Penyelesaian penceraian dan harta bersama (studi kasus pengadilan agama Jakarta Selatan)

(1)

(STUDI KASUS PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun Oleh :

Ghalib Salim Attamimi (Ibnu Tamim) NIM : 207044100853

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI AHWAL ASYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

ﻢﯿﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi sebagai karya ilmiah itu dengan mudah, guna meraih titel sarjana yang saya idam-idamkan. Sudah selayaknya manusia itu berusaha untuk mendapatkan bekal, amal yang baik agar berguna dengan ilmu itu yang dapat dipakai untuk kebahagiaan di dunia ini dan di akhirat nanti. Sholawat dan salam saya curahkan keapda nabi Muhammad saw, yang telah membawa umat manusia dari alam jahiliah ke jalan ilmu yang dapat membedakan antara benar dan salah. Dunia ini perlu perbaikan atau revisi agar terpelihara kebaikannya dan bukan kerusakan. Kita ingat pada firman Allah SWT “dan bumi ini diwariskan Allah untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh”

(Q.S.Al-Anbiya 105) Semoga kita bangsa Indonesia

khususnya di Negara tercinta ini menjadi bangsa yang dapat mempberiki dunia dengan bangsa-bangsa lain pada umumnya untuk keadilan dan kebaikan.

Sehingga bumi dan penduduknya merasa sejahtera, aman dan makmur serta bahagia. Kita doakan semoga terlaksana. Amin

Kami ucapkan pernghargaan yang sebesar besarnya atas jasa-jasa yang diberikan oleh : 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H. M.A., MM. Selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. selaku ketua program studi Ahwal Syakshiyyah 3. Prof. Dr. Ha Sutarmadi, selaku pembimbing Skripsi penulis


(3)

ii

syarif hidayatullah Jakarta beserta segenap dosen, karyawan dan seluruh staf yang telah banyak membantu dan memberikan fasilitas bagi penulis selama studi di kampus tercinta ini.

6. Terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua saya yang mengasuh saya sejak kecil hingga dewasa semoga mereka diberi rahmat oleh Allah dan mendapat surga firdaus disisi-nya amin ya robbal alamin

7. Ucapan gembira dan senang kepada segala kebaikan dari saudara-saudara kandung penulis semoga dilipatgandakan allah amal kebaikan itu dan sama-sama menjadi hamba-hamba allah yang taqwa.

8. Pepatah inggris mengatakan :”science without reiligon is lame religion without science is blind”.

9. Kata-kata mutiara dalam islam, bahwa ilmu pengetahuan itu dapat berguna buat dunia dan akhirat.

10. Menuntu ilmu adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan (hadist shahih)

11. Penulis berharap skripsi ini berguna bagi pembacanya dan mohon maaf atas kekhilafan penulis

Jakarta, 22 juni 2011

Penulis

ﺎﺑ ﻚﯿﻠﻌﻓ ﻲﻧﺪﻟا ﻢﺗراذا

ﻢﻠﻌ

ﺑ ﻚﯿﻠﻌﻓ ةﺮﺧﻻا ﻢﺗراذاو

ﻟﺎ

ﻢﻠﻌ

ﻢﻠﻌﻟﺎﺑ ﻚﯿﻠﻌﻓةﺮﺧﻻاو ﻲﻧﺪﻟا ﻢﺗراذاو

)

ﻢﻠﺴﻣ و ﻲﯾرﺎﺨﺒﻟا هاور

(

Artinya : Jika kamu menghendaki dunia maka wajib bagimu dengan ilmu pengetahuan

Jika menghendaki akhirat harus dengan ilmu dan jika menghendaki dunia dan akhirat maka harus dengan ilmu pengetahuan


(4)

iii

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permbatasan Dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II PERKAWINAN ... 9

A. Pengertian Perkawinan Dan Dasar Hukumnya ... 9

B. Syarat Dan Rukun Perkawinan... 17

C. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan ... 27

BAB III PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ... 28

A. Pengertian Perceraian Dan Dasar Hukumnya ... 28

B. Macam-Macam Perceraian ... 30

C. Pengertian Harta Bersama Dan Dasar Hukumnya ... 51

D. Kedudukan Harta Bersama Apabila Terjadi Perceraian... 58

BAB IV PROSES PERKARA PERCERAIAN BERSAMA DENGAN GUGATAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN... 60

A. Penyelesaian Perceraian Bersama Dengan Gugatan Harta Bersama... 60


(5)

iv

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA... 80 LAMPIRAN


(6)

1

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Segala sesuatu di alam wujud ini, diciptakan oleh alloh

berpasang-pasangan. Al-qur’an menjelaskan, bahwa manusia (pria) secara naluriah,

di samping mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta

kekayaan dan lain-lain, juga sangat menyukai lawan jenisnya. Demikian

juga sebaliknya wanita mempunyai keinginan yang sama. Untuk

memberikan jalan keluar yang terbaik mengenai hubungan manusia yang

berlainan jenis itu. Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui,

yaitu perkawinan.1

Tujuannya adalah agar manusia itu tidak seperti makhluk lainnya,

yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara lawan

jenisnya secara anarki dan tidak ada satu aturan. Maka demi menjaga

kehormatan dan martabat kemuliaan manusia. Allah adakan hukum sesuai

dengan martabatnya, bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang

aman pada naluri (seks).2

Perkawinan adalah suatu akad suci yang mengandung serangkaian

perjanjian di antar dua belah pihak, yakni suami isteri. Kedamaian dan

kerbahagiaan suami isteri sangat bergantung pada pemenuhan ketentuan

dalam perjanjain tersebut.3

1

M.Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta, : Prenada Media 2003), Cet. Ke-1, h. 266.

2

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 6, (Bandung : PT. Alma’arif, t. Th),Cet. Ke-20, h.8.

3


(7)

Tujuan perkawinan dalam islam adalah membentuk keluarga

dengan maksud melanjutkan keturunan serta mengusahakan agar dalam

rumah tangga dapat diciptakan ketenangan berdasarkan cinta dan kasih

saying. Ketenangan yang menjadi dasar kebahagiaan hidup dapat

diperoleh melalui kesadaran bahwa seseorang dengan ikhlas telah

menunaikan kewajibannya sebagai suami maupun isteri dan anggota

keluarga lainnya dalam membina rumah tangga yang bahagia.4

Undang-Undang No..mor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

(selanjutnya disebut Undang-Undang perkawinan) menyebutkan bahwa

yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.5

Maksud dari ikatan lahir ialah bahwa hubungan suami isteri tidak

hanya berupa ikatan lahirian saja, dalam arti hubungan suami isteri haya

sebatas ikatan formal, tetapi kedua-duanya harus membina ikatan batin.

Jalinan ikatan lahir dan batin itulah yang menjadi fondasi yang kokoh

dalam membangun dan membina keluarga yang bahagia dan kekal.

Kemudian dilihat dari kalimat “berdasarkan ketuhanan yang maha esa” ini

berarti bahwa No..rma-No..rma (hukum) agama harus menjiwai

perkawinan dalam membentuk keluarga .

4

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama : Kumpulan Tulisan, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2002), h. 27-28.

5


(8)

Dapat disimpulkan bahwa perkawinan menurut Undang-Undang

perkawinan (baik arti maupun tujuan) tidak semata-mata hubungan huum

antara seorang pria dengan seorang wanita, tetapi juga mengandung

aspek-aspek lainnya seperti agama, biologis, social dan adat istiadat.

Pada praktiknya perjalanan suami isteri dalam membina rumah

tangga tidak selalu harmonis, karena menyamakan persepsi antara dua

karakter yang berbeda tidaklah mudah. Terlebih lagi jika terjadi hal-hal

yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban

dari suami isteri dalam kehidupan rumah tangga tersebut, maka akibatnya

akan memunculkan konfil yang dapat mengganggu kerharmonisan

kehidupan rumah tangga. Kemudian jika konflik tersebut berkelanjutan

dan tak kunjung ada penyelesaian secara tuntas maka umumnya munculah

dua pilihan, yaitu perceraian atau poligami.

Adapun kebolehan menggabungkan gugat perceraian dengan

pembagian harta bersama ini berdsarkan pada pasal 86 ayat (1)

Undang-Undang No... 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yaitu :”gugatan soal

penguasaan anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat

diajukan bersama-sama dengan gugatan percerian ataupun sesudah

putusan percerian memperoleh kekuatan hukum tetap”. Selain itu, paa 66

ayat (5) Undang-Undang No... & tahun 1989 tentang peradilan agama

menjelaskan, “permohonan soal penguasaan anak, nafkah isteri dapat

diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah


(9)

Penjelasan pasa 82 ayat (1) menyatakan hal tersebut adalah demi

tercapainya prinsip atau asas bahwa peradilan dilakukan dengan

sederhana, cepat dan biaya ringan, yang tercantum dalam pasal 4 ayat (2)

ndang-undang No... 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan

kehakiman.

Jika merujuk pada pasal 86 ayat (1) pasa pasal 66 ayat (5)

Undang-Undang No...7 tahun 1989 tentang peradilan agama, pasal ini

memberik pilihan bagi penggugat. Apakah dia ingin menggabung gugatan

perceraian dengan pembagian harta bersama., atau akan menggugatnya

tersendiri setelah perkara percerian memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam kebebasan memilih tatacara yang dimaksud sudah barangn tentu

bermanfaat menggabung gugat percerian dengan pembagian harta

bersama karena kedua permasalahan tersebut dapat diselesaikan sekaligus

dengan tidak menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya. Sehingga

suami isteri dapat lebih cepat menikmati harta bersama tersebut.6

Akan tetapi karena keanekaragaman hukum yang dianut oleh

bangsa Indonesia yaitu hukum adat, hukum barat dan hukum islam

sehingga dalam proses penyelesaian perkara perdata mempunyai

pengaruh yang sangat besar, seperti penyelesaian perkara harta bersama di

pengadilan agama, apakah di dalam penyelesaian perkara tersebut

menggunakan hukum yang telah ditentukan oleh Undang-Undang atau

berdasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak (hukum adat). Selain itu

6


(10)

bagaimana pengadilan agama menyelesaikan perkara perceraian bersama

dengan gugatan harta bersama, seperti apakah tatacara atau prosedurnya ?

Masalah-masalah tersebut menurut penulis perlu diangjat dan

diteliti lebih lanjut. Oleh karena itulah penulis mengangkat permasalah

tersebut dalam penulisan skripsi ini dengan judul “PENYELESAIAN

PERKAR PERCERAIAN BERSAMA DENGAN GUGATAN HARTA

BERSAMA (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jekarta Selatan)”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan lata belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini

adalah penyelesaian perkara percerian yang disertai dengan gugatan harta

bersama yang ditangani oleh pengadilan agamar Jakarta selatan. Sehingga

dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. bagaimana kedudukan dan pembagian harta bersama akibat percerian.

2. bagaimana prosedur penyelesaian perkara perceraian bersama dengan

gugatan harta bersasa di pangdilan agama Jakarta selatan.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah :

1. mengetahui kedudukan dan pembagian harta bersama akibat

terjadinya percerian.

2. mengetahui prosedur penyelesaian perkara percerian bersama dengan


(11)

D. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan

skripsi ini adalah :

1. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, majalah, jurnal dan

lain-lain yang ada relevansinya dengan tema skripsi ini.

2. Penelitian lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan

dengan cara pengumpulan data-data dari lapangan yang berkaitan

dengan judul skirpsi, mempelajari secara insentif bagaimana par

ahakim menyelesaikan perkara perceraian yang bersamaan dengan

gugatan harta bersama di pengadilan agama Jakarta selatan.

Adapun langkah yang ditempuh dalam penelitian lapangan ini

adalah :

1. Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data yang terdapat di

pengadilan agama Jakarta selatn berupa putusan hakim, buku-buku,

bulletin, media massa, serta artikel-artikel yang berkaitan dengan

judul skripsi ini.

2. Interview (Wawancara) yang dimaksukan untuk menggali keterangan

keterangan dan informasi penting dari sumber yang berkaitan dengan

masalah ini. Narasumber tersebut adalah para hakim di pengadilan

agama Jakarta selatan dengan menggunakan alat Bantu berupa


(12)

Teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku “pedoman

penulisan skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2005”.

1. Al-Qur’anul Karim ditempatkan pada urutan pertama pada daftar

pustaka karena Al-Qur’an merupakan kita suci umat islam

2. Terjemahan Al-Qur’an diambil dari Al-Qur’an dan terjemahannya

terbitan dari Departemen Agama Republik Indonesia.

3. Terjemahan AL-Qur’an dan Hadist diketik satu spasi walaupun

kurang dari enam baris dan diketik dengan huruf miring (italic)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Gambaran secara garis besar seluruh isi dari skirpsi ini adalah sebagi

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan maslah, tujuan penelitian, metode

penelitian, dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II PERKAWINAN

Penulis akan menguraikan tentang pengertian perkawinan dan

dasar hukumnya. Syarat dan rukun perkawinan serta tujuan

dan hikmah perkawinan dalam bab ini


(13)

Dalam bab ini akan dijelaskan pengertian percerian dan dasar

hukumnya serta bagiamana kedudukan harta bersama apabila

terjadi percerian.

BAB IV PROSES PERKARA PERCERIAN BERSAMA DENGAN

GUGATAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN

Pada bab ini penulisa akan menjelaskan tentang penyelesaian

percerian bersama dengan gugatan harta bersama dan

penentuan status harta bersama akibat percerian.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang menjawab

permasalahan penelitian. Selain itu, bab ini juga berisi


(14)

BAB II

PERKAWINAN

A. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukumnya

1. Pengertian Perkawinan

“Perkawinan” menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan “nikah"

dan perkawinan حﺎﻜﻨﻧوﺮﻧ, menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) dan arti kiasan (majaz). Arti yang sebenarnya dari nikah ialah ﺎﻣﺎﻨﺻ yang berarti menghimpit, menindih atau berkumpul. Sedangkan arti kiasanny ialah ﻢﻃو ng berarti setubuh atau aqad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan. Dalam pemakaian bahasa

sehari-hari perkataan nikah lebih banyak dipakai dalam arti kiasan dari pada

arti yang sebenarnya bahkan nikah dalam arti yang sebenarnya jarang

sekali dipakai pada saat ini.7

Adapun makna pernikahan itu secara istilah, masing-masing

ulama fiqih berbeda dalam mengemukakan pendapatnya antara lain

sebagai berikut :8

a. ualam hanafiyah, mendefiniskan pernikahan sebagai suatu

aqad yang berguna unutk memiliki mut’ah denan sengaja.

Artinya seorang laki-laki dapat menguasai perempuan

7

Kamal Mukhtar.Asas-asas HUkum Islam tentang Perkawinan. (Jakarta : Bulan bintang 1987)

8

Slamet Abidin dan Aminudfin. Fiqh Akhlak (Bandung : CV Pustaka Setia 1992. Cet. Ke-1.h.10-11)


(15)

dengan seluruh anggota badannya untuk mendapatkan

kesenangan atau kepuasan.

b. Ulama safi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah

suatu aqad dengan menggunakan lafal nikah atau za’ij جوز

-ﻜﻧ

حﺎ yang mempunyai arti memiliki wali. Artinya dengan pernikahan seorang dapat memiliki atau

mendapatkan kesenangan Dari pasangannya.

c. Ulama malikiyah menyebutkan bahwa penikahan adalah

suatu aqad yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai

kepuasan, dengan tidak mewajibkan adanya harga.

d. Ulama hanabiah menyebutkan bahwa penikahan adalah

aqad dengan menggunakan lafal nikah حﺎﻜﻧ atau ﺞﯾوﺰﺗ untuk mendapatkan kepuaasn. Artinya seorang laki-laki

dapat memperoleh kepuasan dari seorang perempuan dan

sebaliknya.

Alloh SWT berfirman dalam surat an-Nuur : 33 yang berbunyi :







Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (Q.S An-nuur 24:33)

sedangkan menurut sajuti thalib perkawinan ialah suatu perjanjian


(16)

laki-laki dengan seorang perempuan, membentuk keluarga yang kekal,

santun-menyantuni. Kasih mengasihi, tentram dan bahagia.9

Adapun menurut undang-undang no. 1 tahun 1974 (pasal 1)

Tentang dasar-dasar perkawinan, perkawinan itu ialah ikatan lahir batin

antara seorang laki-laki dengan wanitan sebagai suami isteri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan ketuhan yang maha Esa.10

2. Dasar Hukum Perkawinan

Dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum perkawinan dapat

dilihat antara lain al-qur’an dan beberapa hadist rasul yaitu :











Artinya

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisa 74:1)

9

Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta :1974) cet. Ke-2h.47

10

M. Idrus Ramulyo. Hukum Perkawinan Islam : Suatu analisis undang-undang no. 1 1974 dan kompilasi hukum islam. (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1996) cet.Ke-4 h.2.


(17)

Sedangkan syarat-syarat nikah tersebut telah dikonkritkan dan diperincikan

sebagai berikut :

1. Calon suami, syarat-syaratnya antara lain :

1. Beragama islam

2. Laki-laki (bukan banci atau belum jelas ia laki-laki) 3. Bukan mahramnya

4. Mengetahui bahwa bakal isterinya itu tidak haram untuk dinikahinya11

2. Calon isteri, syarat-syaratnya antara lain :

a. beragama islam b. bukan mahramnya

c. terang bahwa ia perempuan (bukan banci yang belum jelas jenisnya)12

3. Wali

Wali adalah satu unsur yang harus ada pada saat berlangsungnya

suatu pernikahan. Jika tidak ada wali maka pernikahan tidak dapat

dilangsungkan. Jadi wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun

yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak

untuk menikahkannya (pasal 19 KHI). Apabila tidak dipenuhi maka

status perkawinanya tidak sah13 ketentuan ini didasarkan kepada sabda rasulullah SAW :

حﺎﻜﻧﻻ

ﻰﻟاﻮﺑﻻا

)

هاور

ﮫﻌﺑرﻻا

و

ﺪﻤﺣا

(

14

Artinya :

“Tidak sah nkah kecuali telah dinikahkan oleh wali “’

11

Ibid.h.19

12

Ibid.h.20

13

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia.(Jakarta : PT. Rajawali Grafindo Persada. 2000) cet. Ke-4. h.83

14

Al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwayniey, ( Beirut : Darul FIkr 1998 M/1415 H). Juz 1. H. 590


(18)

(Riwayat Imam Ahmad Dan Imam Empat)

Wali bertanggung jawab atas sahnya akad nikah. Oleh karena itu tidak

semua orang dapat diterima menjadi wali, wali hendaklah orang yang

memiliki syarat-syarat di bawah ini :

a.Islam b.Baligh c.Berakal d.Merdeka e.Bersifat adil f. Laki-laki15

Sedangkan mengenai uruta wali, tidak terdapat suatu nash yang

menerangkan urutan wali dengan jelas. Oleh karena itu, para ahli berbeda

pendapat dalam menetapkan urutan para wali sesuai dengan dasar-dasar yang

mereka gunakan.16

Pada umumnya di Indonesia yang dikuti ialah urutan para wali menurut

mazhab Safi’i yang urutan tersebut adalah :

a.bapak, kakek dan seterusnya ke atas

b.suadara laki-laki sekandung (seibu sebapak)

c.saudara laki-laki sebapak

d.anak dari saudara laki-laki sekandung dan seterusnya ke bawah

e.anak dari saudara laki-laki sebapak dan seterusnya ke bawah

f. paman (saudara dari bapak ) sekandung

g.paman (saudara dari bapak) sebapak

15

Moh. Rifai, Ilmu Fiqh Islam. (Semarang : CV, Toha Putra). H. 458

16


(19)

h.anak laki-laki paman sekandung

i. anak laki-laki dari paman sebapak 17

Apabila wali-wali yang tersebut di atas tidak ada, maka yang menjadi

wali ialah “sultan” atau “hakim” yang disebut wali hakim. Dasarnya adalah

hadist rasulullah SAW :

ﻦﻋ

ةﺎﺸﺌﺌﻋ

ﻦﺑاز

سﺎﺒﻋ

لﺎﻗ

لﻮﺳر

ﷲا

ص

:

نﺎﻄﻠﺴﻟا

ﻲﻟو

ﻦﻣ

ﻲﻟو

ﮫﻟ

)

ﻦﺑاﻮﯾﺪﯿﻣﺮﺘﻟاودوادﻮﺑاةاؤر

ﮫﺠﻣ

(

Artinya :

Dari ‘aisyah dan ibn abbas ra. Berkata, sabda rasulullah SAW “sultan

adalah wali orang yang tidak berwali“(Riwayat Abu Daud At-Turmudi Dan

Ibn Majah)

Yang di utamakan menjadi wali adalah bapak. Apabila tidak ada maka

kakek yang menjadi wali dan apapbila kakek tidak ada maka yang menjadi

wali adalah saudara laki-laki sebapak-seibu, demikin seterusnya sampai ke

bawah.

4. Dua Orang Saksi

para ahli fiqih sepakat bahwa saksi dalam pernikahan merupakan

rukun perlaksanaan akad nikah. Karena itu pernikahan harus disaksikan oleh

17


(20)

dua orang saksi. Apabila saksi tidak hadir pada saat akad nikah dilaksanakan


(21)

5. Sighat (Ijab Kabul)]

sighat akad nikah adalah perkataan yang diucapkan oleh pihak-pihak

calon suami dan pihak-pihak calon isteri diwaktu melaksanakan akad

nikah. Sight akad nikah terdiri dari ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan

pihak calon isteri bahwa ia bersedia dinikahkan dengan calon suaminya,

sedangkan qabul ialah pernyataan atau jawaban pihak calon suami ia

menerima kesediaan calon isterinya untuk menjadi isterinya.18 Sighat akad nikah mempunyai beberapa syarat yaitu :

a. kedua belah pihak sudah tamyizapabila satu ada yang gila atau masih

kecil dan belum tamyiz (bias membedakan mana yang benar mana

yang salah) maka pernikahan tidak sah

b. ijab qabul dilakukan dalam satu majelis, yaitu ketika mengucapkan

ijab qabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain. Atau menurut

ada dianggap penyelingan yang menghalang-halangi ijab qabul.19 c. Hendaklah ucapan Kabul tidak menyalahi ucapan ijab kecuali kalau

lebih baik dari ucapan ijabnya sendiri yang menunjukan pernyataan

persetujuan lebih tegas

d. Pihak yang melakukan akad harus dapat mendengarkan penyataan

masing-masignya. Dengan kalimat yang maksudnya menyatakan

pelaksanaan akad nikah.

18

Kamal Mukhtar Op.cid h.76

19


(22)

Menurut Imam Hambali rukun nikah :

a. kedua calon mempelai

b. wali

c. dua saksi

d. sighat/ijab qabul dengan lafadz yang khusus

menurut Imam Hanafi rukun nikah antara lain ;

a. kedua calon mempelai

b. sighat/ijab dengan lafadz yang khusus

c. dua saksi

d. tidak ada paksaan

menurut Imam Maliki rukun nikah ada 5 yaitu ;

1. wali dari mempelai perempuan

2. mahar/ mas kawin

3. mempelai laki-laki

4. mempelai perempuan

5. sight, ungkapan kata yang menyatakan maksud akad

menurut imam syafi’I dan juga jumhur ulama bahwa rukun nikah itu ada lima

perkara :

1. calon suami

2. calon isteri

3. wali


(23)

5. sight/ijab qabul

B. Rukun-Rukun Dan Syarat-Syarat Sahanya Perkawinan

rukun dan syarat dalam islam merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan antar satu dan lainnya, karena setiap aktivitas ibadah yang

ada dalam ajaran islam senantiasa ada yang namanya rukun dan syarat.

Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam

rangkaian pekerjaan itu. Adapun syarat adalah sesuatu yang

menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu

itu tidak termasuk dalam rangkain pekerjaan itu. Dan suatu pekerjaan

(ibadah) yang telah memenuhi rukun dan syaratnya baru dikatakan

sah20

kaitannya dengan perkawinan, rukun perkawinan merupakan sebagian

dari hakikat perkawinan. Seperti harus adanya pihak laki-laki dan

perempuan, wali, saksi, dan akad (ijab dan qabul) semua rukun itu

harus terpenuhi dan tidak dapat terjadi suatu perkawinan kalau tidak

ada salah satu dari rukun perkawinan itu. Adapun syarat yang

merupakan keharusan akan sesuatu dalam perkawinan itu, seperti

syarat wali itu adalah laki-laki.

Untuk lebih lanjutnya, penulis akan mencoba menjelaskan lebih rinci :

a. Rukun Perkawinan

dalam islam sebenarnya banyak perbedaan pendapat yang

terjadi antara imam mazhab, akan tetapi penulis hanya

20


(24)

mengemukakan pendapat yang berkembang di Indonesia yang telah

menjadi hukum yang tertulis. Semua ulama sependapat dalam hal-hal

yang terlibat dan yang harus ada dalam suatu perkawinan adalah akad

perkawinan, calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan,

wali dari mempelai perempuan, saksi yang menyaksikan akad

perkawinan.

Hal ini sejalan dengan hukum positif yang ada di Indonesia,

yaitu kompilasi hukum islam (KHI) dalam pasa 14 disebutkan

bahwa ;”untuk melaksanakan perkawinan harus ada : a) calon suami,

b) calon isteri, c) wali nikah, d) dua orang saksi, dan e) ijab dan qabul.

Walaupun ketentuan mengenai rukun nikah itu telah diatur dan

disepakati bersama. Namun, tidak bias dipungkiri bahwa dalam

prakteknya dalam melaksanakan perkawinan dengan memakai

ketentuan mazhab lain. Maksdunya, masih banyak pasangan yang

melakukan perkawinan dengan tidak menyempurnakan lima rukun

nikah di atas. Seperti perkawinan yang dilangsunkan tanpa adanya

wali nikah dari calon mempelai itu.

b. Syarat-Syarat Perkawinan

syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya

perkawinan. Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka perkawinan itu sah

dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami

isteri. Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

memberikan keterangan mengenai syarat-syarat perkawinan yang


(25)

hukum islam (KHI) juga menjelaskan mengenai syarat-syarat

perkawinan dalam pasal 15-pasal 29. menurut ahmad rafik, adapaun

syarat-syarat perkawinan yang telah disepakati oleh jumhur ulama

adalah :

i. calon suami, syarat-syaratnya :

1. beragama islam;

2. laki-laki,

3. jelas orangya;

4. dapat memberikan persetujuan ;

5. tidak terdapat halangan perkawinan.

ii. calon isterinya, syarat-syaratnya:

1) beragama, meskipun yahudi dan nasrani

2) perempuan;

3) jelas orangnya;

4) dapat dimintai persetujuannya;

5) tidak terdapat halangan perkawinan

iii. wali nkah, syarat-syaratnya :

1) laki-laki;

2) dewasa;

3) mempunyai hak perwalian;


(26)

iv. saksi nikah, syarat-syaratnya :

1) minimal dua orang laki-laki

2) hadir dalam ijab qabul

3) dapat mengerti maksud akad;

4) islam;

5) dewasa.

v. ijab dan qabul, syarat-syaratnya :

1) adanya pernyataan mengawinkan dari wali ;

2) adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai

3) memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua

kata tersebut:

4) antara ijab dan qabul bersambung:

5) antar ijab dan qabul jelas maksudnya;

6) orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram

haji atau umrah

7) majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat

orang yaitu ; calon mempelai dan walinya, wali dari


(27)

Pendapat lain menyebutka bahwa tujuan perkawinan pada

umumnya tergantung kepada masing-masing individu yang akan

melakukannya, karena lebih bersifat subjektif. Cukup logis islam

menetapkan berbagai ketentuan untuk mengatur berfungsinya

keluarga sehingga dengan perkawinan yang sah inilah kedua belah

pihak ; suami dan isteri dapat memperoleh kedamain, kecintaan,

keamanan dan ikatan kekerabatan. Unsure-unsur ini sangat diperlukan

untuk mencapai tujuan perkawinan yang paling besar yaitu ibadah

kepada alloh. Ibadah disini tidak hanya berarti ucapan ritual belaka

seperti hubungan kelamin suami isteri, melainkan pada hakikatnya

mencakup berbagai amal yang baik dalam seluruh aspek kehidupan.

Dengan begitu mereka dapat belajar saling menghargai satu sama lain,

mencintai Allah dalam keluarga mereka dan terhadap yang lainnya,

serta mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kekurangan mereka.

Tujuan perkawinan kedua adalah untuk memenuhi kebutuhan

biologis mendasar manusia dalam rangka keturunan. Anak-anak

merupakan pernyataan rasa keibuan dan kebapakan. Islam

memperhatikan kemungkian tersedianya lingkungan yang sehat dan

nyaman untuk membesarkan anak keturunannya.

Oleh karena itu secara luas perkawinan dalam islam mempunyai

arti :21

21

A. Rahman I Doi. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah)(jaklarta : Rahaqali press. 2002)h.154


(28)

a. merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual

yang sah dan benar

b. suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan

c. cara unutk memperolah keturuan yang sah ;

d. mempunyai fungsi social

e. mendekatkan hubungan antar keluarga dan solidaritas kelompok ;

f. merupakan perbuatan menuju takwa.

Menurut asaf A.A fyzee, tujuan perkawinan itu dapat dilihat dari

tiga aspek, yaitu :22

1) Aspek Agama (ibadah)

a. Perkawinan merupakan pertalain yang teguh antara suami isteri dan

turunan; pertalian yang erat dalam hidup dan kehidupan merupakan

perpaduan yang suci dan kebiasaan yang bermutu tinggi dalam

memperkembangbiakan manusia sebagai karunia tuhan . sesuai

dengan firman Allah dalam (Q.S. An-Nahl)

hl











Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. (Q.S 16:72)

22

Rahman Yusuf Rangkuti. Problematika Hukum Islam Kontemporer I : Nikah mut’ah dalam perspektif Hukum Islam (Jakarta : Pustaka Firdaus. 1996).h. 42-46


(29)

b. Perkawinan merupakan salah satu sunnah Nabi, dan mereka dijadikan

tauladan dalam kehidupan

c. Perkawinan mendatangkan rezeki dan menghilangkan

kesulitan-kesulitan. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S An-Nuur ayat 32 :

















dan kawinkanlah orang yang sedirian] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.(Q.S An-nur 32)

d. isteri merupakan simapan yang paling baik.

2) Aspek Social

1) Memberikan perlindungan kepada kaum wanita yang secara umum

fisiknya lemah karena setelah kawin, ia mendapat perlindungan dari

suami, baik nafkah maupun gangguan dari orang lain. Sebagaimana

diungkapkan pada (QS An Nisa ayat 34)













kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain


(30)

(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

2) mendatangkan sakinah (ketenangan hati) serta rahmah (kasih sayang)

antara suami isteri, anak-anak, dan seluruh anggota keluarga. Sesuai

dengan Q.S Ar-Ruum ayat 21 :













dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(Q.S. Ar-Ruum 21)

3) Memelihara kerukunan hidup berumah tangga dan keturunan sehingga

terciptanya stabilitas keluarga dan masyarakat, tolong-menolong

dalam menyelesaikan masalah, dan berbagai rasa dalam hal senang

dan duka

4) Aspek hukum

Perkawinan sebagai akad , yaitu perikatan dan pernjanjian yang luhur

antara suami dan isteri untuk membina rumah tangga bahagia. Karena

itu, dengan akad nikah menimbulkan hak dan kewajiban antara suami

isteri. Sebagaimana disebutkan pada QS An-Nisa ayat 21











bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai


(31)

suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. (Q.S An-Nisa :21)

c. Hikmah perkawinan ;

hikmah yang paling mudah untuk ditunjukan ialah bahwa

perkawinan yang terjadi pada makhluk hidup, baik manusia, tetumbuhan

maupun binatang adalah untuk menjaga kelangsungan hidup atau

mengembang biakkan makhluk yang bersangkutan. Sebagaimana

ditegaskan dalam QS An Nisa ayat 1











Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S An-Nisa :1)

Selain itu perkawinan merupakan jalan terbaik untuk membuat

anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan

hidup manusia, serta memelihara nasab yang oleh islam sangat

diperhatikan. Disamping itu, supaya manusia itu hidup berpasangan

menjadi suami dan isteri membangun rumah tangga yang damai dan

tentram, untuk itu haruslah diadakan ikatan pertalian yang kokoh dan

tidak mudah putus dan diputuskan. Ikatan itu ialah ikatan akad nikah


(32)

setia akan membangun satu rumah tangga yang damai dan teratur,

akan sehidup semati, sesakit dan sesenang, sehingga mereka menjadi

satu keluarga.

Selain hikmah-hikmat diatas, sayyid sabiq menyebutkan pula

hikmah-hikmah lain, diataranya yaitu ;

a. kawin merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak

menjadi mulia, memperbanyak keturunaan, melestarikan hidup

menusia serta memelihara nasab yang oleh islam sangat

diperhatikan

b. naluri kepabakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi

dalam suasanan hidup dengan anak-anak dan akan tumuh pula

perasaan-perasaan ramah, cinta dan saying yang merupakan

sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

c. Dengan perkawinan, diantaranya dapat membuahkan tali

kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara

keluarga, dan dapat memperkuat hubungan kemasyarakatan

yang oleh islam direstui, ditopang dan ditunjang. Karena

kemasyarakatan yang saling menunjang lagi saling


(33)

D. TUJUAN DAN HIKMAH PERKAWINAN

1. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut ajaran agama islam ialah untuk

memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang

harmois, sejahtera, dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan

kewajiban anggota; sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan

batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya,

sehingga timbulah kebahagiaan, yakni kasih saying antar anggota

keluarga

manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi

yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam itu menusia diciptakan oleh allh

SWT untuk mengabdikan dirinya kepada khaliq penciptanya dengan

segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia antara

lain kebutuhan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia

menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup menusia dengan

aturan perkawinan.

Jadilah aturan perkawinan menurut islam merupakan tuntunan

agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan

perkawinan pun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.

Sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan


(34)

BAB III

PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

1) Pengertian Perceraian Dan Dasar Hukumnya

1. Pengertian Perceraian

Perceraian dalam istilah fiqih di sebut ‘talak’ atau ‘furqah’.

Talak berarti “membuka ikatan”, “membatalkan perjanjian”,

sedangkan furqah berarti ‘bercerai’ lawan dari ‘berkumpul’.

Kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah oleh ahli-ahli fiqih

yang berarti “perceraian antara suami isteri”.23

Dalam undang-undang no. 1 tahun 1974 pasal 38 tentang

perkawinan, hanya membutkan sebab-sebab putusan perkawinan,

yaitu :

a. Karena kematian

b. Karena perceraian dan

c. Karena putusan pengadilan (fasakh)

2. Dasar Hukum Perceraian

Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah

perkawinan untuk selama-lamanya yang diliputi oleh rasa kasih sayag

dan saing cinta mencintai. Karena itu agama islam mengharamkan

perkawinan yang tujuannya untuk sementara dalam waktu-waktu yang

tertentu sekedar untuk melepaskan hawa hafsu saja ; seperti nikah

mut’ah, nikah muhalil,nikah nuwaqqatdan sebagainya.

23

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentasng perkawinan, (Jakarta : Bulan bintang, 1978), cet.Ke-2.h.156a


(35)

Dalam melaksanakan kehidupan suami isteri kemungkinan

terjadi salah paham antara suami isteri, atau salah seorang atau

keduanya tidak melaksanakafn kewajiban-kewajibannya, dan tidak

adanya kepercayaan satu sama lain. Keadaan tersebut ada kalanya

dapat diatasi dan diselesaikan, sehingga hubungan suami isteri baik

kembali dan adakalanya tidak dapat diselesaika atau didamaikan

bahkan kadang-kadang menimbulkan kebencian, kebengisan, dan

pertengkaran yang terus menerus terjadi antara suami isteri,

melanjutkan perkawinan dalam keadaan demikian akan dapat

menimbulkan perceraian yang lebih besar dan meluas diantara

anggota-anggota keluarga yang telah terbentuk.

Adapun dalil-dalil yang dijadikan dasara hukum perceraian

adalah :





























Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[278] dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(An-Nisa:19)


(36)

ﻦﻋ

ا

ﻦﺑ

ﺮﻤﻋ

ﻲﺒﻨﻟا

ﻰﻠﺻ

ﷲا

ﮫﯿﻠﻋ

مﻼﺳو

لﺎﻗ

:

ﺾﻐﺑا

ﻼﺤﻟا

ﻰﻟا

ﷲا

ﻼﻄﻟا

ق

)

هاور

ﻮﺑا

ﮫﺟﺎﻣ

ة

ﻢﻜﺤﻟا

(

)24

Dari ibn umar ra berkata bahwasanya nabi SAW bersabda : “sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (perceraian “ (riwayat abu daud, ibn majah dan al-hakim dari ibnu umar)

2) Macam-Macam Perceraian

Menurut hukum islam putusnya hubungan perkawinan

(perceraian) dapat terjadi karena talak, klulu, syiqaq, fasakh, ta’lik

talak, dzihar, ila’, li’am, tafwidl dan riddah. Berikut ini akan penulis

jelaskan secara ringkas macam perceraian tersebut yaitu :

i. Talak

menurut bahasa arab, talak ialah “melepaskan” atau ‘meninggalkan’,

seperti melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafal talak

atau yang searti dengannya. Dalam kompilasi hukum islam pasal 117

menjelaskan talak adalah ikrar suami dihadapan siding pengadilan

agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara

sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131

Adapun macam macam talak adalah :

 Talak Raj’i (pasal 118 KHI) adalah talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk salam isteri dalam masa iddah

 Talak Ba’in talak ba’in ada dua macam

24

Al-Imam Hafidz Daud Sulaeman, Sunan Abi Daud, (Kairo : Dar Al-Harin, 1988 M/1408 H) Juz, 2h. 261


(37)

a. Talak ba’in sughra (pasal 118 KHI) adalahf talak yang

tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah baru

dengan bekas suaminya.

b. Talak ba’in kubra (pasal 119 KHI) adalah talak yang

terjadi unutk ketiga kalinya. Talak ini tidak boleh

dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali

apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas

isterinya menikah dengan orang lain dan kemudian

terjadi perceraian ba’da ad-dukhul dan habis masa

idahnya.

 talak sunni (pasal 121 KHI) adalah talak yang diperbolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci

dan tidak dicampuri dalam waktu sucinya tersebut.

 Talak bid’i (pasal 122 KHI) adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan kepada isteri pada waktu isteri dalam

keadaan haid atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah

dicampuri dalam waktu suci tersebut.

ii. Khulu’

talak khulu atau talak tebus adalah bentuk perceraian atas

persetujuan suami isteri, yaitu dengan jatuhnya talak satu dari suami

kepada isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri yang

menginginkan cerai dengan khulu’ tersebut.25

Dasar kebolehan talak khulu’ terdapat dalam surat al-baqarah ayat 229

25


(38)





















Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.

Ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu’ dan penerimaan

‘iwadh khulu’ yaitu permintaan cerai kepada suami dengan

pembayaran yang disebut ‘iwadh.

iii. Syiqaq

syiqaq berarti ‘perselisihan’ menurut istilah fiqih berarti

perselisihan suami isteri yang diselesaikan oleh dua orang hakam dari

pihak isteri.26 Tetapi apabila keadaan sangat terpaksa dan hakam sudah sekuat tenaga berusaha untuk mendamaikan suami isteri namun

tidak berhasil maka hakam boleh mengambil keputusan menceraikan

suami isteri tersebut.

Adapun pengangkatan hakam apabila terjadi syiqaq,

berdasarkan firman alloh SWT :

26


(39)











dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(An-Nisa : 35)

iv. Fasakh

Fasakh berarti diputuskannya hubungan perkawinan (atas

permintaan salah satu pihak) oleh hakim agama karena salah satu

pihak menemui cela pada pihak lain atau merasa tertipu atas ahal-hal

yang belum diketahui sebelum berlangsungnya perkawinan.27

Perceraian dalam bentuk fasakh ini termasuk perceraian

dengan proses peradilan. Hakimlah yang memberi keputusan tentang

kelangsungan perkawinan atau terjadinya perceraian, karena itu pihak

penggugat dalam perkara fasakh ini haruslah mempunyai alat-alat

bukti yang lengkap, yang dapat menimbulkan keyakinan bagi hakim

yang mengadilinya. Misalnya dalam hal salah seorang dari suami

isteri yang impotent, maka surat keterangan dokter dapat dijadikan

salah satu dari alat-alat bukti yang diajukan.

v. Ta’lik Talak

Arti ta’lik talak ‘menggantungkan’ dan jika dihubungkan

dengan kata talak menjadi “ta’lik talak” yang memiliki arti suatu talak

27


(40)

yang di gantungkan jatuhnya kepada suatu hal yang memang mungkin

terjadi, yang telah disebutkan lebih dahulu dalam suatu perjanjian atau

telah diperjanjikan lebih dulu.

Maksud diadakan ta’lik talak adalah suatu usaha dan daya

upaya untuk melindungi isteri dari tindakan sewenang-wenangnya

suami, dengan adanya system ta’lik talak maka nasib isteri dan

kedudukannya dapat diperbaiki jika suaminya menyia-nyiakannya.

Sehingga isteri dapat mengadukan pada hakim agar perkawinanya di

putus. Dan hakim dapat mengabulkan permohonanya sesudah terbukti

kebenaran pengaduannya tersebut.28

Ketentuan diperbolehkannya ta’lik talak ini tercantum talam

firman Alloh :







dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz[357] atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[358], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) (Q.S AN-Nisa : 128

vi. Zihar, Ila’ Dan Li’an

Tiba macam perbuatan hukum zihar, ila’ dan li’un adalah

perbuatan yang berupa kata atau sumpah yang tidak secara langsung

berisi ungkapan yang menyatakan putusnya ikatan perkawinan tetapi

oleh hukum

28

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Study Perbandingan dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negra-negara lain, (Jakarta : Bulan Bintang : 1988), cet.Ke-1,h.287


(41)









dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar

(Q.S An-Nur:6)

vii. Tafwidh

Tafwidh talak artinya menyerahkan talak29. Yaitu seorang suami memberikan hak kepada isterinya. Yaitu berupa hak talak,

syarat-syaratnya ditentukan oleh keduanya secara sukarela, jadu

bukan hak talak yang bersifat mutlak. Apabila syarat yang telah

ditentukan secara sukarela tersebut terjadi, maka isterinya mempunyai

hak untuk menjatuhkan talak dan terjadilah talak. Sebagian ualam

berpendapat tidak sah mentfwidhkan talak, karena talak sudah

ditetapkan berada ditangan suami. Firman Allah dalam surat al-ahzab

ayat 28 :















Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah[1212] dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. (Q.S Al-Ahzab : 28)

viii. Murtad (Riddah)

29


(42)

Murtad atau riddah ialah keluar dari agama islam, baik pindah

pada agama lain atau tidak beragama. Di Indonesia putusnya

perkawinan karena murtadnya salah seorang dari suami isteri

termasuk fasid atau batal demi hukum, dan pemutusannya dilakukan

didepan sidang pengadilan agama. Pengadilan agama hanya dapat

menerima riddahnya seseorang yang dinyatakan bukan didepan sidang

agama dianggap tidak sah.30

Sedangkan menurut tata cara dan prosedur di pengadilan

agama, perceraian dapat dibedakan ke dalam dua macam yaitu cerai

talak dan cerai gugat sebagaimana diatur dalam undang-undang no. 7

tahun 1989 tentang peradilan agama yang mulai berlaku terhitung

tanggal 29 desember 1989, yang dalam hal ini mengenai cerai talak

dijelaskan dalam pasal 73 sampai pasal 86 undang-undang no. 7 tahun

1989 tentang peradilan agama tersebut.

i. Cerai Talak

seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut

agama islam yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat

permohonan keapda pangadilan yang berisi permberitahuan bahwa ia

bermaksud menceraikan isterinya dengan alas an-alasan serta meminta

kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk menyaksikan ikrar

talak.31

30

Jamil Latief, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1981) h. 72

31


(43)

Dalam undang-undang no. 7 tahun 1989 pasal 66 ayat 1

tentang peradilan agama dijelaskan :”seseorang yang suami beragama

islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan

kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar

talak “, jadi dalam perkara cerai talak ini tidak dapat dilakukan secara

sepihak, tetapi harus bersifat dua pihak dimana suami dalam hal ini

sebagai pihak ‘pemohon’ sedangkan isteri sebagai pihak termohon.

1) Formulasi Gugat Permohonan.

Dalam undang-undang no. 7 tahun 1989 pasal 66 ayat (5) tentang

peradilan agma dijelaskan “permohonan soal penguasaan anak, nafkah

anak, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan besama-sama

dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak

diucapkan”. Kebolehan atas gugat yang seperti ini memberi

kemungkinan bagi suami untuk memformulasikan gugatan dalam dua

cara, yaitu :

a. gugat permohonan benar-benar murni sebagai gugat

cerai, maka gugatan permohonan cukup berisi

formulasi :

1) mencantumkan nama identitas pemohon (suami) dan termohon

(isteri) berupa nama, umur dan tempat kediaman.

2) Posita gugat yaitu alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak

sebagaimana yang dirinci secara limitative dalam pasal 19 PP

no. 9 tahun 1975 jo. Penjelasan pasal 39 undang-undang no. 1


(44)

a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,

pamadat, penjudi dan lain-lain yang sulit disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2

tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan

tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun

atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan

berlangsung.

d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit

yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai suami isteri.

e. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan

f. Suami melanggar taklik talak

g. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan

terjadinya ketidakrukunan rumah tangga.

3) Petitum gugat yang meminta perkawinan diputuskan serta

memberi izin kepada suami untuk mengucapkan ikrar talak di

persidangan.

b. Jika pemohon sekaligus menggabungkan gugat cerai

talak dengan soal penguasaan anak, nafkah isteri dan

pembagian harta bersama, maka formulasinya dapat

diurut secara sistematik dari penguraian posita cerai


(45)

lebih jelasnya lagi formulasi gugat yang dianggap

memenuhin tata tertib beracara, yaitu :

1) dimulai dari dalil gugat cerai

2) menyusul kemudian gugat dan alasan penguasaan anak

3) dialnjutkan dengan gugat dan alasan nafkah

4) terakhir baru menyusul gugat dan alasan pembagian harta

bersama.

Tidak boleh gugat didahului dengan alasan pembagian harta

bersama, sebab posita cerai talak adalah pokok perkara dan

gugat yang lain assessor atau tergantung kepada gugat cerai.

Jika terjadi hal seperti itu secara formal gugatan dianggap

menyalahi tata tertib beracara, dan gugat dinyatakan “obscure

libel” yang mengakibatkan tidak diterima. Sekiranya hakim

menjumpai gugat yang semacam itu, dia dapat memberi

nasihat agar gugat diperbaiki urutannya.

Mengenai perumusan petitum gugat, juga harus dimulai dari

petitum cerai yang memint aperkawinan putus, dan memberi

izin kepada suami (pemohon) untuk mengucapkan ikrar talak

di sidang pengadilan. Kemudian baru menyusul petitum

tentang pengusaan anak, nafkah dan pembagian harta bersama.

2) Kompetensi Mengadili Cerai Talak

mengenai kompetensi relative mengadili cerai talak diatur


(46)

maka harus diajukan suami kepada pangadilan agama yang daerah

hukumnya meliputi tempat termohon (isteri). Untuk lebih jelasnya lagi

bunyi pasal 66 ayat (2-4) yaitu :

a. permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat

(1) diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman termohon kecuali apabla

termohon dengan sengajar meninggalkan tempat

kediaman yang ditentukan besma tanpa izin pemohon

b. dalam hal ini termohon bertempat kediaman di luar

negeri, permohonan diajukan keapada pengadilan yang

daerah hukumnya meliputi tempat kediaman permohon

c. dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman

di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada

pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada

pengadilan agama Jakarta pusat.

Perubahan tempat mengajukan permohonan tersebut

sekaligus mengubah secara prinsip pengaturan yang ada

dalam pemenag RI nomor 3 tahun 1975 tentang

perceraian, ini dimaksudkan untuk memberikan

kemudahan dan keringan kepada si isteri.


(1)

harta tersebut termasuk harta besama atau bukan.. oleh karena itu praktek di pengadilan agama Jakarta selatan, sebelum membagikan harta bersama antara suami dan isteri para hakim terlebih dahulu menyelidiki apakah benar harta yang digugat oleh penggugat termasuk harta bersama. Dalam hal ini hakim di pengadilan agama selalu berpedoman pada beberapa hal ytiu :

i. Harta bersama dibeli selama masa perkawinan

ii. Harta yang dibeli atau dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta bersama iii. Harta yang dapat dibuktikan bahwa harta

tersebut diperoleh selama perkawinan iv. segala penghasialn pribadi sumi isteri. (1) Penyelesaian perkara perceraian bersamaan dengan

gugatan harta bersama di pengadilan agama Jakarta selatan sebelum adanya undang-undang no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama pasal 86 ayat (1) dan pasal 66 ayat (5) tidak diperbolehkan, dengan alas an antara gugatan perceraian dan gugat pembagian harta bersma adalah dua gugatan yang masing-masing berdiri sendiri, dalam bentuk gugatan perceraian berada di depan dan gugat pembagian


(2)

harta bersama berada di belakang. Oleh karena itu selesai dulu gugatan perceraian sampai memperoleh kekuatan hokum tetap, baru kemudian boleh mengajukan gugata pembagian harta bersama. Akan tetapi dengan berlakunya undang-undang tersebut maka penggabungan gugat percraian dengan gugat pembagian harta bersama di perbolehkan. Hal tersebut adalah demi tercapainya prinsip bahwa iperadi ian dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Dengan adanya pasal-pasal tersebut memberikan pilihan bagi penggugat apakan akan menggabung gugat perceraian dengan gugat pembagian harta bersama, atau akan menggugatnya secara tersendiri setelah perkara perceraian memperoleh kekuatan hokum tetap. Dalam kebebasan memilih tata cara tersebut sudah barang tentu lebih bermanfaat menggabungknya karena sekaligus dapat dislesaikan ke dua permasalahan tersebut dalam satu pemeriksaan dan putusan. Sehingga menghemat tenaga waktu dan biaya serta penggugat dapt lebih cepat menikmati harta bersama. Dan mengenai proses pemeriksaan perkara perceraian bersamaan dengan gugatan harta


(3)

bersama di pengadilan agama Jakarta selatan pada dasarnya tidak berbeda dengan proses pemeriksaan perkara perdata lainnya. Pemeriksaan tersebut memiliki beberapa tahap yaitu : tahap perdamain, pembacaan gugatan, jawaban gugatan, replik penggugat, duplik tergugat, tahap pembuktian, kesimpulan dan tahap putusan hakim.

B. saran-saran

a) Bagi para pencari keadilan di pengadilan agama yang akan melakukan perceraian hendaklah menggabungkan gugatan atau permohonan perceraiannya dengan masalah harat bersama agar masalah tersebut dapat diputus bersama-sama sekaligus

b) Dalam mengajukan gugatan harus diperhatikan bentuk sera formulasi gugat yang tapat sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

c) Bagi para praktisi hokum (hakim, pengacara dan lain-lain) atau akademisi yang lebih mengeti dan mengetahui adanya komulasi gugat ini, untuk mensosialisasikannya demi tercapainya azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan

d) Mengenai harta bersama jika terjdi perceraian dalam islam tidak ada dalilnya baik dalam kita suci quran dan al-hadist


(4)

e) Mengenai hal waris ada aturan tertentu jika seorang perempuan mendapat setengaah dari harta orang tuanya dan laki laki mendapt satu darinya.

f) Hokum islam ada sebelum manusia diciptakan berbeda dengan hokum konvensional, buatan manusia yang sifatnya tidak permanent tapi menurut masanya.

g) Perkawinan menurut adapt Kristen adalah bersifat budaya dan tanpa wali dan mahar

h) Perceraian dalam adat yahudi kedudukan harta adalah merupakan hak suami semua, tak ada hak isteri

i) Dalam agama islam ada perhatian tengang hadlamah, pemeliharaan anak sebelum dewasa dan hartanya serta harta isteri untuk kehidupan mereka bila diperlukan dan tak ada prosentase pembagian harta antara suami dan isteri. Islam setiap shalat jum’at menyerukan tentang suruhan akan keadilan dan kebaikan antara manusia. Begitulah peraturan agama isla yang diserukan kepada nabi Muhammad saw melalui wahyu, wallahu a’lam.

j) Bagi para akademisi khususnya supaya mengkaji lebih dalam tentang hokum acara yang berlaku di pengadilan agama agar tidak hanya praktisi hokum saja yang lebih mengerti dan menguasai hokum di pengadilan agama. Dan khusunya intensitas untuk melaksanakan simulasi dan pelatihan lainna lebih dipadatkan.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penyelesaian Harta Bersama Gugatan Pasca Perceraian Di Pengadilan Jakarta Selatan

0 8 90

Penyelesaian gugatan harta bersama pasca perceraian di pengadilan agama Jakarta Timur

0 6 82

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172

PROSES PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SUAMI ISTERI DALAM PERKAWINAN SETELAH BERCERAI (Studi Kasus di Pengadilan Agama Karanganyar) Proses Penyelesaian Pembagian Harta Bersama Suami Isteri Dalam Perkawinan Setelah Bercerai (Studi Kasus di Pengadila

0 3 19

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SUAMI ISTERI Proses Penyelesaian Pembagian Harta Bersama Suami Isteri Dalam Perkawinan Setelah Bercerai (Studi Kasus di Pengadilan Agama Karanganyar).

3 12 11

BERSAMA SETELAH BERCERAI” (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) Proses Penyelesaian Perkara Perebutan Harta Bersama Setelah Bercerai Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta.

0 3 17

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PEREBUTAN HARTA BERSAMA SETELAH BERCERAI Proses Penyelesaian Perkara Perebutan Harta Bersama Setelah Bercerai Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta.

0 4 12

PENDAHULUAN Proses Penyelesaian Perkara Perebutan Harta Bersama Setelah Bercerai Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta.

0 2 12

PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT DARI PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Surakarta) Pembagian Harta Bersama Akibat Dari Perceraian (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Kota Surakarta).

0 2 19