Karakteristik Sabun dengan Formula Tallow dan Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa) yang Berbeda

KARAKTERISTIK SABUN DENGAN FORMULA TALLOW
DAN EKSTRAK TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa)
YANG BERBEDA

HESTI ANGGRANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Sabun
dengan Formula Tallow dan Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa) yang
Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Hesti Anggrani
NIM D14100056

ABSTRAK
HESTI ANGGRANI. Karakteristik Sabun dengan Formula Tallow dan Ekstrak
Temu Ireng (Curcuma aeruginosa) yang Berbeda. Dibimbing oleh TUTI
SURYATI dan MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.
Tallow adalah hasil ikutan produksi ternak yang diperoleh dari proses
rendering. Tingginya kandungan trigliserida pada tallow dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku sabun dengan proses saponifikasi. Ekstrak temu ireng dapat
ditambahkan sebagai bahan pengisi karena mengandung total fenolik yang tinggi
sehingga dapat menjadi agen antioksidan dalam sabun. Tujuan penelitian ini adalah
menguji karakteristik sabun mandi yang dibuat dari tallow dan ekstrak temu ireng
pada komposisi yang berbeda. Sabun formula A, B, dan C memenuhi syarat SNI
06-3532-1994 pada parameter kadar air, jumlah asam lemak, dan alkali bebas,
namun tidak memenuhi syarat jumlah lemak tak tersabunkan. Formula sabun A, B,
dan C menghasilkan perbedaan jumlah asam lemak, nilai pH, lemak tak

tersabunkan, dan aktivitas penghambatan radikal bebas terhadap DPPH yang nyata.
Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa formula sabun A, B, dan C berbeda
nyata pada intensitas warna, aroma temu ireng, aroma lemak, dan daya pembusaan.
Aktivitas penghambatan radikal bebas terhadap DPPH tertinggi pada formula sabun
C sebesar 24.01% dengan kapasitas antioksidan vitamin C sebesar 73.47 mg EVC
per 100 g BK dan total fenolik sebesar 17.32 mg EAG per 100 g.
Kata kunci: sabun, tallow, temu ireng (Curcuma aeruginosa)
ABSTRACT
HESTI ANGGRANI. Soap characteristics made from different formula of tallow
and temu ireng (Curcuma aeruginosa) exract. Supervised by TUTI SURYATI and
MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.
Tallow is a by-product that obtained from livestock production through fat
rendering process. The high content of triglycerides in tallow can be utilized as raw
bath soap with the saponification process. Temu ireng extract can be considered as
fillers to the soap, because temu ireng extract countains higher total phenolic so that
temu ireng can be acted as an antioxidants agent in the soap. The objective of this
research was to study the characteristics of bath soap that made from different
composition of tallow and extract temu ireng. Soap with A, B, and C formulation
met the qualification with the SNI 06-3532-1994 in water content, the amount of
fatty acid, and free alkaline, but did not to the amount of unsaponification fat. Soap

with A, B, and C formula significantly affected the amount of fatty acids, pH value,
unsaponifiable fat,and DPPH scavenging activity. The result of hedonic quality test
from A, B, and C formula affected the intensity of color, temu ireng aroma, fatty
aroma and foaming power significantly. DPPH scavenging activity had highest
activity at 24.01% of C formula soap with antioxidant capacity of 73.47 mg EVC
per 100 g and the amount of total phenolic was 17.32 mg GAE per 100 g.
Key words: soap, tallow, temu ireng (Curcuma aeruginosa)

KARAKTERISTIK SABUN DENGAN FORMULA TALLOW
DAN EKSTRAK TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa)
YANG BERBEDA

HESTI ANGGRANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan


DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Sabun dengan Formula Tallow dan Ekstrak Temu
Ireng (Curcuma aeruginosa) yang Berbeda
Nama
: Hesti Anggrani
NIM
: D14100056

Disetujui oleh

Dr Tuti Suryati, SPt MSi
Pembimbing I

Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2014 ini ialah
pemanfaatan tallow pada pembuatan sabun, dengan judul Karakteristik Sabun
dengan Formula Tallow dan Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa) yang
Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Tuti Suryati, SPt MSi selaku
Pembimbing Utama dan Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc selaku
Pembimbing Anggota yang telah membimbing, memberikan waktunya, tenaga,
pemikiran, serta semangat selama penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Dr Ir Salundik, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing selama masa perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Dr Rudi Afnan, SPt MSc Agr selaku dosen penguji dalam sidang. Di
samping itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dwi Febiyanti dari
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fitry Manihuruk, SPt; Nopi Elida, SPt;
Dewi Elfrida, SPt; Dyah Nurul, SPt; Dwi Ernaningsih, SPt; Reza Hanifah, SPt; dan
Heni Rizqiati, SPt MSi yang telah banyak membantu selama penelitian. Ungkapan
terima kasih kepada Asnidar Reni; Laura Casalla; Isnaini Puji; Kartini Afriana; Dwi
Andaruwati; Jannatin Alfaafa, SPt; Nova Andrian, dan keluarga besar IPTP 47
yang telah membantu dan memberikan semangat. Ungkapan terima kasih yang
amat dalam penulis sampaikan untuk kedua orangtua yaitu Bapak Sukarno, Ibu
Suparni, adik penulis Krisno Cahyadi dan Rama Aditya Nugroho serta seluruh
keluarga, atas doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Hesti Anggrani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Mutu Sabun
Karakteristik Sensori dan Kekerasan Sabun
Total Fenolik, Aktivitas Penghambatan terhadap Radikal
Bebas DPPH dan Kapasitas Antioksidan Vitamin C dalam Sabun
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi

1
1
1
1
2
2
2
2
2
6
6
9
11
13
13
16
17

DAFTAR TABEL
1 Mutu sabun mandi dengan formula tallow dan ekstrak temu ireng yang

berbeda
2 Uji mutu hedonik sabun
3 Tingkat kekerasan sabun
4 Total fenolik, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan
kapasitas antioksidan vitamin C sabun

7
9
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil analisis ragam kadar air

Hasil analisis ragam nilai pH
Hasil analisis ragam jumlah asam lemak
Hasil analisis ragam alkali bebas
Hasil analisis ragam lemak taktersabunkan
Hasil analisis ragam aktivitas penghambatan terhadap
radikal bebas DPPH
7 Kurva standar asam galat
8 Kurva standar vitamin C
9 Hasil pengujian total fenol, aktivitas penghambatan
terhadap radikal bebas DPPH, dan kapasitas vitamin C temu ireng

16
16
16
16
16
16
16
17
17


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lemak ekstra muskular merupakan hasil ikutan yang rendah nilai
ekonomisnya. Leat (1976) menyatakan karkas sapi dewasa mengandung lemak
30%-40%. Lemak abdomen dan lemak ginjal merupakan lemak ekstra muskular
dengan presentase tertinggi. USDA (1989) menyatakan karkas standar memiliki
presentase lemak ginjal dan lemak abdomen sebesar 4% dari bobot karkas.
Menurut Ngadiyono et al. (2008), sapi Peranakan Ongol (PO) memiliki presentase
lemak sebesar 7%-11%. Muthalib (2003) menyatakan sapi Bali memiliki presentase
lemak ginjal dan lemak abdomen sebesar 2.43% dari bobot karkas.
Pengolahan lemak ginjal dan lemak abdomen saat ini masih terbatas hingga
proses rendering yang disebut dengan tallow, yang saat ini pemanfaatannya belum
maksimal. Tallow sangat mudah mengalami kerusakan apabila tidak disimpan atau
diolah dengan baik. Pengolahan non pangan yang dapat dilakukan salah satunya
adalah pembuatan sabun yang akan meningkatkan nilai ekonomi serta nilai guna
tallow tanpa mengkhawatirkan dampak kerusakan tallow.
Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa
natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani
(BSN 1994). Karakteristik produk sabun sangat berpengaruh terhadap tingkat
kesukaan konsumen serta nilai jual sabun. Dewasa ini banyak produk sabun yang
ditambahkan kandungan herbal untuk meningkatkan nilai jual di pasaran serta
memperkaya kandungan zat aktif penambah nilai guna sabun. Temu ireng
(Curcuma aeruginosa) mengandung berbagai zat seperti minyak atsiri, tanin,
saponin, flavonoid, curcuminoid yang memiliki sifat antibakteri, antioksidan dan
anti hepatoksik (Wahyuni 2006). Chan et al. (2008) menyatakan daun temu ireng
segar mengandung total fenol sebesar 282 mg EAG per 100 g. Adanya kandungan
gugus fenol diprediksi dapat menjadi antioksidan alami dalam sabun yang
ditambahkan ekstrak temu ireng.
Penelitian ini dilakukan guna mendapatkan formula sabun mandi terbaik dari
tallow dan ekstrak temu ireng. Pemanfaatan tallow menjadi sabun mandi akan
meningkatkan nilai tambah produk hasil ikutan ternak serta dapat menjadi solusi
alternatif produk sabun herbal yang memiliki kemampuan antioksidan dan bersifat
ramah lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakteristik sabun mandi yang dibuat
dari tallow dan ekstrak temu ireng dengan formula yang berbeda.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencangkup proses ekstraksi temu ireng, proses
pembuatan sabun, pengujian karakteristik sabun yang dihasilkan, pengujian mutu

2
sabun, total fenolik, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH, serta
kapasitas antioksidan vitamin C produk sabun.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Juli 2014.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Ikutan Ternak,
Laboratorium Uji Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Hasil Ternak yang
berada di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah tallow, minyak
kelapa, ekstrak temu ireng, dan NaOH. Bahan kimia yang digunakan yaitu asam
sulfat 20%, jingga metal 0.05%, heksana, alkohol netral, HCl 0.1 N alkoholis, KOH
0.1 N alkoholis, KOH alkohol 0.5 N dan HCl 0.5 N alkoholis, HCl 10%, KOH 0.5
N alkoholis, alkohol 95%, reagen Folin Ciocalteu, natrium karbonat, 1,1-difenil-2pikril hidrazil (DPPH) dan metanol absolut.
Alat
Peralatan yang digunakan yaitu panci stainless, mixer, termometer,
timbangan analitik, labu Erlenmeyer, pH meter, penetrometer, botol timbang tutup
asah, gelas piala, corong pemisah, pendingin tegak, mikroburet, buret 50 mL, pipet
5 mL, tabung reaksi, vacum rotary evaporator Heidoph,dan spektrometer.
Prosedur
Penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan yaitu, tahap persiapan bahan,
pengujian ekstak temu ireng, pembuatan sabun dan tahap pengujian sabun.
Persiapan Bahan
Ekstraksi Rimpang Temu Ireng untuk Bahan Tambahan Pembuatan
Sabun. Proses ekstraksi rimpang temu ireng dilakukan dengan mengikuti prosedur
cara pembuatan simplisia (BPOM RI 2004). Rimpang temu ireng disortir, dicuci
dan ditiriskan. Rimpang temu ireng diiris tipis, dijemur dan dioven pada 40 °C
hingga kadar air ± 10% lalu digiling. Bubuk rimpang temu ireng direndam dengan
alkohol 95% (1:5) dan diaduk selama 2 jam, kemudian dimaserisasi 24 jam. Setelah
itu disaring hingga didapatkan filtrat. Ampas dimaserisasi kembali dengan alkohol
95% (1:5) dan diaduk selama 2 jam, kemudian disaring. Filtrat hasil saringan

3
pertama dan kedua dicampur. Filtrat diuapkan dengan vacum rotary eveporator
Heidoph hingga semua pelarut teruapkan.
Proses Rendering. Proses rendering dilakukan mengikuti metode rendering
Kamikaze (2002) yang dimodifikasi pada proses preparasi lemak. Lemak ginjal
dipotong kecil dan digiling dengan grinder. Lemak dicairkan di atas api pada suhu
50-55 °C hingga menjadi minyak. Minyak yang terbentuk disaring sehingga dapat
dipisahkan dari padatan dan kotoran lainnya. Minyak dicetak dalam wadah hingga
mengeras kembali menjadi lemak.
Formula Sabun. Sabun dibuat dengan tiga formula berbeda yang terdiri atas:
tallow, ekstrak temu ireng, dan minyak kelapa. Komposisi bahan baku lemak yang
digunakan untuk pembuatan sabun adalah sebagai berikut:
A : 85% tallow + 15% minyak kelapa (kontrol)
B : 82.5% tallow + 2.5% ekstrak temu ireng + 15% minyak kelapa
C : 80% tallow + 5% ekstrak temu ireng + 15% minyak kelapa
Bahan-bahan tersebut ditimbang untuk memenuhi komposisi yang diinginkan dan
dihomogenkan dengan mixer berkecepatan rendah selama 30 menit.
Pengujian Ekstrak Temu Ireng
Ekstraksi Temu Ireng. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metanol
absolut mengikuti metode Tangkanakul et al. (2009) yang telah dimodifikasi oleh
Suryati et al. (2012). Sampel temu ireng dihaluskan dan dimaserisasi dengan
pelarut metanol absolut pada suhu ruang selama 24 jam dengan perbandingan
sampel dan pelarut sebanyak 1:10. Sampel sebanyak 1 g dimaserasi dengan 5 mL
metanol pada 24 jam pertama. Hasil maserasi berupa supernatan ditampung dalam
botol terpisah dan disimpan dalam freezer (-25 °C). Filtrat temu ireng dimaserisasi
kembali selama 24 jam dengan ditambah 5 mL metanol. Setelah 24 jam kedua
supernatan hasil maserisasi digabungkan dan ditambahkan metanol hingga 10 mL.
Ekstrak disimpan dalam freezer (-25 °C).
Total Fenol. Metode kandungan total fenol mengikuti metode Tangkanakul
et al. (2009). Ekstrak sampel sebanyak 2 mL ditambah 10 mL pereaksi FolinCiocalteu (sebelumnya diencerkan 10 kali) dimasukkan kedalam labu takar 25 mL.
Setelah 30 detik sebelum 8 menit ditambahkan 8 mL Na2CO3 (7.5%) lalu diterakan
dengan aquadest. Larutan dipanaskan pada suhu 40 °C selama 30 menit. Modifikasi
yang dilakukan yaitu membekukan larutan lalu disaring dengan kertas saring lalu
diukur absorbansinya dengan spektrometer pada panjang gelombang 765 nm.
Aktivitas Antioksidan. Metode aktivitas antioksidan mengikuti metode
Tangkanakul et al. (2009). Ekstrak sampel sebanyak 0.15 mL direaksikan dengan
larutan DPPH 0.1 mM (pelarut metanol). Larutan diinkubasi pada suhu 37 °C
selama 30 menit. Modifikasi yang dilakukan yaitu menyaring larutan dengan kertas
saring sebelum waktu inkubasi berakhir, lalu diukur absorbansinya dengan
spektrometer pada panjang gelombang 517 nm.
Pembuatan Sabun
Metode pembuatan sabun mengacu pada metode penelitian Kamikaze (2002)
yang dimodifikasi pada proses lama waktu aging. Setelah bahan formula A, B, dan
C diperoleh maka bahan dipanaskan hingga suhu 50-55 °C. Larutan NaOH 45%

4
ditambahkan dalam formula disesuaikan dengan jumlah bilangan saponifikasi,
bahan yang telah dihomogenkan lalu didinginkan hingga suhu 32-35 °C. Ekstrak
dicampurkan hingga homogen. NaOH dengan suhu 32-35 °C dimasukkan sedikit
demi sedikit dan diaduk dengan mixer pada kecepatan rendah selama ± 30 menit,
dicetak dan diaging selama 4 minggu.
Pengujian Sabun
Nilai pH (Warra et al. 2010). Pengukuran pH sabun dilakukan dengan
menimbang 10 g sampel sabun yang dilarutkan dalam 100 mL air. Alat yang
digunakan yaitu pH meter. Elektroda pada pH meter sebelumnya dikalibrasi lalu
dimasukan dalam larutan sampel hingga didapat nilai pH yang tetap.
Kekerasan (Piyali et al. 1999). Pengukuran kekerasan dilakukan dengan
menggunakan alat Penetrometer. Jarum pada Penetrometer dijatuhkan ke dalam
sampel sabun dan dibiarkan untuk menembus bahan selama 5 detik (atau pada
interval waktu yang berbeda) pada temperatur konstan. Kedalaman dari penetrasi
jarum ke dalam sampel sabun dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari
anggka yang ditujukkan pada skala Penetrometer.
Kadar Air (SNI 06-3532-1994). Pengukuran kadar air dilakukan dengan
menggunakan metode oven. Sekitar 4 g sampel sabun ditimbang dengan teliti pada
botol tutup asah yang telah diketahui bobotnya. Sampel pada botol tutup asah
dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air
dapat ditentukan dengan rumus:
Kadar air =



x 100%

W1 : berat + bobot timbang (g)
W2 : berat contoh setelah pengeringan (g)
W : berat contoh (g)

Jumlah Asam Lemak (SNI 06-3532-1994). Pengukuran jumlah asam lemak
menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut. Sampel sabun ditimbang sekitar
10 g dilarutkan dengan 50 mL air. Beberapa tetes jingga metal ditambahkan ke
dalam larutan. Asam sulfat 20% ditambahkan berlebihan hingga semua asam
lemak terbebaskan dari natrium, ditunjukkan dengan timbulnya warna merah.
Larutan dimasukkan dalam corong pemisah. Endapan silikat dan lainnya tidak
dimasukkan dalam corong pemisah. Heksana (jenis 40-60 °C) dituangkan dalam
endapan dan larutan air dikeluarkan. Pelarut dikocok dan dicuci dengan 10 mL air
air sampai tidak bereaksi asam. Pelarut kemudian dikeringkan dengan natrium
sulfat kering, disaring dan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang
terlebih dahulu beserta batu didih (W1). Pelarut disuling dan labu dikeringkan pada
suhu 102-150 °C sampai bobot tetap (W2). Jumlah asam lemak dapat ditentukan
dengan:
Kadar asam lemak jumlah =

B



t

t h

x 100%

W1 : bobot labu lemak dan batu didih (g)
W2 : bobot tetap jumlah asam lemak contoh setelah disuling (g)

5
Asam Lemak Bebas (SNI 06-3532-1994). Alkohol netral sebanyak 100 mL
dididihkan dalam labu Erlenmeyer 250 mL, fenolftalin ditambahkan 0.5 mL dan
didinginkan sampai suhu 70 °C lalu dinetralkan dengan KOH 0.1 N dalam alkohol,
masukan sampel sabun sekitar 5 g, ditambahkan batu didih lalu dipasang pada
pendingin tegak dan dipanasi selama 30 menit. Apabila larutan bersifat alkalis
(tidak berwarna merah), didinginkan sampai 70 °C dan titer dengan larutan : KOH
0.1 N dalam alkohol hingga timbul warna merah yang ditahan selama 15 detik,
kemudian dihitung menggunakan persamaan berikut:
Kadar asam lemak bebas =
V
N
W
205

xNx ,

x 100%

: KOH 0,1N yang digunakan (mL)
: normalitas KOH yang digunakan (mL)
: berat contoh (g)
: berat setara dengan asam laurat

Bila larutan bersifat basa, maka yang diperiksa bukan asam lemak bebas
tetapi alkali bebas dengan menitarnya menggunakan HCl 0.1 N sampai warna
merah tepat hilang.
Lemak yang Tidak Tersabunkan (SNI 06-3532-1994). Larutan bekas
pemeriksaan asam lemak bebas ditambah 5 mL KOH 0.5 N alkoholis. Pendingin
tegak dipasang dan dididihkan diatas penangas air selama 1 jam. Larutan
didinginkan sampai suhu 70 °C dan dititar dengan HCl 0.5 N alkoholis sampai
warna merah penunjuk phenopphtalein tepat hilang (V1 mL). Penitaran dikerjakan
di blanko KOH 0.5 N alkoholis sebanyak yang dipergunakan (V2 mL). Jumlah
lemak yang tidak tersabunkan dapat ditentukan dengan rumus:
Lemak yang tidak tersabunkan =



,

xNx ,

N : normalitas HCl yang digunakan
W : berat contoh (g)
561 : berat setara KOH
258 : bilangan penyabunan rata-rata minyak kelapa

8

x 100%

Minyak Mineral (SNI 06-3532-1994). Sampel sabun sekitar 5 g dilarutkan
dalam 10 mL air, ditambahkan HCl 10% berlebih hingga petunjuk jingga metal
berwarna merah dan seluruh asam lemak, lemak netral dan bagian yang tidak
mungkin dapat tersabunkan akan terpisah di lapisan atas. Lapisan lemak dipipet
ditambah 5 mL KOH berlebih dalam alkohol lalu dipanaskan selama 2 menit.
Larutan dititar dengan air tetes demi tetes. Jika terjadi kekeruhan berarti minyak
mineral positif adanya. Jika larutan tetap jernih berarti adanya minyak mineral
tidak nyata, dan dinyatakan negatif (kurang dari 0.05%).
Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol Sabun. Pengujian aktivitas
antioksidan dan total fenol dilakukan dengan mengikuti metode Tangkanakul et al.
(2009). Sampel sabun diekstrak menggunakan pelarut metanol absolut dengan
perbandingan 1:5. Metode pengujian aktivitas antioksidan dan total fenol sabun
dilakukan mengikuti metode pengujian pada ekstrak metanol temu ireng.

6
Uji Organoleptik. Uji organoleptik yang digunakan ialah uji mutu hedonik
dengan 38 orang panelis yang sebelumnya sudah dilakukan persamaan persepsi
terlebih dahulu. Karakteristik uji mutu hedonik yang diuji yaitu warna, aroma
lemak, aroma temu ireng, dan pembusaan dengan skala berkisar dari 1 sampai 6.
Rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah rancangan
acak lengkap (RAL) pola searah dengan perlakuan tiga formula lemak yang berbeda
dan tiga kali ulangan. Model rancangan percobaan secara matematis yang
digunakan menurut Steel dan Torrie (1991) adalah sebagai berikut :
Yij = μ + Pi + εij

Keterangan :
Yij = variabel respon akibat formula sabun ke-i (A, B, dan C) dan ulangan ke-j (1, 2, 3)
µ = nilai tengah umum
Pi = pengaruh formula sabun yang berbeda ke-i (A, B, dan C)
εij = pengaruh galat percobaan formula sabun ke-i (A, B, dan C) dan ulangan ke-j (1, 2, 3)

Analisis Data
Data hasil analisis kimia diolah dengan analisis ragam (analysis of variance/
ANOVA). Apabila hasil pengujian asumsi menunjukkan adanya salah satu syarat
asumsi untuk ANOVA tidak terpenuhi, maka data ditransformasi kemudian
dilakukan uji asumsi kembali. Bila data tidak memenuhi syarat asumsi ANOVA
maka data dianalisis menggunakan uji nonparametrik Kruskall-Wallis. Data
organoleptik dianalisis menggunakan Kruskall-Wallis. Hasil analisis yang
menunjukkan perbedaan diuji dengan uji banding Tukey untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan (Steel dan Torrie 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Mutu Sabun
Pengujian syarat mutu sabun mandi menurut SNI 06-3532-1994 dilakukan
untuk mengetahui kualitas sabun serta kelayakan mutu sabun sebagai sabun mandi.
Hasil analisis syarat mutu sabun mandi dengan formula tallow dan ekstrak temu
ireng yang berbeda beserta standar mutu yang telah ditentukan dalam SNI 06-35321994 disajikan pada Tabel 1.
Kadar Air
Kadar air dari ketiga formula berbeda (A, B, dan C) memenuhi standar mutu
sabun mandi (Tabel 1). Berdasarkan sidik ragam ketiga formula sabun memiliki
kadar air yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti penambahan ekstrak temu ireng
2.5% dan 5% serta penggunaan tallow hingga 85% tidak mengasilkan kadar air
yang berbeda.
Kadar air sabun yang dihasilkan diduga dipengaruhi oleh kadar air bahan
baku pada sabun yaitu tallow, ekstrak temu ireng, serta kepekatan larutan NaOH
yang ditambahkan. Cavitch (1995) menyatakan sabun terbuat dari lemak dan

7
minyak, alkali, serta air. Menurut Badan Standardisasi Nasional dalam SNI 063532-1994, batas maksimal kandungan air dalam produk sabun mandi yaitu 15%.
Kandungan air dalam produk sabun sangat berpengaruh terhadap tekstur serta
kelarutan sabun saat pemakaian (Idrus et al. 2013).
Tabel 1 Mutu sabun mandi dengan formula tallow dan ekstrak temu ireng yang
berbedaa

Formula Sabunb
SNI
A
B
C
Kadar air (%)
13.06±0.11
13.41±0.93
13.63±0.66
Maks 15
Nilai pH
10.52±0.03a
10.47±0.05a
10.35±0.01b
Jumlah asam lemak (%)
84.16±2.01a
80.13±0.41a
74.22±1.99b
> 70
Alkali bebas (%)
0.03±0.01
0.02±0.01
0.02±0.01
Maks 0,1
Asam lemak bebas (%)
< 2.5
Lemak taktersabunkan (%)
3.19±0.52b
4.73±0.78a
4.44±0.18ab
Maks 2.5
Minyak mineral
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Keterangan : aAngka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan nyata (p