Maskulinisasi Ikan Pelangi (Iriatherina Werneri) Melalui Perendaman Embrio Dalam Ekstrak Tanaman Purwoceng (Pimpinella Alpina).

MASKULINISASI IKAN PELANGI (Iriatherina werneri)
MELALUI PERENDAMAN EMBRIO DALAM EKSTRAK
TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella alpina)

ANNA NURKHASANAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Maskulinisasi Ikan
Pelangi (Iriatherina werneri) Melalui Perendaman Embrio dalam Ekstrak
Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina)” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari
karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor,

2015

Anna Nurkhasanah
NIM C14110030

ABSTRAK
ANNA NURKHASANAH. Maskulinisasi Ikan Pelangi (Iriatherina
werneri) Melalui Perendaman Embrio dalam Ekstrak Tanaman Purwoceng
(Pimpinella alpina). Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan
ODANG CARMAN.
Ikan pelangi (Iriatherina werneri) jantan memiliki warna dan bentuk sirip
yang indah, sehingga harga jualnya lebih tinggi dari betina. Penelitian ini
dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan ekstrak tanaman purwoceng pada
maskulinisasi ikan Iriatherina werneri melalui perendaman embrio. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga
perlakuan dosis ekstrak purwoceng (10, 20, dan 30 mg/L), kontrol positif (17αmetiltestosteron 25 mg/L), dan kontrol negatif (tanpa perendaman), masingmasing tiga ulangan. Prosedur perendaman dilakukan saat embrio bintik mata

selama 8 jam dalam kedua perlakuan ekstrak purwoceng dan 17α-metiltestosteron
(17α-MT). Pasca perendaman embrio ditetaskan dan dipelihara selama 50 hari
yaitu sebelum identifikasi kelamin. Ekstrak purwoceng cukup efektif digunakan
untuk maskulinisasi ikan I. werneri. Dosis 10-30 mg/L ekstrak purwoceng
menghasilkan 57-67% ikan jantan (P>0,05). Nisbah kelamin jantan mengalami
peningkatan 47-57% dari kontrol.
Kata kunci : Iriatherina werneri, purwoceng, Pimpinella alpina, 17αmetiltestosteron, maskulinisasi, perendaman

ABSTRACT
ANNA NURKHASANAH. Masculinization of Rainbowfish Iriatherina
werneri by Immersion of Embryos in Purwoceng Extract Pimpinella alpina.
Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and ODANG CARMAN.
Male rainbowfish (Iriatherina werneri) has a beautiful color and fin shape,
it causes a higher market price than female rainbowfish. This research was
conducted to examine the effect of purwoceng (Pimpinella alpina) extract on
masculinization Iriatherina werneri through the immersion of embryos. Design of
this research used a completely randomized design consist of three dose
treatments of purwoceng extract (10, 20, and 30 mg/liter), positive control (25
mg/L 17α-methyltestosterone hormone), and negative control (without
immersion) with three replications for each treatments. The immersion procedure

was applied at eyed-stage embryos for 8 hours for both purwoceng extract and
17α-methyltestosterone (17α-MT) treatments. Posted-immersion the embryos
were hatched and reared for 50 days, before sex identification. Purwoceng extract
quite effectively used to masculinization of I. werneri. Dosage of 10-30 mg/L
were produce 57-67% males (P>0,05). Sex ratio of male increased 47-57% to
control.
Keywords : Iriatherina werneri, purwoceng,
methyltestosterone, masculinization, immersion.

Pimpinella

alpina,

17α-

MASKULINISASI IKAN PELANGI Iriatherina werneri
MELALUI PERENDAMAN EMBRIO DALAM EKSTRAK
TANAMAN PURWOCENG Pimpinella alpina

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Maskulinisasi Ikan Pelangi (Iriatherina werneri) Melalui
Perendaman Embrio dalam Ekstrak Tanaman Purwoceng
(Pimpinella alpina)
Nama
: Anna Nurkhasanah
NIM
: C14110030

Disetujui oleh


Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Pembimbing I

Dr. Ir. Odang Carman, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Maskulinisasi
Ikan Pelangi (Iriatherina werneri) Melalui Perendaman Embrio dalam Ekstrak
Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina)”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Maret hingga Mei 2015 di Kolam Percobaan Babakan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Segenap rasa terima kasih penulis

ucapkan kepada :
1. Kedua orang tua (bapak Achmad Zainuddin dan ibu Seswaty), kakak (Ika
Dharmayanti dan Fitria Sari), dan saudara lainnya atas doa, dukungan, dan
kasih sayangnya.
2. Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku Pembimbing I dan Bapak
Dr. Ir. Odang Carman, MSc selaku Pembimbing II atas segala masukan
dan dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Sri Nuryati, SPi, MSi selaku Komisi Pendidikan S1 BDP atas
masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Yuni Puji Hastuti, SPi, MSi selaku Dosen Penguji atas masukan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Teman-teman tim penelitian Iriatherina : Ema, Wulan, Ari, Kak Herja,
dan Kak Rodhi, serta teman-teman dan kakak-kakak penelitian di Kolam
Percobaan Babakan: Winy, Hamzah, Dhani, Uswatun, Kak Yacha, dan
Kak Fahrul.
6. Teman-teman kost-an Wisma Ananda : Nurul, Dessy, Vero, Anggun,
Haqul, dan Kiki atas kebersamaan selama di Bogor ini.
7. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika
Ikan.
8. Anisa, Raelita, Fita, Gina, dan Ayu atas dukungan dan kebersamaannya.

9. Duga Family (Tiara, Yuyak, Afifia, Lilis, Ayu, dan Antin) atas
kebersamaan dan dukungannya.
10. Keluarga BDP 48 atas semangat, dukungan, dan motivasinya.
11. Keluarga besar Departemen Budidaya Perairan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, masyarakat, dan seluruh
pihak yang membacanya.
Bogor, Agustus 2015
Anna Nurkhasanah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Materi Uji


2

Rancangan Penelitian

3

Prosedur Penelitian

3

Parameter Uji

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Hasil


6

Pembahasan

8

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA


12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Rancangan perlakuan maskulinisasi ikan pelangi melalui perendaman
embrio dalam ekstrak purwoceng
2 Jenis pakan alami yang diberikan selama pemeliharaan Ikan I. werneri
3 Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan I. werneri

3
4
4

DAFTAR GAMBAR
1 Derajat penetasan telur pada maskulinisasi ikan I. werneri melalui
perendaman embrio dalam ekstrak purwoceng
2 Jaringan gonad ikan I. werneri jantan (a) dan betina (b) pada
pembesaran 60 x
3 Nisbah kelamin jantan pada maskulinisasi ikan I. werneri melalui
perendaman embrio dalam ekstrak purwoceng
4 Tingkat kelangsungan hidup ikan I. werneri 50 hari pasca maskulinisasi
melalui perendaman embrio dalam ekstrak purwoceng
5 Pertumbuhan panjang ikan I. werneri hari ke 35–50 pada maskulinisasi
melalui perendaman embrio dalam ekstrak purwoceng
6 Sirip dorsal ikan I. werneri yang ditumbuhi Piscinoodinium pillulare
pada pembesaran 60 x
7 Perbedaan morfologi pada ikan I. werneri jantan (a) dan betina (b)

6
6
7
7
8
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sampling Pertumbuhan Panjang Ikan I. werneri
2 Uji Lanjut Duncan
3 Klasifikasi Tanaman Purwoceng

14
14
16

1

PENDAHULAN
Latar Belakang
Ikan pelangi (Iriatherina werneri) atau yang lebih dikenal dengan nama
„Threadfin‟ atau „Featherfin‟ pertama kali ditemukan pada tahun 1973 oleh dua
orang akuakulturis dari Jerman. Ikan ini ditemukan pada perairan sawah di daerah
pinggiran kota Merauke, Papua. Panjang tubuh maksimal I. werneri mencapai 5
cm, tetapi umumnya lebih banyak ditemukan berukuran 3 - 4 cm. Ikan I. werneri
dapat ditemukan di perairan yang bersih, aliran air tenang, perairan rawa, dan
laguna dengan vegetasi yang berlimpah. Di alam, ikan ini hidup pada perairan
dengan kedalaman 0,5 – 1,25 meter dengan kisaran suhu 22º - 30ºC dan pH 5,2 –
7,5 (Tappin 2011).
Bila dilihat dari morfologinya, ikan pelangi jantan memiliki bentuk tubuh
dan warna yang lebih menarik daripada betina terutama pada bentuk siripnya.
Sirip dorsal pertama pada ikan jantan berbentuk seperti kipas dan sirip dorsal
kedua lebih panjang. Sirip anal ikan jantan juga lebih panjang seperti sirip dorsal
kedua. Warna sirip dorsal pertama berwarna kemerahan dan sirip dorsal kedua
berwarna hitam, sedangkan sirip pada ikan betina tidak berwarna (Roberts 1978;
Tappin 201). Perbedaan morfologi tersebut menyebabkan I. werneri jantan lebih
digemari dan memiliki harga jual yang lebih tinggi daripada betina, sehingga
produksi monoseks jantan ikan I. werneri akan lebih menguntungkan.
Maskulinisasi pada ikan dapat dilakukan dengan cara mengarahkan atau
membalikkan kelamin (seks reversal) pada masa diferensiasi kelamin berlangsung.
Kelamin ikan masih belum definitif pada awal hidupnya, tetapi secara genetik
susunan kromosom kelamin sudah ditentukan setelah pembuahan, homogametik
(XX) atau heterogametik (WZ) pada ikan betina atau heterogametik pada ikan
jantan (XY atau XWZ). Teknik seks reversal mengubah fenotipe ikan jantan atau
betina tetapi tidak mengubah genotipenya (Zairin 2002).
Salah satu teknik seks reversal untuk menghasilkan monoseks jantan
(maskulinisasi) dapat dilakukan dengan pemberian hormon atau bahan-bahan
steroid androgen. Pemberiannya dapat dilakukan melalui oral (pemberian pakan)
dan perendaman (immersion) (Zairin 2002). Metode pemberian hormon dipilih
berdasarkan jenis bahan dan efektivitas dosis, serta jenis ikan target sesuai dengan
masa diferensiasi. Metode perendaman dipilih karena bahan steroid dapat masuk
ke dalam tubuh ikan dengan proses difusi. Perendaman pada ikan ovipar dapat
dilakukan pada stadia embrio maupun larva. Perendaman embrio dilakukan pada
fase bintik mata karena embrio dianggap telah kuat dalam menerima perlakuan,
sedangkan perendaman fase larva dilakukan karena gonad masih labil sehingga
mudah dipengaruhi rangsangan dari luar (Zairin 2002). Berdasarkan Arfah et al.
(2005), ikan ovovivipar (gapi) diduga mengalami masa diferensiasi kelamin
sebelum lahir, maka perendaman dilakukan pada induk yang sedang hamil.
Pemberian hormon 17α-metiltestosteron (17α-MT) melalui perendaman
induk ikan gapi (Poecilia reticulata) dengan dosis 2 mg/L air selama 24 jam dapat
mengarahkan kelamin anakan ikan gapi jantan mencapai 100% (Zairin et al.
2002). Perendaman larva ikan tetra kongo (Micralestes interruptus) dalam 17αMT dengan dosis 4 mg/L selama 8 jam menghasilkan 87,17% ikan jantan (Arfah

2
et al. 2002). Perendaman embrio bintik mata rainbow irian (Glossolepis incisus)
dalam 25 mg/L 17α-MT selama 8 jam menghasilkan 86,8% ikan jantan (Pujiwati
1995 dalam Zairin 2002).
Bahan alternatif yang telah diuji dapat mengubah nisbah kelamin menjadi
jantan adalah tanaman purwoceng (Pimpinella alpina). Tanaman purwoceng
tumbuh di daerah gunung Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, Jawa Timur, Gunung
Putri, Cipanas, dan Jawa Barat (Raharjo, Darwati, Shusena 2006). Tanaman ini
berkhasiat obat sebagai afrodisiak, diuretik, tonik, dan mengandung senyawa
kumarin (Roostika et al 2007; Widayat dan Soetarto 2012). Tanaman purwoceng
mengandung senyawa fitosteroid yaitu senyawa stigmasterol sebanyak 5,38% dari
total senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak purwoceng (Putra 2011).
Stigmasterol merangsang pertumbuhan hormon androgen dalam tubuh.
Penggunaan ekstrak purwoceng ini telah diuji pada maskulinisasi ikan nila
(Oreochromis niloticus) (Putra 2011) dan cupang (Betta splendens) (Bulkini
2012; Cahyani 2014). Pada perendaman larva ikan nila dengan dosis 20 mg/L
selama 8 jam menghasilkan 73,3% ikan jantan (Putra 2011), sedangkan pada
perendaman embrio fase bintik mata ikan cupang dengan dosis 10µL/L selama 8
jam menghasilkan 62,68% ikan jantan, dan pada metode bioenkapsulasi melalui
perendaman artemia dengan ekstrak purwoceng yang diberikan sebagai pakan
larva ikan cupang dengan dosis 20 mg/L selama 24 jam menghasilkan 75% ikan
jantan (Cahyani 2014).
Keunggulan penggunaan bahan steroid alami adalah ramah lingkungan
dan aman terhadap biota. Tanaman purwoceng mengandung senyawa limonene, γhimachalene, dan pristine yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh
(Putra 2011). Senyawa-senyawa tersebut dapat berdampak positif terhadap
kesehatan dan pertumbuhan ikan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dosis penggunaan ekstrak
tanaman purwoceng untuk maskulinisasi ikan pelangi (Iriatherina werneri)
melalui perendaman embrio.

METODE
Materi Uji
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan I. werneri
dengan bobot ikan jantan 0,21±0,06 gram dan ikan betina 0,18±0,09 gram. Bahan
untuk maskulinisasi yang digunakan adalah ekstrak tanaman (Lampiran 3)
purwoceng dan hormon 17α-metiltestosteron.

3
Rancangan Penelitian
Skema penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
perlakuan dosis ekstrak purwoceng untuk perendaman embrio I. werneri fase
bintik mata dibandingkan dengan kontrol positif (17α-metiltestosteron), dan
kontrol negatif (tanpa perendaman), masing-masing diulang sebanyak 3 kali
(Tabel 1).
Tabel 1 Rancangan perlakuan maskulinisasi ikan pelangi melalui perendaman
embrio dalam ekstrak purwoceng
Perlakuan
Keterangan
A
Perendaman dengan ekstrak purwoceng 10 mg/L
B
Perendaman dengan ekstrak purwoceng 20 mg/L
C
Perendaman dengan ekstrak purwoceng 30 mg/L
D (kontrol positif)
Perendaman dengan 17α-metiltestosteron 25 mg/L
E (kontrol negatif)
Perendaman tanpa ekstrak purwoceng dan 17αmetiltestosteron
Setiap perlakuan dan ulangan digunakan embrio ikan pelangi fase bintik
mata yaitu berumur ±63 jam pasca fertilisasi sebanyak 100 butir. Perendaman
embrio dalam perlakuan maskulinisasi dilakukan selama 8 jam.

Prosedur Penelitian
Pemijahan Induk
Induk dipijahkan dengan perbandingan jantan dan betina 1:2 di akuarium
pemijahan berukuran 30x30x30 cm serta dilengkapi dengan substrat berupa tali
rafia sebagai tempat peneluran. Proses pemijahan berlangsung selama 7 jam.
Pengangkatan substrat yang berisi telur dilakukan pada malam hari dan dilakukan
penghitungan telur sesuai dengan jumlah telur yang dibutuhkan tiap perlakuan dan
ulangan. Telur dimasukkan ke dalam wadah plastik bervolume 1 liter yang aerasi
sebagai tempat inkubasi telur selama ±63 jam hingga mencapai fase bintik mata.
Perendaman Embrio dalam Ekstrak Purwoceng
Wadah perendaman tiap perlakuan dan ulangan adalah plastik bervolume 2
liter yang diisi air sebanyak 1 liter dan diberi oksigen. Setiap ekstrak purwoceng
(10, 20, 30 mg) dan 17α-MT (25 mg) dibuat dengan cara menimbang bahan
tersebut sesuai dengan kebutuhan, lalu dilarutkan ke dalam 0,5 mL ethanol 95%
(Putra 2011). Larutan diencerkan hingga volume 1 liter ke dalam air perendaman.
Embrio pada fase bintik mata direndam dalam larutan yang telah dibuat selama 8
jam sesuai dengan perlakuan. Setelah perendaman, embrio ditetaskan dalam
wadah penetasan berupa toples plastik bervolume 15 L yang diisi air sebanyak 2 L
untuk masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian larva dipelihara pada
wadah yang sama selama 50 hari.

4
Pemeliharaan Larva Ikan Uji
Larva umur 1 hari setelah menetas diberi pakan tiga kali sehari secara ad
libitum berupa pakan alami dengan 5 tahapan yang terdiri dari infusoria
dikombinasi dengan rotifera dan artemia (Tabel 2).
Tabel 2 Jenis pakan alami yang diberikan selama pemeliharaan Ikan I. werneri
Hari keJenis Pakan Alami
1–5
Infusoria
6–7
Infusoria dan rotifera
8 – 20
Rotifera
21 – 27
Rotifera dan artemia
28 – 50
Artemia
Penyifonan dilakukan setiap dua hari sekali dan pergantian air sebanyak
50% volume air. Sampling pertumbuhan dan panjang ikan dilakukan pada calon
benih yaitu pada hari ke-35, hari ke-42, dan hari ke-50.
Identifikasi Kelamin
Identifikasi kelamin dilakukan dengan cara pengamatan gonad (Zairin
2002). Sampel ikan jantan dan betina yang telah dipelihara selama 50 hari dibedah
dan diamati gonadnya untuk pengamatan fenotipe kelamin dengan metode
asetokarmin. Sampel ikan yang dibedah berjumlah 30 sampel untuk setiap
perlakuan. Gonad dicacah hingga halus di atas kaca preparat dan diberi beberapa
tetes larutan asetokarmin. Kaca preparat ditutup dengan cover glass dan diamati
dengan mikroskop. Bakal sperma yang terlihat di bawah mikroskop berupa titik
kecil, sedangkan bakal telur berbentuk bulatan besar dengan inti di bagian
tengahnya.
Pengukuran Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur adalah DO, pH, dan suhu. Pengukuran
DO dan pH menggunakan DO meter dan pH meter yang diukur pada awal dan
akhir pemeliharaan ikan, sedangkan suhu diukur menggunakan termometer yang
diukur setiap hari (Tabel 3).
Tabel 3 Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan I. werneri
Parameter
Satuan
Kisaran
Nilai Optimum
Suhu
ºC
24 – 29
22 – 28 (Tappin 2011)
pH
Unit
7,2 – 7,8
6,5 – 7,8 (Tappin 2011)
DO
mg/L
6,5 – 7,0
5 – 8 (Tappin 2011)

5
Parameter Uji
Derajat Penetasan Telur
Derajat penetasan telur adalah persentase telur yang menetas menjadi larva
yang dihitung dengan membandingkan jumlah larva yang menetas dengan jumlah
telur yang diinkubasi. Derajat penetasan telur dapat dihitung dengan rumus:

Derajat Penetasan Telur (%) =∑
Nisbah Kelamin Jantan
Nisbah kelamin jantan dihitung dengan membandingkan jumlah ikan
jantan dengan jumlah ikan uji per perlakuan. Nisbah kelamin jantan dapat
dihitung dengan rumus:
Kelamin Jantan (%) =∑



Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (TKH) adalah persentase jumlah ikan hidup
pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan pada awal
pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
TKH (%) =
Keterangan:
TKH = tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt
= jumlah individu pada akhir perlakuan
No
= jumlah individu pada awal pemeliharaan
Pertumbuhan Panjang Ikan Uji
Pengukuran panjang ikan uji dilakukan pada calon benih umur 35 – 50 hari
dengan menggunakan jangka sorong digital, lalu dihitung juga pertumbuhan
mutlak ikan.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2010.
Parameter uji dianalisis statistik sidik ragam (ANOVA) dengan program SPSS
17.0 pada selang kepercayaan 95% dan diuji lanjut dengan Duncan. Parameter
pengamatan gonad dianalisis secara deskriptif.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Derajat Penetasan Telur
(%)

Derajat Penetasan Telur
Derajat penetasan telur ikan I. werneri pada berkisar antara 66% – 87,67%
(Gambar 1). Pada perlakuan perendaman embrio dengan ekstrak purwoceng
memiliki derajat penetasan rata-rata sebesar 74,67% - 87,67%, sedangkan
perlakuan 17α-MT (kontrol positif) sebesar 66% dan kontrol negatif tanpa
perendaman dalam ekstrak purwoceng 79,33%. Hasil derajat penetasan ikan I.
werneri yang direndam menggunakan ekstrak purwoceng, 17α-MT, maupun tanpa
keduanya menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
120
100
80
60
40
20

a

a

A

B

a

a

a

0

C
D
E
Perlakuan
Keterangan : A= ekstrak purwoceng 10 mg/L
D= hormon 17α-MT 25 mg/L
B= ekstrak purwoceng 20 mg/L
E= tanpa ekstrak purwoceng dan MT
C= ekstrak purwoceng 30 mg/L

Gambar 1 Derajat penetasan telur pada maskulinisasi ikan I. werneri melalui
perendaman embrio dalam ekstrak purwoceng
Nisbah Kelamin Jantan
Berdasarkan hasil dari identifikasi gonad dengan metode asetokarmin,
bakal sperma yang terlihat di bawah mikroskop berupa titik kecil sedangkan bakal
telur berbentuk bulatan besar dengan inti di bagian tengahnya (Gambar 2).

B
A
a
b
Keterangan : A. bakal sel sperma dan B. bakal sel telur

Gambar 2 Jaringan gonad ikan I. werneri jantan (a) dan betina (b) pada
pembesaran 60 x

7

Nisbah Kelamin (%)

Hasil dari pengamatan gonad di atas diperoleh nisbah kelamin jantan ikan
I. werneri pada perlakuan ekstrak purwoceng berkisar antara 57% - 67% jantan,
perlakuan 17α-MT 93% jantan dan kontrol negatif sebesar 10%. Seluruh
perlakuan ekstrak purwoceng dan 17α-MT berbeda nyata (P0,05) dengan dosis purwoceng 10 mg/L (A) dan
20 mg/L (B). Namun perlakuan 17α-MT berbeda nyata dengan perlakuan ekstrak
purwoceng dosis 30 mg/L (C) (P0,05). Nisbah kelamin jantan mengalami peningkatan 47-57% dari kontrol.

12
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk maskulinisasi ikan I. werneri
menggunakan ekstrak purwoceng dengan dosis tidak lebih dari 20 mg/L dan
modifikasi lama perendaman untuk menghasilkan jantan yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Arfah H, Alimuddin, Sumantadinata K, Ekasari J. 2002. Seks Reversal pada ikan
tetra kongo stadia larva. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1(2) : 69-74.
Arfah H, Kadriah IAK, Carman O. 2005. Efek manipulasi hormon 17αmetiltestosteron pada berbagai variasi temperatur air terhadap rasio kelamin
ikan gapi (Poecilia reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(1) :
37-40.
Bulkini A. 2012. Maskulinisasi ikan cupang (Betta splendens) melalui
perendaman embrio dengan ekstrak tanaman purwoceng (Pimpinella alpina).
[Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Cahyani D. 2014. Maskulinisasi ikan cupang Betta splendens dengan ekstrak
tanaman purwoceng melalui perendaman artemia. [Skripsi]. Departemen
Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
El-Greisy ZA, El-Gamal AE. 2012. Monosex production of tilapia, Oreochromis
niloticus using different doses of 17α-methyltestosterone with respect to the
degree of sex stability after one year of treatment. Egyptian Journal of
Aquatic Research, 38: 59-66.
Putra S. 2011. Maskulinisasi ikan nila (Oreochromis niloticus) melalui
perendaman dalam ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina). [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Raharjo M, Darwati I, Shusena A. 2006. Produksi mutu simplisia purwoceng
berdasarkan lingkungan tumbuh dan umur tanaman. Jurnal Bahan Alami
Indonesia, 8(1) : 310-316
Roberts TR. 1978. An Ichthyological Survey of the Fly River in Papua New
Guinea with Descriptions of New Species. Smithsonian Contributions to
Zoology; no. 281. Smithsonian Institution Press. Washington.
Roostika I, Darwati I, Megia R. 2007. Kriopreservasi tanaman purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.) dengan teknik vitrifikasi. Berita Biologi 8(6):
423-431.

13
Tappin AR. 2011. Rainbowfishes Their Care & Keeping in Captivity – Second
Edition. Art Publication.
Taufiqqurrachman. 1999. Pengaruh ekstrak Pimpinella alpina Molk. (purwoceng)
dan akar Eurycoma longifolia Jack. (pasak bumi) terhadap peningkatan
kadar testosteron, LH, dan FSH serta perbedaan peningkatannya pada tikus
jantan Sprague Dawley. [Tesis]. Program Studi Ilmu Biomedik, Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Wahyuni S. 2010. Evaluasi karakter morfologi purwoceng (Pimpinella pruatjan
Molk.) generasi M2 hasil induksi mutasi sinar gamma di Cicurug dan
Cibadak. [Skripsi]. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widayat T, Soetarto AES. 2012. Isolation of endophyc bacteria from purwoceng
(Pimpinella alpina Kds.). Health Science Indones 3(1): 31-36.
Williams LB, Williams EH. 1994. Parasities of Puerto Rican Freshwater Sport
Fishes. Sportfish Disease Project, Departemen of Marine Science,
University of Puerto Rico. Puerto Rico.
Yamazaki F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Aquaculture 33 : 329354.
Yustina, Arnetis, Ariani D. 2012. Efektivitas tepung teripang pasir (Holothuria
scabra) terhadap maskulinisasi ikan cupang (Betta splendens). Jurnal
Biogenesis 9(1) : 37-44.
Zairin M. 2002. Seks Reversal : Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Zairin M, Yunianti A, Dewi RRSPS, Sumantadinata K. 2002. Pengaruh lama
waktu perendaman induk di dalam larutan hormon 17α-metiltestosteron
terhadap nisbah kelamin anak ikan gupi, Poecilia reticulata Peters. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 1(1) : 31-35.

14

LAMPIRAN
Lampiran 1 Sampling Pertumbuhan Panjang Ikan I. werneri
PERLAKUAN
D35
D42
D50
A
12.46
16.47
17.06
B
12.19
15.24
15.95
C
12.76
16.55
16.97
D
13.07
16.28
17.03
E
13.09
15.87
17.03
Lampiran 2 Uji Lanjut Duncan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N

15

Normal Parameters

a,,b

Mean

.0000000

Std. Deviation
Most Extreme Differences

1.17909059

Absolute

.163

Positive

.132

Negative

-.163

Kolmogorov-Smirnov Z

.632

Asymp. Sig. (2-tailed)

.819

a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic

df1

df2

Sig.

DPt

2.306

4

10

.129

NISBAH_KELAMIN

2.194

4

10

.143

TKH

.816

4

10

.543

PERTUMBUHAN

.972

4

10

.464

15
ANOVA
Sum of Squares
DPt

Between Groups

NISBAH_KELAMIN

4

208.933

Within Groups

1360.667

10

136.067

Total

2196.400

14

Between Groups

1219.185

4

304.796

318.637

10

31.864

1537.822

14

Between Groups

.001

4

.000

Within Groups

.095

10

.009

Total

.096

14

1.258

4

.315

Within Groups

14.180

10

1.418

Total

15.438

14

Total

PERTUMBUHAN

Between Groups

NISBAH_KELAMIN
a

Duncan

Subset for alpha = 0.05

PERLA
KUAN

N

1

2

3

5.00

3

3.00

3

18.8900

1.00

3

21.1100

21.1100

2.00

3

22.2233

22.2233

4.00

3

Sig.

Mean Square

835.733

Within Groups

TKH

df

3.3333

31.1100
1.000

.506

.065

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

F

Sig.

1.536

.265

9.566

.002

.033

.998

.222

.920

16
Lampiran 3 Klasifikasi Tanaman Purwoceng

Klasifikasi purwoceng adalah sebagai berikut (Wahyuni 2010) :
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dycotiledonae
Famili
: Apiaceae (Umbelliferae)
Genus
: Pimpinella
Spesies
: Pimpinella alpina

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 1993 dari ayah
Achmad Zainuddin dan ibu Muksinah (alm). Penulis merupakan putri keempat
dari empat bersaudara. Pendidikan yang ditempuh penulis yaitu, tahun 2005 lulus
dari SDIT Meranti, tahun 2008 lulus dari SMP Negeri 10 Jakarta, tahun 2011
lulus dari SMA Negeri 1 Jakarta, dan pada tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SMNPTN Undangan dan diterima di
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik pada tahun ajaran 2013/2014 dan
2014/2015, asisten Industri Pembenihan Organisme Akuatik tahun ajaran 2015,
dan Ikan Hias dan Akuaskap tahun ajaran 2015. Penulis aktif sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2012/2013 dan
2013/2014. Tahun 2013 penulis melakukan kegiatan magang di Balai
Pengembangan Benih Ikan Air Tawar Singaparna (BPPBAT). Penulis melakukan
kegiatan Praktik Lapangan Akuakultur di PT Arwana Indonesia, Cibubur pada
tahun 2014. Selama di IPB penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) periode 2013-2014.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Maskulinisasi Ikan Pelangi
Iriatherina werneri Melalui Perendaman Embrio dalam Ekstrak Tanaman
Purwoceng Pimpinella alpina”.