Kendali Mutu Ekstrak Temuireng Berkhasiat sebagai Antioksidan

i

KENDALI MUTU EKSTRAK TEMU IRENG BERKHASIAT
SEBAGAI ANTIOKSIDAN

SAIMA MEGA PUTRI MANURUNG

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kendali Mutu Ekstrak Temuireng
Berkhasiat sebagai Antioksidan adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2013
Saima Mega Putri Manurung
NIM G44090028 
 

i

ABSTRAK
SAIMA MEGA PUTRI MANURUNG. Kendali Mutu Ekstrak Temuireng
Berkhasiat sebagai Antioksidan. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan
LATIFAH K DARUSMAN.
Mutu tanaman obat perlu dikendalikan sebagai upaya menjamin
khasiatnya. Teknik kromatografi lapis tipis digunakan pada penelitian ini.
Temuireng diekstraksi menggunakan pelarut etanol, metanol, kloroform, dan nheksana. Kandungan total fenol, flavonoid, dan kurkuminoid dari setiap ekstrak
ditentukan dan dihubungkan dengan aktivitas antioksidan. Didapatkan korelasi
yang kuat antara total fenol dan aktivitas antioksidan. Persamaan y= -0.744x +
3.522 dengan y=akar total fenol dan x=log IC50 dapat digunakan untuk menduga
aktivitas antioksidan sampel berdasarkan kandungan total fenol. Kromatogram
yang memiliki aktivitas antioksidan yang baik terdiri dari setidaknya 12 spot pada
panjang gelombang ultraviolet (UV) 254 nm dan 3 spot cerah pada lampu UV 366

yang merupakan kurkuminoid.
Kata kunci: antioksidan, kromatogram, temuireng, total fenol.

ABSTRACT
SAIMA MEGA PUTRI MANURUNG. Quality Control of Temuireng Extract as
Antioxidant. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and LATIFAH K
DARUSMAN.
Control on herbal medicine is needed to guarantee its efficacy. Thin layer
chromatography technique was used in this study. Temuireng was extracted using
ethanol, methanol, chloroform, and n-hexane. Total phenolic, flavonoid, and
curcuminoid contents from each extract were determined and correlated with
antioxidant activity. There was a strong correlation between total phenolic content
with their antioxidant activity. The equation y= -0.744x + 3.522 (y=root of total
phenolic content, x=log IC50) can be used to estimate antioxidant activity of
extract based total phenol content. Chromatogram profile of a good antioxidant
activity contained at least 12 spots that can be identified under ultraviolet (UV)
light 254 nm and 3 bright spot under UV light 366 nm from curcuminoids.
Keyword: antioxidant, chromatogram, temuireng, total phenolic content.

i


KENDALI MUTU EKSTRAK TEMU IRENG BERKHASIAT
SEBAGAI ANTIOKSIDAN

SAIMA MEGA PUTRI MANURUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul
Nama
NIM


: Kendali Mutu Ekstrak Temuireng Berkhasiat sebagai Antioksidan
: Saima :l\Jega Putri Manurung
: G44090028

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara. MSi
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

0 5 DEC 2013

Prof Dr Ir La . ah K. Darusman, MS
Pembimbing II

i

Judul

Nama
NIM

: Kendali Mutu Ekstrak Temuireng Berkhasiat sebagai Antioksidan
: Saima Mega Putri Manurung
: G44090028

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

i

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Juni 2013 ini ialah kendali
mutu, dengan judul Kendali Mutu Ekstrak Temuireng Berkhasiat sebagai
Antioksidan. Penelitian ini merupakan bagian dari Kegiatan Penelitian Unggulan
Strategis Nasional tetang pengembangan pakan unggas berbahan fitofarmaka
terstandar Indonesia yang berkhasiat dalam menanggulangi wabah avian
influenza.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
(DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pusat Studi
Biofarmaka atas ijin yang diberikan kepads penulis untuk melakukan penelitian di
laboratorium. Kepada Dr. Irmanida Batubara MS dan Prof. Dr. Latifah K.
Darusman, MS selaku pembimbing, penulis mengucapkan terimakasih atas
bimbingan selama penelitian hingga penulisan karya tulis ini. Di samping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada Ade, Iren, Rahmi, dan Fiqa atas masukan
yang diberikan saat pengerjaan setiap tahapan dalam penelitian ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, serta seluruh keluarga,
atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor Desember 2013
Saima MP Manurung

ii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii


DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN

1

BAHAN DAN METODE

2

Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode
HASIL DAN PEMBAHASAN

2
2
2

5

Kadar Air dan Kadar Abu
Ekstraksi
Kandungan alkaloid, saponin, dan tanin
Kadar Total Fenol
Kandungan Total Flavonoid
Kandungan total kurkuminoid
Aktivitas Antioksidan
Kromatografi lapis tipis
SIMPULAN DAN SARAN

5
5
6
6
7
7
8
11

12

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

12
12
12

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

24

iii


DAFTAR TABEL
1
2
3

Rendemen ekstraksi dengan berbagai pelarut
6
Keberadaan alkaloid, saponin, dan tanin
7
Total fenol, total flavonoid, total kurkuminoid dan aktivitas antioksidan
ekstrak rimpang temu ireng
8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

Hubungan aktivitas antioksidan rimpang temu ireng dengan total
fenol
Hubungan aktivitas antioksidan rimpang temu ireng dengan total
flavonoid
Hubungan aktivitas antioksidan rimpang temu ireng dengan total
kurkuminoid
Kromatogram ekstrak etanol, n-heksana, metanol, dan kloroform
rimpang temu ireng serta standar kurkuminoid dengan eluen
diklorometana:etil asetat 9:1 pada λ 366nm
Kromatogram ekstrak etanol, n-heksana, metanol, dan kloroform
rimpang temu ireng serta standar kurkuminoid dengan eluen
diklorometana:etil asetat 9:1 pada λ 254nm

9
9
10

11

11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bagan Alir Kerja
Kadar air sampel
Kadar abu sampel
Perhitungan rendemen
Perhitungan total fenol
Perhitungan total flavonoid
Perhitungan total kurkuminoid
Perhitungan aktivitas antioksidan
Korelasi antioksidan dengan 2 dan 3 variabel
Nilai Rf standar kurkuminoid dengan eluen diklorometana:etil
asetat 9:1 pada λ 366nm dan 254nm
11 Nilai Rf ekstrak kloroform, n-heksana, metanol, dan etanol
rimpang temu ireng dengan eluen diklorometana:etilasetat 9:1
pada λ 254 nm
12 Nilai Rf ekstrak kloroform, n-heksana, metanol, dan etanol
rimpang temu ireng dengan eluen diklorometana:etil asetat 9:1
pada λ 366nm

15
16
17
17
18
19
20
20
21
21

22

23

1

PENDAHULUAN

Ramuan obat dari bahan herbal telah banyak digunakan oleh masyarakat
untuk beberapa macam penyakit manusia. Ramuan tanaman herbal juga telah
mengalami perkembangan yang pesat baik secara tradisional maupun modern.
Namun, selama ini pemanfaatan ramuan obat tersebut sebagian besar untuk
manusia dan belum banyak digunakan untuk mengobati penyakit hewan.
Penggunaan bahan herbal untuk hewan menuntut adanya upaya yang dapat
menjamin mutu dan khasiatnya.
Kendali mutu pada bahan herbal didefinisikan sebagai status obat yang
ditentukan oleh identitas, kemurnian, kandungan, dan sifat kimia, fisik dan
biologis atau proses produksi (Bandaranayake 2006). Kendali mutu diperlukan
untuk menghasilkan produk yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada
produk jadi. Sistem pengendalian mutu dirancang untuk menjamin bahwa tiap
produk mengandung bahan dengan mutu yang benar dan dibuat pada kondisi
standar sehingga produk tersebut senantiasa memenuhi persyaratan produk yang
berlaku (BPOM 2011).
Kendali mutu tanaman dapat dilakukan secara manual, seperti yang
dilakukan para pembuat jamu tradisional, namun cara ini tidak efektif karena
keterbatasan dan keragaman respon indera manusia. Cara lain yang dapat
digunakan adalah berdasarkan kandungan senyawa penciri tunggal yang terdapat
pada bahan. Cara ini tidak memberikan gambaran lengkap tentang bahan karena
ada kemungkinan senyawa penciri tersebut bekerja secara sinergis dengan
komponen lain. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang bahan,
dapat digunakan metode analisis sidik jari. Kromatografi lapis tipis, HPLC, GC,
dan elektroforesis kapiler adalah instrumen yang dapat digunakan untuk kontrol
kualitas tanaman obat menggunakan metode sidikjari (Liang et al. 2004). Kendali
mutu tanaman obat pada penelitian ini menggunakan metode kromatografi lapis
tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis telah banyak digunakan dalam identifikasi
obat herbal. Sidikjari KLT dapat memberikan data fundamental yang berguna
untuk menunjukkan kosistensi dan stabilitas produk herbal (Mohammad et al.
2010).
Dalam ulasan yang dilakukan Mohammad et al. (2010), terdapat sekitar 160
penelitian yang menggunakan teknik KLT untuk pemeriksaan produk herbal dari
tahun 2000 sampai 2009. Ciesla dan Hajnos (2010) telah menggunakan metode
KLT untuk kendali mutu ekstrak Saliva officinalis L. Sebelumnya, metode KLT
juga telah digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif 4 spesies Curcuma
(Zhang et al. 2008). Dengan metode ini, akan didapatkan sidik jari kromatogram
yang dapat dijadikan sebagai alat kendali mutu. Selain itu, jumlah bahan aktif
yang terdapat pada bahan herbal juga dapat menjadi alat kendali mutu. Oleh
karena itu, pada penelitian ini dilakukan penentuan kadar bahan aktif, pembuatan
sidik jari KLT, dan uji aktivitas antioksidan ekstrak rimpang temu ireng serta
penentuan hubungan kadar bahan aktif dalam temu ireng dengan aktivitas
antioksidannya.

2

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret sampai Juni 2013 di
Laboratorium Kimia Bagian Analitik Departemen Kimia IPB dan Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka, IPB, Bogor.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat kaca, oven, tanur,
spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis), 96-well plate, microplate reader,
dan CAMAG Linomat IV. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rimpang temu ireng dari kebun Pusat Studi Biofarmaka (PSB) berumur 1 tahun,
kebun Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) berumur 1 tahun,
dan pasar Bogor, pelat KLT silika gel 60 F254, metanol, kloroform, n-heksana,
etanol, asam asetat, etil asetat, aseton, dietil eter, diklorometana, toluena, butanol,
tetrahidrofuran (THF), AlCl3, dan radikal 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH).

Metode
Secara umum, alur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Rimpang temu
ireng diambil dari 3 tempat yaitu kebun PSB, kebun Balittro, dan pasar Bogor.
Rimpang dicuci, diiris tipis-tipis, dan dikeringkan di oven. Setelah itu, rimpang
kering digiling hingga menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Serbuk rimpang
yang didapatkan ditentukan kadar air dan kadar abunya serta diekstraksi
menggunakan pelarut etanol, metanol, kloroform, dan n-heksana. Ekstrak yang
didapat diuji keberadaan alkaloid, saponin, dan tanin di dalamnya. Kadar
flavonoid, kurkuminoid, dan total fenol serta aktivitas antioksidan dari setiap
ekstrak ditentukan. Kadar yang diperoleh dikorelasikan dengan aktivitas
antioksidan yang didapat untuk menentukan senyawa yang berperan dalam
aktivitas antioksidan. Ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik dielusi
dengan berbagai eluen untuk mendapatkan eluen terbaik. Eluen terbaik yang
didapat digunakan untuk mengelusi ekstrak yang lain sehingga diperoleh
kromatogram sidikjari dari rimpang temu ireng.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 105–110 ˚C selama
15 menit, kemudian diletakkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
hingga diperoleh bobot konstan (A). Sebanyak 2 g sampel ditimbang (B) dan
diletakkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan tersebut. Cawan yang berisi
sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu 105–110 ˚C selama 3–4 jam, lalu
didinginkan di dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang lagi. Tahap
ini diulangi hingga diperoleh bobot konstan (C). Kadar air dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:

3

Penentuan Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit pada suhu 100–
105 ˚C, kemudian dimasukkan ke tanur selama 30 menit dan didinginkan di dalam
desikator. Cawan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan (A). Sebanyak 2 g
sampel diletakkan ke dalam cawan tersebut dan ditimbang (B), lalu cawan berisi
sampel dibakar menggunakan pembakar bunsen hingga tidak berasap selama ±20
menit dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur pada suhu 600˚C sampai
pengabuan sempurna. Sampel yang telah diabukan didinginkan di dalam desikator
dan ditimbang (C). Kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Ekstraksi (Depkes RI 2008)
Sampel yang sudah kering dan berbentuk serbuk 40 mesh dimasukkan ke
dalam erlenmeyer sebanyak 15 gram dan ditambahkan pelarut sebanyak 75 mL.
Pelarut yang digunakan adalah etanol dan metanol. Ekstrak metanol yang telah
diperoleh kemudian diekstraksi lagi menggunakan n-heksana. Setelah didapat
ekstrak n-heksana, ekstak metanol diekstraksi lagi dengan kloroform. Ekstrak
yang telah didapat dipekatkan hingga didapat ekstrak pekat.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Alkaloid
Sebanyak 1 g ekstrak ditambahkan 10 mL CHCl3 dan beberapa tetes NaOH.
Larutan tersebut disaring dan filtratnya ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 M serta
dikocok. Lapisan asam dipisahkan dan masing-masing ditambahkan dengan
pereaksi Mayer (positif jika terbentuk endapan putih), pereaksi Wagner (positif
jika terbentuk endapan coklat), dan pereaksi Dragendorf (positif jika terbentuk
endapan merah jingga).
Uji Saponin
Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambahkan 10 mL air panas kemudian disaring.
Sebanyak 10 mL filtrat dikocok selama 10 menit dengan keadaan tertutup. Jika
terbentuk buih yang stabil berarti ekstrak mengandung saponin.
Uji Tanin
Sebanyak 10 mL ekstrak dipanaskan selama 10 menit. Larutan tersebut
kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan FeCl3 1%. Jika terbentuk
warna biru tua atau hijau berarti ekstrak mengandung tanin.
Analisis Kandungan Fenol Total (Atanassova et al. 2011)
Kandungan Fenol total diukur dengan uji Folin-Ciocalteau. Sebanyak 1 mL
ekstrak atau standar asam galat dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L
dimasukkan kedalam labu takar 25 mL yang mengandung 9 mL akuades yang
dideionisasi. Disiapkan juga blanko yang tidak mengandung ekstrak atau standar.

4

Sebanyak 1 mL reagen fenol Folin-Ciocalteu ditambahkan ke labu ukur lalu
diaduk. Setelah 5 menit, ditambahkan 10 mL larutan Na2CO3 7% dan ditera
dengan akuades bebas ion. Setelah inkubasi pada suhu ruang selama 90 menit,
diukur absorbans larutan pada panjang gelombang 750 nm. Data total fenol
ditunjukkan sebagai jumlah asam galat (mg) dalam 100 gram bobot kering.
Analisis Kandungan Flavonoid (Chang et al. 2002)
Total flavonoid diukur dengan uji kolometrik aluminium klorida. Sebanyak
1 mL ekstrak atau standar kuersetin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100
mg/L ditambahkan ke dalam labu takar 10 mL yang telah berisi 3 mL etanol. Lalu
ditambahkan 0,2 mL AlCl3 10% dan 0,2 mL kalium asetat. Campuran ditera
dengan akuades yang dideionisasi sampai 10 mL. Larutan diaduk dan diinkubasi
selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan diukur pada panjang
gelombang 415 nm. Data total flavonoid ditunjukkan sebagai jumlah katekin
ekivalen dalam 100 gram berat kering (mg kuersetin/ 100g bobot kering).
Analisis Kandungan Kurkuminoid (Batubara et al. 2005)
Sebanyak 10 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 mL THF. Sebanyak 100 µL dari
larutan ini dilarutkan dalam 10 mL etanol. Serapan larutan diukur pada
sperktrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 420 nm.
Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Aranda et. al. 2009)
Uji aktivitas antioksidan yang digunakan adalah uji penangkapan radikal
bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Sampel dilarutkan di dalam etanol
hingga diperoleh variasi konsentrasi. Sebanyak 500 µL ekstrak dan 500 µL
larutan DPPH (125µM dalam etanol) ditambahkan ke dalam masing-masing
sumur (96-well plate). Setelah 30 menit, diukur absorbansnya pada panjang
gelombang 517 nm. Kontrol positif yang digunakan adalah asam askorbat dan
etanol sebagai kontrol negatif. Pengukuran absorbans masing-masing sampel
dengan berbagai konsentrasi dan kontrol positif dilakukan tiga kali ulangan
(triplo). Aktivitas dihitung dengan persamaan:
Inhibisi (%)= [1-(Asampel-Akontrol)/(Ablanko-Akontrol)] x 100%
Aktivitas antioksidan setiap ekstrak dihubungkan dengan keberadaan
senyawa kurkuminoid dan flavonoid dengan regresi linear. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui senyawa yang bertanggung jawab pada aktivitas antioksidan
ekstrak.
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (Depkes RI 2008)
Semua ekstrak diaplikasikan pada pelat kromatografi lapis tipis untuk
diamati pola pemisahannya, pelat KLT alumunium yang digunakan adalah jenis
silika gel G60F254 dari Merck. Masing masing ekstrak dilarutkan dalam larutan
diklorometana:etil asetat 9:1. Sebanyak 8µL ekstrak ditotolkan selebar 2 mm
dengan jarak antar spot 3 mm menggunakan CAMAG Linomat IV. Setelah
kering pelat dielusi di dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan
uap pengembang. Eluen yang digunakan adalah n-heksana, aseton, dietil eter, etil
asetat, kloroform, butanol, metanol, diklorometana, dan toluena. Penentuan eluen

5

terbaik pertama dilakukan menggunakan eluen tunggal dengan membandingkan
noda terbanyak dan pemisahannya di bawah paparan UV pada panjang gelombang
254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah baik
dipilih sebagai eluen terbaik. Jika terdapat 2 eluen yang memenuhi kriteria, maka
eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan perbandingan dari 1:9 sampai 9:1.
Setelah diketahui eluen terbaik, dilakukan pembuatan kromatogram temu
ireng dari berbagai daerah. Serbuk rimpang temu ireng dari beberapa daerah
diekstraksi kemudian ekstraknya ditotolkan pada plat KLT. Plat kemudian dielusi
dengan eluen terbaik yang sudah diketahui, kemudian diamati profil
kromatogramnya. Berdasarkan kromatogram yang didapat, dilihat hubungan
antara spot yang terbentuk dengan aktivitas antioksidan dan kandungan bahan di
dalamnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Bogor, Jawa
Barat. Ada tiga sampel yang dianalisis yaitu dari kebun PSB (sampel A), kebun
Balittro (sampel B), dan Pasar Bogor (sampel C).

Kadar Air dan Kadar Abu
Kadar air pada ketiga sampel temu ireng bernilai kurang dari 15%
(Lampiran 2). Kadar air tertinggi dimiliki sampel B, yaitu 13.60%. Sampel A
memiliki kadar air 8.90 % dan sampel C 12.74%. Kadar air ini akan menjadi
faktor koreksi bobot pada saat penentuan rendemen. Nilai kadar abu menunjukkan
mineral yang terkandung di dalam bahan. Sampel B juga memiliki kandungan
mineral yang lebih banyak (8.01%) dibandingkan dengan sampel lainnya
(Lampiran 3). Berdasarkan Materia Medika jilid II (1978), kadar abu rimpang
tanaman temu ireng tidak lebih dari 6.10%. Kadar abu yang lebih tinggi pada
sampel dari kebun Balittro dan Pasar Bogor dapat disebabkan oleh perbedaan
kondisi pertumbuhan, pemupukan, waktu panen, teknik panen, dan perlakuan
setelah pemanenan (Bakker dan Elbersen 2005).
Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi dan partisi. Secara umum,
sampel B memiliki rendemen terendah dan ekstrak etanol dari setiap sampel
memiliki rendemen tertinggi. Ekstrak etanol merupakan ekstrak kasar yang tidak
dipartisi. Partisi ekstrak metanol dengan kloroform dan n-heksana menyebabkan
rendemen ekstrak metanol lebih rendah daripada ekstrak etanol. Rendemen setiap
ekstrak dapat dilihat pada Tabel 1 dan cara perhitungan diberikan di Lampiran 4.
Terdapat variasi pada rendemen yang dihasilkan dengan pelarut berbeda.
Komponen-komponen yang terlarut dalam setiap pelarut akan mengikuti kaidah
like dissolve like. Pada pelarut n-heksana komponen nonpolar akan dominan. Pada
pelarut kloroform, komponen terlarut yang dominan adalah yang semipolar

6

cenderung polar, sedangkan komponen polar lebih larut dalam metanol dan
etanol.
Tabel 1 Rendemen ekstraksi dengan berbagai pelarut
Sampel
Ekstrak
Rendemen (%)
A

CHCl3
(Pusat Studi n-heksana
Biofarmaka) MeOH
EtOH
CHCl3
B
(Balittro)
n-heksana
MeOH
EtOH
CHCl3
C
(Pasar Bogor) n-heksana
MeOH
EtOH

5.51 ± 0.61

5.12 ± 1.12
8.11 ± 2.20
18.26 ± 1.48
4.87 ± 0.75
1.67 ± 0.09
2.67 ± 0.11
7.30 ± 0.29
6.26 ± 0.20
9.01 ± 1.51
7.93 ± 2.52
21.04 ± 0.24

Kandungan alkaloid, saponin, dan tanin
Alkaloid terkandung dalam ekstrak kloroform dari semua sampel dan
ekstrak metanol dari sampel A. Keberadaan alkaloid terdeteksi dari terbentuknya
endapan saat direaksikan dengan pereaksi Dragendorf. Ekstrak metanol dari setiap
sampel mengandung saponin yang ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang
stabil selama 10 menit, sedangkan tanin tidak terdeteksi pada semua ekstrak
sampel. Hasil uji kualitatif kandungan alkaloid, saponin dan tanin ditunjukkan
pada Tabel 2.
Penelitian sebelumnya menyatakan terdapat saponin pada ekstrak etanol
rimpang temu ireng (Erickkatulistiawan 2012). Berbeda dengan penelitian ini,
saponin hanya terdapat dalam ekstrak metanol. Hal ini dimungkinkan karena
keberadaan senyawaan lain lebih dominan, sehingga keberadaan saponin yang
ditandai dengan terbentuknya busa stabil tidak terdeteksi. Keberadaan alkaloid
dalam ekstrak kloroform juga hanya terdeteksi dari pereaksi Dragendorf. Hal ini
diduga karena keberadaan alkaloid yang sangat sedikit sehingga hanya dapat
terdeteksi oleh pereaksi yang paling sensitif.

Kadar Total Fenol
Penentuan kadar total fenol dilakukan dengan menggunakan pereaksi FolinCiocalteau yang akan mengoksidasi fenolat, mereduksi asam heteropoli menjadi
suatu kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W) berwarna biru yang diukur pada
panjang gelombang 750 nm (Schopield et al. 2001). Total fenol dihitung
berdasarkan kurva standar asam galat dengan persamaan y = 0.0034x − 0.0206
dengan nilai R² = 0.9958 (Lampiran 5). Hasil uji menunjukkan kadar senyawaan
fenolik tertinggi pada ekstrak kloroform sampel dari pasar Bogor, yaitu 8.70%

7

(Tabel 3). Ekstrak dengan kandungan total fenol tertinggi ialah ekstrak kloroform.
Ekstraksi menggunakan etanol juga memiliki total fenol yang cukup tinggi
berkisar antara 4.11–6.84 %. Total fenol terendah dimiliki oleh ekstrak metanol
Tabel 2 Keberadaan alkaloid, saponin, dan tanin
Sampel
Ekstrak
A
CHCl3
(Pusat Studi n-Heksana
Biofarmaka) MeOH
EtOH
B
CHCl3
(Balittro)
n-Heksana
MeOH
EtOH
C
CHCl3
(Pasar
n-Heksana
Bogor)
MeOH
EtOH

Alkaloid 1 Alkaloid 2
+
-

Alkaloid 3
+
+
+
+
-

Saponin
+
+
+
-

Tanin
-

Keterangan: 1: uji dengan pereaksi Mayer, 2: uji dengan pereaksi Wagner, 3: uji dengan pereaksi
Dragendorf

Kandungan Total Flavonoid
Total flavonoid dari tiap sampel diukur menggunakan pereaksi AlCl3 dan
kalium asetat. Prinsip metode ini adalah AlCl3 akan membentuk kompleks stabil
tahan-asam dengan gugus keto C-4 dan gugus hidroksil C-3 atau C-5 dari flavon
dan flavonol. AlCl3 juga akan membentuk kompleks yang labil dalam asam
dengan gugus orto-dihidroksil pada cincin-A atau B dari flavonoid (Chang et al.
2002). Total flavonoid dihitung berdasarkan kurva standar kuersetin (Lampiran
6). Kandungan flavonoid ekstrak tidak terlalu tinggi, berkisar antara 0.00 dan
1.79% b/b. Kandungan flavonoid tertinggi dimiliki oleh ekstrak etanol sampel dari
kebun Pusat Studi Biofarmaka (Tabel 3). Ekstrak kloroform dan n-heksana dari
sampel yang sama juga memiliki kandungan total flavonoid yang lebih tinggi
dibandingkan sampel dari tempat lain dengan pengekstraksi yang sama.
Sementara itu, sampel dari Balittro memiliki kandungan flavonoid cenderung
lebih rendah daripada sampel dari pasar Bogor, kecuali untuk ekstrak n-heksana.
Hal ini menunjukkan sampel dari Balittro memiliki kandungan flavonoid nonpolar
yang lebih tinggi. Ekstrak metanol dari semua tempat tidak memiliki total
flavonoid sama sekali.

Kandungan total kurkuminoid
Total kurkuminoid diukur dengan mengambil kurkumin dari ekstrak
menggunakan THF, lalu dilarutkan dalam metanol dan diukur absorbansnya pada
panjang gelombang 420 nm. Hasil pengukuran (Tabel 3, Lampiran 7)

8

menunjukkan bahwa kandungan kurkuminoid tertinggi dimiliki oleh ekstrak
kloroform sampel dari Balittro. Sampel dari Balittro yang diekstraksi dengan
pelarut lain juga memiliki kandungan total kurkuminoid yang cenderung lebih
tinggi dibandingkan dari tempat lain. Semua ekstrak kloroform memiliki
kandungan total kurkuminoid paling tinggi. Hal ini menunjukkan senyawaan
kurkuminoid lebih bersifat semipolar.
Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dinyatakan dalam nilai IC50
yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat aktivitas DPPH
sebesar 50%. Hasil uji dan perhitungan (Tabel 3, Lampiran 8) menunjukkan
bahwa ekstrak kloroform dari setiap tempat memiliki IC50 lebih rendah daripada
ekstrak lainnya. Ekstrak lain yang memiliki aktivitas antioksidan yang cukup baik
adalah ekstrak etanol. Setiap sampel yang diekstraksi dengan n-heksana memiliki
nilai IC50 lebih besar dari 200 ppm, berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan
bahwa ekstrak n-heksana tidak memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak lain yang
memiliki IC50 lebih besar dari 200 ppm adalah ekstrak metanol sampel dari kebun
Pusat Studi Biofarmaka dan pasar Bogor. Kemampuan ekstrak kloroform yang
lebih baik dalam menghambat aktivitas DPPH dapat disebabkan oleh tingginya
kandungan senyawa fenolik di dalamnya.
Penentuan koefisien korelasi antara total senyawa fenolik terhadap aktivitas
antioksidan menunjukkan adanya hubungan antara keduanya. Koefisien korelasi
sebesar 0.814 menunjukkan korelasi yang kuat. Penelitian Choudhury et al.
(2013) juga menunjukkan adanya korelasi total fenol dengan aktivitas antioksidan
ekstrak temu ireng sebesar 0.863. Berdasarkan nilai kandungan total senyawa
fenolik pada temu ireng, dapat diduga aktivitas antioksidannya dengan persamaan
linear sebagai berikut y= -0.744x + 3.522 dengan y= log IC50, x= akar total fenol,
dan R2 =0.6628 (Gambar 1).
Tabel 3 Total fenol, flavonoid, kurkuminoid dan aktivitas antioksidan
ekstrak rimpang temu ireng
Total
Total
Total
IC 50 (ppm)
Sampel
Ekstrak
fenol (%) flavonoid (%) kurkuminoid (%)
24.80±14.79
A
CHCl3
6.20±0.73
0.89±0.25
1.17±0.53
307.02±75.34
(Pusat Studi
n-heksana 2.96±0.25
1.42±0.13
0.65±0.25
226.08±32.89
Biofarmaka) MeOH
0.69±0.06
0.00±0.00
0.00±0.00
73.49±34.50
EtOH
4.11±0.73
1.79±0.23
0.53±0.03
34.61±4.26
B
CHCl3
7.68±0.60
0.27±0.15
3.14±0.19
677.36±339.46
(Balittro)
n-heksana 2.78±0.55
0.39±0.19
0.16±0.01
88.77±27.75
MeOH
3.43±0.91
0.00±0.00
0.03±0.01
51.91±1.38
EtOH
6.20±0.18
0.29±0.05
2.01±0.29
23.69±8.97
C
CHCl3
8.70±0.85
0.61±0.16
1.15±0.19
1125±127.09
(Pasar Bogor) n-heksana 2.27±0.25
0.20±0.05
0.10±0.02
903.50±1083.62
MeOH
0.96±0.25
0.00±0.00
0.01±0.01
24.44±5.84
EtOH
6.84±0.46
0.50±0.07
0.36±0.03

9

Hal ini menunjukkan bahwa 66% kapasitas antioksidan dari ekstrak temu ireng
berasal dari kontribusi senyawa fenolik (Javanmardi 2003). Senyawa fenolik
merupakan kandungan tanaman yang sangat penting karena kemampuannya
menghambat radikal bebas. Kemampuan ini berasal dari gugus hidroksil yang
dimiliki (Stankovic 2011). Aktivitas antioksidan senyawa fenolik umumnya
disebabkan oleh sifat redoks senyawa tersebut yang memiliki peran penting dalam
menjerap dan menetralkan radikal bebas atau mendekomposisi peroksida. Hal ini
juga berarti bahwa aktivitas antioksidan ekstrak temu ireng bukan hanya
disebabkan oleh keberadaan senyawa fenolik (Javanmardi 2003).
Hubungan antara total flavonoid dengan aktivitas antioksidan memiliki
koefisien korelasi sebesar 0.324. Hal ini berarti terdapat korelasi antara total
flavonoid dan aktivitas antioksidan, tetapi korelasinya kecil. Choudhury et al.
(2013) menemukan korelasi antara aktivitas antioksidan dengan total flavonoid
sebesar 0.682. Flavonoid merupakan jenis metabolit sekunder dengan aktivitas
antioksidan dan sifat pengelat yang signifikan (Stankovic 2011).

Gambar 1 Hubungan aktivitas antioksidan rimpang temu ireng dengan total fenol
Dari nilai total flavonoid, dapat pula diduga nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak
temu ireng yaitu dengan persamaan y=9309x + 1.3656 dengan y= log IC50, x=
1/(total flavonoid+1), dan R2= 0.1051 (Gambar 2).
Serupa dengan total fenol dan total flavonoid, keberadaan kurkuminoid juga
berhubungan dengan aktivitas antioksidan dengan koefisien korelasi sebesar
0.652. Penelitian sebelumnya menunjukkan korelasi antara total kurkuminoid
dengan aktivitas antioksidan pada ekstrak temu ireng sebesar 0.601 (Choudhury
2013).

Gambar 2 Hubungan aktivitas antioksidan rimpang temu ireng dengan total
flavonoid

10

Aktivitas antioksidan rimpang temu ireng dapat diduga dari jumlah kurkuminoid
menggunakan persamaan y=1.5462x + 0.9772 dengan y= log IC50, x= 1/(total
kurkuminoid +1), dan R2= 0.425 (Gambar 3).

Gambar 3 Hubungan aktivitas antioksidan rimpang temu ireng dengan total
kurkuminoid
Hubungan aktivitas antioksidan dan semua komponen yang diuji dapat
dinyatakan melalui persamaan y=3.658-0.760X1- 0.173X2+ 0.030X3 dengan X1=
akar total fenol, X2= 1/(total flavonoid+1), X3= 1/(total kurkuminoid+1), dan y=
log IC50. Nilai korelasi hubungan ini adalah 0.816 dengan R2= 0.666. Nilai
korelasi dan linearitas yang hampir menyerupai hubungan antioksidan dengan
total fenol semakin menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan dari temuireng
sebagian besar dipengaruhi oleh keberadaan senyawa fenolik. Korelasi
antioksidan dengan 2 variabel yang diuji (Lampiran 9) juga menunjukkan
besarnya pengaruh total fenol terhadap aktivitas antioksidan.
Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh rimpang temu ireng diduga dapat
meningkatkan ketahanan tubuh unggas terhadap virus flu burung. Antioksidan
dapat memberikan kekebalan pada jaringan saluran pernapasan terhadap
kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit infeksi dan kanker (Young et al. 1999).
Salah satu gejala klinis penyakit virus pada unggas adalah gangguan pernapasan.
Berdasarkan hal tersebut, pemberian antioksidan diharapkan dapat memberikan
perlindungan pada saluran pernapasan ternak dari serangan virus (Prawirodigdo
2010).
Jenis rimpang yang baik untuk dijadikan pakan unggas adalah rimpang yang
memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Dengan adanya persamaan yang
menghubungkan antara aktivitas antioksidan dan kandungan senyawaan di dalam
rimpang, maka pemilihan rimpang untuk dijadikan bahan akan lebih mudah.
Hubungan antara total fenol dan aktivitas antioksidan memiliki linearitas yang
paling baik diantara faktor- faktor lain yang diteliti. Hal ini menunjukkan
persamaan hubungan total fenol dan aktivitas antioksidan merupakan penduga
yang terbaik untuk menentukan mutu dari temu ireng.

11

Kromatografi lapis tipis
Pelat yang telah ditotol oleh sampel dielusi menggunakan eluen berupa
diklorometana:etil asetat 9:1. Hasil elusi divisualisasi pada panjang gelombang
366 nm dan 254 nm (Gambar 4 dan Gambar 5). Ekstrak kloroform pada lampu
366 nm menghasilkan 3 spot dengan Rf seragam (0.6; 0.4;0.3) yang dimiliki oleh
sampel dari ketiga asal. Nilai Rf ketiga spot tersebut serupa dengan nilai Rf ketiga
spot pada standar kurkuminoid yang dielusi pada eluen yang sama (lampiran 10).

Gambar 4. Kromatogram ekstrak etanol, n-heksana, metanol, dan kloroform
rimpang temu ireng serta standar kurkuminoid dengan eluen diklorometana:etil
asetat 9:1 pada λ 366nm

Gambar 5 Kromatogram ekstrak etanol, n-heksana, metanol, dan kloroform
rimpang temu ireng serta standar kurkuminoid dengan eluen
diklorometana:etil asetat 9:1 pada λ 254nm

12

Diduga kuat bahwa ketiga spot tersebut menupakan senyawa kurkuminoid, yaitu
kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin. Spot ini juga
terdapat pada ekstrak etanol. Ekstrak etanol dari sampel A memiliki kandungan
kurkuminoid lebih tinggi daripada sampel C, namun sampel A hanya memiliki 1
spot kurkuminoid, yaitu spot paling bawah, hal ini diduga karena sampel A hanya
memproduksi 1 jenis kurkuminoid.
Jumlah spot yang terdeteksi pada lampu 245 nm berhubungan dengan
aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan kloroform. Spot terbanyak terdapat pada
sampel C. Ekstrak etanol sampel C menunjukkan 13 spot dengan nilai Rf
bervariasi dari 0.06-0.95. Ekstrak kloroform memiliki 12 spot dengan nilai Rf dari
0.08- 0.95. Hal ini berarti setidaknya ada 13 senyawa berbeda yang terdapat pada
ekstrak etanol dan kloroform rimpang temu ireng (Lampiran 11).
Kromatogram yang telah didapatkan bersifat spesifik untuk eluen
diklorometana: etil asetat 9:1. Karakteristik kromatogram sidik jari dari ekstrak
tanaman rimpang temu ireng ini dapat membantu upaya identifikasi bahan dan
kendali mutu dalam penggunaan temu ireng kedepannya. Kromatogram ini juga
menyediakan informasi dasar yang berfungsi untuk isolasi, purifikasi,
karakterisasi dan identifikasi senyawa yang diinginkan (Gunalan et. al. 2012)

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Keberadaaaan senyawa fenol, flavonoid dan kurkuminoid pada rimpang
temu ireng memiliki korelasi dengan aktivitas antioksidan rimpang. Korelasi yang
cenderung bersifat linear dimiliki oleh total fenol dengan nlai R2 sebesar 0.6628.
Aktivitas antioksidan rimpang dapat diduga dari jumlah senyawaan fenol,
menggunakan persamaan yang telah diberikan. Pada kromatogram, sampel yang
memiliki aktivitas antioksidan yang baik akan menunjukkan setidaknya 12 spot
pada UV-tampak 254 nm dan keberadaan spot cerah pada UV-Vis 366 yang
diduga sebagai kurkuminoid.
Saran
Perlu dilakukan visualisasi menggunakan pewarna senyawa pada plat KLT
agar didapatkan kromatogram yang lebih menjelaskan keberadaan senyawa yang
berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Perlu diuji kandungan flavonoid dari
ekstrak dengan metode lain yang dapat mendeteksi semua jenis flavonoid.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC Intrnational. Revisi ke-2. Volume ke-1. Maryland: AOAC
International.

13

Anonim. 1978. Materia Medika Jilid II . Departemen Kesehatan republik
Indonesia, Jakarta (ID).
Atanassova M, Georgieva S, Ivancheva K. 2011. Total phenolic and total
flavonoid contents, antioxidant capacity and biological contaminants in
medical herbs. J of Univ of Chem Techno and Metallurgy 46 (1): 81-88.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan kepala badan
pengawas
obat
dan
makanan
Republik
Indonesia
Nomor
hk.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 tentang persyaratan teknis cara
pembuatan obat tradisional yang baik. Jakarta: BPOM (ID).
Bakker RR, Elbersen HW. 2005. Managing ash content and quality in herbaceous
biomass: an analysis from plant to product.14th European Biomass
Conference and Exhibition; 2005 Oct 17; Paris, France (FR).
Bandaranayake W. 2006. Quality control, screening, toxicity, and regulation of
herbal drug in Modern Phytomedicine Turning Meicinal Plants into
Drugs. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH&Co.KgaA (DE).
Batubara I, Rafi M, Darusman L. 2005. Estimasi kandungan kurkumin pada
sediaan herbal komersial secara spektrofotometri derivatif. J Sains Kimia 9
(1) : 28-34.
Bhullar K, Jha A, Youssef D, Rupasinghe H. Curcumin and its carbocyclic
analogs: structure-activity in relation to antioxidant and selected biological
properties. Molecules 18. hlm:5389-5404. doi:10.3390/molecules18055389.
Chang C, Yang M, Wen H, Chern J. 2002. Estimation of total flavonoid content in
propolis by two complementary colorimetric methods. J of Food and Drug
Analysis. 10 (3). Hlo: 178-182.
Choudhury D, Ghosal M, Das A, Mandal P. 2013. Development of single node
cutting propagation techniques and evaluation of antioxidant activity of
curcuma aeruginosa roxburgh rhizome. Int J of Phar and Pharma Sci. 5 (2)
: 227-234.
Ciesla L. M, Hajnos W. 2010. Application of thin-layer chromatography for the
quality control and screening the free radical scavenging activity of selected
pharmacuetical preparations containing Salvia oficinalis L. Extract. Acta
Poloniae Pharmaceutica n Drug Research. 67 (5): 481-485.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Herbal
Indonesia Edisi Ke-1. Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia.
Erickatulistiawan, Gallusena. 2012. The Effects Test of Antihelmintic Pink and
Blue Gingers Extract Ethanol (Curcuma aeruginosa) on Ascaris suum, in
vitro. [skripsi], Malang (ID) : Universitas Brawijaya.
Gunalan G, Saraswathy A, Vijaylakshmi K. 2012. HPTLC fingerprint profile of
Bauhinia variegata Linn. Leaves. Asian Pasific J of Trop Disease.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Ed ke-2. Padmawinata K, Soedira L,
penerjemah; Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Method.
Itokawa H, Qian S, Akiyama T, Morris-Natschke S, Lee K. 2008. Recent
advances in investigation of curcuminoids. Chinese Medicine 3(11).
doi:10.1186/1749-8546-3-11.
Javanmardi J, Stushnoff C. Locke E. Vivanco J. 2003. Antioxidant activity and
total phenolic content of Iranian Ocimum accessions. Food Chemistry 83.
hlm: 547–550. doi:10.1016/S0308-8146(03)00151-1.

14

Jing Z, Jiang-shen Z, Bin Y, Guang P, Shao L. 2010. Free radical scavenging
activity and characterization of sesquiterpenoids in four species of Curcuma
using a TLC bioautography assay ang GC-MS analysis. Molecules 15:
7547-7557. doi: 10.3390/molecules15117547.
Kritchevskey, D. and S.B. Kritchevskey. 1999. Antioxidant and Their Role in
Coronary Heart Disease. In Antioxidants in Human Health and Disease, pp.
151-164 (T.K. BASU, & M.L. GARG, Editors). CABI Publishing: Oxon,
(UK).
Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicines. J of Chrom
812:53-70.
Mohammad A, Bhawani S, Sharma S. 2010. Analysis of herbal products by thinlayer chromatography : a review. Int J of Phar and Bio Sci 1(2): 1-50.
Nurbara F.D. 2009. Kajian potensi ekstrak etanol Adas (Foeniculum vulgare Mill)
dan temu ireng (Curcuma Aeruginosa Roxb) sebagai bahan obat alternatif
flu burung [Thesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Nurcholis W, Priosoeryanto B.P, Purwakusumah E.D, Katayama T, Suzuki T.
2012. Antioxidant, cytotoxic activities and total phenolic content of four
Indonesian medicinal plants. Valensi (2) 4: 501-510.
Prawirodigdo S. 2010. Pemberian pakan mengandung asam amino seimbang dan
antioksidan nabati sebagai strategi proteksi terhadap serangan penyakit pada
ternak ayam. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung
Usahaternak Unggas Berdayasaing.
Salazar-Aranda R, Perez-Lopez L, Lopez-Arroyo J, Alanis-Garza B, Torres N.
2009. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from Northeast of
Mexico. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.2011 :
1-6. doi:10.1093/ecam/nep127.
Schopield P, Mbugua D, Pell A. 2001. Analysis of condensed tannins :a review.
Animal Feed Science and Technology. 91 : 21-40.
Sumardi. 2006. Sumardi dan Jamu Tahan Flu Burung. Dilaporkan C. Wahyu
Haryo. Dalam Harian Kompas, tanggal 17 Juli, hal. 16. Jakarta (ID).
Stankovic M. 2011. Total phenolic content, flavonoid concentration and
antioxidant activity of Marrubium peregrinum L. extracts. Kragujevac J.
Sci. 33 (2011) 63-72.
Wojdylo A, Oszmianski J, Czemerys R. 2007. Antioxidant activity and phenolic
compounds in 32 selected herbs. Food Chemistry 105. hlm: 940 – 949.
doi:10.1016/j.foodchem.2007.04.038.
Young, I.S., H.E. Roxborough and J.V. Soodside. 1999. Antioxidants and
Respiratory Disease. In Antioxidants in Human Health and Disease, pp.
293-311 (T.K. BASU, & M.L. GARG, Editors). CABI Publishing: Oxon
(UK.
Zhang J, Guan J, Yang F, Liu H, Cheng X, Li S. 2008. Qualitative and
quantitative analysis of four species Curcuma rhizomes using twice
development thin layer chromatography. JPBA 48:1024-1028.
doi:10.1016/j.jpba.2008. 07.006.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan Alir Kerja
Rimpang temu ireng
Dikeringkan di oven
Dijadikan serbuk
Serbuk rimpang temu
ireng
Penentuan kadar air
dan kadar abu
Kadar air
Kadar abu

Ekstrak kasar metanol

Partisi dengan
kloroform

Ekstrak

Partisi dengan nheksana

Ekstrak nhekana

Ekstrak
kloroform

Ekstraksi
dengan etanol

Ekstraksi dengan
metanol

Ekstrak
metanol

Uji aktivitas
Uji kadar total fenol,
antioksidan
flavonoid, dan kurkuminoid
Aktivitas
Total fenol, flavonoid
antioksidan
dan kurkuminoid

Uji fitokimia
Kandungan
fitokimia

Hubungkan
Total
fenol,
flavonoid
dan
kurkuminoid
dengan aktivitas antioksidan
Ekstrak yang memiliki aktivitas
antioksidan terbaik

Senyawa yang bertanggung
jawab atas aktivitas antioksidan

Dielusi untuk mengetahui eluen
terbaik
Eluen terbaik
Digunakan untuk analisis KLT
sampel lain
Profil kromatogram
rimpang temu ireng

16

Lampiran 2 Kadar air sampel
bobot (g)
Sampel

1
2
3

4.3306 2.0003
4.6458 2.0006
4.4118 2.0004

sampel
bebas
air
6.1548 1.8242
6.4737 1.8279
6.2268
1.815

1
2
3

4.4245 2.0000
4.2857 2.0005
4.4974 2.0005

6.1464
6.0136
6.2324

1.7219
1.7279
1.735

1
2
3

1.9638 2.0002
1.9892 2.0009
1.9762 2.0001

3.7008
3.743
3.7223

1.737
1.7538
1.7461

ulangan cawan
kosong

A
( Biofarmaka)
rata rata
B
(Balittro)
rata rata
C
(Pasar Bogor)
rata rata

cawan+sampel
sampel
bebas air

kadar
air
(%)
8.8
8.63
9.27
8.9
13.91
13.63
13.27
13.6
13.16
12.35
12.7
12.74

Contoh perhitungan
bobot sampel bebas air = bobot cawan+sampel bebas air - bobot cawan kosong
= 6.1548 g - 4.3306 g
= 1.8242 g
Kadar air (%) =
=
=
= 8.80 %

17

Lampiran 3 Kadar abu sampel
Sampel

2.0006
2.0009
2.0003

bobot (g)
cawan+ sampel
abu
kering
27.654 1.8225
24.2686 1.8228
25.2084 1.8222

0.1035
0.1042
0.1034

1 26.6758
2 24.9438
3 25.6191

2.0000
2.0003
2.0002

26.8139
25.0836
25.7564

1.728
1.7282
1.7282

0.1381
0.1398
0.1373

1 28.8807
2 28.8384
3 25.1207

2.0006
2.0003
2.0004

28.9941
28.9437
25.235

1.7458
1.7455
1.7456

0.1134
0.1053
0.1143

ulangan

cawan
kosong
1 27.5505
2 24.1644
3 25.105

A
(biofarmaka)
rata rata
B (Balittro)

rata rata
C
(pasar bogor)

sampel

rata rata
Contoh perhitungan
bobot abu
= bobot cawan + abu - bobot cawan kosong
= 27.6540 g - 27.5505 g
= 0.1035 g
Bobot sampel kering = bobot sampel awal ×kadar air
= 2.0006 g × 8.90 %
= 1.8225 g
Kadar abu (%) =
=
= 5.68 %

Lampiran 4 Perhitungan rendemen
Bobot ekstrak = (bobot vial+ekstrak) – (bobot vial)
= 37.3002 g - 36.6314 g
= 0.6688 g
Bobot sampel kering = bobot sampel awal ×kadar air
= 15.0369 × 8.90 %
= 13.6986 g
% Rendemen =
=
= 4.88 %

abu

kadar abu
(%)
5.68
5.72
5.67
5.69
7.99
8.09
7.94
8.01
6.5
6.03
6.55
6.36

18

Lampiran 5 Perhitungan total fenol
0.350
0.300
y = 0.0034x - 0.0206
R² = 0.9958

absorban

0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0

20

40

60

80

konsentrasi asam galat (ppm)

Kurva standar asam galat

Contoh perhitungan
Absorbans terkoreksi = absorbans sampel – absorbans blanko
= 0.334 – 0.08
= 0.254
[fenol] =
=
= 68.647 ppm
%b/b

=
=
= 6.86 %

100

120

19

Lampiran 6 Perhitungan total flavonoid
0.8
0.7

y = 0.0071x + 0.0202
R² = 0.9945

absorbans

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

20

40

60

80

konsentrasi kuersetin (ppm)

Kurva standar kuersetin
Contoh perhitungan
Absorbans terkoreksi = absorbans reaksi – absorbans sampel
= 0.362 – 0.196
= 0.166
[flavonoid]
=
=
= 20.5350 ppm
%b/b =
=
= 1.03 %

100

120

20

Lampiran 7 Perhitungan total kurkuminoid
0.9
y = 0.155x + 0.0024
R² = 0.9957

0.8
0.7
absorbans

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

1

2

3

4

[kurkuminoid] (ppm)

Kurva standar kurkuminoid
Contoh perhitungan
[kurkuminoid](ppm) =
=
= 1.2168 ppm
%b/b =
=
= 1.22 %
Lampiran 8 Perhitungan aktivitas antioksidan
Contoh perhitungan
Persamaan garis y = 65.997ln(x) + 54.445
Dengan y= %inhibisi dan x= log [sampel]
IC50 adalah ketika % inhibisi= 50 atau y=50
50=65.997 ln(x) +54.445
ln (x) =
ln (x) = 0.06735
x=
x = 0.9349
IC 50=
IC 50=
IC 50= 8.6073 ppm

5

6

21

Lampiran 9 Korelasi antioksidan dengan 2 dan 3 variabel
TPC,TFC
R=0.816

TPC,TCC
R=0.814

TFC,TCC
R=0.651

TPC,TFC, TCC
R=0.816

R2=0.666
y=3.692-0.768X10.167X2

R2=0.663
R2=0.424
R2=0.666
y=3.549-0.750X1- y=0.970+0.017X2+ y=3.658-0.760X10.020X3
1.538X3
0.173X2+0.030X3

Ket:TPC= Total Fenol, TFC= Total Flavonoid, TCC= Total Kurkuminoid, X1= akar total fenol,
X2= 1/(total flavonoid+1), X3= 1/(total kurkuminoid+1), dan y= log IC50.

Lampiran 10 Nilai Rf standar kurkuminoid dengan eluen diklorometana:etil asetat
9:1 pada λ 366nm dan 254nm
Nomor
spot
1
2
3

Rf
366
0.63
0.44
0.29

254
0.62
0.43
2.8

22

Lampiran 11 Nilai Rf ekstrak kloroform, n-heksana, metanol, dan etanol rimpang
temu ireng dengan eluen diklorometana:etil asetat 9:1 pada λ 254 nm

Ekstrak

CH3Cl

A
Nomor
spot
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Rf
0.94
0.85
0.74
0.54
0.38
0.32
0.18
0.11
0.08

1
2
3
4
5
6
7
8

0.94
0.86
0.80
0.74
0.54
0.46
0.36
0.15

1
2
3
4
5
6
7
8

0.96
0.87
0.76
0.55
0.38
0.33
0.16
0.10

n-heksana

MeOH
EtOH

-

Sampel
B
C
Nomor
Nomor
spot
Rf
spot
Rf
1 0.94
1 0.95
2 0.86
2 0.87
3 0.73
3 0.81
4 0.62
4 0.75
5 0.54
5 0.54
6 0.47
6 0.47
7 0.31
7 0.39
8 0.26
8 0.33
9 0.16
9 0.25
10 0.18
11 0.13
12 0.08
1 0.98
1 0.95
2 0.94
2 0.90
3 0.86
3 0.85
4 0.73
4 0.85
5 0.54
5 0.80
6 0.46
6 0.75
7 0.36
7 0.53
8 0.29
8 0.46
9 0.23
9 0.35
10 0.14
10 0.15
1 0.97
1 0.95
2 0.88
2 0.89
3 0.74
3 0.86
4 0.54
4 0.80
5 0.47
5 0.74
6 0.30
6 0.54
7 0.25
7 0.45
8 0.16
8 0.36
9 0.31
10 0.25
11 0.15
12 0.10
13 0.06

23

Lampiran 12 Nilai Rf ekstrak kloroform, n-heksana, metanol, dan etanol rimpang
temu ireng dengan eluen diklorometana:etil asetat 9:1 pada λ 366nm

Ekstrak

CH3Cl

n-heksana

MeOH
EtOH

Sampel
A
B
C
Nomor
Nomor
Nomor
spot
Rf
spot
Rf
spot
Rf
1 0.98
1 0.60
1 1.00
2 0.95
2 0.46
2 0.86
3 0.60
3 0.32
3 0.60
4 0.52
4 0.46
5 0.44
5 0.32
6 0.33
7 0.22
8 0.09
1 1.00
1 1.00
1 1.00
2 0.95
2 0.95
2 0.95
3 0.74
3 0.74
1 1.00
1 1.00
1 1.00
2 0.98
2 0.98
2 0.98
3 0.87
3 0.75
3 0.87
4 0.82
4 0.61
4 0.74
5 0.32
5 0.46
5 0.60
6 0.22
6 0.32
6 0.45
7 0.32

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Curup pada tanggal 13 Maret 1991 dari ayah Saibun
Manurung dan ibu Tionim Sitanggang. Penulis adalah putr1 ketiga dari lima
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Curup dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia
TPB pada tahun ajaran 2013/2013 dan asisten praktikum Kimia Analitik Layanan
pada tahun ajaran yang sama. Penuis merupakan anggota Persekutuan Mahasiswa
Kristen (PMK) dan pernah menjadi pengurus Komisi Pembinaan dan Pemuridan
PMK sebagai seksi doa. Penulis juga pernah menjadi pengajar responsi PMK
untuk mata kuliah Kimia TPB pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis
melaksanakan Praktik Lapangan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Cibinong dengan judul Optimisasi Hidrolisis Pati Ubi Kayu Varietas Roti
Menggunakan Enzim Amilase dari Brevibacterium. Penulis juga pernah
mendapatkan dana hibah DIKTI melalui program kreativitas mahasiswa bidang
pengabdian kepada masyarakat pada tahun 2012 dan bidang penelitian pada tahun
2013.