuk mengakhiri berlakunya perjanjian

5. Salah satu pihak menarik diri dari perjanjian dan penarikan diri tersebut diterima oleh pihgak lain, dengan akibat perjanjian itu tidak berlaku lagi.

6. Musnahnya obyek dari perjanjiuan itu sendiri

7. Musnah atau hapusnya eksistensi salah satu pihak atau peserta dari perjanjian itu (Parthiana, 2003:235-238).


(42)

2.4 Ekonomi – Politik Internasional

Ekonomi – politik internasional mulai menjadi kajian dalam studi Hubungan Internasional sejak tahun 1970-an. Pada saat itu negara – negara di dunia sedang mengalami krisis minyak yang disebabkan oleh pemboikatan pasokan minyak bumi oleh negara – negara Arab. Hal tersebut menggoyahkan stabilitas politik dan ekonomi negara – negara di dunia, sehingga krisis ini menjadi awal timbulnya kesadaran para pemegang otoritas pemerintahan bahwa faktor ekonomi menjadi sangat penting dan menentukan proses politik, dan sebaliknya (Perwita&Yanyan. 2005:75).

Definisi ekonomi politik adalah sebuah kajian aplikatif-empiris yang mempelajari keterhubungan serta interaksi yang berlangsung atau saling mempengaruhi (dan juga saling mempertimbangkan) antara faktor mekanisme pasar (sebagai komponen ekonomi) dengan faktor kebijakan pemerintah (sebagai komponen politik) serta dengan perubahan sosial (sebagai komponen sosiologi) (Rudy, 2007:15).

Ekonomi politik adalah keterhubungan tiga sisi, yakni sisi ekonomi (baik dalam konteks ilmu atau teori ekonomi maupun kondisi serta aplikasi seperti upaya – upaya yang dilakukan dalam masalah ekonomi), sisi politik (baik sebagai ilmu dan teori maupun aplikasinya berupa upaya – upaya perumusan kebijakan publik yang tepat serta penanggulangan masalah publik), dan sisi perubahan sosial (baik sebagai ilmu atau teori maupun kondisi dan aplikasinya berupa tanggapan yang layak dan penyesuaian terhadap perubahan atau kemajuan dalam masyarakat yang makin kritis, demokratis, partisipatif; termasuk dalam hal agama serta


(43)

budaya, antara lain; perubahan sikap sosial dari sikap radikal ke moderat, dan sebagainya) (Rudy, 2007:16).

Selain keterhubungan tiga sisi ekonomi politik, terdapat juga tiga isu ekonomi-politik internasional yang penting dan berkaitan dalam beberapa tahun belakangan ini:

1. Penyebaran dan intensifikasi semua jenis hubungan ekonomi di antara negara – negara

2. Tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam proses globalisasi ekonomi

3. Bagaimana kita seharusnya memandang relatif pentingnya politik dan ekonomi (Jackson&Sorensen, 2005:77).

Hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Jepang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor perikanan.

2.4.1 Ekspor - Impor

Perdagangan ekspor - impor berdasarkan definisi dari Undang – Undang Kepabeanan No.17 Tahun 2006 adalah suatu kegiatan memasukkan atau mengeluarkan barang dari dan ke negara berdasarkan peraturan yang ditetapkan. Intinya ada pada pemasukan atau pengeluaran barang, baik didasari atas transaksi perdagangan atau bukan.

Dalam menjalankan usaha ekspor – impor, pelaku yang terlibat di dalamnya bisa berfungsi sebagai berikut:


(44)

2. Tenaga pemasaran di negara tujuan yang secara aktif melakukan teknik – teknik pemasaran

3. Pemilik barang, baik dengan membeli dari produsen maupun memproduksinya sendiri kemudian mencari pembelinya ((Prasetya, 2009: 161)

Dalam pelaksanaan perdagangan ekspor – impor terdapat beberapa dokumen yang harus diepnuhi, yaitu:

1. Bukti Kontrak 2. Judul Untuk Barang 3. Informasi

4. Bea Cukai

5. Bukti Kepatuhan (Prasetya, 2009: 161-162).

2.4.3 Perspektif Ekonomi Politik Internasional

Terkadang jenis perspektif dalam kajian ekonomi politik internasional disederhanakan ke dalam lima perspektif yang paling terkemuka dan dengan jelas memaparkan perbedaan antara satu dengan yang lain.kelima perspektif itu adalah: perspektif Merkantilis (termasuk didalamnya, Neo-Merkantilis), perspektif Dependesi, perspektif Reformis, perspektif world system theory, dan perspektif Liberalis (termasuk di dalamnya, Neo-Liberalis) (Rudy, 2007:32).

Dari kelima perspektif diatas, dua diantaranya adalah: 1. Perspektif Merkantilis

Perspektif Merkantilis mulai berkembang pada awal abad ke-15 dan telah berlangsung dengan cukup lama hingga abad ke-19. Sistem


(45)

Merkantilisme menempatkan kepentingan perekonomian negara sebagai pusat analisis dan bahwa akumulasi kekayaan menjadi alat utama untuk memakmurkan bangsa. Untuk itu, negara perlu melakukan perdagangan secara luas dan menguntungkan, yang akan memberi surplus dan bukan defisit. Kegiatan ekspor digalakkan dan hasilnya mutlak harus lebih besar daripada pengeluaran untuk impor. 2. Perspektif Neo-Merkantilis

Inti dari Neo-Merkantilisme adalah tetap, yaitu memelihara posisi negara masing – masing (negara industri maju) berada pada tataran yang kompetitif dalam perdagangan dan berada di lapisan atas dalam percaturan ekonomi politik internasional. Salah satu perbedaan Merkantilisme dengan Liberalisme sebagaimana sering dikemukakan, bahwa Merkantilisme dan Neo-Merkantilisme semata – mata menitikberatkan pada pencapaian kemakmuran dan keuntungan ekonomi yang harus bisa diperoleh melalui adanya surplus ekspor. Sedangkan Liberalisme dan Neo-Liberalisme bertumpu kepada mekanisme pasar terbuka dan persaingan bebas dengan tanpa adanya intervensi kebijakan dari negara untuk melindungi pemasaran produk – produk dalam negerinya (Rudy, 2007:32-33).

Sistem merkantilisme diatas yang menyatakan bahwa menempatkan kepentingan perekonomian negara sebagai pusat analisis dan bahwa akumulasi kekayaan menjadi alat utama untuk memakmurkan bangsa. Untuk itu, negara perlu melakukan perdagangan secara luas dan menguntungkan, yang akan


(46)

memberi surplus dan bukan defisit. Kegiatan ekspor digalakkan dan hasilnya mutlak harus lebih besar daripada pengeluaran untuk impor adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam melakukan kerjasama IJEPA untuk memakmurkan bangsa, dan mendapatkan keuntungan dari IJEPA.


(47)

40

3.1 Perkembangan Sektor Perikanan di Indonesia

Sejak UNCLOS 1982 ditetapkan dan diikuti lahirnya Undang-Undang No. 5/1985 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), secara geografis 75% wilayah negeri ini merupakan laut. Dari aspek geografi inilah para ahli sejarah ekonomi memulai kajian nusantara. Peran perikanan sebagai salah satu industri di pesisir nampak masih sangat kecil (10% dari PDB Pertanian) dan berdasarkan data yang dilaporkan sektor ini masih berada di bawah sektor lainnya dalam kurun waktu lebih dari satu abad terakhir. Sektor perikanan dan kelautan mulai mendapat perhatian lebih ketika Presiden Abdurrahman Wahid menetapkan lahirnya Departemen Ekplorasi Laut dengan Keppres 136/1999, atau kini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) (http://io.ppijepang.org/v2/index. php?option=com_k2&view=item&id=160:menelusuri-pola-pertumbuhan-industri- perikanan-laut-indonesia-beberapa-catatan).

Bidang kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan, merupakan andalan dalam menjawab tantangan dan peluang tersebut. Pernyataan tersebut didasari bahwa potensi sumberdaya kejautan yang besar yakni 75% wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah laut dan selama ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi keberhasilan pembangunan nasional. Sumbangan yang sangat berarti dari


(48)

sumberdaya kelautan tersebut, antara lain berupa penyediaan bahan kebutuhan dasar, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah. Dengan potensi wilayah laut yang sangat luas dan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang dimiliki Indonesia. kelautan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kooperatif dan keunggulan kompetitif untuk menjadi sektor unggulan dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan.

Pembangunan kelautan selama tiga dasa warsa terakhir selalu diposisikan sebagai pinggiran (peryphery) dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan posisi semacam ini sektor kelautan dan perikanan bukan menjadi arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Kondisi ini menjadi menjadi ironis mengingat hampir 75 % wilayah Indonesia merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada posisi geo-politis yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan potitik. Sehingga secara ekonomis-politis sangat logis jika kelautan dijadikan tumpuan dalam perekonomian nasional (http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/ pemberdayaan%20sumber%20daya%20kelautan%20-%20tridiyo%20kusumasta nto.pdf).


(49)

3.1.1 Potensi Sumber Daya Kelautan

Beberapa potensi yang Indonesia miliki adalah sebagai berikut: 1. Potensi Fisik

Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari perairan nusantara seluas 2.8 juta km², laut teritorial seluas 0.3 juta km². Perairan nasional seluas 3,1 juta km², luas daratan sekitar 1,9, luas wilayah nasional 5,0 juta km², luas Exlusive Economic Zone (ZEE) sekitar 3,0 juta km², panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.

2. Potensi Pembangunan

Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan adalah sebagai berikut:

- Sumber daya yang dapat diperbaharui seperti; Perikanan (tangkap, budidaya dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulau – pulau kecil

- Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti; minyak bumi dan gas, bahan tambang dan mineral lainnya serta harta karun - Energi kelautan seperti; pasang-surut, gelombang, angin

- Jasa – jasa lingkungan seperti; pariwasata, perhubungan, dan kepelabuhan serta penampung atau penetralisir limbah.

3. Potensi Sumber Daya Pulih

Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi perikanan meliputi: perikanan laut (tuna, udang, demersal, pelagis


(50)

kecil, dan lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, perairan umum 356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, budidaya tambak 1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, budidaya air tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan potensi bioteknologi kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara total potensi sumber daya perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbaru serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan.

4. Potensi Sumber Daya Tidak Pulih

Pesisir dari Laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan bahan tambang yang besar. Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5


(51)

miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan tahun 1998 mencapai 136,5 triliun kaki kubik (TKK). Cadangan ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 triliun kaki kubik. Sedangkan Potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan baik sehingga diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.

5. Potensi Geopolitis

Indonesia memiliki posisi strategis, antar benua yang menghubungkan negaranegara ekonomi maju, posisi geopolitis strategis tersebut memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi, misalnya beberapa selat strategis jalur perekonomian dunia berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar dan Selat Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa.


(52)

6. Potensi Sumber Daya Manusia

Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian seperti: perdagangan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertambangan, transportasi laut, dan pariwisata bahari. Potensi penduduk yang berada menyebar di pulau-pulau merupakan aset yang strategis untuk peningkatan aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan keamanan negara (http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/pemberdayaan%20sumber%20

daya%20kelautan%20-%20tridiyo%20kusumastanto .pdf).

3.1.2 Mitra Dagang Perikanan Indonesia

Di bidang agribisnis dan agroindustri, sektor perikanan termasuk salah satu penyumbang devisa negara nonmigas cukup besar bersama sektor kehutanan dan perkebunan. Yang kita ketahui juga Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumber daya ikan yang sangat besar dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dimana perairan Indonesia memiliki 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia meliputi 12,0% mamalia, 23, 8% amphibia, 31,8% reptilia, 44,7% ikan, 40,0% molluska dan 8,6% rumput laut. Selain Jepang sebagai mitra dagang Indonesia, beberapa negara lain juga menjadi mitra dagang Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Kawasan Timur Tengah, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Hongkong, dan Taiwan. Dengan persentase pada tahun 2008, ekspor produk perikanan Indonesia


(53)

mendapatkan keuntungan US$2,6 miliar, berarti naik 13 % dibanding ekspor tahun sebelumnya (2007) sebesar US$2,3 miliar. Kenaikan ini, karena ada nota kesepahaman antara Indonesia dan negara tujuan ekspor, terutama mengenai ketentuan kualitas produksi dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Indonesia mempertahankan tiga pasar utama ekspor hasil perikanan dengan menjaga harmonisasi dengan otoritas di negara itu, di samping memperluas pasar ke China, Korea Selatan, Taiwan, dan Timur Tengah. Sampai saat ini udang merupakan komoditas andalan ekspor, penghasil devisa selain ikan tuna. Pada 2009, devisa yang berhasil didapat dari udang mencapai US$1,576 miliar atau 63,3% dari total nilai ekspor perikanan yang sebesar US$2,466 miliar. Pasar utama ekspor perikanan Indonesia ditujukan ke Jepang, Uni Eropa dan AS dengan pangsa masing-masing sebesar 26%, 14% dan 34%. Untuk negara-negara kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan, Thailand, Singapura, Hongkong dan Taiwan pangsa pasarnya sekitar 20%. Di tahun 2008 (total setahun) nilai ekspor ke kawasan Timur Tengah tercatat 46 juta dolar AS, naik 39,6% menjadi 63 juta dolar AS tahun 2009. Secara nasional total nilai ekspor produk perikanan periode Januari 2010 - Maret 2010 mencapai 621,8 juta dolar AS, meningkat dari 577,2 juta dolar AS tahun 2009. Sedangkan nilai ekspor ke kawasan Timur Tengah pada Januari 2010-Maret 2010 mencapai 22,3 juta lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu di level 16,4 juta dolar AS (http://www.kkp.go.id/index.php/export/ post/c/2884/print/).


(54)

3.1.3 Hasil Perikanan Di Berbagai Wilayah Indonesia Tahun 2006 – 2010 Sebagai negara agraris, sudah sepantasnya, negara ini menghasilkan produk perikanan yang layak. Berdasarkan data Kementerian Perikanan dan Kelautan, selama 2010, volume produksi perikanan nasional melebih target yang ditetapkan pemerintah. Target pemerintah, pada 2010, sebanyak 10,76 juta ton. Realisasinya, mencapai 10,83 juta ton. Selama periode 2006-2010 perikanan mengalami pertumbuhan 19,56 persen (http://jabar.Tribun news.com/read /artikel/38761/Tahun-Lalu-Produksi-Perikanan-Nasional-Capai-10 8-Juta-Ton).

Beberapa gambaran umum tentang hasil perikanan di berbagai wilayah Indonesia diantaranya, adalah:

1. Sulawesi Tengah

Ikan Tuna merupakan salah satu komoditi ekspor yang dapat menghasilkan devisa bagi Indonesia. Ikan Tuna Indonesia merupakan komoditi bernilai strategis, di pasarkan untuk mengisi permintaan pasar dunia dalam bentuk utuh, loin, dan Tuna siap saji dalam kemasan kaleng. Untuk memenuhi permintaan pasar, ikan Tuna harus memenuhi persyaratan keamanan pangan. Sebagian ekspor ikan Tuna Indonesia berasal dari Sulawesi Tengah namun seberapa besar kontribusi Sulawesi Tengah belum tercatat sebagai ekspor Tuna Sulawesi Tengah. Tidak tercatatnya ekspor Tuna Sulawesi Tengah disebabkan hasil produksi penangkapan Tuna Sulawesi Tengah baik dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk Tuna loin, di kirim ke Surabaya, Jakarta, Bitung dan Gorontalo. Tuna Sulawesi Tengah merupakan hasil penangkapan


(55)

nelayan di perairan Selat Makassar dan Laut Sulawesi yang didaratkan di PPI Donggala dan Ogotua dengan hasil penangkapan yang dijual ke perusahaan pengumpul PT. Era Mandiri Pratama di Kayu Malue Palu Utara dapat mencapai 4 ton/hari atau 104 ton/bulan pada musim ikan (April – Oktober), tujuan pemasaran Loin Tuna beku ke Jakarta. Untuk perairan Teluk Tolo, hasil penangkapan Tuna nelayan Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan Loin bekunya di pasarkan ke Surabaya dan Jakarta. Hasil penangkapan di Buol di beli oleh pedagang pengumpul dari Bitung dan Gorontalo. Hasil penangkapan di Toli-Toli ke Gorontalo dan sebagian di kirim ke Jakarta, sedangkan yang dari Morowali di pasarkan ke Kendari. Hal ini menunjukan bahwa produksi Tuna Sulawesi Tengah tidak ada yang diekspor langsung. Total produksi Tuna Sulawesi Tengah pada 2009 sebesar 25.211,96 ton terdiri dari Albakora 710,43 ton, Madidihang 2.234,45 ton dan Cakalang 20.008,48 ton (http://dkp.sulteng.go.id/ index.php?option= com_content&task=view&id=244&Itemid=75).

2. Bali

Nilai ekspor hasil perikanan dan kelautan Bali sebesar 10,35 juta dolar AS selama Januari 2011, meningkat 8,66 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat 9,51 juta dolar AS. Bahkan selama lima tahun terakhir, 2006-2010 peningkatan ekspor itu rata-rata 23,52 persen dan mempunyai andil sebesar 28,80 persen terhadap total ekspor Bali secara keseluruhan yang mencapai 519,91


(56)

juta dolar AS selama 2010, meningkat 3,48 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 502,54 juta dolar AS. Ekspor hasil perikanan dan kelautan tahun 2006 tercatat 52,46 juta dolar AS meningkat 36,97 persen menjadi 71,33 juta dolar AS tahun 2007, bertambah lagi 33,84 persen menjadi 95,17 juta dolar AS pada tahun 2008. Bali mengirim 12 jenis hasil perikanan dan kelautan ke pasaran ekspor antara lain Jepang, Taiwan, Amerika Serikat, Australia, Spanyol, Inggris dan Jerman, di samping memenuhi konsumsi masyarakat setempat, termasuk wisatawan dalam menikmati liburan di Pulau Dewata, Upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan produksi, tingkat kesejahteraan nelayan dan perolehan devisa yang semakin besar (http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/18/2111

60/129/101/Ekspor-Perikanan-Bali-Naik-866-Persen). 3. Sumatera Barat

Realisasi volume dan nilai ekspor produk perikanan Sumatera Barat (Sumbar) dalam periode I Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumbar 2006-2010 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Meski volume dan nilainya berfluktuasi, namun pertumbuhan ekspor perikanan Sumbar meningkat pesat, dimana volume ekspor tumbuh hingga 639,94 persen dan nilai ekspor tumbuh hingga 887,19 persen. Pada 2008, volume ekspor perikanan Sumbar kembali turun menjadi 391 ton, namun nilai ekspor justru meningkat tajam menjadi 4,292 juta dolar yang dipengaruhi naiknya harga tingkat dunia dan


(57)

membaiknya kualitas produk yang diekspor. Untuk 2009, volume ekspor produk perikanan Sumbar meningkat tajam menjadi 723,3 ton dan nilai ekspor kembali menonjak tajam menjadi 10,288 juta dolar, dimana harga tingkat dunia semakin tinggi (http://www.berita daerah.com/ berita/sumatra/36969).

4. Bitung (Sulawesi Utara)

Kontribusi Produk domestik bruto (PDB) sub sektor perikanan pada tahun 2006 hingga 2010 terus meningkat, dengan laju pertumbuhan sebesar 2,76% pertahun. Pada tahun 2009, PDB sub sektor perikanan sebesar Rp 177,77 triliun, atau sekitar 2,77% PDB nasional. Sementara hingga triwulan ketiga tahun 2010, sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar Rp 148,16 triliun atau 3,14% dari PDB nasional. Volume dan nilai ekspor sektor perikanan pada tahun 2006-2010 juga mengalami peningkatan sebesar 5,37% pertahun, sejalan dengan peningkatan nilai ekspor dengan rata-rata pertumbuhan 7,87% per tahun. Pada tahun 2010, nilai ekspor perikanan tercatat US$ 2,9 miliar meningkat 17,4% dibanding tahun 2009 yang berjumlah US$ 2,47. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi di sektor kelautan dan perikanan, pemerintah mengembangkan kawasan minapolitan atau kota ikan, yang merupakan pembangunan kelautan dan perikanan dari hulu ke hilir berbasis wilayah. Untuk menyukseskan program minapolitan, pemerintah mengalokasikan anggaran Kementerian Kelautan dan


(1)

lima tahun, 32 produk akan diturunkan dalam jangka waktu tujuh tahun, dan satu produk akan diturunkan bea masuknya dalam jangka waktu 10 tahun.

Untuk meningkatkan ekspor perikanan, Jepang membantu Indonesia meningkatkan daya saing produk perikanan. Dalam 2008-2010, Indonesia akan mengirimkan 140 orang mengikuti pelatihan ke Jepang di bidang pengembangan produk, peningkatan mutu serta keamanan produk. Hal ini sangat penting terutama karena konsumen di Jepang sangat sensitif terhadap mutu dan keamanan pangan

Hal tersebut menjadi salah satu dari beberapa indikator dalam meningkatnya ekspor perikanan khususnya pada komoditas udang dan tuna, selain karena udang dan tuna merupakan salah satu andalan ekspor perikanan, peningkatan permintaan pasar terhadap produk-produk laut, baik dari pasar domestik ataupun pasar dunia juga menentukan meningkat atau tidaknya ekspor perikanan di Indonesia

4.7 Dampak Positif IJEPA Dalam Meningkatkan Nilai Ekspor Perikanan Indonesia

Di samping komoditas kelapa sawit dan batu bara, Indonesia juga terdepan dalam produk perikanan dan kelautan. Meski pangsa ekspornya belum sebesar komoditas tambang atau perkebunan, potensinya berpeluang untuk lebih dikembangkan.

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor primer yang mampu tumbuh positif di tengah terpaan krisis. Saat itu pertumbuhan sektor perikanan memang


(2)

sedikit melambat dari 5,4 persen (2007) menjadi 5,1 persen (2008). Seiring pulihnya perekonomian global, pertumbuhannya kembali berekspansi. Di kuartal pertama 2010, sektor perikanan bahkan tumbuh hingga 5,9 persen, lebih tinggi dari kuartal yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,7 persen.

Sementara itu, kontribusinya terhadap pendapatan nasional tercatat sebesar 3,2 persen. Selain itu, sektor perikanan adalah salah satu sektor ekspor penyumbang devisa nasional. Meski pangsa ekspornya hanya 1,9 persen dari total ekspor nasional, nilai dan volume ekspornya cenderung naik.

Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi dilihat dari ekspor suatu negara ke negara lain dalam bentuk barang dan jasa. Indonesia dalam hal ini melakukan suatu kerjasama dengan Jepang dalam kerangka IJEPA.

Dengan ditandatanganinya IJEPA ini juga dapat menjadi keuntungan khusus untuk sektor perikanan, yang paling utama adalah pemerintah melalui Departemen kelautan dan perikanan harus terus menyebarkan informasi tentang IJEPA, apa dan bagaimana teknisnya kepada para pelaku usaha agar mereka dapat memanfaatkan kerjasama ini secara maksimal.


(3)

98 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta apa yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Maka peneliti dapat mengambil kesimpulan dari Implementasi Kerjasama Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) Khususnya Di Sektor Perikanan Pada Sektor Udang Dan Tuna.

Pertama, Indonesia yang kita ketahui bersama adalah negara maritim dengan hasil perikanannya yang melimpah, untuk menjadikan kelautan sebagai leading sector dalam pembangunan, maka pendekatan kebijakan yang dilakukan harus mempertimbangkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam lingkup bidang kelautan. Dalam hal perencanaan pembangunan serta implementasinya dirasakan pentingnya peran koordinasi antar institusi pemerintah yang membidangi kelautan yakni Kementrian Koordinator Kelautan agar dapat mempercepat peningkatan peran sumberdaya kelautan dalam memperkokoh perekonomian nasional dalam era yang sangat kompetitif.

Kedua, Jepang merupakan investor terbesar perikanan tersebut dengan dua komoditi utama sebagai sasaran yaitu udang dan tuna termasuk jenis Southern Bluefin Tuna sekitar 50%.


(4)

Ketiga, selain Amerika dan Uni Eropa tujuan utama ekspor perikanan masih dipegang oleh Jepang, selain karena hubungan ekonomi yang sangat lama yaitu Indonesia sebagai penerima bantuan ODA tahun 1954, alasan lainnya karena masing – masing negara menganggap negara mitra adalah negara yang penting bagi ekonominya.

Keempat, Kerjasama kemitraan ekonomi Indonesia – Jepang yang dilakukan dalam bingkai IJEPA ini merupakan lompatan kerjasama ekonomi dengan cakupan yang sangat luas. Tidak sekedar melakukan percepatan perdagangan bebas lewat penurunan tarif bea masuk sebagaimana dilakukan dalam World Trade Organization (WTO). Tetapi, bentuk kerjasama ini dilakukan untuk mendorong dan menjamin kegiatan investasi, kebebasan lalu lintas uang, barang dan tenaga kerja, jaminan penyediaan barang bagi pemerintah, bahkan kerjasama dalam menentukan arah kebijakan ekonomi.

Kelima, pada intinya kerjasama IJEPA merupakan kesepakatan perdagangan bebas atau FTA yang ditujukan untuk meningkatkan arus perdagangan antara Indonesia dan Jepang. Namun demikian, sangat disadari bahwa perjanjian kerjasama ini melibatkan dua negara dengan kekuatan ekonomi yang tidak seimbang yang untuk sementara waktu mungkin hanya memberikan manfaat asimetris (tidak seimbang) bagi kedua pihak. Hal ini merupakan kondisi win-loose yang mengancam kelanjutan kerjasama tersebut dalam jangka panjang. Untuk memperoleh keseimbangan manfaat bagi kedua belah pihak, maka kerjasama IJEPA dilandasi dengan tiga pilar, yaitu: liberalisasi, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta kerjasama.


(5)

5.2 Saran

Pertama, dengan hasil perikanan Indonesia yang melimpah seharusnya Pemerintah Indonesia lebih memperhatikan serta meningkatkan strategi – strategi pembangunan dalam sektor kelautan. Tidak hanya itu, tetapi mutu dari hasil perikanan juga harus lebih ditingkatkan mengingat banyaknya hasil – hasil perikanan yang diekspor ke beberapa negara di seluruh dunia.

Kedua, dengan diekspornya hasil perikanan Indonesia sekitar 50% ke Jepang, tidak bijak jika penduduk Indonesia kekurangan akan kebutuhan sumber protein karena setengah hasil perikanannya di ekspor ke Jepang. Harusnya Pemerintah Indonesia lebih bijak lagi dalam menghadapi kebutuhan di dalam negeri.

Ketiga, mengingat bahwa kerjasama IJEPA adalah kerjasama ekonomi yang cakupannya sangat luas dan didalam kerjasama itu juga terdapat aturan – aturan serta kebijakan – kebijakan yang diatur oleh kedua negara, maka seharusnya Indonesia lebih teliti lagi lebih lanjut tentang aturan – aturan yang disepakati dalam kerjasama ekonomi tersebut. Terlihat jelas bahwa Jepang adalah negara maju yang mempunyai strategi industri yang kuat dan melakukan kerjasama ekonomi dengan Indonesia yang bisa dikatakan sebagai negara berkembang dan belum mempunyai strategi industri yang kuat. Hal ini mempunyai dampak tidak berimbangnya posisi tawar kedua negara dalam melakukan kerjasama ekonomi. Alangkah lebih baiknya jika Indonesia melakukan perbaikan – perbaikan dalam strategi industri.


(6)

1. Nama : Derliana

2. Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Mei 1987 3. Nomor Induk Mahasiswa : 44306011

4. Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional 5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Kewarganegaraan : Indonesia

7. Agama : Islam

8. Alamat : Jl. Tubagus Ismail Dalam No 15C Rt 05 RW 07

Kec . Coblong kel. Sekeloa bandung 40132

9. No. Telepon Rumah : -

10. No. Hp : 0821 2528 8462

11. Status Marital : Belum Menikah 12. Orang Tua:

a. Nama Ayah : Alm. Wajahirin Bangun Harahap

Pekerjaan : -

Alamat : -

b. Nama Ibu : Marsaulina Hasugian S.Kep

Pekerjaan : PNS

Alamat : Perum Papan Mas, Jl. Papan cemara. Blok F 51 No 03 RT 04 RW 06 Tambun – Bekasi 17510