Biceps Brachii Metode peregangan

Gambar 2.1. Otot dan Tendon Tortora, 2009

2.1.2. Biceps Brachii

Biceps brachii adalah otot yang fasikulusnya berbentuk fusiform dengan 2 kepala.Kedua kepala tersebut berasal dari prosesus scapulae dan akan bersatu pada bagian distal dan dihubungkan oleh tendon ke tulang radius. Dari Supraglenoid tuberculum, tendon dari kepala yang lebih besar akan melewati kepala humerus dari cavum glomerohumeral. Ketika menuruni intertubular sulcus dari humerus, tendon ini akan diselubungi oleh membran sinovial.Struktur ligamentum tranversus humeral berfungsi untuk menahan agar tendon tersebut tetap berada pada posisinya. Otot biceps brachii tergabung pada kelompok fleksor lengan atas yang dibatasi oleh medial dan lateral intermuscular septum yang dibentuk oleh bagian dalam brachial fascia yang menyelubungi lengan atas dan berbatasan langsung dengan fascia deltoid, pectoralis, axilary dan infraspinosus.Moore, 2010 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. biceps brachii Netter, 2006

2.1.3. Fisiologi otot rangka

Kontraksi otot melibatkan dua proses pada serabut otot yang terdiri atas: 1 Depolarisasi sarcoplasma karena adanya interaksi asetilkolin dengan reseptornya 2 Adanya power stroke dari protein kontraktil otot Melekatnya asetilkolin dengan reseptornya menyebabkan terbukanya kanal natrium pada membran plasma sel otot sehingga terjadi aktivitas listrik yang menjalar hingga ke struktur tubulus T. Adanya aktivitas listrik menyebabkan struktur protein dihidropiridin yang sensitif terhadap stimulasi elektrik menjadi berubah, sehingga kanal-kanal kalsium pada ujung lateral reticulum sarcoplasmic yang ditutupinya menjadi terbuka. Terbukanya kanal kalsium menyebabkan ion kalsium yang tersimpan pada reticulum sarcoplasmic keluar menuju ke sarkoplasma dan berikatan pada troponin di serabut halus. Setelah berikatan, struktur troponin akan berubah sehingga mengekspos myosin binding space. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Mekanisme Terbukanya Myosin Binding Site Tortora, 2009 Pada saat yang bersamaan, kepala myosin yang sudah teraktivasi melalui energi yang dihasilkan oleh hidrolisis ATP, akan berikatan pada aktin dan menyebabkan terjadinya power stroke, yaitu terjadinya penarikan molekul aktin mendekati kepada garis M pada sarkomer otot. Hidrolisis ATP yang akan menghasilkan ADP+Pi fosfat anorganik, dimana ADP akan melekat pada kepala myosin hingga akhir dari power stroke kemudian terlepas dan posisinya akan digantikan oleh molekul ATP yang baru. Melekatnya molekul ATP yang baru akan menyebabkan terjadinya pelepasan kepala myosin dari aktin dan siklus ini terus berulang pada serabut yang tebal pada otot. Proses kontraksi otot tidak terjadi secara sinkron, yaitu ketika salah beberapa kepala myosin berikatan pada aktin, yang lainnya akan terlepas. Hal ini memungkinkan terjadinya pemendekan sarkomer yang optimal, dimana terdapat beberapa kepala myosin yang melanjutkan proses power stroke yang telah terjadi sebelumnya, tanpa menyebabkan pemanjangan kembali dari sarkomer. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Mekanisme power stroke Tortora, 2009 Relaksasi otot terjadi ketika tidak adanya ikatan asetilkolin dengan reseptornya, menyebabkan tidak adanya potensial listrik yang menyebabkan lepasnya kalsium tambahan dan protein Ca-ATPase memompakan kalsium kembali kedalam reticulum sarcoplasmic. Tidak adanya kalsium menyebabkan troponin kembali pada posisi awalnya menutupi Myosin binding site pada aktin. Pemendekan sarkomer akibat adanya ikatan antara myosin dan aktin menyebabkan terjadinya ketegangan pada serabut otot yang bersangkutan. Ketegangan ini akan diteruskan pada bagian jaringan ikat yang tidak ikut serta dalam proses kontraksi. Ketegangan dari otot dipengaruhi oleh: 1 Banyak serabut otot yang ikut berkontraksi 2 Ketegangan dari tiap serabut otot yang berkontraksi Banyak serabut otot ditentukan oleh seberapa besar kekuatan otot yang diperlukan, jika semakin besar kekuatan otot yang diperlukan maka akan semakin banyak motor unit yang akan direkrut untuk ikut serta oleh kontrol persarafan pusat. Ketegangan tiap serabut otot dipengaruhi oleh: 1 Frekuensi rangsangan saraf pada otot 2 Panjang otot sebelum kontraksi Universitas Sumatera Utara Otot dapat diaktivasi oleh beberapa potensial aksi karena otot memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan satu siklus kontraksinya dimana potensial aksi dan masa refrakter dari neuron yang memepersarafinya telah lama berakhir. Ada dua cara frekuensi saraf yang tinggi dapat meningkatkan ketegangan otot, pertama tembakan potensial aksi kedua yang terjadi sebelum siklus kontraksi otot selesai akan menambah kembali jumlah kalsium didalam sel. Kadar kalsium yang tinggi kembali memungkinkan untuk terbukanya myosin binding space yang terdapat pada aktin. Kedua , otot memiliki sifat elastis yang akan kembali lagi ke bentuk awalnya setelah kontraksi.Akan tetapi jika mendapat potensial aksi selanjutnya sebelum terjadi hal itu, maka ketegangan otot akan bertambah dengan adanya tegangan residual dari kontraksi sebelumnya. Panjang serabut otot yang optimal memungkinkan terjadi keluaran tenaga yang maksimal. Hal ini didukung oleh adanya Length-tension Relationship yang menyatakan bahwa apabila panjang serabut otot menjadi lebih pendek atau panjang dari optimal maka akan terjadi penurunan dari keluaran tenaga otot tersebut, karena akan terjadi ikatan antara molekul aktin dan myosin yang tidak maksimal. Pada serabut otot yang lebih pendek terjadi tumpang tindih antara molekul aktin yang berdekatan sehingga jumlah ikatan antara aktin-myosin akan menurun dan jarak antara 2 garis Z yang memendek akan menyebabkan halangan bagi sarkomer untuk memendek lebih lanjut, sebaliknya serabut otot yang lebih panjang menyebabkan kurangnya jumlah aktin yang dapat berikatan pada myosin karena terjadi pemanjangan pita-A dari sarkomer. Sherwood, 2008 2.2. Peregangan 2.2.1. Fisiologi peregangan Secara akut peregangan dapat menyebabkan peningkatan dari compliance otot yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena adanya sifat viscoelastic dari serabut otot sehingga apabila diberikan suatu gaya maka serabut tersebut akan Universitas Sumatera Utara memanjang dan apabila gaya tersebut dihilangkan panjang dari otot tersebut akan berkurang seiring waktu.Page, 2012 Peregangan mempengaruhi sistem refleks pada otot, yang mengontrol efek neural, meliputi refleks regang, refleks regang terbalik dan persepsi dan control rasa nyeri oleh Pacinian corpuscles. Ketiga refleks ini aktif ketika melakukan teknik peregangan, menyebabkan kontraksi secara refleks dari musculotendinous unit MTU, menyebabkan persepsi nyeri. Hal ini menyebabkan teraktivasinya Golgi Tendon Organ GTO yang memiliki efek inhibisi terhadap kontraksi dan Pacinian corpuscles. Kedua refleks ini menyebabkan relaksasi pada MTU dan berkurangnya persepsi nyeri. Pada gerakan peregangan yang dilakukan berulang terjadi perubahan dari tingkat eksitabilitas neuron akibat paparan yang memanjang dari masukan aferen. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan toleransi terhadap manuver peregangan yang dilakukan. Schwellnus, 2009

2.2.2. Metode peregangan

Metode peregangan terdiri atas: 1 Proprioceptive Neuromuscular Facilitation Peregangan ini dilakukan dengan cara menggerakkan tungkai sampai batas dari pergerakan tercapai dan sampel diminta untuk mengkontraksikan ototnya melawan arah gerakan tersebut. Kemudian otot kembali direlaksasikan dan penolong menggerakkan lagi tungkai tersebut sampai ada rasa tertarik oleh sampel. 2 Ballistic Stretching Pada cara ini anggota gerak secara cepat digerakkan sampai ke batas dari range of movement, dan setelah tercapai dilakukan sedikit pergerakan yang berulang-ulang. 3 Static Stretching Universitas Sumatera Utara Dengan cara ini, tungkai sampel digerakkan secara perlahan sampai tercapai batas dari range of movement miliknya dan mempertahankan posisi itu selama beberapa saat.Schwellnus, M.P, 2009 Lama peregangan yang dianjurkan sebagai protokol olahraga fleksibilitas adalah peregangan statis selama 15 sampai 30 detik dan ditemukan pula tidak adanya manfaat tambahan untuk peregangan berulang sebanyak 4 sampai 5 kali untuk kelompok otot tertentu. Shrier, 2004

2.2.3. Dampak peregangan

Dokumen yang terkait

Efek Kafein Terhadap Kontraktilitas Otot Polos Kandung Kemih Guinea Pig In Vitro

4 16 60

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN Perbedaan Pengaruh Pemberian Neuromuscular Electrical Stimulation (Nmes) Sebelum Dan Sesudah Latihan Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii Pada Atlet Pencak Silat Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 14

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN NEUROMUSCULAR Perbedaan Pengaruh Pemberian Neuromuscular Electrical Stimulation (Nmes) Sebelum Dan Sesudah Latihan Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii Pada Atlet Pencak Silat Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 5 17

PENDAHULUAN Perbedaan Pengaruh Pemberian Neuromuscular Electrical Stimulation (Nmes) Sebelum Dan Sesudah Latihan Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii Pada Atlet Pencak Silat Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 6

PENGARUH PEMBERIAN LATIHAN BEBAN DENGAN METODE Pengaruh Pemberian Latihan Beban Dengan Metode De Lorme Dan Metode Oxford Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii.

0 2 14

PENDAHULUAN Pengaruh Pemberian Latihan Beban Dengan Metode De Lorme Dan Metode Oxford Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii.

0 1 4

PENGARUH PEMBERIAN LATIHAN BEBAN DENGAN METODE Pengaruh Pemberian Latihan Beban Dengan Metode De Lorme Dan Metode Oxford Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii.

0 2 19

PENGARUH KONTRAKSI KONSENTRIK DAN EKSENTRIK TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT BICEPS BRACHII.

0 0 7

Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap Kekuatan Dan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau Dari Perbedaan Gender Studi Komparasi Pemberi

0 0 31

Biologi Kontraksi dan Relaksasi Otot

0 1 3