Kajian biologi reproduksi ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara

(1)

JAKARTA UTARA

DARA ANJANI LARASATI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

Dara Anjani Larasati C24070081


(3)

Dara Anjani Larasati. C24070081. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Dibawah bimbingan Yunizar Ernawati dan Ridwan Affandi.

Teluk Jakarta memiliki banyak fungsi strategis baik secara ekonomis maupun ekologis, diantaranya ialah sebagai sumber mata pencaharian bagi para nelayan untuk kegiatan penangkapan maupun budidaya. Kegiatan penangkapan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan. Salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting adalah ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Ikan ini merupakan ikan yang paling banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki rasa yang enak dan harga yang relatif terjangkau. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) antara lain nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, waktu pemijahan, potensi reproduksi, serta pola pemijahan.

Ikan contoh diambil dari hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta yang didaratkan di TPI Kalibaru, yang daerah penangkapannya di sekitar pulau Damar. Pengambilan ikan dilakukan mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 dengan interval waktu 14 hari. Ikan contoh diambil sebanyak 30 ekor pada setiap pengambilan sampel. Total ikan contoh yang terkumpul selama penelitian berjumlah 240 ekor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan kembung perempuan jantan dan betina bersifat isometrik. Nilai faktor kondisi rata-rata yang dihubungkan dengan waktu penelitian berkisar antara 1,2777 – 1,3443 untuk ikan jantan dan 1,2999 – 1,3882 untuk ikan betina. Hasil uji “chi-square” pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata bahwa nisbah kelamin yang berTKG IV adalah tidak seimbang (1:1,5). Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung perempuan yang betina dan jantan dengan menggunakan metode Spearman-Karber terdapat pada selang kelas panjang 179 – 185mm (tinggi tubuh ikan 48,89 – 51,10mm). Waktu pemijahan ikan kembung perempuan berlangsung pada bulan Agustus - November dengan puncak pemijahan Agustus dan Oktober. Hubungan antara fekunditas dengan panjang maupun berat total tubuh adalah erat. Potensi reproduksi ikan kembung perempuan dengan selang kelas panjang 165 – 210mm berkisar antara 31.147 - 192.028 butir telur. Pola pemijahan ikan kembung perempuan adalah bertahap (partial spawning).

Beberapa alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah mengatur waktu penangkapan yaitu tidak melakukan penangkapan berlebih pada bulan Agustus dan Oktober serta ukuran mata jaring yang digunakan hendaknya lebih dari 2 inchi agar ikan yang pertama kali matang gonad diberi kesempatan untuk melakukan reproduksi terlebih dahulu sebelum ditangkap sehingga jumlah rekruit/ individu baru tetap terjamin keberadaannya.


(4)

akurat, selain itu juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan aspek kebiasaan makanan dan kajian stoknya agar data yang tersedia untuk pengelolaan ikan ini lebih lengkap.


(5)

JAKARTA UTARA

DARA ANJANI LARASATI C24070081

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Judul : Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara

Nama : Dara Anjani Larasati

NIM : C24070081

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr.Ir. Ridwan Afandi, DEA NIP 19490617 197911 2 001 NIP 19541105 198003 1 002

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002


(7)

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul

Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma

Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Agustus 2010 sampai dengan November 2010, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Mei 2011

Dara Anjani Larasati


(8)

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing I yang telah bersabar dalam membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran yang berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian dan memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, nasehat, serta perbaikan skripsi.

4. Ibu Siti Nursiyamah selaku staf Laboratorium Biologi Mikro I (BIMI I) yang telah banyak membantu selama proses penelitian hingga terselesaikan dengan lancar.

5. Bapak Giri selaku kepala TPI Kalibaru atas bantuan dan kerjasamanya.

6. Mas Frendly, Mas Maman, Pak Yamin, serta seluruh pihak di TPI Kalibaru yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.

7. Para staf Tata Usaha MSP yang sangat saya banggakan terutama Mbak Widar dan Mbak Yanih atas arahan dan kesabarannya.

8. Teluk Jakarta Team (Budi Srirahayu Tarigan dan Glentina DH Togatorop) atas

suka dan duka, perjuangan, kerjasama, serta semangatnya dalam proses penelitian, ‘‘Ever Lasting Friend’’.

9. Keluarga tercinta, Papa, Mama, adik Adelia yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan motivasinya.

10. Keluarga besar di Bogor dan Sidoarjo atas doa, bantuan, dan dukungannya. 11. Teman-teman MSP 44 atas bantuannya, ‘‘Fight for Red’’.


(9)

Penulis dilahirkan di Bengkulu, 04 Oktober 1988 dari pasangan Bapak Edwin Moh Sjarif dan Ibu Titiek Arminiaty. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu SDN Kletek No.343 Taman, Sidoarjo (1995-2001). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SLTPN 2 Taman, Sidoarjo (2001-2004) dan SMAN 15 Surabaya (2004-2007). Pada tahun 2007, penulis lulus seleksi masuk ke perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota organisasi Himasurya (2007/2008) , anggota divisi kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2008/2009) dan (2009/2010), serta aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air (2009/2010).

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara”.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……….... xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

1. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 2

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 2

1.4. Manfaat Penelitian ………. 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 4

2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis….……….. 4

2.1.1. Klasifikasi ………... 4

2.1.2. Struktur morfologis ………. 5

2.2. Habitat, Penyebaran, dan Siklus Hidup ………. 5

2.3. Pola Pertumbuhan... 6

2.4. Kebiasaan Makanan ………...………..….……. 6

2.5. Aspek Reproduksi ………. 7

2.5.1. Nisbah kelamin ……….. 7

2.5.2. Ukuran pertama kali matang gonad ………. 7

2.5.3. Potensi reproduksi ………..………... 8

2.5.4. Pola pemijahan ……… 9

2.5.5. Waktu pemijahan………..……… 9

3. METODE PENELITIAN ……….. 11

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 11

3.2. Metode Kerja ………...……….. 11

3.2.1. Pengumpulan dan penanganan ikan contoh ……….. 11

3.2.2. Analisis laboratorium ..……….……… 13

3.2.2.1. Pengukuran panjang, tinggi, dan berat ikan contoh .……... 13

3.2.2.2. Pembedahan ikan contoh ……….... 13

3.2.2.3. Penentuan jenis kelamin……….. …… 13

3.2.2.4. Pengamatan struktur anatomis organ gonad ...…… 13

3.2.2.5. Penimbangan bobot gonad dan hati ……….... 14

3.2.2.6. Penghitungan jumlah telur ………... 15

3.2.2.7. Pengukuran diameter telur ………... 15

3.3. Analisis Data……….... 15

3.3.1. Sebaran frekuensi panjang ……….... 15

3.3.2. Nisbah kelamin …………..………... 16

3.3.3. Ukuran pertama kali matang gonad ………. 16


(11)

3.3.4. Indeks kematangan gonad (IKG) ..………. .. 17

3.3.5. Indeks hepatosomatik (HSI) ..………. 18

3.3.6. Fekunditas ……….……… 18

3.3.7. Sebaran diameter telur ……….. 19

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta ... 20

4.2. Hubungan Panjang dengan Berat Tubuh Ikan ... 21

4.3. Hubungan Panjang dengan Tinggi Tubuh Ikan ... 22

4.4. Faktor Kondisi ... 23

4.5. Nisbah Kelamin ... 26

4.6. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad ... 28

4.7. Waktu Pemijahan ... 30

4.8. Potensi Reproduksi ... 34

4.9. Pola Pemijahan ... 36

4.10. Alternatif Pengelolaan ... 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan ………. 41

5.2. Saran ………... 41

DAFTAR PUSTAKA ………. 42

xi 


(12)

xii 

 

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tingkat kematangan gonad menurut Cassie (1965) in Effendie

(1997) ... 14 2. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung

perempuan (R.brachysoma) dengan metode


(13)

xiii 

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Ikan kembung perempuan (R. brachysoma) ………... 4 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) ... 11 3. Prosedur pengukuran dan pengamatan ikan contoh ... 12 4. Hubungan panjang berat ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

(a) jantan dan (b) betina di perairan Teluk Jakarta ... 22 5. Hubungan panjang dengan tinggi tubuh ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) di perairan Teluk Jakarta... 23 6. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

(a) jantan dan (b) betina pada setiap selang kelas panjang di perairan

Teluk Jakarta ... 24 7. kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan

dan (b) betina pada setiap tingkat kematangan gonad di perairan

Teluk Jakarta... 25 8. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

(a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di perairan Teluk

Jakarta ... 26 9. Persentase jumlah jenis kelamin ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) (a) semua TKG dan (b) TKG IV setiap waktu

di perairan Teluk Jakarta ... 27 10.Nisbah kelamin ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (J/B)

semua TKG dan TKG IV setiap waktu di perairan Teluk

Jakarta ... 28 11.Persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap selang kelas

panjang di perairan Teluk Jakarta ... 29 12.Persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di


(14)

xiv 

 

13.Hubungan nilai TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada

setiap waktu di perairan Teluk Jakarta ... 32 14.Hubungan fekunditas dengan panjang dan berat ikan kembung

perempuan (R. brachysoma) betina berTKG IV di perairan Teluk

Jakarta ... 34 15.Fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) betina

berTKG IV dengan selang kelas panjang 172 – 185mm pada setiap

waktu di perairan Teluk Jakarta ... 35 16.Sebaran diameter telur (tingkat kematangan gonad IV) ikan kembung

perempuan (R. brachysoma) pada setiap selang ukuran diameter telur

di perairan Teluk Jakarta ... 37 17.Histologis gonad ikan kembung perempuan (R.brachysoma)

Jantan ... 38 18.Histologis gonad ikan kembung perempuan (R.brachysoma)


(15)

xv 

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Contoh perhitungan analisis anova satu arah terhadap nilai b ikan

kembung perempuan (R. brachysoma) jantan ... 46 2. Contoh perhitungan analisis anova satu arah terhadap nilai b ikan

kembung perempuan (R. brachysoma) betina ... 46 3. Contoh perhitungan nisbah kelamin untuk semua TKG jantan

maupun betina ... 47 4. Contoh perhitungan nisbah kelamin untuk TKG IV jantan maupun

betina ... 47 5. Contoh perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan

kembung perempuan (R. brachysoma) jantan menggunakan metode

Spearman-Karber ... 48 6. Contoh perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan

kembung perempuan (R. brachysoma) betina menggunakan metode

Spearman-Karber ... 49 7. Data panjang dan tinggi tubuh ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) ... 50 8. Data fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

pada selang kelas ukuran 172 – 185mm ... 50 9. Contoh perhitungan persentase TKG IV ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) jantan ... 51 10. Contoh perhitungan persentase TKG IV ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) betina ... 51 11. Contoh perhitungan Indeks kematangan gonad (IKG) ikan kembung

perempuan (R. brachysoma) ... 52 12. Contoh perhitungan Hepatosomatik Indeks (HSI) ikan kembung

perempuan (R. brachysoma) ... 52 13. Contoh perhitungan fekunditas ikan kembung perempuan


(16)

xvi 

 

14. Fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

berdasarkan selang kelas panjang ... 53 15. Fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

berdasarkan selang kelas berat ... 53 16. Sebaran ukuran diameter telur ikan kembung perempuan

(R. brachysoma) ... 53 17. Alat-alat yang digunakan selama penelitian ... 55 18. Sebaran diameter telur ikan kembung perempuan (R. brachysoma)


(17)

1.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Teluk Jakarta merupakan perairan yang terletak di pantai Utara Jakarta yang membentang dari Tanjung Kait di bagian barat hingga Tanjung Karawang di bagian timur dan dibatasi oleh garis bujur 106⁰33’00” BT hingga 107⁰03’00” BT dan garis lintang 5⁰48’30”LS hingga 6⁰10’30” LS. Perairan Jakarta merupakan perairan yang cukup subur dengan keanekaragaman sumberdaya alam yang merupakan aset pembangunan, baik sumberdaya alam terpulihkan (renewable resources) maupun sumberdaya alam yang tidak terpulihkan (nonrenewable resources). Perairan ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan. Hasil perikanan dari Teluk Jakarta dikonsumsi oleh penduduk Jakarta dan sekitarnya sehingga perairan Teluk Jakarta sangat penting untuk dipertahankan kelestarian sumberdaya alamnya, namun di sisi lain berbagai laporan mengenai berbagai pencemaran di pesisir Teluk Jakarta dapat mengancam kelestarian sumberdaya alamnya.

Teluk yang membentang dari Pantai Kamal di ujung barat Jakarta hingga Marunda di sebelah timur Jakarta ini kondisinya memprihatinkan. Selain itu, tingkat eksploitasi semakin tinggi akibat kebutuhan masyarakat akan sumberdaya ikannya untuk dikonsumsi yang terus meningkat terutama untuk ikan-ikan pelagis baik pelagis besar maupun pelagis kecil. Praseno dan Kasioro (1979) in Anggraeni (2002) menyatakan bahwa banyaknya tekanan yang terjadi di lingkungan dan terjadinya penangkapan yang terus menerus di perairan Teluk Jakarta memungkinkan terjadinya kemunduran hasil tangkapan ikan. Keadaan ini memungkinkan ikan yang matang gonad dan siap berpijah juga ikut tertangkap sehingga populasi ikan dapat menurun (Fujiarni 2007).

Salah satu ikan pelagis kecil yang dieksploitasi adalah ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Ikan ini paling banyak diminati oleh masyarakat karena harganya yang relatif terjangkau dan rasanya yang enak.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan pengelolaan, namun untuk keberlangsungan penangkapan ikan kembung perempuan dengan


(18)

adanya ancaman eksploitasi dan pencemaran maka perlu adanya suatu pengelolaan agar populasi ikan kembung perempuan tidak menurun. Untuk dapat mengelola dengan baik dan benar, pengelolaan perlu didasarkan pada informasi bioekologi ikan tersebut, salah satu aspek bioekologi yang penting untuk hal tersebut adalah biologi reproduksi.

1.2. Perumusan Masalah

Perairan Teluk Jakarta merupakan perairan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah kegiatan perikanan. Hasil perikanan Teluk Jakarta dikonsumsi oleh penduduk Jakarta dan sebagian penduduk Jawa Barat sehingga Perairan Teluk Jakarta sangat penting untuk dijaga keberadaan sumberdaya alamnya. Salah satu jenis ikan pelagis kecil yang potensial di perairan tersebut adalah ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Kegiatan perikanan yang cenderung mengeksploitasi sumberdaya alam dan kondisi perairan yang menurun atau tercemar akan mengakibatkan turunnya populasi ikan di alam. Informasi yang cukup mendasar dan salah satunya adalah informasi tentang studi biologi reproduksi dibutuhkan dalam rangka pengelolaan sumberdaya untuk menjamin kelestariannya. Studi biologi reproduksi bertujuan untuk mengetahui ukuran ikan pertama kali mencapai matang gonad sehingga pemanfaatan ikan kembung dapat dilakukan secara bertanggung jawab seperti pengaturan ukuran penangkapan (konsumsi) sehingga dapat memberikan kesempatan pada ikan kembung perempuan untuk melakukan reproduksi. Selain itu, agar ketersediaan telur ikan kembung tetap kontinyu, maka penelitian mengenai aspek biologi reproduksi ini dapat memberikan informasi mendasar untuk pengelolaan dan pemanfaatan ikan kembung di perairan Teluk Jakarta.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai biologi reproduksi ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) antara lain nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, pendugaan waktu pemijahan, potensi reproduksi, serta pola pemijahan.


(19)

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pengelolaan ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) agar tetap lestari sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.


(20)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1.Klasifikasi

Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial di Indonesia. Klasifikasi ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Parcomorphy Sub ordo : Scombroidea Famili : Scombridae Genus : Rastrelliger

Spesies : Rastrelliger brachysoma (Bleeker, 1851) Nama umum : Short Mackerel

Nama Lokal : Kembung Perempuan (Jakarta)

Gambar 1. Ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (Dokumentasi pribadi)


(21)

Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) memiliki genus yang sama dengan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta). Ciri yang membedakannya adalah adanya satu bintik atau totol hitam dekat sirip dada pada ikan kembung lelaki. Selain itu, ikan kembung perempuan memiliki perut yang lebih lebar dibandingkan ikan kembung lelaki.

2.1.2.Struktur morfologis

Ikan kembung perempuan memiliki bentuk tubuh pipih dengan bagian dada lebih besar daripada bagian tubuh yang lain dan ditutupi oleh sisik yang berukuran kecil dan tidak mudah lepas. Warna tubuh biru kehijauan di bagian punggung dengan titik gelap atau totol-totol hitam di atas garis rusuk sedangkan bagian bawah tubuh berwarna putih perak. Sirip punggung (dorsal) terpisah nyata menjadi dua buah sirip, masing-masing terdiri atas 10 hingga 11 jari-jari keras dan 12 hingga 13 jari-jari lemah ( Direktorat Jendral Perikanan 1979). Sirip dubur (anal) berjari-jari lemah 12. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5 sampai 6 sirip tambahan yang disebut finlet. Sirip perut (ventral) terdiri dari 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lemah. Sirip ekor (caudal) bercagak dalam dan sirip dada (pectoral) lebar dan meruncing (Anwar 1970 in Ruswahyuni 1979). Mata mempunyai selaput yang berlemak, gigi yang kecil pada tulang rahang. Tapis insang halus 29-34, pada bagian bawah busur insang pertama tapis insang panjang dan banyak terlihat seolah-olah bulu jika mulutnya dibuka (Burhanudin et al 1984 in Astuti 2007).

2.2. Habitat, Penyebaran dan Siklus Hidup

Ikan kembung perempuan merupakan kelompok ikan epipelagis dan neritik di daerah pantai dan laut. Penyebaran ikan kembung dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebaran secara vertikal dan horisontal. Penyebaran secara vertikal dipengaruhi oleh suhu dan gerakan harian plankton sedangkan penyebaran secara horizontal dipengaruhi oleh arus laut.

Penyebaran ikan ini meliputi Samudra Pasifik, Laut Andaman, Thailand, Filipina, Papua New Guinea, Pulau Solomon, dan Fiji (Fishbase 2010). Daerah


(22)

penyebaran di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan, Sumatra Barat, Laut Jawa, Selat Malaka, Muna-Buton, arafuru, TL Siam (Direktorat Jendral Perikanan 1979).

Nikolsky (1963) menyatakan bahwa ada tiga alasan utama yang menyebabkan beberapa spesies ikan melakukan migrasi, antara lain usaha untuk mencari daerah yang banyak makanannya (feeding), usaha untuk mencari daerah tempat berpijah (spawning), dan adanya perubahan beberapa faktor lingkungan seperti temperatur, salinitas, dan suhu.

Fischer dan Whitehead (1974) in Zen (2006) menyatakan bahwa ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) hidup berkelompok dalam jumlah yang besar pada perairan pantai dengan kedalaman antara 10-50 meter. Ikan ini melakukan ruaya pemijahan yang bersifat oceanodromus yaitu ikan menghabiskan siklus hidupnya di daerah pantai dan memijah di daerah laut lepas (McKeown 1984). Chirastit (1962) menduga bahwa Ikan kembung perempuan yang sudah matang gonad beruaya dari daerah pantai ke laut lepas sedangkan ikan juvenil beruaya dari laut lepas ke daerah pantai untuk membesar.

2.3. Pola Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat dikatakan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Penentuan pola pertumbuhan ikan yaitu dengan mencari hubungan panjang berat ikan dengan suatu bentuk eksponensial. Berdasarkan hasil penelitian Vanichkul dan Hongskul (1963) di perairan Teluk Thailand, menunjukkan bahwa pertumbuhan berat pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) lebih cepat daripada pertumbuhan panjangnya sehingga mengindikasikan bahwa ikan kembung perempuan memiliki pola pertumbuhan allometrik positif.

2.4. Kebiasaan Makanan

Ikan kembung termasuk ikan pemakan plankton. Kebiasaan makanan ikan kembung yaitu memangsa plankton, copepod, atau crustacea (Kriswantoro dan Sunyoto 1986 in Sari 2004). Plankton tersebut disaring dengan tapis insang. Tapis


(23)

insang pada ikan kembung lelaki lebih besar karena plankton yang dimakannya memilki ukuran yang lebih besar, sedangkan pada kembung perempuan (R. brachysoma) memiliki tapis insang yang halus karena plankton yang dimakannya berukuran kecil (Nontji 2005 in Astuti 2007).

2.5. Aspek Reproduksi 2.5.1.Nisbah kelamin

Nisbah kelamin adalah salah satu aspek biologi reproduksi yang berhubungan dengan kondisi populasi ikan dalam suatu perairan. Perbandingan antara jumlah jantan dan jumlah betina dalam suatu populasi dengan rasio 1 : 1 (ikan jantan dan ikan betina masing-masing 50%) merupakan kondisi yang ideal (Ball and Rao 1984).

Nikolsky (1969) in Hermawansyah (2007) menyatakan bahwa perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Perubahan rasio kelamin secara teratur dapat terjadi dalam pergerakan ikan untuk memijah, pada awalnya ikan jantan lebih dominan daripada ikan betina dan kemudian rasio kelamin berubah menjadi 1:1, diikuti oleh dominasi ikan betina. Penyimpangan seringkali terjadi pada pola perbandingan 1:1, antara lain karena adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan antara jantan dan betina (Febianto 2007).

2.5.2.Ukuran pertama kali matang gonad

Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan dalam biologi perikanan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan, selama itu sebagian hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Berdasarkan pengetahuan tahap perkembangan gonad akan didapatkan keterangan bilamana ikan itu memijah, baru memijah, atau telah selesai memijah. Ukuran ikan saat pertama kali gonadnya menjadi masak berhubungan dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Effendie 1997). Terdapat dua


(24)

faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan mencapai matang gonad yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain adalah perbedaan spesies, kebiasaan makanan, umur dan ukuran, serta kondisi fisiologis dari ikan tersebut, sedangkan faktor luar antara lain adalah hubungan antara lamanya terang dan gelap, suhu, arus, dan keberadaan dari jenis kelamin yang berbeda (Lagler et al. 1962). Lachita (2006) menyatakan bahwa panjang ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dewasa dan siap memijah di Teluk Lingayen Filipina ialah 170 mm dengan ukuran pertama kali tertangkap ialah 160 mm.

2.5.3.Potensi reproduksi

Fekunditas adalah jumlah telur yang masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Pengertian fekunditas tersebut merupakan fekunditas individu atau fekunditas mutlak (Effendie 1997). Fekunditas lainnya yaitu fekunditas total dan fekunditas nisbi. Royce (1972) menyatakan bahwa fekunditas total adalah fekunditas ikan selama hidupnya, sedangkan fekunditas nisbi adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang (Nikolsky 1963).

Fekunditas berhubungan erat dengan keadaan lingkungan perairan, perubahan lingkungan akan mempengaruhi kematangan telur ikan. Effendie (1997) menyatakan bahwa suhu perairan mempengaruhi fekunditas secara tidak langsung, begitu juga dengan kedalaman air dan oksigen terlarut yang mana merupakan faktor penghambat terhadap fekunditas. Kondisi lingkungan yang menguntungkan mengakibatkan telur yang dikeluarkan lebih banyak dibandingkan dalam kondisi lingkungan yang kurang baik. Fekunditas juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. Pada spesies tertentu dengan umur yang berbeda-beda menunjukkan fekunditas yang bervariasi sehubungan dengan persediaan makanan tahunan (Nikolsky 1969 in Febianto 2007). Effendie (1997) menyatakan bahwa umumnya individu yang cepat pertumbuhannya memiliki fekunditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang pertumbuhannya lambat pada ukuran yang sama.

Estimasi fekunditas pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dengan panjang 190 hingga 208 cm sebesar 200.000 dan 500.000


(25)

telur, namun jumlah telur ikan kembung pada umumnya berkisar antara 100.000 hingga 166.000 butir (Boonprakop 1965).

2.5.4.Pola Pemijahan

Pola pemijahan ikan berbeda-beda pada tiap spesies. Ada dua tipe pola pemijahan, yaitu total spawning dan partial spawning. Pola pemijahan total spawning merupakan pemijahan yang berlangsung dalam waktu singkat namun ada juga yang berlangsung dalam waktu panjang. Sedangkan pola pemijahan partial spawning merupakan pemijahan sebagian demi sebagian yang mana dapat berlangsung saelama beberapa hari (Effendie 1997). Pola pemijahan dapat diduga dengan mengamati pola distribusi diameter telur gonad IV dari ikan contoh.

Menurut penelitian Pathansali (1961) di Glugor, Penang, Malaysia, ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) memijah dua kali selama musim pemijahan, begitu juga menurut penelitian Boonprakop (1965) di Teluk Thailand yang menyatakan bahwa ikan kembung (Rastrelliger spp.) memijah lebih dari satu kali selama musim pemijahan. Pemijahan yang terjadi pada ikan kembung yaitu sekumpulan telur dilepaskan terlebih dahulu, berikutnya sekumpulan telur akan dilepaskan kembali dengan interval yang pendek. Ikan kembung memiliki sebaran diameter telur yang luas. Kelompok ukuran diameter telur yang besar merupakan perkembangan dari kelompok ukuran diameter telur sebelumnya dan mungkin merupakan sekumpulan telur yang terakhir dilepaskan setelah pemijahan pertama selama musim pemijahan.

2.5.5.Waktu pemijahan

Gonad akan bertambah berat sebelum terjadinya pemijahan dalam proses reproduksi, begitu juga ukuran diameter telur yang ada di dalam ovarium ikan. Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer objektif dan okuler berskala yang sudah ditera (Effendie 1997). Sebelum terjadinya pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme ikan tertuju untuk perkembangan gonad. Berat gonad akan mencapai maksimum ketika ikan memijah kemudian akan menurun secara cepat dengan


(26)

berlangsungnya musim pemijahan hingga selesai. Ovarium ikan yang mengandung telur masak berukuran sama semua atau seragam menunjukkan waktu pemijahan yang pendek. Sebaliknya, waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai oleh banyaknya ukuran telur ikan yang berbeda di dalam ovarium (Hoar in Lumbanbatu 1979).

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Laut Jawa mempunyai dua musim pemijahan yang berlangsung pada musim barat mulai dari bulan Oktober hingga Februari dan pada musim timur yaitu mulai dari bulan Juni hingga September (Astuti 2007), sedangkan ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) memiliki musim pemijahan dari bulan Maret sampai dengan bulan Oktober (Ochavillo et al. 1991; Froese and Pauly 2006 in Lachita 2006).


(27)

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta yang daerah penangkapannya di sekitar pulau Damar. Peta lokasi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

3.2. Metode Kerja

3.2.1.Pengumpulan dan penanganan ikan contoh

Proses pengumpulan ikan contoh dilakukan sebanyak delapan kali dengan interval waktu 14 hari dengan teknik pengambilan acak sederhana. Ikan contoh yang akan dilakukan identifikasi spesies diawetkan dengan alkohol 70%. Adapun prosedur pengukuran dan pengamatan ikan contoh disajikan pada Gambar 3.


(28)

Berikut adalah skema pengambilan data ikan yang diperoleh dari hasil penelitian :

Gambar 3. Prosedur pengukuran dan pengamatan ikan contoh Keterangan : = tidak dikaji pada penelitian ini Sampel ikan hasil tangkapan

Pengukuran panjang dan berat ikan Pembedahan ikan

Pengamatan dan pengukuran organ ikan

Gonad ikan Hati ikan

Penentuan jenis kelamin Pengamatan struktur anatomi Penimbangan bobot gonad Penimbangan hati ikan Penghitungan jumlah telur Pengukuran diameter  telur  Nisbah kelamin

TKG IKG HSI Fekunditas

Pola pemijahan Potensi reproduksi Waktu pemijahan Tempat pemijahan

Ukuran pertama kali matang gonad Hubungan panjang berat Faktor kondisi Pola pertumbuhann Kesesuaian habitat Kaitkan dengan waktu

Kaitkan dengan tempat Kaitkan dengan ukuran

Sebaran diameter


(29)

3.2.2.Analisis laboratorium

3.2.2.1. Pengukuran panjang, tinggi, dan berat ikan contoh

Ikan contoh diukur panjang total, tinggi, dan berat totalnya. Pengukuran panjang dan tinggi ikan contoh dilakukan dengan menggunakan mistar dengan ketelitian 1 mm. Pengukuran berat total ikan contoh dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1 gram.

3.2.2.2. Pembedahan ikan contoh

Pembedahan ikan dimulai dari bagian lubang anal sampai dengan tutup insang dan dilakukan dengan menggunakan gunting yang ujungnya runcing terlebih dahulu, setelah ada celah kemudian diganti dengan ujungnya yang tumpul. Hal ini bertujuan agar tidak merusak organ dalam pada ikan yang dianalisis. Kemudian dilakukan pemisahan organ gonad dan hati untuk diawetkan menggunakan formalin 5% dalam botol film.

3.2.2.3. Penentuan jenis kelamin

Penentuan jenis kelamin ikan kembung dilakukan setelah ikan dibedah dan gonad diamati secara visual dengan mengikuti ketentuan dari hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997) (dapat dilihat pada Tabel 1).

3.2.2.4. Pengamatan struktur anatomis organ gonad

Gonad diawetkan dalam larutan formalin 5%. Gonad ikan jantan dan ikan betina dipisahkan dan diamati tingkat kematangan gonadnya. Penentuan TKG dilakukan melalui pengamatan struktur morfologis (visual) dengan menggunakan ciri TKG yang dikemukakan oleh Cassie (Effendie 1997). Dasar yang dipakai untuk menentukan TKG adalah bentuk, warna gonad, dan perkembangan isi gonad yang tampak (Effendie 1997). tingkat kematangan gonad ikan menurut klasifikasi Cassie adalah disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut :


(30)

Tabel 1. Tingkat kematangan gonad menurut Cassie (1965) in Effendie (1997)

TKG Struktur Morfologis Gonad Jantan

Struktur Morfologis Gonad Betina

I

Testes seperti benang, lebih pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin

II

Ukuran testes lebih besar, warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada TKG I

Ukuran ovary lebih besar, warna lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas tanpa kaca pembesar

III

Permukaan testes bergerigi, warna makin putih dan makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus

Butir-butir telur mulai kelihatan dengan mata. Butir-butir minyak makin kelihatan

IV Seperti TKG III tampak lebih jelas, testes makin pejal

Ovari bertambah besar, telur berwarna kuning, mudah dipisah-pisahkan, butir minyak tidak tampak. Ovary mengisi ½-2/3 rongga perut dan rongga perut terdesak

V Testes bagian anterior kempis dan bagian posterior berisi

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di bagian posterior, banyak telur seperti TKG II

3.2.2.5. Penimbangan bobot gonad dan hati

Gonad dan hati yang telah diawetkan dengan formalin 5% dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan tisu. Setelah itu, gonad dan hati ditimbang menggunakan timbangan ohauus dengan ketelitian 0,0001 gram. Semua data bobot gonad dan hati dimasukkan ke dalam buku data.


(31)

3.2.2.6. Penghitungan jumlah telur

Penghitungan jumlah telur pada gonad betina TKG IV menggunakan metode gabungan. Gonad dikeringkan kemudian diambil tiga bagian secara acak pada bagian anterior, tengah, dan posterior lalu bagian tersebut digabungkan menjadi satu kemudian ditimbang beratnya. Gonad selanjutnya diencerkan ke dalam 10 ml air pada cawan petri dan diaduk, kemudian ambil 1 ml dengan menggunakan pipet tetes dan gelas ukur untuk dihitung jumlah telurnya. Proses ini dilakukan sebanyak satu kali untuk satu ikan contoh.

3.2.2.7. Pengukuran diameter telur

Pengukuran diameter telur dilakukan pada gonad TKG IV bagian anterior, tengah, dan posterior dan diambil sebanyak 50 butir telur pada tiap masing-masing bagian. Kemudian contoh telur yang telah diambil tersebut disusun pada gelas objek dan diamati di bawah mikroskop yang sudah dilengkapi dengan mikrometer okuler dengan perbesaran 10 x 10.

3.3. Analisis Data

3.3.1.Sebaran frekuensi panjang

Menurut Walpole (1982) analisis sebaran frekuensi panjang berdasarkan ukuran panjang dapat diketahui dengan melakukan analisa data sebagai berikut :

a. Menentukan lebar kelas, r = pb-pk (r = lebar kelas, pb = panjang tertinggi, pk = panjang terpendek)

b. Menentukan jumlah kelas 1 + 3,32 log N (N = jumlah data)

c. Menghitung lebar kelas, L = r / jumlah kelas (L = lebar kelas, r = wilayah kelas)

d. Memilih ujung bawah kelas interval

Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100.


(32)

3.3.2.Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin dihitung berdasarkan perbandingan jumlah ikan sampel jantan dan betina tiap sampling dan kelas ukuran panjang. Analisis nisbah kelamin ikan jantan dan betina digunakan rumus :

Keterangan :

X = Nisbah kelamin

B = Jumlah ikan betina (ekor) J = Jumlah ikan jantan (ekor)

Pengujian nisbah kelamin digunakan uji “Chi-Square” (Steel dan Torrie 1980 in Febianto 2007). Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

X2 = sebuah nilai bagi peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya Menghampiri sebaran Khi-kuadrat

ei = frekuansi harapan ikan jantan dan betina pada sel ke-i oi = frekuensi ikan jantan dan atau betina yang diamati

3.3.3.Ukuran pertama kali matang gonad

Pendugaan rata-rata ukuran pertama kali ikan matang gonad diduga dengan memisahkan kelompok belum matang gonad dan kelompok matang gonad (TKG IV). Metode yang digunakan yaitu metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in Heriyanti dan Waluyo 1993), yaitu :

Keterangan :

m = log panjang ikan pada kematangan gonad pertama

xk = log nilai tengah kelas panjang terakhir ukuran ikan telah matang gonad pi = proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-I dengan jumlah ikan


(33)

x = rata-rata hasil pengurangan log nilai tengah ni = jumlah ikan pada kelas ke-i

qi = 1 – pi

M = panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m, dan jika a = 0,05 maka selang kepercayaanya 95% dari m adalah

antilog m = m ± 1,96

Maka panjang ikan pertama kali matang gonad dapat diduga dari antilog m pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung perempuan (R.brachysoma) dengan metode Spearman-Karber (Udupa 1986

in Heriyanti dan Waluyo 1993)

Selang (cm)

Nt (cm)

Log Nt (X)

∑ ikan (Ni)

∑ikan matang gonad TKG IV

Pi (Nj/Ni)

X(i+1)-Xi

Q=1 -Pi

Total

3.3.4.Indeks kematangan gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad (IKG) dianalisa berdasarkan berat gonad dan berat tubuh ikan contoh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) :

Keterangan :

IKG = Indeks kematangan gonad (%) Bg = Berat gonad (gram)


(34)

3.3.5.Indeks Hepatosomatik (HSI)

Indeks hepatosomatik (HSI) merupakan rasio antara berat hati dengan berat tubuh ikan dengan rumus sebagai berikut :

HSI =

x

Keterangan :

BH = berat hati BT = berat tubuh

Semakin tinggi HSI maka semakin tinggi kesempatan ikan menjadi dewasa ketika dalam kondisi baik pada usia dan panjang tertentu.

3.3.6.Fekunditas

Perhitungan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan gravimetrik dan volumetrik (Effendie 1997), yaitu :

Keterangan :

F = Fekunditas (butir)

G = Berat gonad total (gram) V = Isi pengenceran (cc) X = Jumlah telur tiap cc

Q = Berat gonad contoh (gram)

Sedangkan analisis hubungan fekunditas dengan panjang total tubuh menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) :

Keterangan :

F = Fekunditas (butir) L = Panjang total ikan (mm) a dan b = Konstanta

Persamaan di atas dapat ditransformasikan ke logaritma yang akan didapat persamaan regresi garis lurus, yaitu :


(35)

Keterangan :

F = Fekunditas ikan Log F = y

Log L = x

Log a dan log b sebagai intersep dan slope yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

∑ ∑ ∑

∑ ∑

Keeratan hubungan antara panjang dengan fekunditas dilihat dari koefisien korelasi r, yaitu :

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

3.3.7. Sebaran Diameter Telur

Pola pemijahan dihitung berdasarkan data sebaran diameter telur dan untuk lebih jelasnya dibuat grafik hubungan antara sebaran diameter telur dan frekuensinya. Sebaran frekuensi telur tersebut akan menentukan tipe pemijahan ikan, apakah ikan termasuk totalspawner atau partialspawner.


(36)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta

Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu teluk yang terdapat di utara pulau Jawa. Secara geografis, teluk ini mempunyai panjang pantai kurang lebih 89 km yang terletak antara 05°48 50 LS – 06°10 30 LS dan 106°33 00 BT – 107°03 00 BT, membentang dari Tanjung Pasir di bagian barat hingga Tanjung Karawang di bagian timur. Bagian tengah dan barat teluk terdapat beberapa pulau kecil yang merupakan bagian dari gugusan kepulauan Seribu (Pardjaman 1977 in Nurafni 2002). Kedalaman rata-rata perairan Teluk Jakarta adalah kurang lebih 15 meter. Topografi dasar bagian tengah melandai ke arah utara dengan kedalaman berkisar antara 20 – 30 meter sehingga teluk ini digolongkan sebagai perairan yang dangkal (Anggoro 2002). Perairan ini mengalir sungai-sungai besar diantaranya Citarum, Bekasi, Ciliwung, serta sungai kecil dan sungai-sungai buatan seperti Sungai Cidurian, Cilontar, Cisadane, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Sunter, Kali Cakung, dan Kali Cikarawang. Sungai-sungai yang bermuara di Teluk ini banyak mengangkut bahan-bahan buangan yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia di daratan (Suyarso 1995 in Nurafni 2002).

Teluk Jakarta memiliki banyak fungsi strategis baik secara ekonomis maupun ekologis di Indonesia, diantaranya ialah merupakan pintu gerbang laut bagi hubungan ibukota negara dengan bagian-bagian lain dari kepulauan Indonesia dan hubungan dagang internasional, sebagai sumber mata pencaharian bagi para nelayan untuk kegiatan penangkapan maupun budidaya, sebagai tempat penampung limbah yang dibuang baik sengaja maupun tidak sengaja kedalam teluk. Kegiatan penangkapan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat akan kebutuhan pangan. Salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting adalah ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Ikan ini adalah ikan yang paling banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki rasa yang enak dan harga yang relatif terjangkau.

Sumber pencemaran perairan pesisir dan perairan Teluk Jakarta dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas, yaitu industri, sewage (limbah cair


(37)

pemukiman), urban stormwater (limbah cair perkotaan), pertambangan, pelayaran, pertanian, dan perikanan budidaya. Bahan pencemar yang terkandung di dalamnya dapat berupa sedimen, unsur hara, logam beracun, pestisida, organisme eksotik, organisme patogen, sampah, dan oxygen depleting substance (bahan penyebab oksigen terlarut berkurang) (KPPL dan PPLH-IPB 1997 in Anggoro 2002).

Menurut Praseno dan Kastoro (1979), pengendapan sedimen dari sungai yang melalui kota Jakarta memiliki warna hitam. Warna ini disebabkan oleh pembusukan zat organik dan oleh minyak. Penambangan pasir di laut juga berakibat semakin keruhnya air laut sehingga dapat mengganggu kehidupan tumbuh-tumbuhan (terutama fitoplankton) dan zooplankton (cladocera). Namun akibat dari pengaruh daratan ini bisa positif, yaitu dengan terjadinya pengayaan zat hara di lingkungan laut maka kemungkinan fitoplankton dapat melimpah dan sehingga jumlah zooplankton menjadi lebih banyak, akibatnya perairan tersebut menjadi subur.

Penangkapan serta pencemaran yang terjadi akan berpengaruh terhadap habitat dan kelangsungan hidup populasi ikan sebagai salah satu sumberdaya yang ada di perairan Teluk Jakarta. Oleh karena itu, perlu adanya pengelolaan yang tepat agar kelestarian sumberdaya ikan dapat terus berkelanjutan.

4.2. Hubungan Panjang dengan Berat Tubuh Ikan

Pertumbuhan dapat dikatakan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Dalam hubungan panjang dengan berat maka berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Penghitungan panjang berat ini dapat memberikan keterangan mengenai pertumbuhan ikan, kemontokan ikan, serta perubahan dari lingkungan (Effendie 1997). Berikut merupakan grafik hubungan panjang berat ikan kembung perempuan (Rastrelligerbrachysoma) jantan maupun betina. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan panjang total dengan berat tubuh ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina memperlihatkan suatu persamaan geometrik yang relatif berbeda (Gambar 4).


(38)

Gambar 4. Hubungan panjang berat ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina di perairan Teluk Jakarta

Berdasarkan Gambar 4, nilai koefisien regresi (b) untuk ikan kembung perempuan jantan adalah 2,739 dan ikan betina adalah 2,6001. Setelah dilakukan pengujian dengan uji t pada ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina, ternyata nilai t hit < t tab yang berarti terima hipotesis H0 yaitu koefisien regresi (b) = 3 sehingga memiliki pola pertumbuhan isometrik. Ini berarti bahwa pertumbuhan panjang ikan kembung perempuan seimbang dengan pertumbuhan beratnya. Bila dilihat dari koefisien korelasinya ternyata terdapat hubungan yang erat antara panjang total dengan berat tubuh ikan kembung perempuan, baik ikan jantan (r = 0,9416 ; n=115) maupun ikan betina (r = 0,9394 ; n = 125).

Berbeda dengan hasil penelitian Vanichkul dan Hongskul (1963) terhadap ikan kembung perempuan di perairan Teluk Thailand yang menunjukkan nilai b sebesar 3,1463 pada ikan jantan dan 3,7633 pada ikan betina dan setelah melalui uji-t menunjukkan bahwa pertumbuhan berat lebih cepat daripada panjangnya yang mengindikasikan ikan kembung perempuan memiliki pola pertumbuhan allometrik positif.

4.3. Hubungan Panjang dengan Tinggi Tubuh Ikan

Data tinggi tubuh ikan kembung perempuan berkaitan dengan panjang total tubuh ikan, hubungan dapat dilihat pada Gambar 5. Hubungan panjang dengan tinggi tubuh ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) diperlukan dalam pengaturan ukuran mata jaring. Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa nilai

y = 5E‐05x2,739 R² = 0,8867 r = 0,9416 0 20 40 60 80 100 120

0 100 200 300

Berat (gram

)

Panjang (mm) (a)

y = 0,0001x2,6001 R² = 0,8825

r = 0,9394

0 20 40 60 80 100 120 140

0 100 200 300

Berat (gram)

Panjang (mm) (b)


(39)

koefisien korelasi (r) sebesar 0,9569 (n = 10), hal ini menandakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara panjang total ikan dengan tinggi tubuh ikan kembung perempuan. Keeratan hubungan ini membuktikan bahwa panjang ikan mempengaruhi tinggi tubuh ikan kembung perempuan.

Gambar 5. Hubungan panjang dengan tinggi tubuh ikan kembung perempuan (R. brachysoma) di perairan Teluk Jakarta

Nelayan Kalibaru menangkap ikan kembung perempuan dengan menggunakan alat tangkap payang. Ukuran mata jaring yang digunakan ialah sebesar 1,5 inchi pada kantong dan 3 inchi pada bukaan mulut. Namun ukuran mata jaring tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan karena masih tertangkapnya ikan kembung perempuan yang berukuran kecil dan yang pertama kali matang gonad sehingga perbesaran ukuran mata jaring perlu dilakukan agar ikan-ikan yang berukuran kecil dan yang pertama kali matang gonad tidak ikut tertangkap.

4.4. Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dalam bentuk angka (Royce 1972). Nilai faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dengan melihat segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup (survival) dan reproduksi (Effendie 1997).

y = 0,3682x ‐17,016

r = 0,9569

0 10 20 30 40 50 60

160 170 180 190 200

tinggi

 

tubuh

 

(mm)


(40)

Gambar 6. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap selang kelas panjang di perairan Teluk Jakarta

Ikan memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan pada setiap ukuran panjang, selain itu ketersediaan makanan di perairan juga mempengaruhi nilai faktor kondisi (Effendie 1997). Berdasarkan Gambar 6, Terlihat bahwa nilai faktor kondisi ikan jantan maupun betina berfluktuasi terhadap selang kelas panjang. Nilai tertinggi faktor kondisi rata-rata baik ikan jantan maupun betina berada pada selang kelas ukuran 151 – 157mm. Nilai faktor kondisi rata-rata cenderung menurun ketika ukuran ikan semakin panjang, sesuai dengan pernyataan Pantulu (1963) in Effendie (1997) bahwa faktor kondisi relative berfluktuasi terhadap ukuran ikan, ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi relative yang tinggi kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Keadaan menurunnya faktor kondisi pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dapat dikarenakan adanya perubahan lingkungan akibat ruaya ikan yaitu dari perairan pantai ke perairan laut untuk memijah. Selain itu, penurunan faktor kondisi pada selang kelas panjang 200 – 206mm pada ikan jantan maupun betina karena ikan pada ukuran tersebut telah selesai melakukan proses pemijahan.

Nilai faktor kondisi rata-rata ikan jantan pada setiap kelas ukuran panjang berkisar antara 1,0711 – 1,4169, sedangkan pada ikan betina berkisar antara

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 151 ‐ 157 158 ‐ 164 165 ‐ 171 172 ‐ 178 179 ‐ 185 186 ‐ 192 193 ‐ 199 200 ‐ 206 207 ‐ 213 Faktor   Kondisi   Rata rata

Selang Kelas Panjang (mm) (a) 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 151 ‐ 157 158 ‐ 164 165 ‐ 171 172 ‐ 178 179 ‐ 185 186 ‐ 192 193 ‐ 199 200 ‐ 206 207 ‐ 213 Faktor   Kondisi   Rata rata

Selang Kelas Panjang (mm) (b)


(41)

1,2245 – 1,4334. Secara keseluruhan, kisaran nilai faktor kondisi betina lebih besar daripada ikan jantan. Hal ini diduga bahwa ikan betina memiliki kondisi lebih baik saat mengisi gonadnya dengan cell sex dalam proses reproduksi dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie 1997).

Gambar 7. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap tingkat kematangan gonad di perairan Teluk Jakarta

Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa faktor kondisi mengalami fluktuasi pada setiap tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan. Nilai faktor kondisi rata-rata tertinggi ikan kembung perempuan jantan maupun betina yaitu pada TKG I sebesar 1,3352 pada ikan jantan dan 1,4280 pada ikan betina. Kemudian faktor kondisi rata-rata menurun ketika tingkat kematangan gonad mengalami kenaikan (TKG II dan III), faktor kondisi ikan akan menurun pada saat makanan berkurang jumlahnya sehingga ikan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad. Namun pada saat TKG IV faktor kondisi mengalami sedikit kenaikan hal ini dikarenakan pengaruh kematangan gonad ikan yang tinggi.

Berdasarkan Gambar 8, faktor kondisi baik jantan maupun betina mengalami fluktuasi pada tiap waktu penelitian. Nilai faktor kondisi rata-rata pada setiap bulannya berkisar antara 1,2777 – 1,3443 untuk ikan jantan dan 1,2999 – 1,3882 untuk ikan betina.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

I II III IV

Faktor   kondisi   rata rata

Tingkat Kematangan Gonad (a) 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

I II III IV

Faktor   kondisi   rata rata

Tingkat Kematangan Gonad (b)


(42)

Gambar 8. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta

Nilai faktor kondisi ikan jantan dan betina hampir memiliki pola yang sama. Faktor kondisi ikan jantan maupun betina cenderung menurun pada bulan Agustus dan Oktober dan meningkat pada bulan September dan November. Pada bulan Agustus dan Oktober diduga ikan kembung perempuan telah mengalami kematangan gonad yang tinggi dan sedang mengalami musim pemijahan sehingga memerlukan pemanfaatan energi untuk bergerak migrasi dan beradaptasi dengan lingkungan pemijahan yaitu laut lepas. Oleh karena itu, ikan cenderung beradaptasi dengan lingkungan dan mengakibatkan kondisi tubuh ikan yang semakin menurun.

Faktor kondisi meningkat kembali pada bulan September, diduga ikan telah mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan mendapatkan asupan makanan yang cukup untuk tumbuh dan perkembangan gonad. Peningkatan faktor kondisi disebabkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan (Pantulu 1963 in Effendie 1997).

4.5. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin adalah perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Aspek ini berhubungan dengan kondisi populasi ikan dalam suatu perairan dengan melihat perbandingan antara jumlah jantan dan jumlah betina dalam suatu

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 Faktor   kondisi   rata rata

Waktu penelitian (a) 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 Faktor   kondisi   rata rata

Waktu penelitian (b)


(43)

populasi, dimana rasio 1 : 1 (ikan jantan dan ikan betina masing-masing 50%) merupakan kondisi yang ideal (Ball and Rao 1984). Namun pada kenyataannya, kondisi ideal tidak harus 1:1. Ikan kembung perempuan yang memiliki TKG IV berjumlah 113 ekor yang terdiri dari 45 ekor ikan jantan dan 68 ekor ikan betina.

   

Gambar 9. Persentase jumlah jenis kelamin ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) semua TKG dan (b) TKG IV setiap waktu di perairan Teluk Jakarta

Keterangan : = Jantan = Betina

Berdasarkan Gambar 9a, terlihat bahwa persentase jumlah kelamin ikan jantan maupun ikan betina pada semua TKG mengalami fluktuasi. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas penangkapan dan ikan yang memiliki sifat yang bergerombol (schooling). Sedangkan pada Gambar 9b, terlihat bahwa persentase jumlah ikan jantan maupun betina yang berTKG IV lebih didominasi oleh ikan betina sehingga dapat dikatakan ikan betina lebih banyak dibandingkan ikan jantan di perairan Teluk Jakarta.

Nisbah kelamin J/B (gambar 10) dipisahkan berdasarkan semua TKG dan TKG IV. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan antara keadaan nisbah kelamin ikan secara umum yaitu semua TKG dan TKG IV yang merupakan keadaan ikan yang akan memijah.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 jumlah   jenis   kelamin (%)

waktu penelitian (a) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 jumlah   jenis   kelamin (%)

waktu penelitian (b)


(44)

Gambar 10. Nisbah kelamin ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (J/B) semua TKG dan TKG IV setiap waktu di perairan Teluk Jakarta.

Berdasarkan hasil uji “chi-square” pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata bahwa nisbah kelamin ikan kembung perempuan jantan dan betina dari semua TKG adalah seimbang antara 1:1,08. Sedangkan nisbah kelamin ikan kembung perempuan yang ber-TKG IV jantan dan betina menunjukkan hasil yang tidak seimbang antara 1:1,5. Hasil yang tidak seimbang ini juga terjadi pada ikan kembung perempuan di Perairan Burma yaitu 1:1,7 (Druzhinin 1968). Hal ini diduga bahwa untuk menjamin keberhasilan pemijahan ikan kembung perempuan diperlukan jumlah ikan betina yang lebih banyak dibandingkan ikan jantan, namun untuk dikatakan ideal atau tidaknya kondisi tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nisbah kelamin. Penyimpangan pada pola perbandingan 1:1 dapat dikarenakan adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan antara jantan dan betina (Febianto 2007).

4.6. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Perkembangan gonad menuju matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

Agustus September Oktober Nopember

Nisbah

 

kelamin

 

(J/B)

Waktu penelitian

Nisbah  kelamin J/B  semua TKG

Nisbah  kelamin J/B  TKG IV


(45)

akan melakukan reproduksi atau tidak. Berdasarkan pengetahuan tahap perkembangan gonad akan didapatkan keterangan bilamana ikan itu memijah, baru memijah, atau telah selesai memijah (Effendie 1997).

Gambar 11. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap selang kelas panjang di perairan Teluk Jakarta

Berdasarkan Gambar 11 yaitu persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan pada setiap selang kelas panjang terdapat 9 kelas ukuran panjang, diperoleh informasi bahwa ikan jantan maupun ikan betina yang mulai memasuki TKG IV (matang gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 165 –

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TKG   (%)

selang kelas panjang (mm) (a) TKG IV TKG III TKG II TKG I 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TKG   (%)

selang kelas panjang (mm) (b)

TKG IV TKG III TKG II TKG I


(46)

171mm dengan persentase matang gonad masing-masing sebesar 38% dan 26%. Hal ini menunjukkan bahwa ikan jantan maupun ikan betina pertama kali mencapai matang gonad pada selang kelas ukuran panjang yang sama.

Berdasarkan perhitungan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Spearman-Karber, didapatkan bahwa ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) yang pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran 183mm pada selang kelas panjang 179 – 185mm untuk ikan jantan dan ukuran 182mm pada selang kelas panjang 179 – 185mm untuk ikan betina dengan persentase masing-masing sebesar 50% dan 79%. Metode Spearman-Karber dijadikan sebagai acuan untuk penentuan ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan kembung perempuan karena persentase ikan yang memiliki TKG IV lebih besar dibandingkan menggunakan grafik persentase TKG (gambar 11). Adanya perbedaan ukuran pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perbedaan spesies, kebiasaan makanan, umur dan ukuran, serta kondisi fisiologis dari ikan tersebut (Lagler etal. 1962).

4.7. Waktu Pemijahan

Waktu pemijahan berkaitan dengan waktu ikan akan memijah. Waktu pemijahan dapat dilihat dengan menghubungkan antara waktu penelitian dengan TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan.

Berdasarkan hubungan antara tingkat kematangan gonad pada setiap waktu pengamatan terlihat bahwa matang gonad (TKG IV) ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) baik jantan maupun betina ditemukan di tiap bulan pengamatan dengan persentase yang berfluktuatif. Tingkat kematangan gonad (TKG IV) banyak terdapat pada bulan Agustus dan meningkat kembali pada bulan Oktober baik pada ikan jantan maupun betina. Ikan kembung perempuan yang tertangkap di Teluk Lingayen, Filipina memiliki musim pemijahan dari bulan Maret – Oktober dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Agustus (Ochavillo et al. 1991; Froese and Pauly 2006 in Lachita 2006).

Sedangkan ikan kembung perempuan yang tertangkap di Teluk Thailand memiliki musim pemijahan dengan pertama kali memijah pada bulan Februari – Maret. Adanya ikan yang memiliki matang gonad III dan IV mengindikasikan


(47)

bahwa adanya ikan yang memijah di perairan Teluk Jakarta, sehingga diduga bahwa waktu pemijahan ikan kembung perempuan berlangsung selama bulan penelitian yaitu bulan Agustus sampai dengan bulan November dengan puncak pemijahan terdapat pada bulan Agustus dan Oktober

Gambar 12. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta

Persentase nilai indeks kematangan gonad (IKG) pada ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina mengalami fluktuatif pada setiap waktu penelitian. Pada ikan kembung perempuan jantan nilai IKG rata-rata berkisar antara 2,4082 – 3,7393% sedangkan ikan betina berkisar antara 3,4109 – 4,9455%. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Agustus September Oktober November

Tingkat   Kematangan   Gonad (%)

Waktu penelitian (a) TKG IV TKG III TKG II TKG I 0 20 40 60 80 100 120

Agustus September Oktober November

Tingkat   Kematangan   Gonad (%)

Waktu penelitian (b)

TKG IV TKG III TKG II TKG I


(48)

Gambar13. Hubungan nilai TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta

0 20 40 60 80 100 TKG   IV   (%)

Waktu penelitian (a)

0 20 40 60 80 100 TKG   IV   (%)

waktu penelitian (b)

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 IKG   (%)

Waktu penelitian (a)

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 IKG   (%)

Waktu penelitian (b)

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 HSI   (%)

Waktu penelitian (a)

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 HSI   (%)

Waktu penelitian (b)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 Faktor   kondisi   rata rata

Waktu penelitian (a)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 Faktor   kondisi   rata rata


(49)

Besarnya nilai IKG pada ikan betina dapat diartikan bahwa bobot gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Semakin tinggi kematangan gonad maka garis tengah telur di dalam ovarium semakin besar dan gonad bertambah berat. Hal ini menyebabkan nilai indeks kematangan gonad akan bertambah sampai mencapai kisaran maksimum ketika akan memijah, lalu akan menurun kembali dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai (Effendie 1997).

Persentase nilai HSI pada ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina mengalami fluktuatif pada setiap waktu penelitian dengan HSI tertinggi terdapat pada bulan Agustus – September yaitu sebesar 1,0200 – 1,3387% pada jantan dan 1,6632 –1,8330% pada ikan betina. Dapat diduga bahwa pada bulan Agustus telah terjadi pemijahan, maka pada bulan september terjadi akumulasi dan penyimpanan lemak serta protein dalam hati untuk pemijahan selanjutnya yaitu pada bulan Oktober. Menurut Brown (1957) aktivitas makan akan meningkat setelah pemijahan untuk meningkatkan lipid, protein, dan air untuk pemijahan berikutnya, dan pada saat mulai pematangan gonad, organ aktif menentukan kebutuhan vitelogenin sehingga organ hati bertambah berat dan ukurannya pun bertambah. Kagawa et al. (1984) in Zairin (1996) juga menjelaskan bahwa tahap awal yang harus dilalui dalam pengembangbiakan adalah tahap pematangan gonad yang dimulai dari proses vitelogenesis (proses sintesis kuning telur) yang terjadi di dalam hati. Lalu Nagahama (1987) in Zairin (1996) menambahkan setelah disintesis vitelogenin dilepas ke aliran darah kemudian secara selektif akan diserap oleh oosit, sehingga akibat penyerapan ini sel telur akan membesar.

Berdasarkan hasil hubungan TKG dan IKG hasil analisis HSI dan faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) menurut waktu penelitian (Gambar 13) maka dapat diduga bahwa waktu pemijahan berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan bulan November dengan puncak pemijahan pada bulan Agustus dan bulan Oktober. Hal ini didukung dengan banyaknya ikan yang matang gonad pada bulan Agustus dan Oktober. Selain itu faktor kondisi rata-rata mengalami penurunan pada bulan Agustus dan Oktober yang diduga bahwa ikan telah memijah pada bulan Agustus dan ikan mulai beradaptasi


(50)

terhadap lingkungan pemijahan saat memasuki bulan Oktober awal. Dari hasil penelitian ikan kembung perempuan memijah pada saat kisaran nilai IKG berkisar antara 3,9105 – 4,1110% dan 3,9185 – 3,9546% yang merupakan kisaran nilai IKG tertinggi yaitu pada bulan Agustus dan Oktober.

4.8. Potensi Reproduksi

Potensi reproduksi dapat diduga melalui jumlah telur yang masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah atau merupakan fekunditas. Fekunditas dihitung pada ikan betina dengan TKG IV.

Gambar 14. Hubungan fekunditas dengan panjang dan berat ikan kembung perempuan (R. brachysoma) betina berTKG IV di perairan Teluk Jakarta

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan kembung perempuan didapatkan persamaan y = 2036,9x – 279874 dan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,3098 yang menunjukkan bahwa hanya 30,98% dari keragaman nilai fekunditas ikan

y = 2036,9x ‐279874

R² = 0,3098 r = 0,5566

n = 68

0 50000 100000 150000 200000 250000

0 50 100 150 200 250

fekunditas

panjang (mm)

y = 1621x ‐41451

R² = 0,322 r = 0,5675

n = 68

0 50000 100000 150000 200000 250000

0 50 100 150

fekunditas


(51)

kembung perempuan dapat dijelaskan oleh panjang total ikan. Koefisien korelasi (r) diperoleh sebesar 0,5566 yang menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas dengan panjang total adalah erat. Bila dihubungkan fekunditas ikan dengan panjang ikan naka diketahui rata-rata fekunditas yang paling sedikit terdapat pada selang kelas ukuran panjang 165 – 171mm yaitu 57.385 butir telur. Seiring dengan meningkatnya ukuran panjang ikan maka ditemukan fekunditas yang besar yaitu 192.028 butir telur yang terdapat pada selang kelas ukuran panjang 207 – 213mm

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan antara fekunditas dengan berat total ikan kembung perempuan (Gambar 14) didapatkan persamaan y = 1621x - 41451 dan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,3220 yang menunjukkan bahwa hanya 32,20% dari keragaman nilai fekunditas ikan kembung perempuan dapat dijelaskan oleh berat total ikan. Koefisien korelasi (r) diperoleh sebesar 0,5675 yang menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas dengan berat total adalah erat. Bila dihubungkan fekunditas ikan dengan berat ikan naka diketahui rata-rata fekunditas yang paling sedikit terdapat pada selang kelas ukuran berat 59 – 66gram yaitu 64.965 butir telur. Seiring dengan meningkatnya ukuran berat ikan maka ditemukan fekunditas yang besar yaitu 192.028 butir telur yang terdapat pada selang kelas ukuran berat 107 – 114gram.

Gambar 15. Fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) betina berTKG IV dengan selang kelas panjang 172 – 185mm pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta

0 20000 40000 60000 80000 100000

Agustus September Oktober November

fekunditas

 

rata

rata


(52)

Berdasarkan Gambar 15, fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) betina berTKG IV dengan selang kelas panjang 172 – 185mm berfluktuasi pada setiap waktu penelitian yaitu berkisar antara 70.029 hingga 94.114 butir telur. Fekunditas rata-rata pada bulan September meningkat dan kemudian menurun kembali pada bulan Oktober. Keadaan ini menandakan bahwa adanya pengaruh faktor kondisi ikan kembung perempuan dimana nilai faktor kondisi pada saat bulan Oktober mengalami penurunan. Faktor kondisi erat kaitannya dengan ketersediaan makanan pada ikan sedangkan ketersediaan makanan berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan. Mekanismenya berhubungan dengan pemasakan oosit dan pengisapan telur (Nikolsky 1969 in Effendie 1997)

Estimasi fekunditas pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) di Teluk Thailand dengan panjang 190 hingga 208 cm sebesar 200.000 dan 500.000 telur. Namun, jumlah telur ikan kembung pada umumnya berkisar antara 100.000 hingga 166.000 butir (Boonprakop 1965). Dengan demikian dapat dikatakan potensi reproduksi pada perairan Teluk Jakarta lebih rendah dibandingkan pada perairan Teluk Thailand.

4.9. Pola Pemijahan

Sebaran diameter telur dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan. Ada dua tipe pola pemijahan, yaitu total spawning dan partial spawning. Ovarium ikan yang mengandung telur masak berukuran sama semua atau seragam menunjukkan waktu pemijahan yang pendek. Sebaliknya, waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai oleh banyaknya ukuran telur ikan yang berbeda di dalam ovarium (Hoar in Lumbanbatu 1979).

Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa sebaran diameter telur ikan membentuk dua puncak yaitu pada selang diameter 0,45 – 0,48mm dan 0,69 – 0,72mm, sehingga dapat ditetapkan bahwa pola pemijahan ikan kembung perempuan adalah bertahap (partial spawning). Artinya pemijahan ikan kembung perempuan dilakukan dengan mengeluarkan telur masak secara bertahap dalam beberapa waktu pemijahan (siklus reproduksi).


(53)

Gambar 16. Sebaran diameter telur (tingkat kematangan gonad IV) ikan kembung perempuan (R. brachysoma) pada setiap selang ukuran diameter telur di perairan Teluk Jakarta

Ukuran diameter telur yang mempunyai tingkat kematangan gonad IV (Gambar 16) adalah beragam, ukuran diameter terkecil sebesar 0,25mm dan terbesar ialah 0,84mm. Banyaknya ukuran diameter telur yang berbeda dalam ovarium ikan yang mengandung telur masak menunjukkan waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus (Hoar in Lumbanbatu 1979). Terlihat bahwa adanya perbedaan diameter telur pada histologis gonad (Gambar 18), hal ini mengindikasikan pola pemijahan ikan kembung perempuan adalah partial spawning. Hal ini didukung oleh penelitian Boonprakop (1965) yang menyatakan bahwa ikan kembung (Rastrelliger spp.) memijah lebih dari satu kali selama musim pemijahan. Pemijahan yang terjadi pada ikan kembung yaitu sekumpulan telur dilepaskan terlebih dahulu, berikutnya sekumpulan telur akan dilepaskan kembali dengan interval yang pendek. Ikan kembung memiliki sebaran diameter telur yang luas. Kelompok ukuran diameter telur yang besar merupakan perkembangan dari kelompok ukuran diameter telur sebelumnya dan mungkin merupakan sekumpulan telur yang terakhir dilepaskan setelah pemijahan pertama semala musim pemijahan.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0,25 ‐ 0,28 0,29 ‐ 0,32 0,33 ‐ 0,36 0,37 ‐ 0,40 0,41 ‐ 0,44 0,45 ‐ 0,48 0,49 ‐ 0,52 0,53 ‐ 0,56 0,57 ‐ 0,60 0,61 ‐ 0,64 0,65 ‐ 0,68 0,69 ‐ 0,72 0,73 ‐ 0,76 0,77 ‐ 0,80 0,81 ‐ 0,84 frekuensi


(54)

TKG I TKG II

TKG III TKG IV

Gambar 17.Histologis gonad ikan kembung perempuan (R.brachysoma) jantan Keterangan : perbesaran mikroskop 10x10

Gambar 17 merupakan histologis perkembangan gonad ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) jantan. Perkembangan gonad terlihat mulai dari TKG I hingga TKG IV. Secara histologis, gonad TKG I ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) jantan (Gambar 17) terlihat spermatogonia dengan jaringan ikat yang kuat, kemudian ketika memasuki TKG II jaringan ikat sudah mulai berkurang dan gonad lebih berkembang. Pada gonad TKG II, akan tampak spermatocyst primer yang terletak di dalam kantung tubulus seminiferus dan merupakan hasil pembelahan spermatogonia secara mitosis. Pada gonad TKG III, terjadi dua kali pembelahan yaitu yang pertama adalah spermatocyst primer membelah secara meiosis menjadi spermatocyst sekunder yang meliputi proses duplikasi DNA dan rekombinasi dari informasi genetik, dan yang kedua adalah pembelahan secara meiosis tanpa melibatkan duplikasi DNA menjadi benih sel yang disebut dengan spermatid. Pada gonad TKG IV, spermatid melakukan proses

Jaringan epitel  Sg 

Spermatocyt 

primer

Spermatocyt  Sekunder 


(55)

spermiogenesis menjadi spermatozoa yang siap dikeluarkan untuk membuahi sel telur (Cabrita et al. 2008).

TKG I TKG II

TKG III TKG IV

Gambar 18.Histologis gonad ikan kembung perempuan (R.brachysoma) betina Keterangan : perbesaran mikroskop 10x10

Secara histologis (Gambar 18) gonad TKG I ikan betina menunjukkan gonad didominasi oleh oogonia, inti sel (nukleus) sudah terlihat dengan jelas. Kemudian pada TKG II terdapat oosit primer dalam jumlah relatif banyak hasil pembelahan dari oogonia. Begitu memasuki fase pertumbuhan awal (previtellogenesis), menyebabkan material di sitoplasma muncul dan membentuk lapisan folikel yang terdiri dari lapisan granulose dan sel theca. Pada fase pertumbuhan kedua (vitellogenesis) menghasilkan cortical alveoli, lipid globules, kuning telur, dinding oosit serta membuat lapisan folikel semakin tebal. Pada TKG III ukuran diameter telur berkembang menjadi lebih besar, sel telur berkembang menjadi ootid dan banyak ditemui butiran kuning telur. Kemudian

Oogonia  (sel benih) 

Oosit primer 

Nukleus  (inti sel) 

Butiran  minyak 

Butiran  Kuning telur  Nukleus 

(inti sel) 

Butiran  minyak 

Butiran  Kuning telur  Nukleus 


(56)

memasuki TKG IV, ootid berkembang menjadi ovum dengan butiran telur yang berwarna kuning tua yang menandakan telur telah matang, butiran minyak yang berwarna putih semakin banyak yang menyebar dari sekitar inti sel sampai dengan tepi. Setelah TKG IV sel telur siap untuk diovulasikan (Cabrita et al. 2008)

4.10.Alternatif Pengelolaan

Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) ialah ikan pelagis kecil dan neritik di perairan Teluk Jakarta. Ikan kembung perempuan merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan merupakan bahan konsumsi masyarakat setempat. Harganya yang relatif terjangkau dan rasanya yang enak menjadikan ikan kembung perempuan ini diminati oleh masyarakat sehingga penangkapan ikan ini terus menerus dilakukan setiap waktu. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi jumlah populasi ikan kembung perempuan di alam khususnya di perairan Teluk Jakarta. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat agar sumberdaya ikan kembung perempuan di alam dapat berlanjut. Pengelolaan yang dimaksud seperti pengaturan waktu penangkapan maupun jenis dan ukuran ikan yang diperbolehkan ditangkap.

Beberapa alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah mengatur waktu penangkapan yaitu tidak melakukan penangkapan berlebih pada waktu puncak pemijahan yaitu bulan Agustus dan Oktober sehingga ikan-ikan yang matang gonad tidak banyak tertangkap agar proses pemijahan tidak terganggu.

Ukuran panjang pertama kali matang gonad ikan kembung perempuan jantan maupun betina menurut perhitungan menggunakan metode Spearman – Karber ialah pada selang kelas ukuran panjang 179 – 185mm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan yang seharusnya boleh ditangkap adalah ikan yang ukurannya melebihi panjang 185mm dengan tinggi tubuh 51mm dan untuk penentuan ukuran mata jaring dilakukan berdasarkan tinggi tubuh ikan yang pertama kali matang gonad. Mata jaring yang digunakan seharusnya lebih dari 2 inchi pada kantong agar ikan-ikan kembung yang pertama kali matang gonad diberi kesempatan untuk memijah sehingga populasi ikan kembung perempuan dapat lestari.


(57)

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Nisbah kelamin ikan kembung perempuan berTKG IV adalah 1:1,5.

2. Ikan jantan maupun ikan betina pada saat pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran selang kelas panjang 179 – 185mm yaitu 183mm pada ikan jantan dan 182mm pada ikan betina .

3. Waktu pemijahan berlangsung dari bulan Agustus hingga November dengan puncak pemijahan pada bulan Agustus dan Oktober.

4. Potensi reproduksi berkisar antara 31.147 – 192.028 butir telur pada ukuran selang kelas panjang 165 – 210 mm.

5. Pola pemijahan ikan kembung perempuan bersifat bertahap (partial spawning).

5.2. Saran

Saran untuk pengelolaan ialah perlu adanya pengaturan alat tangkap dengan cara memperbesar ukuran mata jaring (>2 inchi) agar ikan yang pertama kali matang gonad diberi kesempatan untuk melakukan reproduksi terlebih dahulu sebelum ditangkap sehingga jumlah rekruit/ individu baru tetap terjamin keberadaannya, selain itu perlu pembatasan penangkapan yaitu tidak melakukan penangkapan berlebih pada puncak waktu pemijahan (Agustus dan Oktober) ikan kembung perempuan.

Saran untuk melengkapi informasi mengenai ikan kembung perempuan adalah perlu adanya penelitian terkait dengan pengamatan yang lebih lama mengenai bilogi reproduksi agar mendapatkan informasi biologi reproduksi ikan kembung perempuan yang lebih akurat, selain itu agar data yang tersedia untuk pengelolaan ikan ini lebih lengkap, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan aspek kebiasaan makanan serta kajian stok ikan kembung perempuan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro TD. 2002. Kesuburan perairan berdasarkan ketersediaan dan distribusi spasial unsur hara (n, p, dan si) di perairan Teluk Jakarta [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anggraeni I. 2002. Kualitas air perairan laut Teluk Jakarta selama periode 1996-2002 [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Astuti DP. 2007. Analisis tangkapan per satuan upaya (tpsu) ikan kembung di Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Bal DV & Rao KV. 1984. Marine fisheries. Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 470 p.

Boonprakop U. 1965. Study on the fecundity of the indo-pasifik mackerel,

Rastrelliger SPP. In the gulf of Thailand. Proc. Indo-Pasific Fish. Coun. 12 (2) : 124-138.

Brown ME. 1957. The physiology of fishes volume 1 Metabolism. Academic Press Inc. New York.

Cabrita E, Robles V, & Herraez P (Ed.). 2008. Methods in reproductive aquaculture marine and freshwater species. USA. 549 p.

Chirastit C. 1962. Progress report on tagging experiment of chub mackerel (Rastrelliger spp) in The Gulf of Thailand in The Year 1961. IPFC. Proceedeing 10th Session Section II. 1962: 22-23p.

Direktorat Jendral Perikanan. 1979. Buku pedoman pengenalan sumber perikanan laut bagian 1 (Jenis-jenis ikan ekonomis penting). Direktorat Jendral Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Druzhinin AD. 1968. Indian mackerel, Rastrelliger spp. In Burma waters. FAO/EPTA Marine Fishery Biologist. Proc. Indo-Pasific Fish. Coun. 13 (2) : 59-81.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 63 p.

Febianto S. 2007. Aspek biologi reproduksi ikan lidah pasir (Cynoglossus lingua

Hamilton-Buchanan, 1822) di perairan Ujung Pangkah, kabupaten Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya


(59)

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Fujiarni L. 2007. Biologi reproduksi ikan terbang (Hirundichtys oxycephalus) pada bulan April-Juni 2006 di Laut Flores [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Heriyanti HI & Waluyo. 1993. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad beberapa jenis ikan demersal di perairan utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 78:46-58p.

Hermawansyah A. 2007. Aspek biologi reproduksi ikan beloso (Glossogoblus gluris) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Lachita RB. 2006. Using life-history, surplus production, and individual-based population models for stock assessment of data-poor stocks: an application to small pelagic fisheries of the Lingayen Gulf, Philippines. [tesis]. Departement of Oceanography and Coaltal Sciences. Don Mariano Marcos Memorial State University. 13p.

Lagler KF, Bardach JE, & Miller RR. 1962. Ichtyology. John Wiley and Sons, Inc. New York. 505 p.

Lumbanbatu DTF. 1979. Aspek biologi reproduksi beberapa jenis ikan di waduk Lahor, Jawa Timur. Karya ilmiah. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublukasikan. 169 p.

McKeown BA. 1984. Fish migration. Croom Helm Ltd, Australia. 11p. Nikolsky GV. 1963. The ecologi of fishes. Academic Press. New York. 352 p. Nurafni T. 2002. Sebaran horizontal klorofil-A fitoplankton di perairan Teluk

Jakarta. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pathansali D. 1961. Observations on the gonad maturity stages of female

Rastrelliger kanagurta Cuvier. Proc. Indo-Pasific Fish. Coun. 12 (2) : 116-123.

Praseno DP & Kastoro W. 1979. Evaluasi hasil pemonitoran kondisi perairan Teluk Jakarta. Lembaga Oseanologi Nasional. LIPI Jakarta.

Royce WF. 1972. Introduction to the fishery sciences. Academic Press. New York. 131 p.


(1)

Contoh perhitungan Indeks kematangan gonad (IKG) ikan kembung perempuan (R.

brachysoma)

Berat tubuh (gram) Berat Gonad (gram) Persentase IKG

94  3,3036  3,5145 

87  1,1374  1,3073 

104  4,8719  4,6846 

IKG (%) = x 100 = , x 100 = 3,5145

Lampiran 12

Contoh perhitungan Hepatosomatik Indeks (HSI) ikan kembung perempuan (R.

brachysoma)

Berat tubuh (gram) Berat Hati (gram) Persentase HSI

94  1,9833  2,1099 

87  1,6257  1,8687 

104  1,2949  1,2451 

HSI (%) = x 100 = , x 100 = 2,1099

Lampiran 13

Contoh perhitungan fekunditas ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

Berat gonad (G)  Volume pengenceran  (V) 

Jumlah telur tiap  ml (X) 

Berat telur contoh  (Q) 

3,3036 gram 

10 ml  298 butir  0,1406 gram  8,0617 gram 

10 ml  339 butir  0,1879 gram  4,5778 gram 

10 ml  280 butir  0,0935 gram 

Fekunditas =

=

,


(2)

Lampiran 14

Fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) berdasarkan selang

kelas panjang

Selang Kelas panjang  Fekunditas Rata‐rata  165‐171  57384,2300  172‐178  80792,4748  179‐185  89507,6046  186‐192  102540,1584  193‐199  112137,1570  200‐206  121599,8001  207‐213  192027,2727 

Lampiran 15

Fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) berdasarkan selang

kelas berat

Selang Kelas Berat  Fekunditas Rata‐rata  59‐66  64965,1092  67‐74  73517,7369  75‐82  84936,6380  83‐90  114905,2328  91‐98  90383,7469  99‐106  122396,4004  107‐114  192027,2727 

Lampiran 16

Sebaran ukuran diameter telur ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

max  0,83

min  0,25

panjang kelas  14,2872 wil kelas  0,58 lebar kelas  0,0383

Selang Kelas  Batas bawah  Batas atas  Fekunditas 

0,25‐0,28  0,245  0,285  12 

0,29‐0,32  0,285  0,325  14 


(3)

0,37‐0,40 

0,41‐0,44  0,405  0,445  1963  0,45‐0,48  0,445  0,485  2970  0,49‐0,52  0,485  0,525  1679  0,53‐0,56  0,525  0,565  476  0,57‐0,60  0,565  0,605  240 

0,61‐0,64  0,605  0,645  89 

0,65‐0,68  0,645  0,685  187  0,69‐0,72  0,685  0,725  221  0,73‐0,76  0,725  0,765  178 

0,77‐0,80  0,765  0,805  57 


(4)

Lampiran 17

Alat-alat yang digunakan selama penelitian

penggaris

Alat bedah botol sampel formalin 5%

Timbangan digital cawan petri baki mikroskop

Objek glass pipet tetes handtally counter gelas ukur


(5)

Sebaran diameter telur ikan kembung perempuan (R. brachysoma) dengan jumlah individu contoh sebanyak 10 ekor gonad

max  0,83  min  0,33  pnjng kls  11,54462  wil  0,50  0,041667  0,05  

sk  sb  sa  bb ba ant cen post

0,33‐0,37  0,33  0,37  0,325 0,375 44 37 16

0,38‐0,42  0,38  0,42  0,375 0,425 46 38 17

0,43‐0,47  0,43  0,47  0,425 0,475 102 102 43

0,48‐0,52  0,48  0,52  0,475 0,525 125 122 141

0,53‐0,57  0,53  0,57  0,525 0,575 31 40 70

0,58‐0,62  0,58  0,62  0,575 0,625 28 14 17

0,63‐0.67  0,63  0,67  0,625 0,675 41 39 34

0,68‐0,72  0,68  0,72  0,675 0,725 57 64 101

0,73‐0,87  0,73  0,77  0,725 0,775 25 33 46

0,78‐0,82  0,78  0,82  0,775 0,825 1 11 15

0,83‐0,87  0,83  0,87  0,825 0,875 0 0 0

0 20 40 60 80 100 120 140 0,33 ‐ 0,37 0,38 ‐ 0,42 0,43 ‐ 0,47 0,48 ‐ 0,52 0,53 ‐ 0,57 0,58 ‐ 0,62 0,63 ‐ 0.67 0,68 ‐ 0,72 0,73 ‐ 0,87 0,78 ‐ 0,82 0,83 ‐ 0,87 anterior 0 20 40 60 80 100 120 140 0,33 ‐ 0,37 0,38 ‐ 0,42 0,43 ‐ 0,47 0,48 ‐ 0,52 0,53 ‐ 0,57 0,58 ‐ 0,62 0,63 ‐ 0.67 0,68 ‐ 0,72 0,73 ‐ 0,87 0,78 ‐ 0,82 0,83 ‐ 0,87 tengah


(6)

57

 

0,38‐0,42 0,43‐0,47 0,48‐0,52 0,53‐0,57 0,58‐0,62 0,63‐0.67 0,68‐0,72 0,73‐0,87 0,78‐0,82 0,83‐0,87

pos