Hubungan Antara Perendaman Induk Betina Menggunakan Ekstrak Purwoceng (Pimpinella Alpina) Dengan Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia Reticulata)

1

HUBUNGAN ANTARA PERENDAMAN INDUK BETINA
MENGGUNAKAN EKSTRAK PURWOCENG
(Pimpinella alpina) DENGAN NISBAH KELAMIN IKAN
GUPPY (Poecilia reticulata)

HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara
Perendaman induk betina menggunakan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina)
dengan nisbah kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Herry Daniel Laurent Marpaung
NIM C14100018

4

ABSTRAK
HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG. Hubungan antara Perendaman
induk betina menggunakan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina) dengan nisbah
kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Dibimbing oleh Dr. Ir. Dinar Tri

Soelistyowati, DEA dan Ir. Harton Arfah, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman induk
betina yang sedang bunting dalam larutan ekstrak purwoceng pada dosis 0 mg/L
(Kontrol), 10 dan 20 mg/L selama 24 jam terhadap nisbah kelamin anakan.Induk
guppy jantan dan betina yang digunakan berukuran 4-5 cm dengan bobot ±3 g.
Perkawinan dilakukan dengan perbandingan betina dan jantan 2:1 setiap
perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan dosis purwoceng 0 mg/L
menghasilkan persentase ikan jantan paling tinggi yaitu 85 % dengan
kelangsungan hidup 100 %, sedangkan pada perlakuan perendaman induk bunting
dalam larutan ekstrak purwoceng dosis 10 mg/L menghasilkan 74,28 % ikan
jantan dengan kelangsungan hidup yaitu 94,28 % dan pada dosis 20 mg/L
dihasilkan 58,06 % ikan jantan dengan kelangsungan hidup yaitu 90,32%.
Kata kunci: ikan guppy Poecilia reticulata, purwoceng Pimpinella alpina, nisbah
kelamin.
ABSTRACT
HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG. Immersion of pregnant female
guppy fish using extract of purwoceng (Pimpinella alpina) with the sex ratio of
progeny. Dibimbing oleh Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Ir. Harton
Arfah, M.Si.
This study aims to evaluate theimmersion effect of pregnant female guppy

fish atdifferent doses of purwoceng extract (0, 10 and 20 mg/L) with 24
hoursinvolved sex ratio of progeny. This research was conducted using pregnant
female guppy fish with average body length 4-5 cm and weight of ±3 g. Matting
was carried out at ratio 2:1 female to male each treatment. The results showed that
the highest percentage of male was observed in 0 mg/L (control) at around of 85%
with 100% of survival rate, while using purwoceng treatment at dose of 10 mg / L
produced 74.28% males with 94.28% survival rate higher than dose 20 mg / L
which was 58.06% males with90.32% of survival rate.
Keywords: guppy Poecilia reticulata, purwoceng Pimpinella alpina, sex ratio.

5

HUBUNGAN ANTARA PERENDAMAN INDUK BETINA
MENGGUNAKAN EKSTRAK PURWOCENG (Pimpinella
alpina) DENGAN NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia
reticulata)

HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

6

8

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli 2014 berjudul “Hubungan antara perendaman Induk
Betina menggunakan Ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina) dengan Nisbah

Kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati,
DEA dan Bapak Ir. Harton Arfah, M.Si selaku pembimbing, dan Bapak
Dr.Ir.Sukenda, M.Sc selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan, serta Ibu Dr.
Munti Yuhana, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya, serta teman-teman atas doanya, juga kepada semua pihak yang
telah membantu saya, seluruh staf pengajar dan tata usaha Departemen BDP,
teman-teman Laboratorium PBI 2 serta seluruh teman-teman BDP 47.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
Herry Daniel Laurent Marpaung

9

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. vi
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1

Latar Belakang..................................................................................................... 1
Tujuan................................................................................................................... 2
BAHAN DAN METODE......................................................................................... 3
Bahan Uji.............................................................................................................. 3
Rancangan Penelitian............................................................................................ 3
Prosedur Penelitian.................................................................................................... 3
Pembuatan Ekstrak Purwoceng.................................................................... 3
Pemijahan Induk........................................................................................... 3
Perendaman Induk Betinadalam Ekstrak Purwoceng.................................. 4
Kualitas Air.......................................................................................................... 4
Analisis Data........................................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................ 5
Hasil……………………………………………………………………………. 5
Jumlah Kelahiran………………………………………………………….. 5
Nisbah Kelamin............................................................................................ 5
Tingkat Kelangsungan Hidup........................................................................ 7
Pembahasan....................................................................................................
7
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 9

RIWAYAT HIDUP.................................................................................................. 12
DAFTAR TABEL
1. Data pengukuran kualitas air selama penelitian.................................................... 5
2. Jumlah kelahiran anak ikan guppy yang dihasilkan.............................................. 5
DAFTAR GAMBAR
1.Juvenil ikan guppy berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b).............................. 6
2. Persentase ikan guppy jantan pada perlakuan perendaman induk betina dalam
larutanpurwoceng................................................................................................. 6
3. Tingkat kelangsungan hidup anak guppy pada umur 90 hari................................ 7
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pembuatan media perlakuan dengan ekstrak Purwoceng................................11
2. Contoh Perhitungan Persentase Kelamin jantan anak ikan Guppy serta
kelangsungan hidup ikan Guppy.........................................................................11

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan guppy (Poecilia reticulata, Peters 1860) merupakan ikan hias yang
mempunyai nilai komersil tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun luar

negeri. Berdasarkan morfologisnya, ikan guppy jantan memiliki bentuk tubuh
yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari
pada guppy betina, sehingga permintaan komoditas ikan guppy jantan lebih
banyak dari pada guppy betina. Ditinjau dari segi harga, ikan guppy jantan yang
memiliki sirip panjang dan variasi warna tersebut harganya lebih mahal
dibandingkan dengan ikan betinanya.Beberapa ikan hiasjenis yang lain juga
memiliki perbedaan harga antara jantan dan betina, misalnya ikan cupang (Betta
splendens) yaitu padaumumnya ikan jantan lebih tinggi harganya dibandingkan
ikan betina. Keunggulan ikan jantan dari segi warna dan nilai estetik tersebut
menyebabkan jumlah permintaan ikan guppy jantan di masyarakat sangat tinggi.
Salah satu upaya untuk memenuhi tingginya permintaan terhadap ketersediaan
ikan jantan tersebutadalah dengan meningkatkan populasi ikan jantan. Teknik
maskulinisasi merupakan salah satu metode untuk mengarahkan kelamin ikan
menjadi jantan pada masa diferensiasi kelamin. Dengan demikian diharapkan
dapat memproduksiikan jantan yang lebih banyak dan keuntungan yang lebih
besar.
Status kelamin pada ikan terbentuk pada saat terjadinya fertilisasi menjadi
zygote yaitu determinasi kelamin dan diferensiasi kelamin yaitu perkembangan
kelamin menjadi jantan atau betina secara fungsional. Determinasi kelamin dapat
diartikan sebagai variabel dari penentuan seks secara genetik, sedangkan seks

diferensiasi diartikan sebagai prosesfisiologis yang mengarah pada perkembangan
testis dan ovarium dari gonad yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.Pada masa
diferensiasi kelamin,perkembangan gonad ikan dapat diarahkan dengan
mempengaruhi faktor internal atau faktor eksternal (Devlin and Nagahama, 2002).
Pengarahan kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina
genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan hormon
steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan
belum ada pembentukan steroid. Hormon steroid yang sering digunakan
diantaranya adalah androgen dan estrogen. Androgen merupakan hormon
perangsang sifat-sifat jantan sedangkan estrogen merupakan hormon-hormon
perangsang sifat-sifat betina (Zairin,2002).
Perubahan lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan
diterima oleh indra disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke
hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan
hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad
sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad. Perubahan jenis kelamin
secara buatan dimungkinkan karena pada saat fase pertumbuhan gonad belum
terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga dapat
diarahkan dengan menggunakan hormon steroid (Fujaya, 2002).Teknik
maskulinisasi untuk mengarahkan kelamin menjadi jantan yang pernah dlakukan

diantaranya memanipulasi factor lingkungan denganpemberian hormone 17α-MT
(Zairin, 2002), aromatase inhibitor (Utomo, 2008)maupun penggunaan bahanbahan alamiseperti madu (Utomo, 2008) dan purwoceng (Cahyani, 2014).

2

Keberhasilan pengarahan kelamin secara perendaman ikan atau melalui pakan
tergantung pada ukuran dan jenis ikan serta sifat reproduksinya dan masa
diferensiasi kelamin.Pada ikan nila, masa diferensiasi terjadi hingga 30 hari
setelah penyerapan kuning telur atau 37 hari setelah menetas (Kwon, 2000).
Tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) merupakan salah satu bahan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah spermatozoa karena dapat
meningkatkan kadar LH, FSH, dan testosteron (Juniarto, 2004). Tanaman
purwoceng berasal dari pegunungan dengan ketinggian 1800-3500m di atas
permukaan laut, yaitu Pegunungan Pangrango, Papandayan, Tangkuban Perahu
(Jawa Barat), dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah), dan Gunung Bromo (Jawa
Timur). Penelitian Taufiqurrahman dan Wibowo (2005) menunjukkan bahwa
pada pemberian ekstrak purwoceng dengan dosis 25 mg dan 50 mg yang di
implankan langsung ke dalam mulut tikus jantan dewasa dapat meningkatkan
kadar testosteron dan LH dengan lama pemberian 30 hari. Ekstrak Purwoceng
(Pimpinella alpina) juga telah digunakan oleh Putra (2011) dalam pengarahan

kelamin jantan pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Rata-rata presentase
populasi ikan jantan yang dihasilkan melalui perendaman larva selama 8 jam pada
dosis 10, 20, 30 mg/L ekstrak purwoceng masing-masing sebesar 66,70%, 73,33%
dan 68,88% dibandingkan kontrol sebesar 52,20%. Bahan aktif yang terkandung
dalam ekstrak purwoceng yaitu fitoandrogen berupa stigmasterol sebesar 5,38%
dari keseluruhan tanaman (Widowati dan Faridah 2005).
Pemanfaatan ekstrak purwoceng juga pernah diteliti pada ikan
cupang(Bulkini, 2012)melalui perendaman induk yang menghasilkan peningkatan
kualitas sperma dan aktifitas seksual ikan.Purwoceng juga pernah digunakan
untuk perendaman artemia dengan dosis 20 mg/L selama 8 jam kemudian
diberikan sebagai pakan larva ikan cupang dapat menghasilkan 75 % ikan jantan
(Cahyani, 2014). Pada penelitian ini, purwoceng akan dicobakan untuk
pengarahan kelamin pada ikan hias berukuran kecil yang melahirkan secara
parsial yaitu ikan guppy (Poecillia reticulata).Pada jenis ikan yang melahirkan,
percobaan maskulinisasi memungkinkan dilakukan pada saat ikan bunting melalui
perendaman induk pasca fertilisasi atau pada saat embrio mencapai fase bintik
mata (4-7 hari paska pembuahan). Penelitian ini menggunakan perlakuan dosis
purwoceng berbeda yang diberikan pada guppy betina yang telah bunting melalui
perendaman selama 24 jam. Hal ini terkait dengan kisaran masa diferensiasi
kelamin pada ikan guppy adalah saat embriogenesis dan post larva (Piferrer,
2001) sekitar 8-12 hari.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji pemberian ekstrak purwoceng
melalui perendaman indukbetina yang sedang bunting terhadap nisbah kelamin
ikan guppy (Poecilia reticulata).

3

BAHAN DAN METODE
Bahan Uji
Ikan guppy yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk jantan dan
betina yang siap kawin berukuran ±4-5 cm, bobot ± 3 g dan berumur ±4-4,5 bulan
dengan ratio jantan dan betina 1:2 untuk setiap ulangan perlakuan. Bahan yang
digunakan untuk perendaman induk adalah serbuk tanaman purwoceng yang
kemudian diekstrak dalam pelarut metanol dan dibuat larutan sesuai dengan dosis
perlakuan.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan perlakuan dosis yang berbeda
menggunakan dua ulangan. Perlakuan yang diberikanberupa ekstrak purwoceng
dengan dosis 0 mg/L (P0),10 mg/L (P1), dan20 mg/L (P2). Perlakuan diberikan
melalui perendaman induk betina yang sedang bunting. Lama perendaman selama
24 jam, kemudian induk dipelihara sampai melahirkan dan larvanya dipelihara
sampai dapat diidentifikasi jenis kelaminnya secara visual.Variabel yang diamati
meliputi jumlah kelahiran, tingkat kelangsungan hidup dan nisbah kelamin jantan.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahapan yaitu
pembuatan sediaan ekstrak purwoceng untuk media perlakuan, pemijahan induk,
perendaman induk betina yang sedang bunting dalam ekstrak purwocengsesuai
dengan dosis, pemeliharaan anakan dan pengamatan kelamin sekunder ikan secara
visual.
Pembuatan Ekstrak Purwoceng
Bubuk ekstrak purwoceng ditimbang sesuai dengan masing-masing dosis
perlakuan yaitu 0, 10 dan 20 mg. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala dan
ditambah dengan alkohol 70% dimana 2 mg = 4,6 mL alkohol 70 % (Cahyani,
2014). Campuran tersebut diaduk selama 1-1,5 jam agar tercampur merata,
kemudian didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya campuran disaring dengan
kertas saring (Putra, 2011). Ekstrak yang didapatkan diencerkan dengan 1 liter
akuades kemudian dimasukkan pada masing-masing perlakuan (Lampiran 1).
Pemijahan Induk
Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan guppy (Poecilia
reticulata) fase yang sudah siap dikawinkan. Calon induk ikan guppy berumur 44,5 bulan. Sebelum dikawinkan, ikan jantan dan ikan betina dipelihara secara
terpisah dalam wadahyang berbeda berupa akuarium berukuran 30x30x30 cm dan
volume air 3L. Makanan yang diberikan berupa cacing sutera secara adlibitum
dengan jumlah pemberian sebanyak dua kali sehari. Pergantian air dilakukan 2
hari sekali sebanyak 20% dari volume wadah pemeliharaan. Ikan guppy yang
sudah matang gonad dapat dikawinkan dengan perbandingan antara induk jantan
dan betina 1:2 dengan cara mencampurkan dalam 1 wadah akuarium berukuran
30x25x25. Lama pencampuran 14 hari. Setelah dua minggu dari waktu
pemasangan induk betina dan jantan, kemudian dilakukan pengamatan induk
betina yang bunting dengan cara melihat adanya daerah gelap pada bagian

4

belakang sirip anal dan perutnya sedikit membengkak. Sesudah masa perkawinan,
ikan betina dapat dipisahkan dari induk jantan agar tidak terganggu selama masa
kebuntingan. Induk betina yang bunting dipelihara sampai melahirkandi akuarium
berukuran 30x30x30cm dengan volume 3L air dan diberi aerasi.
Perendaman Induk Betina dalam Ekstrak Purwoceng
Perendaman induk betina dilakukan pada saat induk betina sudah
mengalami proses perkawinan dan dipastikan bunting. Induk betina yang bunting
direndam dalam larutan ekstrak purwoceng sesuai dengan dosis perlakuan yaitu 0,
10, dan 20 mg/L selama 24 jam dalam akuarium berukuran 30x30x30cm.
Kemudian induk betina dipelihara dalam akuarium pemeliharaan sampai
melahirkan dan larvanya dipindahkan ke dalam akuarium berukuran 30x30x30cm
dengan volume air 3L. Selama pemeliharaan dalam akuarium dilakukan
pergantian air 3 hari sekali dalam 20% dari volume air
Setelah kuning telur habis pada hari ketiga, selanjutnya anak ikan mulai
diberi pakan air hijau yang diambil dari salah satu bak di Kolam Percobaan
Babakan. Pemberian air hijau dilakukan sampai hari keenam. Pada hari ketujuh
sampai hari ke 30 pakan yang diberikan adalah cacing sutera secara adlibitum 2
kali sehari pada siang dan malam hari.Selanjutnya pakan buatandan cacing beku
diberikan mulai hari ke 31 sampai akhir pemeliharaan yaitu pada hari 90.
Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari pada siang hari dan malam hari secara
adlibitum.
Selama pemeliharaan dilakukan pengamatan jumlah kelahiran dan
kelangsungan hidupnya sampai akhir pemeliharaan ikan uji yaitu selama
90hariatau sampai terlihat perbedaan fenotip kelamin sekunder ikan jantan dan
betina. Ikan Guppy jantan dapat dilihat dari warnanya yang cerah dan menarik,
bagian perut ramping, serta sirip anal, punggung dan ekor yang melebar (Zairin,
2002).
Kualitas Air
Kualitas air yang diukur meliputi pH, suhu, dan DO (Tabel 1). Pengukuran
kualitas air dilakukan pada awal penelitian, pada saat perlakuan dan akhir
pemeliharaan larva. Pengukuran kualitas air dilakukan pada saat awal penelitian
yaitu dengan suhu 27 0C, pH 7,4 dan DO 4,7 mg/L, sedangkan pada pemberian
perlakuan dosis purwoceng yaitu dengan suhu 280C, pH 7,5 dan DO 4,5 mg/L dan
pada akhir dari penelitian yaitu dengan suhu 28 0C, pH 7,5, DO 4,9 mg/L. Untuk
menjaga kualitas air tetap stabil, maka penyiponan dilakukan 3 hari sekali
sebanyak 20% dari volume air.

5

Tabel 1. Data pengukuran kualitas air selama penelitian.

Waktu pengukuran
Pemeliharaan induk

Parameter kualitas air
pH
DO
Suhu ( C)
(mg/L)
27
7,5
4,9
0

Pustaka
Suhu 22-300C
(Susanto, 1990)

Awal perlakuan

27

7,4

4,7

pH 6,8-8,0
(Mundayana dan Suyanto, 2000)

Saat Perlakuan

28

7,5

4,5

DO 4 ppm
(Mundayana dan Suyanto, 2000)

Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif menggunakan perangkat lunak Microsoft
Office Word 2007 dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jumlah Kelahiran
Ikan guppy melahirkan secara parsial dengan jumlah anak yang dilahirkan
berkisar antara 20-35 ekor dalam masa melahirkan sampai 90 hari masa
pemeliharaan (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah kelahiran anak ikan guppy yang dihasilkan
Dosis
Bobot Induk
Jumlah anak yang lahir
Perlakuan
Betina
hari ke(gram)
3
6
30
60
P0 (0 mg/L)
3,27±0,07
5
8
7
P1(10 mg/L)
3,22±0,09
7
10
19
1
P2 (20 mg/L)
3,19±0,15
12
10
12
-

Jumlah anak yang
hidup sampai hari
ke-90
20
33
28

Jumlah anak ikan guppy yang dilahirkan dan hidup pada perlakuan tanpa
perendaman dalam ekstrak purwoceng (0 mg/L)sebanyak 20 ekor dalam 3 tahap
kelahiran, lebih rendah dibandingkan dengan percobaan maskulinisasi melalui
perendaman induk dalam larutan ekstrak purwoceng pada dosis 10 mg/L yaitu
dihasilkan anak yang terbanyak (35 ekor) dalam 4 kali kelahiran, dan pada dosis
20 mg/L dihasilkan 28 ekor dalam 3 tahap kelahiran. Rata-rata induk yang
melahirkan pada perlakuan ekstrak purwoceng berkisar ± 3 gram.

6

Nisbah kelamin
Pengamatan jenis kelamin dilakukan dengan metode morfologi jantan dan
betina berdasarkan visualisasi kelamin sekunder. Perbedaan antara ikan guppy
jantan dan betina pada umur 90 hari pemeliharaan sudah nyata. lkan guppy jantan
yang sudah dewasa ditandai dengan adanya warna yang lebihterang pada tubuh
dan ekor, bentuk ekor menyerupai kipas melebar. Selain itu, sirip punggung lebih
panjang serta badan terlihat lebih pipih. Sedangkan untuk ikan guppy betina
ditandai dengan warna yang gelap pada tubuh dan badan terlihat lebih gendut
(Gambar 1).
A

B

Gonopodium
Urogenital

Gambar 1 Juvenil ikan guppy berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b).
%Jantan =

Jumlah ikan jantan X 100 %
Jumlah ikan total X 100 %

Pada dosis penggunaan ekstrak purwoceng 0 mg/L (Kontrol)
menghasilkan persentase ikan guppy jantansebesar 85%, sementara pada dosis 10
mg/L sebesar 74,28%, dan pada dosis 20 mg/L adalah 58,06% (Gambar 2).
Perendaman induk dengan ekstrak purwoceng menghasilkan persentase ikan
jantan yang lebih rendah yaitu pada perlakuan perendaman induk bunting dengan
ekstrak purwoceng dosis 20 mg/L lebih sedikit ikan jantan yang dihasilkan
dibandingkan dengan dosis 10 mg/L dibandingkan kontrol.

7

100%

% jantan

80%
60%
40%
20%
0%
0 mg/L

10 mg/L

20 mg/L
Dosis Purwoceng

Gambar 2. Persentase ikan guppy jantan yang dihasilkan pada perlakuan
perendaman induk bunting dalam larutan ekstrak purwoceng.
Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)
Pada perlakuan tanpa perendaman dalam ekstrak purwoceng tidak
ditemukan anak ikan guppy yang mati hingga akhir penelitian atau tingkat
kelangsungan hidupnya 100%,sedangkan pada perlakuan perendaman induk yang
bunting dalam eksttrak purwoceng dosis 10 dan 20 mg/L terdapat kematian 6-10
% (Gambar 3). Rumus Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ini menggunakan
rumus dari (Effendi, 1997) (Lampiran 2).

% tingkat kelangsungan hidup

100%

90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%

0%
0 mg/L

10 mg/L

20 mg/L

Dosis Purwoceng

Gambar 3 Tingkat kelangsungan hidup anak guppy pada umur 90 hari.
SR = Nt X 100 %
No
Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup anak ikan Guppy
Nt = Jumlah anak ikan akhir pemeliharaan
No = Jumlah anak ikan awal pemeliharaan

8

Pembahasan
Ikan guppy bersifat ovovivipar, yaitu pembuahan terjadi di dalam tubuh,
selanjutnya embrio disimpan dan terus berkembang dalam tubuh induk, dan akan
dilahirkan sebagai anak setelah kurang lebih 20 hari masa kehamilan. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, perendaman induk yang sedang bunting dalam
larutan ekstrak purwoceng dosis 10 dan 20 mg/L menghasilkan kelahiran yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perendaman, namun ada kematian
berkisar 6-10%, sedangkan pada control tingkat kelangsungan hidup anak yang
dilahirkan sampai masa pemeliharaan 90 hari sebesar 100%.Perendaman induk
yang bunting dalam larutan ekstrak purwoceng selama 24 jam menghasilkan
nisbah kelamin jantan 60-70 %, lebih rendah dibandingkan dengan tanpa
perendaman yaitu sebesar 85%.
Lama perendaman dan dosis yang diberikan berpengaruh terhadap nisbah
kelamin yang dihasilkan. Apabila waktu perendaman melebihi 30 jam, maka
dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Hunter dan Donalson (1983)
menyatakan bahwa pemberian hormon tidak boleh berlebihan, karena dosis yang
terlalu tinggi dapat menimbulkan tekanan pada pembentukan gonad dan tingginya
mortalitas. Selain itu, waktu pemberian hormon yang terlalu lama dapat
menyebabkan perkembangan gonad dalam pembentukan gamet menjadi
terhambat. Pada perlakuan maskulinisasi secara perendaman selama 30 jam
dengan dosis 2 mg/L hormon 17α-metiltestosteron dapat menghasilkan
pembentukan kelamin jantan maksimal (100%), sedangkan penggunaan androgen
alami maupun testosteron belum memberikan hasil yang memuaskan (Zairin,
2002). Lama perendaman diduga mempengaruhi penyerapan hormon yang masuk
ke dalam tubuh. Keberhasilan pemberian hormon steroid untuk mengubah jenis
kelamin ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis dan umur
ikan, dosis hormon serta suhu selama perlakuan (Kadriah, 2000).
Penelitian ini merupakan salah satu dari penelitian maskulinisasi
menggunakan bahan alami sebagai alternatif penggunaan bahan-bahan hormon
sintetis yang sudah mulai ditinggalkan karena berpotensi toksik dan tidak ramah
lingkungan. Selain itu, pemanfaatan bahan-bahan alami potensial sumber hayati
sesuai dengan kearifan lokal sebaiknya terus ditingkatkan. Pengembangan
penyelidikan dapat bertitik tolak dari pengetahuan dan informasi terkait senyawasenyawa aktif dari familia-familia tertentu memiliki kandungan kimiawi atau
memiliki kemiripan (khematoksonomi). Purwoceng adalah salah satu tanaman
yang memiliki fungsi sebagai obat yang merupakan tanaman khas jawa tengah,
dimana tumbuhan ini dapat meningkatkan vitalitas (afrodisiak) yang telah diteliti
dan diformulasikan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa dosis perlakuan purwoceng 10 dan 20
mg/L melalui perendaman induk yang bunting kurang efektif memaskulinisasi
anak ikan guppy yang dilahirkan. Bahkan pada perlakuan tanpa pendaman induk
dalam ekstrak purwoceng menghasilkan anak jantan yang lebih tinggi yaitu 85%,
sebaliknya pada dosis yang paling tinggi menghasilkan anak jantan yang paling
rendah (58,06%) yaitu pada dosis perlakuan 20 mg/L. Beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil penelitian yang telah saya lakukan ini kemungkinan terkait
dengan 3 hal, yaitu dosis perlakuan yang tidak efektif, lama pemberian yang
kurang efektif, dan metode perlakuan secara perendaman yang kurang efektif.

9

Dosis penggunaan ekstrak purwoceng yang pernah dicobakan dalam berbagai
penelitian maskulinisasi pada ikan berkisar 0-20 mg/L dan diferensiasi kelamin
yang menentukan nisbah kelamin sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan
(Zairin, 2012). Porwoceng sebagai afrodisiak mengandung komponen kimia
kelompok steroid, atsiri, furanokumarin, danvitamin, yang terdapat di bagian tajuk
maupun akar (Rahardjo dan Darwati, 2006).
Kelompok steroid terdiri dari sitosterol, stigmasterol (stigmasta-7, 16 dien-3-ol),
dan (stigmasta-7, 25 dien-3-ol). Steroid merupakan komponen kimia berkhasiat
dalamsintesis hormon testoteron pada manusia. Komponen kimia tersebut yang
menjadikan purwoceng sebagai obattradisional untuk meningkatkan vitalitas dan
kesuburan pria. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan
jengger anak ayam dapat dipercepat dengan pemberian ramuan ekstrak
purwoceng. Selain mengandung steroid, purwoceng juga mengandungatsiri, dan
turunannya antara lain germacrene, β-besabolene, β-caryophylline, α-humulene,
dan carvacrol. Senyawa-senyawa tersebut ditemukan di tajuk tanaman, sedangkan
di bagian akar hanya mengandung germacrene dan β-besabolene. Xanthotoxin
hanya ditemukan di tajuktanaman yang tumbuh di Dieng. Vitamin E ditemukan di
tajuk tanaman tetapi tidak ditemukan pada akar tanaman. Bergapten, sitosterol,
dan vitamin E kadarnya tertinggi pada saat tanaman memasukifase generatif yaitu
tanaman mulai berbunga. Bergapten berfungsi sebagai peningkatan vitalitas tubuh
manusia. Purwoceng berpengaruh terhadap kadar LH (Luteinizing Hormone ) dan
testosteron pada tikus jantan (Taufiqqurohman& Wibowo, 1999). Purwoceng
yang diberikan secara bioenkapsulasi menggunakan artemia pada dosis 20 mg/L
melalui perendaman selama 24 jam menghasilkan ikan cupang jantan sebesar 75
% (Cahyani, 2014), dan sebagai afrodiasak juga bermanfaat dapat meningkatkan
kualitas sperma ikan (Nugrahadi, 2014).

KESIMPULAN DAN SARAN
Perendaman induk betina ikan guppy yang sedang bunting menggunakan
ekstrak purwoceng dengan dosis 10 dan 20 mg/L menghasilkan nisbah kelamin
jantan 60-70% dan tingkat kelangsungan hidup 90-94%, sedangkan pada
perlakuan perendaman tanpa ekstrak purwoceng menghasilkan 85 % ikan jantan
dan kelangsungan hidup 100%.

DAFTAR PUSTAKA
Bulkini A. 2012. Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta splendens) Melalui
Perendaman Embrio dengan Ekstrak tanaman purwoceng (Pimpinella alpina)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Cahyani D. 2014. Maskulinisasi Ikan Cupang Betta splendens dengan Ekstrak
Purwoceng Pimpinella alpinamelalui perendaman artemia. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Devlin RH, Nagahama Y.2002. Sex Determination and Sex Differentiation in
Fish: an Overview of Genetic, Physiological, and Environmental Influences.
Aquaculture 208: 191–364.

10

Effendie Ml.1997. Biologi Perikanan. YayasanPustaka Nusantara. Bogor
Fujaya Y. 2002. Fisiologi lkan. DasarPengembangan Teknik Perikanan.
Rineka Cipta.Jakarta.
Hunter GA, Donaldson EM.1983. Hormonal sex control its application to fish
culture. ln:
Hoar, W.S., Randall, D.J. (Eds.), Fish Physiology, Vol. lX
B: Behaviour and Fertitity
Control. Academic Press, New York,
pp.223-303.
Huwoyon GH, Rustidja, Rudhy G. 2008. Pengaruh Pemberian Hormon
Methyltestosterone Pada Larva Ikan Guppy (Poecilia reticulate) Terhadap
Perubahan Jenis Kelamin. Jurnal Zoo Indonesia 17(2): 49-54.
Juniarto AZ. 2004. Perbedaan pengaruh pemberian ekstrak Eurycoma longifolia
dan Pimpinella alpina pada spermatogenesis tikus Spraque dawley [tesis].
Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Kadriah lAK.2000. Efek Manipulasi Hormon17α-metiltestosteron pada Berbagai
VariasiTemperatur terhadap Ratio Kelamin lkan Gapi(Poecilia
reticulataPeters).[Skripsi]. ProgramStudi Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan,lnstitut Pertanian Bogor.
Kwon JYV, Haghpanah LM, Hurtado B, McAndrew D, Penman. 2000.
Masculinization of Genetic Female Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) by
Dietary Administration of An Aromatase Inhibitor. During Sexual
Differentiation. Journal of Experimental Zoology 287:46-53.
Mundayana Y, Suyanto R. 2000. Ikan Hias Air Tawar Guppy. Penebar
swadaya.Jakarta hal 60-63.
Nugrahadi HA. 2014. Penentuan Dosis Purwoceng (Pimpinella alpina molk).
Terhadap kuantitas dan kualitas sperma Ikan Maskoki (Carassius auratus).
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Piferrer F, Lim LC. 1997. Application of Sex Reversal Technology In Ornamental
Fish Culture. Jurnal Aquarium Science and Conservation,1(113-118).
Putera S. 2011. Maskulinisasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Melalui
Perendaman dalam Ekstrak tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo M, Darwati I. 2006. Produksi dan MutuSimplisia Purwoceng
berdasarkan lingkungan tumbuhdan umur tanaman. J. Bahan Alam Indonesia
(TheIndonesian Journal of Natural Products). PERHIBA5:310-320.
Susanto H. 1990. Budidaya lkan Guppy. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Taufiqurrachman, Wobowo S. Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) experimental
study in male rats spraguedawley. Makalah disam-paikan pada Seminar
NasionalTumbuhan Obat Indonesia POKJANAS TOI ke 28 diBalittro, Bogor
tanggal 15-16 September, 8 p.
Utomo B.2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu terhadap
Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecillia reticulata Peters). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Widowati D, Faridah. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kimia Dalam Fraksi
Non-Polar dari Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina). Prosiding seminar
nasional tumbuhan obat Indonesia XXVIII. Bogor (ID), 15-16 September
2005.
Zairin M Jr. 2002. Sex Reversal Memproduksi Benih lkan Jantan atau Betina.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

11

LAMPIRAN

Lampiran 1.Pembuatan ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina )

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Persentase Kelamin jantan anak ikan Guppy
serta kelangsungan hidup ikan Guppy.


Kontrol



Dosis 10 mg/L : Jumlah ikan jantan X 100 %
Jumlah ikan total
Jantan = 26 x 100 % = 74, 21 %
35



Dosis 20 mg/L : Jumlah ikan jantan X 100 %
Jumlah ikan total
Jantan = 18 x 100 % = 58, 06 %
31



Kelangsungan hidup total

: Jumlah ikan jantan X 100 %
Jumlah ikan total
Jantan= 17 x 100 % = 85 %
20

SR = Nt x 100 % = 81 x 100 = 94, 18 %
No
86

12

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Herry Daniel Laurent Marpaung. Penulis lahir di
Medan, Sumatera Utara pada tanggal 27 Desember 1991 dari pasangan Bapak
Drs. Hotman Marpaung, SH dan Dra. Gris Rosalinda Siahaan S.Pi. Penulis
merupakan anak kelima dari enam bersaudara, dengan kakak bernama Evi
Angelina Marpaung S.E.,M.M.,M.Si , Grace Natalia Marpaung S.E,M.Si, Jurist
Devani M.Marpaung S.H.,M.H , Shinta Priani Bertuah Marpaung,ST , serta adik
saya bernama Shella Pricilia Marpaung
Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah TK. Karya Maju dan
lulus pada tahun Medan dan lulus pada tahun 1998, SD. Santo Antonius IV
Medan dan lulus pada tahun 2004, SMP Santo Thomas 1 Medan dan lulus pada
tahun 2007, SMAN 2 Medan dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
Institut Pertanian Bogor (USMI) pada program studi Teknologi dan Manajemen
Perikanan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pada masa
perkuliahan, penulis melakukan magang di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budi daya Air Tawar, Subang, Jawa Barat, Indonesia dan Praktek Lapangan di
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budi daya Laut, Gondol Bali,
Indonesia pada tahun 2013. Penulis juga merupakan Asisten dari Mata kuliah
Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik (BDP 321).
Dalam tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan antara perendaman Induk Betina Menggunakan Ekstrak
Purwoceng Pimpinella alpina terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia
reticulata“ yang dibimbing oleh Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Ir.
Harton Arfah, M.Si.